Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan atau


kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan pada luka bakar terdapat
kuman dengan patogenesitas tinggi, terdapat banyak jaringan mati, mengeluarkan
banyak air, serum dan darah, terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan
terkena trauma), memerlukan jaringan untuk menutup1.
Luka bakar merupakan bentuk umum dari trauma. Sebagian luka bakar terjadi
akibat kecelakaan murni, tetapi sebagian besar disebabkan oleh kelalaian atau
kurangnya perhatian, kondisi medis yang sudah ada (kondisi yang menyebabkan
pasien kolaps), atau penderita penyalahgunaan alcohol dan narkoba. Baik pada
dewasa maupun anak-anak, umumnya kecelakaan terjadi dirumah. Pada anak-anak,
lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling berbahaya adalah dapur dan kamar
mandi. Selain itu, larutan pencuci yang mengandung bahan kimia berbahaya, dan
garasi atau gudang berisi bahan kimia dan cairan berbahaya yang mudah terbakar.
Biasanya penyebab luka bakar pada anak-anak 55% akibat air panas sedangkan pada
dewasa 44% akibat api2.
Di Indonesia, luka bakar masih menjadi masalah yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih
dan terampil. Sehingga Royal Australasian College of Surgeons pada Emergency of
Severe Trauma Burns (EMSB) membuat protocol penangan trauma pada luka bakar.
Hal ini didasari prinsip bahwa penilaian emergensi yang tepat waktu, resusitasi dan
rujukan merupakan kunci keberhasilan tatalaksana yang akan diikuti penyembuhan.
Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan serta penanganan yang benar terhadap luka
bakar untuk mencegah komplikasi. Penangan luka bakar tersebut tergantung pada usia,
keadaannya, letak dan luasnya luka bakar2.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit


2.1.1 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa
sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya
kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan
jenis kelamin. Kulit terdiri atas tiga lapis yaitu Epidermis, Dermis, dan
Subkutis.

A. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
Merkel. Fungsi Epidermis yaitu proteksi barier, organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit)
dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas lima lapisan
yaitu stratum corneum pada bagian paling luar, stratum lucidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basal dimana terjadi proses
mitosis dan pembaruan sel epidermis tiap 28 hari.

Gambar 1. Anatomi Lapisan Epidermis

2
Keratinosit merupakam sel epidermis utama yang berdiferensiasi,
membentuk keratin, suatu protein fibrosa. Keratinosit meninggalkan lapisan
malphigi dan bergerak ke atas, mengalami perubahan bentuk, struktur,
sitoplasmik dan komposisi. Proses ini mengakibatkan transformasi dari sel
hidup, aktif mensintesis menjadi sel mati dan bertanduk. Proses ini
dinamakan keratinisasi. Unsur sel sisanya membentuk suatu komplek amorf
fibrosa yang dikelilingi membrane yaitu tanduk.
Melanosit merupakan sel epidermis utama juga, yang berfungsi
mensintetis melanin dari granula – granula melanosom yang berhubungan
dengan keratinosit. Jumlah melanin dalam keratinosit menentukan warna
kulit. Melanin melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari yang merugikan.
Sinar matahari meningkatkan pembentukan melanosom dari melanin.

B. Dermis
Dermis merupakan lapisan yang terletak tepat dibawah epidermis yang
terdiri dari serabut kolagen, elastin dan retikulin. Mengandung pembuluh
darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada lapisan epidermis.
Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak
tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Dermis dibagi menjadi 2 bagian
yaitu:

Gambar 2. Anatomi Dermis dan Hipodermis

3
 Pars Papiler: Pars papilare merupakan bagian yang dekat / menonjol
ke arah epidermis. Terdapat ujung saraf dan pembuluh darah.
 Pars Retikuler: Pars retikulare merupakan bagian yang menonjol ke
arah subcutis. Komposisi pada bagian ini terdiri dari jaringan ikat
kolagen, retikulin, dan elastin. Kolagen sangat elastis. Dan komposisi
kolagen pada dermis seseorang menentukan kekencangan kulitnya.
Semakin tua usia seseorang, maka komposisi kolagennya semakin
sedikit, sehingga kelenturan kulitnya pun berkurang

C. Hipodermis (Subkutis)
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri
dari lapisan lemak yang disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan
getah bening.. Lapisan ini juga terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu pleksus superfisial (di
bagian atas dermis) dan pleksus profunda (di subkutis). Pleksus di dermis
bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus di subkutis dan
di pars retikulare juga mengadakan anstomosis, di bagian ini pembuluh darah
berukuran lebih besar.

2.1.2 Fisiologi Kulit


Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Sensasi kulit adalah sensasi yang reseptornya ada dikulit, sedangkan
sensasi visera adalah sensasi yang berkaitan dengan persepsi lingkungan
dalam, nyeri dari alat-alat visera biasanya digolongkan sebagai sensasi visera.
Terdapat 4 sensasi kulit yaitu: raba-tekan (tekanan adalah rabaan yang ditahan

4
agak lama), dingin, hangat, dan nyeri. Kulit mengandung berbagai jenis ujung
saraf sensorik yang meliputi ujung saraf telanjang, saraf yang melebar, serta
ujung saraf yang terselubung. Secara umum kulit memiliki beberapa fungsi
penting yaitu:
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruhpengaruh
luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari
diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit
dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan
bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik
seperti sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit
sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi. Sensasi kulit
adalah sensasi yang reseptornya ada dikulit, sedangkan sensasi visera adalah
sensasi yang berkaitan dengan persepsi lingkungan dalam, nyeri dari alat-alat
visera biasanya digolongkan sebagai sensasi visera. Terdapat 4 sensasi kulit
yaitu: raba-tekan (tekanan adalah rabaan yang ditahan agak lama), dingin,
hangat, dan nyeri. Kulit mengandung berbagai jenis ujung saraf sensorik yang
meliputi ujung saraf telanjang, saraf yang melebar, serta ujung saraf yang
terselubung
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.
Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau
sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar
keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya

5
masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ
antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa
garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak
saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air
transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak yang dapat
digunakan sebagai cadangan energi
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam
lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka
dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan
yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan
masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh
darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak
halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi lain dari
kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit
memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

2.2 Luka Bakar


2.2.1. Definisi dan Etiologi
Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan

6
pada luka bakar terdapat kuman dengan patogenesitas tinggi, terdapat banyak
jaringan mati, mengeluarkan banyak air, serum dan darah, terbuka untuk
waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkena trauma), memerlukan
jaringan untuk menutup.
Baik pada dewasa maupun anak-anak, umumnya kecelakaan terjadi
dirumah. Pada anak-anak, lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling
berbahaya adalah dapur dan kamar mandi. Selain itu, larutan pencuci yang
mengandung bahan kimia berbahaya, dan garasi atau gudang berisi bahan
kimia dan cairan berbahaya yang mudah terbakar. Biasanya penyebab luka
bakar pada anak-anak 55% akibat air panas sedangkan pada dewasa 44%
akibat api. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
• Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
• Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka
umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya

7
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
• Gas dan uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru. Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada
saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
• Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown . Luka bakar listrik terdiri dari tiga
bagian, yaitu listrik tegangan rendah, tegangan tinggi dan sengatan petir.

8
Tabel 1. Perbandingan Tegangan Luka Bakar Listrik

Tegangan Kulit Kedalaman jaringan Gangguan irama


jantung
Tegangan Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini atau
Rendah luka keluar kedalaman tidak ada sama sekali
(<1000V)

Tegangan Luka bakar Kerusakan otot dan Aliran melalui toraks


Tinggi percikakan api rabdomiolisis dan dapat menyebabkan
(>1000V) dengan luka masuk sindroma kerusakan miokardial
dan keluar mencapai Kompartemen, dan gangguan ritmik
seluruh ketebalan yang timbul lambat
kulit (full thickness)

Luka bakar percikan


api superfisial atau Perforasi gendang Henti napas dan
Sambaran sedalam dermal telinga dan kerusakan resusitasi
Petir Luka bakar keluar di kornea berkepanjangan
kaki

• Zat kimia (asam atau basa)


Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga. Asam
kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri
yang hebat. Asam hidroflorida mampu menembus jaringan sampai ke
dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka
kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah
tangga antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan

9
pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan
menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive
necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat
dari pada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami
dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru
timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk
berobat dan kerusakan jaingan sudah meluas. Luka akibat kimia paling
sering terjadi pada organ gastrointestinal akibat tertelan, organ mata
sehingga menyebabkan beberapa komplikasi, serta saluran pernafasan
akibat terhirup gas kimia.
• Radiasi
• Sunburn (sinar matahari)

2.2.2. Epidemiologi
Sekitar 1% dari penduduk Australia dan Selandia Baru (220.000)
menderita luka bakar dan membutuhkan perawatan setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan
mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat inap. Dari mereka, 10%
memerlukan rawat inap, dan 10% dari tergolong luka berat yang mengancam
jiwa. 50% pasien mengalami keterbatasan dalam kegiatan kehidupan
sehari-hari. Sedangkan di Indonesia, prevalensi luka bakar sebesar 0,7%
(RISKESDAS, 2013).
Secara global, 96.000 anak–anak yang berusia di bawah usia 20 tahun
mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian
lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per
100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian terjadi pada
daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah.
Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan tinggi,
seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2008).

10
2.2.3. Patofisiologi
A. Respon Lokal
Pada tahun 1950 di Birmingham, Inggris, Jackson melakukan suatu studi
tipe eksperimental dengan membuat suatu replika model luka bakar dengan
gambar sebagai berikut.

Gambar 3. Luka bakar oleh Jackson (1950).

1. Zona Koagulasi
Daerah ini merupakan yang paling dekat dengan sumber termal,
panas tidak dapat dikonduksi dengan baik dan terjadi koagulasi protein
sel, selanjutnya terjadi kematian sel yang berlangsung dengan sangat
cepat.
2. Zona Statis
Sirkulasi di daerah ini sudah mengalami kerusakan diikuti gangguan
mikrosirkulasi yang bila tidak ditatalaksana dengan baik dapat
mengalami nekrosis saat dilepaskannya mediator-mediator inflamasi
sebagai respon terhadap adanya jaringan yang rusak. Hal ini secara
klinis disebut dengan degradasi luka karena pasca 3-5 hari luka bakar,
dari yang tampak vital akan menjadi nekrotik
3. Zona Hiperemis
Zona ini merupakan daerah dimana jaringan akan melepaskan
mediator inflamasi yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah.
Daerah ini akan terlihat kemerahan dan dengan kembalinya respon
vaskular yang bersifat hiperdinamik, daerah ini akan kembali normal.

11
B. Respon Sistemik
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan,
masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Cedera termis menyebabkan proses inflamasi akut yang menimbulkan
perubahan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk sel-sel endotel
(epitel tunika intima) dimana sel-sel tersebut membulat (edematous) dengan
pembesaran jarak interseluler karena terjadi perubahan tekanan hidrostatik
dan onkotik diruang intravaskuler, terjadi ektravasasi cairan intravskuler,
plasma (protein), elektrolit dan leukosit ke ruang intersisiel. Di jaringan
intersisiel terjadi penimbunan cairan, menyebabkan keseimbangan tekanana
hidrostatik dan onkotik terganggu. Penimbunan cairan di jaringan intersisiel
menyebabkan gangguan perfusi dan metabolism seluler. (syok jaringan).
Penimbunan cairan massif di jaringan intersisiel menyebabkan kondisi
hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul
ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan.
Kondisi ini dikenal dengan Syok hipovolemik.
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan homeostasis tersebut adalah
vasokonstriksi pembuluh-pembuluh perifer. Sirkulasi dipertahankan melalui
kompensasi jantung dan system pernafasan untuk memenuhi kebutuhan
perfusi organ-organ vital di sentral (otak, jantung,paru).
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,

12
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin
yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang
mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula
derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis
sehingga jaringan yang didarahinya nanti.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit
yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat
yang disebut penyakit luka bakar.

C. Cedera Inhalasi
Terhirupnya uap panas atau produk pembakaran depat menyebabkan
kerusakan traktur respiratorius dalam bermacam cara. Cedera inhalasi dibagi
menurut lokasi cedera yaitu:
 Kerusakan jalan nafas di atas laring
Cedera tipe ini sering diakibatkan oleh terhirupnya uap panas pada
tempat-tempat yang tertutup yang terdapat api atau uap panas sehingga
tidak ada pilihan selain menghirup uap tersebut. Pada awalnya akan

13
terjadi pelepasan mediator inflamasi yang mengakibatkan edema pada
saluran pernafasan sehingga terjadi obstruksi saluran nafas. Edema ini
dapat menetap hingga 12-36 jam.
 Kerusakan jalan nafas di bawah laring
Proses patologis yang terjadi pada cedera ini yaitu api atau uap panas
menyebabkan oksidasi dan reduksi komponen yang mengandung karbon,
sulfur, nitrogen dsb. Saat terbakar, bahan tersebut akan menghasilkan
kurang lebih 75 macam zat toksik yang berbahaya pada nafas. Selain itu
partikel-partikel zat kimia yang berukuran kurang dari 1 μm dapat
merusak alveolus dan menginisiasi produksi mediator inflamasi dan
reactive oxygen dan memacu terjadinya edema pada trakea-bronkus.
Selain itu juga terjadi disrupsi membran alveolar-kapilar, terbentuknya
eksudat inflamasi dan hilangnya surfaktan. Kondisi ini menyebabkan
atelektasis, edema interstitium dan edema paru dan terjadila hipksemia
dan menurunnya compliance paru.
 Intoksikasi sistemik
Penyebab intoksikasi paling sering pada cedera inhalasi yaitu karbon
monoksida dan sianida karena menyebabkan oksidasi karbon inkomplit.
CO memiliki afinitas lebih kuat dengan hemoglobin dari pada O2
sehingga terjadi hipoksia jaringan karena tidak tersuplai oleh O2. Pada
intoksikasi sianida, fungsi sitokrom pada paru terhambat dan terjadi
metabolisme anaerob yang bertahap akan di metabolisme oleh enzim
rhodenase di hati.

2.2.4. Klasifikasi Luka Bakar


Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain:
Penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
- Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab:

14
Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat panas, terkena
lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik (WHO, 2008).
Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan
panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak sempurna.
Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka bakar (WHO,
2008).

- Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar


Derajat I (superficial)
Hanya terjadi di permukaan kulit (epidermis). Manifestasinya berupa
kulit tampak kemerahan, nyeri, dan mungkin dapat ditemukan bulla. Luka
bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 hari dan tidak
menimbulkan jaringan parut saat remodeling .Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn (Barbara et al., 2013).
Derajat II (partial thickness) .
Melibatkan semua lapisan epidermis dan sebagian dermis. Kulit akan
ditemukan bulla, warna kemerahan, sedikit edem dan nyeri berat. Bila
ditangani dengan baik, luka bakar derajat II dapat sembuh dalam 7 hingga 20
hari dan akan meninggalkan jaringan parut (Barbara et al., 2013).
Derajat III (full thickness)
Melibatkan kerusakan semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon,
saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering dan mungkin ditemukan
bulla berdinding tipis, dengan tampilan luka yang beragam dari warna putih,
merah terang hingga tampak seperti arang. Gejala yang menyertai justru
tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang
memiliki persarafan sudah tidak intak.. Penyembuhan luka yang terjadi
sangat lambat dan biasanya membutuhkan donor kulit (Barbara et al., 2013).

15
Gambar 4. Derajat Luka Bakar

2.2.5. Luas dan Berat Luka Bakar


Luas Luka Bakar
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat,
terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan
hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju
metabolik dan energi metabolisme. Ada beberapa metode cepat untuk
menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Rule of Nine (Dewasa)
Pada orang dewasa digunakan ‘rule of nine’, yakni luas kepala &
leher, dada, punggung, pinggang serta bokong, ekstremitas atas kiri,
ekstremitas atas kanan, paha kanan, paha kiri, tungkai & kaki kanan, serta

16
tungkai & kaki kiri masing-masing nilainya 9%. Sisanya 1% ialah pada
daerah genitalia. Rumus ini dapat membantu menaksir luasnya
permukaan tubuh yg mengalami luka bakar pada orang dewasa. Rule of
nine terbagi atas:

 Kepala & leher dihitung : 9%


 Lengan masing-masing dihitung 9% : 18%
 Badan depan 18%, badan belakang dihitung 18% : 36%
 Tungkai maisng-masing dihitung 18% : 36%
 Genetalia/perineum dihitung : 1%

Gambar 5. Pembagian Luas Luka Bakar Rules of Nine pada Dewasa

 Rule of Nine (Anak)


Pada bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala bayi jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbedaan tersebut “rumus 9” pada bayi seperti berikut; Kepala
dan Leher 21%, Badan bagian depan 13%, Badan bagian belakang 13%,
Lengan 10%, Tungkai 13,5%, Bokong 5%, Alat kelamin 1%.

17
.

Gambar 6. Pembagian Luas Luka Bakar Rule of Nine pada Bayi

 Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa
tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi
besarnya luas permukaan pada anak.

Gambar 7. Tabel Lund&Browder untuk menilai luas luka bakar

Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan


tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan
usia:
 Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

18
 Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

Berat Luka Bakar


 Luka bakar ringan
- Luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas <2%.
- Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
 Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%
- Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
 Luka bakar Berat
- Luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%
- Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
- Luka bakar listrik tegangan tinggi
- Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun

2.2.6. Jenis Luka Bakar


1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flame), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas,
dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat, 2005).

19
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,
baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar radiasi (Radiation Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio
aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

2.2.7. Fase Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi
pada saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini
dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di
rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan
elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau
perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang
bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)

20
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya
maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka
bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang
terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

2.2.8. Diagnosis Luka Bakar


1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan oleh seorang petugas kesehatan harus
mendapatkan informasi mengenai penyebab dan beberapa hal seputar
penyebab luka bakar seperti
 Penyebab cedera, baik panas, listrik, ataupun cairan kimia,
kecelakaan lalulintas, dsb.
 Lama waktu pajanan atau kontak dengan penyebab
 Lokasi saat terjadinya kontak
Selain itu juga perlu ditanyakan riwayat-riwayat penyakit yang
pernah diderita oleh pasien baik riwayat penyakit, maupun riwayat
pengobatan guna kepentingan dalam penatalaksanaan. Bila didapatkan
pasien dalam kedaan tidak sadar, harus dianggap bahwa telah terjadi
cedera multiple.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan luka bakar harus di perhatikan paling utama yaitu
sesuai prosedur pemeriksaan emergensi ABCDE. Karena paling
berbahaya jika terjadi inhalasi uap panas yg menyebabkan laring dan
trakea terjadi obstruksi oleh edema dan selalu curigai bila terjadi fraktur
servikal. Lakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis
menyeluruh dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan catatan sudah
dilakukan penanganan awal emergensi pada pasien luka bakar berat.

21
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, keseimbangan elektrolit,
keseimbangan gas darah (luka bakar akibat inhalasi), dan pemeriksaan
radiologi(apabila terjadi ARDS) sangat diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya komplikasi terhadap organ-organ di dalam tubuh.

2.2.9. Assesment dan Tatalaksana


Evaluasi awal
Pada anamnesis, petugas medik harus mendapatkan informasi mengenai
kemungkinan adanya cedera lain pada beberapa kondisi di bawah ini:
- Kecelakaan lalu lintas, terutama terlontar pada kecepatan tinggi
- Letusan atau ledakan
- Luka bakar listrik, terutama tegangan tinggi
- Lompat dan jatuh saat terjadi kepanikan
Pasien yang non-komunikatif, baik dalam keadaan tidak sadar, diintubasi,
psikotik, atau berada di bawah pengaruh obat, harus dianggap berpotensi
mengalam cedera multipel dan diperlakukan dengan sesuai dengan kondisi
pada cedera multipel.
Setelah pertolongan pertama diberikan, prinsip-prinsip survei primer dan
sekunder dan resusitasi simultan harus diterapkan.

Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama terdiri dari:
- Hentikan proses pembakaran
- Turunkan suhu luka
Hal ini efektif dalam 3 jam pertama sejak terbakar.

22
Gambar 8. Alur Tatalaksana Pada Pasien Luka Bakar Menurut EMSB

Survei Primer
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan manajemen
emergensi. Jangan terpengaruh oleh luka bakarnya.
A. Penatalaksanan jalan napas dan manajemen tulang servikal.
- Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan pasien.
Jika tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing dan membuka
jalan napas dengan manuver chin lift/jaw thrust. Jaga gerakan tulang
servikal seminim mungkin dan jangan melakukan fleksi dan ekstensi
kepala dan leher.
- Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar).
Adanya cedera di atas klavikula seperti trauma muka atau tidak sadarkan
diri kerap disertai patah tulang belakang servikal,

B. Pernapasan dan ventilasi


- Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat dan
simetri.
- Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non-rebreather mask.
- Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau, intubasi
bila perlu

23
- Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pasien bewarna
merah-buah cherry dan pasien tidak bernapas.
- Hati–hati bila frekuensi pernapasan <10 atau > 30 kali per menit.
- Waspada pada luka bakar melingkar dada dan apakah memerlukan
eskarotomi

C. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan


- Lakukan penekanan pada pusat perdarahan.
 Pucat menunjukkan kehilangan 30% volume darah.
 Perubahan mental terjadi pada kehilangan 50% volume darah.
- Periksa pulsasi sentral – apakah kuat atau lemah?
- Periksa tekanan darah
- Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila <2 detik. Bila >2
detik menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk eskarotomi pada
tungkai bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
- Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya daerah yang
tidak terbakar (normal)
- Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin / fungsi
hari / koagulasi / β–hCG / Cross Match / carboxyhaemoglobin.
- Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode Hartmann
untuk memperbaiki pulsasi radians.

D. Disabilitas-Status neurologik
- Tetapkan derajat kesadaran:
A– dari Alert (Sadar, waspada)
V– dari Vocal (Respon terhadap rangsang suara)
P– dari Pain (Respon terhadap rangsang nyeri)
U– dari Unresponsive (Tidak memberi respon)
- Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan sama.
- Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan kegelisahan
dan penurunan derajat kesadaran.

24
E. Paparan pengendalian lingkungan
- Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan.
- Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
- Jaga agar pasien tetap hangat.
- Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau
palmaris (Rule of One).

Cairan, Analgesia, Penilaian dan Pipa


A. Resusitasi Cairan
- Cairan inisial diberikan menggunakan rumus Parkland yang
dimodifikasi:
3-4 mL / kg berat badan / % luas luka bakar + tetes maintenance
pada anak-anak
- Kristaloid (misal: larutan Hartmann atau Plasmalyte) adalah cairan yang
direkomendasikan.
- Separuh cairan berdasarkan perhitungan diberikan dalam delapan jam
pertama, sisanya diberikan selama enam belas jam berikutnya.
- Saat terjadinya trauma ditetapkan sebagai awal resusitasi cairan.
- Bila dijumpai perdarahan atau syok non-bakar, perlakukan sesuai
pedoman trauma.
- Pantau adekuasi resusitasi:
 Produksi urin melalui kateter per jam
 EKG, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, analisis gas
darah arterial dan pulse oxymetri
- Sesuaikan cairan resusitasi sesuai indikasi.
B. Analgesia
- Nyeri: berikan morfin iv 0.05-0.1 mg/kg
- Titrasi untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara
frekuen akan lebih aman).
C. Penilaian

25
 Radiologi
- Tulang belakang servikal
- Toraks
- Panggul
- Pencitraan lain sesuai indikasi klinis
D. Pipa
 Pemasangan NGT
Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak-anak, > 20%
pada dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk melakukan
dekompresi saluran cerna Gastroparesis merupakan hal yang umum
terjadi.

Survei Sekunder
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada
atau telah diatasi.
Riwayat Penyakit:
A - Alergy
M - Medicine (obat-obatan yang baru dikonsumsi)
P - Past illness (penyakit sebelum terjadi trauma)
L - Last meal (makan terakhir)
E - Event (peristiwa yang terjadi saat trauma)
Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan
lingkungan:
- Luka bakar
- Durasi paparan
- Jenis pakaian yang dikenakan
- Suhu dan kondisi air, jika penyebah luka bakar adalah air panas

26
Pemeriksaan
Kepala
- Mata …… luka tembus kerap terlewatkan - Cek ketajaman penglihatan
- Kulit kepala …… luka tidak beraturan, benda asing
Wajah
- Stabilitas tulang-tulang wajah 1/3 tengah
- Periksa adanya gigi yang hilang /maloklusi
- Kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung, telinga atau mulut
- Jelaga, lepuh, edema lidah atau faring
Leher
- Inspeksi, palpasi, pemeriksaan radiologi. Selalu curigai adanya fraktur
servikal
- Luka menembus muskulus platisma-ruang, operasi atau pemeriksaan
angiografi
Dada
- Periksa seluruh dada-depan dan belakang
- Tulang iga, klavikula dan tulang dada
- Periksa bising napas dan suara jantung
- Luka bakar melingkar mungkin perlu eskarotomibila menyebabkan restriksi
ventilasi
- Batuk yang produktif
- Perubahan suara, parau
Abdomen
- Memerlukan evaluasi berulang untuk menilai nyeri dan distensi abdomen
- Bila dijumpai memar terutama jejak sabuk pengaman, curiga adanya
kelainan intra-abdomen seperti ruptur viskus
- Bila penilaian abdomen tidak dapat jelas, samar atau tidak praktis, misalnya
pada luka bakar di daerah abdomen yang luas, maka investigasi lebih lanjut
menggunakann CT scan, atau Focused Assessment with Sonography for
Trauma (FAST) merupakan pemeriksaan mandatorik.

27
Perineum
- Jejas, hematoma, darah keluar melalui meatus uretra eksterna
Rektum
- Darah, laserasi, tonus sfingter, prostat mengambang
Vagina
- Benda asing, laserasi
Tungkai
- Kontusio, deformitas, nyeri, krepitus
- Lakukan penilaian pulsasi ekstremitas secara reguler. Pada luka bakar
melingkar diikuti perkembangan edema, awalnya eskar menyebabkan
terhambatnya aliran balik vena diikuti terhambatnya aliran arteri yang
mengakibatkan iskemia jaringan. Hal ini mengakibatkan penurunan perfusi
ekstremitas diikuti nyeri, parastesia, tidak ada denyut dan paralisis.
Eskarotomi merupakan indikasi saat aliran balik vena ekstremitas terhambat
oleh edema; untuk mengembalikan kecukupan sirkulasi
Pelvis
- Diperlukan akses cepat pemeriksaan radiologi di unit gawat darurat untuk
menilai stabilitas tulang pelvis. Bila pemeriksaan raadiologi tidak
dimungkinkan, pemeriksaan stabilitas dengan menekan simfisis dan ilium
anterior harus dilakukan. Manuver ini hanya dapat dilakukan satu kali saja
oleh seorang senior.
Pemeriksaan Neurologik
- Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (lihat lampiran)
- Penilaian sensorik dan motorik semua tungkai
- Paralisis atau parasis menunjukkan adanya cedera berat, segera lakukan
imobilisasi menggunakan papan spinal dan semi-rigid collars.
Perujukan
A. Kriteria rujukan
Australian and New Zealand Burn Association menetapkan kasus-kasus
berikut memerlukan rujukan ke unit luka bakar:

28
- Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5% pada
anak-anak
- Luka bakar seluruh ketebalan kulit (luka hakar dalam, full thickness
burns)> 5%
- Luka hakar mengenai area khusus, termasuk wajah, tangan, kaki,
genitalia dan perineum, persendian serta luka bakar melingkar pada dada
dan tungkai
- Luka bakar dengan cedera inhalasi
- Luka bakar listrik
- Luka bakar kimia
- Luka bakar dengan penyakit pre-morbid
- Luka bakar dengan trauma berat lainnya
- Luka bakar pada usia tertentu: anak-anak dan usia lanjut
- Luka hakar pada wanita hamil
- Luka bakar bukan karena kecelakaan
Bila penderita memiliki kelainan yang menyebahkan tatalaksana menjadi
sulit dengan risiko yang semakin besar, diperlukan penatalaksanaan oleh
tenaga dalam tim spesialis yang akan memberi kesempatan sebesar mungkin
untuk mendapatkan hasil optimal.

B. Persiapan rujukan
Dalam keadaan stabil secara tisiologik, penderita luka bakar masif dapat
dan aman ditransfer meski dalam waktu yang relatif lama. Namun untuk
dapat ditransfer, penderita harus stabil. Stabilisasi mencakup semua aspek
yang diuraikan sebelumnya.

1. Sistem respirasi
- Semua penderita cedera berat diberi oksigen 15L/menit.
- Karena obstruksi jalan napas bagian atas dapat mengalami progres
dengan cepat dan mencapai puncaknya saat penderita ditransfer, maka

29
penting untuk mempertimbangkan intubasi endotrakea sebelum
penderita di rujuk.
- Cedera inhalasi dengan kerusakan infraglotik kerap menimbulkan
masalah saat transportasi berlangsung.

2. Sistem sirkulasi
Prinsip tatalaksana gangguan sirkulasi akibat perpindahan cairan dan
elektrolit sebagaimana diuraikan sebelumnya diberikan untuk stabilisasi
penderita sebelum proses transfer.
- Bila insersi 2 kanul (160 pada dewasa, 200 pada anak-anak) tidak
dimungkinkan, ambil rute lain untuk pemberian cairan dan
diskusikan sebelumnya dengan unit luka bakar rujukan.
- Metode akses vaskular umumnya tergantung pengalaman tim baik
di perifer maupun di unit luka bakar rujukan.
- Rute yang dapat digunakan antaralain adalah jalur vena sentral
perkutan (femoral, subldavia, atau jugularinterna), intra osseous atau
vena seksi (ankle atau siku).
2.2.10. Komplikasi

Infeksi luka bakar

Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan
infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan
terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi
akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan
infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi
traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).

30
Terganggunya suplai darah atau sirkulasi

Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat


menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu,
trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot)
pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien
luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk
sumbatan darah (Burninjury, 2013).

Komplikasi jangka panjang

Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis.


Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat
dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area
sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini
terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik
bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu,
pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca
trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas
merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).

2.2.11. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh
5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh
dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan parut. Luka bakar mayor
membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa
kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang parut (Mansjoer A, 2000).

31
BAB III

KESIMPULAN

Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan atau


kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Dalam prosesnya, luka bakar terjadi
akibat beberapa macam penyebab dari paling rendah seperti sunburn sampai
paling berat yaitu panas (api, gas, uap), cairan kimia (asam, basa), maupun akibat
sengatan listrik dan radiasi.
Luka bakar merupakan suatu kegawatdaruratan yang harus cepat ditangani
karena jika dibiarkan akan mengancam kehidupan seseorang. Tatalaksana luka
bakar bergantung pada derajat, luas, serta jenis dari luka yang terjadi. Pada
EMSB, prinsipnya menyatakan tatalaksana luka bakar secara berurutan yaitu
evaluasi awal, dilakukan pertolongan pertama, lalu dilanjutkan survey primer
(ABCDE) yang disertai pengobatan awal (resusitasi cairan, pemberian analgetik,
pemeriksaan penunjang, pemasangan NGT), survey sekuder (pemeriksaan dan
perawatan luka), perujukan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3: Luka, Luka Bakar: Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. P 66-88
2. ANZBA, Bi-National Burns Registry: Annual Report 1st July 2009- 30th
June 2010. 2011, Autralian and New Zealand Burn Association:
Melbourne.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
5. WHO. 2008. Burn Prevention and Care. WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data. Geneva. P. 1-23.
6. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
7. Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Pearson
Education Inc. page. 153-78.
8. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005. h. 73-5.
9. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar
TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery.
8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
10. David,S.2008.Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan
Luka.Dalam:Surabaya Plastic Surgery.
11. Williams C. Assessment and management of pediatric burn injuries. Nurs
Stand. 2011. 25(25):60-4,66,68.
12. Palmieri T, Klein M. Burn research state of the science: Introduction. J
Burn Care Res. 2007;28:544–5
13. Department of Health, Western Australia. Burn Injury Model of Care.
Perth: Health Networks Branch, Department of Health, Western Australia;
2009.

33

Anda mungkin juga menyukai