Anda di halaman 1dari 9

BAB III

DASAR TEORI
3.1 Crude Palm Oil (CPO)
Crude Palm Oil merupakan minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari
hasil ekstraksi atau dari proses pengempaan daging buah kelapa sawit dan belum
mengalami pemurnian. Crude Palm Oil biasanya digunakan untuk kebutuhan
bahan pangan, industri kosmetik, industri kimia, dan industri pakan ternak.
Kebutuhan CPO sebesar 90% digunakan untuk bahan pangan seperti minyak
goreng, margarin, shortening, pengganti lemak kakao dan untuk kebutuhan
industri roti, cokelat, es krim, biskuit, dan makanan ringan. Kebutuhan 10% dari
CPO lainnya digunakan untuk industri oleokimia yang menghasilkan asam lemak,
fatty alcohol, gliserol, dan metil ester serta surfaktan (Sulastri, 2010).
Crude palm oil secara alami berwarna merah karena kandungan beta-karoten
yang tinggi. Crude palm oil berbeda dengan palm kernel oil (minyak inti kelapa
sawit) yang dihasilkan dari inti buah yang sama. Crude palm oil juga berbeda
dengan minyak kelapa yang dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nucifera).
Perbedaan ada pada warna (minyak inti sawit tidak memiliki karotenoid sehingga
tidak berwarna merah), dan kadar lemak jenuhnya. Crude palm oil mengandung
41% lemak jenuh, minyak inti sawit 81% dan minyak kelapa 86% (McGee, 2004).
Komponen penyusun minyak sawit terdiri dari trigliserida dan komponen lainnya.
Trigliserida merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang.
Trigliserida dapat berfasa padat atau cair pada temperatur kamar tergantung pada
komposisi asam lemak penyusunnya. Komponen penyusun minyak sawit terlihat
pada tabel 3.1. (Gunstone dan Padley 1997).
Tabel 3.1 Komponen penyusun minyak sawit
Komponen Komposisi (%)
Trigeliserida 95,62
Asam lemak bebas 4,00
Air 0,20
Phosphatida 0,07
Karoten 0,03
Aldehid 0,07
Gambar 3.1 Wujud CPO
3.2 Biodiesel
Standar mutu biodiesel telah dikeluarkan dalam bentuk SNI No. 04-7182-
2006, melalui keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor
73/KEP/BSN/2/2006 tanggal 15 Maret 2006. Standar mutu biodiesel tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Syarat Mutu biodiesel
Parameter Satuan Nilai Metode uji
Massa jenis pada 40oC Kg/m3 850-890 ASTM D 1298
Viskositas kinematik pada
mm2/s (cSt) 2,3-6,0 ASTM D 445
40oC
Angka setana min. 51 ASTM D 613
Titik nyala (mangkok
°C min. 100 ASTM D 93
tertutup)
Titik kabut °C maks. 18 ASTM D 2500
Korosi lempeng tembaga
maks no.3 ASTM D 130
(3 jam pada suhu 50°C)
Residu Karbon
- dalam contoh asli %-massa maks. 0,05
ASTM D 4530
- dalam 10% ampas 6 maks. 0,3
distilasi
Air dan sedimen %-vol maks. 0,05 ASTM D 2709
Temperatur destilasi 90% °C maks. 360 ASTM D 1160
Abu tersulfatkan %-massa maks. 0,02 ASTM D 874
Belerang ppm-m (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453
Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55
Parameter Satuan Nilai Metode uji
AOCS Cd 3-63 atau
Angka asam mg-KOH/g maks. 0,8
ASTM D 664
AOCS Ca 14-56
Gliserol bebas %-massa maks. 0,02
atau ASTM D 6584
AOCS Ca 14-56
Gliserol total %-massa maks. 0,24
atau ASTM D 6584
Kadar ester alkil %-massa min. 96,5 Dihitung*
Angka Iodium alkil %-massa maks. 115 AOCS Cd 1-25
Uji halphen negatif AOCS Cd 1-25
3.3 Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester dengan mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di
dalam trigliserida menjadi metil ester dan hasil samping dari reaksi ini terbentuk
air. Hasil samping berupa air tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metanol
berlebih, air yang terbentuk akan larut dalam metanol dan tidak menghambat
proses reaksi. Selain itu, metanol juga dapat menghambat laju hidrolisis dalam
suasana basa karena metanol dalam bentuk ion metoksida bereaksi dengan
trigliserida menghasilkan metil ester (Sutapa dan Rosmawaty, 2014).
Pada proses pembentukan biodiesel sangat perlu dilakukan proses esterifikasi
untuk mengatasi asam lemak bebas yang tinggi dalam produksi biodiesel. Reaksi
dengan katalis asam akan mengubah asam lemak bebas menjadi metil ester.
Berkurangnya asam lemak bebas menghindari reaksi saponifikasi yang terjadi
dalam reaksi transesterifikasi. Reaksi esterifikasi asam lemak bebas menjadi metil
ester dengan katalis asam adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Reaksi esterifikasi dengan metanol


Reaksi transesterifikasi merupakan proses konversi trigliserida menjadi alkil
ester/ biodiesel melalui reaksi dengan alkohol dan menghasilkan produk samping
berupa gliserin. Diantara alkohol-alkohol yang biasa digunakan adalah metanol,
karena harganya yang murah dan reaktifitasnya paling tinggi. Dalam proses
transesterfikasi ini juga membutuhkan katalis yang pada umumnya bersifat basa,
karena reaksi ini dapat mempercepat reaksi (Amin, 2007). Reaksi transesterifikasi
trigliserida menjadi metil ester dengan katalis basa adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Reaksi trigliserida dengan metanol


Reaksi transesterifikasi minyak nabati menggunakan katalis basa umumnya
dilakukan mendekati titik didih metanol. Reaksi ini cenderung lebih cepat
membentuk metil ester daripada reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis
asam. Namun, bahan baku yang akan digunakan pada reaksi transesterifikasi
harus memiliki asam lemak bebas yang rendah (≤ 2%) (Arita et al., 2008).
Apabila bahan baku biodiesel mempunyai asam lemak bebas tinggi maka akan
dapat menyebabkan terjadinya blocking yaitu metanol yang seharusnya bereaksi
dengan trigliserida terhalang oleh pembentukan sabun. Sabun terbentuk ketika
katalis basa kuat bereaksi dengan asam lemak bebas, sehingga menyebabkan
konsumsi katalis menjadi besar dan produk metil ester tidak maksimal (Samios et
al., 2009).
3.4 Katalis Heterogen
Katalis dapat digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Dalam reaksi dengan katalis heterogen, katalis dan reaktan berada
dalam fase yang berbeda. Katalis heterogen cenderung lebih mudah untuk
dipisahkan dan digunakan kembali dari campuran reaksi karena fasa yang
digunakan berbeda dengan produk reaksinya. Katalis heterogen juga lebih mudah
dibuat dan mudah diletakkan pada reaktor karena fasa yang berbeda dengan
pereaktannya. Biasanya katalis heterogen yang digunakan berupa fase padat
(Istadi, 2011). Adanya beda fasa pada katalis dan pereaktan menjadikan
mekanisme reaksi menjadi sangat kompleks. Fenomena antarmuka menjadi
sesuatu yang sangat penting dan berperan. Laju reaksi dikendalikan oleh
fenomena-fenomena adsorbsi, absorbsi dan desorbsi. Reaksi cairan atau gas
dengan adanya katalis padat adalah contoh yang khas (Busca, 2014). Salah satu
jenis katalis heterogen adalah zeolit.
3.5. Zeolit
Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang bersifat lunak dan mudah
kering. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan putih kehijauan-hijauan, atau
putih kekuning-kuningan. Nama zeolit ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “Zeni
dan Lithos” yang berarti batu yang mendidih, karena apabila dipanaskan membuih
dan mengeluarkan air (Breck, 1974). Zeolit adalah mineral kristal alumina silikat
berpori terhidrat yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari
tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5-. Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh
atom-atom oksigen, menghasilkan struktur tiga dimensi terbuka dan berongga
yang didalamnya diisi oleh atom-atom logam biasanya logam-logam alkali atau
alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Chetam, 1992).

Gambar 3.4 Wujud zeolit


3.6 Impregnasi
Impregnasi memiliki pengertian proses penjenuhan zat tertentu secara total.
Metode ini sering digunakan untuk mensintesis katalis. Tujuan dari metode ini
adalah mengisi pori-pori penyangga dengan larutan logam aktif melalui adsorpsi
logam, yaitu dengan merendam penyangga dalam larutan yang mengandung
logam aktif (Dirwan, 2006 dalam Lestari et al., 2006). Dalam hal ini, penyangga
memiliki fungsi sebagai penyedia permukaan yang luas agar lebih mudah
menebarkan situs aktif, sehingga permukaan kontaknya lebih luas dan efisien.
Bahan penyangga yang sering digunakan sebagai pengemban katalis adalah
alumina (Al2O3), silika-alumina, silika, zeolit dan magnesia (Topsoe et al., 1996
dalam Lestari et al., 2006).
Metode impregnasi ada dua macam, yaitu impregnasi kering (dry impregnation)
dan impregnasi basah (wet impregnation). Pada impregnasi basah, penambahan
jumlah larutan prekursor fasa aktif lebih besar dari 1,5 kali volume pori
penyangga. Metode ini dapat menghasilkan deposisi prekursor fasa aktif yang
sangat banyak pada bagian luar penyangga setelah dilakukan proses pengeringan
dan juga menghasilkan distribusi fasa aktif pada bagian luar penyangga. Distribusi
ini bermanfaat untuk mengurangi penetrasi reaktan ke dalam katalis, sehingga
dapat meningkatkan aktivitas katalis. Sedangkan metode impregnasi kering,
penambahan larutan prekursor fasa aktif kurang dari 1,2 kali volume pori
penyangga. Metode yang umum digunakan dalam pembuatan katalis adalah
impregnasi basah. Hal ini dilakukan karena proses pengerjaannya lebih mudah
(Dirwan, 2006 dalam Lestari et al., 2006). Ilustrasi metode impregnasi
ditunjukkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.6 Ilustrasi impregnasi zeolit


3.7 Unit Pengolahan Biodiesel
Unit pengolahan biodiesel menggunakan bahan yang bermassa ringan dengan
sebuah rangka yang beroda sehingga mudah untuk dipindahkan. Unit pengolahan
biodiesel dengan sistem pemanas panel surya tersusun atas :
a. Tangki Transesterifikasi
Tangki transesterifikasi merupakan tangki dengan jaket pemanas, dilengkapi
pengaduk dengan air sebagai fluida pemanas. Di tangki terjadi pemanasan dan
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi. Umpan awal dipanaskan hingga suhu
50-55oC. Kemudian dilakukan reaksi transesterfikasi pada suhu 60-65oC. Air
sebagai media penghantar panas dari pemanas panel surya dengan bahan yang ada
di tangki. Pada tahap awal daya pengaduk memanfaatkan tenaga angin. Tangki
berkapasitas total 8 liter, sehingga dapat menghasilkan biodiesel dari umpan
minyak sebanyak 5 liter.
b. Pemanas Panel Surya
Panel kolektor jenis tabung digunakan untuk menghasilkan kukus sebagai
fluida pemanas yang dialirkan ke jaket tangki transesterifikasi. Sistem yang
dirancang adalah pemanasan pasif, sehingga yang dibutuhkan hanya panel
kolektor dan tabung penyimpanan air.
c. Tangki Pemisah Gliserin
Pada tangki ini terjadi pemisahan gliserin dan produk biodiesel yang
dihasilkan dari tangki transesterifikasi. Proses yang terjadi yaitu sentrifugasi
selama 30 menit untuk memisahkan fasa atas yaitu biodiesel dan fasa bawah
gliserin (produk samping reaksi transesterifikasi) yang terlarut dalam metanol sisa
reaksi, sisa katalis dan pengotor lain. Tangki ini berbahan PVC transparan
dikarenakan untuk memudahkan pengamatan fasa yang terbentuk. Fasa bawah
dipisahkan dan fasa atas dipindahkan ke tangki pencucian.
d. Tangki Pencucian / Pengeringan
Tangki Pencucian berfungsi untuk mengontakkan produk biodiesel dengan air
pencucian/ aquades melalui pengadukan selama 20 menit. Pencucian biodiesel
dilakukan sebanyak 5 kali dengan jumlah air cuci sebanyak 10%-b biodiesel.
e. Tangki Pemisah Air
Produk dari tangki pencucian dialirkan ke tangki pemurnian. Produk
didiamkan hingga pengotor air, metanol, katalis dan gliserin terpisah menjadi fasa
bawah. Fasa bawah dipisahkan sehingga diperoleh biodiesel yang telah murni dan
siap digunakan.

Gambar 3.7 Unit pengolahan biodiesel


3.8 Unit Pemanasan Surya
a. Pemanas Panel Surya
Pemanas air panel surya merupakan aplikasi profit pemanfaatan panel surya.
Sistem sederhana pemindah panas dengan kolektor berbentuk piring datar atau
pipa dipasang secara bertingkat-tingkat dan horizontal pada atap bangunan dapat
menghasilkan suhu pemanasan 100-160oC sedangkan kolektor konsentrasi
(Fresnel, bak parabola, menara dan oven) dapat mencapai suhu pemanasan hingga
250oC (Weiss, 2011).
Pemanas air surya terdiri dari surya kolektor dan tangki penyimpanan air.
Surya kolektor terdiri dari beberapa bagian yaitu (Syaifurrahman dkk, 2017):
1. Pipa perpindahan panas dibuat dari bahan stainless steel sehingga dapat
mengurangi laju korosi dan panas dapat diserap dengan baik oleh pipa
2. Penutup luar dibuat dari bahan kaca akrilik, sehingga dapat mengoptimalkan
energi surya yang diserap.
3. Lapisan hitam dibuat dari bahan polistiren yang dicat hitam dimaksudkan
untuk meningkatkan penyerapan energi panas oleh air dalam pipa pada
pemanas air surya (emitivitas lapisan hitam = 1).
Tangki penyimpanan air dibuat dari bahan stainless steel dan lapisan isolator
yang terdiri dari busa dan aluminium foil. Lapisan isolator diharapkan dapat
meredam panas air sehingga mengurangi energi panas yang hilang ke lingkungan
(Syaifurrahman dkk, 2017).
Air dalam pipa menyerap panas dari matahari sehingga temperaturair naik.
Perbedaan densitas antara air panas dan air dingin, sehingga air panas mengalir ke
atas dan air dingin mengalir ke bawah. Air panas kemudian dialirkan ke reaktor
jaket berpengaduk biodiesel. Hal ini berkelanjutan sehingga membentuk sirkulasi.
Tabel 3.2 Data hasil pengamatan pemanas panel surya
Intensitas
Lama Pemanasan Tmax Air Tmax ATM
Hari ke- Cahayamax
(jam) (oC) (oC)
(Lux)
1 6 50,3 34,4 1.186
2 6 54,7 35,0 1.280
3 6 54,4 35,9 1.172
4 6 55,0 36,1 1.164
5 6 53,4 36,3 1.123
6 6 62,0 37,8 1.020
Berdasarkan data di atas, temperatur maksimal air yang dicapai adalah 62 oC
dengan intensitas cahaya rata-rata sebesar 1280 lux. Air panas yang diperoleh
dapat digunakan pada reaktor biodiesel di mana reaksi transesterifikasi
berlangsung padatemperatur minimal sebesar 40oC.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tidak optimumnya temperatur air
yang diperoleh adalah :
1. Sinar matahari yang menyinari bumi tidak stabil selama waktu percobaan.
2. Panas yang diserap sebagian hilang ke lingkungan.
b. Panel Surya
Panel surya dapat digunakan sebagai pemanas penghasil kukus untuk
kebutuhan steam reforming gas alam dan pembangkit listrik tenaga uap. Suhu
kukus yang dapat dicapai sebesar 550oC (Philibert, 2011).
Panel surya digunakan sebagai sumber energi mekanik dan energi panas
tambahan pada reaktor. Panel listrik dengan kapasitas 100 W untuk kebutuhan
energi mekanik 1 unit pompa (50-75 W), 2 unit motor pengaduk (50-75 W) yang
akan dijalankan secara bergantian. Selain itu, panel surya digunakan untuk
kebutuhan energi elemen pemanas untuk meningkatkan temperatur air dalam jaket
reaktor.
Penggunaan pemanas panel surya telah diuji coba dan diterapkan beberapa
negara berkembang. Kebutuhan panas yang dihasilkan dari panel surya untuk
reaksi transesterifikasi dan penguapan air sisa pengeringan disuplai dari panel
berukuran 4 m2 untuk kapasitas 19 liter/hari (Wasley, 2015).

Gambar 3.8 Panel surya

Anda mungkin juga menyukai