BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding
belakang rahim, atau di daerah fundus uteri. Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang
dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester
ketiga.
3
4
2.2 Klasifikasi
Plasenta previa dibagi berdasarkan kemungkinan implantasinya:
1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi oleh
plasenta.
2. Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum tertutupi
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis, yaitu bila tepi plasenta tepat berada di pinggir
ostium uteri internum.
4. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu plasenta yang
berimplantai pada segmen bawah rahim yang tepi bawahnya berada pada
jarak ≤ 2 cm dari ostium uteri internum.
5
Derajat plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada derajat dilatasi
serviks pada saat pemeriksaan. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada
pembukaan 2 cm mungkin menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8
cm karena serviks yang berdilatasi menyebabkan plasenta terpajan. Sebaliknya,
plasenta previa yang tampaknya total sebelum pembukaan serviks dapat menjadi
partial pada pembukaan 4 cm karena serviks berdilatasi melebihi tepi plasenta.
Dokter harus mewaspadai bahwa palpasi dengan jari untuk memastikan perubahan
hubungan antara tepi plasenta dan ostium internal sewaktu serviks berdilatasi ini
dapat memicu perdarahan hebat.
Jika plasenta terletak di atas ostium internal, pembentukan segmen bawah
uterus dan pembukaan ostium internal pasti akan menyebabkan robekan tempat
perlekatan plasenta yang diikuti oleh perdarahan dari pembuluh-pembuluh uterus.
Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat-serat myometrium pada
segmen uterus bawah berkontraksi dan beretraksi untuk menekan pembuluh-
pembuluh yang terputus, seperti yang biasanya terjadi, jika plasenta terlepas dari
uterus yang sudah kosong selama partus kala tiga.
2.3 Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 300 kelahiran. Insiden meningkat 20
kali pada grande multipara, dan juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa
merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan
antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu.
6
2.4 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah :
1. Umur penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna. Umur diatas
35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar
karena endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
Pada keadaan malnutrisi
Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta
harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri
internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.
2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang sudah lanjut, umumnya trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuk segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
7
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen
bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta.
Oleh karena itu fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan dari plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan ditempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh
darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang
besar dari plasenta pada masa perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan
lebih lama.
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung
progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah
yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plesenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau
mulai persalinan.
Perdarahan pertama sudah biasa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu
tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka
perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan
8
Berbagai hubungan plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering ditemukan bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat
ibu hamil merasa nyeri dan perut tegang.
2.7 Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Dari anamnesis didapat perdarahan tanpa keluhan nyeri dan perdarahan
berulang. Pemeriksaan fisik dengan ispeksi dapat dilihat perdarahan yang keluar
pervaginam banyak atau sedikit, darah beku dan sebagainya. Palpasi abdomen,
sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri yang rendah karena
belum cukup bulan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum
turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau
mengolak di atas pintu atas panggul.
Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati
dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun terdapat
kelainan pada serviks, vagina, varises pecah. Diagnosis plasenta previa (dengan
perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif ditegakkan dengan pemeriksaan
Ultrasonografi (USG). Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan
diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal
(translabial), ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Penggunaan magnetic resonance
imaging (MRI) masih terasa sangat mahal pada saat ini
10
2.8 Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium, dan merupakan port d’ entrée yang mudah tercapai. Pasien biasanya
anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Juga harus
dikemukakan bahwa pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan
pascapersalinan karena :
11
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum
adalah mencegah keadaan syok karena perdarahan yang banyak, untuk itu harus
segera diperbaiki keadaaan umumnya dengan pemberian cairan atau transfusi
darah, selanjutnya dapat dilakukan penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan
keadaan umum, usia kehamilan,maupun jenis plasenta previa.
Penanganan pasif / ekspektatif. Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak
terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam
melalaui kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasive.
Pemantauan klinis dilakukan secra ketat dan baik. Kriteria : usia kehamilan < 37
minggu, perdarah sedikit, belum ada tanda persalinan, keadaan umum baik.
Penanganan : - Istirahat, tirah baring - Pemberian antibiotic profillaksis - Lakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamian, profil
biofisik, letak dan presentase janin.
12
antara tahun 1971-1975, seksio sesarea dilakukan pada kira-kira dari semua kasus
plasenta previa, yang kebanyakan terdiri dari kasus-kasus tidak terdaftar. Gawat
janin, atau kematian janin tidak boleh merupakan halangan untuk melakukan
seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu mungkin terpaksa
menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki, fasilitas
memungkinkan. Apabila fasilitasnya tidak memungkinkan untuk segera
memperbaiki keadaan ibu, jangan ragu-ragu untuk melakukan seksio sesarea satu-
satunya tindakan yang terbaik, seperti pada plasenta previa totalis dengan
perdarahan banyak.
Dalam keadaan gawat, laparotomi dengan sayatan kulit median jauh lebih
cepat diilakukan daripada dengan sayatan Pfannenstiel yang lebih kosmetik.
Sayatan pada dinding uterus sedapat mungkin menghindarkan sayatan pada
plasenta, agar perdarahan dari pihak ibu dan janin jangan lebih banyak lagi.
Perdarahan dari janin akan sangat membahayakan kehidupannya, apabila tidak
segera ditemukan tali pusatnya untuk kemudian dijepit.
Walaupun diakui bahwa seksio sesarea transperitonealis profunda
merupakan jenis operasi yang terbaik untuk melahirkan janin per abdominam,
akan tetapi hendaknya ragu-ragu untuk melakukan seksio sesarea korporalis
apabila ternyata plasenta pada dinding-depan uterus, untuk menghindarkan
sayatan pada plasenta, dan menghindarkan sayatan pada segmen-bawah uterus
yang biasanya rapuh dan dengan penuh pembuluh darah besar-besar; dengan
demikian, menghindarkan perdarahan postpartum.
Perdarahan yang berlebihan dari bekas insersio plasenta tidak selalu dapat
diatasi dengan pemberian uterotonika, apalagi kalau penderita telah sangat
anemis. Memasukkan tampon ke dalam uterus untuk menghentikan perdarahan
dari segmen bawah uterus selagi melakukan seksio sesarea merupakan suatu
tindakan yang tidak adekuat. Histerektomia totalis merupakan tindakan yang cepat
untuk menghentikan perdarahan, dan dapat menyelamatkan jiwa penderita; namun
sebelumnya sebaiknya dicoba terlebih dahulu untuk menghentikan perdarahan itu
dengan jahitan. Apabila cara-cara tersebut tidak berhasil mengatasi perdarahan,
15
2.11 Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta
previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya
penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat
diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan
prematuritas tetap memegang peranan utama.
Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum
dicukupi pada banyak tempat di tanah air kita, sehingga beberapa tindakan yang
sudah lama ditinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih terpaksa dipakai
juga seperti pemasangan cunam Willett, dan versi Braxton-Hicks. Tindakan-
tindakan ini sekurang-kurangnya masih dianggap penting untuk menghentikan
perdarahan di mana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan demikian
tindakan-tindakan itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu daripada
janinnya.
16
17
BAB 4. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA