Anda di halaman 1dari 38

UJI ASUMSI KLASIK OTOKORELASI

KELOMPOK 5 JALUR B

SILVIA HAYATI
OLIVIA
HUMAIRA
SEPVI ATUNINGTYAS
ABIDIN PIUS TAPONDHADHAI
SUPARNO
1. Konsep Dasar Uji Otokorelasi

Uji otokorelasi bertujuan untuk mengetahui


apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data
observasi yang diuraikan menurut waktu (time-series)
atau ruang (cross section).
Beberapa penyebab munculnya masalah
otokorelasi dalam analisis regresi adalah:

1. Adanya kelembamam (inertia)


2. Bias spesifikasi model kasus variabel yang tidak
dimasukkan
3. Adanya fenomena laba-laba (cobweb phenomenon)
4. Manipulasi data (manipulation of data)
5. Adanya kelambanan waktu (time lags)
2. Uji Otokorelasi dengan Metode Durbin Watson
(Durbin Watson Test)

Uji Durbin watson (Uji D-W) merupakan uji yang


sangat populer untuk menguji ada tidaknya masalah
otokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Uji ini
pertama kali diperkenalkan oleh J. Durbin dan GS.
Watson tahun 1951.
Pada penerapan uji ini terdapat beberapa asumsi penting yang
harus dipenuhi, yaitu:
• Model regresi yang dilakukan haru smenggunakan
konstanta
• Variabel bebas adalah non stokastik, atau relatif tetap
untuk sampel yang berulang
• Kesalahan pengganggu atau residual diperoleh dengan
otoregresif order pertama
• t=t-1+t
• Model regresi tidak meliputi nilai kelembaman (lag) dari
variabel tak bebas sebagai variabel penjelas
• Dalam melakukan regresi, tidak boleh ada data atau
observasi yang hilang
• Rumus yang digunakan untuk uji Durbin
Watson adalah:

Keterangan:
DW = Nilai Durbin Watson Test
e = Nilai residual
et-1 = Nilai residual satu periode sebelumnya
Uji otokorelasi dengan metode Durbin Watson
dilakukan dengan menggunakan langkah sebagai
berikut:

• Membuat persamaan regresi


• Hitung nilai prediksinya (Ŷ)
• Hitung nilai residualnya (Y-Ŷ) atau e
• Kuadratkan nilai residualnya (Y-Ŷ)2 atau e2
• Lag-kan satu nilai residualnya (Y-Ŷ)t-1 atau et-1
• Kurangkan nilai residual dengan nilai residual yang telah di
Lag-kan satu e-et-1
• Kuadratkan nilai residual yang telah dikurangi dengan nilai
residualnya yang telah di Lag-kan satu (e-et-1)2
• Masukkan hasil perhitungan di atas ke dalam rumus Durbin
Watson seperti di atas
• Menarik kesimpulan uji otokorelasi dengan kriteria sebagai
berikut
Pengujian gejala otokorelasi dengan uji Durbin
Watson menggunkan SPSS dilakukan dengan langkah
sebagai berikut:
• Buka file Uji Otokorelasi
• Klik Analize, Regresion, Linear
• Masukkan variabel Volume Penjualan pada kotak
Dependent
• Masukkan variabel Iklan dan Personal Selling pada
kotak Independent(s)
• Klik Statistics, klik Durbin Watson, klik Continue
• Abaikan pilihan yang lain, klik OK
Output yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Analisis Model Summary:
Pada output model summary terdapat nilai Durbin
Watson sebesar 1,983. Pengambilan keputusan
pada asumsi ini memerlukan dua nilai bantu yang
diperoleh dari tabel Durbin Watson, yaitu dL dan
dU, dengan K = jumlah variabel bebas dan n =
ukuran sampel. Jika nilai Durbin Watson berada di
antara nilai dU hingga (4 – dU) berarti asumsi tidak
terjadi otokorelasi terpenuhi.
Kesimpulannya, apabila kita lihat tabel Durbin
Watson dengan n = 25, K = 2, maka akan diperoleh
nilai dL = 1,206 dan dU = 1,550, sehingga nilai 4 –
dU sebesar 4 – 1,550 = 2,450 sedangkan nilai 4-dL
sebesar 4 – 1,206 = 2,794.
Karena nilai Durbin Watson (1,983) terletak antara
dU dengan 4 – dU, maka dapat disimpulkan bahwa
model persamaan regresi tersebut tidak
mengandung masalah otokorelasi.
3. Uji Otokorelasi dengan Metode Lagrange
Multiple (LM Test)
Uji Lagrange Multiple (LM Test) dapat digunakan
untuk menguji adanya masalah otokorelasi tidak
hanya pada derajat pertama (first order) tetapi
juga digunakan pada berbagai tingkat derajat
otokorelasi.
Adapun langkah-langkah dari uji Lagrange Multiple (Uji
LM) adalah sebagai berikut:
• Membuat persamaan regresi
• Mencari nilai prediksinya dan diberi nama (Ŷ1)
• Hitung nilai residual dengan notasi i
• Lakukan regresi dengan 1 sebagai variabel tergantung
dan masukkan 1-1 sebagai variabel bebas, atau
• 1 = a + b1X1 + b2X2 + 1-1 + e
• Menghitung nilai X2 hitung dengan rumus X2 = (n-1)*R2
• Menarik kesimpulan dengan membandingkan X2
dengan X2 tabel dengan df=(, n-1).
Pengujian gejala otokorelasi dengan Lagrange
Multiple (LM Test) menggunakan program SPSS
1. Regresikan variabel bebas terhadapa variabel tergantung
dengan langkah :
• Buka file Uji Otokorelasi
• Klik Analize, Regression, Linear
• Masukkan variabel Volume Penjualan pada kotak Dependent
• Masukkan variabel Iklan dan Personal Selling pada kotak
Independent(s)
• klik save pada kotak residual, klik unstandardized lalu
continue
• Abaikan pilihan yang lain lalu klik ok
• Kembali ke data editor, sekarang kita sudah memiliki variabel
baru unstandardized residual, yaitu RES_1.
2. Langkah berikutnya adalah mentransformasikan nilai,
residual ke dalam lag(1) dengan langkah :
• Dari menu utama SPSS, pilih transform, computer.
• Pada target variabel, isi dengan Ut_1
• Pada numeric expresion, isi dengan Lag(RES_1)
dengan diketikkan atau melalui functions
Lag(numexpr), pilih unstandardized residual.
• Klik ok
3. Meregresikan variabel bebas dan Lag(1) residual
terhadap nilai residual dengan langkah sebagai
berikut:
•Klik analize, regression, linear.
•Masukan variabel RES_1 pada kotak Dependent.
•Masukkan variabel iklan, personal selling dan lag(1)
unstandardized residual (Ut-1) pada kotak
independent(s).
•Abaikan pilihan yang lain dan biarkan pada posisi
default.
•Klik ok
Output
4. Uji Otokorelasi Dengan Metode
Breusch-Godfrey (B-Gtest
Uji breusch-godfrey (B-Gtest) digunakan untuk
menguji adanya masalah otokorelasi dengan
tingkat tinggi. Uji ini dikembangkan oleh
breusch dan godfrey. Uji ini mengasumsikan
bahwa faktor pengganggu diturunkan dengan
mengikuti path order otoregressive scheme.
Langkah-langkah uji breusch-godfrey (B-Gtest)
(Manual):
• Membuat persamaan regresi
• Hitung nilai residual dengan notasi µi
• Hitung nilai Lag residual dengan notasi µt-1, sampai
dengan µt-p.
• Lakukan regresi dengan µt sebagai variabel tergantung
dan masukkan µt-1 sebagai variabel bebas, atau : µt =
ƿ1µt-1 + ƿ2µt-2 +....+ ƿpµt-p +et
• Menghitung nilai X2 hitung dengan rumus X2 = (n-p)*R2
• Menarik kesimpulan dengan membandingkan X2 hitung
dengan X2 tabel dengan df=(a,p). Jika nilai X2 hitung > X2
tabel menunjukkan adanya masalah otokorelasi.
sebaliknya, jika X2 hitung ≤ X2 tabel menunjukkan tidak
terjadi masalah otokorelasi.
Menguji gejala otokorelasi dengan breusch-godfrey (B-
Gtest) menggunakan program SPSS:
1. Meregresikan variabel terhadap variabel tergantung ,
dengan langkah sebagai berikut:
• Buka file uji otokorelasi
• Klik analize, regression, linear.
• Masukan variabel volume penjualan pada kotak
Dependent.
• Masukkan variabel iklan dan personal selling pada
kotak independent(s).
• Klik save pada kotak residual, klik unstandardized
lalu continue.
• Abaikan pilihan yang lain, langsung klik ok
• Kembali ke data editor, sekarang kita sudah memiliki
variabel baru unstandardized residual, yaitu RES_1.
2. Mentransformasikan nilai residual ke dalam
lag(1) dengan langkah sebagai berikut:
• Dari menu utama SPSS, pilih transform,
computer.
• Pada target variabel, isi dengan Ut_1
• Pada numeric expresion, isi dengan
Lag(RES_1) dengan diketikkan atau melalui
functions Lag(numexpr), pilih
unstandardized residual.
3. Mentransformasikan nilai residual ke dalam
lag(2) dengan langkah sebagai berikut:
• Dari menu utama SPSS, pilih transform,
computer.
• Pada target variabel, isi dengan Ut_2
• Pada numeric expresion, isi dengan
Lag(RES_1,2)
• Klik ok
• Tampak bahwa pada data view terjadi
penambahan tiga kolom sebagai akibat proses
perhitungan (save) dan compute diatas, yaitu
sebagai berikut:
4. Regresikan ut_1 dan ut_2 terhadap nilai residual
(RES_1) dengan langkah sebagai berikut:
• Klik analize, regression, linear.
• Masukan variabel RES_1 pada kotak
Dependent.
• Masukkan ut_1 dan ut_2 pada kotak
independent(s)
• Abaikan pilihan yang lain
• Pada options, non aktifkan include contant in
equation lalu klik continue
• Klik ok
• Output yang dihasilkan adalah sebagai
berikut:
Analisis Model Summary:
• Pada output model summary diatas terlihat
bahwa nilai R2 sebesar 0,031. Nilai R2 ini
digunakan sebagai dasar bentuk menghitung nilai
X2 hitung dengan rumus X2 = (n-p)*R2 jika nilai X2
hitung ≤ X2 tabel menunjukkan tidak terjadi
masalah otokorelasi.
• Kesimpulannya, berdasarkan output diatas
diperoleh nilai R2 sebesar 0,486 dan jumlah
pengamatan sebanyak 25, p=2, maka X2 hitung
sebesar: (23 x 0,031)= 0,713, sedangkan nilai X2
tabel dengan df: (2;0,05) sebesar 5,991.
• Karena nilai X2 hitung (0,713) < X2 tabel (5,991),
maka model persamaan regresi tidak
mengandung masalah otokorelasi.
5. Uji Otokorelasi Dengan Metode
Run Test
Run Test merupakan salah satu analisis non
parametrik yang dapat digunakan untuk
menguji apakah antar residual terdapat
korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak
terdapat korelasi maka dikatakan bahwa nilai
residual adalah acak atau random. Run Test
digunakan untuk melihat apakah data residual
terjadi secara random atau tidak (sistematis).
Langkah untuk melakukan uji otokorelasi dengan Run Test
(Manual):
1. Membuat persamaan regresi
2. Mencari nilai prediksinya (Ŷ)
3. Mencari nilai residualnya (Y- Ŷ)
4. Mencari nilai residual terstandarisasinya
5. Benghitung nilai median dari data residual
terstandarisasinya
6. Berilah tanda - (negatif) jika nilai residual terstandarisasi
lebih kecil dari median dan berilah tanda + (positif) jika
nilai residual terstandarisasi lebih kecil dari median
7. Menghitung jumlah Run. Jumlah Run merupakan suatu
sequene dari tanda-tanda yang sama sejenisnya yang
dibatasi oleh tanda dari jenis lainnya (terdapat dua tanda
yaitu – dan +). Misalnya untuk tanda sequene (-++),
dianggap 2 Run(-+-), dianggap 3 Run (-++-++), dianggap 4
Run dan seterusnya.
Pengujian gejala otokorelasi dengan Run Test
menggunakan SPSS
1. Meregresikan variabel bebas terhadap variabel
tergantung dengan langkah sebagai berikut:
a. Buka file uji otokorelasi
b. Klik analize, regression, linear.
c. Masukan variabel volume penjualan pada kotak
Dependent.
d. Masukkan variabel iklan dan personal selling pada
kotak independent(s).
e. Klik save... Pada kotak Residual, klik
Unstandardized lalu Continue
f. Abaikan pilihan yang lain lalu klik OK
g. Kembali ke Data Editor, sekarang kita sudah
memiliki variabel baru. Unstandardized Residual,
yaitu RES_1
2. Menghitung jumlah Run dengan median
sebagai cut point. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
a. Klik Analize, Non Parametric Test, Run
b. Masukkan variabel RES_1 pada kotak Test
Variabel List
c. Pada Cut Point, pilih Median
Abaikan pilihan yang lain, klik OK
• Output yang dihasilkan adalah sebagai
berikut:
Analisis Runs Test:
• Pada output Runts Test diatas terlihat bahwa nilai test
0,22026 sedangkan nilai probabilitasnya adalah 0,676.
Untuk menyimpulkan apakah terjadi gejala otokolerasi atau
tidak maka nilai test dibandingkan dengan nilai tabel atau
nilai probabilitas dibandingkan dengan nilai alphanya.
• Kesimpulannya, dari lembar kerja diatas diketahui bahwa
jumlah Run = 15, jumlah tanda negatif – (n1)= 12, jumlah
tanda + (n2) = 13. Berdasarkan tabel nilai r untuk uji Runs
dengan = 0,05 diketahui bahwa batas penerimaan bawah
adalah 7 dan batas penerimaan atas adalah 19. Oleh karena
r(=15 run) terletak masih dalam rentang nilai 27 dan 19
(daerah terima) maka hipotesis nihil yang menyatakan nilai
residual menyebar secara acak diterima. Berdasarkan
output tersebut juga dapat diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,676 lebih besar dari 0,05 sehingga hipotesis nihil
menyatakan nilai residual menyebar secara acak diterima.
Dengan demikian maka tidak terjadi otokolerasi dalam
persamaan regresi tersebut.
• Hasil uji otokolerasi antara uji Durbin-Watson,
uji Langrange Multiplier (LM-Test) Breusch-
Godfrey (B= G Test) dan Run Test memberikan
kesimpulan yang sama.
6. Konsekuensi dan Cara Mengatasi
Pelanggaran Otokolerasi
Menurut Gujarati (1995) dalam Aliman(1999)
ada beberapa konsekuensi dari munculnya
masalah otokolerasi dalam analisis regresi
1. Penaksir OLS unbiased dalam sampel yang
dilakukan berulang dan konsisten, penaksir
OLS tadi tidak lagi efisien (mempunyai varian
minimum), baik dalam sampel kecil maupun
dalam sampel besar
2. Estimasi varian dari penaksir-penaksir OLS adalah bias
dimana hasil perhitungan varian dan kesalahan baku yang
sebenarnya. Akibatnya, nilai t-statistik penaksir OLS
tersebut akan tinggi, padahal bila estimasi model regresi
dari penaksir penaksir OLS bila tidak terjadi atau tidak
terdapat masalah otokolerasi, mungkin akan mempunyai t-
statistik yang kecil. Akibatnya, nilai t statistik dan nilai F-
statistik tidak dapat dipercaya, karena hal itu akan
menyesatkan. Hal ini akan berakibat :
a. Formulasi untuk menghitung error variance (2=
RSS/degree of freedom) akan bias 2 (penaksir t varian)
akan mengestimasi terlalu rendah (underestimate)
b. Nilai R2 yang dihasilkan akan lebih tinggi daripada yang
seharusnya sehingga R2 tersebut tidak dapat dipercaya
c. Nilai variance dan kesalahan baku yang akan digunakan
untuk peramalan tidak akan efisien.
Menurut Gujarati (1995), untuk melakukan
perbaikan jika terjadi masalah otokolerasi,
dapat dilakukan dengan langkah sebagai
berikut :
1. Dengan membuat persamaan perbedaan
yang digenaralisasikan
2. Dengan metode perbedaan pertama
3. Dengan metode persamaan perbedaan yang
digenaralisasikan dimana didasarkan pda
statistik Durbin Watson

Anda mungkin juga menyukai