Anda di halaman 1dari 24

Malnutrisi (Gizi buruk)

PENDAHULUAN

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di
bawah standar. Gizi masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk
banyak di alami oleh bayi di bawah 5 tahun (balita).

Banyak factor – factor yang dianggap mempengaruhi gizi buruk. Nmun penyebab dasar
tejadinya gizi buruk ada 2 hal yaitu sebab langsung dan tidak langsung. Sebab langsung adalah
kurangnya asupa gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit bawaan yang mengakibatkan
mudah terinfeksi penyakit DBD, Diare dan lain – lain. Sedangkan kemiskinan di duga menjadi
penyebab utama terjadinya gizi buruk. Kurangnya asupan gizi bias di sebabkan oleh terbatasnya
jumlah makanan yang di konsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang di
butuhkan oleh tubuh.

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DAN CIRI-CIRI GIZI BURUK

2.1.1 Definisi Gizi Buruk

Gizi buruk adalah keadaan kurag gizi yang di sebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (depkes RI, 1999). Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).

Jadi, Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yangdimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang EnergiProtein)
adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Gizi buruk atau lebih
dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi
dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secaragaris besar dapat
dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (RI dan WHO,Rencana Aksi
Pangan dan Gizi Nasional 2001 2005, Jakarta, Agustus 2000).

Klasifikasi KEP:

1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB

2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB

70% BB ideal terhadap TB3. KEP berat :


Menurut departemen kesehatan RI (1999) dalam tata buku tata laksana KEP pada anakdi
pukesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada tiga yaitu KEP ringan,
sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan
hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat atau gizi buruk secara garis besar dapat di
bedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

2.1.2 Ciri-Ciri Gizi Buruk

1. Kwashiokor

a. Edema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki ( dorsumpedis)

b. Wajah membulat dan sembab

c. Otot-otot mengecil,lebih mengecil,lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan
duduk,anak berbaring terus menerus.

d. Perubahan status menta; cengeng.rewel,kadang apatis

e. Anak sering menolak segala jenis makanan (Anoreksia)

f. Pembesaran hati

g. Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut

h. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas (
crazy pavement dermatosis)

i. Pandangan mata anak nampak sayu

2. Marasmus

a. Anak sangat kurus

b. Wajah seperti orang tua

c. Cengeng dan rewel

d. Rambut tipis,jarang,dan kusam

e. Kulit keriput

f. Tulang Iga tampak jelas

g. Pantat kendur
h. Perut cekung

i. Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air,serta penyakit kronik.

j. Tekanan darah,detak jantung dan pernafasan berkurang

3. Marasmus-Kwashiokor

Merupakan campuran dari beberapa ciri-ciri kwashiorkor dan marasmus.

2.3 JENIS-JENIS GIZI BURUK

2.3.1 Marasmus

Marasmus ditandai olehpenciutan/pengurusan (wasting) otot generalisata dan tidak adanya lemak
subkutis. Anak marasmus tampak kakektis dan sangat kurus. Mereka derita wasting yang parah
dan sering juga mengalami hambatan pertumbuhan linear. Kulit mereka kering, tanpa tugor, dan
tampak longgar dan berkerut karena hilangnya lemak subkubis. , klasik wajah cekung atu
berkeriput yan g mirip orang tua,terjadi akibat hilannya banantalan lemak temporal dan bukal.

2.3.2 Kwasiorkor

Kwasiorkor disebabkan oleh insufesiensi asupan protein yang bernilai biologis adekuat,dan
seing berkaitan dengan defisiensi asupan energi. Gambaran utama pada malnutrisi tersebut
adalah edema yang lunak,pitting, dan tidak nyeri ,biasanya di kakl tungkai kaki dapat meluas.

2.3.3 Kwasior Marasmus

Bentuk kwasior marasmus dari malnutrisi protein protein-energi ditandai dengan gambaran klinis
kedua jeni8smalnutrisi. Keadaan ini dapat terjadi pada malnutrisi kronik saat saat jaringan
subkutis, massa otot, dan simpanan lemak menghilang. Gambaran utama tanpa lesi kulit,
kekaksia marasmus.

2.3 Epidemiologi

Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir ini adalah
masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah terjadi penurunan
prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai tahun 1999 penurunan prevalensi gizi kurang dan
gizi buruk pada balita relatif lamban dan cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi
dengan prevalensi gizi kurang di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di
Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.

Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar, dapat
menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat menyebabkan kematian
pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5 juta (27,5 persen) anak balita
menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di antaranya menderita gizi buruk. Data
Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16
persen) menderita gizi kurang dan 664 ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun
2005 dilaporkan adanya kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan
NTT, serta beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan terjadi
di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit sejak Januari sampai
dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005 dilaporkan sebanyak
3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.

Munculnya kejadian gizi buruk ini merupakan “fenomena gunung es” yang menunjukkan bahwa
masalah gizi buruk yang muncul hanyalah sebagian kecil dari masalah gizi buruk yang
sebenarnya terjadi. Di Provinsi NTB, misalnya, berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan sejak
Januari-Juni 2005 hanya ditemukan sekitar 900 kasus. Namun, diperkirakan terdapat 2.200 balita
marasmus kwashiorkor. Masalah busung lapar terutama dialami oleh anak balita yang berasal
dari keluarga miskin.

Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua
adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga
hal secara tidak langsung, yaitu (1) ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat keluarga; (2)
pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai; dan (3) ketersediaan air bersih,
sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung
tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya
pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.

Gizi buruk ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika
Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor
merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia
menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-
kwashiorkor).

Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan yang cukup secara
kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang belum mampu mencukupi
kebutuhan gizi minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan, dan hasilnya
menunjukan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya
2 – 4 dari 10 balita di Indonesia menderita gizi kurang.

Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita yang
dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak
balita yang dirawat di RSU Dr. Pirngadi Medan. Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33%
gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS.
Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%.
Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan
penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta
terjadinya krisis ekonomi di ludonesia.
2.4 ETIOLOGI GIZI BURUK

Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang
dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial
dan ekonomi yaitu kemiskinan.

2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya
beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.

Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu :

1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat.

2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak.

3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita,
yaitu :

1) Keluarga miskin.

2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.

3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan
dan diare.

2.5 PATOFISIOLOGI GIZI BURUK

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C
dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien
juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada
retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan
gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada
cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun
senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein,
maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL.
Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-
jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya
protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal
natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari
ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.

Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).

Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein
yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang
dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-
sebab marasmus adalah sebagai berikut :

a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,


deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus,
cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang
akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose


intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan
menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,


meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian
diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu
membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak
jatuh dalam marasmus
2.5.1 Perjalanan Penyakit Gizi Buruk

Seorang anak bisa menjadi gizi buruk bisa berada dalam 3 tahap :

Status Gizi Normal


Ibu tidak mengetahui makanan yang tepat untuk diberikan pada balita.
Anak balita terpajan dengan iklan panganan ringan yang tidak bergizi.
Asupan buat anak tidak diistimewakan sebagaimana yang dipersiapkan untuk ayah atau
ibunya.
Tidak rutin datang ke Posyandu.
Pada saat seperti ini anak masih berada dalam keadaan status gizi normal, namun berpotensi
mendapatkan gangguan gizi. Pada usia < 6 bulan sebagian besar bayi (> 80%) masih disusui ibu.
Dengan menetek, anak mendapatkan gizi yg seimbang & zat kebal dari asi anak jarang sakit
pertumbuhan anak masih baik.

Status Gizi Kurang / Menurun (Fase Gangguan Gizi)

Pada saat ini balita mengalami gangguan gizi, ini terjadi karena tidak terpantaunya berat badan
anak. Pada usia 6 bln – 12 bln sebagian bayi sudah mulai disapih perlindungan zat kebal dari asi
mulai berkurang & pemberian mp-asi kurang memenuhi syarat : jenis, jumlah, jadwal, higienis
(3j-1h). Anak mudah jatuh sakit dan pertumbuhan mulai terganggu.

Status Gizi Buruk

Pada saat ini status anak makin memburuk dan sudah menampakkan gejala-gejala penyakit.
Anak sudah terlihat kurus sampai dengan sangat kurus. Pada saat ini anak rentan terhadap hawa
dingin, khususnya pada bayi bisa berakibat kematian. Anak juga mengalami kekurangan energi
(glukosa darah menurun) dan kekurangan protein. Pada beberapa kasus yang severe tidak hanya
pembentukan otot yang gagal bahkan sampai dengan pembentukan otak bisa tidak terjadi
(microcephali). Kematian bisa terjadi di tahap ini, bisa karena berbagai sebab.

2.6 MANIFESTASI KLINIS GIZI BURUK

Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa
diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun
karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi
dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro
seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan.
KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-
kwashiorkor. KEP ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain disebut
KEP berat TIPE Kwashiorkor.

2.6.1. Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari marasmus

1. Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit)

2. Wajah seperti orang tua

3. Cengeng dan Rewel

4. Sering disertai: penyakit kronik, diare kronik

5. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sediki tsampai tidak ada (~pakai celana
longgar-baggy pants)

6. Perut cekung

7. Iga gambang

2.6.2 GejalaKlinisKurangEnergi Protein (KEP) dari kwashiorkor

1. gejala terpenting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan juga tinggi badan
kurang dibandingkan dengan anak sehat

2. Perubahan mental biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis.

3. pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun yang berat.

4. Wajah membulatdansembab

5. Pandangan mata sayu

6. Rambut tipis, kemerahan seperti seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok

7. Pembesaran hati

8. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

9. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkupas( crazy pavement dermatosis)

10. Sering disertai: infeksi, anemia, diare

2.6.3 Gejala Klinis Marasmus-Kwashiorkor

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari Marasmus-kwashiorkor pada dasarnya adalah
campuran dari gejala marasmus dan kwashiorkor, cirri khas yang dapat terlihat secara klinis
yakni :

1. Beberapagejalaklinik marasmus, terlihatsangatburukberat badan kurang dari 60% berat anak


normal seusianya.

2. Kwashiorkorsecaraklinisterlihatdisertai edema yang tidakmencolokpadakeduapunggung


kaki

Pada setiap penderia KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi Nutrien Mikro yang
sering menyertai seperti:

1. xerophthalmia (defisiensi Vitamin A),

2. Anemia (Kekurangan Fe, Cu, Vit. B12, Asam Folat)

3. Stomatitis (kekurangan vit. B, vit. C)

4. Kelainan pada kulit, gangguan pertumbuhan (kekurangan Zn)

5. Beri-beri (kekurangan vitamin B1)

2.7 DIAGNOSIS GIZI BURUK( ANAMNESIS & PEMERIKSAAN FISIK)

2.7.1 Anamnesis Awal (Untuk Kedaruratan)


a. badan kurus sejak 3 bulan
b. sulit makan
c. rambut mudah rontok
d.tangan dan kaki sering keram dan rabun senja

2.7.2 Anamnesis lanjutan


a. Makanan biasa sebelum sakit
b.Riwayat ASI
c. frekuensi, dan konsistensi muntah atau diare
d.Kehamilan perawatan antenatal:di ...setiap minggu/bulan

e.Kelahiran:Tempat kelahiran:RS/Rumah

f.Penolong persalinan :Dokter/bidan/dukun


g.Keadaan Bayi:Berat lahir g:,panjang cm,lingkar kepala cm, langsung ...menangis/tidak
h.Kelainan bawaan:
i.Tumbuh kembang
Tengkurap : bulan
Duduk bulan
Berdiri bulan
Berjalan: bulan
Bicara: bulan
j.Imunisasi Lengkap
Jenis imunisasi:BCG,campak,folio,DPT,Hepatitis
k.Apakah ditimbang setiap bulan
l.Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

2.7.3.Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

• Mata : agak menonjol

• Wajah : membulat dan sembab

• Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan

• Abdomen : perut terlihat buncit

• kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,odema

b) Palpasi

c) Auskultasi

d) Peristaltic usus abnormal

e) Apakah anak tampak sangat kurus/ odema/ pembengkakan kedua kaki

f) Tanda-tanda terjadinya syok (rejatan) : tangan dan kaki dingin, nadi lemah, dan kesadaran
menurun

g) Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung

h) Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status
dehidrasi pada gizi buruk).

i) Frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala pneumonia atau gejala gagal jantung
j) Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.

k) Pembesaran hati dan adanya kekuningan (ikterus) pada bagian putih mata (conjunktiva)

l) Adanya perut kembung, suara usus, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan pada
permukaan air (abdominal splash)

m) Pucat yang sangat berat


- Kulit: tanda infeksi atau purpura
- pemeriksaan tanda utama pasien di mulai dari frekuensi nadi,frekuensi nafas,pengukuran suhu
tubuh.

n) Penilaian status gizi pada pasien dimulai dengan pengukuran berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala dan lingkar lengan atas.Dengan menggunakan pengukuran status gizi berdasarkan
CDC maka BB/TB x 100% =memberikan hasil bahwa status gizi pasien gizi kurang.

o) Pemeriksaan pasien dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus, Dimulai dengan pemeriksaan


kulit, pemeriksaan kepala, pemeriksaan mulut, pemeriksaan leher, Pemeriksaan thoraks,
Pemeriksaan dilanjutkandengan pemeriksaan paru, Pemeriksaan abdomen, pemeriksaan
genitalia, Lalu pemeriksaan anak ini dilanjutkan pada daerah ekstremitas,

2.8 PROGNOSIS GIZI BURUK

Gizi buruk yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi. Kematian sering disebabkan
oleh infeksi sering tidak dapat dibedakan kematian karena infeksi atau karena gizi buruk itu
sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Pada penderita
gizi buruk pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan penderita
gizi buruk tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan tentang pemberian
makanan yg baik, sedangkan penderita yang komplikasi serta dehidrasi , syok dan lain-lain perlu
mendapat perawatan dirumah sakit.

Lebih dari 40% anak menderita gizi buruk meninggal. Kematian ini terjadi mulai dari hari
pertama pengobatan biasanya disebabkan oleh

Ø Gangguan elektrolit

Ø Infeksi

Ø Hipotermia (suhu tubuh yang sangat rendah)

Ø Kegagalan jantung

Keadaan setengah sadar (stupor), jaundice (sakit kuning), pendarahan kulit, rendahnya kadar
natrium darah, dan diare yang menetap merupakan pertanda buruk. Pertanda baik adalah
hilangnya apati, edema dan pertambahan nafsu makan.
Efek jangka panjang pada masa kanak-kanak tidak diketahui. Jika anak-anak diobati dengan
tepat maka sistem kekebalan, hati akan sembuh sempurna. Tetapi pada beberapa anak
penyerapan gizi di usus tetap mengalami gangguan.

Beratnya gangguan mental yang dialami berhubungan dengan lamanya anak menderita gizi
buruk, beratnya gizi buruk, dan usia anak saat mederita gizi buruk keterbelakangan mental yang
bersifat ringan bisa menetap sampai anak mencapai usia sekolah dan mungkin lebih.

Pengobatan pada penderita gizi buruk tentu saja harus disesuaikan pada tingkatannya. Penderita
gizi buruk stadium ringan contohnya diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini
harus mendapatkan asupan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal.

Pengobatan gizi buruk berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang
menyertai harus diobati satu persatu. Penderita pun sebaiknya harus dirawat dirumah sakit agar
mendapat perhatian medis secra penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun
infeksinya status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan
gizinya dengan cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi dan mencegah gejala
dan kekambuhan dari gizi buruk.

2.9 PENCEGAHAN DARI GIZI BURUK

Cara pencegahan gizi buruk secara umum ialah dapat dicegah dengan memberikan makanan
yang bergizi pada anak berupa sayur mayur, buah-buahan, makanan yang mengandung
karbohidrat (seperti nasi, kentang, jagung), makanan yang mengandung protein (telur, ikan
,daging) melakukan posyiandu secara rutin seperti(imunisasi) , dan berikanlah ASI bagi anak
usia 0 – 2 tahun.

Gizi buruk terbagi menjadi 3 yaitu :

1. Marasmus

Marasmus adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak diantara kelompok social ekonomi
rendah di sebagian besar Negara sedang berkembang dan lebih banyak dari pada kwashiorkor.

Cara pencegahan :

Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab
diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.

a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling
baik untuk bayi.

b. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas.

c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan


perorangan.

d. Pemberian imunisasi.

e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

f. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha


pencegahan jangka panjang.

g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang
gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor merupakan syndrome klinis akibat dari defisiensi berat dan masukan kalori tidak
cukup.

Cara Pencegahan :

a. Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat dari protein (12
% dari total kalori). Sentiasa mengamalkan konsumsi diet yang seimbang dengan cukup
karbohidrat, cukup lemak. Protein terutamanya harus disediakan dalam makanan. Untuk
mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti
susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan protein dari protein nabati seperti
kacang ijo dan kacang kedelei,karena kwashiorkor tidak hanya mengalami perjalanan serius dan
sering mematikan tetapi sering menimbulkan pengaruh di kemudian hari yang permanen dan
merusak pada anak yang sembuh dan keturunannya.

b. Menjaga kebersihan, terutama keadaan lingkungan dan makanan supaya tidak mudah
dihinggapi infeksi dan infestasi parasit dan timbulnya diare, mempercepat atau merupakan
trigger mechanisme dari penyakit ini.

3. Marasmus – Kwashiorkor

Cara pencegahan marasmus – kwashiorkor adalah gabungan dari pencegahan yang ada pada
marasmus dan kwashiorkor.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG GIZI BURUK

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total, elektrolit serum,
biakan darah

b. Profil lipid (lipid total, trigliserida, kolesterol, LDL, HDL)


2. Pemeriksaan urine

Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine


3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru

6. Pemeriksaan radiologis: usia tulang, osteoporosis / osteomalsia

7. Pemeriksaan antropometris: BB, TB, BB/TB, LLA, LK

2.10.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom
karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi.
Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga
perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

Pemeriksaan ini meliputi kaidah pemeriksaan laboratorium klinis secara umum. Berupa
pemeriksaan metabolit abnormal, perubahan aktivitas enzim, komponen darah atau fungsi
fisiologis yang tergantung dari zat gizi tertentu (Gibson,2005), yaitu :

1. Pemeriksaan status protein yang digunakan untuk penilaian status nutrisi : kadar albumin
serum dengan nilai normal 3,5-5,0 gr/dl

2. Transferin Serum dengan nilai normal > 200 mg/dl

3. Fungsi imunitas ; hitung limfosit total (%limfosit x sel darah putih)/100 dengan nilai normal
diatas 1500 sel/mm2

4. Pemeriksaan lain : Gula darah (BSS), profil lipid (kolesterol,triglyserid,LDL dan HDL),
fungsi ginjal (ureum, kreatinin), fungsi hati (sgot,sgpt, bilirubin,gama gt dan alkalin fosfatase),
fungsi tulang, otot dan sendi (asam urat, ASTO,CRP dan Rematic Factor)

Pemeriksaan penunjang status gizi lainnya dengan foto rontgen, CT scan, MRI dan USG.

Diagnosa kerja pada kelainan nutrisi yaitu Status Gizi Antropometrik : obesitas,pre-
obes,marasmus, kwarshiorkor, chronic energy deficiency

Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot .

Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan apusan darah
untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis protein, viseral dan somatik, yang layak
dijadikan parameter penentu status gizi. Pemeriksaan tinja cukup hanya pemeriksaan occult
blood dan telur cacing saja.

2.10.2 Pemeriksaan Antropometris

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2002).

Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan berat dan pengukuran tinggi
badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps. Pemeriksaan ini penting, terutama pada anak
yang berkelas ekonomi dan sosial rendah. Pengamatan anak dipusatkan terutama pada
percepatan tumbuh.

Antropometri adalah pengukuran berbagai dimensi fisik tubuh manusia pada berbagai usia.
Pengukuran dilakukan untuk mendapatkan nilai/data mentah pada seorang individu, misalnya
umur, BB, TB, LLA, LK dan sebagainya. Indeks merupakan kombinasi hasil pengukuran,
misalnya BB/U, TB/U dan sebagainya. Indikator adalah cut-off points untuk suatu indeks.

2.10.2.1 Berat badan

Berat badan merupakan parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah dilakukan dan
diulang serta merupakan indeks untuk status gizi sesaat. Pengukuran dilakukan tanpa pakaian
atau pakaian seminim mungkin dan tanpa sepatu. Keakuratan penimbangan pada anak besar 0,5
kg dan anak kecil/bayi 0,1 kg. Untuk mengevaluasinya diperlukan data umur yang tepat, jenis
kelamin dan acuan standar. Interpretasi:

BB/U dibandingkan standar yang diacu, dalam persentase:

80-120% Gizi baik

60-80% Gizi kurang (tanpa edema), gizi buruk bila disertai

edema.

< 60% Gizi buruk

Penilaian:

5-10% kehilangan BB ringan

15-25% kehilangan BB sedang

> 25% kehilangan BB berat

2.10.2.2 Tinggi badan


Tinggi badan merupakan parameter sederhana, mudah dilakukan dan diulang serta bila
dihubungkan dengan BB akan memberikan informasi yang bermakna. Cara pengukurannya
adalah anak berdiri tegak dan mata menatap lurus ke depan, punggung menempel pada alat
pengukur panjang pada tembok/dinding tegak lurus. Untuk bayi atau anak yang belum bisa
berdiri, pengukuran dilakukan dalam posisi terlentang.

2.10.2.3 Berat badan menurut tinggi badan

Rasio BB/TB sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status gizi karena
mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan stunting atau
perawakan pendek. Indeks pada anak perempuan hanya sampai 135 cm dan anak laki-laki
sampai TB 145 cm dan setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak berarti karena adanya
percepatan tumbuh. Indeks ini tidak memerlukan faktor umur.

BB/TB (%) = [BB aktual/BB menurut TB aktual] x 100%

Interpretasi:

1. Jika BB/TB (%):

> 120% Obesitas

110-120% Overweight

90-110% Normal

70-90% Gizi kurang

<70% Gizi buruk

2. Nilai BB/TB di sekitar persentil 50 menunjukkan normal. Makin jauh deviasi yang terjadi
makin besar pula kelebihan atau kekurangan gizi pada individu tersebut.

2.10.2.4 Lingkar lengan atas

Pemeriksaan ini digunakan pada anak 1-5 tahun, dan sudah dapat menunjukkan status
gizi anak. Pengukuran dilakukan pada lengan kiri, pertengahan akromion dan olekranon,
menggunakan pita pengukur yang tidak melar atau pita khusus (WHO/CARE) yang diberi warna
hijau (> 12,5 cm), kuning (11,5-12,5 cm) dan merah (<11,5 cm).

Interpretasi:

<11,5 cm Gizi buruk (merah)

11,5-12,5 cm Gizi kurang (kuning)


>12,5 cm Gizi baik (hijau)

Interpretasi LLA/U:

85-10% Gizi baik/normal

70-85% Gizi kurang

< 70% Gizi buruk

Interpretasi LLA/TB:

>85% Gizi baik/normal

80-85% Borderline / KKP-I

75-80% Gizi kurang / KKP-II

< 75% Gizi buruk / KKP-III

2.10.2.5 Lingkaran kepala

Lingkar kepala dipengaruhi oleh status gizi anak sampai usia 36 bulan. Pengukuran rutin
dilakukan untuk menjaring kemungkinan adanya penyebab lain yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan otak. Pengukuran dilakukan dengan pita pengukur yang tidak melar, tepat diatas
supra orbita pada bagian yang paling menonjol dan melalui oksiput sehingga didapat nilai
lingkar kepala yang maksimal.

Interpretasi:

LK < persentil 5 atau < -2SD menunjukkan kemungkinan malnutrisi

kronik pada masa intrauterin atau masa bayi/anak dini.


2.10.3 Pemeriksaan EKG (Elektrokardiogram)

EKG adalah salah satu bagian dalam pemeriksaan penunjang untuk mengevaluasi keadaan
jantung kita. Beberapa gangguan jantung (misalnya infark -adanya kerusakan otot jantung karena
kekurangan oksigen-, atau adanya pembesaran jantung, dan lainnya) dapat menyebabkan
gangguan aktivitas listrik jantung. Jadi, adanya gangguan ini dapat terlihat di EKG

2.11PENATALAKSANAAN GIZI BURUK

2.11.1 Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak

Pedoman dalam deteksi pertumbuhan anak balita adalah dengan menggunakan berat badan (BB)
terhadap tinggi badan (TB). Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak dapat dilakukan
melalui :

1. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan anak di posyandu atau puskesmas

2. Mencatat berat badan anak dalam KMS (kartu menuju sehat)

3. Membaca kecenderungan berat badan anak pada KMS, meliputi :

a. jika berat badan naik dibanding bulan lalu lebih cepat dari garis baku disebut N 1 (tumbuh
kejar)

b. jika berat badan naik dibanding bulan lalu sesuai dengan garis baku disebut N 2 (tumbuh
normal)

c. jika berat badan naik dibanding bulan lalu lebih lambat dibanding garis baku disebut T1
(tumbuh tidak memadai)

d. jika berat badan tetap dibanding bulan lalu sehingga garis pertumbuhan mendatar disebut T2
(tidak tumbuh)

e. jika berat badan dibanding bulan lalu turun sehingga garis pertumbuhan turun disebut T3 (
tumbuh negatif)

4. Melakukan pemeriksaan adanya tanda bahaya, yang meliputi : adanya renjatan atau syok,
keadaan tidak sadar atau letargis serta adanya muntah/diare/dehidrasi

5. Melakukan pemeriksaan fisik

6. Merujuk anak apabila

a. ditemukan 2 kali T berturut-turut meskipun BB di KMS masih diatas garis merah

b. BB dibawah garis merah di KMS (kartu menuju sehat)

2.11.2 Pengobatan Dan Perawatan Anak Gizi Buruk

2.11.2.1 Pengobatan dan perawatan fase stabilisasi

Prosedur tindakan pengobatan dan perawatan terhadap anak balita gizi buruk sebelum dirujuk,
meliputi :

1) Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia

2) Pengobatan dan pencegahan hipotermia


3) Pengobatan dan pencegahan dehidrasi

4) Pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit

5) Pengobatan atau pencegahan infeksi

6) Pemberian makanan yang sesuai dengan kondisi anak balita

7) Pemberian multivitamin

8) Pemantauan masa tumbuh kejar

2.11.2.2 Pengobatan dan perawatan fase stabilisasi dibagi dalam :

1) Perawatan Awal pada Fase Stabilisasi, yang meliputi:

a) pemeriksaan berat badan dan suhu tubuh (aksila)

b) memberikan oksigen apabila disertai renjatan atau syok

c) menghangatkan tubuh

d) memberikan cairan dan makanan sesuai dengan rencana

e) memberikan antibiotic sesuai umur

2) Perawatan Lanjutan pada Fase Stabilisasi, yang meliputi:

a) melakukan anamnesa untuk konfirmasi kejadian campakdan TB paru

b) melakukan pemeriksaan umum, meliputi tinggi badan, thorax, abdomen, otot dan jaringan
lemak

c) melakukan pemeriksaan khusus, meliputi mata, kulit, telinga, hidung, tenggorokan

d) melakukan pemeriksaan laboratorium, meliputi kadar guladarah dan Hemoglobin

e) memberikan tindakan meliputi Vitamin A, asam folat, multivitamin tanpa Fe/ ferrum (besi),
pengobatan penyakit penyulit

f) melakukan stimulasi

3) Perawatan Lanjutan pada Fase Transisi :

a) melakukan pemeriksaan berat badan


b) memberikan makanan untuk tumbuh kejar

c) memberikan multivitamin tanpa Fe (besi)

d) melakukan stimulasi

e) pengobatan penyakit penyulit

4) Perawatan lanjutan pada Fase Rehabilitasi :

a) melakukan monitoring tumbuh kembang

b) memberikan multivitamin dengan Fe (besi)

c) pengobatan penyakit penyulit

d) melakukan persiapan pada ibu

e) melakukan stimulasi

2.11.3 Prosedur tetap penatalaksanaan fase rehabilitasi di puskesmas

1) mengkaji berat badan

2) observasi keadaan kesehatan

3) memberikan makanan secara bertahap

4) menentukan kebutuhan energi dan protein pada anak

5) memberikan makanan porsi kecil dan sering

6) menganjurkan ASI sampai 2 tahun

7) menimbang berat badan anak setiap 2 minggu

8) penyuluhan pada orangtua

9) menganjurkan keluarga untuk memantau kesehatan secarateratur ke posyandu

2.11.4 Perawatan Tindak Lanjut di Rumah Bagi Anak Gizi Buruk

Setelah anak pulang dari tempat perawatan, harus dilakukan:

1) pemberian makan yang baik,


2) stimulasi tumbuh kembang,

3) penyuluhan kepada orang tua untuk kunjungan ulang, pemberian makanan, terapi bermain,
serta imunisasi

4) pemberian vitamin A

5) pemantauan anak di rumah

Perawatan fase tindak lanjut bagi anak gizi buruk meliputi :

1) Melanjutkan pola pemberian makan yang baik dan stimulasi dilanjutkan di rumah setelah
pulang dari rumah sakit

2) Memberikan contoh kepada orang tua cara membuat menu dan makanan dengan kandungan
energi dan zat gizi yang padat sesuai dengan umur dan berat badan anak

3) Memberikan contoh pada orang tua cara terapi bermain

4) Menyarankan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tapi sering
sesuai dengan umur anak

5) Menyarankan kepada orang tua untuk membawa control secara teratur yaitu :

a) bulan I : 1 x setiap minggu

b) bulan II : 1x setiap 2 minggu

c) bulan III - IV : 1x setiap bulan

6) Memberikan imunisasi dasar dan ulangan (booster)

7) Memberikan vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali

2.11.5 Cara Memberikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional Pada Anak Gizi Buruk

Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, oleh karena itu
harus diberikan :

a. Kasih sayang

b. Lingkungan yang ceria

c. Terapi bermain selama 15-30 menit setiap hari, contohnya bermaincilukba

d. Aktifitas fisik segera setelah sembuh


e. Keterlibatan ibu dalam memberi makan, memandikan, bermain danlain-lain.

2.11.6 Pedoman Pemberian Makanan Balita Gizi Buruk

Pemberian makanan bagi anak dengan gizi buruk antara lain :

1. Apabila anak belum mencapai umur 2 tahun maka ASI tetap diberikan. Bila selama dirawat
anak tidak diberi ASI, maka setelahkembali dari rawat inap anak harus tetap diberi ASI.

2. Balita gizi buruk setelah kembali dari rawat inap di Puskesmaas /Rumah Sakit, perlu diikuti
dengan pengamatan dan perhatian terusmenerus terhadap kesehatan dan gizi, antara lain
denganpemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.

3. Pemberian makanan sedapat mungkin dibuat dari bahan makananyang tersedia di rumah
tangga, harga murah dan pembuatannyamudah. Disamping itu anak gizi buruk setelah kembali
dari rawatinap harus tetap mendapat vitamin A di posyandu dua kali setahundan sirup besi.

4. Anak yang menderita gizi buruk biasanya mempunyai masalah pada fungsi alat pencernaan,
sehingga dalam pemberianmakanannya memerlukan perhatian khusus. Sebagai patokanyang
digunakan dalam pemberian makanan kepada anak giziburuk adalah berat badan, bukan umur.

5. Karena sebagian alat pencernaan tubuh anak yang menderita gizi buruk belum berfungsi
dengan baik, maka bentuk makanan sampaianak mencapai berat badan 7kg mengikuti bentuk
makanan pendamping ASI (MP ASI), berupa makanan cair, lembik dan lunak.

6. Petugas harus selalu memantau dan membina melalui konselingdengan cara kunjungan ke
rumah tangga paling sedikit sekalidalam seminggu

7. Jika anak sudah diberi makan sesuai ketentuan, tetapi dalam satubulan berat badan tidak
naik, anak harus segera dirujuk kepuskesmas

8. Jika anak sudah mencapai berat badan 7 kg dan telah diberimakanan orang dewasa, akan
tetapi berat badannya tidak naik,maka anak harus kembali diberi makanan formula seperti
semula

9. Dalam mempersiapkan dan memberikan makanan formula, harus selalu dijaga


kebersihannya, antara lain : mencuci tangan sebelummemasak, alat makan harus selalu dicuci
terlebih dahulu, bahanmakanan harus dimasak, harus selalu menggunakan air yangsudah
dimasak

10. Bila menggunakan produk hasil industri, gunakan jenis produkmakanan bayi untuk umur 4
bulan keatas, dan untuk anak dibawah4 bulan bila ada indikasi medis anak diberi susu formula.

2.12 KOMPLIKASI GIZI BURUK


Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu
banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ
tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak.

Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering
terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan
hormonal.Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena
kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak
pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya.

Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht
hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid
menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan
tersering mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).

Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada KEP berat.
Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar, adalah sekitar
55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru,
infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi
karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah
terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga
mengancam jiwa (Nelson, 2007).

Selain itu ada juga komplikasi yang lain,yaitu:

1. Hipotemi

Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan
mengatasi tekanan suhu dingin. Hipotermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam
tubuh di bawah 35 °C.Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara
36,5-37,5 °C. Di luar suhu tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu akan aktif
menyeimbangkan produksi panas dan kehilangan panas dalam tubuh.Gejala hipotermia ringan
adalah penderita berbicara melantur, kulit menjadi sedikit berwarna abu-abu, detak jantung
melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha tubuh untuk
menghasilkan panas. Pada penderita hipotermia moderat, detak jantung dan respirasi melemah
hingga mencapai hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit. Pada penderita hipotermia parah,
pasien tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pupil mengalami dilatasi, terjadi hipotensi
akut, dan pernapasan sangat lambat hingga tidak kentara (kelihatan).

2. Hipoglikemi

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl. Padahal
kinerja tubuh,terutam otak dan sistem syaraf,membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal
dari makanan berkarbohidrat dalam kadar yang cukup. Kadar gula darah normal adalah 80-120
mg/dl pada kondisi puasa,100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan
3. Infeksi

Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan
bersifat pilang membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan
sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan
inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik,
gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut
peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik,
walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan
viroid.

4. Diare dan Dehidrasi

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang
terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan.

5. Syok

Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi

untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Shock juga didefinisikan sebagai

gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya
volume darah yang bersirkulasi secara efektif.

6. ISPA

Infeksi saluran napas akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring.

7. Cacingan

Cacingan adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam
tubuh.Penyebab kecacingan yang populer adalah cacing pita, cacing kremi, dan cacing tambang.

8. Tuberkulosis

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosi.

9. Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia,
parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.

Anda mungkin juga menyukai