Anda di halaman 1dari 25

1

LAPORAN KASUS
Hiperemesis Gravidarum

Disusun oleh:
dr. Josua Wibowo Sitorus

Pembimbing
dr. Mohammad Fadli Rabbani, Sp.OG

Pendamping
dr. Nanie Rusanty
dr. Rima Budiarti

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD BENGKALIS
2017
2

BAB I
LAPORAN KASUS

 Identitas Pasien
Nama : Ny.M
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 30 th
Alamat : Selat Baru
Agama : Islam
MRS : 10 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 10 Oktober 2017

 Anamnesa
Keluhan Utama : Muntah - muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M, 30 thn,G3P2A0 datang ke IGD RSUD Bengkalis bersama keluarganya dengan
keluhan mual dan muntah-muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah-
muntah awalnya hanya terjadi pada pagi hari dan setelah makan dan minum, namun
sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit muntah dialami lebih dari 5 kali per hari
dengan volume ± 1/2-3/4 gelas. Yang dimuntahkan berupa makanan dan minuman
yang dikonsumsi sebelumnya, pada muntahan tidak terdapat darah. Keluhan disertai
dengan penurunan nafsu makan, pusing, dan lemas hingga tak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa kering. Os mengaku mengalami
penurunan berat badan dari 72 Kg menjadi 65 Kg. BAK (+) berkurang, BAB (+)
normal.
Riwayat Haid
HPHT : 20 - 6 - 2017 Menarche : 12 tahun
TTP : 27 - 3 - 2018 Siklus Haid : 28 hari, teratur.
Riwayat Persalinan :
No Tempat Penolong Aterm Jenis Jenis kelamin BB Keadaaan
bersalin Persalinan
1 RS Dokter Aterm Spontan Laki-laki 2900gr Hidup
3

2 Klinik Bidan Aterm Spontan Laki-laki 3000gr Hidup

3 Hamil ini

Riwayat Pengobatan:
Mengkonsumsi obat-obatan anti muntah saat dirawat di RS.
Riwayat kesehatan/Penyakit:
HEG (+), 2 kali di RS
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-) , riwayat operasi (-).
Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal serupa.
Riwayat pekerjaan:
Ibu rumah tangga
Status Presens
Sensorium : CM Anemia : (-)
Tekanan Darah : 100/70 mmHg Ikterus : (-)
Nadi : 110 x/i Cyanosis : (-)
Pernafasan : 22 x/i Oedem : (-)
Temperatur : 36,50C Dyspnoe : (-)

Status Lokalisata
Kepala : Nyeri tekan kepala (-), rambut tidak mudah dicabut, alopecia(-)
Wajah : Nyeri tekan sinus(-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), diameter pupil
(3mm/3mm), mata tampak cekung.
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), serumen (+/+),
sekret(-/-), membran timpani (intak/intak).
Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-).
.
Mulut : Bibir kering, tidak ada gusi berdarah, mukosa bibir tidak pucat dan
tidak sianosis

Leher
KGB : Tidak teraba.
4

Tiroid: Tidak terdapat pembesaran.


JVP : 5+2 cmH2O.
Dada :
Paru : I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-),
ketinggalan gerak (-), pectus excavatum (-), pectus carinatum
(-), spider nevi (-), sikatriks (-).
P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Sn vesikuler (+/+), Rbh (-/-), Rbk (-/-), Wh (-/-)
Jantung: I : Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2 jari medial linea midklavikula kiri
P: Batas jantung kiri di SIC 5 2 jari medial linea midklavikula kiri,
batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).
Abdomen : Status obstetrikus
Ekstremitas: CRT <2”, Tidak ada edema, akral hangat, turgor kulit baik, tidak ada
gangguan gerak pada ekstrimitas superior dan inferior

Status Obstetri
Abdomen : datar, lemas, FU tidak teraba
TFU : tidak teraba
Teregang : tidak teraba
Terbawah : tidak teraba
Gerak :-
HIS :-
Status Ginekologi
Pemeriksaan luar : tidak dilakukan
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium
5

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi

Hemoglobin 12,3 g/dl 11,7-15,5


Jumlah leukosit 6,50 ribu/µl 3.60-11.0
Jumlah trombosit 242 ribu/µl 150-440
Hematokrit 37 % 35-47

Urinalisa

Protein (-) negatif Negatif (<30)


Aseton Urin (-) negatif mg/dl
Negatif
Urinalisa

Keton +3 (-) negative


Natrium 138,00 136 - 155
Kalium 4,50 3,5 - 5,5
Chlorida 98,0 95 - 103

Diagnosis : G3P2A0 + JTH Intrauterin + UK (16-17) mgu + HEG gr.II


Terapi :
IVFD Asering 30 gtt/mnt selang seling D5% 30 gtt makro
Inj. Ondansetron 3x4 mg
Inj. Neurobion 1 amp dalam D5%
Inj. Ranitidine 2x1 amp
Follow Up Ruangan
No Hari/Tgl S O A P
1. 11-10- Pusing (+),mual(+), TD:110/60mmHg G3P2A0 + JTH  IVFD Asering 30
2017 muntah(-),lemas N: 84x/mnt Intrauterin + gtt/mnt selang
sudah S: 36,2ºC UK (16-17) seling D5% 30 gtt
berkurang,tidak ada RR: 18x/mnt mgu + HEG makro
nafsu makan St. Generalis : gr.II  Inj. Ondansetron
Mata : Ca -/- Si - 3x4 mg
6

/-  Inj. Neurobion 1
Thorax : amp dalam D5%
Paru : SD vesikuler  Inj. Ranitidine 2x1
Rbk -/- , Rbh -/-, amp
Wh -/-
Cor : S1>S2
reguler, M (-), G (-)
St. Lokalis
Abdomen:
Inspeksi :
Datar, perut
tampak tegang
Auskultasi : BU
(+) N
Perkusi :
Pekak
Palpasi : TFU
4 jari dibawah
pusat
St. Genetalia
externa:
PPV (-)
St. Vegetatif: BAB
(+), BAK (+),
Flatus (+)
2 12-10- Pusing(-),mual TD:120/70mmHg G3P2A0 + JTH - IVFD Asering 30
2017 sudah berkurang, N: 80x/mnt Intrauterin + gtt/mnt selang
muntah(-),nafsu S: 36,5ºC UK (16-17) seling D5% 30 gtt
RR: 20x/mnt mgu + HEG
makan sudah ada makro
St. Generalis : gr.II
- Inj. Ondansetron
Mata : Ca -/- Si -
3x4 mg
/-
- Inj. Neurobion 1
Thorax :
Paru : SD vesikuler
amp dalam D5%

Rbk -/- , Rbh -/-, - Inj. Ranitidine 2x1


Wh -/- amp
7

Cor : S1>S2
reguler, M (-
), G (-)
St. Lokalis
Abdomen:
Inspeksi :
Datar, perut
tampak tegang
Auskultasi : BU
(+) N
Perkusi :
Pekak
Palpasi : TFU
4 jari dibawah
pusat
St. Genetalia
externa:
PPV (-)
St. Vegetatif: BAB
(+), BAK (+),
Flatus (+)
3 13-10- Mual (-), pusing (- TD:210/80mmHg G3P2A0 + JTH - PBJ
2017 ), muntah(-) N:904x/mnt Intrauterin +
S: 36,8ºC UK (16-17)
RR: 18x/mnt mgu + HEG
St. Generalis : gr.II
Mata : Ca -/- Si -
/-
Thorax :
Paru : SD vesikuler
Rbk -/- , Rbh -/-,
Wh -/-
Cor : S1>S2
reguler, M (-), G (-)
St. Lokalis
Abdomen:
8

Inspeksi :
Datar, perut
tampak tegang
Auskultasi : BU
(+) N
Perkusi :
Pekak
Palpasi : TFU
4 jari dibawah
pusat
St. Genetalia
externa:
PPV (-)
St. Vegetatif: BAB
(+), BAK (+),
Flatus (+)

RESUME

Ny. M, 30 thn,G3P2A0 datang ke IGD RSUD Bengkalis bersama keluarganya dengan


keluhan mual dan muntah-muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah -
muntah awalnya hanya terjadi pada pagi hari dan setelah makan dan minum, namun
sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit muntah dialami lebih dari 5 kali per hari
dengan volume ± 1/2-3/4 gelas. Yang dimuntahkan berupa makanan dan minuman
yang dikonsumsi sebelumnya. Keluhan disertai dengan penurunan nafsu makan,
pusing, dan lemas hingga tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, merasa haus
dan bibir terasa kering.. Os mengaku mengalami penurunan berat badan dari 72 Kg
menjadi 65 Kg. BAK (+) berkurang, BAB (+) normal.
Riwayat Haid
HPHT : 20 - 6 - 2017
TTP : 27 - 2 – 2018
Hamil usia 16-17 minggu
Riwayat kesehatan/Penyakit:
HEG (+), 2 kali di RS
Status Presens
Sensorium : CM, Lemah
9

Tekanan Darah : 100/70 mmHg


Nadi : 110 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Temperatur : 36,50C
Mata : Tampak cekung.
Mulut : Bibir kering
Urinalisa : Keton (+3)
Diagnosis : G3P2A0 + JTH Intrauterin + UK (16-17) mgu + HEG gr.II
Terapi :
IVFD Asering 30 gtt/mnt selang seling D5% 30 gtt makro
Inj. Ondansetron 3x4 mg
Inj. Neurobion 1 amp dalam D5%
Inj. Ranitidine 2x1 amp
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah bentuk mual dan muntah yang parah dengan
penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat badan sebelum hamil, dehidrasi,
asidosis karena kelaparan, alkalosis karena kehilangan asam klorida, hipokalemia,
ketosis, acetonuria, dan ptyalism (air liur berlebihan).1 Dalam kebanyakan kasus,
onset gejala adalah antara 4 dan 10 minggu kehamilan dan gejala biasanya mereda
pada 20 minggu kehamilan. Secara klinis, praktisi biasanya mengobati mual dan
muntah pada awal kehamilan, terlepas dari apakah pasien cocok untuk semua kriteria
diagnosis hiperemesis gravidarum.2 Insiden HG adalah sekitar 0,5% dari kelahiran
hidup, dikatakan lebih tinggi pada kehamilan ganda, mola hidatidosa dan kondisi lain
yang berhubungan dengan meningkatnya hormon kehamilan.3

2.2.Faktor resiko
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa faktor-faktor berikut meningkatkan
resiko untuk hiperemesis gravidarum, yaitu:4
1. Faktor yang paling sering adalah primigravida, mola hidatidosa dan gemelli.
Pada mola hidatidosa dan gemelli diduga bahwa Hormon Chorionik
Gonadotropin (HCG) yang dibentuk berlebihan memegang peranan dalam
hiperemesis gravidarum.
2. Nullipara,
3. Usia ibu hamil yang masih muda
4. Obesitas,
5. Gangguan metabolik,
6. Riwayat HG di kehamilan sebelumnya,
7. Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit ini. Hiperemesis
gravidarum sering terjadi pada wanita yang takut terhadap kehamilan dan
persalinan, rumah tangga yang retak, adanya gangguan personal atau hysteria.
Meski belum diketahui pasti hubungan psikologik dengan hiperemesis
gravidarum, tidak jarang dengan memberikan suasana baru dapat membantu
mengurangi frekuensi muntah.
11

2.3. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum


Sampai saat ini, penjelasan penyebab HG yang paling banyak diterima berbagai
kalangan adalah “teori hormon”. Banyak penelitian yang menunjukkan hubungan
antara peningkatan hCG dengan muntah patologis pada kehamilan. Berbagai
penyebab fisik lain juga dikemukakan dalam berbagai diskusi namun belum terdapat
penelitian yang memuaskan. HG lebih sering terjadi pada usia kehamilan muda ketika
plasenta dan korpus luteum bersama-sama memproduksi hormon seperti progesteron
dan hCG.2 HG diyakini juga sebagai penyakit kompleks hasil interaksi berbagai faktor
baik itu biologis, psikologis, maupun sosial-kultural (Pirimoglu et al., 2010). Terdapat
etiologi lain seperti imunologis dan infeksi bakteri serta kelainan anatomis (Verberg
et al., 2005). Buhling & David (2006) membagi patogenesis HG menjadi 2 hipotesis,
hipotesis I dengan penyebab endokrin, dan hipotesis II dengan penyebab non-
endokrin.
Hipotesis II:
Hipotesis I:
faktor non
faktor endokrin
endokrin

Hipotalamus/ Kortisol/ Overaktif HPA


korteks ACTH aksis
adrenal
Tirotoksikosis pada
Kelenjar TSH/ kehamilan
Tiroid Tiroksin

Overaktif sistem Penyebab-penyebab


imun Imunologis

Penyebab-
Infeksi H. pylori penyebab infeksi

Corpus hCG Perubahan GIT GIT Penyebab


anatomik
luteum
Plasenta Estrogen/ Defisiensi Vitamin
Progesteron

Defisiensi Vitamin

Penyebab Penyebab-
Psikologis penyebab
saraf
Gambar 2.2. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum (Buhling & David, 2006).
12

a. Hipotesis Endokrin
Hormon-hormon endokrin meliputi hCG, TSH/ tiroksin, estrogen/
progesteron, kortisol/ ACTH, prolaktin, dan leptin.
1) Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
hCG sering disebut sebagai penyebab paling mungkin dari HG. Berbagai
penelitian menunjukkan kadar hCG diketahui lebih tinggi pada kehamilan kembar,
mola hidatidosa, kehamilan dengan janin perempuan, dan kehamilan dengan down
syndrome. Mekanisme hCG menyebabkan HG belum diketahui dengan jelas,
namun diyakini kadar hCG yang tinggi menstimulasi pengeluaran enzim saluran
pencernaan atas dan merangsang peningkatan fungsi tiroid karena strukturnya
yang mirip dengan Thyroid Stimulating Hormone (TSH).
Berbagai penelitian lain pada pasien dengan HG menunjukkan bahwa bukan
semata-mata tingginya kadar hCG yang menyebabkan HG, namun HG disebabkan
oleh isoform spesifik hCG seperti hCG dengan rantai asialo-carbohydrate.
Berbagai pola isoform hCG yang berbeda-beda pada pasien dapat disebabkan oleh
pengaruh lingkungan jangka panjang atau faktor genetik.2
Terdapat 4 varian hCG, masing-masing diproduksi oleh jenis sel yang
berbeda. Semua varian hCG tersebut memiliki subunit amino yang sama yaitu
subunit-β hCG. Keempat varian tersebut adalah hCG yang diproduksi oleh vili
sel-sel sinsitiotrofoblas, hCG-hiperglikosilat yang diproduksi oleh sel-sel
sitotrofoblas, subunit β-bebas yang diproduksi oleh sel-sel kanker non-trofoblas,
dan hCG hipofisis yang diproduksi oleh sel-sel gonadotropin pada hipofisis
anterior. hCG dan hCG-hiperglikosilat disekresikan oleh blastokista untuk
mempersiapkan implantasi pada endometrium. hCG-hiperglikosilat kemudian
memicu diferensiasi sel-sel sitotrofiblas menjadi sinsitiotrofoblas.
Sinsitiotrofoblas kemudian memproduksi hCG dan bersama-sama dengan LH
memicu produksi progesteron oleh korpus luteum sampai plasenta dapat membuat
cukup progesteron sendiri. Selain produksi progesteron, hCG memiliki berbagai
fungsi lain yang diketahui dari terdapatnya reseptor hCG pada berbagai organ baik
itu fetal maupun maternal. Diantara lokasi reseptor hCG tersebut adalah pada otak
ibu, yaitu pada hipokampus, hipotalamus, dan batang otak, yang diyakini menjadi
penyebab terjadinya HG .5
Penelitian sampai saat ini menunjukkan hubungan antara HG dengan kadar
hCG, namun mekanisme patogenesisnya belum diketahui dengan pasti. Hal ini
13

diantaranya dikarenakan kondisi dengan kadar hCG tinggi seperti pada


choriocarcinoma atau pada pemberian HCG selama fase luteal untuk memicu
maturasi oosit tidak menimbulkan gejala mual-muntah seperti pada HG. Selain itu
terdapat banyak pasien yang memiliki kadar HCG tinggi namun tidak menderita
HG, sebaliknya terdapat pasien yang terus mengalami HG bahkan setelah
melewati trimester pertama dimana kadar HCG sudah turun.2
2) TSH/ Tiroksin
Kelenjar tiroid terstimulasi selama awal kehamilan secara fisiologis.
Terkadang kadar hormon tiroid menyimpang dari nilai normal, menyebabkan
kondisi gestational transient thyrotoxicosis (GTT). GTT terdapat pada dua pertiga
wanita dengan HG. Estrogen menyebabkan produksi thyroid-binding globulin
meningkat dan metabolisme T4 menurun, menyebabkan penurunan sementara
kadar T4 bebas.2
Peningkatan kadar hCG menyebabkan peningkatan stimulasi kelenjar tiroid,
begitu pula dengan hipersensitifitas reseptor hormon tiroid terhadap hCG, atau
produksi salah satu jenis hCG yang lebih kuat merangsang kelenjar tiroid. Saat
kadar hCG mencapai puncak saat kehamilan normal, kadar TSH serum menurun
sementara triiodotironin bebas dan T4 bebas meningkat menunjukkan peran hCG
dalam stimulasi hormon tersebut. Hipersensitifitas reseptor TSH didapatkan pada
keluarga dengan riwayat GTT dan HG. Anggota keluarga dengan riwayat HG
berulang diketahui memiliki mutasi pada domain ekstraseluler reseptor TSH yang
menyebabkan reserptor tersebut responsif terhadap hCG. Pasien HG dengan
hipertiroid memiliki kadar elektrolit abnormal, peningkatan kadar enzim hati, dan
gejala muntah yang lebih parah.2
Hipertiroidisme juga dapat dikaitkan dengan HG. Sementara T3 dan T4 berada
di kisaran normal, ekspresi thyroid stimulating hormone (TSH) mengalami
penurunan. GTT mungkin berlaku sampai minggu ke-18 kehamilan dan tidak
memerlukan pengobatan. Kondisi untuk diagnosis THHG adalah:
a) Berdasarkan hasil serologi patologis yang diambil selama HG
b) Tidak ada hipertiroidisme sebelumnya pada kehamilan
c) Tidak ada tanda-tanda klinis hipertiroidisme
d) Antibodi negatif.
Banyak bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kadar hCG dengan
GTT, namun perannya dalam HG masih belum jelas. Kondisi lain hipertiroid seperti
14

penyakit Grave tidak menunjukkan gejala mual-muntah seperti pada HG, prevalensi
hipertiroid cukup tinggi namun tidak hanya terdapat pada pasien HG, serta banyak
pasien HG yang tidak menderita hipertiroid.2
3) Estrogen/ Progesteron
Prevalensi HG lebih tinggi pada pasien dengan kadar estrogen tinggi, seperti pada
indeks masa tubuh (IMT) ibu hamil yang tinggi, kehamilan pertama, dan fetus
dengan undescended testis. Didapatkan juga insidensi karsinoma testis pada pria
dengan riwayat HG saat kehamilannya. Pada pengobatan dengan estrogen sering
didapatkan efek samping berupa mual, hal ini mendukung hipotesis bahwa estrogen
mungkin merupakan penyebab.
Kadar estrogen tinggi memperlambat pengosongan lambung dan menurunkan
waktu transit usus halus, serta meningkatkan akumulasi cairan. Meskipun demikian,
belum terdapat penjelasan pasti mengenai hubungan langsung estrogen dengan HG,
mengingat HG lebih sering terjadi pada TM pertama sementara kadar estrogen terus
meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan, begitu pula dengan kehamilan yang
diinduksi controlled ovarian stimulation (COS) dimana kadar estrogen sangat tinggi,
tidak menyebabkan insidensi HG meningkat.
Diantara berbagai hormon pada kehamilan, pasien dengan HG memiliki kadar
progesteron yang abnormal. Sebagian besar memiliki kadar progesteron yang lebih
rendah, sebagian yang lainnya memiliki kadar progesteron yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian, tidak didapatkan korelasi yang jelas
antara HG dengan kadar progesteron, mengingat tidak terdapat perbaikan kondisi
pasien HG yang mendapatkan pengobatan dengan progesteron. Kehamilan dengan
peningkatan kadar progesteron iatrogenik seperti kehamilan dengan korpus luteum
multipel karena COS, atau kehamilan dengan pemberian progesteron untuk
mendorong fase luteal tidak menunjukkan kejadian HG, mengindikasikan bahwa
kadar progesteron tinggi (endogen maupun eksogen) saja tidak menyebabkan HG.2
a. Hipotesis Non-Endokrin
Faktor-faktor non-endokrin berupa infeksi gastrointestinal, dan gangguan
psikologi
1) Infeksi Saluran Gastrointestinal
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pasien HG positif terinfeksi H.
Pylori 95% dibandingkan dengan kontrol sebanyak 50%. Infeksi tersebut dapat
disebabkan karena perubahan pH lambung atau perubahan sistem imun terkait
15

kehamilan. Peningkatan hormon steroid pada wanita hamil menyebabkan akumulasi


cairan pada lambung dan mengakibatkan penurunan pH lambung sehingga pasien
lebih suseptibel terhadap infeksi H. Pylori. Perubahan sistem imun humoral dan
seluler selama kehamilan juga meningkatkan suseptibilitas terhadap infeksi.
Meskipun diyakini bahwa infeksi H. Pylori lebih sering terjadi pada pasien HG,
banyak wanita hamil yang terinfeksi H. Pylori tidak menunjukkan gejala-gejala HG.
Begitu pula hubungannya dengan hormon steroid, jika infeksi tersebut berhubungan
dengan peningkatan hormon steroid, seharusnya gejala memberat pada akhir
kehamilan saat imunitas pasien lebih teraktivasi. Hipotesis yang lebih diterima
adalah kerusakan saluran gastrointestinal atas akibat muntah yang terus- menerus
meningkatkan suseptibilitas pasien terhadap infeksi H. Pylori.2
Studi lain menemukan genom H. pylori dalam air liur 61,8% dari pasien dengan
HG (21 dari 34 pasien), dibandingkan dengan 27,6% dari wanita hamil tanpa gejala.
Hubungan ini tampaknya dikonfirmasi oleh fakta bahwa dalam dua studi
observasional dengan total lima pasien, tidak ada perbaikan dalam gejala terjadi
setelah perawatan obat standar, sedangkan pengobatan antibiotik untuk H. pylori
menghasilkan perbaikan gejala yang jelas.6
2) Gangguan Psikologi
Mual diyakini sebagai hasil dari penolakan terhadap kehamilan seorang wanita
yang belum siap menjadi seorang ibu karena imaturitas kepribadian, masih banyak
tergantung kepada orangtua, ketakutan, dan tekanan karena kehamilan. Pendapat lain
menyatakan bahwa HG merupakan kelainan seksual yang berasal dari ketidaksukaan
terhadap jenis kelamin. HG juga dijelaskan sebagai gejala histeria konversi, neurosis,
atau depresi, dan HG dapat berasal dari stress psikososial, kemiskinan, dan konflik
pernikahan.2
Beberapa postulat penyebab psikologis dapat dibagi menjadi 4 kategori sebagai
berikut:5
a) HG merupakan ekspresi berbagai konflik, seperti penolakan terhadap kehamilan,
konflik perasaan yang bertentangan akan menjadi ibu, kepribadian kekanak-
kanakan, terlalu bergantung terhadap ibu, atau ketakutan akan kehamilan
b) HG merupakan sebuah ekspresi dari kelainan seksual
c) HG merupakan gejala konversi, sebuah ekspresi histeria, neurosis, atau depresi
d) HG merupakan akibat dari stress psikososial, pengalaman terhadap kekerasan,
atau konflik dalam hubungan dengan pasangan.
16

2.4. Patofisiologi
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi
butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan
cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air
kemih. Selain itu dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, berupa
alkalosis metabolik akibat hilangnya asam karena muntah-muntah berlebihan ataupun
asidosis metabolik akibat peningkatan asam (ketosis). Selain itu juga terjadi dehidrasi
yang menyebabkan:
a. Penurunan saliva, yang berakibat mulut dan faring kering
b. Peningkatan osmolaritas darah, yang akan merangsang osmoreseptor di
hipothalamus
c. Penurunan volume darah yang berakibat penurunan tekanan darah, sehingga
renin akan meningkat, begitu juga angiotensin II.
Ketiga hal tersebut akan merangsang pusat rasa haus di hipothalamus, yang
seharusnya akan meningkatkan intake cairan, namun karena terdapat mual dan
muntah yang tidak bisa ditoleransi akibatnya cairan juga tidak dapat masuk per oral,
sehingga cairan tubuh tidak mencapai kadar normal dan dehidrasi tetap terjadi.
Karena muntah terus terjadi dan tidak ada makanan yang dapat masuk, cadangan
karbohidrat pun sangat bekurang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan respirasi sel
dan menghasilkan ATP dipakai jalur pemecahan lemak (katabolisme lipid/lipolisis)
secara berlebihan, bukan memakai jalur glikolisis. Asam lemak dikatabolisis. Asam
lemak dikatabolisme di mitokondria melalui proses yang dinamakan beta oxidation,
yang akhirnya membentuk acetyl coA. Acetyl coA akan masuk ke dalam siklus krebs.
Hepatosit akan mengambil dua molekul acetyl coA dan terkondensasi, dan aseton
(keton bodies). Proses tersebut dinamakan ketogenesis. Keton-keton tersebut akan
mudah berdifusi ke membran plasma, meninggalkan hepatosit untuk kemudian masuk
ke dalam aliran darah. Akibatnya terjadi ketosis dalam darah, yang kemudian
dikeluarkan melalui urine, sehingga pada hiperemesis gravidarum lanjut didapatkan
keton pada urine.
Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Sehingga jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang
17

dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari
muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah
yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit
dipatahkan.
2.5. Manifestasi Klinis
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis
gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah
tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas
sehari-hari sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun,
turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering
dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit
ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi,
oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena
mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi
fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke
dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat
defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus
menunjukan adanya gangguan hati.

2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung dari beratnya
gejala yang terjadi. Tatalaksana dini memberikan prognosis baik pada pasien. Ketika
mengobati ibu dengan HG, pencegahan serta koreksi defisiensi nutrisi adalah
prioritas utama agar ibu dan bayi tetap dalam keadaan sehat. Perubahan pola makan
18

dan gaya hidup umumnya cukup untuk mengatasi gejala awal HG dan meningkatkan
kualitas hidup. Indikasi pasien dapat dirawat inap adalah mual muntah berlebih
disertai gangguan elektrolit dan cairan. Pada rawat inap, penderita sebaiknya
disendirikan (isolasi) dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara
baik.
b. Resusitasi cairan
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi
yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan
hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.
Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam
dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan
adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal,
osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam
basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat
berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan
ada tidaknya asidosis. Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat,
dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter
sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena apabila
terjadi kekurangan protein. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang
dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan
bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut
keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat
dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah
dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-
gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik.
b. Medikamentosa
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat
untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan
diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin
antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
seperti pyridoxine ( vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi
19

keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalahdoxylamine dan
dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung
kerja histamin pada reseptor H dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem
vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah. Selama terjadi mual dan muntah,
reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat motilitas lambung. Oleh
karena itu diberikan obat dopamine antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan
antara lain prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin
dan promethazine bekerja pada reseptor D untuk menimbulkan efek antiemetik.
Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini
menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus
bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna. Pemberian serotonin
antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini
bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang
dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron biasanya diberikan pada pasien
hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain.
Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan
pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir
dengan cacat bawaan.
c. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana
pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus
digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric
tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat
mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi
infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran
porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi. Bila penderita sudah dapat makan
peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah makanan dalam porsi kecil namun
sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi
besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga
menimbulkan rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan
basal kalori sehari- hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.
d. Isolasi
20

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran
udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk
keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak
diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-
gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
e. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala
yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan.
21

BAB III
PEMBAHASAN

1. Bagaimana penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum pada pasien ini?


Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum atas dasar yang
pertama adalah pasien wanita hamil dengan usia kehamilan 16-17 minggu. Yang
kedua, pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan muntah yang berat, dimana
keluhan tersebut sangat menggangu aktivitas sehari - hari. Pasien juga sudah pernah
mengalami keluhan yang sama pada kehamilan ini dan di rawat di RS. Ada beberapa
variasi dalam literatur mengenai definisi yang tepat dari hiperemesis gravidarum. Hal
ini sering didefinisikan sebagai mual dan muntah berat selama kehamilan cukup parah
dan memerlukan rawat inap. Selain itu, kondisi muncul selama trimester pertama dan
tidak berhubungan dengan kondisi medis lainnya, seperti kolestasis, hepatitis,
preeklampsia, sindrom virus, atau influenza. Definisi paling umum yang dapat
diterima adalah bahwa hiperemesis gravidarum adalah bentuk mual dan muntah yang
parah dengan penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat badan sebelum hamil,
dehidrasi, asidosis karena kelaparan, alkalosis karena kehilangan asam klorida,
hipokalemia, ketosis, acetonuria, dan ptyalism (air liur berlebihan). Dalam
kebanyakan kasus, onset gejala adalah antara 4 dan 10 minggu kehamilan dan gejala
biasanya mereda pada 20 minggu kehamilan.
Pada pemeriksaan fisik penderita, ditemukan mata cekung, adanya
peningkatan frekwensi denyut nadi, lidah terasa kering, BAK yang sedikit dengan
frekwensi yang berkurang dan turgor yang menurun pada penderita. Muntah-muntah
pada hiperemesis gravidarum menimbulkan komplikasi dehidrasi karena kekurangan
cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah sehingga cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum
tingkat II, karena penderita tampak lemah, mata cowong, akral dingin, dan muntah.
Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif. Hal ini dapat terjadi karena cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak
yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang pada pemeriksaan urin ditemukan
adanya keton positif (+3). Pada penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat
dehidrasi sedang, karena dalam pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada
22

pemeriksaan fisik didapatkan frekwensi nadi cepat (110x/menit), pernafasan agak


cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak berkurang dan BAK sedikit.

2. Apa yang menjadi faktor predisposisi pada pasien ini, sehingga berulang kali
masuk ke RS dengan keluhan yang sama?

Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga pasien. Jarak kehamilan ini dengan
kehamilan kedua yaitu 1 tahun. Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien merasa
tidak siap menghadapi kehamilan ini. Selain karena jarak kehamilan yang cukup
dekat, kondisi sosial ekonomi juga menjadi permasalahan pada kasus ini. Pasien
terlebih dahulu merasa khawatir dan takut dalam memikirkan masalah ekonomi
keluarga dengan bertambahnya jumlah anak yang dimiliki. Pasien merasa takut tidak
bisa memberikan nutrisi yang cukup untuk anak yang saat ini dikandungnya.
Beberapa etiologi dan factor predisposisi hiperemesis gravidarum ini antara
lain primigravida, faktor psikologis, umur muda, < 16 minggu, riwayat hiperemesis
gravidarum pada kehamilan sebelumnya dan terdapat hubungan dengan penyakit
keluarga. Masalah psikologis seperti keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan,
rasa takut terhadap kahamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab dan
sebagainya perlu diperhatikan sebagai salah satu faktor predisposisi penting. Untuk
mengetahui adanya faktor risiko lain seperti adanya penyakit mola hidatidosa,
diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG belum dapat dipastikan
dan ini membutuhkan pemeriksaan lanjutan.

3. Bagaimana evaluasi dan penanganan hiperemesis pada pasien ini?


Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi rehidrasi
dan koreksi elektrolit, terapi nutrisi, terapi dengan obat-obatan, dan psikoterapi.
Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan rehidrasi,
yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien ini cairan parenteral yang
diberikan yaitu cairan infuse kristaloid Asering berseling D5% dengan perbandingan
1 :1 kecepatan 30 tpm. Defisit cairan ini dikoreksi dalam 2 jam pertama. Umumnya
kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik, misalnya Ringer Laktat,
ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus berhati-hati agar
jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat menyebabkan
delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat ditambahkan
23

ion kalium. Cairan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan pasien ini adalah
kristaloid yaitu Ringer Laktat. Digunakannya RL dengan pertimbangan bahwa pada
pasien terjadi penurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisit
cairan intraseluler dan interstisial. Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat
parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang
dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf
pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam. Selain kebutuhan cairan,
kebutuhan kalori pasien juga perlu diperhatikan. Penggunaan dektrosa diperlukan,
karena pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak
sempurna yang ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu
cairan ini bersifat isotonic hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler
menuju intraseluler sehingga dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien. Pasien
dapat dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk mengistirahatkan
saluran cerna pasien. Pemberian makanan akan merangsang saluran cerna untuk
mengeluaran asam lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna sehingga muntah
bertambah berat. Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24 jam pertama hanya
didapat dari cairan infus yang masuk. Setelah 24 jam coba diberikan makanan sesuai
dengan diet hyperemesis. Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain
Ondancentron 3 x 1 amp IV dan Neurobion 3 x I amp IV. Pengobatan sebaiknya
diberikan setelah periode klasik teratogenik terlampaui, dari 31-71 hari setelah hari
pertama haid terakhir atau pada usia kehamilan 5-10 minggu. Pada periode tersebut
terjadi proses organogenesis sehingga bahan kimia dapat mempengaruhi proses
perkembangan organ mencapai puncak tercepat. Tetapi pada pasien ini diberikan obat
anti emetic (ondancentron) dengan pertimbangan bahwa ondancentron lebih aman
(efek teratogenik tidak ada) dibandingkan obat antiemetik lainnya. Metokloperamid
mempertinggi ambang rangsang muntah di Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) dan
obat ini menurunkan kepekaan saraf viseral yang menghantarkan impuls aferen dari
saluran cerna ke pusat muntah. Neurobion (mengandung vitamin B1, B6, B12)
diberikan secara drip IV. Suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi
dan mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang
merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam
amino. Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya
dapat disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat sementara
dari aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik
24

yang mungkin sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini dilakukan monitoring
keluhan, tanda vital, berat badan, produksi urine dan keton urin. Keluhan penderita
perlu diperhatikan untuk mencari apakah masih terdapat keluhan mual maupun
muntah pada penderita. Tanda vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan tekanan
darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda-
tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari untuk melihat apakah
ada penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh penderita. Produksi
urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi dehidrasi pada
penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah masih terjadi metabolisme
yang tidak sempurna pada penderita ini. Pasien dirawat selama 3 hari, selama dua hari
terakhir keluhan berkurang dan saat hari terakhir perawatan keluhan sudah tidak
dirasakan lagi, ketonuri (-), makan minum baik dan keadaan umum ibu baik.

4. Bagaimana prognosis dan edukasi pada pasien dengan hiperemesis gravidarum?


Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hal ini dapat disimpulkan dari keadaan
umum pasien selama perawatan di rumah sakit semakin membaik. Keluhan mual dan
muntah sudah berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Makan minum baik. Pasien
sudah mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi sendiri. Dari
pemeriksaan fisik, tidak didapatkan mata cowong dan akral dingin. Kemudian dari
hasil pemeriksaan laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuri negatif.

Edukasi yang dapat diberikan pada pasien ini (hyperemesis gravidarum) yaitu
disarankan agar istirahat yang cukup, hindari pencetus untuk terjadinya mual dan
muntah seperti makanan yang memiliki aroma yang khas dan merangsang. Melakukan
senam Ibu hamil yang telah dijadwalkan oleh puskesmas. Dapat pula dengan terapi
psikologis seperti memberikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang
wajar, normal dan fisiologis jadi tidak perlu takut dan khawatir. Cari dan coba
hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosioekonomi dan pekerjaan serta
lingkungan. Menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam
jumlah kecil tapi sering, Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun
dari tempat tidur, terlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan air the,
Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan, Menghindari
kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting, dianjurkan makanan yang
mengandung gula.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Buhling, K. David, M. Nausea and Hyperemesis Gravidarum. 2017;3(4) 36-48


2. Verberg,M. Hyperemesis Gravidarum Literature Review. Human Reproduction
Update. 2005. 11(5). 527-539
3. Jueckstock J, Kaestner R, Mylonas I. Managing hyperemesis gravidarum: a
multimodal challenge. BMC Med 2010;8:46.
4. MacGibbon. Mortality Secondary to Hyperemesis Gravidarum : a case report.
Womens healt&Gynecology.2015. 1(2).2-7
5. The management of Nausea and Vomiting of Preganancy and Hyperemesis
Gravidarum. Royal College of Obstetricians&Gynaecologist.

Anda mungkin juga menyukai