TENTANG
UJI ASUMSI KLASIK AUTOKORELASI
Dosen Pengampu:
Ayulia Fardila Sari Z.A, SKM, M.PH
Kelompok
i
DAFTAR ISI
2.2 Uji Otokorelasi dengan Metode Durbin Watson (Durbin Watson Test) ........... 6
2.3 Uji Otokorelasi dengan Metode Lagrange Multiple (LM Test) ....................... 11
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan Uji Asumsi
Klasik Analisis AutoKorelasi Dalam Pelayanan Kesehatan untuk dapat
mengaplikasikannya dilapangan.
Tujuan Khusu
1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Uji Asumsi Klasik Analisis AutoKorelasi
2. Untuk mengetahui Metode Uji Asumsi Klasik Analisis AutoKorelasi
3. Untuk mengetahui Konsekuensi dan Cara Mengatasi Pelanggaran Otokolerasi
3
4
1.4 Manfaat
Bagi Penulis
Untuk memperoleh pengetahuan dalam menerapkan teori yang sudah didapat
diperkuliahan untuk dapat diterapkan dilapangan
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dapat menjadi acuan dalam proses pembelajaran selanjutnya dalam tema
yang sama. Serta memperkaya ilmu pengetahuan terutama dibidang kesehatan
masyarakat
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Contohnya dalah data GNP. Data GNP biasanya tersedia dalam bentuk tahunan,
sehingga apabila seorang peneliti ingin mendapatkan data GNP kuartalan,
peneliti tersebut harus melakukan interpolasi data. Adanya interpolasi atau
manipulasi data ini jelas akan menimbulkan suatu pola fluktuasi yang
tersembunyi yang mengakibatkan munculnya pola sistematis dalam unsur
pengganggu dan akhirnya akan menimbulkan masalah otokorelasi.
5. Adnya kelambanan waktu (time lags)
Dalam regresi menggunakan data time series, pengeluaran konsumsi atas
pendapatan merupakan hal yang lazim untuk mendapatkan bahwa pola
pengeluaran konsumsi untuk periode sekarang antara lain ditentukan
pengeluaran konsumsi pada periode sebelumnya, dimana model seperti ini
dalam ekonometrika dikenal dengan istilah regresi model oto regresif.
Konsumsi (t)=f[pendapatan (t), Konsumsi(t-1)]
Dasar pemikiran di atas adalah konsumen tidak bisa mengubah pola
konsumsinya seketika, walaupun tingkat pendapatannya meningkat. Hal ini
terjadi karena adanya pengaruh psikologis, teknis dan kelembagaan. Jika unsur
lag diabaikan dari model di atas, maka ui yang dihasilkan akan mencerminkan
pola sistematis sebagai akibat pengaruh konsumsi pada periode sebelumnya atas
konsumsi sekarang.
Menurut Gujarati (1995), ada beberapa cara untuk mendeteksi ada- tidaknya
masalah otokorelasi, yaitu menggunakan metode analisis grafik, metode Durbin
Waston, Metode Van hewmann dan metode Runtest, sebagai salah satu uji statistik
non parametrik.
2.2 Uji Otokorelasi dengan Metode Durbin Watson (Durbin Watson Test)
Uji Durbin watson (Uji D-W) merupakan uji yang sangat populer untuk
menguji ada tidaknya masalah otokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Uji ini
pertama kali diperkenalkan oleh J. Durbin dan GS. Watson tahun 1951. Pada
penerapan uji ini terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Model regresi yang dilakukan haru smenggunakan konstanta
2. Variabel bebas adalah non stokastik, atau relatif tetap untuk sampel yang
berulang
3. Kesalahan pengganggu atau residual diperoleh dengan otoregresif order pertama
t=t-1+t
7
4. Model regresi tidak meliputi nilai kelembaman (lag) dari variabel tak bebas
sebagai variabel penjelas
5. Dalam melakukan regresi, tidak boleh ada data atau observasi yang hilang
Rumus yang digunakan untuk uji Durbin Watson adalah:
∑(𝑒 − 𝑒𝑡−1 )2
DW =
∑ 𝑒𝑡 2
Keterangan:
DW = Nilai Durbin Watson Test
e = Nilai residual
et-1 = Nilai residual satu periode sebelumnya
Uji otokorelasi dengan metode Durbin Watson dilakukan dengan
menggunakan langkah sebagai berikut:
1. Membuat persamaan regresi
2. Hitung nilai prediksinya (Ŷ)
3. Hitung nilai residualnya (Y-Ŷ) atau e
4. Kuadratkan nilai residualnya (Y-Ŷ)2 atau e2
5. Lag-kan satu nilai residualnya (Y-Ŷ)t-1 atau et-1
6. Kurangkan nilai residual dengan nilai residual yang telah di Lag-kan satu e-et-1
7. Kuadratkan nilai residual yang telah dikurangi dengan nilai residualnya yang
telah di Lag-kan satu (e-et-1)2
8. Masukkan hasil perhitungan di atas ke dalam rumus Durbin Watson seperti di
atas
9. Menarik kesimpulan uji otokorelasi dengan kriteria sebagai berikut
Keterangan:
Y = 9,795 + 0,325 X1 + 0,204 X2 + e
Ŷ = 9,795 + 0,325 (50) + 0,204 (55) = 37,283
e = Y-Ŷ = 29 - 37,283 = -8,283
e2 = -8,283 x -8,283 = 68,608
et-1 = e mundur 1 periode
e- et-1 = 0,791 – (-8,283) = 82,333
∑(𝑒 − 𝑒𝑡−1 )2 708,377
DW = 2
= = 1,999
∑ 𝑒𝑡 354,385
Pengujian gejala otokorelasi dengan uji Durbin Watson menggunkan SPSS
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Buka file Uji Otokorelasi
2. Klik Analize, Regresion, Linear
9
Kesimpulannya, apabila kita lihat tabel Durbin Watson dengan n = 25, K = 2, maka
akan diperoleh nilai dL = 1,206 dan dU = 1,550, sehingga nilai 4 – dU sebesar 4 –
1,550 = 2,450 sedangkan nilai 4-dL sebesar 4 – 1,206 = 2,794.
11
Karena nilai Durbin Watson (1,983) terletak antara dU dengan 4 – dU, maka dapat
disimpulkan bahwa model persamaan regresi tersebut tidak mengandung masalah
otokorelasi.
2.3 Uji Otokorelasi dengan Metode Lagrange Multiple (LM Test)
Uji Lagrange Multiple (LM Test) dapat digunakan untuk menguji adanya
masalah otokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga
digunakan pada berbagai tingkat derajat otokorelasi. Oleh karena itu banyak penulis
yang menyatakan bahwa uji LM Test lebih bermanfaat dibanding dengan uji DW.
Hal ini benar bila ukuran sampel yang digunakan cukup besar, di atas 100 observasi,
dan dengan derajat otokorelasi lebih dari satu.
Adapun langkah-langkah dari uji Lagrange Multiple (Uji LM) adalah sebagai
berikut:
1. Membuat persamaan regresi
2. Mencari nilai prediksinya dan diberi nama (Ŷ1)
3. Hitung nilai residual dengan notasi i
4. Lakukan regresi dengan 1 sebagai variabel tergantung dan masukkan 1-1
sebagai variabel bebas, atau
1 = a + b1X1 + b2X2 + 1-1 + e
5. Menghitung nilai X2 hitung dengan rumus X2 = (n-1)*R2
6. Menarik kesimpulan dengan membandingkan X2 dengan X2 tabel dengan df=(,
n-1). Jika nilai X2 hitung > X2 tabel, hal itu menunjukkan adanya masalah
otokorelasi. Sebaliknya, jika X2 hitung ≤ X2 tabel, hal itu menunjukkan tidak
terjadi masalah otokorelasi.
Pengujian gejala otokorelasi dengan Lagrange Multiple (LM Test)
menggunakan program SPSS dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1. Meregresikan variabel bebas terhadapa variabel tergantung dengan langkah
sebagai berikut
a. Buka file Uji Otokorelasi
b. Klik Analize, Regression, Linear
12
d. Klik ok
Tampak bahwa pada data view terjadi penambahan dua kolom sebagai akibat
proses perhitungan (save) dan compute diatas, yaitu sebagai berikut:
14
3. Meregresikan variabel bebas dan Lag(1) residual terhadap nilai residual dengan
langkah sebagai berikut:
a. Klik analize, regression, linear.
b. Masukan variabel RES_1 pada kotak Dependent.
c. Masukkan variabel iklan, personal selling dan lag(1) unstandardized
residual (Ut-1) pada kotak independent(s).
d. Abaikan pilihan yang lain dan biarkan pada posisi default.
e. Klik ok
Output yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
15
d. Klik ok
Tampak bahwa pada data view terjadi penambahan tiga kolom sebagai
akibat proses perhitungan (save) dan compute diatas, yaitu sebagai
berikut:
4. Regresikan ut_1 dan ut_2 terhadap nilai residual (RES_1) dengan langkah
sebagai berikut:
a. Klik analize, regression, linear.
b. Masukan variabel RES_1 pada kotak Dependent.
c. Masukkan ut_1 dan ut_2 pada kotak independent(s)
d. Abaikan pilihan yang lain
19
e. Pada options, non aktifkan include contant in equation lalu klik continue
f. Klik ok
Output yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
20
f. Berilah tanda - (negatif) jika nilai residual terstandarisasi lebih kecil dari
median dan berilah tanda + (positif) jika nilai residual terstandarisasi lebih
kecil dari median
g. Menghitung jumlah Run. Jumlah Run merupakan suatu sequene dari tanda-
tanda yang sama sejenisnya yang dibatasi oleh tanda dari jenis lainnya
(terdapat dua tanda yaitu – dan +). Misalnya untuk tanda sequene (-++),
dianggap 2 Run(-+-), dianggap 3 Run (-++-++), dianggap 4 Run dan
seterusnya.
diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,676 lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis
nihil menyatakan nilai residual menyebar secara acak diterima. Dengan demikian
maka tidak terjadi otokolerasi dalam persamaan regresi tersebut.
Hasil uji otokolerasi antara uji Durbin-Watson, uji Langrange Multiplier
(LM-Test) Breusch-Godfrey (B= G Test) dan Run Test memberikan kesimpulan
yang sama.
9.6 Konsekuensi dan Cara Mengatasi Pelanggaran Otokolerasi
Menurut Gujarati (1995) dalam Aliman(1999) ada beberapa konsekuensi dari
munculnya masalah otokolerasi dalam analisis regresi, yaitu sebagai berikut :
1. Penaksir OLS unbiased dalam sampel yang dilakukan berulang dan konsisten, tetapi
sebagaimana dalam kasus heteroskedastisitas, penaksir OLS tadi tidak lagi efisien
(mempunyai varian minimum), baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar
2. Estimasi varian dari penaksir-penaksir OLS adalah bias dimana hasil perhitungan
varian dan kesalahan baku yang sebenarnya. Akibatnya, nilai t-statistik penaksir OLS
tersebut akan tinggi, padahal bila estimasi model regresi dari penaksir penaksir OLS
bila tidak terjadi atau tidak terdapat masalah otokolerasi, mungkin akan mempunyai
t-statistik yang kecil. Akibatnya, nilai t statistik dan nilai F-statistik tidak dapat
dipercaya, karena hal itu akan menyesatkan. Hal ini akan berakibat :
a. Formulasi untuk menghitung error variance (2= RSS/degree of freedom) akan
bias 2 (penaksir t varian) akan mengestimasi terlalu rendah (underestimate)
b. Nilai R2 yang dihasilkan akan lebih tinggi daripada yang seharusnya sehingga R2
tersebut tidak dapat dipercaya
c. Nilai variance dan kesalahan baku yang akan digunakan untuk peramalan tidak
akan efisien.
Menurut Gujarati (1995), untuk melakukan perbaikan jika terjadi masalah
otokolerasi, dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
1. Dengan membuat persamaan perbedaan yang digenaralisasikan
Metode ini dilakukan jika struktur otokorelasi diketahui. Metode ini pada
prinsipnya dilakukan dengan melakukan transformasi dari persamaan regresi
linear biasa dengan memasukkan unsur dalam model persamaan. Untuk
memperjelas transformasi kami sajikan persamaan berikut :
Persamaan awal : Y1 = o + 1X1 + t
Persamaan setelah transformasi : (Y1 - Yt-1) = o(1- ) + 1(X1- Xt-1) + t
25
Metode ini dilakukan jika struktur otokorelasi tidak diketahui. Metode ini pada
prinsipnya melakukan transformasi dari persamaan regresi linear biasa dengan
26
Berbeda dengan metode pertama, untuk memperoleh nilai Theil dan Nagar (1961)
Dimana :
N = Banyaknya observasi
D = statistik Durbin Watson
K = banyaknya koefisien (termasuk intersep) yang ditaksir.
Untuk menghindari hilangnya observasi yang pertama, karena observasi pertama
tidak memiliki nilai sebelumnya, maka nilai Y dan X observasi pertama
ditransformasikan sebagai berikut :
Y1√1 − 2 dan X1√1 − 2
Untuk memberikan ilustrasi metode ini kami berikan contoh seperti yang disajikan
dalam buku Gujarati (1995), sebagai berikut :
Model awal persamaan regresi :
Ln HWIt = o + 1 In Ut +
Keterangan :
HWI : Indeks ingin bantuan
U : Pengangguran
Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan berikut :
Ln HWIt = 3,1698 – 1,5316 In Ut +
Sb = (0,0487)(0,0719)
T = (65,0883)(21,3018)
R2 = 0,9516 d= 0,9021
27
Dengan jumlah observasi 24, jumlah variabel bebas 1, dan tingkat toleransi = 0,05
maka diperoleh nilai dL= 1,27 dan dU = 1,45. Karena dhitung sebesar 0,9021 lebih
kecil dari dL, maka ada masalah otokorelasi positif.
Karena regresi mengandung masalah otokorelasi maka diperlukan tindakna
perbaikan. Untuk melakukan perbaikan diperlukan taksiran nilai (dengan
mengasumsikan mekanisme otoregresif derajat pertama) dan menggunakannya untuk
mentransformasikan data dengan cara perbedaan yang digenaralisasikan. Dan karena
nilai Durbin Watson hitung tersedia, kita dapat memperoleh nilai taksiran
menggunakan teknik Theil Nagar, sebagai berikut
𝑑
𝑁2 (1 − 2 ) + 𝑘2
=
𝑁2 − 𝑘2
Sehingga
0,9021
242(1− )+22
= 2
= 0, 5598
242−22
Dengan menggunakan taksiran ini kita dapat mentransformasikan data kita sebagai
berikut :
(In HWIt – 0,5598 In HWIt-1) dan (In Ut – 0,5598 In Ut -1)
Yaitu mengurangkan 0,5598 kali ini variabel sebelumnya dari nilai saat ini. Sed
angkan nilai pertama dari HWI dan U ditransformasikan sebagai berikut :
𝑑
𝑁2 (1 − 2 ) + 𝑘2
=
𝑁2 − 𝑘2
√(1 − 0,5598 2) In HWIt dan √(1 − 0,5598 2 In Ut
Setelah semua ini nilai variabel ditransformasikan menjadi HWIt* dan Ut* dan
kemudian dilakukan analisis regresi maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Ln HWIt* = 1,4091 – 1,4604 In Ut*
Sb = (0,0397)(0,1320)
T = (35,4937)(11,0636)
R2 = 0,8466 d = 1,7438
Dengan jumlah observasi 24, jumlah variabel bebas 1 dan tingkat toleransi
= 0,05 maka diperoleh nilai dL = 1,27 dan dU = 1,45. Karena nilai d hitung sebesar
1,7438, maka tidak ada masalah otokorelasi.
28
Unsur intercept dalam persamaan tersebut adalah suatu taksiran dari 0 (1-). Oleh
karena itu suatu taksiran dari 0 dapat diperoleh sebagai (1-0,5590) = 1,4091 ;
yaitu = 3,2010
BAB 3 : PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Uji otokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara
anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time-series) atau
ruang (cross section).ada beberapa penyebab munculnya masalah otokorelasi dalam
analisis regresi, yang dapat mengganggangu hasil dari analisis regresi.
Menurut Ghozali (2009) untuk menguji apakah hasil estimasi model regresi
mengandung korelasi atau tidak, maka dilakukanlah Uji Durbin Watson. Metode lain
yang dapat digunakan untuk melakukan analisis autokerelasi adalah Uji Lagrange
Multiple (LM Test) digunakan untuk menguji adanya masalah otokorelasi tidak
hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada berbagai tingkat
derajat otokorelasi., Uji breusch-godfrey (B-Gtest), digunakan untuk menguji adanya
masalah otokorelasi dengan tingkat tinggi. Uji Otokorelasi Dengan Metode Run
Test, digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.
3.2 SARAN
Dengan mempelajari ekonometri pelayanan kesehatan diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan pengertian Uji Asumsi Klasik otokorelasi, berbagai metoda
yang digunkan dan aplikasinya dalam SPSS serta menggunakan secara efektif dan
efisien saat berada dalam lingkungan kerja.
29
DAFTAR PUSTAKA