Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT NEUROBLASTOMA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi

Neuroblastoma adalah tumor embrional dari system saraf otonom yang


mana sel tidak berkembang sempurna. Neuroblastoma umumnya terjadi bayi usia
rata-rata 17 bulan. Tumor ini berkembang dalam jaringan sistem saraf simpatik,
biasanya dalam medula adrenal atau ganglia paraspinal, sehingga menyebabkan
adanya sebagai lesi massa di leher, dada, perut, atau panggul. Insiden
neuroblastoma adalah 10,2 kasus per juta anak di bawah 15 tahun. Yang paling
umum kanker didiagnosis ketika tahun pertama kehidupan (Jhon, 2010).

Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel


crest neuralis yang merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf
simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di tempat terdapatnya jaringan saraf
simpatis. Tempat tumor primer yang umum adalah abdomen, kelenjar adrenal atau
ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati
dan seringkali bergeseran dengan jaringan atau organ yang berdekatan (Willie,
2008).

B. Etiologi

Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada


laporan yang menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-
anak) berkaitan dengan orang tua atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat
kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll. (Willie , 2008).

Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80%


kasus, meliputi penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali
kromosom 17, dan ampifilatik genomik dari oncogen N-Myc, suatu indikator
prognosis buruk (Nelson, 2000).
C. Patofisiologi

Neuroblastoma seringkali mulai pada jaringan syaraf dari kelenjar-kelenjar


adrenal. Ada dua kelenjar adrenal, satu diujung atas dari setiap ginjal dibelakang
dari perut bagian atas. Kelenjar-kelenjar adrenal menghasilkan hormon-hormon
penting yang membantu mengontrol denyut jantung, tekanan darah, gula darah, dan
cara tubuh bereaksi pada stres. Neuroblastoma mungkin juga mulai di dada, pada
jaringan syaraf dekat tulang belakang di leher, atau di sumsum tulang belakang
(spinal cord). Prognosis tergantung kepada usia anak, ukuran tumor dan luasnya
penyebaran tumor.

Neuroblastoma hematogen, terutama ke hati sum-sum tulang, skelet, dan


durameter intra cranial dapat menimbulkan tanda-tanda TIK. Secara histologis
neuroblasma terdiri dari sel bulat kecil dengan granula yang banyak dengan area
klasifikasi dengan nekrosis dengan pendarahan yang luas. Neuroblasma merupakan
tumor dengan vascularisasi banyak berwarna ungu biasanya sulit dan dapat kistic.
Tumor mudah pecah karena kapsulnya rapuh sehingga dapat menimbulkan
pendarahan selama operasi (Nelson, 2000).

D. Manifestasi Klinis

Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu:

1. Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal,


paraspinal.
a. Massa abdomen tidak teratur,tidak nyeri tekan, keras, yang melintasi garis
tengah.
b. Perubahan fungsi usus dan kandung kemih
c. Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah
d. Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah
e. Defisit sensoris
f. Hilangnya kendali sfingter
2. Gejala-gejala yang berhubunngan dengan masa leher atau toraks.
a. Limfadenopati servikal dan suprakavikular
b. Kongesti dan edema pada wajah
c. Disfungsi pernafasan
d. Sakit kepala
e. Proptosis orbital ekimotik
f. Miosis

Sedangkan menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma


berbeda tergantung dari lokasi metastasenya:

1. Neuroblastoma retroperitoneal

Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen,


pemeriksaan menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular,
tidak bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah. Pasien stadium
lanjut sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema dinding
abdomen.

2. Neurobalstoma mediastinal

Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar dapat menekan dan timbul
batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan terjadi pada
radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.

3. Neuroblastoma leher

Mudah ditemukan, namun mudah disalah diagnosis sebagai limfadenitis atau


limfoma maligna. Sering karena menekan ganglion servikotorakal hingga timbul
syndrome paralisis saraf simpatis leher(Syndrom horner), timbiul miosis unilateral,
blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.

4. Neuroblastoma pelvis

Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya


sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.

5. Neuroblastoma berbentuk barbell

Gejala klinisnya berupa tulang belakang kaku tegak, kelainan sensibilitas, nyeri.
Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan paralisis.
E. Klasifikasi

Menurut Willie (2008), Klasifikasi stadium neuroblastoma sesuai INSS yaitu :

1. Stadium I

Tumor terbatas pada organ primer, secara makroskopik reseksi utuh, dengan
atau tanpa residif mikroskopik. Kelenjar limfe regional ipsilateral negative.

2. Stadium IIA

Operasi tumor terbatas tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional
ipsilateral negative.

3. Stadium IIB

Operasi tumor terbatas dapat ataupun tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe
regional ipsilateral positif.

4. Stadium III

Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi melewati garis tengah, dengan atau tanpa
kelenjar limfe regional ipsi atau tanpa kelenjar limfe regional ipsilateral positif.

5. Stadium IV :

Tumor primer menyebar hingga kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum tulang,
hati, kulit atau organ lainnya.

6. Stadium IVS

Usia <1 tahun, tumor metastasis ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi tanpa
metastasis tulang.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita


(2006), antara lain :

1. Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis


menggeser ginjal, tetapi biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada
urogram intravena atau pemeriksaan ultrasonografi.
2. Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi
diagnosis pada 90% kasus dan juga merupakan indicator rekuensi yang
sensitive. Kadang-kadang timbul metastasis tulang.
3. CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan
abdomen.
4. Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase
tumor.
5. Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.
6. Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).

G. Penatalaksanaan
Menurut Cecily (2002), International Staging System untuk neuroblastoma
menetapkan definisi standar untuk diagnosis, pertahapan, dan pengobatan serta
mengelompokkkan pasien berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah,
ditambah keadaan sumsum tulang. Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi
multiagens secara simultan atau bergantian.

1. Siklofosfamid – menghambat replikasi DNA.


2. Doksorubisin – mengganggu sintesis asam nukleat dan memblokir
transkripsi DNA.
3. VP-16 – menghentikan metaphase dan menghambat sintesis protein dan
asam nukleat.

Jenis terapi yang diberikan yaitu :

1. Neuroblastoma berisiko rendah

Perawatan untuk pasien neuroblastoma beresiko rendah meliputi:

a. Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang diawasi


dengan ketat).
b. Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang
dikeluarkan atau jika gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan
operasi.
c. Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-
persoalan serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.
d. Kemoterapi dosis rendah.
2. Neuroblastoma beresiko sedang
Perawatan untuk pasien neuroblastoma berisiko sedang mungkin meliputi :
a. Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi.
b. Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-
persoalan yang serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.
3. Neuroblastoma beresiko tinggi
a. Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan
sebanyak mungkin tumor.
b. Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagian-bagian
lain tubuh dengan kanker.
c. Transplantasi sel induk (Stem cell transplant).
d. Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.
e. Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi.
f. Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum
stem cell transplant.

H. Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif
dini ke berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara
hematogen ke sum-sum tulang, tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis
tulang umumnya ke tulang cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering
menimbulkan nyeri ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-
sum tulang menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008)

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat
ini. Pengkajian harus di lakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual klien (Asmadi, 2008).
Menurut Suryadi (2010) pengkajian pada asuhan keperawatan meliputi :
1. Biodata
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji perjalanan terjadinya suatu keluhan utama
4. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah menderita penyakit yang ini sebelumnya
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan pasien.
6. Genogram
7. Riwayat kesehatan lingkungan
8. Fokus pengkajian :
a. Aktivitas / istirahat
b. Sirkulasi
c. Eliminasi
d. Makanan dan cairan
e. Nyeri / kenyamanan

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien,
baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi
data hasil pengkajian (Asmadi, 2008).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan pasien pertusi s
yang kalimatnya telah di sesuaikan dengan diagnosa NANDA (Herdman, 2012)
adalah :
3.3 Diagnosa

Hipertermi berhubungan dengan leukositopenia karena metastase ke sum-sum


tulang

Pk Anemia berhubungan dengan metastase ke sum-sum tulang


Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

Gangguan persepsi sensori (auditori) berhubungan dengan penekanan pusat


pendengaran

3.4 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

1. Hipertermi Tujuan: pasien akan Mandiri:


Berhubungan menunjukkan
Kompres dengan air Paracetamol untuk
dengan termoregulasi
biasa menurunkan panas dan inj
leukositopenia
KH: Suhu tubuh ampisilin membantu
karena
kembali normal mencegah terjadinya infeksi
metastase
0 sebagai akibat dari
ke sum-sum Suhu : 37 C
menurunya jmlah leukosit
tulang Nadi : 140 denyut per dalam darah
menit

Tekanan darah :
90/60 mmHg
Peningkatan suhu tubuh 1 C
d. RR : 40 kali per
setara dengan kebutuhan
menit
Kolaborasi: pemberian penambahan cairan
paracetamol 100mg dan sebanyak 12% cairan basal
injeksi ampicilin tubuh, diperlukan air yang
subaktan 4x225 mg cukup unuk mengembalikan
kehilangan 12% cairan
tersebut

Untuk mengontrol kemajuan


pasien dan menjadi evaluasi
HE: untuk tindakan pengobatan
dan keperawatan lanjut
Anjurkan pasien untuk Untuk mencegah dan
minum sedikit-sedikit mengenali secara dini
tapi sering hipertermia

Pantau tekanan darah,


nadi, pernafasan dalam
batas normal

Ajarkan
pasien/keluarga dalam
mengukur suhu

Untuk menurunkan
panas, air biasa mampu
menetralkan suhu tubuh
yang meningkat
terutama laksanakan
pengompresan pad
area-area dengan arteri
besar spt arteri di axilla
2. Pk Anemia Tujuan: anemia Kolaborasi:
berhubungan berkujrang darfi pemberian PRC
dengan keadaan sebelumnya 2x100cc
metastase ke
KH:
sum-sum Agar bisa mencegah jatuh
tulang Hb 11-16 g/dL Mandiri:
secara mandiri oleh anggota
Eritrosit 4juta/mm3 Identifikasi faktor keluarga
lingkungan yang
memungkinkan resiko
jatuh

HE: Dengan pemantauan sel


darah merah berkala, dapat
Berikan informasi yang
membantu mencegah
berhubungan dengan
terjadinya nekrosis jaringan
strategi untuk
perifer
mencegah cedera

Pantau jumlah sel darah


merah tetap dalam batas
normal secara berkala

Untuk menambah sel


darah merah sehingga
tidak terjadi kematian
sel maupun jaringan

Untuk meminimalkan
terjadinya jatuh dan
dapat melukai pasien

3. Nutrisi kurang Tujuan: Pasien Mandiri


dari menunjukkan nutrisi
1. pemberian makanan yang
kebutuhan yang adekuat
disukai diharapkan akan
berhubungan
dengan KH: Berikan makanan yang meningkatkan nafsu makan
anoreksia disukai kecuali ada pasien
A: BB meningkat
kontra indikasi
2. Menghindari kebosanan
B: Albumin: 3,5-
Berikan makanan yang
5,5/dL
bervariasi
Hb: 11-16 g/dL 3. Untuk mengetahui
Ukur BB pasien 2 hari
perubahan BB dan menjadi
C: malaise berkurang 1x
data evaluasi dalam
D: porsi makan habis pengobatan maupun

mempertahankan perawatan lebih lanjut

massa tubuh dan BB 4. Mengetahui kadar


dalam batas normal albumin dalam darah

nilai lab normal sebagai evaluasi apakah

Pantau nilailab: program intervensi yang


Albumin dalam rentang dilaksanakan sudah tepat
normal 5. Mengetahui kebutuhan
nutrisi pasien dengan tepat
dan benar

Kolaborasi

Menentukan makanan
bersama ahli gizi 6. Dengan memberikan
anjuran yang baik diharap
HE
pasien mampu bekerjasama
Anjurkan klien untuk dalam proses
berpartisipasi penyembuhannya
dalammenghabiskan
porsi makan

4. Gangguan Tujuan: Mandiri:


persepsi
sensori Setelah diberikan berikan lingkungan membantu untuk
(auditori) tindakan yang tenang dan tidak menghindari masukan
berubungan keperawatan kacau sensori yang berlebihan
dengan diharapkan dengan mengutamakan
penekanan ketajaman kualitas tenang
pusat pendengaran pasien
telinga yang bersih dapat
pendengaran meningkat bersihkan bagian membantu dalam proses
KH: telinga yang kotor pendengaran yang lebih baik

Pasien akan mengetahui tingkat


berinteraksi secara ketajaman pendengaran
sesuai dengan orang pasien dan untuk evaluasi
observasi ketajaman
lain dan lingkungan dan menentukan intervensi
pendengaran, catat
selanjutnya
apakah kedua telinga
terlibat diharapkan dengan
pemasangan alat bantu
dengar pasien dapat
kolaborasi: mendengar dengan lebih
baik
pemasangan alat bantu
pendengaran

Bahasa isyarat dapat


menjadi pilihan pengajaran
bahasa bagi klien anak yang
HE:
sudah tidak mampu
Ajarkan pasien bahasa mendengar, juga membantu
isyarat sebagai bahasa anak mendpatkan kualitas
pengganti hidup yang lebih baik

mematuhi program terapi


akan mempercepat proses
penyembuhan
anjurkan pasien dan
keluarganya untuk
mematuhi program
terapi yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.

De Jong,Wim. 2005. Kanker, Apakah itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan


Dukungan Keluarga. Jakarta: ARCAN.

Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.

Maris, Jhon. 2010. Recent Advances in Neuroblastoma. Disitasi


dari http://www.nejm.org/ pada 5 November 2010.

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Jilid 3. Jakarta: EGC.

Suriadi & Yulianni,Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV.
SAGUNG SETO.

Thomas,R. 1994. Atlas bantu Pedriatri. Jakarta: Hipokrates.

Wilkinson,Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai