BISNIS INTERNASIONAL
oleh:
Dr. NURLIZA
NIP. 197507292002122001
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan
ridho-Nya dapat menyelesaikan buku ajar “Bisnis Internasional” yang dikemas
secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar
yang spesifik. Buku ini juga memuat tujuan, materi/substansi, dan evaluasi
yang bersifat mandiri, sehingga pembaca dapat memahami dengan kecepatan
masing-masing. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang terkait dan diberkahi oleh Allah SWT.
Dr. Nurliza
NIP. 197507292002122001
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DESKRIPSI
iii
DESKRIPSI
iv
v
BAB 1
TEORI DASAR PERDAGANGAN
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang terjadi dalam skala global dan
dapat mengubah berbagai aspek seperti aspek ekonomi, politik, sosial, budaya,
teknologi dan lain-lain. Globalisasi diharapkan mampu membawa perubahan
positif bagi pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat baik di negara maju maupun negara sedang
berkembang. Salah satu contoh keberhasilan globalisasi adalah negara sedang
berkembang yang berhasil membawa kemajuan dan kesejahteraan melalui
momentum globalisasi seperti halnya China, India, Brazil dan Korea Selatan.
Namun dalam beberapa dekade terakhir, globalisasi dianggap oleh beberapa
kalangan sebagai arena baru persaingan antara negara maju dan negara sedang
berkembang. Hal ini dilihat dari globalisasi yang terjadi di negara sedang
berkembang yang terus mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
globalisasi yang terjadi di negara maju. Hal ini terjadi karena adanya upaya
dari negara maju untuk masuk kedalam pasar negara sedang berkembang,
apabila hal ini terjadi, maka secara otomatis negara tersebut harus
meliberalisasikan pasarnya atau menganut sistem pasar bebas. Sistem ini
nantinya akan diimplementasikan melalui prinsip invisible hand yaitu prinsip
yang percaya bahwa pasar memiliki mekanisme sendiri dalam menyelesaikan
persoalan dan prinsip non-intervensi dari pemerintah yaitu adaya larangan bagi
pemerintah untuk melakukan campur tangan didalam kegiatan perdagangan.
1
Dampak negatif lainnya yang muncul karena adanya globalisasi adalah
fenomena failed state di Somalia, Zimbabwe dan Timor Leste. Hal ini telah
menunjukan bahwa globalisasi menyebabkan kemiskinan semakin meluas dan
adanya kesenjangan antara negara maju dan negara sedang berkembang.
Dampak positif dan negatif yang muncul karena adanya globalisasi kemudian
membagi kubu-kubu yang ada dalamnya. David Held membagi tiga kubu
dalam globalisasi, yaitu hyperglobalist, sceptic-globalist, dan
transformasionalist (David held, 1999).
2
penggerak pertumbuhan ekonomi pada masa sekarang. Kinerja perdagangan
Indonesia yang semakin menurun, terlihat dari surplus neraca perdagangan
yang semakin menurun (defisit) dari tahun ke tahun patut diwaspadai
pemerintah.
Industrialisasi dan kegiatan ekspor dan impor antar negara di seluruh dunia
merupakan suatu keharusan di era globalisasi ini, bagaimana kepentingan profit
oriented menjadi tujuan utama dengan mengesampingkan aspek-aspek lain
yang sebenarnya berimplikasi lebih besar dalam kehidupan manusia. Salah
satu dari fungsi perdagangan internasional adalah menciptakan kesejahteraan
sosial umat manusia, itu artinya bahwa ada misi sosial dari diterapkannya
sistem perdagangan internasional itu sendiri (Rao, 2000: 3).
3
Sebagian besar negara sedang berkembang melakukan perdagangan
internasional dengan tujuan untuk meningkatkan akumulasi kapital yang
nantinya dapat digunakan untuk mengimpor barang-barang kapital dan barang
lain yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Pelaksanakan perdagangan
internasional memerlukan kebijakan yang diadopsi dari teori-teori perdagangan
internasional. Penentuan kebijakan atau kombinasi kebijakan dalam kaitannya
dengan pembangunan ekonomi disebut dengan Strategi Pembangunan. Strategi
pembangunan tersebut akan menentukan instrumen-instrumen apa yang akan
digunakan dalam pelaksanaan suatu kebijakan.
Teori Big Push bertitik tolak dari kondisi perekonomian negara sedang
berkembang yang mengalami stagnasi. Hal itu tercermin pada kondisi pasar
yang tidak sempurna. Akibatnya, investasi pada negara sedang berkembang
mengandung resiko yang relatif besar karena adanya unsur ketidakpastian.
Sehingga investor dalam melakukan investasi cenderung “terpecah” dan dalam
skala yang kecil, hal ini mengakibatkan perekonomian tidak mampu keluar dari
kondisi stagnasi. Untuk mengatasinya diperlukan investasi dalam skala yang
besar dan pada berbagai bidang yang beragam. Hal itu merupakan faktor
pendorong yang besar (big push) untuk mengatasi masalah stagnasi.
Konsep big push theory dan balance growth, bukan tanpa kelemahan.
Permasalahan yang muncul, bahwa investasi dalam skala besar yang digunakan
untuk proses pembangunan harus tersedia pada waktu yang sama. Bagi negara
sedang berkembang, kondisi seperti itu sulit dipenuhi mengingat investasi
diperoleh dari tabungan masyarakat (dalam negeri) dimana tingkat pendapatan
masyarakat masih rendah, sehingga kemampuan menabung juga rendah.
Langkah yang ditempuh oleh negara sedang berkembang dengan
mendatangkan modal dari luar negri baik berupa investasi langsung atau
berupa pinjaman. Tetapi pengalaman empiris menunjukkan bahwa pengerahan
dana dari luar negeri akan mendatangkan masalah tersendiri dan sangat rumit.
(Santosa, 2006).
4
Pada 1940-an, perwakilan dari pemerintah Amerika telah bertemu beberapa
kali dengan perwakilan dari negara-negara besar lainnya untuk merancang
sebuah sistem perdagangan internasional pasca perang yang akan paralel
dengan sistem moneter internasional. Pertemuan-pertemuan ini memiliki dua
tujuan: 1) untuk menyusun sebuah piagam untuk ITO dan 2) untuk
bernegosiasi substansi perjanjian ITO, khusus, aturan yang mengatur
perdagangan internasional dan pengurangan tarif. Meskipun piagam dirancang,
Kantor Pajak tidak pernah muncul menjadi ada. Pada tahun 1948, dukungan
untuk belum organisasi internasional lain telah memudar di Kongres AS.
Tanpa partisipasi Amerika, lembaga akan telah sangat lemah dan, dalam acara
tersebut, upaya untuk menciptakan sebuah organisasi untuk mengelola masalah
yang berkaitan dengan perdagangan internasional ditinggalkan.
Quantity of Wine
Layak tapi
tidak efisien
Quantity of Cheese
Jika hanya terdapat satu faktor produksi maka BKP berbentuk garis lurus yang
dirumuskan sebagai Qw menunjukkan produksi wine dan Qc menunjukkan
produksi cheese. Dengan demikian, tenaga kerja yang digunakan yaitu α_LW
Q_W (tenaga kerja untuk menghasilkan wine) dan α_LC Q_C (tenaga kerja
untuk menghasilkan cheese. BKP ditentukan oleh sumberdaya yang tersedia di
dalam perekonomian. Dalam hal ini sumberdaya adalah tenaga kerja yang
dilambangkan dengan L (jumlah tenaga kerja). Maka batas-batas produksi
dapat dirumuskan dalam bentuk ketidaksamaan berikut:
6
(1)
Biaya pengorbanan (opportunity cost) wine pada cheese adalah jumlah cheese
yang dapat diproduksi dengan sumber daya yang sama dengan jumlah wine
yang diberikan (mengorbankan sumberdaya wine). Dengan begitu, suatu
negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan barang, jika
biaya pengorbanan menghasilkan barang lain lebih rendah di negara itu
daripada di negara lain.
Misalkan di Belanda 1 tong wine dapat diproduksi dengan sumber daya yang
sama dengan 100 kg cheese. Sedangkan di Perancis 1 tong wine dapat
diproduksi dengan sumber daya yang sama dengan 30 kg cheese. Contoh ini
mengasumsikan bahwa pekerja Perancis kurang produktif daripada pekerja
Belanda.
7
paling efisien dan membeli barang-barang yang mereka hasilkan kurang efisien
dari negara lain, bahkan jika ini berarti membeli barang-barang dari negara lain
yang dapat mereka hasilkan dengan lebih efisien di rumah.
Ghana lebih efisien dalam produksi kakao dan beras. Negara tersebut
dibutuhkan 10 sumber daya untuk menghasilkan satu ton kakao, dan 13 1/3
sumber daya untuk menghasilkan satu ton beras. Jadi, Ghana dapat
menghasilkan 20 ton kakao dan tidak ada beras, 15 ton beras dan tidak ada
kakao, atau kombinasi keduanya.Sedangkan Korea Selatan, dibutuhkan 40
sumber daya untuk menghasilkan satu ton kakao dan 20 sumber daya untuk
menghasilkan satu ton beras. Jadi, Korea Selatan dapat menghasilkan 5 ton
kakao dan tanpa beras, 10 ton beras dan tanpa kakao, atau kombinasi
keduanya.
8
Gambar 2 Keuntungan Komparatif dan Keuntungan dari Perdagangan Ghana dan
Korea Selatan
"Sebuah negara yang memiliki kerugian absolut dalam produksi dua barang
dibandingkan dengan negara lain, memiliki keunggulan komparatif dalam
menghasilkan barang di mana kerugian absolutnya lebih kecil." (Teori
keunggulan komparatif ditunjukkan oleh Ricardo pada tahun 1817).
NEGARA
Indonesia Nigeria Total
KOMODITAS
Textil (bal) 30 60 90
Kedelai (ton) 40 50 90
9
NEGARA
Indonesia Nigeria Total
KOMODITAS
Kedelai (ton) 80 0 80
Jika masing-masing setuju dengan exchange rate 1 bal textil ditukar dengan 1
ton kedelai, masing-masing akan mendapat keuntungan dari pertukaran dan
spesialisasi.
Indonesia Nigeria
Textil 40 80
Kedelai 40 40
Tetapi Nigeria akan tetap ada kelebihan textil dan 1 ton lebih sedikit kedelai.
Sedangkan Indonesia mendapat textil lebih serta kedelai dalam jumlah sama.
Indonesia Nigeria
Textil 40 60
Kedelai 40 60
Indonesia Nigeria
Textil 10
Kedelai 10
10
Kurva ini, tanpa adanya perdagangan, juga menggambarkan kemungkinan
kombinasi barang untuk konsumsi (Ball, McCulloch, Frantz, & Minor, 2005).
Textil
120
60
50 120 Kedelai
Gambar 3 Perbatasan Kemungkinan Produksi (Nigeria)
Textil
80
30
40 80 Kedelai
12
Strategi, Struktur,
dan Persaingan
Industri Terkait
dan Pendukung
13
1.2.1. Keuntungan Perdagangan
Keputusan negara untuk terlibat dalam kerjasama perdagangan bebas, baik itu
dalam bilateral, kawasan, ataupun multilateral, pada dasarnya ialah untuk
kepentingan ekonomi negaranya seperti meningkatkan pendapatan nasional,
memperluas pasar, dan sebagainya. Namun di luar kepentingan ekonomi
tersebut, suatu negara memutuskan untuk turut serta dalam kerjasama
16
perdagangan bebas cenderung disebabkan oleh karena adanya rasa
kekhawatiran menjadi yang terbelakang dibandingkan dengan negara kawasan
atau negara lainnya sehingga, negara tersebut memutuskan untuk terlibat dalam
kerjasama perdagangan bebas. Selain itu, keputusan negara untuk terlibat
dalam kerjasama perdagangan bebas juga dipengaruhi oleh mitra dagang atau
partner dengan siapa negara atau kawasan tersebut akan melakukan kerjasama
perdagangan. Kondisi ini merupakan salah satu alasan utama negara untuk
terlibat suatu bentuk kerjasama, dalam hal ini ialah kerjasama perdagangan.
Karena secara alamiah, semakin menjajikannya mitra dagang kerjasama,
diyakini akan semakin menguntungkan pihak-pihak yang terlibat
Dengan adanya perbedaan yang dimiliki oleh negara satu dengan negara lain
maka sebagai negara yang mengekspor barang ke negara lain, tujuannya adalah
untuk menaikkan devisa negara. Apabila kita dapat menaikkan devisa negara
maka imbas darinya adalah.
a. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ialah kenaikan produk nasional bruto
pendapatan dalam suatu Negara. Produk Nasional Bruto (GDP)
biasanya dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik warga Negara
baik yang tinggal di dalam negeri maupun di luar negeri, warga
Negara tidak termasuk didalamnya walaupun dia tinggal dalam negeri
tersebut.
18
b. Memengaruhi stabilitas harga barang yang di ekspor
Stabilitas harga di sini adalah mempertahankan harga yang dilakukan
oleh pemerintah ketika laju inflasi mulai tinggi. Inflasi adalah
peningkatan persediaan uang sehingga menyebabkan kenaikan harga.
Maka dalam hal ini pemerintah bertugas untuk tetap menstabilkan
harga ditengah inflasi yang sedang naik dengan adanya ekspor yang
dilakukan oleh negara itu sendiri.
c. Eksistensi tenaga kerja
Eksistensi tenaga kerja sangat diperlukan adanya tenaga kerja karena
mereka adalah pelaku yang melancarkan segala tindakan yang saling
berkesinambungan. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka
perusahaan pengekspor akan kebanjiran pesanan produk, sehingga
tenaga kerja yang ada tidak mampu untuk mengerjakan semuanya
sehingga dibutuhkanlah perekrutan tenaga kerja yang baru untuk
menyelesaikan pesananan ekspor yang sangat banyak. Hal ini sangat
menguntungkan satu sama lain.
21
internasional, ketentuan Pasal XX GATT 1994 menjadi prinsip perdagangan
internasional yang perlu berisikan:
a. General Exceptions
Tunduk pada persyaratan bahwa tindakan diskriminasi atau yang tidak dapat
dibenarkan antara negara-negara dengan kondisi yang sama, atau pembatasan
terselubung perdagangan internasional untuk melindungi moral publik;
melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan; terkait
impor atau ekspor emas atau perak; dan memastikan kepatuhan terhadap
undang-undang atau peraturan Pasal XX GATT 1994.
Sejak tahun 1947 GATT telah menjadi kesepakatan (perjanjian penting bagi
pemerintah negara-negara insdustri untuk menurunkan rintangan-rintangan
terhadap tarif. Walaupun ketentuan GATT terbatas hanya mengatur
kesepakatan tentang tarif, dalam prakteknya tingkat rata-rata tarif dapat
22
diturunkan. Dalam perkembangannya pun GATT mengatur kebijakan-
kebijakan perdagangan yang non tarif dan kebijakan-kebijakan nasional atau
domestik yang mempunyai pengaruh terhadap perdagangan. Pada akhir putaran
Uruguay pada tahun 1994 sebanyak 128 negara telah bergabung ke dalam
GATT. Sejak berlakunya WTO keanggotaannya terus bertambah dan pada
tahun 2009 negara yang menjadi anggota WTO menjadi 144 negara.
Pada tahun 1993, peran GATT digantikan oleh WTO. Fungsi utama WTO
adalah sebagai forum kerja sama internasional dalam perdagangan yang
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang menciptakan aturan perdagangan
bagi negara anggota-anggota WTO. Ketentuan-ketentuan ini muncul dari
komitmen kebijakan-kebijakan perdagangan dalam beberapa negosiasi. WTO
dapat juga merupakan suatu pasar dalam pengertian bahwa negara-negara
datang bersama-sama untuk melakukan komitmen pertukaran akses pasar
dengan dasar timbal balik (asas resiprocal).
24
Prinsip Resiprositas ini diatur dalam Article II GATT 1947, mensyaratkan
adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO
dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu
negara, dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan
tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara pengekspor
produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari
negara yang pertama tadi. Berdasarkan prinsip ini diharapkan setiap negara
secara timbal balik saling memberikan kemudahan bagi lalu lintas barang
dan jasa. Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan setiap negara akan
saling menikmati hasil perdagangan internasional yang lancar dan bebas.
c. Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitas (Prohibition of Quantitative
Restriction).
Prinsip ini telah diatur dalam Article IX GATT 1947, menghendaki
transparansi dan penghapusan hambatan kuantitatif dalam perdagangan
internasional. Hambatan kuantitatif dalam persetujuan GATT/WTO adalah
hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk.
Termasuk dalam kategori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan
ekspor secara sukarela. Adanya prinsip transparansi membawa akibat
bahwa negara-negara anggota WTO apabila hendak melakukan proteksi
perdagangan internasional tidak boleh menggunakan kuota sebagai
penghambat, melainkan hanya tarif yang diizinkan untuk diterapkan. Oleh
karena itu prinsip ini seringkali disebut sebagai tarifikasi hambatan
perdagangan.
Ada beberapa pengecualian dari prinsip penghapusan hambatan kuantitatif,
yaitu:
1) Negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran diizinkan untuk
membatasi impor dengan cara kuota (Article XII-XIV GATT 1947)
2) Karena industri domestik negara pengimpor mengalami kerugian yang
serius akibat meningkatnya impor produk sejenis, maka negara itu
boleh tidak tunduk pada prinsip ini (Article XIX GATT 1947)
25
3) Demi kepentingan kesehatan publik, keselamatan dan keamanan nasional
negara pengimpor, negara tersebut diizinkan untukk membebaskan diri
dari kewajiban tunduk pada prinsip ini (Article XX dan XXI GATT 1947)
d. Prinsip Perdagangan yang adil (Fairness Principles)
Prinsip fairness dalam perdagangan internasional yang melarang Dumping
(Article VI) dan Subsidi (Article XVI), dimaksudkan agar jangan sampai
terjadi suatu negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan
kebijaksanaan tertentu, sedangkan di pihak lain, kebijaksanaan tersebut
justru menimbulkan kerugian bagi negara lainnya.
Dumping adalah kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor
yang melakukan penjualan barang di luar negeri dengan harga yang lebih
murah dari harga normal produk sejenis di negara bersangkutan sehingga
menimbulkan kerugian terhadap negara pengimpor.
Subsidi merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah terhadap
pengekspor atau produsen dalam negeri, baik berupa bantuan modal,
keringanan pajak, dan fasilitas lainnya, sehingga akan berakibat terjadinya
kelebihan produksi (over production) yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kerugian baik bagi negara pengimpor maupun pengekspor.
Kerugian bagi negara pengimpor akan mengarah pada kegiatan dumping,
sedangkan bagi pengekspor akan menimbulkan ketidakmandirian
pengekspor (produsen dalam negeri) karena akan selalu bergantung pada
bantuan dari pemerintah.
Oleh karena dumping dan subsidi dinilai sebagai praktik ekonomi yang
tidak adil atau curang, maka WTO menentukan bahwa, apabila suatu
negara terbukti melakukan praktik tersebut, maka negara pengimpor yang
dirugikan oleh praktik itu mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi
balasan. Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan
yang disebut dengan “bea masuk antidumping” yang dijatuhkan terhadap
produk-produk yang di ekspor secara dumping dan countervailing duties
atau bea masuk untuk barang-barang yang terbukti telah diekspor dengan
fasilitas subsidi.
26
e. Prinsip Tarif Mengikat (Binding Tarrif Priciples)
Prinsip ini diatur dalam Article II Section (2) GATT-WTO 1995, bahwa
setiap negara anggota WTO harus mematuhi berapapun besarnya tarif
yang telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tarif mengikat.
Pembatasan perdagangan bebas dengan menggunakan tarif oleh WTO
dipandang sebagai suatu model yang masih dapat ditoleransi, misalnya
melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan
tarif (bea masuk). Perlindungan ini masih memungkinkan adanya
kompetisi yang sehat. Namun demikian, dalam kesepakatan perdagangan
internasional tetap diupayakan mengarah kepada sistem perdagangan
bebas yang menghendaki pengurangan tarif secara bertahap. Penerapan
tarif impor mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
1) Tarif sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang
impor) yang merupakan pungutan oleh negara untuk dijadikan kas
negara.
2) Tarif untuk melindungi produk domestik dari praktik dumping yang
dilakukan oleh negara pengekspor.
3) Tarif untuk memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang
melakukan proteksi produk melalui praktik subsidi terhadap produk
ekspor.
29
digunakan untuk meninjau mengapa mereka melakukan kesalahan (Krugman
& Obstfeld, 2003).
a. Produktivitas dan Daya Saing
Mitos 1: Perdagangan bebas hanya bermanfaat jika suatu negara cukup kuat
untuk menahan persaingan asing. Argumen ini gagal untuk mengakui bahwa
perdagangan didasarkan pada keunggulan komparatif bukan absolut.
b. Argumen Buruh Orang Miskin
Mitos 2: Persaingan asing tidak adil dan merugikan negara lain jika didasarkan
pada upah rendah. Sekali lagi dalam contoh kita Asing memiliki upah lebih
rendah tetapi masih mendapat manfaat dari perdagangan.
c. Eksploitasi
Mitos 3: Perdagangan membuat pekerja lebih buruk di negara-negara dengan
upah lebih rendah. Dengan tidak adanya perdagangan, para pekerja ini akan
menjadi lebih buruk. Menyangkal peluang untuk mengekspor adalah mengutuk
orang miskin untuk terus menjadi miskin.
32
proses produksi dan bergantung padanya, karena ia menguasai produk yang
pada gilirannya menghasilkan produksi.
Ketidak merataan distribusi pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik,
grafik atau kurva dinamakan kurva Lorenz, memperlihatkan berapa banyak
pendapatan yang diperoleh oleh suatu proporsi keluarga secara nasional.
Bagaimanapun, ketika para ekonomi kapitalis mengkaji masalah-maslah
distribusi dengan kerangaka kapitalis, mereka tidak melihat kekayaan
masyarakat secara keseluruhan dan sumber-sumber produksinya. Yang mereka
kaji adalah masalah-masalah distribusi kekayaan yang dihasilkan yakni
pendapatan nasional dan bukan kekayaan nasional secara keseluruhan. Yang
mereka maksud dengan pendapatan nasional adalah seluruh barang, modal dan
jasa yang dihasilakan, atau dalam istilah yang lebih jelas, nilai uang seluruh
kekayaan yang dihasilkan selama satu tahun. Karena itu, diskusi mengenai
distribusi dalam ekonomi politik adalah diskusi distribusi nilai uang (Zahro,
2012).
34
artinya distribusi pendapatan semakin merata dan apabila hasil perbandingan
besar maka distribusi pendapatan tidak merata.
Selain itu Koefisien Gini juga bisa dihitung dengan menggunakan rumus:
36
migrasi dilakukan, melalui diversivikasi alokasi berbagai sumber yang dimiliki
oleh keluarga atau rumah tangga, seperti misalnya dengan alokasi tenaga kerja
keluarga. Beberapa anggota rumah tangga tetap bekerja di daerah asal,
sementara yang lain bekerja di luar daerah ataupun luar negara. Pembagian
tersebut pada dasarnya merupakan upaya meminimalkan resiko terhadap
kegagalan yang mungkin terjadi akibat melakukan perpindahan atau migrasi.
Selain itu, jika pasar kerja lokal tidak memungkinkan rumah tangga tersebut
memperoleh penghasilan yang memadai maka pengiriman uang (remittances)
yang dikirim dari anggota rumah tangga yang bekerja diluar daerah ataupun
luar negara dapat membantu menopang ekonomi rumah tangga.
Aliran lain untuk menganalisis timbulnya minat melakukan migrasi adalah dual
labor market theory. Jika dua pendekatan terdahulu dapat dikelompokkan
sebagai “micro-level decision model”, maka aliran “dual labor market theory”
mengemukakan bahwa migrasi penduduk terjadi karena adanya keperluan
tenaga kerja yang bersifat hakiki (intrisic labor demand) pada masyarakat
industri modern (Piore: 1979). Menurutpaham ini migrasi terjadi karena adanya
keperluan akan klasifikasi tenaga kerja tertentu pada daerah atau negara yang
telah maju. Dengan demikian migrasi terjadi bukan karena push factors yang
ada pada daerah asal, namun lebih karena adanya pull factors pada daerah
tujuan; keperluan akan tenaga kerja dengan spesifikasi tertentu yang tidak
mungkin dielakkan. Mengacu pada berbagai pendapat tersebut, pembangunan
ekonomi memang akan mendorong terjadinya mobilitas dan perpindahan
penduduk. Penduduk akan berpindah menuju tempat yang menjanjikan
kehidupan yang lebih baik bagi diri maupun keluarganya, yang tidak lain
adalah tempat yang lebih berkembang secara ekonomi dibandingkan dengan
tempat asalnya.
37
ekonomi makro yang mempengaruhi persebaran dan mobilitas penduduk di
Indonesia.
Pertama, strategi makro ekonomi makro yang dijalankan antara tahun 1967
sampai 1980. Pada masa itu, kombinasi antara kebijaksanaan substitusi impor
dan investasi asing di sektor perpabrikan (manufacturing) di Indonesia telah
meningkatkan polarisasi pembangunan terpusat pada metropolitan Jakarta.
Antara tahun 1974-1979 persentase sumbangan DKI Jakarta dan daerah
sekitarnya yaitu Jawa Barat terhadap pertumbuhan sektor manufacturing skala
besar dan menengah di Indonesia meningkat dari 38% menjadi 42%. Faktor
lain yang juga mendukung makin besarnya peranan DKI Jakarta terhadap
mobilitas penduduk adalah ekspansi atau perluasan yang cepat dari jasa-jasa
kemiliteran, peningkatan lembaga-lembaga keuangan dan masuknya usaha
bisnis asing serta tenaga asing untuk bekerja di sektor perminyakan,
perusahaan asing, perusahaan konsultan, dan bahkan lembaga-lembaga donor
internasional yang berkantor di Jakarata. Kesemuanya ini menyebabkan
meningkatnya keperluan akan perumahan dan juga menciptakan pasar untuk
jasa-jasa yang lebih canggih (advaced) (Douglass, M. :1992: Wirosuhardjo,
K:1986).
Kedua, Kecenderungan pola industrilisasi dan pemusatan kegiatan ekonomi di
DKI Jakarta serta daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa menyebabkan
terjadinya proses urbanisasi yang cepat di daerah-daerah tersebut. Migrasi
desa-kota dari daerah-daerah perdesaan di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Yogyakarta menuju ke kota-kota Surabaya, Jakarta, serta beberapa kota di
pesisir utara Pulau Jawa terjadinya secara berkelanjutan sehingga daerah-
daerah tersebut meningkat dengan pesat, baik dari sisi pertambahan penduduk
maupun perkembangan perekonomiannya. Pesatnya peningkatan urbanisasi
tersebut juga berkaitan dengan ketidak -hasil alam lainnya, seperti karet dan
hasil-hasil perkebunan lainnya, yang tentu saja mempengaruhi perolehan
ekspor Indonesia. Sementara itu ekspor kayu pun mengalami banyak hambatan
sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi beberapa daerah di luar Pulau Jawa
juga ikut terganggu. Walaupun pertumbuhan industri secara umum mengalami
penurunan, perkembangan sektor perpabrikan (manufacturing) tetap
38
terkonsentrasi di Pulau Jawa Pada tahun 1985, sekitar 76% dari seluruh tenaga
kerja sektor manufacturing di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Sementara itu
72% pembangunan fasilitas perkotaan dan perdesaan terpusat di Pulau Jawa,
terutama di Jakarta dan daerah pesisir utara Pulau Jawa.
Penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor pertanian pada awal
dasawarsa 1980-an juga menyebabkan makin menurunnya tenaga kerja yang
dapat diserap di sektor ini. Kecenderungan ini kemudian diikuti dengan
berlangsungnya migrasi desa-kota. Keadaan perekonomian yang terjadi pada
saat itu sangat mempengaruhi proses urbanisasi selama kurun waktu 1980-an.
Pada kurun waktu tersebut terjadi penurunan yang cukup signifikan dari
migrasi desa-kota di berbagai wilayah di Indonesia, kecuali untuk DKI Jakarta
dan daerah pesisir utara Pulau Jawa. Sementara itu program trasmigrasi yang
besar-besaran selama dekade 1980-an juga telah mempengaruhi pola distribusi
penduduk, terutama proses urbanisasi di Pulau Jawa pada masa tersebut.
Sebagian besar dari para trasmigran berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Yogyakarta. Sementara migrasi masuk ke Jawa yang berasal dari luar
Pulau Jawa sebagian besar menuju Jakarta dan daerah sekitarnya, termasuk
Jawa Barat.
Ketiga, Pada paruh kedua dasawarsa 1980-an pemerintah memiliki minat yang
besar untuk mengembangkan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Investasi
pemerintah di kawasan ini telah meningkat dari 26% pada tahun 1993 menjadi
27,6% dari total investasi pemerintah seluruhnya pada tahun 1998. Peningkatan
investasi pemerintah tersebut diikuti oleh peningkatan investasi swasta dari
14% menjadi 15,3% dari total investasi sawsta pada kurun waktu yang sama.
Sementara itu pada periode yang sama investasi pemerintah di Kawasan Barat
Indonesia (KBI) mengalami penurunan dari 85,7% menjadi 84,7% dari seluruh
total investasi pemerintah. Upaya menggeser pola mobilitas lebih kearah Timur
mulai diusahakan sejak saat itu. Apakah kebijaksanaan tersebut akan
mempengaruhi perpindahan penduduk ke kawasan Timur Indonesia?.
Berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 1998, proyeksi yang dibuat
sebelum krisis ekonomi terjadi, terdapat lebih kurang 2,6 juta kesempatan kerja
di Kawasan Timur Indonesia (Ramelan,Rahardi:1994). Sedangkan seluruh
39
kesempatan kerja yang diproyeksikan terdapat pada tahun itu sebanyak 90,7
juta.
41
1.3.7. Mobilitas dan Otonomi Daerah
Ketimpangan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lainnya
menyebabkan penduduk terdorong atau tertarik untuk melakukan pergerakan
dari satu daerah ke daerah lainnya. Oleh karena itu pembangunan daerah perlu
diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan
antar daerah, antar daerah perkotaan dan daerah perdesaan, serta mampu
membuka daerah terisolasi dan mempercepat pembangunan kawasan yang
tertinggal, seperti Kawasan Timur Indonesia. Sebagai contoh, adanya mobilitas
penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan mencerminkan perbedaan
pertumbuhan dan ketidak merataan fasilitas pembangunan antar daerah
perdesaan dan daerah perkotaan. Selama masih terdapat perbedaan tersebut,
mobilitas penduduk akan terus berlangsung (Tjahyati, Budi : 1995). Apalagi
telah menjadi kenyataan yang secara umum diketahui bahwa pada beberapa
negara berkembang, konsentrasi investasi dan sumber daya pada umumnya
berada di daerah perkotaan (Rondineli and Ruddle: 1978 ). Kenyataan tersebut
semakin diperburuk karena perencanaan spasial di negaranegara berkembang
lebih didominasi oleh pendekatan “dari atas” (Stohr and Taylor: 1981).
Strategi pembangunan semacam ini didasarkan pada tujuan utama dari
pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ( Rondinelli and
Rudlle: 1978). Karena itu proses pembangunan terutama dipusatkan pada
sektor industri di daerah perkotaan, menekankan pada kegiatan ekonomi padat
modal dan teknologi tinggi. Perluasan industri cenderung diikuti dengan
kebijaksanaan subtitusi impor dalam rangka meningkatkan kemandirian
ekonomi nasional. (Potter: 1985). Sebagai tanggapan atas proses pembangunan
secara keseluruhan, pendekatan “dari bawah” (bottom-up) kemudian banyak
dianut. Melalui pendekatan ini, tujuan utama seluruh proses pembangunan
adalah lebih memeratakan kesejahteraan penduduk dari pada mementingkan
tingkat pertumbuhan ekonomi (Hansen: 1981). Karena itu pendekatan “bottom-
up” berupaya mengoptimalkan penyebaran sumber daya yang dimiliki dan
potensial keseluruh wilayah. Banyak pemerintah di negara-negara sedang
berkembang mengikuti aliran ini dengan maksud lebih menyeimbangkan
pelaksanaan pembangunan, dalam arti memanfaatkan ruang dan sumber daya
42
secara efisien. Pendekatan bottom-up mengisyaratkan kebebasan daerah atau
wilayah untuk merencanakan pembangunan sendiri sesuai dengan keperluan
dan keadaan daerah masing-masing. Oleh karena itu otonomi yang seluas-
luasnya perlu diberikan kepada masing-masing daerah agar mampu mengatur
dan menjalankan berbagai kebijaksanaan yang dirumuskan sendiri guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah atau kawasan yang
bersangkutan. Melalui otonomi daerah, yang berarti desentralisasi
pembangunan, laju pertumbuhan antar daerah akan semakin seimbang dan
serasi sehingga pelaksanaan pembangunan nasional serta hasil-hasilnya
semakin merata di seluruh Indonesia.
Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan
daerah adalah: (1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan
potensi masingmasing daerah; dan (2) adanya keseimbangan pembangunan
antar daerah. Kata kunci pertama mengandung makna pada kesadaran
pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan terutama berkaitan
dengan beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu
dilaksanakan di daerah masing-masing. Kata kunci kedua mengandung makana
pada adanya kenyataan bahwa masingmasing daerah memiliki potensi baik
alam, sumber daya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-beda,
yang meyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang secara
cepat dan sebaliknya ada daerah yang kurang dapat berkembang karena
berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antar
daerah ini menyebabkan peran pemerintah pusat sebagai “pengatur
kebijaksanaan pembangunan nasional” tetap diperlukan agar timbul
keselarasan, keseimbangan dan keserasian perkembangan semua daerah baik
yang memiliki potensi yang berlebihan maupun yang kurang memiliki potensi.
Dengan demikian, melalui otonomi dalam pengaturan pendapatan, sitem pajak,
keamanan warga, sistem perbankan dan berbagai pengaturan lain yang dapat
diputuskan daerah sendiri, akan dimungkinkan perpindahan penduduk secara
sukarela dengan tujuan semata-mata peningkatan kesejahteraan penduduk itu
sendiri. Akan berbeda dengan perpindahan yang lebih berupa suruhan, desakan
atu malah setengah paksaan, yang bahkan hanya akan menghasilkan mobilitas
43
yang bersifat “dukalara” semata. Pengalaman dan kenyataan yang ditemui
dalam arus dan perpindahan penduduk di negara-negara bagian Amerika
Serikat ataupun negara-negara anggota Uni Eropa, telah menunjukkan bahwa
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab telah berhasil mengarahkan
mobilitas penduduk yang bersifat sukarela tersebut.
Model spesifik faktor (SF) pada awalnya dibahas oleh Jacob Viner dan itu
adalah varian dari model Ricardian. Karenanya model ini kadang-kadang
disebut sebagai model Ricardo-Viner.Model ini kemudian dikembangkan dan
diformalkan secara matematis oleh Ronald Jones (1971) dan Michael Mussa
(1974). Jones menyebutnya sebagai model 2 faktor baik 3. Mussa
mengembangkan penggambaran grafis sederhana dari keseimbangan yang
dapat digunakan untuk menggambarkan beberapa hasil model. Pandangan
inilah yang disajikan di sebagian besar buku pelajaran.
Nama model mengacu pada fitur pembeda; bahwa satu faktor produksi
diasumsikan "spesifik" untuk industri tertentu. Faktor spesifik adalah faktor
yang terjebak dalam suatu industri atau tidak bergerak antar industri dalam
menanggapi perubahan kondisi pasar. Suatu faktor mungkin tidak dapat
bergerak antar industri karena sejumlah alasan. Beberapa faktor dapat
dirancang secara khusus (dalam hal modal) atau dilatih secara khusus (dalam
hal tenaga kerja) untuk digunakan dalam proses produksi tertentu. Dalam
kasus-kasus ini mungkin tidak mungkin, atau paling tidak sulit atau mahal,
untuk memindahkan faktor-faktor ini melintasi industri. Lihat Bagian 70-1 dan
70-2 untuk alasan yang lebih terperinci untuk faktor imobilitas.
Model faktor spesifik dirancang untuk menunjukkan efek perdagangan dalam
ekonomi di mana satu faktor produksi spesifik untuk suatu industri. Hasil yang
paling menarik berkaitan dengan perubahan dalam distribusi pendapatan yang
akan muncul ketika suatu negara bergerak ke perdagangan bebas.
Asumsi dasar
Model faktor spesifik mengasumsikan bahwa suatu ekonomi menghasilkan dua
barang menggunakan dua faktor produksi, modal dan tenaga kerja, dalam pasar
persaingan sempurna.Salah satu dari dua faktor produksi, biasanya modal,
44
diasumsikan spesifik untuk industri tertentu. Itu benar-benar tidak bergerak.
Faktor kedua, tenaga kerja, diasumsikan bergerak secara bebas dan tanpa biaya
antara kedua industri.Karena modal tidak bergerak, orang dapat berasumsi
bahwa modal dalam dua industri berbeda, atau dibedakan, dan dengan
demikian tidak dapat disubstitusikan dalam produksi. Di bawah interpretasi ini,
masuk akal untuk membayangkan bahwa sebenarnya ada tiga faktor produksi:
tenaga kerja, modal spesifik dalam industri satu, dan modal spesifik dalam
industri dua.
Asumsi-asumsi ini menempatkan model faktor spesifik tepat antara model
faktor tidak bergerak dan model Heckscher-Ohlin. Dalam model faktor imobil,
semua faktor produksi bersifat spesifik untuk suatu industri dan tidak dapat
dipindahkan. Dalam model Heckscher-Ohlin, kedua faktor tersebut
diasumsikan bebas bergerak; yaitu, tidak ada faktor yang spesifik untuk suatu
industri. Karena mobilitas faktor dalam menanggapi setiap perubahan ekonomi
cenderung meningkat dari waktu ke waktu, kita dapat menafsirkan hasil model
faktor bergerak sebagai efek jangka pendek, hasil model faktor spesifik sebagai
efek jangka menengah dan hasil model Heckscher-Ohlin sebagai efek jangka
panjang.
Produksi yang baik membutuhkan input tenaga kerja dan modal khusus
industri. Produksi dua barang yang baik membutuhkan tenaga kerja dan dua
modal khusus industri.Ada dana abadi tetap dari modal khusus sektor di setiap
industri serta dana abadi tetap dari tenaga kerja. Tenaga kerja penuh
diasumsikan, yang menyiratkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan
dalam setiap industri sama dengan endowmen tenaga kerja. Pengerjaan penuh
modal khusus sektor juga diasumsikan, namun, dalam hal ini jumlah modal
yang digunakan di semua perusahaan dalam industri harus sama dengan
endowment modal spesifik sektor.
Model ini mengasumsikan bahwa perusahaan memilih tingkat output untuk
memaksimalkan keuntungan, mengambil harga dan upah sebagaimana yang
diberikan. Kondisi keseimbangan akan memiliki perusahaan memilih tingkat
output, dan karenanya tingkat penggunaan tenaga kerja, sehingga upah yang
ditentukan pasar sama dengan nilai produk marjinal dari unit kerja terakhir.
45
Nilai produk marjinal adalah peningkatan pendapatan yang akan diperoleh
perusahaan dengan menambahkan unit kerja lain ke dalam proses produksinya.
Ini ditemukan sebagai produk dari harga barang di pasar dan produk marginal
tenaga kerja. Produksi diasumsikan menunjukkan hasil yang menurun karena
persediaan modal tetap berarti bahwa setiap pekerja tambahan memiliki lebih
sedikit modal untuk bekerja dengan dalam produksi. Ini berarti bahwa setiap
unit kerja tambahan akan menambah kenaikan yang lebih kecil ke output, dan
karena harga output tetap, nilai produk marjinal menurun ketika penggunaan
tenaga kerja meningkat. Ketika semua perusahaan berperilaku seperti ini,
alokasi tenaga kerja antara kedua industri ditentukan secara unik.
Perbatasan kemungkinan produksi akan menunjukkan peningkatan biaya
peluang. Ini karena perluasan satu industri dimungkinkan dengan
memindahkan tenaga kerja dari industri lain, yang karenanya harus dikontrak.
Karena berkurangnya pengembalian tenaga kerja, setiap unit tambahan tenaga
kerja yang beralih akan memiliki efek yang lebih kecil pada industri yang
berkembang dan efek yang lebih besar pada industri yang berkontraksi. Ini
berarti bahwa grafik PPF dalam model faktor spesifik akan terlihat mirip
dengan PPF dalam proporsi variabel model Heckscher-Ohlin. Namun, dalam
kaitannya dengan model di mana kedua faktor itu bergerak secara bebas, model
faktor spesifik PPF akan terletak di bagian dalam. Ini karena kurangnya
mobilitas oleh satu faktor, menghambat perusahaan untuk mengambil
keuntungan penuh dari peningkatan efisiensi yang dapat timbul ketika kedua
faktor dapat dialokasikan kembali secara bebas.
47
besar dan harga yang lebih tinggi akan bergabung untuk meningkatkan
pengembalian modal di sektor tersebut.
Efek nyata dari perubahan harga pada upah dan sewa agak lebih sulit untuk
dijelaskan tetapi jelas lebih penting. Ingatlah bahwa kenaikan absolut dalam
upah, atau tingkat sewa modal, tidak menjamin bahwa penerima pendapatan itu
lebih kaya, karena harga salah satu barang juga naik. Dengan demikian,
variabel yang lebih relevan untuk dipertimbangkan adalah pengembalian riil ke
modal (sewa nyata) di setiap industri dan pengembalian nyata ke tenaga kerja
(upah riil).
Ronald Jones (1971) memperoleh efek pembesaran untuk harga dalam model
faktor spesifik yang menunjukkan efek pada pengembalian riil modal dan
tenaga kerja dalam menanggapi perubahan harga output. Dalam kasus
peningkatan harga barang ekspor, dan penurunan harga barang impor, seperti
ketika suatu negara bergerak ke perdagangan bebas, efek perbesaran
memprediksi dampak berikut,
- pengembalian riil ke modal dalam industri ekspor akan meningkat
sehubungan dengan pembelian baik ekspor maupun impor,
- pengembalian nyata ke modal dalam industri yang bersaing impor akan
jatuh sehubungan dengan pembelian baik ekspor maupun impor,
- upah riil untuk pekerja di kedua industri akan naik sehubungan dengan
pembelian barang impor dan akan jatuh sehubungan dengan pembelian
barang ekspor.
Hasil ini berarti bahwa ketika suatu faktor produksi, seperti modal, tidak
bergerak antar industri, suatu pergerakan ke perdagangan bebas akan
menyebabkan redistribusi pendapatan. Beberapa individu, pemilik modal
dalam industri ekspor, akan mendapat manfaat dari perdagangan
bebas.Individu-individu lain, pemilik modal dalam industri yang bersaing
impor, akan kehilangan perdagangan bebas. Pekerja, yang bergerak bebas di
antara industri dapat memperoleh atau mungkin kehilangan karena upah riil
dalam hal ekspor meningkat sedangkan upah riil dalam hal impor jatuh. Jika
preferensi pekerja bervariasi, maka individu-individu yang memiliki
permintaan relatif tinggi untuk barang ekspor akan menderita kerugian
48
kesejahteraan, sedangkan individu-individu yang memiliki permintaan impor
yang relatif kuat akan mengalami peningkatan kesejahteraan.
Perhatikan bahwa pemenang dan pecundang yang jelas dalam model ini dapat
dibedakan berdasarkan industri. Seperti dalam model faktor imobil, faktor
spesifik untuk industri ekspor diuntungkan sementara faktor spesifik untuk
industri pesaing impor kalah.
Gambar 7
Pada Gambar 7, tenaga kerja diukur sepanjang skala horizontal dan upah
diukur sepanjang skala vertikal. LL1 adalah total pasokan tenaga kerja di
negara ini. Pasokan tenaga kerja untuk industri X diukur di sebelah kanan L.
Untuk industri Y, diukur di sebelah kiri L1 . Kurva XX dan YY mengukur nilai
produk marginal tenaga kerja dalam barang X dan Y masing-masing di
lapangan kerja yang berbeda. Karena lebih banyak tenaga kerja yang
50
digunakan dalam industri X, mengingat persediaan modal tetap, MPLX jatuh
dan kurva kurva XX negatif. Demikian pula kurva YY lereng negatif. Kurva
XX dan YY tergantung pada teknologi yang digunakan, harga produk dan
jumlah modal tertentu yang digunakan dalam industri masing-masing.
Peningkatan input tenaga kerja dapat meningkatkan produksi, jika modal
spesifik juga meningkat. Itu bisa mengakibatkan pergeseran kurva XX atau
YY. Nilai produk marginal tenaga kerja dalam industri X adalah PX. MPPLX.
Selama biaya mempekerjakan pekerja tambahan tidak cukup dengan PX.
MPPLX , produsen dalam industri ini akan mempekerjakan lebih banyak
pekerja. Perluasan input tenaga kerja akan berlanjut sampai upah w sama
dengan nilai produk marjinal (w = PxMPLx ).
Demikian pula dalam industri Y, input tenaga kerja akan meningkat hingga w
= PY.MPLy . Pada akhirnya situasi keseimbangan terjadi pada R ketika pekerja
LS dipekerjakan di industri X dan L1S pekerja dipekerjakan di industri Y.
Dalam situasi ini, PXMPX = PY.MPPLY = w = RS. Ini berarti tingkat upah
disamakan di kedua industri karena pergerakan bebas tenaga kerja di antara
berbagai industri atau sektor di negara ini.
Perubahan Wakaf Faktor:
Mengingat harga dua komoditas X dan Y, perubahan input tenaga kerja faktor
seluler, akan mengakibatkan penurunan harga tenaga kerja di kedua industri
dan kenaikan harga modal faktor khusus di kedua industri. Ini sangat berbeda
dengan teorema Rybczynski. Efek dari perubahan dalam faktor abadi dianalisis
melalui Gambar 8 bagian (i) dan (ii).
Gambar 8
51
Pada Gambar 8. (i), semula upah atau harga tenaga kerja sama di RS (=R2S2) di
industri X dan Y. Karena pasokan tenaga kerja faktor seluler meningkat
sebesar L1L2 = RR2 = SS2, kurva YY bergeser ke kanan ke Y1Y1 . Pasokan
tenaga kerja naik di industri X dan Y oleh SS1 dan S2S1 masing-masing. Karena
setiap pekerja tambahan harus bekerja dengan modal lebih sedikit, MPL di
kedua industri jatuh.
Akibatnya, harga tenaga kerja di kedua industri menurun menjadi R1S1
meskipun output di kedua industri telah meningkat. Ini berbeda dengan
teorema Rybczynski. Harga modal di kedua industri akan meningkat karena
setiap jenis modal dikerjakan dengan jumlah tenaga kerja yang lebih besar
sehingga menghasilkan produk modal marjinal yang lebih tinggi di kedua
industri.
Gambar 8. (ii) Menganalisis pengaruh peningkatan modal khusus untuk
industri X. Ketika ada peningkatan jumlah modal dalam industri ini, input
tenaga kerja tetap sama, MPL dalam industri X akan meningkat dan kurva
MPL bergeser dari XX hingga X1X1 . Untuk menjaga kesetaraan dalam nilai-
nilai produk marginal di dua industri, tenaga kerja faktor seluler harus bergeser
dari industri Y ke industri X dengan jumlah SS1 .
Pengalihan ini akan meningkatkan output di industri X tetapi menurunkan
output di industri Y. Tingkat upah di kedua industri akan naik dari RS ke R 1S1.
Persewaan pada kedua jenis modal akan menurun. Perubahan tersebut lebih
dekat dengan efek yang disarankan oleh teorema Rybczynski.
Jika kedua negara terlibat dalam perdagangan bebas, dengan pola permintaan
dan teknik produksi yang identik, perubahan dalam faktor tenaga kerja tidak
akan berpengaruh pada pola perdagangan. Namun, karena perubahan terjadi
dalam penyediaan modal faktor spesifik, output dari dua komoditas berubah
dalam arah yang berlawanan. Dalam situasi seperti itu, setiap negara cenderung
mengekspor barang menggunakan faktor spesifik yang relatif melimpah di
negara itu. Efek seperti itu sepenuhnya konsisten dengan teorema HO.
52
Pengaruh Perubahan Harga:
Model faktor spesifik menganalisis juga pengaruh perubahan harga komoditas
terhadap pengembalian faktor-faktor tersebut. Misalkan harga komoditas X
naik, itu akan menaikkan nilai produk marginal X, yaitu, PX. MPPLX secara
proporsional dan akan menyebabkan pergeseran kurva XX (Lihat Gambar 9)
ke atas ke X1X1 . Ada perpindahan tenaga kerja SS 1 dari produksi Y ke
produksi X. Tingkat upah naik di industri X dari RS ke R1 S1. Karena kenaikan
dalam tingkat upah kurang dari harga X, upah riil dalam industri X turun.
Dalam kasus industri Y, karena harga Y tetap tidak berubah, kenaikan tingkat
upah menandakan kenaikan upah riil di industri ini.Kesimpulan semacam itu
berbeda dengan kesimpulan yang diberikan dalam teorema Stopler-Samuelson.
Gambar 9
Sehubungan dengan pengembalian riil dari modal faktor spesifik, dengan lebih
banyak tenaga kerja untuk bekerja dengan modal spesifik untuk produk X,
produk marjinal modal akan meningkat. Seiring dengan itu, pengembalian
modal spesifik-X akan meningkat. Dalam hal komoditas Y, lebih sedikit tenaga
kerja tersedia untuk bekerja dengan modal khusus-Y. Ini dapat menghasilkan
penurunan laba dari modal spesifik Y.
Dua Faktor Faktor Tertentu:
Varian model faktor spesifik ini dikembangkan oleh Paul Samuelson dan
Ronald W. Jones. Model ini melibatkan dua komoditas, dua negara dan tiga
faktor bersama dengan fungsi produksi neo-klasik. Dari tiga faktor — tanah,
tenaga kerja dan modal, ada dua faktor, tanah dan modal, yang khusus untuk
produksi, dua komoditas X dan Y masing-masing. Faktor-faktor ini tidak dapat
ditransfer dari satu industri ke industri lainnya. Tenaga kerja adalah satu-
satunya faktor yang digunakan di kedua industri. Ini adalah ponsel antara dua
industri di masing-masing kedua negara.
53
Asumsi
54
Gambar 10
Kurva ketidakpedulian masyarakat umum untuk kedua negara. Sebelum
berdagang, R adalah titik keseimbangan produksi dan konsumsi untuk negara
A dan S adalah titik keseimbangan konsumsi dan produksi untuk negara B.
Rasio harga domestik di negara A diwakili oleh kemiringan garis P 0 P 0 dan
bahwa negara B diwakili oleh kemiringan garis P 1 P 1 .
Sejak Perang Dunia Kedua ekonomi global terus tumbuh, pertumbuhan ini
disertai dengan perubahan dalam pola perdagangan internasional yang dilihat
dari perubahan berkelanjutan dalam struktur ekonomi global. Perubahan-
perubahan ini termasuk munculnya blok perdagangan regional,
55
deindustrialisasi di banyak negara maju, peningkatan partisipasi negara-negara
bekas komunis, dan munculnya Cina dan India.
Tujuan ekonomi internasional dapat dibagi ke dalam dua bagian yang lebih
spesifik, yaitu tujuan teori ekonomi dan tujuan kebijakan ekonomi
internasional. Secara umum, tujuan teori ekonomi internasional adalah untuk
melakukan prediksi, menguraikan dan menjelaskan prediksi-prediksi tersebut.
Artinya, teori ekonomi internasional melakukan abstraksi dari hal-hal rinci di
sekitar peristiwa ekonomi untuk memisahkan beberapa variabel dan berbagai
hubungan yang dianggap paling penting dalam memprediksi serta menjelaskan
peristiwa ekonomi (Purnastuti, M.Ec.Dev, 2008).
56
karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan,
serta hukum dalam perdagangan (Hasoloan, 2013).
1. Model Ricardian
2. Model Heckscgher-Ohlin
57
lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat.
Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak
memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal
kedalam teori perdagangan internasional.
Dua ekonom Swedia pada tahun 1920-an, Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
memperluas teori Ricardian model dan mengembangkan teori perdagangan
yang kita kenal sebagai factor endowment theory atau Hecksher-Ohlin Model,
ini merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh dalam teori
perdagangan internasional. Teori ini juga dinamakan teori proporsi faktor
karena teori ini menekankan pada saling keterkaitan antara perbedaan proporsi
faktor-faktor produksi antar negara dan perbedaan proporsi penggunaannya
dalam memproduksi barang-barang. Model H-O menyatakan bahwa “suatu
negara akan mengekspor produk yang produksinya lebih banyak menyerap
faktor produksi yang relatif melimpah dan murah, dan sebaliknya suatu negara
akan mengimpor produk yang produksinya memerlukan penggunaan faktor
produksi (sumberdaya) yang relatif lengkap dan mahal di negara tersebut”
(Nopirin, 2008).
58
perbedaan di dalam relatif endowment dari faktor produksi, teknologi produksi
adalah sama, sementara model Ricardian mengasumsikan bahwa teknologi
produksi adalah berbeda antara negara. Asumsi dari teknologi sama adalah
untuk melihat dampak dari peningkatan perdagangan karena perbedaan
proporsi di dalam faktor produksi negara-negara berbeda. kaum klasik
menerangkan comparative advantage dalam bentuk produktivitas dari
tenaganya (labor productivity) (Usman, 2011).
Perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain
dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi
yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan
opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan
internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif
banyak/murah dalam mem- produksinya akan melakukan spesialisasi produksi
dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan
mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang
relatif langka/mahal dalam memproduksinya (Apridar, 2009).
59
2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor
produksi lebih menjadi masalah. Hal ini karena sebagian besar
perdagangan adalah produk negara industri yang bertumpu pada
diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan
model faktor endowment H-O.
3. Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor
secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional
yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara.
Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak
mengurangi validitas model H-O.
4. Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu
komoditi jika melakukan perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena
banyak negara yang masih memproduksi komoditi yang sebagian besar
adalah dari impor.
Apakah teori H-O telah sesuai dengan kenyataan? Secara umum teori H-O
betul.
Contoh:
60
Paradox Leontief
Hasil penelitian dari ekonom Wassily Leontief dari Universitas harvard
mengenai pola perdagangan AS tahun 1947 yang bertentangan dengan teori
Heckscher – Ohlin. Ternyata AS banyak mengekspor padat karya padahal basis
faktor produksi AS adalah padat modal. Fenomena inilah yang disebut
sebagai “Paradox Leontief”.
Ternyata Paradox Leontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama,
yaitu :
Gambar 11
1.4.2. Model Perdagangan Standar
Gambar 12
63
Kecondongan garis isovalue adalah minus dari harga relative pakaian. Suatu
perekonomian akan memproduksi nilai output setinggi mungkin, yang dapat
dicapai dengan memproduksi pada titik Q, dimana TT merupakan tangen dari
garis isovalue.
Gambar 13
Pada gambar 13 garis isovalue tertinggi yang dapat dicapai oleh perekonomian
sebelum perubahan dalam PC/PF adalah V1V1, garis tertinggi setelah perubahan
adalah V2V2, titik dimana produksi beralih dari Q1 ke Q2. Maka, kita bisa
mengharapkan kenaikan harga relative kain mengiring perekonomian untuk
memproduksi lebih banyak kain dan lebih sedikit makanan. Karenanya
penawaran relatif kain akan meningkat jika harga relatif kain meningkat.
Gambar 14
64
Gambar 14 menunjukkan hubungan antara produksi, konsumsi, dan
perdagangan dalam model standar. Perekonomian berproduksi pada titik Q dan
mengonsumsi pada titik D yang merupakan titik mana garis-garis isovalue
merupakan tangen bagi kurva indiferens tertinggi yang dapat dicapai (Krugman
& Obstfeld, 2003).
1.4.2.2. Efek dari Naiknya Harga Relatif Kain dan Keuntungan dari
Perdagangan
Gambar 15
Gambar 15 Pada panel (a), kemiringan garis isovalue sama dengan minus harga
relatif kain, PC/PF. Hasilnya, ketika harga relatif naik, semua garis isovalue
menjadi lebih curam. Secara khusus, garis nilai maksimum berputar dari VV1
ke VV2. Pergeseran produksi dari Q1 keQ2 dan konsumsi bergeser dari D1
menjadi D2. Jika ekonomi tidak bisa berdagang, lalu memproduksi dan
mengkonsumsi pada titik D3. Panel (b) menunjukkan efek kenaikan harga
relatif pakaian produksi relatif (pindah dari 1 ke 2) dan permintaan relative
(pindah dari1 ke2. Jika ekonomi tidak dapat berdagang, maka ia
mengkonsumsi dan memproduksi pada poin 3 (Paul R.Krugman, 2011).
65
1.4.2.3. Efek Perubahan Kesejahteraan dalam Ketentuan Perdagangan
Syarat pedagang dengan harga ekspor relatif terhadap harga impor ketika suatu
negara mengekspor kain dan harga relatif kain meningkat, persyaratan
perdagangan naik, Karena harga relatif yang lebih tinggi untuk ekspor berarti
bahwa negara tersebut mampu membeli lebih banyak impor, peningkatan
dalam ketentuan perdagangan meningkatkan kesejahteraan suatu negara,
penurunan dalam ketentuan perdagangan mengurangi kesejahteraan suatu
negara.
Gambar 16
Tarif atau subsidi mengubah harga relatif barang. Perubahan tersebut memiliki
efek yang kuat pada distribusi pendapatan karena imobilitas faktor dan
perbedaan dalam intensitas faktor industri yang berbeda. Pada pandangan
pertama, arah pengaruh tarif dan subsidi ekspor pada relative harga, dan karena
itu pada distribusi pendapatan, mungkin tampak jelas. Tarif A memiliki
langsung efek menaikkan harga relatif internal baik diimpor, sementara subsidi
ekspor memiliki pengaruh langsung menaikkan harga relatif internal baik
diekspor. Kita baru saja melihat, bagaimanapun, bahwa tarif dan subsidi ekspor
memiliki efek tidak langsung pada segi suatu negara perdagangan. Istilah efek
perdagangan menunjukkan kemungkinan paradoksal. Sebuah tarif dapat
meningkatkan sebuah istilah negara perdagangan begitu banyak-yang,
menaikkan harga relatif dari ekspor yang baik sehingga banyak di pasar dunia-
bahwa bahkan setelah tingkat tarif yang ditambahkan, harga relatif internal dari
mengimpor jatuh baik. Demikian pula, sebuah subsidi ekspor mungkin
memperburuk kondisi perdagangan sehingga harga relatif internal dari ekspor
baik jatuh meskipun subsidi (Sijabat, 2013).
Skala ekonomis adalah sebuah konsep praktis yang penting untuk menjelaskan
fenomena dunia nyata seperti pola-pola perdagangan internasional, jumlah
perusahaan di pasar, dan bagaimana perusahaan bisa “terlalu besar untuk
gagal”. Pemanfaatan skala ekonomi membantu menjelaskan mengapa
67
perusahaan tumbuh besar di beberapa industri. Ini juga merupakan pembenaran
untuk kebijakan perdagangan bebas, karena beberapa skala ekonomi mungkin
memerlukan pasar yang lebih besar.
Pandangan alternatif lainnya bahkan menginginkan agar teori H-O diganti dan
bukan diperbaiki. Pandangan ini, yang pengaruhnya semakin meningkat,
dimulai dengan mengungkapkan bahwa proporsi faktor produksi hanya
memproduksi hanya menjelaskan sedikit saja, baik karena negara-negara
memiliki kekayaan faktor produksi yang sama atau karena industri-industri
pada kenyataan tidak berbeda banyak dalam penggunaan proporsi termaksud.
Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perdagangan antarindustri
mendekati keseragaman. Pandangan alternatif ini selanjutnya berpendapat
bahwa negara-negara yang memiliki proporsi faktor yang sama akan mendapat
banyak manfaat dari perdagangan apabila mereka mengkhususkan diri dalam
industri yang memiliki skala ekonomis yang berbeda (skala ekonomis yang
besar atau skala penghasilan yang semakin meningkat, yang berarti bahwa
biaya-biaya meurun pada saat skala produksi semakin membesar (Lindert &
Kindleberger, 1990).
68
Dalam beberapa buku ekonomi yang lebih baru, disebutkan bahwa jika skala
ekonomi tercipta karena eksternalitas, maka perdagangan internasional dapat
berlangsung tanpa harus ada keunggulan komparatif. Meskipun dua negara
tidak mempunyai keunggulan, baik dalam teknologi maupun sumberdaya,
tetapi masing-masing negara dapat melakukan spesialisasi produk suatu barang
manufaktur maka terciptalah perdagangan internasional.
Dalam buku ekonomi terbitan yang lebih baru adalah industri pakaian (fashion)
di New York dan Lembah Silicon di Californi. Jika terdapat skala ekonomi
didalam perusahaan, maka asumsi persaingan sempurna tidak berlaku lagi, dan
sebaliknya menjadi persaingan tidak sempurna (imperfect competition) karena
adanya skala ekonomi, masing-masing negara tidak dapat memproduksi suatu
jenis produk secara sendirian (Sattar, 2017).
Gambar 17
Skala ekonomi terbagi menjadi dua bagian, yaitu skala ekonomi internal dan
skala eknomi eksternal.
69
perusahaan berkurang. Dengan demikian efisiensi meningkat dengan
jumlah output yang dihasilkan meningkat.
2. Skala Ekonomi Eksternal (Exsternal Economies Of Scale)
Skala ekonomi eksternal akan tercipta apabila jumlah biaya per unit sudah
tergantung pada besarnya industri, tidak perlu besarnya satu perusahaan.
Skala ekonomi eksternal akan terlihat dengan meningkatnya efisiensi
perusahaan-perusahaan karena sektor industri menjadi lebih besar.
Konsep skala hasil meningkat mengacu pada situasi produksi dimana output
bertambah lebih proporsional ketimbang peningkatan input atau fakto-faktor
produksinya. Artinya, seandainya semua input di lipatdua kan, maka output
akan bertambah lebih dua kali lipat. Demikian pula jika semua input di tambah
hingga tiga kali lipat dari pada sebelumnya, maka outputnyapun akan
bertambah lebih tiga kali lipat. Skala hasil yang meningkat ini dapat terjadi
70
karena operasi yang lebih besar cenderung meningkatkan pembagian kerja dan
spesialisasi sehingga setiap unit faktor produksi akan membuahkan hasil yang
lebih besar.
Gambar 18
Ada beberapa aspek dari analisis mengenai gambar 18 yang harus dijelaskan
lebih jauh. Pertama, tidak ada faktor penyebab yang pasti untuk mendorong
kedua negara itu berspesialisasi dalam produksi komoditi X maupun komoditi
Y. Kedua, meskipun dikatakan identik, kedua negara tersebut tidak mungkin
sama persis dalam semua aspek ekonominya. Ketiga, jika skala ekonomis itu
terdapat pada berbagai tingkatan output, maka satu atau beberapa perusahaan
di masing-masing negara lambat laun akan dapat menguasai seluruh pasar bagi
produk tertentu sehingga menjurus pada terciptanya monopoli atau oligopoli.
Jadi, skala ekonomis atau skala hasil yang meningkat tersebut merupakan
sesuatu yang bersifat internal dalam perusahaan. Konsep lain yang cukup
penting dan berkaitan dengan skala ekonomis adalah hipotesis yang
dikemukakan oleh Linder pada tahun 1961, yang pada intinya menyatakan
bahwa suatu negara mengekspor produk produk manufaktur yang di dukung
oleh pasar domestik yang cukup besar. Menurut hipotesis “ kemiripan prefensi
”atau dapat pula disebut sebagai hipotesis“ permintaan yang tumpang tindih “
tersebut, perkembangan manufaktur cenderung terjadi di kalangan negara-
negara yang selera dan tingkat pendapatannya setara (Siregar, 2011).
71
1.4.3.1. Persaingan Tidak Sempurna
Pasar persaingan tidak sempurna adalah pasar atau industri yang terdiri dari
produsen-produsen yang mempunyai kekuatan pasar atau mampu
mengendalikan harga output di pasar. Dalam pasar persaingan tidak sempurna,
perseorangan memiliki pengaruh yang besar atas harga yang akan dijual.
1. Pasar Monopoli
Pasar monopoli adalah suatu keadaan pasar dimana hanya ada satu kekuatan
atau satu penjual yang dapat menguasai seluruh penawaran, sehingga tidak ada
pihak lain yang menyanginya atau terdapat pure monopoly (monopoli murni).
- Konsumen merasa berat karena harus membeli barang dengan harga sangat
tinggi oleh perusahaan monopoli.
2. Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu keadaan pasar dimana terdapat beberapa produsen
atau penjual menguasai penawaran, baik secara independen maupun secara
diam-diam bekerja sama.
72
Kelebihan Pasar Oligopoli:
- Tidak efisiensi produksi karena setiap produsen tidak beroperasi pada biaya
rata-rata yang minimum.
3. Pasar Monopolistik
Pasar monopolistik adalah pasar yang terjadi apabila dalam suatu pasar
terdapat banyak produsen, tetapi ada diferensiasi produk (perbedaan merk,
bungkus, dan sebagainya) diantara produk-produk yang dihasilkan oleh
masing-masing produsen. Pada perusahaan monopolistik biasanya menghadapi
kurva permintaan yang bentuknya melengkung ke bawah dari kiri atas ke
kanan bawah. Bentuk kurva permintaan demikian menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut bisa menghasilkan lebih banyak output hanya jika
harganya turun.
73
Gambar 19
Gambar 20
- Konsumen masih harus membayar harga produk yang lebih tinggi dari biaya
produksi untuk menghasilkan produk tersebut, atau P lebih besar dari MC.
74
Dalam pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition) perusahaan
menyadari bahwa mereka dapat menjual produk-produk dalam jumlah yang
lebih banyak dengan cara menurunkan harga produk-produknya. Apabila
perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga, maka kita perlu mengembangkan
sebentuk perangkat analisis atambahan untuk menjelaskan bagaimana
perusahaan tersebut akan berperilaku. Struktur pasar paling sederhana yang
tersedia guna mengamatinya adalah struktur monopoli murni (pure monopoly)
yakni dimana satu peruahaan sama sekali tidak menghadapi satu persaingan
pun. (Rahayu, 2015).
Ringkasan
Tugas
Daftar Pustaka
76
Darwanto. (2009). Model Perdagangan Hecksher-Ohlin (Teori, Kritik dan
Perbaikan).
Fitriani, S. (2014). PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FOREIGN
DIRECT INVESTMENT DIINDONESIA. PERDAGANGAN
INTERNASIONAL DAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT
DIINDONESIA, 94.
Gupta, S. (2015, Mei 21). Trade Pattern. Retrieved from SlideShare:
https://www.slideshare.net/shwetagupta796/trade-pattern
Hasoloan, J. (2013). Peranan Perdagangan Internasional Dalam Produktifitas
dan Perekonomian. Edunomic, 102-112.
Hidayaters. (2008, April 15). Perbedaan Keunggulan Kompetitif dengan
Keunggulan Komparatif. Retrieved from hidayaters.wordpress.com:
https://hidayaters.wordpress.com/2008/04/15/perbedaan-keunggulan-
kompetitif-dengan-keunggulan-komparatif/
Hill, C. W. (2010). International Business 8e. McGraw-Hill Education.
Imbs, J., & Wacziarg, R. (n.d.). American Economic Review. 2003.
James, R. M. (2018). Multi-Plant Economies And The Gains From Trade
Multinationals. Journal of International Economics, 1-23.
Jansen, M., Peters, R., & Salazar-Xirinachs, J. M. (2011). Trade and
Employment From Myths to Facts. 2011.
Jr, D. (n.d.). Model Ricardian. Retrieved from Academia:
https://www.academia.edu/4672290/Model_Ricardian
Korah, R. S. (2016). PRINSIP-PRINSIP EKSISTENSI GENERAL
AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) DAN WORLD
TRADE ORGANIZATION (WTO) DALAM ERA PASAR BEBAS.
Jurnal Hukum Unsrat, 44-52.
Krugman, P. R., & Obstfeld, M. (2003). Ekonomi Internasional Teori dan
Kebijakan Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Leamer, E. (1995). The Heckscher–Ohlin Model in Theory and Practice.
INTERNATIONAL FINANCE.
Lindert, P. H., & Kindleberger, C. P. (1990). Ekonomi Internasional Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Nopirin. (2008). Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Nugroho, J. (2016, 6 2). 5 perekonomian internasional model perdagangan-
standar. Retrieved 10 29, 2019, from www.slideshare.net:
https://www.slideshare.net/juditjnugroho/5-perekonomian-
internasional-model-perdaganganstandar
Paul R.Krugman, M. O. (2011). International Economics Theory & Policy.
America: Addison Wesley.
Prakasa, S. U. (2018). Perdagangan Internasional Dan Ham: Relasinya Dengan
Sustainable Development. 9(12).
77
Purnastuti, M.Ec.Dev, L. (2008). Ekonomi Internasional. Tangerang:
Universitas Terbuka.
Raahayu, S. (2015). Peranan Skala Prioritas dan Jenis Pasar dalam
Perdagangan Internasional. Jurnal Inkoma, 11.
Rachmi, A. (2019, Oktober 27). Teori Perdagangan Internasional. Retrieved
from
https://www.academia.edu/10071035/BAB_2_TEORI_PERDAGANG
AN_INTERNASIONAL
Rahayu, S. (2015). Peranan Skala Prioritas dan Jenis Pasar Dalam Perdagangan
Internasional. Jurnal Inkoma, 21-22.
S, A. (n.d.). The Specific Factor Model of Trade | International Economics .
Retrieved from Economic Discussion:
http://www.economicsdiscussion.net/international-trade/models-
international-trade/the-specific-factor-model-of-trade-international-
economics/30991
Santosa, A. B. (2006). PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN
PEMBANGUNAN EKONOMI . PERDAGANGAN INTERNASIONAL
DAN PEMBANGUNAN EKONOMI , 130-131.
Sasmita, S. (2015). Reformasi Struktur Perdagangan Internasional dalam
WTO: Perspektif Joseph E. Stiglitz. Reformasi Struktur Perdagangan
Internasional dalam WTO: Perspektif Joseph E. Stiglitz, 192-193.
Sattar. (2017). Buku Ajar Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Deepublish.
Setiawan, S. (2019, Juni 27). 5 Macam Teori Perdagangan Internasional
Dalam Ekonomi. Retrieved from GURUPENDIDIKAN.COM:
https://www.gurupendidikan.co.id/5-macam-teori-perdagangan-
internasional-dalam-ekonomi/
Siebert, H. (1977). ENVIRONMENTAL QUALITY AND THE GAINS
FROM TRADE. 1-18.
Sijabat, S. (2013, 04 23). Model Perdagangan Standar. Retrieved 10 29, 2019,
from SahatSijabat22.blogspot.com:
http://sahatsijabat22.blogspot.com/2013/04/model-perdagangan-
standar.html
Sinha, A. (2011). TRADE AND THE INFORMAL ECONOMY.
Siregar, J. (2011, Maret Rabu). Skala Ekonomis, Persaingan tidak Sempurna
dan Perdagangan Internasional. Retrieved Maret Rabu, 2011, from
https://janisiregar.blogspot.com:
https://janisiregar.blogspot.com/2011/03/skala-ekonomis-persaingan-
tidak.html
Sjamsul Arifin, D. E. (2007). Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta:
PT. Alex Media Komputindo.
Stern , R. .. (2011). Growth and the Gains From Trade and Globalozation
Comparative Advantage. Singapore: Word Scientific.
78
Suci, S. (2014). International Trade and Foreign Direct Investment in
Indonesia. Perdagangan Internasioanal, 1-24.
Sutrisno, N. (2009). Efektifitas Ketentuan-Ketentuan World Trade
Organization tentang Perlakuan Khusus dan Berbeda Bagi Negara
Berkembang: IMplementasi dalam Praktek dan dalam Penyelesaian
Sengketa. Jurnal hukum, 1-29.
Tjiptoherijanto, P. (2000). Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.
Jakarta.
Usman, J. S. (2011). TINGKAT KETERBUKAAN, KOMPETISI DALAM
ARUS PERDAGANGAN INDONESIA DI ASIA: SUATU
PENDEKATAN EKONOMETRIKA. Indonesian Journal of
Agricultural Economics (IJAE).
wibowo, P. s. (2012, 10 21). Model Perdagangan Standar Yang Dibangun
Pada Empat Hubungan Kunci. Retrieved 10 29, 2019, from
www.scribd.com:
https://www.scribd.com/document/110674915/Model-Perdagangan-
Standar-Yang-Dibangun-Pada-Empat-Hubungan-Kunci
Wicaksana Prakasa, S. U. (2018). Perdagangan Internasional Dan Ham:
Relasinya Dengan Sustainable Development . Perdagangan
Internasional Dan Ham: Relasinya Dengan Sustainable Development ,
37.
Yunanda, M. (2016, Oktober 21). Distribusi Pendapatan, Kurva Lorenz dan
Koefisien Gini. Retrieved from Belajar Ekonomi:
https://ruangbelajarekonomi.blogspot.com/2016/10/kurva-lorenz-dan-
koefisien-gini.html
Zahro, F. (2012, Juni 18). TEORI DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN
KEKAYAAN. Retrieved from Kumpulan Materi:
https://fatimaajja.blogspot.com/2012/06/teori-distribusi-pendapatan-
dan.html
79
BAB 2
PASAR TENAGA KERJA GLOBAL
2.1. Pendahuluan
Dalam tiga puluh tahun terakhir, peningkatan tingkat liberalisasi dan integrasi
pasar telah menjadi ciri ekonomi dunia. Istilah "Globalisasi" digunakan untuk
mengidentifikasi peristiwa yang bidang tindakannya mencakup seluruh dunia,
tidak hanya tersisa di tingkat nasional. Pasar Globalisasi hanyalah salah satu
aspek dari fenomena intensifikasi karena hubungan sosial dan keterbukaan
internasional. Globalisasi pasar merupakan peningkatan tingkat perdagangan
internasional, semakin banyak pergerakan modal, tenaga kerja dan teknologi
secara intensif di seluruh dunia. Batas antar negara menjadi kurang relevan
untuk barang, jasa, dan dana abadi yang bergerak dari satu sisi dunia ke sisi
lainnya. Pasar keuangan sangat terintegrasi berkat deregulasi yang kuat dan
peningkatan teknologi informasi yang memungkinkan ribuan transaksi per hari.
Produksi barang dan jasa semakin terfragmentasi menjadi fase yang berbeda
yang diwujudkan di berbagai negara, karena fenomena outsourcing dan
offshoring, di mana perusahaan mencari cara produksi yang paling produktif
dan termurah Pembagian kerja internasional baru, dan meningkatnya jumlah
aktor di kancah global telah menyebabkan penyesuaian struktural, berbeda dari
satu negara ke negara lain, dalam kaitannya dengan spesialisasi produktif yang
berbeda.
1
Ekonom dan lembaga internasional lazim memiliki pendapat positif tentang
globalisasi, karena mereka berfokus pada keuntungan yang dihasilkannya.
Integrasi yang melonjak sebenarnya telah berkontribusi, bersama dengan
perkembangan teknologi yang kuat, untuk meningkatkan kekayaan dan
pendapatan, dan keterbukaan utama terhadap perdagangan internasional
memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap pertumbuhan. Pertama-tama,
perdagangan melakukan konvergensi absolut dengan tingkat pendapatan yang
serupa di antara negara-negara. Kedua, perdagangan meningkatkan
produktivitas karena keterbukaan menyebarkan pengetahuan dan teknologi di
antara negara-negara, memungkinkan perusahaan untuk menentukan cara
produksi yang paling efisien. Ini mengarah untuk pertumbuhan produktivitas
dan, akibatnya, ekspor, yang meningkatkan pendapatan negara. Produktivitas
juga meningkat berkat kualitas input terbaik yang dapat diimpor darilain
negara: keterbukaan dan perdagangan sebenarnya memungkinkan spesialisasi
dalam kaitannya denganmasing-masing negara keunggulan komparatif. Faktor
ketiga adalah perdagangan mengurangi korupsi dan kekuatan monopoli, yang
merupakan contoh khas dari persaingan tidak sempurna di ekonomi tertutup.
Sebenarnya hampir tidak mungkin bagi satu perusahaan untuk mengendalikan
seluruh pasar dalam ekonomi terbuka. Perdagangan juga mendorong reformasi
kelembagaan, yang merupakan prasyarat mendasar untukperdagangan
hubungan.
Tetapi opini publik sering kali memiliki posisi negatif mengenai globalisasi,
dengan alasan bahwa hal itu meningkatkan kesenjangan sosial, bahwa itu
menguntungkan hanya untuk perusahaan besar dan bukan untuk warga negara,
dan terutama bahwa itu memiliki efek negatif pada pasar tenaga kerja. Efek
globalisasi pada pasar tenaga kerja tentu saja merupakan salah satu aspek
utama dari analisis ekonomi globalisasi. Apa yang telah terjadi dalam beberapa
dekade terakhir adalah bahwa upah pekerja tidak terampil turun di negara maju
dan pengangguran mereka meningkat, sementara ada kecenderungan yang
berlawanan di negara-negara berkembang di mana ekspor barang padat karya
meningkat, mengarah ke mengejar ketinggalantidak trampil upah pekerja.
Negara-negara Barat sebenarnya mengimpor barang dalam jumlah yang
2
semakin banyak dari negara-negara berkembang, ditandai dengan tingginya
tingkat tenaga kerja tidak terampil, yang mengurangi permintaan tenaga kerja
tidak terampil nasional. Konsekuensi dari fenomena ini adalah pengangguran
meningkat, dan ada kesenjangan yang lebih besar antara upah pekerja terampil
dan tidak terampil. Menarik untuk digarisbawahi bahwa efek kontraksi yang
sama dari permintaan tenaga kerja, terutama di sektor padat karya, di mana ada
persaingan yang tinggi dari negara-negara berkembang, juga disebabkan oleh
kelanjutan perkembangan teknologi. Meningkatkan teknik-teknik produksi
mengurangi permintaan tenaga kerja tidak terampil, mirip dengan apa yang
dilakukan globalisasi. Dengan demikian, sangat penting untuk memisahkan dua
fenomena ini dalam analisis, untuk hanya mengamati efek globalisasi pada
pasar tenaga kerja.
Model HO adalah model 2x2x2, yang berarti bahwa ada dua negara, dua
barang dan dua faktor. Faktor-faktor yang biasanya dipertimbangkan adalah
modal dan tenaga kerja, atau tanah dan tenaga kerja; barang-barang itu
3
sebaliknya berbeda dalamfaktornya intensitas, yaitu, pada rasio upah-sewa
tertentu, produksi salah satu barang menggunakan rasio modal terhadap tenaga
kerja yang lebih tinggi daripada produksi yang lain. Dengan demikian, teorema
HO menegaskan bahwa dalam perdagangan bebas suatu negara akan
mengekspor komoditas dan jasa yang secara intensif menggunakan faktor
kelimpahan relatifnya, dan akan mengimpor komoditas dan jasa dari faktor
kelangkaan relatifnya. Oleh karena itu, sumbangan relatif dari faktor-faktor
produksi (tanah, tenaga kerja dan modal) menentukan keunggulan komparatif
suatu negara. Menurut model ini ada pemenang dan pecundang dari
perdagangan internasional, karena pemilik faktor yang melimpah dari suatu
negara memperoleh keuntungan dari perdagangan, sedangkan pemilik faktor
langka kehilangan11. Jadi, diterapkan pada realitas kontemporer, teorema HO
menyoroti alasan mengapa negara-negara industri mengekspor barang-barang
padat modal, sementara mereka mengimpor barang-barang padat karya dari
negara-negara berkembang.
4
pada kenyataannya, dari negara-negara industri ke negara-negara berkembang,
karena tingkat pengembalian yang lebih tinggi yang ditawarkan oleh yang
terakhir. Modal memungkinkan, dengan demikian, penciptaan lapangan kerja
baru di negara-negara berkembang dan membuat permintaan tenaga kerja lokal
tumbuh dan ini meningkatkan upah. Di negara maju, sebaliknya, proses yang
sebaliknya terjadi, membuat upah bertemu. Kekuatan ketiga adalah limpahan
pengetahuan teknologi. Ini biasanya ditransfer melalui pengamatan dan
peniruan, meskipun mungkin ada paten dan hak kekayaan intelektual untuk
melindunginya. Namun paten berakhir setelah beberapa tahun, dan sebagian
besar teknologi pengetahuantidak dilindungi, karena terlalu luas untuk
dipatenkan. Kekuatan keempat FPE adalah migrasi. Orang-orang terutama
bermigrasi dari negara-negara berkembang dengan upah rendahnegara ke-
negara maju dengan upah tinggi, dan ini membuat tenaga kerja semakin langka
di negara-negara pertama dan lebih melimpah di negara-negara kedua,
mengurangi perbedaan upah internasional. Tetapi semua ini hanya terjadi
dalam model ideal, karena dalam kenyataannya FPE lengkap tidak diamati
karena perbedaan sumber daya yang luas, hambatan perdagangan, upah kaku
dan perbedaan teknologi internasional.
Yang terkoneksi secara ketat dengan model Heckscher Ohlin adalah teorema
Stolper-Samuelson yang menggaris bawahi hubungan antara harga barang dan
harga faktor. Menurut teorema Stolper-Samuelson, sebenarnya, jika ada
pengembalian konstan ke skala dan kedua barang (padat modal dan padat karya
yang ada dalam model HO) terus diproduksi, peningkatan relatif dalam harga
barang akan meningkatkan pengembalian nyata ke faktor yang digunakan
secara intensif dalam industri itu dan mengurangi pengembalian nyata ke faktor
lain. Menurut model Stolper-Samuelson, pintu masuk negara-negara
berkembang dalam kompetisi internasional, karena pengurangan hambatan
perdagangan dan biaya transportasi, izin untuk barang padat karya, diproduksi
di negara-negara Timur, untuk menggantikan yang datang dari negara industri.
Negara. Akibatnya, permintaan tenaga kerja tidak terampil berkurang di-Barat
negara negara membuat pengangguran bertambah.
5
Tenaga kerja global mengacu pada persediaan angkatan kerja internasional,
termasuk orang-orang yang dipekerjakan oleh perusahaan multinasional dan
terhubung melalui sistem jaringan global dan produksi, pekerja imigran,
pekerja migran sementara, pekerja telekomuter, orang-orang yang terlibat
dalam pekerjaan berorientasi ekspor, pekerjaan kontingen, atau pekerjaan
berbahaya. Per 2012, persediaan angkatan kerja global mencapai kurang lebih
3 miliar orang, 200 juta di antaranya menganggur.
2.2.1. Globalisasi
6
2.2.2. Migrasi
Pendekatan emigrasi lebih berfokus pada efek migrasi pada hasil pasar kerja,
pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh remitansi dan
dampak rumah tangga pada mereka yang tertinggal. Literatur ekonomi besar
tentang dampak emigrasi tenaga kerja pada ekonomi pengirim migran
menyoroti bahwa itu secara signifikan tergantung pada cara rasio modal-tenaga
kerja dipengaruhi terkait dengan orang-orang yang tersisa di negara asal. Selain
itu, efek emigrasi sangat berbeda dari satu kelompok sosial ekonomi ke yang
lain. Dengan demikian, secara keseluruhan, emigrasi cenderung memiliki
dampak positif pada mereka yang tersisa, dengan meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan mengurangi ketidaksetaraan pendapatan di negara pengirim
7
migran (Clemens, 2014).Teori-teori yang menjelaskan konsep brain drain
dengan mengungkapkan relevansi pengetahuan asimetris mengenai
keterampilan yang diperoleh oleh para migran, masing-masing fakta bahwa
negara tuan rumah memiliki lebih banyak informasi tentang kemampuan migran
daripada ekonomi pengirim migran (Viem Kwok, 1982).
a. Ketika pekerja migran adalah pengganti bagi pekerja yang ada, imigrasi
diharapkan dapat meningkatkan kompetisi untuk pekerjaan dan mengurangi
upah dalam jangka pendek. Dalam hal pekerjaan, sejauh mana penurunan
upah meningkatkan pengangguran atau tidak aktif di antara pekerja yang
ada tergantung pada kesediaan mereka untuk menerima upah yang lebih
rendah yang baru. Jika, di sisi lain, keterampilan migran saling melengkapi
dengan keterampilan pekerja yang ada, semua pekerja mengalami
peningkatan produktivitas yang diharapkan dapat menyebabkan kenaikan
upah pekerja yang ada. Secara umum, pekerja dengan pekerjaan dengan
keterampilan rendah diharapkan menghadapi lebih banyak persaingan dari
para migran karena keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu lebih
mudah diperoleh dan kurang terspesialisasi.
8
b. Kedua, selain memperluas pasokan tenaga kerja, imigrasi juga dapat
memperluas permintaan tenaga kerja dan, dengan demikian menciptakan
lapangan kerja baru. Ini karena tidak ada jumlah pekerjaan tetap dalam
perekonomian. Migran memperluas permintaan konsumen akan barang dan
jasa, dan pengusaha dapat meningkatkan produksi di sektor-sektor di mana
tenaga kerja migran digunakan (misalnya sektor pertanian atau
perawatan).Perubahan upah dan pekerjaan bukan satu-satunya cara di mana
ekonomi merespons imigrasi.
c. Ketiga, imigrasi dapat mengubah campuran barang dan jasa yang diproduksi
dalam perekonomian dan dengan demikian struktur pekerjaan dan industri
pasar tenaga kerja. Misalnya, imigrasi pekerja berketerampilan rendah dapat
memperluas produksi (penyediaan) produk (layanan) tertentu yang
menggunakan tenaga kerja berketerampilan rendah secara intensif.
Perluasan sektor ini kemudian akan meningkatkan permintaan dan
mendorong upah kembali. Demikian pula, imigrasi dapat mengubah
teknologi yang digunakan untuk memproduksi (menyediakan) produk
(layanan) tertentu. Misalnya, imigrasi pekerja terampil dapat mendorong
inovasi dan adopsi teknologi yang lebih intensif keterampilan yang sekali
lagi akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Sejauh mana investasi
dan permintaan tenaga kerja menanggapi imigrasi tergantung pada
karakteristik ekonomi. Selama krisis ekonomi, permintaan
(Placeholder6)tenaga kerja mungkin merespons lebih lambat daripada saat
pertumbuhan ekonomi (Christian Dustmann, 2008).
Efek imigrasi pada hasil pasar tenaga kerja kelahiran asli di tingkat nasional
cenderung lemah Hubungan antara saham pekerja asing-lahir dan rasio
employmentto-populasi pekerja kelahiran asli sangat bervariasi antar negara.
Tapi di mana korelasi yang signifikan secara statistik ada, perbedaan yang
relatif lemah. Di Kosta Rika, Republik Dominika dan Rwanda, ada hubungan
terbalik yang signifikan - sebagai bagian dari pekerja asing kelahiran
meningkat, rasio kerja-untuk-populasi pangsa pekerja kelahiran asli jatuh.
9
Sementara di Côte d'Ivoire, dengan adanya pekerja asing kelahiran, yang rasio
kerja-untuk-populasi meningkat.
Di banyak negara-negara mitra, pangsa asing lahir dan hasil pasar tenaga kerja
kelahiran asli tampaknya tidak akan sangat terkait di tingkat nasional. Di Kosta
Rika, Republik Dominika, Ghana dan Rwanda, bagian yang lebih tinggi dari
pekerja asing kelahiran di dalam sel keterampilan dikaitkan dengan penurunan
signifikan secara statistik dalam rasio kerja untuk populasi pekerja kelahiran
asli dalam sel itu. Hanya 0,6% di Republik Dominika adalah efek ini pada rasio
kerja untuk populasi disertai dengan penurunan tingkat pengangguran kelahiran
asli.
10
yang langka dan bisa sulit untuk menerapkan cross-nasional mengingat
kelangkaan sebanding, cukup-rinci dan nasional-wakil data (Ratha dan Shaw,
2007). Laporan ini merupakan salah satu upaya pertama untuk memahami
dampak ini di negara-negara berkembang dalam kerangka komparatif. Menarik
kesimpulan dan mendiskusikan konsekuensi kebijakan berdasarkan temuan
dalam bab ini membutuhkan hati-hati, sebagai respon kebijakan yang tepat
sangat bergantung pada konteks dan keadaan setempat. Dampak imigrasi pada
hasil pasar tenaga kerja kelahiran asli adalah beragam dan sangat kontekstual.
Efek pada kerja di tingkat nasional, di mana mereka ada, negatif, yang berarti
bahwa di negara-negara, sebagai bagian dari pekerja asing kelahiran
meningkat, tingkat kerja pekerja kelahiran asli menurun. Namun, efek-efek
yang tidak universal, apalagi, mereka tidak selalu menguntungkan ketika
diambil bersama-sama dengan dampak lainnya, seperti dampak positif tidak
selalu tegas baik. Misalnya, di Rwanda, dampak negatif dari imigrasi pada
kerja-ke-populasi rasio pekerja kelahiran asli kemungkinan hasil kebijakan
migrasi tenaga kerja dan perencanaan pembangunan jangka panjang. Hal ini
menunjukkan bahwa itu bukan bagian dari kelahiran luar negeri yang
mengurangi rasio kerja pekerja nativeborn, melainkan sebaliknya. Kebijakan
dan perencanaan yang dirancang untuk menarik lahir di negeri asing, pekerja
yang sangat terampil untuk sektor dan posisi yang kurang pekerja kelahiran asli
cukup memenuhi syarat. Sebaliknya, di Thailand, dampak statistik positif dari
imigrasi pada tingkat pekerjaan yang dibayar bisa mencerminkan kondisi kerja
yang relatif tidak menguntungkan bagi pekerja asing kelahiran, menyediakan
pekerja kelahiran asli kesempatan untuk menemukan yang lebih baik (dibayar)
kerja. Dengan pengecualian Afrika Selatan, dampak pasar tenaga kerja dari
imigrasi kurang negatif dan, bila ada, sedikit lebih positif dalam analisis tingkat
regional daripada nasional. Namun, risiko studi regional menghasilkan efek
bias karena relokasi kemungkinan pekerja kelahiran asli luar daerah mereka.
Perbedaan antara hasil mungkin karena perbedaan berpotensi besar dalam
distribusi geografis pekerja asing-lahir dan pembangunan ekonomi dalam
banyak negara berkembang. Memang, pendekatan sel keterampilan
mengasumsikan bahwa pasar tenaga kerja yang ada di tingkat nasional dan
11
bahwa pekerja sempurna seluler dalam suatu negara. Dampak dari kekuatan
imigrasi sebenarnya manfaat hasil pasar tenaga kerja dari pekerja kelahiran asli
di daerah tersebut dengan lebih imigran yang aktif secara ekonomi. Di negara-
negara di mana kegiatan yang paling produktif terjadi dalam satu atau beberapa
besar daerah perkotaan dan tingkat kemiskinan lazim membatasi mobilitas
internal kelahiran asli pekerja mungkin tidak memiliki banyak kesempatan
untuk pindah di hadapan peningkatan jumlah workers Lahir di luar negeri
karena itu, hasil daerah yang disajikan di sini mungkin kurang sensitif terhadap
bias metodologis yang mengganggu hasil dari negara-negara yang lebih maju.
Waktu yang dihabiskan di negara tuan rumah dapat mempengaruhi cara
imigran berintegrasi ke dalam pasar tenaga kerja. Orang-orang yang tiba di
gelombang awal imigrasi mungkin lebih baik terintegrasi daripada mereka
yang datang kemudian, karena kemampuan bahasa ditingkatkan atau
kompetensi pasar tenaga kerja lainnya khusus untuk konteks lokal. Mengingat
integrasi potensi ini dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa baru tiba
pekerja asing kelahiran memiliki dampak pasar tenaga kerja yang berbeda dari
semua pekerja asing kelahiran diambil bersama-sama. Orang-orang yang tiba
di gelombang awal imigrasi mungkin lebih baik terintegrasi daripada mereka
yang datang kemudian, karena kemampuan bahasa ditingkatkan atau
kompetensi pasar tenaga kerja lainnya khusus untuk konteks lokal. Mengingat
integrasi potensi ini dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa baru tiba
pekerja asing kelahiran memiliki dampak pasar tenaga kerja yang berbeda dari
semua pekerja asing kelahiran diambil bersama-sama. Orang-orang yang tiba
di gelombang awal imigrasi mungkin lebih baik terintegrasi daripada mereka
yang datang kemudian, karena kemampuan bahasa ditingkatkan atau
kompetensi pasar tenaga kerja lainnya khusus untuk konteks lokal. Mengingat
integrasi potensi ini dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa baru tiba
pekerja asing kelahiran memiliki dampak pasar tenaga kerja yang berbeda dari
semua pekerja asing kelahiran diambil bersama-sama.
Analisis baru tiba pekerja asing kelahiran karena itu mencoba untuk
memperkirakan jangka pendek dampak pasar tenaga kerja dari imigrasi.
Pendekatan ini sama sekali tidak menggantikan model termasuk efek yang
12
lebih dinamis, seperti penyesuaian upah dan / atau perilaku investasi dalam
jangka panjang. Meskipun demikian, baru-baru ini tiba pekerja asing kelahiran
cenderung memiliki dampak pasar tenaga kerja lebih kuat dari yang lebih
mapan pekerja asing kelahiran, menunjukkan bahwa kebijakan migrasi tenaga
kerja harus mendorong integrasi pasar tenaga kerja, terutama untuk para
imigran yang baru tiba. Penelitian di masa depan harus melihat ke dalam
indikator lebih eksplisit dari kualitas pekerjaan. Hal ini terutama terkait
mengingat homogenitas relatif indikator pasar tenaga kerja di seluruh spektrum
pendidikan dan pengalaman nasional, misalnya rendah dan pengangguran
sebangun. Indikator harus mencakup pergeseran dalam status pekerjaan dan
bentuk lain dari kerja non-standar. Indikator pasar tenaga kerja yang ada
mungkin tidak cukup untuk mengidentifikasi kerentanan khusus untuk yang
pekerja asing kelahiran yang terkena. Akibatnya, indikator-indikator yang sama
mungkin juga tidak menyediakan variasi dalam data yang dibutuhkan untuk
mengisolasi potensi dampak pasar tenaga kerja dari imigrasi. Meningkatkan
keandalan penilaian dampak bergantung pada yang lebih rinci dan teratur
pengumpulan data. penelitian di masa depan dampak imigrasi di negara
berkembang juga bisa mendapatkan keuntungan dari secara bersamaan
akuntansi untuk efek yang mungkin emigrasi. Di Kyrgyzstan dan Nepal,
misalnya, tingkat emigrasi yang cukup besar untuk memiliki dampak yang
besar terhadap pekerja yang tetap di negara itu. Hal ini penting dalam kasus-
kasus untuk menjelajahi bagaimana arus emigrasi berhubungan dengan arus
imigrasi dan hasil pasar tenaga kerja non-emigran pekerja kelahiran asli.
Penelitian bisa melihat secara khusus apakah imigran cenderung bergerak ke
sektor dan pekerjaan dibiarkan terbuka oleh pekerja berangkat, atau apakah
mereka menduduki posisi yang sama sekali berbeda.
Model pasar tenaga kerja bukanlah model yang baik dari efek keseluruhan
imigrasi karena membuat nyaman “semua hal lain yang sama” asumsi untuk
memusatkan perhatian pada efek langsung pada upah atau pekerjaan dari
kedatangan tiba-tiba imigran. Semua hal-hal lain tidak tetap sama ketika
imigran tiba di ekonomi tujuan, seperti yang disarankan di bagian sebelumnya
13
di mana pergeseran immigration induced pada pekerja pribumi, investasi
modal, dan produksi dianalisis. Rincian Bagian berikutnya efek lain dari
imigrasi tidak ditangkap oleh model pasar tenaga kerja tradisional imigrasi:
Ketika imigran tiba, mereka menjadi konsumen serta pekerja. Artinya, imigrasi
menggeser permintaan produk di negara tujuan.
Tabel 3.1 merangkum bukti dari 11 studi yang dibahas di atas yang
menggunakan model gravitasi imigrasi yang kurang lebih serupa. Karena
variabel yang tepat sangat berbeda di berbagai penelitian, tidak masuk akal
untuk membandingkan nilai koefisien aktual. Karena itu, kami hanya
melaporkan tanda dan tingkat signifikansi dari beberapa variabel kunci. A"+"
("") berarti koefisien pada variabel ditemukan positif (negatif) dan signifikan
pada 5% atau lebih baik, "0" berarti koefisien tidak signifikan, dan "n/i" berarti
penelitian melakukan tidak termasuk variabel ini dalam regresi. Menurut Tabel
3.1, hasil paling konsisten di seluruh model adalah bahwa emigrasi (a)
berhubungan positif dengan perbedaan pendapatan dan (b) berhubungan
14
negatif dengan biaya migrasi. Hanya 2 dari 11 penelitian yang mengkonfirmasi
hubungan terbalik berbentuk U antara imigrasi dan ketimpangan pendapatan
negara tujuan relatif atau hubungan positif antara migrasi dan korelasi
pendapatan negara sumber / tujuan, seperti yang dihipotesiskan oleh Borjas
(1987), tetapi itu disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar dari 11 model
tidak memasukkan variabel untuk menangkap pengaruh tersebut. Harus jelas
dari hasil regresi dan prosedur yang dijelaskan dalam bagian ini bahwa
perbedaan antara sampel dan model regresi harus sebagian bertanggung jawab
atas ketidakkonsistenan dalam hasil. Jelas, masih banyak pekerjaan yang harus
dilakukan sebelum kesimpulan yang kuat dapat diambil tentang seberapa baik
data mendukung.
model ekonomi yang berlaku tentang mengapa orang bermigrasi. Para peneliti
perlu menjalankan lebih banyak regresi menggunakan set data yang lebih
lengkap, metode statistik yang lebih baik, dan lebih banyak model yang
menyertakan variabel tambahan. Berdasarkan survey tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa, orang beremigrasi karena berbagai alasan ekonomi, politik,
sosial, dan psikologis, dan masih banyak yang harus dilakukan di bagian ini.
Bukti sejauh ini menunjukkan bahwa emigrasi didorong secara konsisten oleh
15
perbedaan internasional dalam pendapatan dan biaya migrasi (diukur
berdasarkan jarak, migrasi masa lalu, atau pembatasan imigrasi negara tujuan).
Regresi mengungkap alasan lain, seperti faktor demografi, guncangan politik,
hambatan kemiskinan, dan perbedaan internasional dalam ketidaksetaraan
pendapatan, meskipun bukti ini cukup tentatif mengingat hanya 2 dari 11 studi
di Tabel 3.1 yang memperkirakan pengaruh ini.
Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti alih daya. Outsourcing
berasal dari kata “out” berarti keluar dan “source” yang berarti sumber.
Outsourcing mempunyai nama lain yaitu contracting out. Pemborongan
pekerjaan (outsourcing) adalah penyerahan sebagian pekerjaan dari perusahaan
pemberi pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan tertulis. Shreeveport Management Consultancy memberikan definisi
mengenai outsourcing sebagai “The transfer to a third party of the continuous
management responsibility for the provision of a service governed by a service
level agreement.” Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan
sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan
suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengarah
tenaga kerja. Ini berarti ada perusahaan yang secara khusus
melatih/mempersiapkan, menyediakan, mempekerjakan tenaga kerja untuk
kepentingan kepentingan perusahaan lain. Perusahaan inilah yang mempunyai
hubungan kerja secara langsung dengan buruh/pekerja yang dipekerjakan.
17
dunia bisnis untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja suatu perusahaan dengan
mendatangkan dari luar perusahaan.
18
meminta kepada perusahaan penyedia tenaga kerja menyediakan tenaga kerja
yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan pemberi kerja. Outsourcing
mencakup para pihak, perjanjian kerja dan tujuan dari outsourcing. Jadi
outsourcing adalah suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pemberi
kerja dengan perusahaan penyedia tenaga outsourcing, dimana perusahaan
pemberi kerja meminta kepada perusahaan penyedia tenaga outsourcing
menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan
pemberi kerja disertai dengan membayar upah atau gaji tertentu sesuai yang
diperjanjikan para pihak.
19
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana yang dimaksud dalam poin
1 dan 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
7. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak.
21
Kecenderungan beberapa perusahaan untuk memperkerjakan tenaga
outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan
untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Perusahaan
berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai Sumber Daya
Manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan dengan
menggunakan sistem outsourcing.
Ini adalah bentuk penyerahan aktifitas perusahaan pada pihak ketiga yang
paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini
23
menyangkut kegiatan sederhana atau jenis layanan tingkat rendah, seperti
pembersih kantor, pemeliharaan rumput, dan kebun. Langkah ini adalah
langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis. Langkah ini juga
bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengambil posisi
dalam pasar misalnya, tetapi sekedar mencari cara yang praktis saja. Praktis
dalam arti menghindarkan kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga
menghemat tenaga serta biaya. Oleh karena sifat pekerjaan yang sangat
sederhana maka pemilihan pemberi jasa bukan merupakan masalah serius,
sebab praktis hampir semua orang atau perusahaan dengan latihan sebentar
dapat melakukan itu. Dari segi biaya, mungkin bukan bagian yang besar dari
seluruh biaya yang dikeluarkann oleh perusahaan.
2.3.3.2. Outsourcing
Adalah penyerahan aktifitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk
mendapatkan kinerja pekerjaan yang professional dan berkelas dunia. Oleh
karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital.
Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan
atau aktifitas yang akan diserahkan. Dengan demikian, diharapkan bahwa
kompetensi utamaya juga berada di jenis pekerjaan tersebut. Disertai
pengendalian yang tepat, pemberi jasa diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh
karena itu, outsourcing merupakan langkah strategis bagi perusahaan dalam arti
mempunyai kontribusi dalam menentukan hidup matinya dan berkembangnya
perusahaan.
2.3.3.3. Insourcing
2.3.3.4. Co-sourcing
2.3.3.5. Benefit-based-relationship
25
a. Jika telah terjadi kesepakatan dalam pemborongan pekerjaan dan pekerjaan
telah mulai dikerjakan, pihak yang memborongkan tidak bisa menghentikan
pemborongan pekerjaan.
b. Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong,
namun pihak yang memborongkan diwajibkan membayar kepada ahli waris
si pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan sesuai dengan
pekerjaan yang telah dilakukan.
c. Si pemborong bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan orang
orang yang telah dipekerjakan olehnya.
d. Buruh yang memegang suatu barang kepunyaan orang lain untuk
mengerjakan sesuatu pada barang tersebut, berhak menahan barang itu
sampai beaya dan upah-upah yang dikeluarkan untuk barang itu dipenuhi
seluruhnya, kecuali jika pihak yang memborongkan telah memberikan
jaminan secukupnya untuk pembayaran biaya dan upah-upah tersebut.
2. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
UU ini mengatur dan melegalkan outsourcing. Istilah yang dipakai adalah
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa buruh/pekerja. Dalam
pasal 64 disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
atau penyadia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Adapun pekerjaan yang dapat diserahkan untuk di-outsource adalah pekerjaan
yang:
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun
kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
b. Dilakukan dengan perintah lansung atau tidak lansung dari pemberi
pekerjaan, hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara
melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang diterapkan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan.
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar
peleksanaan pekerja sesuai alur kegiatan kerja di perusahaan pemberi
pekerjaan.
26
d. Tidak menghambat proses produksi secara lansung, artinya kegiatan
tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh
perusahaan oleh pemberi pekerja, maka proses produksi tetap berjalan
sebagaimana mestinya.
e. Perusahaan pemborong pekerjaan tersebut harus merupakan perusahaan
yang berbadan hukum kecuali untuk pemborongan pekerjaan di bidang
pengadaan barang dan pemborong pekerjaan di bidang jasa pemeliharaan
dan perbaikan serta jasa konsultasi yang dalam melaksanakan pekerjaanya
mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang.
Adapun kegiatan penunjang atau yang tidak berhubungan lansung dengan
proses produksi adalah kegiatan di luar kegiatan pokok usaha (core business)
suatu perusahaan. Kegiatan tersebut misalnya: kegiatan penyediaan makanan
bagi pekerja/buruh (catering service) yang diserahkan kepada perusahaan
catering;penyedia angkutan pekerja/buruh yang diserahkan kepada perusahaan
transportasi. Perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkan sebagian
pekerjaan kepada perusahaan lain wajib membuat alur kegiatan proses
pekerjaan yang memuat kegiatan utama dan penunjang serta melaporkanya
kepada instasi terkait yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten/kota setempat. Selain itu, perusahaan pemborong pekerjaan harus
berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan. Jika persyaratan di atas tidak dipenuhi, demi hukum
status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja atau buruh dengan
perusahaan pemberi pekerjaan. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:
a. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja harus sekurang-kurangnya sama
dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b. Hubungan kerja dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu
dan perjanjian kerja waktu tertentu sesuai dengan ketentuan pasal 59
Undang Undang No. 13 Tahun 2003.
27
c. Pasal 59 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaanya yang akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaianya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 tahun.
- Pekerjaan yang bersifat musiman.
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaaan atau penjajakan.
- Perusahaan penyedia buruh atau pekerja harus memenuh syarat sebagai
berikut:
o Adanya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh.
o Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59
dan/atau perjanjia kerja waktu tidak tentu yang dibuat secara tertulis
dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
o Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh.
Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain
yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara
tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketanagakerjaan. Selain itu, berdasarkan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-101/MEN/VI/2004
tentang tata cara perizinan perusahaan penyedia jasa buruh atau pekerja
disebutkan bahwa apabila perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan
dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat
perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa.
28
b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana yang
dimaksud huruf a hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan
penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia
jasa sehingga perlindungan, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja
serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia
jasa pekerja atau buruh.
c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia
menerima pekerja /buruh dari perusahaan penyedia jasa/buruh sebelumnya
untuk jenis jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi
kerja, dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh.
d. Di atas telah disebutkan bahwa outsourcing salah satunya dilaksanakan
melalui pemborongan pekerjaan dan mengenai pemborongan pekerjaan
sebelumnya sudah dikenal dalam KUHPerdata. Ketentuan pemborongan
pekerjaan dalam KUHPerdata berbeda dengan yang diatur dalam Undang-
Undang
e. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perbedaanya adalah pada
pasal-pasal yang diatur dalam KUHPerdata tidak dibatasi pekerjaan-
pekerjaan yang mana saja yang dapat diborongkan/outsource dan untuk
pekerjaan yang sifatnya jangka pendek, sedangkan dalam Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 dibatasi, yakni hanya terhadap produk/bagian-bagian
yang tidak berhubungan lansung dengan bisnis utama perusahaan. (Husni
2010).
2.3.5. Alasan-Alasan Melakukan Outsourcing
Melalui studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991, termasuk
survey yang dilakukan terhadap lebih dari 1.200 perusahaan, Outsourcing
Instituse mengumpulkan sejumlah alasan mengapa perusahaan perusahaan
melakukan outsourcing terhadap aktifitas-aktifitasnya dan potensi keuntungan
apa saja yang diharapkan diperoleh darinya. Potensi keuntungan antara lain:
a. Meningkatkan fokus perusahaan
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat memusatkan diri pada
masalah dan strategi utama dan umum, sementara pelaksanaan tugas sehari
29
hari yang kecil diserahan pada pihak ketiga. Alasan ini seringkali digunakan
perusahaan-perusahaan besar untuk mengadopsi strategi outsourcing.
Pekerjaan sehari-hari yang kecil-kecil seringkali menghabiskan tenaga dan
waktu para manejer tengah yang seringkali bersifat counter productive
terhadap pencapaian tujuan utama perusahaan. Dengan mengontrakan non
core business, para manajer perusahaan dapat lebih mengkosentrasikan dari
pada bisnis utama atau core businessnya sehingga akan dapat menghasilkan
keunggulan koperatif yang lebih besar dan mempercepat pengembangan
perusahaan serta lebih menjamin keberhasilan. Dengan meningkatkan fokus
pada bisnis utamanya, perusahaan juga akan mampu lebih meningkatkan
lagi core competence atau kompetisi utamanya.
b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia
Secara alamiah, spesialisasi pekerjaan seperti yang dimiliki dan
dikembangkan oleh para kontraktor (outsourcing provider) mengakibatkan
kontraktor tersebut memiliki keunggulan kelas dunia dalam bidangnya.
Tentu saja di sini diasumsikan bahwa outsourcing diberikan kepada
kontraktor yang unggul di bidang pekerjaan yang dikontrakan. Kontraktor
ini seringkali dalam mengembangkan spesialisasinya, melakukan R&D,
melakukan investasi jangka panjang dalam bidang mteknologi dan
metedologi serta sumber daya manusia sehingga betul-betul mahir di
bidangnya. Disamping itu, para kontraktor seringkali mempunyai
pengalaman yang cukup banyak bekerja dengan para klienya dalam
memecahkan masalah-masalah yang mungkin serupa atau hampir serupa.
Pengalaman dan investasi ini dapat diterjemahkan menjadi keterampilan,
proses yang unggul dan teknologi baru.
c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering
Outsourcing adalah produk samping dan salah satu management tool lagi
yang sangat unggul, yaitu business process reengineering. Reengineering
adalah pemikiran kembali secara fundamental mengenai proses bisnis,
dengan tujuan untuk melakukan perbaikan secara dramatis tentang ukuran-
ukuran keberhasilan yang sangat kritis bagi perusahaan, yaitu biaya, mutu,
jasa dan kecepatan. Memperbaiki proses di perusahaan sendiri untuk meniru
30
standar perusahaan kelas dunia memerlukan waktu yang sangat panjang dan
sukar. Makin banyak perusahaan yang mengatasi hal ini dengan melakukan
outsoucring agar mendapatkan hasil lansung dan tanpa resiko. Outsourcing
menjadi salah satu cara dalam reengineering untuk mendapatkan manfaat
“sekarang” dan bukan “besok pagi” dengan cara menyerahkan tugas kepada
pihak ketiga yang sudah melakukan reengineering dan menjadi unggul atas
aktifitas-aktifitas tertentu.
d. Membagi resiko
Apabila semua aktifitas dilakukan oleh perusahaan sendiri, semua investasi
yang diperlukan untuk setiap aktifitas tersebut harus dilakukan sendiri pula.
Perlu diingat bahwa semua bentuk investasi mengandung resiko tertentu.
Apabila semua investasi dilakukan sendiri maka seluruh resiko juga
ditanggung sendiri. Apabila beberapa aktifitas perusahaan dikontrakan
kepada pihak ketiga maka resiko yang ditanggung bersama pula. Dengan
demikian, outsourcing memungkinkan suatu pembagian resiko, yang akan
memperingan dan memperkecil resiko perusahaan. Resiko tidak hanya
menyangkut keuangan tetapi juga kekakuan operasi. Dengan pembagian
resiko, perusahaan akan lebih dapat bergerak secara fleksibel, dapat cepat
berubah manakala diperlukan. Pasar, kompetisi, peraturan
pemerintah,keadaaan keuangan dan teknologi sering berubah, yang kadang-
kadang berubah secara drastis. Ini menuntut suatu fleksibilitas tertentu dari
perusahaan untuk menyesuaikan.
e. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain.
Setiap perusahaan tentu mempunyai keterbatasan dalam pemilikan sumber
daya. Tantngan yang terus-menerus harus dihadapi adalah bahwa sumber
daya tersebut harus selalu dimanfaatkan untuk memanfaatkan bidang-bidang
tertentu yang paling menguntungkan. Outsourcing memungkinkan
perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara terbatas
tersebut untuk bidang-bidang kegiatan utama, yaitu hal yang paling
dibutuhkanya. Sumber daya perusahaan termasuk permodalan, sumber daya
manusia, dan fasilitas. Dalam hal sumber daya manusia, tenaga mereka yang
selama ini difokuskan untuk menangani hal-hal intern yang rutin dan kecil
31
kecil, dapat dialihkan untuk mengani hal-hal ekstrim, misalnya
memfokuskan diri pada kebutuhan konsumen.
f. Memungkinkan tersedianya dana capital
Outsourcing juga bermanfaat untuk mengurangi investasi danacapital pada
kegiatan non core. Sebagai ganti dari melakuka investasi di bidang kegiatan
tersebut, lebih baik mengontrakan sesuai dengan kebutuhan yang dibiayai
dengan dana operasi, bukan dana investasi. Dengan demikian, dana capital
dapat digunakan pada aktifitas yang lebih bersifat utama. Dalam banyak hal,
dana capital seringkali mahal, terbatas dan diperebutkan antar perusahaan
atau pun antar aktifitas. Oleh karena itu, menjadi tugas pemimpin
perusahaan untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. Kebutuhan-kebutuhan
seperti alat transport, alat-alat computer, dan gedung perkantoran, seringkali
lebih baik dan lebih murah kalau disewa dan tidak dibeli, serta dilakukan
investasi sendiri.
g. Menciptakan dana segar
Outsourcing, seringkali dapat dilakukan tidak hanya mengontrakan aktifitas
tertentu pada pihak ketiga, tetapi juga disertai dengan
penyerahan/penjualan/penyewaan aset yang digunakan untuk melakukan
aktifitas tertentu tersebut. Aset tersebut, misalkan kendaraan, bengkel,
peralatan angkur, dan angkat. Dengan demikian akan mengalir dana segar
ke dalam perusahaan. Dana ini akan menambah likuiditas perusahaan dan
dapat dipergunakan untuk maksud-maksud lain yang lebih bermanfaat. Para
mitra outsource akan mau membeli aset ini apabila mendapatkan harga yang
menarik dan mendapatkan kemungkinan kesempatan untuk memanfaatkan
secara ekonomis, misalnya digunakan juga untuk memberikan layanan
kepada pihak lain, dalam hal masih ada kapasitas lebih.
h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi
Salah satu keuntungan yang sangat taktis dari outsourcing adalah
memungkinkan untuk mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
Pengurangan biaya ini dapat dan dimungkinkan diperoleh dari mitra
outsource melalui berbagai hal, misalnya spesialisasi, struktur pembiayaan
yang lebih rendah, ekonomi skala besar (economics of scale). Pengurangan
32
ini tidak mungkin dapat diperoleh apabila aktifitas yang bersangkutan
dilakukan sendiri karena tidak mempunyai kemudahan seperti yang dimiliki
oleh mitra outsourse diatas. Apabila perusahaan mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dan kemudahan tersebut, mungkin diperlukan
investasi tertentu, R&D tertentu, retraining dan mengembangkan oconomics
of scale yang mungkin tidak dapat dilakukan atau biayanya justru lebih
besar lagi.
i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
Perusahaan perlu melakukan outsourcing untuk suatu aktifitas tertentu
karena perusahaan tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan aktifitas tersebut secara baik dan memadai. Misalnya dalam
aktifitas logistic, untuk memperoleh biaya logistic yang optimal diperlukan
suatu model analitis yang canggih. Banyak perusahaan tidak mempuyai ahli
yang cukup dan cakap untuk mengembangkan model-model ini. Oleh
karena itu, jalan satu-satunya adalah melakukan outsourcing. Lagi pula
model tersebut memerlukan sistem informasi yang canggih, untuk
mendukung informasi real time antar pabrik, perusahaan sendiri, rekanan,
pengangkut, gudang. Melalui outsourcing, hal-hal semacam itu dengan
cepat dan seringkali lebih dengan lebih murah dapat diperoleh, dari pada
mencoba mengembangkan mulai dari Nol.
j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.
Outsourcing dapat juga digunakan untuk mengatasi pengelolaan hal atau
mengawasi fungsi yang sulit dikendalikan. Fungsi yang sulit dikelola dan
dikendalikan ini, misalnya birokrasi ekstern yang sangat berbelit yang harus
ditaati oleh perusahaan yang dimiliki negara dalam menjalankan fungsi
pembelian barang dan jasa, yang sulit ditembus dengan cara-cara biasa. Hal
ini mungkin dapat dipecahkan dengan mengontrakan saja seluruh pekerjaan
tersebut pada pihak ketiga yang berbentuk swasta, yang tidak terikat pada
birokrasi tertentu. Contoh lain adalah mengontrakan pemeliharaan peralatan
karena setelah dilakukan usaha terus-menerus untuk memperbaiki sistem
dan kinerja fungsi pemeliharaan, tidak juga dapat diperbaiki secara cukup
signifikan. Hal ini biasanya karena adanya kelemahan struktural, misalnya
33
tidak tersedia karyawan yang cukup berpengalaman dan berpendidikan
untuk memelihara peralatan yang sangat canggih.
Ringkasan
Pasar Globalisasi hanyalah salah satu aspek dari fenomena intensifikasi karena
hubungan sosial dan keterbukaan internasional. Globalisasi pasar merupakan
peningkatan perdagangan internasional, pergerakan modal, tenaga kerja dan
teknologi secara intensif di seluruh dunia. Teori Heckscher-Ohlin adalah salah
satu yang paling banyak untuk menganalisis dan memahami berbagai tingkat
perdagangan internasional. Kemajuan infrastruktur transportasi dan
telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet telah menjadi
faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan aktivitas ekonomi dan budaya. Migrasi internasional sebagai
salah satu batas terpenting globalisasi merupakan proses dinamis yang telah
secara signifikan membentuk ekonomi global. Dampak imigrasi terhadap pasar
tenaga kerja sangat tergantung pada keterampilan migran, keterampilan pekerja
yang ada, dan karakteristik ekonomi tuan rumah. Imigrasi memengaruhi
pasokan tenaga kerja, karena meningkatkan jumlah pekerja di sektor ekonomi
tertentu. Sementara itu, outsourcing yang diartikan sebagai pemindahan atau
pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa
berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak telah
menjadi fenomena. Outsurcing merupakan bisnis kemitraaan dengan tujuan
memperoleh keuntungan bersama, membuka peluang bagi berdirinya
perusahaan-perusahaan baru di bidang jasa penyedia tenaga kerja, serta
efesiensi bagi dunia usaha. Outsourcing memberikan keuntungan signifikan
bagi penggunanya dengan syarat di praktekkan secara utuh dan konsisten.
Tugas
34
Praktikum
Daftar Pustaka
Artikel:http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f4 b372fe9227/legalitas-
ioutsourcing-i-pasca-putusan-mkbroleh--juanda-pangaribuan, diakses
pada tanggal 29 Oktober 2019.
Artikel :http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f295d704fe05
/penerapan-prinsip-pengalihan-perlindungan-dalam-pkwtpasca-
putusan-mk, diakses pada tanggal 29 Oktober 2019.
35
Borjas, G. J. (1995). The Economic Benefits from Immigration. Economic
Perspectiv, 20.
36
BAB 3
KEBIJAKAN KOMERSIAL
3.1. Kasus negara kecil: implikasi ekonomi dari tarif dan kutipan
Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar argumen yang membenarkan tarif
didasarkan pada asumsi bahwa kesejahteraan nasional, serta kesejahteraan
individu, akan ditingkatkan. Pentingnya strategis tarif untuk kesejahteraan
3
produsen yang bersaing impor adalah salah satu alasan utama bahwa
liberalisasi tarif resiprokal telah dilakukan secara bertahap. Tidak
mengherankan bahwa produsen yang bersaing impor membuat argumen yang
kuat dan efektif secara politis sehingga peningkatan persaingan asing akan
merusak kesejahteraan bangsa secara keseluruhan dan juga mereka sendiri.
Meskipun liberalisasi hambatan tarif mungkin merugikan kelompok tertentu,
namun harus berhati-hati untuk membedakan antara kesejahteraan individu dan
kesejahteraan nasional. Jika pengurangan tarif menghasilkan keuntungan
kesejahteraan yang lebih besar dari perdagangan dan jika pihak yang terkena
dampak negatif dapat dikompensasi atas kerugian yang dihadapinya,
kesejahteraan nasional secara keseluruhan akan meningkat. Namun,
membuktikan bahwa keuntungan lebih dari mengimbangi kerugian dalam
praktik sangat sulit.
4
pengenaan NTM adalah untuk merancang tujuan publik yang sifatnya non-
proteksionis. Langkah-langkah kebijakan ini sering berfungsi sebagai
instrumen terbaik pertama untuk memajukan berbagai perlindungan sosial,
politik atau lingkungan tujuan, serta kesehatan dan perlindungan konsumen.
Namun demikian, instrumen ini telah menjadi populer dalam mencapai tujuan
ekonomi, terutama mengklaim mengoreksi inefisiensi pasar yang timbul dari
asimetri informasi atau persaingan tidak sempurna.
5
berpenghasilan tinggi cenderung lebih bergantung pada perdagangan
internasional, itu menyebabkan mereka mencari kondisi yang lebih baik, baik
untuk importir domestik, serta eksportir lokal mereka di pasar luar negeri.
Kepentingan semacam itu hidup berdampingan dengan kebutuhan untuk
menarik impor dengan biaya serendah mungkin untuk kepentingan konsumen
dalam negeri juga untuk importir barang setengah jadi. Alasan-alasan ini
diharapkan menyebabkan substitusi lebih sedikit atau bahkan korelasi
komplementaritas yang lebih besar antara dua langkah kebijakan impor.
NTM juga sangat berbeda antar negara, sangat tergantung pada perbandingan
masing-masing negara preferensi keuntungan dan ekonomi politik. NTM yang
dikenakan pada produk pertanian cenderung menjadi lebih besar dan lebih ketat
di negara-negara dengan keunggulan komparatif yang lebih kuat dalam
memproduksi produk pertanian. Faktor-faktor ini ditunjukkan dalam
penggunaan ukuran dan kuantitas SPS dan langkah-langkah pengendalian
harga, yang cenderung lebih dominan di negara-negara berkembang. Negara,
yang sangat bergantung pada produksi domestik sektor tradisional seperti
pertanian akan menggunakan instrumen ini lebih luas dibandingkan dengan
negara maju. Pada saat yang sama, negara-negara kaya, yang sering terjadi
khawatir tentang melindungi industri yang bersaing dengan impor, atau
menjaga kepentingan industri infant, ditemukan untuk menerapkan TBT lebih
luas daripada di tempat lain.
Selain itu, seperti yang terlihat dalam statistik deskriptif, negara-negara kaya
lebih berkomitmen untuk pengurangan semua jenis hambatan perdagangan,
sebagaimana disepakati secara internasional berdasarkan prinsip-prinsip umum
dari WTO. Oleh karena itu, rata-rata penggunaan NTM di negara-negara
terkaya adalah yang terendah di semua negara. Negara-negara ini biasanya
lebih terbuka dan tergantung pada perdagangan internasional,dan akibatnya
lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan NTM dibandingkan dengan
negara-negara, yang lebih mandiri.Di sisi lain, dengan beberapa pengecualian,
semakin sedikit negara yang berkembang, semakin kecil kemungkinannya akan
terbuka untuk bersaing untuk arus impor. Negara-negara berpenghasilan
rendah, yang sangat bergantung pada menghasilkan pendapatan langkah-
6
langkah pajak seperti tarif impor, akan memilih untuk tidak mengoperasikan
administrasi yang mahal dan kompleks. Lebih jauh, negara-negara
berpenghasilan rendah juga menikmati jurang overhang yang lebih besar
(perbedaan antara yang terikat dan tarif yang diterapkan), yang memungkinkan
mereka fleksibilitas untuk meningkatkan tingkat tarif aktual mereka secara
legal.
Sebagian besar literatur menunjukkan bahwa ada substitusi antara NTM dan
tarif bersamaan dengan implementasi perjanjian perdagangan preferensial
(PTA). Perjanjian ini menurunkan tingkat perlindungan, tetapi seringkali tidak
mengurangi tekanan domestik untuk proteksionisme. Hukum konstan
fenomena perlindungan menunjukkan bahwa produsen yang dilindungi dengan
baik oleh tarif mungkin kurang peduli NTM relatif terhadap industri terkena
dampak buruk dari dampak ekonomi dari penurunan tarif, yang mungkin sering
menerima perlindungan NTM sebagai pengganti (Bhagwati 1988). Dengan
menggunakan data di Turki tarif dan NTM, Limao dan Tovar (2011)
mengeksploitasi variasi dalam kendala tarif yang ditimbulkan oleh perjanjian
multilateral dan PTA. Mereka menetapkan dampak sebab akibat dari kendala
tarif yang terjadi kemungkinan dan keterbatasan NTM. Dengan
mempertimbangkan perbedaan ukuran anggota UE menyatakan dalam sebuah
PTA, mereka menunjukkan bahwa jika tarif Uni Eropa bersama telah
membatasi Turki dalam penetapan tarifnya, ini bisa memiliki dampak kausal
pada perlindungan melalui NTM pada eksportir non-UE. Mereka menemukan
bukti substitusi kebijakan antara komitmen tarif yang diberlakukan melalui
WTO dan PTA dengan UE dan meningkatnya kemungkinan NTM Turki.
Biaya mengacu pada nilai sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan
sesuatu. Ini adalah inti dari ekonomi. Dalam hal ekonomi kesehatan atau
pharmacoeconomics, mengukur biaya atau biaya melibatkan mengidentifikasi,
mengukur dan menilai semua perubahan sumber daya yang terjadi sebagai
intervensi perawatan kesehatan tertentu dilakukan.
7
Selanjutnya, biaya pengukuran digunakan untuk memperkirakan beban
ekonomi karena sakit. Hal ini diterapkan dalam evaluasi ekonomi dan
penelitian hasil. Untuk perencanaan perawatan kesehatan, tren terbaru dan
biaya penyakit di masa depan informasi yang digunakan untuk menetapkan
prioritas dan langkah-langkah pengendalian biaya . Ada beberapa rintangan
dalam melakukan analisis ekonomi termasuk biaya. Masalah di costing dapat
dikategorikan sebagai isu-isu kontroversial dalam konsep (misalnya termasuk
biaya produktivitas) ,metode ( misalnya Pendekatan modal manusia metode
biaya gesekan dibandingkan) , dan nilai-nilai referensi (misalnya tingkat
diskonto) . Oleh karena itu, penting untuk membakukan metode biaya untuk
studi lanjut. Kemudian studi dapat dibandingkan dan digunakan sebagai
masukan dalam kesehatan nasional.
Apa yang kita mengusulkan untuk melakukan dalam bab ini adalah untuk
menyajikan pertama berbagai metode untuk biaya pengukuran, dan kemudian
membahas tentang keandalan angka-angka yang diperoleh dan tingkat
kepercayaan diri kita mungkin memiliki di dalamnya. Pertama-tama, kami
ingin mengingatkan pembaca pada cara biaya yang “diukur”. Hal ini penting
karena dua alasan:
1. Analis biaya harus tahu ada berbagai cara untuk mengukur biaya; ketika
menerima angka-angka, maka harus yakin bahwa angka-angka yang
dihitung tentang kursus way.Of yang sama, jika angka-angka ini adalah
harga, maka akan kita anggap bahwa angka-angka yang “full cost
margin”(margin bisa positif, negatif atau nol).
2. Memahami proses biaya pengukuran memungkinkan analis biaya bawah-
berdiri keterbatasan process. Satu dari keterbatasan ini adalah akurasi yang
mungkin mengharapkan dari biaya mendapat dari organisasinya sendiri.
Bab ini tidak ditulis untuk membuat pembaca spesialis akuntansi biaya;
akuntansi biaya adalah profesi yang teknik kadang-kadang agak rumit.
Tujuannya adalah untuk memiliki pemahaman umum dari itu dalam rangka
untuk dapat membaca buku atau manual lainnya tanpa jatuh ke dalam
kelebihan yang tidak bisa membantu untuk estimasi biaya.
8
Klasifikasi akuntansi sebagai berikut:
9
1. Semuanya dimulai dari pengeluaran: pengeluaran adalah jumlah uang yang
dibayarkan untuk memperoleh aset atau layanan. Pengeluaran selalu dicatat
pada selembar kertas.
2. Kendala utama dalam biaya pengukuran adalah periode akuntansi: fungsi
yang dilakukan oleh perusahaan harus dicapai selama periode tertentu,
katakanlah selama setahun, umumnya dimulai pada 1 Januari - 31 Desember
(tapi tanggal lain kadang-kadang digunakan). Kendala ini dapat dimengerti:
hubungan par- eksternal logis meminta untuk laporan periodik.
3. Perusahaan umumnya menghasilkan beberapa (kadang-kadang banyak)
produk yang berbeda: setiap produk mengkonsumsi jumlah sumber daya
yang mungkin berbeda dari yang lain; masalahnya adalah kemudian untuk
memberikan nilai pada semua sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap
produk.
Biaya adalah jumlah uang yang digunakan selama tahun atau periode tertentu
untuk produksi barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan. Pergi dari
pengeluaran untuk biaya bukan masalah sederhana: “masalah pengukuran biaya
dan pendapatan dalam suatu periode akuntansi adalah masalah yang paling
sulit dalam akuntansi”. Akibatnya kita akan membatasi diskusi di sini untuk
presentasi sederhana.
10
Dipandang dari titik analis biaya, depresiasi hanyalah fakta bahwa - dan
kendala utama yang disebutkan sebelumnya di sini penerapannya - pengeluaran
untuk akuisisi aset jangka panjang (seperti bangunan, mesin, dll) harus cer-
tainly tidak dianggap sebagai biaya untuk periode akuntansi yang akan datang:
waktu hidup mereka lebih panjang - dan kadang-kadang lebih lama -
dibandingkan periode akuntansi. Tampaknya logika untuk “menyebarkan”
pengeluaran ini pada beberapa periode akuntansi. Penyusutan adalah hasil dari
penyebaran ini: untuk setiap periode akuntansi hanya sebagian dari biaya yang
dikeluarkan untuk akuisisi aset jangka panjang dianggap sebagai beban. Satu
juga bisa mengatakan bahwa aset tersebut ditransfer ke periode ing Account
11
mendatang dengan harga lebih rendah dari harga pembelian mereka: aset yang
akan digunakan untuk periode akuntansi ini “disusutkan” dibandingkan dengan
harga pembelian mereka. Dan tentu saja ini juga berlaku untuk periode berikut:
setiap kali aset ditransmisikan ke periode akuntansi berikutnya, nilainya
menurun atau disusutkan oleh tertentu.
Konsep tentang Tarif Proteksi Efektif (TPE) ini sebenarnya pertama kali
diperkenalkan oleh ekonom Max Corden dan Harry Johnson awal abad 20-an,
yang mendefinisikan proteksi efektif sebagai kenaikan proporsional pada nilai
tambah suatu industri yang merupakan hasil komprehensif struktur proteksi
terhadap output dan input industri.
Tarif proteksi efektif ini disebut juga sebagai Effective Rate of Protection
(ERP), yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi karena
perbedaan antara prosentase tarif nominal untuk barang jadi atau CBU
(Completely Built-up) dengan tarif nominal untuk bahan baku/komponen input
impomya atau CKD (Completely Knock Down).
Tujuan utama dari pengenaan tarif antara lain untuk melindungi industri
domestik serta mempengaruhi alokasi sumber daya dalam berbagai macam
industri. Otoritas ekonomi dalam hal ini aparat pemerintah harus benar-benar
memahami kebijakan tarif. Karena pada gilirannya alokasi sumber daya akan
mempengaruhi kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Tingkat proteksi efektif yang dihitung atas dasar nilai tambah domestik, atau
keuntungan dari proses manifaktur di dalam negreri, akan jauh melampaui
tingkat tarif nominal (dihitung atas dasar harga komoditi final atau setelah kena
pajak). Nilai tambah domestik sama dengan harga final komoditi dikurangi
dengan biaya impor barang input untuk keperluan produksikomoditi tersebut di
dalam negeri. Tingkat proteksi efektif penting bagi para produsen dan para
pembuat keputusan (yang memutuskan tarif) untuk mengetahui seberapa
efektifkah proteksi yang di berikan pemerintah bagi proses manufaktur
domestik.
12
Pada dasarnya pengenaan tarif atau bea masuk terhadap barang impor akan
meningkatkan harga barang yag dihasilkan produsen dalam negri. Dampak ini
yang menjadi tujuan pengenaan tarif untuk melindungi produsen dalam negeri
terhadap persaingan impor yang harganya lebih murah. Namun seberapa besar
tarif dikenakan harus hati hati dalam memutuskan karena akan berdampak
seberapa besar proteksi yang di berikan.
Contoh: produsen kain wool domestik memerlukan impor kain wool 80 dolar,
dan harga pasaran internasional mantel wool jadi 100,dan pemerintah
mengenakan tarif 10% untuk mantel wool jadi. Maka harga mantel di dalam
negeri pun 110. Maka produsen mendapat keuntungan lebih dari sebelum di
kenakan tarif, dari yang sebelumnya 20 menjadi 30. Dan terdapat kenaikan
keuntungan sebesar 50% ((10/20)x100%=50%). Dengan demikian proteksi
efektifnya sebesar 50%.
Tarif nominal adalah angka yang dinyatakan sebagai pajak impor. Dalam
kenyataannya tarif menimbulkan dampak proteksi yang lebih besar daripada
angka tersebut. Oleh sebab itu kita harus mempelajari pengertian , cara
penghitungan dan arti penting tingkat proteksi efektif tersebut.
Hubungan antara tingkat proteksi efektif (g) dan tingkat tarif nominal (t)
tehadap komoditi final, yaitu:
1. Jika rasio komoditi input impor terhadap harga komoditi final dalam
kondisi bebas tarif (ai) = 0 maka tingkat proteksi bagi para produsen
komoditi final (g) = tingkat tarif nominal yang dibebankan kepada
konsumen komoditi final(t).
2. Pada nilai berapa pun untuk rasio komoditi input impor terhadap haraga
komoditi final dalam kondisi bebas tarif (ai) dan tingkat tarif nominal
terhadap komoditi input yang diimpor (ti), semakin besar tingkat tarif
nominal (t), akan semalin besr tingkat proteksi efektifnya (g).
3. Pada nilai berapa pun untuk tingkat tarif nominal (t) dan tingkat tarif
nominal terhadap komoditi input yang diimpor (ti), semakin besar rasio
13
komoditi inpu impor terhadap harga komoditi final dalam kondisi bebas
tarif, akan semakin besar nilai tingkat proteksi efektif (g).
4. Nilai tingkat proteksi efektif (g) akan makin besar (sama dengan, atau
lebih kecil) dari tingkat tarif nominal, jika nilai tingkat tarif nominal
terhadap komoditi input yang diimpor (ti) kebih kecil (sama dengan atau
lebih besar) dari tingkat tarif nominal (t).
5. Apabila rasio biaya komoditi input impor terhadap harga komoditi final
dalam kondisi bebas tarif terhadap tingkat tarif nominal terhadap komoditi
input yanhg diimpor lebih besar dari tingkat tariff nominal (t),maka tingkat
proteksi efektifnya menjadi negative.
Tarif terhadap komoditi input akan sama dengan sama dengan pajak tambahan
(PPN) bagi produsen domestic yang akan meningkatkan biaya produksi, serta
sekaligus akan menurukan tingkat proteksi efektif bagi produsen (yang
bersumber dari pemberlakuan tarif terhadap komoditi final impor yang menjadi
saingannya), sehinagga pada akhirnya bersifat kontraproduktif dan akan
menurunkan tingkat produksi domestik.Jadi, jika tarif terhadap komoditi final
yang diimpor akan menguntungkan produsen, maka tafit terhadap komoditi
input yang diimpor akan merugikan mereka.Artinya tingkat produksi domestik
dalam kondisi perdagangan bebas justru lebih tinggi ketimbang dalam kondisi
tarif yang mengutamakan pemberlakuan tarif untuk melindungi dan memacu
tingkat produksi domestik.
Kelemahan konsep tingkat tarif nominal antara lain tidak dapat memberikan
petunjuk apa pun mengenai kadar proteksi yang sesungguhnya dari pemerintah
kepada produsen domestik melaalui pemberlakuan tarif terhadap komoditi-
komoditi impor dan juga banyak di sektor industri diberbagai Negara yang
memiliki struktur tarif kecil atau nol untuk komoditi input dan tarif yang cukup
tinggi terhadap komoditi final yang diimpor. (Jhonson, 1923)
Konsep dari proteksi efektif dikembangkan oleh ekonom Australia dan ekonom
kanada. Dimana tingkat proteksi efektif di definisikan sebagai peningkatan
proporsional dalam nilai tambah suatu industry yang merupakan hasil
14
keseluruhan struktur proteksi pada kedua output dan input industry. Tarif
proteksi efektif ini disebut juga sebagai effective Rate of Protection (ERP),
yaitu kenaikan value added manufacturing (VAM) yang terjadi karena
perbedaan antara prosentase tarif nominal untuk barang jadi / CBU (completely
Built Up ) dengan tarif nominal untuk bahan baku/komponen input impornya
atau CKD (Completely Knock Down). Perhitungan tarif proteksi efektif diatas
pada dasarnya akan sama dengan tingkat kenaikan value added
manufacturing suatu sector / cabang industry. Kenaikan VAM dalam suatu
proses industrialisasi sangat penting karena VAM diartikan sebagai balas jasa
dari faktor produksi yang digunakan dalam proses industrialisasi tersebut,
yaitu: Tenaga kerja mendapatkan gaji atau upah, Tanah / bangunan mendapat
sewa, Modal mendapat bunga, Teeknologi mendapat
royalty/fee, dan Pengusaha/manajemen mendapat laba.
2. Proteksi Edukatif
Agar tujuan infant industry argument tersebut dapat dicapai maka perlu
dijalankan suatu kebijakan “proteksi edukatif”, yaitu kebijakan untuk
melindungi infant industry secara mendidik dengan cirri-ciri atau karakteristik
sebagai berikut.
a. Transparan
Proteksi harus bersifat “transparan”, yaitu dengan sistem tariff barrier atau
bea masuk.
15
b. Selektif
c. Limitatif
d. Kuantitatif
e. Declining
1) Proteksi
- Larangan Impor
Melarang impor produk tertentu yang juga di produksi di dalam negeri,
terutama untuk barang-barang yang dimiliki daya saing yang lemah.
- Tarif Impor
Mengenakan tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang tertentu
untuk mengurangi masuknya barang-barang tersebut.
16
- Quota
Membatasi masuknya jumlah barang tertentu kedalam negeri.
- Subsidi
Memberi subsidi kepada produsen untuk meningkatkan produksinya
agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
- Premi
Memberikan premi kepada produsen yang mampu mencapai jumlah
produksi tertentu dengan kualitas yang baik sehingga memiliki daya
saing.
2) Perdagangan Bebas
3) Politik Dumping
17
pembayaran yang tidak pasti, akan terpengaruh. Ketidakpastian yang lebih
tinggi juga dapat berarti investasi merespons lebih lamban terhadap permintaan
stimulus.
18
Ketidakpastian pada dasarnya sulit diukur. Karena pembuatan kebijakan
bergantung pada penilaian - dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh aturan
konstitusional dan kendala hukum lainnya - seringkali melibatkan
kebijaksanaan. Kebijaksanaan seperti itu dapat menghasilkan ketidakpastian,
yang dapat berdampak pada aktivitas ekonomi. Di antara berbagai sumber
ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian kebijakan ekonomi sangat penting
karena ketidakpastian ini mengacu pada salah satu yang dapat dikontrol oleh
pembuat kebijakan dan dengan demikian memengaruhi aktivitas ekonomi.
Misalnya, ketika musim hujan berdampak pada kegiatan ekonomi, para
pembuat kebijakan sama sekali tidak memiliki kendali terhadapnya. Namun,
ketidakpastian kebijakan ekonomi menangkap ketidakpastian yang dapat
dikontrol oleh pembuat kebijakan. Karena ketidakpastian itu sendiri secara
inheren tidak dapat diukur, ketidakpastian kebijakan ekonomi sulit untuk
diukur. Namun, kemajuan dalam analitik data, secara umum, dan analisis teks,
khususnya, telah memungkinkan untuk mengukur ketidakpastian, secara
umum, dan ketidakpastian kebijakan ekonomi, khususnya. Sementara
ketidakpastian ekonomi yang berasal dari faktor-faktor yang tidak terkendali
tetap berada di luar kendali pembuat kebijakan, mereka dapat mengendalikan
ketidakpastian kebijakan ekonomi. Mengurangi ketidakpastian kebijakan
ekonomi sangat penting karena investasi domestik dan investasi asing sangat
terhalang oleh peningkatan ketidakpastian kebijakan ekonomi domestik.
20
modal atau tenaga kerja yang dimiliki, atau dinilai sesuai dengan standar
objektif atau subjektif utilitas.
Penghasilan riil suatu negara, sebagai individu, terdiri dari semua utilitas, baik
yang diwujudkan dalam bentuk material atau layanan jasa. Negara
mencurahkan proporsi yang lebih besar dari energi produktifnya untuk
meningkatkan kecepatan dan ketepatan distribusi barang material, atau
intelektual dan penyediaan profesional, artistik, dan layanan rekreasional yang
tidak dapat secara wajar dianggap stasioner.
a. Eksternalitas positif
21
yang menerima manfaat tersebut tidak membayar atau memberikan harga atas
manfaat tersebut maka nilai sebenarnya dari kegiatan tersebut tidak tercermin
dalam kegiatan pasar.
22
Penjelasan:
b. Eksternalitas negatif
Eksternalitas negatif adalah biaya yang dikenakan pada orang lain di luar
sistem pasar sebagai produk dari kegiatan produktif. Contoh dari eksternalitas
negatif adalah pencemaran lingkungan. Di daerah industri, pabrik-pabrik sering
mencemari udara dari produksi output, misalnya, dan orang-orang di sekitarnya
harus menderita konsekuensi negatif dari udara yang tercemar meskipun
mereka tidak ada hubungannya dengan memproduksi polusi. Ketika suatu
perusahaan tidak harus membayar harga untuk menggunakan sampai udara
bersih, menggunakan terlalu banyak, sehingga polusi udara yang berlebihan.
Perusahaan menggunakan udara bersih terlalu banyak karena perusahaan tidak
harus membayar untuk sumber daya yang digunakan.
Salah satu solusi yang jelas untuk masalah ini adalah dengan mewajibkan
perusahaan untuk membayar harga sama dengan biaya kesempatan dari polusi
23
itu yang menyebabkan, hanya karena harus membayar biaya kesempatan di
pasar untuk semua input lainnya ke proses produksinya.
Contoh eksternalitas negatif adalah ketika seseorang merokok dan orang yang
berada disampingnya mencium asap rokok tersebut. Itu berarti orang yang
mencium asap rokok tersebut menerima dampak negatif atau dengan kata lain
dirugikan karena tindakan orang yang merokok tersebut.
24
Penjelasan:
25
bertempat tinggal disekitar pabrik. Hal ini menyebabkan utilitas
masyarakat tersebut untuk tinggal disekitar pabrik menjadi turun
karena pabrik tidak memberikan ganti rugi apapun kepada masyarakat.
3. Eksternalitas konsumen terhadap produsen Jenis eksternalitas
konsumen terhadap produsen jarang terjadi didalam praktek.
Eksternalitas konsumen terhadap produsen meliputi efek dari kegiatan
konsumen terhadap output perusahaan. Contoh eksternalitas konsumen
terhadap produsen, ketika ibu-ibu menyuci baju di sungai
menggunakan detergen pasti sisa air detergen dibuang ke dalam
sungai. Hal ini bisa menyebabkan polusi sungai sehingga misalnya ada
pabrik es yang sangat bergantung pada air sungai untuk menjalankan
produksinya, tentu sangat dirugikan karena dia harus mengeluarkan
dana untuk membersihkan air sungai yang sudah tercemar air
detergen.”
4. Eksternalitas konsumen terhadap konsumen Eksternalitas konsumen
terhadap konsumen terjadi ketika kegiatan suatu konsumen
mempengaruhi utilitas konsumen lain. Contohnya orang yang
mengendarai motor dapat menyebabkan orang yang disekitarnya
menjadi sesak napas begitu juga dengan orang yang merokok yang
akan mengganggu orang-orang yang ada disekitarnya. Dan contoh
lainnya adalah timbulnya rasa iri jika teman kita punya barang-barang
baru.
Jenis-jenis eksternalitas yang lainnya adalah :
1. Eksternalitas uang/Pecuniary externalities, eksternalitas berupa uang
merujuk pada pengaruh produksi atau utilitas pada pihak ketiga karena
perubahan permintaan. Eksternalitas negatif berupa uang dapat terjadi
ketika peningkatan produksi suatu industri menyebabkan peningkatan
harga input yang digunakan oleh industri lain. Eksternalitas berupa uang
juga mempengaruhi penawaran pasar dan kondisi permintaan. Intinya
eksternalitas uang hanya mempengaruhi harga tanpa mempengaruhi
kemungkinan teknis produksi atau komsumsi.
26
2. Eksternalitas teknikal/ Eksternalitas teknikal mengacu pada efek dimana
fungsi produksi atau fungsi utilitas terpengaruh. Eksternalitas teknikal
mengacu pada eksternalitas yang secara langsung mempengaruhi
produksi perusahaan dalam fungsi utilitas individu. Jadi eksternalitas
teknikal adalah tindakan seseorang dalam konsumsi maupun produksi
akan mempengaruhi tindakan konsumsi atau produksi orang lain tanpa
adanya konpensasi. (Prasetyia)
27
sebagaimana menurut Kelsen atau aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz)
sebagaimana pandangan Nawiaky.
Oleh sebab itu, konsekuensinya adalah UUD NRI Tahun 1945
mengesampingkan semua peraturan yang lebih rendah (berlaku asas lex
superiori derogat legi inferiori) dan kedua, materi muatan dari UUD NRI
Tahun 1945 menjadi sumber dalam pembentukan segala perundang-
undangan, sehingga Ketetapan MPR hingga Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Apabila
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan dengan di
atasnya, maka peraturan tersebut dapat dituntut untuk dibatalkan atau batal
demi hukum (van rechtswegenietig).3 UU No. 12 Tahun 2011 telah memuat
asas yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, namun masih. memunculkan masalah-masalah yuridis dalam
penerapannya.
Pertama, UU No. 12 Tahun 2011 mengembalikan posisi/kedudukan
Ketetapan MPR ke dalam hierarki peraturan perundangundangan. Padahal,
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 10 Tahun 2004), kedudukan dari
Ketetapan MPR telah dihapuskan dalam hierarki perundangundangan di
Indonesia. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan dan permasalahan
baru karena dengan adanya Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan
perundang-undangan, maka secara yuridis konstitusional, Ketetapan MPR
tidak dapat diuji melalui sistem judicial review, baik melalui Mahkamah
Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA). Artinya, apabila terdapat
materi muatan Ketetapan MPR yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun
1945 ataupun melanggar hak konstitusional warga negara, baik secara
potensial maupun secara faktual, maka akan sangat sulit mekanisme
penyelesaiannya.
Kedua, keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) yang muatan materinya
hampir sama dengan Peraturan Pemerintah dan dianggap memiliki muatan
materi yang tidak menentu, sehingga berpotensi digunakan oleh presiden
untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
28
Ketiga, di dalam UU No. 12 Tahun 2011 juga dikenal adanya jenis peraturan
perundang-undangan lainnya di luar hierarki sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 7 ayat (1). Peraturan lainnya tersebut berupa Peraturan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi
(MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial (KY), Bank
Indonesia (BI), Menteri, badan atau lembaga yang setingkat yang dibentuk
dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang,
DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/kota, Bupati/ Walikota,
Kepala Desa atau setingkatnya.
Namun, hal ini memunculkan kebingungan (diskursus) mengenai kedudukan
peraturan perundangundangan lainnya tersebut di dalam hierarki, karena
dalam penerapannya,peraturan setingkat peraturan menteri justru dapat
mengesampingkan peraturan daerah. Hal ini disebabkan di dalam negara
yang berdasarkan hukum, hierarki perundang-undangan dijadikan sebagai
legalitas dalam menyelesaikan permasalahan di bidang hukum agar tercipta
keadilan dan kepastian hukum. Keberadaan hierarki peraturan
perundangundangan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia merupakan
sebuah sistem untuk menjaga adanya konsistensi dan ketaatan asas dalam
hukum positif di Indonesia.
Makna tata urutan atau hierarki atau tingkatan dalam tata hukum/peraturan
perundang-undangan adalah:
- Peraturan hukum atasan merupakan dasar hukum pembentukan peraturan
hukum bawahan.
- Peraturan hukum bawahan merupakan pelaksanaan peraturan hukum
atasan, oleh karena itu kedudukannya lebih rendah dan materi muatannya
tidak boleh bertentangan.
- Manakala terdapat dua peraturan perundang-undangan dengan materi
muatan mengatur materi sama dan dengan kedudukan sama maka berlaku
peraturan perundang-undangan baru.
Selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi salah satu
upaya dalam pembangunan hukum nasional. Terealisasinya pembentukan
29
peraturan perundang-undangan yang komprehensif dan memenuhi asas-asas
dan tidak saling tumpang tindih, dapat mewujudkan tegaknya wibawa
hukum dalam pembangunan hukum.
3.2.1.4.2. Proses Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual
yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa variabel sebagai berikut:
- Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan
dicapai.
- Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam Gambar 1
Proses Kebijakan Publik pembuatan kebijakan.
- Sumberdaya yang mendukung kebijakan.
- Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
- Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi,politik.
- Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan, dan sebagainya.
30
3.2.2. Tarif untuk Pendapatan Pemerintah
Tarif adalah pajak atau bea impor yang dikenakan atas barang atau jasa yang
memasuki suatu negara. Tarif dapat diperbaiki atau persentase retribusi dan
melayani tujuan kembar menghasilkan pendapatan bagi pemerintah dan
mempersulit perusahaan asing untuk melakukan bisnis di pasar yang
dilindungi.
Pergerakan ke arah 'perdagangan bebas' abad ke-19 sebagian besar
diimbangi oleh pemberlakuan kembali tarif di awal abad ke-20 dengan harga
kadang-kadang mencapai 33% dan 50%. Sejak 1945, tarif telah diturunkan
secara signifikan sebagai hasil dari delapan putaran negosiasi perdagangan
multilateral berturut-turut berdasarkan Perjanjian Umum tentang Tarif dan
Perdagangan (GATT), lembaga ketiga yang dibentuk setelah Perjanjian
Bretton Woods, dan penggantinya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) .
Negara-negara berkembang yang saat ini cenderung mempertahankan
hambatan tarif yang lebih tinggi dan lebih tersebar secara khusus baik untuk
mendapatkan keuntungan dari paket reformasi tarif. Perbaikan pada alokasi
sumber daya, persaingan ditingkatkan, berbagai produk yang lebih luas dan
manfaat dari skala ekonomi yang terkait dengan reformasi tarif
meningkatkan hasil ekonomi, dan menciptakan dasar yang lebih baik untuk
menerapkan strategi pembangunan dan pengurangan kemiskinan.
Kebutuhan untuk koordinasi reformasi tarif dengan kebijakan pajak lainnya
sangat jelas di negara-negara berkembang. Di mana dalam beberapa kasus
pajak perdagangan terus memperhitungkan saham pendapatan masyarakat
dan PDB. Data menunjukkan bahwa rata-rata, pendapatan pajak
perdagangan menyumbang sekitar 4% dari PDB negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah di 1995-2000 sedangkan setara
estimasi di negara-negara berpenghasilan tinggi di bawah 1%. Saham tinggi
bea penerimaan pajak menyiratkan bahwa, tarif sepenuhnya dihapuskan,
banyak negara berpenghasilan rendah harus secara ekstensif merubah sistem
pajak mereka untuk menggantikan rata-rata sekitar 18% ( dalam beberapa
kasus lebih dari 50%) dari pendapatan mereka dengan pendapatan dari
sumber selain bea masuk. Dalam Least Developed Countries (LDC) di
31
Afrika, bea mewakili sekitar 34% dari total pendapatan pemerintah selama
periode 1999-2001 melebihi 50% saham di sejumlah negara (UNECA,
2003). Di negara-negara industri, di mana pangsa bea masuk biasanya tidak
melebihi 2% dari penerimaan pajak, penghapusan tarif tidak akan
menimbulkan masalah penyesuaian fiskal besar.
Pentingnya perbedaan-perbedaan antara negara berkembang dan negara
maju diperkuat oleh fakta bahwa negara-negara pada tahap perkembangan
yang lebih rendah sering berjuang untuk mempertahankan stabilitas ekonomi
makro dan menghadapi dampak negatif dari penurunan pendapatan terhadap
kemiskinan, redistribusi dan pengembangan strategi. kekurangan potensi
pendapatan dapat merusak program ekonomi dan dapat mengakibatkan
pembalikan reformasi perdagangan itu sendiri.
Laju pelaksanaan strategi pembangunan yang lebih berorientasi ke luar di
beberapa negara terhalang oleh pertimbangan fiskal terkait dengan
ketergantungan terhadap pajak perdagangan. Kegagalan untuk mengambil
kendala fiskal menjadi pertimbangan dapat menjadi salah satu penyebab
utama untuk reformasi perdagangan berhasil untuk menemani reformasi tarif
dengan kebijakan yang dirancang untuk mengganti pendapatan tarif
berpotensi hilang dalam waktu kurang distorsi.
Demikian pula dengan kontrol perdagangan lainnya, tarif
memengaruhi perdagangan, produksi, pola konsumsi, dan kesejahteraan
tidak hanya negara-negara yang memberlakukannya, tetapi juga dari mitra
dagang mereka. Mereka melakukannya melalui tingkat perlindungan absolut
yang mereka berikan dan melalui distorsi yang terkait dengan struktur
mereka.
Di negara yang terlalu kecil, tarif impor menciptakan ganjalan antara harga
domestik dan dunia, membuat komoditas asing lebih mahal baik bagi
produsen dalam negeri maupun konsumen. Hal ini menghasilkan
pengurangan surplus konsumen, peningkatan surplus produsen dan
menghasilkan pendapatan tarif bagi pemerintah sementara juga
meninggalkan perekonomian dengan kerugian bersih, yang terdiri dari
32
kerugian konsumen setelah pemerintah dan produsen memperoleh
keuntungan.
Biaya kesejahteraan yang terkait dengan perlindungan impor mengurangi
distorsi dalam pola produksi dan konsumsi. Di sisi produksi, tarif impor
membuat komoditas impor relatif lebih mahal dan dengan demikian
menggeser alokasi sumber daya produktif dalam perekonomian ke
komoditas yang diproduksi di dalam negeri. Pada gilirannya, ini
menghasilkan pola spesialisasi yang tidak memaksimalkan nilai
agregat produksi dengan harga kata.
Pilihan konsumsi juga terdistorsi karena biaya kepada masyarakat untuk
memperoleh unit lain dari komoditas yang diimpor (di dunia harga relatif)
lebih rendah bahwa nilai untuk masyarakat mengkonsumsi anither unit
komoditas ini (di setelah-Tarif harga relatif dalam negeri).
Kedua mekanisme ini mencegah negara-negara perdagangan dari
menangkap keuntungan yang terkait dengan keunggulan komparatif mereka
dan mengakibatkan hilangnya kesejahteraan.
Liberalisasi tarif umumnya diharapkan untuk meningkatkan alokasi sumber
daya, menghasilkan pola konsumsi yang lebih menguntungkan dan
membawa manfaat bagi negara-negara yang menerapkan pembaruan, serta
kepada mitra komersial mereka, terutama jika disertai dengan kebijakan
pelengkap yang sesuai (ekonomi makro, kebijakan sosial dan pasar tenaga
kerja).
Penting untuk diingat bahwa meskipun proteksi tarif cenderung membuat
negara secara keseluruhan lebih buruk, kelompok-kelompok yang berbeda di
dalamnya dapat terpengaruh baik secara positif maupun negatif. Ini mudah
terungkap, misalnya, oleh efek yang berlawanan pada konsumen dan
produsen (atau importir dan eksportir). Sifat-sifat redistributif dari
liberalisasi tarif ini ketika kelompok-kelompok kepentingan tertentu dapat
melobi untuk mendukung tarif sementara yang lain menentang.
Tarif impor setara dengan pajak ekspor dalam perdagangan yang
seimbang. Ini merongrong argumen populer untuk perlindungan tarif yang
menunjuk pada dampak ketenagakerjaan positif dalam sektor-sektor yang
33
bersaing impor yang dilindungi tarif tanpa menyebutkan dampak negatif
ketenagakerjaan di sektor ekspor.
Tarif hanyalah salah satu jenis instrumen pemerintah untuk mempengaruhi
perekonomian dan efektivitasnya tergantung pada sifat tujuan
kebijakan. Tidak kontroversial untuk mengatakan bahwa instrumen yang
berfokus langsung pada tujuan kebijakan itu sendiri biasanya lebih efisien
dalam memberikan hasil. Dalam hal ini, produksi mati pajak atau pajak
konsumsi (subsidi), misalnya, umumnya akan lebih efisien daripada tarif
dalam penergetan. Masing-masing, tujuan produksi atau konsumsi (caves et
al.2002).
Namun, jika kontrol perdagangan akan digunakan, tarif umumnya lebih
disukai daripada instrumen kebijakan perdagangan lainnya. Pertama,
kerugian kesejahteraan terkait dengan tarif bisa lebih kecil dari yang terkait
dengan kuota perdagangan atau tindakan non-tarif lainnya (NTM) yang akan
menghasilkan penurunan setara dalam volume impor. misalnya, beberapa
sewa yang terkait dengan kuota dapat bertambah untuk kelompok
kepentingan tertentu sedangkan dalam kasus tarif, pendapatan pemerintah
yang dihasilkan pada prinsipnya dapat didistribusikan tarif, pendapatan
pemerintah yang dihasilkan pada prinsipnya dapat didistribusikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, misalnya dalam bentuk barang
publik. Bahkan, beberapa langkah perdagangan
mungkin tidak menghasilkan sewa atau pendapatan pemerintah, menciptakan
kerugian kesejahteraan bagi masyarakat yang lebih besar.
Selain itu terkait dengan tarif impor yang setara. Tarif juga memiliki efek
yang lebih pro-kompetitif dibandingkan dengan kuota ketika pelaku pasar
memiliki kekuatan monopoli. Argumen tambahan untuk penggunaan tarif
adalah transparansi mereka. Tarif biasanya dinyatakan sebagai bagian dari
harga barang impor yang dibayarkan kepada pihak berwenang pada saat
barang tersebut melintasi perbatasan. Proporsi ini adalah irisan antara
keinginan, harga domestik dan dalam dirinya sendiri, merupakan perkiraan
besarnya distorsi perdagangan yang dimilikinya. Ini kontras dengan kuota
atau NTM lainnya, yang pengaruhnya kurang sebanding antar produk dan
34
biasanya perlu diperkirakan dengan penggunaan teknik tambahan dan model
ekonomi.
Meskipun ada implikasi, tarif secara tradisional telah digunakan di negara-
negara maju untuk meningkatkan pendapatan sektor publik. Mengumpulkan
tarif di perbatasan atau pintu masuk barang dagangan impor jauh lebih
sederhana daripada menaikkan pajak penghasilan atau konsumsi. Bahkan
saat ini, tarif impor masih merupakan sumber pendapatan pemerintah yang
penting di banyak negara berkembang dan potensi hilangnya pendapatan
tarif telah dinaikkan sebagai salah satu penghambat penyelesaian negosiasi
DDA tentang tarif. Memang, sementara penghapusan pembatasan kuantitatif,
'tarif' kuota atau pengurangan hambatan non-tarif semua memiliki
keuntungan dari mempertahankan atau bahkan meningkatkan pendapatan
pemerintah tanpa reformasi besar-besaran dari sistem pajak, secara umum
hal yang sama tidak dapat diasumsikan tentang pengurangan pajak.
Pentingnya pendapatan tarif diperkuat oleh fakta bahwa negara-negara pada
tahap perkembangan yang lebih rendah yang lain berjuang untuk
mempertahankan lingkungan makroekonomi yang stabil (yang
kesinambungan fiskal merupakan aspek penting) dan menghadapi efek
berpotensi merugikan pengurangan pendapatan pada redistribusi
pengurangan kemiskinan dan strategi pengembangan.
Keuntungan kesejahteraan yang terkait dengan reformasi tarif dan efisiensi
bentuk perpajakan lainnya yang lebih tinggi dapat menjadi insentif bagi
negara untuk mereformasi sistem perpajakan. Namun, ekonomi sederhana
dari perlindungan tarif menunjukkan bahwa jika negara-negara secara
konsisten menggunakan tarif baik untuk meningkatkan pendapatan atau
untuk melindungi industri yang bersaing dengan impor, kehilangan
pendapatan yang parah tidak selalu berarti peningkatan kesejahteraan yang
signifikan. Memang, peran fiskal dan protektif kebijakan tarif sampai batas
tertentu merupakan dua tujuan kebijakan yang bersaing . Misalnya,
pengumpulan pendapatan yang terkait dengan bea impor sebuah valorem
iklan dengan ukuran tertentu dimaksimalkan ketika dampaknya terhadap
perdagangan dan kesejahteraan diminimalkan. Khususnya, ada sektor-
35
sektor dengan elastisitas harga yang rendah dari permintaan impor di mana
basis pajak (atau nilai impor) tidak memburuk akibat dari bea masuk yang
lebih tinggi. Ini bisa berarti bahwa negara-negara yang telah menggunakan
tarif impor untuk tujuan pendapatan (yaitu mengatakan menetapkan tarif
tinggi pada produk dengan permintaan impor tidak elastis) akan mengalami
efek kesejahteraan yang relatif rendah dari reformasi tarif, sementara negara-
negara tersebut yang telah menggunakan tarif terutama karena alasan
protektif (menetapkan tarif tinggi untuk produk dengan permintaan impor
yang elastis) akan mengalami peningkatan kesejahteraan yang besar dan
kerugian penerimaan tarif yang kecil.
Akan tetapi, apakah ini benar-benar terjadi tergantung pada bagaimana
negara menggunakan kebijakan tarif mereka. Efisiensi dan kesejahteraan
dapat ditingkatkan melalui tarif yang lebih seragam namun efek yang relatif
kecil pada pendapatan tarif yang dikumpulkan. Namun, sekalipun efek
pendapatan dari reformasi tarif kecil, paket reformasi perlu mengganti
pendapatan yang hilang. idealnya dengan cara yang tidak terlalu
menyimpang.
Pergeseran pajak perdagangan ke bentuk perpajakan lain seperti
pendapatan. penjualan atau pajak pertambahan nilai telah terjadi selama
beberapa waktu di banyak negara dan kebutuhan untuk mengimbangi
kerugian pendapatan dari liberalisasi perdagangan dengan memperkuat
perpajakan domestik.
Rekomendasi untuk beralih dari pajak perdagangan terhadap konsumsi
domestik dan pajak penghasilan mencerminkan pandangan konsensus bahwa
pajak perdagangan adalah cara yang relatif tidak efisien meningkatkan
pendapatan. Namun demikian, meskipun argumen teoritis untuk reformasi
tarif dan pajak sistem simultan, terdapat kontroversi sehubungan dengan
kelayakan strategi seperti di negara-negara berkembang yang memiliki
kemampuan untuk menggantikan tarif dengan pajak tidak langsung telah
dipertanyakan pada struktural dan alasan politik-ekonomi.
Macam-macam penentu tarif (bea masuk) antara lain:
36
- Bea ekspor adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diangkut
menuju negara lain.
37
- Impor deposito Perangkat yang mewajibkan importir untuk melakukan
setoran (biasanya sebagian dari nilai barang) dengan Pemerintah untuk
jangka waktu tertentu. Efek pada arus kas dimaksudkan untuk mencegah
impor.
- Standar keselamatan dan kesehatan/spesifikasi teknis Bentuk pencegah
yang lebih halus ini mengharuskan importir untuk memenuhi standar
yang ketat atau untuk menyelesaikan formalitas yang rumit dan
panjang. Larangan Perancis pada domba dan kemudian daging sapi yang
diimpor dari Inggris selama 1990-an akan lama diingat oleh industri
pertanian Inggris.
Bentuk partisipasi pemerintah sebagai brikut:
- Kebijakan pengadaan pemerintah
- Subsidi dan insentif ekspor
- Countervaling duties
- Domestic assistance programs
- Trade-diverting
- Import charges
- Import deposits
- Supplementary duties
- Variable levies
3.2.3. Kasus Negara Besar: Tarif Optimal
Alat kebijakan alternatif yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir
adalah pengekangan sukarela (VER) dengan mempertimbangkan pungutan
38
impor variabel dan subsidi ekspor, kebijakan yang merupakan bagian sentral
dari kebijakan Pertanian Bersama EEC.
Prinsip ini ditetapkan secara resmi untuk memperoleh formula standar tarif
optimal yang baik. Meskipun suatu negara besar dapat mengamankan
ketentuan perdagangan yang lebih baik dengan mengenakan tarif, tetapi
memerlukan pengorbanan peningkatan bobot mati domestik (segitiga
harberger) sehingga negara tidak dapat menaikkan tarifnya tanpa batas.
40
produsen dalam negeri karena menggunakan kurva permintaan untuk impor,
bukan ekspor) sehingga harus menghitung ulang pendapatan tarif, pTABpw.
jadi pTACPF ditransfer dari konsumen domestik ke pembayar pajak domestik,
dan pFCBpw ditransfer dari produsen asing ke pembayar pajak domestik.
Keuntungan bersih (AFE) tarif menjadi terlihat sama dengan kelebihan area
pFCPpw (ketentuan keuntungan perdagangan) di atas area MEA (kerugian
bobot mati domestik).
Asumsi implisit model adalah memastikan bahwa tarif optimal adalah positif.
Secara khusus, bentuk-bentuk monotonik untuk SS dan DD (masing-masing
miring positif dan miring negatif) secara efektif mengecualikan kemungkinan
bahwa pasokan ekspor negara asing (misalnya) sehingga menyebabkan tarif
optimal negatif (Subsidi impor) dan membatasi dampak pada distribusi
pendapatan di negara asing.
41
Jika redistribusi dapat mengurangi pasokan ekspor asing, maka menggeser SS
ke kiri sehingga biaya impor marjinal negara asal akan meningkat. Jika efek
seperti itu melebihi keuntungan lainnya dari tarif positif, maka negara asal akan
mengenakan subsidi impor.
Meskipun sebuah negara besar dapat menjadi lebih baik dengan tarif
optimalnya, namun kesejahteraannya akan berkurang. Gambar 1 menunjukkan
bahwa total kesejahteraan dunia dapat diukur sebagai jumlah "surplus
konsumen" bersih domestik dari impor ditambah surplus produsen neto dari
ekspor, yaitu area di bawah kurva permintaan DD dan di atas kurva penawaran
asing SS. Ketika negara asal memberlakukan tarif optimalnya, area ini
dikurangi dengan segitiga ABE (pendapatan tarif hanya menjadi transfer antar
negara) sehingga yang mengindikasikan penurunan total kesejahteraan dunia.
42
Nash equilibrium menggambarkan keseimbangan, berbeda dari keseimbangan
untuk memaksimalkan kesejahteraan bersama. Nash equilibrium akan diartikan
sebagai keseimbangan non-kooperatif untuk menjelaskan kurva reaksi yang
menunjukkan bagaimana perilaku optimal masing-masing negara tergantung
pada tarif negara lain. Titik perpotongan reaksi ini kemudian menentukan
volume perdagangan kesetaraan nash dan tingkat tarif kedua negara.
Perdagangan dunia karena spesialisasi yang tidak lengkap maka perang tarif
akan memungkinkan perdagangan berlanjut pada tingkat yang benar-benar
43
positif. yang ditandai kontras dengan hasil perang perdagangan dengan
pembatasan perdagangan kuantitatif.
Tingkat tarif negara asal dan negara asing dilambangkan dengan t dan t*,
masing-masing. Kurva reaksi t (t*) menunjukkan kurva reaksi tarif negara asal
t* tarif kesejahteraan-pengukur untuk nilai-nilai t*. Kurva reaksi tarif negara
asing t*(t) juga ditentukan. Titik potong kurva dua reaksi pada N menghasilkan
tingkat kesetimbangan nash untuk kedua negara. Kurva reaksi tarif masing-
masing negara (i) bernilai tunggal (yaitu ada respons tarif terbaik untuk setiap
tarif yang ditetapkan oleh negara lain), (ii) memiliki intersep positif pada
porosnya sendiri pada tingkat tarif optimalnya (t dan t* untuk negara asal dan
negara asing, masing-masing), (iii) melibatkan tarif positif ketika negara lain
memberlakukan tarif optimalnya (misalnya, langkah pembalasan negara asing
ke dalam Gambar 3 sesuai dengan tarif dalam Gambar 4a) dan (iv)
memotong negara lain.
44
Figure 4a Figure 4b
Sumbu tarif pada tarif yang dilarang di negara itu ( dan untuk, secara
berulang, pada sumbu horizontal dan vertikal pada gambar 4a) yang lebih besar
dari tarif optimalnya (kami berargumen dalam bagian Gambar 1 bahwa tarif
optimal bukan penghalang ). Sifat-sifat ini cukup untuk memastikan bahwa N
Nash equilibrium tidak terkait dengan penghapusan perdagangan, dan
menganalisis konsekuensi kesejahteraan dari perang tarif.
45
Gambar 4b, sesuai dengan tingkat kesejahteraan asing yang lebih tinggi karena
tarif coutry rumah yang lebih rendah.
Meskipun jenis penyesuaian sekuensial ini adalah versi ideal dari apa yang
sebenarnya terjadi magh, namun bermanfaat untuk menggambarkan stabilitas
tanpa menggunakan matematika. Faktanya, N dapat terlihat stabil di dalam
"lingkungan" kesetimbangan setiap kali kurva reaksi negara asal lebih datar
daripada kurva reaksi negara asing, dan dapat menggunakan diagram untuk
memverifikasi bahwa keseimbangan tidak stabil ketika kurva reaksi negara asal
lebih curam daripada kurva asing.
Gambar 4 menunjukkan hanya satu dari banyak hasil yang mungkin. Secara
teori juga dimungkinkan untuk memiliki banyak keseimbangan (beberapa
stabil, beberapa tidak stabil) atau siklus tarif (di mana urutan respons tarif
diulangi secara khusus). Terlepas dari berbagai kemungkinan ini, satu hasil
cukup kuat: tanpa adanya spesialisasi yang lengkap, perdagangan tidak
dihilangkan. Selain itu, satu negara dapat memperoleh keuntungan dari
46
pengenaan tarif, bahkan dalam hasil ketika kedua negara menggunakan kuota
perdagangan sebagai alat perlindungan mereka.
Tarif optimal untuk negara besar adalah positif, dan itu negara yang lebih besar
menetapkan tarif optimal yang lebih tinggi, negara dapat memenangkan perang
tarif karena kesejahteraannya di bawah keseimbangan permainan pengaturan
tarif Nash lebih tinggi dari pada di bawah perdagangan bebas global.
Tarif optimal adalah positif dan seragam di seluruh barang impor, asalkan
pajak ekspor tidak tersedia. Seragam suatu negara tarif optimal meningkat
dalam "ukuran yang disesuaikan dengan produktivitas" termasuk parameter
keunggulan absolut dan endowmen tenaga kerja. Ini menggoda kita untuk
menyimpulkan bahwa dua pernyataan awal secara teoritis kuat kelas model
yang luas. Namun faktanya, segalanya berjalan sebaliknya. Meskipun ketiga
kelompok pendapatan cenderung mengurangi tarif mereka dari waktu ke
waktu, peringkat tetap stabil, atau secara ekonomi lebih besar negara
cenderung menetapkan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan teori tarif
optimal yang ada.
Tarif aktual mengikuti formula tarif optimal, yaitu, tarif lebih tinggi untuk
produk-produk yang diperkirakan elastisitas pasokan ekspornya besar. Namun,
tidak ada bukti langsung bahwa negara-negara dengan PDB lebih besar
cenderung menetapkan tarif lebih tinggi seperti teori yang ada.
Model Ricardo DFS dinamis mnyatakan bahwa kenaikan tarif suatu negara: (i)
meningkatkan pendapatan tarifnya relatif untuk pendapatan modalnya (efek
pendapatan); (ii) mengurangi pangsa impornya dan tingkat pengembalian
modal (efek distorsi); dan (iii) menurunkan tingkat pertumbuhan yang
seimbang (efek pertumbuhan). Penghasilan, distorsi, dan dampak pertumbuhan
pada kesejahteraan jangka panjang negara adalah positif, tidak positif (nol
dalam perdagangan bebas), dan negatif, masing-masing.
Pertama, optimal tarif suatu negara adalah positif. Ini karena, mengevaluasi
tiga dampak kesejahteraan jangka panjang pada perdagangan bebas, efek
47
distorsi adalah nol sedangkan efek pertumbuhan lebih kecil dari efek
pendapatan. Bahkan jika efek pertumbuhan menarik tarif optimal suatu negara,
yang pertama tidak cukup besar untuk mengatakan bahwa yang terakhir bisa
menjadi nol.
Teori industri infant menyatkan bahwa industri dalam negeri yang sedang
berkembang membutuhkan perlindungan terhadap persaingan internasional
sampai mereka menjadi dewasa dan stabil. Dalam bidang ekonomi, industri
infant adalah industri yang baru dan masih dalam tahap awal pengembangan,
sehingga belum mampu bersaing dengan pesaing industri yang sudah mapan.
Teori industri infant, pertama kali dikembangkan pada awal abad ke-19, oleh
Alexander Hamilton dan Friedrich List, seringkali menjadi pembenaran bagi
kebijakan perdagangan proteksionis. Gagasan dasarnya adalah bahwa industri
muda yang sedang tumbuh, di negara-negara maju, membutuhkan
perlindungan dari industri yang lebih mapan, biasanya dari negara asing.
Industri infant seharusnya hanya dilindungi jika mereka dapat matang dan
kemudian menjadi layak tanpa perlindungan, atau industri infant yang tidak
48
memiliki skala ekonomi untuk menghadapi pesaing negara lain harus
dilindungi sampai dapat membangun ekonomi dengan skala yang sama.
Namun, manfaat bersih kumulatif yang diberikan oleh industri yang dilindungi
harus melebihi biaya kumulatif melindungi industri.
Oleh sebab itu, pemerintah memberlakukan bea masuk, tarif, kuota, dan
kontrol nilai tukar untuk mencegah pesaing internasional dari mencocokkan
atau mengalahkan harga industri infant, memberikan industri infant waktu
untuk mengembangkan dan menstabilkan. Dasarnya, teori industri infant
menyatakan bahwa begitu industri berkembang cukup stabil untuk bersaing
secara internasional, setiap tindakan perlindungan yang diperkenalkan, seperti
tarif, dimaksudkan untuk dihilangkan. Dalam praktiknya, ini tidak selalu terjadi
karena berbagai perlindungan yang diberlakukan mungkin sulit untuk
dihilangkan.
Permintaan domestik
50
kebijakan untuk memaksimalkan jumlah potongan arus kesejahteraan selama
periode waktu tertentu. Itu selalu mencakup seluruh fase pembelajaran (selama
produksi rumah tangga terjadi) .Sebagaimana ditunjukkan oleh Dixit (1984),
pilihan instrumen perencana dapat ditafsirkan kembali sebagai pilihan jumlah
konsumsi dari himpunan layak yang dihasilkan oleh permintaan konsumen.
Setiap pembatasan pada instrumen perdagangan kemudian akan diubah
menjadi pembatasan tambahan pada set pasangan konsumsi yang layak.
52
perdagangan yang optimal mengabaikan biaya belajar dan hanya berupaya
memaksimalkan arus kesejahteraan kumulatif.
Antara subsidi dan tanpa perlindungan (dan tanpa industri dalam negeri) —
mereka bergantung pada penimbangan arus kesejahteraan yang lebih tinggi
(manfaat belajar) terhadap biaya belajar tetap FLC. Ketika panjang cakrawala
perencanaan diperpanjang, alternatif subsidi jelas menjadi lebih menarik,
karena manfaat dari kesejahteraan pasca belajar yang lebih tinggi dinikmati
selama periode waktu yang bersamaan. Lebih menarik lagi, potensi biaya
rendah tidak secara otomatis mensyaratkan bahwa subsidi optimal: biaya
rendah dapat diimbangi dengan biaya awal yang tinggi dengan kurva belajar
lambat, yang keduanya meningkatkan FLC biaya subsidi tanpa mempengaruhi
perbedaan antara arus kesejahteraan. Akan selalu ada tingkat biaya awal yang
cukup tinggi dan kecepatan belajar cukup lambat sehingga tidak ada subsidi
yang dioptimalkan dengan potensi biaya yang sewenang-wenang rendah .
Untuk memvariasikan tingkat substitusi sambil memastikan permintaan positif
untuk kedua barang di bawah subsidi optimal. Kemudian, ketika produk
menjadi substitusi yang lebih dekat, perbedaan antara W dan menurun menjadi
nol ketika barang menjadi pengganti sempurna. Di sisi lain, biaya belajar FLC
tidak berubah dengan tingkat substitusi. Jelas, subsidi tidak akan pernah
optimal ketika barang-barang pengganti cukup dekat, karena biaya belajarFLC
akan selalu lebih besar daripada keuntungan kesejahteraan kecil. Menariknya,
tingkat kemampuan substitusi secara kritis mempengaruhi pemenuhan Mill-
Bastable Test tetapi tidak berpengaruh pada optimal jalur subsidi, mengingat
perlindungan yang optimal.
3.2.4.4. Subsidi Tidak Dimungkinkan
Diberikan kendala anggaran atau politik, subsidi mungkin menjadi tidak layak,
hanya menyisakan tarif atau kuota sebagai instrumen yang tersedia. Tingkat
tarif masih diasumsikan (dalam bagian ini) fleksibel dari waktu ke waktu.
Karenanya, tarif dan kuota mempertahankan kesetaraannya. Pada bagian
sebelumnya, sebelumnya ditunjukkan bahwa subsidi produksi dapat meningkat
dengan sendirinya dengan menaikkan tingkat produksi barang domestik di atas
tingkat pasar bebasnya. Tarif jelas berbagi beberapa substitusi sebagai
53
instrumen kebijakan dengan subsidi sekarang tidak dapat digunakan karena
mereka juga dapat meningkatkan tingkat produksi dalam negeri. Di sisi lain,
telah diketahui bahwa tarif juga menyebabkan distorsi tambahan pada sisi
konsumsi, menciptakan perselisihan antara biaya marjinal barang asing dan
manfaat marjinalnya. Perencana sosial sekarang harus menukar manfaat dari
produksi dalam negeri yang lebih tinggi terhadap distorsi baru ini. Catatan
lebih lanjut bahwa biaya awal yang sangat tinggi dapat membuat tarif tidak
berguna karena permintaan untuk barang domestik masih bisa nol secara
otomatis (diberikan tingkat tarif yang sewenang-wenang tinggi)
3.2.4.5. Tarif dan Kuota Tetap
kendala politik atau penyesuaian biaya, bahwa mengubah tingkat kuota tarif
dari waktu ke waktu adalah mahal. biaya ini cukup tinggi sehingga perencana
sosial dibatasi untuk memilih hanya satu tarif atau tingkat kuota untuk seluruh
periode perencanaan. Meskipun kuota setara dengan tingkat tarif tertentu pada
setiap titik waktu, nilai tingkat tarif ini berubah dari waktu ketika nilai kuota
tetap tetap. Kuota tetap dan tarif tetap dengan demikian jelas memiliki sifat
dinamis yang berbeda, meskipun kedua kasus tersebut dimasukkan dalam
bagian sebelumnya dengan tarif yang fleksibel.
Diberikan pembatasan tambahan ini pada penggunaan instrumen perdagangan,
perencana sosial harus memilih instrumen perdagangan (kuota atau tarif), juga
sebagai penentu level optimalnya. Karena tingkat ini tetap, dua pilihan ini
sepenuhnya menentukan jalur konsumsi selama seluruh periode perencanaan.
Himpunan pasangan konsumsi yang layak dengan demikian direduksi menjadi
satu set lintasan yang diindeks oleh pilihan instrumen dan levelnya. Tentu saja,
perencana sosial juga dapat memilih untuk tidak melindungi industri infant.
Dalam hal ini, industri domestik masih akan menghasilkan (dan pembelajaran
akan terjadi) jika biaya awal cukup rendah
Pilihan alami tingkat kuota adalah tingkat konsumsi jangka panjang untuk
barang asing. Kutipan tetap ini menghasilkan jalur dari waktu ke waktu untuk
jalur tarif setara yang menurun selama periode pembelajaran dan tetap nol tepat
setelah pembelajaran berhenti.
54
3.2.4.6. Keuntungan Tambahan Kuota
Ketika biaya domestik awal yang tinggi menghalangi permintaan untuk barang
domestik yang tidak dilindungi dan periode perencanaan meluas secara
signifikan melewati akhir fase pembelajaran, maka pilihan perlindungan
dengan kuota tetap clearly jelas lebih disukai untuk tidak perlindungan: biaya
belajar tetap dapat dibayar kembali, tidak hanya oleh arus kesejahteraan yang
lebih tinggi selama fase pembelajaran, tetapi juga oleh arus kesejahteraan pada
batas maksimum W yang bertambah dari akhir fase pembelajaran hingga akhir
periode perencanaan. Jika biaya penyesuaian juga tinggi dan menghalangi
perubahan tingkat instrumen perdagangan, maka tarif tetap menawarkan
alternatif yang mengerikan untuk kuota tetap: untuk mendorong produksi awal
barang-barang domestik, tarif harus ditetapkan pada tingkat yang sangat tinggi
sebanding dengan tingkat tarif setara awal yang terkait dengan kuota. Setelah
proses pembelajaran berlangsung, tarif tinggi ini menciptakan distorsi yang
semakin meningkat. Ketika pembelajaran berhenti, tingkat distorsi yang tinggi
ini (yang menghasilkan aliran kesejahteraan jauh di bawah W ̄) dipertahankan
hingga akhir periode perencanaan. Perbedaan besar antara tunjangan
kesejahteraan kuota dan tarif ini berpotensi lebih besar daripada jumlah
kehilangan pendapatan terkait dengan administrasi aquota. Dengan demikian,
bahkan pengekangan ekspor sukarela (dengan asumsi bahwa transfer
pendapatan negara domestik ke pemasok asing tidak secara politis diperlukan
untuk memberlakukan pengekangan) dapat menghasilkan keuntungan
kesejahteraan yang lebih tinggi bagi negara domestik daripada alternatif tarif
tetap apa pun.
Meskipun instrumen subsidi tetap tidak secara formal dimodelkan dalam
makalah ini, juga dimungkinkan untuk kuota tetap untuk menghasilkan
keuntungan kesejahteraan yang lebih tinggi daripada subsidi tetap yang dipilih
secara optimal. Walaupun subsidi tersebut tidak menghasilkan distorsi
konsumsi untuk barang-barang asing (seperti halnya kuota dan tarif), kekakuan
subsidi tetap menciptakan jenis masalah yang sama yang disebutkan untuk
tarif: subsidi tetap tidak cukup melindungi industri infant di awal tahun. fase
belajar, atau terlalu melindunginya nanti.
55
kuota tetap menunjukkan satu keuntungan lain bagi para pembuat kebijakan
atas tarif dan subsidi, bahkan ketika ini fleksibel: persyaratan informasi yang
lebih rendah untuk implementasi. Untuk menghitung tingkat konsumsi jangka
panjang dari barang asing (dan karenanya kuota tetap optimal), pembuat
kebijakan hanya perlu informasi tentang biaya asing, biaya domestik terikat
yang lebih rendah, dan kondisi permintaan. Secara khusus, tidak ada informasi
tentang bentuk kurva pembelajaran (termasuk durasinya) yang diperlukan. Di
sisi lain, pengaturan subsidi optimal (jika memungkinkan) atau tarif, bahkan
ketika instrumen ini fleksibel, memerlukan informasi terperinci tentang kurva
pembelajaran ini. Kurva pembelajaran mungkin diketahui oleh perusahaan dan
bukan pembuat kebijakan, dalam hal ini perusahaan akan memiliki insentif
yang kuat untuk mendistorsi informasi biaya saat ini dan masa depan yang
dikumpulkan oleh pemerintah.26 Selanjutnya, kurva belajar mungkin juga
memiliki elemen stokastik yang juga tidak diketahui oleh perusahaan. .
Meskipun tidak secara formal dimodelkan dalam makalah ini, keberadaan
ketidakpastian pembelajaran seperti itu hanya dapat mengurangi efektivitas
subsidi atau tarif optimal sementara itu tidak mempengaruhi kinerja kuota
optimal.
Suatu perusahaan yang berjuang menuju laba yang lebih besar semuanya juga
harus mengelola kondisi internal membentuk dan menggunakannya secara
efektif, sehingga bisa berkurang biaya produksi dan mencapai ekonomi yang
lebih besar di mana daya saing perusahaan tergantung. Tugas ini diselesaikan
melalui strategi manajemen perusahaan yang sesuai yang memungkinkan
perusahaan untuk memilih dan menggunakan faktor membentuk keunggulan
kompetitif perusahaan di Indonesia bersaing dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang telah mempresentasikan yang diproduksi produk ke pasar
tidak dapat mengubah hasil ini terutama dalam waktu singkat. Perusahaan
dapat mengelola faktor keunggulan kompetitif langsung selama produksi
proses. Seperti manajemen faktor kompetitif keuntungan di suatu perusahaan
dipahami sebagai pengurangan biaya produksi menerapkan strategi yang sesuai
skala ekonomi. Suatu perusahaan tertarik untuk memproduksi lebih banyak
produk, modal dan sumber daya tenaga kerja begitu besar diperlukan untuk
meningkatkan skala produksi. Kuantitas produksi yang ditentukan oleh bahan,
sumber daya tenaga kerja dan keuangan serta efektivitasnya pekerjaan disebut
skala produksi. Kapan ekonomi meningkat dalam penurunan biaya produksi,
ekonomi tumbuh muncul, yang membentuk masing-masing skala ekonomi
memanifestasikan dirinya dalam berbagai jenis skala ekonomi, skala ekonomis
produk,ekonomi inovasi dan ekonomi pengalaman dan pengetahuan, dengan
57
mempertimbangkan kekhususan langkah-langkah yang digunakan untuk
peningkatan skala produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skala ekonomi di Indonesia skala batas
produksi yang sesuai adalah faktor-faktornya mengurangi biaya produksi dan
memformat kompetitif keuntungan pada saat bersamaan. Skala ekonomi yang
terbentuk keunggulan kompetitif perusahaan tidak menjadi faktor yang
mengurangi atau meningkatkan daya saing perusahaan keuntungan sendiri.
Strategi yang sesuai meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan sangat
penting. Strategi skala ekonomi dapat diterima dan berubah sebelum akhir
produksi dan penjualan yang baik proses.
Skala ekonomi mengacu pada ekonomi efisiensi yang dihasilkan dari
melakukan proses pada skala yang lebih besar. Secara sederhana mikro
ekonomi alam, teori neoklasik digunakan untuk menggambarkan ekonomi dan
diseconomies skala. Skala ekonomi terjadi karena ukuran, keluaran, atau skala
operasi untuk perusahaan yang memberi mereka keuntungan biaya,di mana
biaya tetap tersebar di lebih banyak unit output sehingga menurunkan biaya
mereka per unit output karena skala meningkat (Gambar 1). Skala ekonomi
adalah kembalinya peningkatan produksi faktor yang memungkinkan untuk
membentuk kompetitif keuntungan dalam mengurangi biaya tetap rata-rata.
Skala ekonomi sebagai setara dengan jatuh biaya rata-rata jangka panjang
fungsi LRAC.
58
peningkatan laba, dan peningkatan prestise untuk anggota organisasi. Seperti
yang dinyatakan, sepenuhnya perusahaan yang maju dapat memiliki
keuntungan saat menggunakan skala ekonomis, berikan fakta bahwa itu dapat
hadir di hampir setiap fungsi sebuah bisnis, termasuk manufaktur, pembelian,
penelitian dan pengembangan pemasaran, jaringan layanan, tenaga penjualan
pemanfaatan, dan distribusi. Skala ekonomi terjadi karena meningkatkan
kuantitas output sebagai biaya rata-rata per unit menurun, yang sering terjadi
batas, seperti melewati desain optimal titik di mana biaya per unit tambahan
mulai meningkat.
Skala ekonomis adalah tabungan karena ukuran perusahaan atau kuantitas
output. Ketika suatu perusahaan mampu mengurangi biaya unit hanya dengan
meningkatkan output, itu dalam posisi untuk mendapat manfaat dari skala
ekonomi. Penghematan ini mungkin karena internal atau faktor eksternal.
Faktor internal yang dihasilkan dari lebih baik menggunakan keahlian dan
spesialisasi pengetahuan dalam perusahaan. Sementara eksternaL faktor
diperoleh dari kebaikan industri di lokasi tertentu. Dampak positif skala
ekonomi biasanya diuntungkan lebih besar organisasi, di mana ukuran kecil
perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya sebagai
keuntungan strategis. Namun ada beberapa contoh di mana organisasi kecil
berada berhasil memanfaatkan skala ekonomi sebagai daya saing di antara
tingkat ukuran organisasi yang serupa. Namun demikian, dalam terminologi
kompetisi skala ekonomi dianggap sebagai senjata yang kreatif namun kuat
digunakan oleh organisasi yang lebih besar menuju yang lebih kecil pesaing
untuk menembus pasar yang kompetitif.
Skala ekonomi: ketika skala produksi perusahaan meluas, penurunan biaya
rata-rata dan disebut skala ekonomi. Pada dasarnya, skala ekonomi dapat
didefinisikan sebagai penurunan biaya unit (rata-rata) seiring peningkatan skala
produksi. Ini berarti bahwa investor baru di sektor ini harus menghasilkan
dengan biaya lebih tinggi untuk waktu tertentu.
Kerugian biaya tanpa skala: perusahaan yang ada di sektor ini, terlepas dari
ukuran dan skala ekonominya, mungkin memiliki keunggulan biaya yang tidak
dapat dicapai oleh perusahaan baru. Keuntungan paling kritis adalah teknologi
59
produk bermerek, akses mudah ke bahan baku, penempatan yang mudah,
dukungan dan pengalaman negara.
Peningkatan kapasitas dengan jumlah besar: jika skala ekonomi bagi
perusahaan untuk meningkatkan kapasitas mereka, ini dapat mengganggu
keseimbangan penawaran/permintaan sektor ini. Ini khususnya terjadi ketika
penambahan kapasitas dilakukan secara kolektif. Sektor ini dapat mengalami
kelebihan kapasitas dan periode penurunan harga berulang-ulang.
3.3.1.1. Skala Ekonomis dan Perdagangan Internasional
Salah satu asumsi model Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa dua komoditi
diproduksi atas dasar skala hasil dan konstan di kedua negara. Jika kita
menanggalka asumsi dan berpegang pada rialita yakni skala hasil yang
meningkat, kita akan memahami perdagangan diantara kedua negara yang
faktor-faktor produksi maupun komoditi andalannya identik. Perdagangan ini
tidak akan dapat dijelaskan melalui model Hechscher-Ohlin.
Analisa perdagangan yang didasarkan pada skala ekonomis menyajikan
masalah-masalah tertentu, dan kita berpegang pada bentuk pasar persaingan
sempurna sehingga segala bentuk keuntungan monopoli tidak pernah terwujud.
Namun jika prinsip hasil yang terus meningkat itu benar-benar berlaku, maka
perusahan-perusahaan besar biasanya akan berusaha mengungguli kalau perlu
menggusur, perusahaan–perusahaan lain yang lebih kecil, sehingga
keseluruhan pasar cenderung akan didominasi hanya oleh satu perusahaan
monopoli atau beberapa perusahaan saja yang situasinya biasa disebut
oligopoli. Jika prinsip hasil dan imbalan terus meningkat itu turut menjadi
tolakan bagi berlangsungnya perdagangan ,maka pasarnya akan berbentuk
persaingan tidak sempurna. Tinjuan umum mengenai konsep konsep skala
ekonomi dan pasar (perekonomian) persaingan tidak sempurna, disusul ke
model perdagangan internasional yang memperlihatkan betapa skala ekonomi
dan persaingan sempurna itu dalam kenyataannya memegang peranan penting,
yakni model persaingan monopoli dan model dumping. Sisanya akan
membahas peranan yang dimainkan oleh prinsip hasil atau imbalan yang
miningkat dan ekonomi eksternal (external economies) dalam proses
pembentukan pola perdagangan .
60
Keunggulan komparatif senantiasa didasarkan pada asumsi atau prinsip skala
hasil yang konstan (constant return to scale) artinnya mengasumsikan bahwa
jika input untuk suatu industri dilipat duakan ,maka output indutri tersebut
juga akan berlipat dua. Namun dalam kenyataannya, banyak industri atau skala
ekonomi yang beroperasi atas dasar skala ekonomi dan juga pada prinsip
imbalan yang kian meningkat sehingga semakin besar skala produksinya ,akan
semakin besar produktivitasnya (dengan kelipatan yang semakin lama semakin
besar). Jika terdapat skala ekonomis pelipat dua input yang digunakan oleh
suatu sektor industri akan meningkatkan produksi indutri lebih dari dua kali
lipat. Semakin banyak input yang ditambahkan akan semakin besar
kelipatannya.
Sebuah contoh akan membantu kita dalam rangka memahami pentingnya
konsep skala ekonomi bagi perdagangan internasional, sebagai contoh untuk
memproduksi 10 unit produk diperlukan 25 jam kerja sedangkan untuk
memproduksi 25 unit diperlukan 30 jam kerja. Adanya skala ekonomi bisa
dilihat dari kenyataan bahwa dengan melipatkan input tenaga kerja dari 15
menjadi 30 jam kerja menyebabkan output industri tersebut meningkat lebih
dari dua kali lipat yaitu 10 menjadi 25 unit.dalam kenyataan dengan pelipatan
input, output bisa meningkat dengan kelipatan 2,5.
Bagaimana perdagangan yang saling menguntungkan bisa terus meningkat
berkat bekerjanya prinsip skala ekonomi. Setiap negara mengkhususkan diri
dalam memproduksi barang-barang tertentu saja yang memungkinkannya
memproduksi barang-barang tersebut lebih efisien daripada jika negara yang
bersangkutan memproduksi sendiri segalanya.Perekonomian–perekonomian
yang melakukan spesialisasi produksi ini selanjunya berdagang satu sama lain
agar dapat mengkonsumsi seluruh jenis barang. Dengan demikian setiap negara
bisa memperoleh berbagai barang yang tidak dibuatnya sendiri. Menonjolnya
prinsip skala ekonomi biasanya menyebabkan struktur pasar yang bersangkutan
tidak berbentuk pasar persaingan sempurna.
Adanya skala ekonomi ataupun skala hasil yang meningkat menandakan bahwa
input yang dibutuhkan per unit produksi semakin kecil dengan semakin
banyaknya output yang diproduksi. Peningkatan produksi itu sendiri dapat
61
dicapai apakah perusahaan-perusahaan yang bersangkutan sudah bisa
melakukannya sekedar dengan memproduksi lebih banyak atau sebaliknya
harus ada peningkatan jumlah perusahaan .Untuk menganalisa dampak skala
ekonomi terhadap struktur pasar membutuhkan kejelasan tentang peningkatan
produksi seperti apa yang diperlukan untuk menurunkan biaya rata-rata. Skala
ekonomi eksternal (external economies of scale) akan tercipta apabila jumlah
biaya per unit sudah tergantung pada besarnya industri, tidak perlu pada
besarnya satu perusahaan.
Skala ekonomi internal muncul jika biaya per unit tergantung pada besarnya
satu perusahaan, sehingga hal itu tidak perlu dikaitkan dengan besarnya
industri yang bersangkutan .Skala ekonomi eksternal akan terlihat dengnan
meningkatnya efisiensi perusahaan–perusahaan karena sektor industri menjadi
lebih besar, meskipun setiap perusahaan ukuran produknya sama seperti sedia
kala. Sedangakan skala ekonomi internal akan terlihat dengan output dari
industri yang bersangkutan tidak berubah, tetapi jumlah perusahan berkurang.
Dengan demikian efisiensi meningkat dengan jumlah output yang dihasilkan
meningkat.
Skala ekonomis eksternal dan internal masing-masing menimbulkan implikasi–
implikasi yang berbeda terhadap struktur industri. Suatu industri dimana skala
ekonomisnya sepenuhnya bersifat eksternal (tidak ada keunggulan khusus bagi
perusahaan–perusahaan berskala besar) biasanya akan terdiri dari banyak
perusahaan kecil .Sebaliknya jika skala ekonomi internal memberikan
perusahan-perusahaan berukuran besar suatu keunggulan biaya atas perusahaan
– perusahaan kecil, maka hal ini pada akhirnya dapat menciptakan struktur
pasar persaingan tidak sempurna. Baik skala ekonomi eksternal maupun
internal merupakan penyebab penting bagi terjadinya perdagangnan
internasional.
Peranan skala ekonomis dalam perdagangan internasional ternyata
menemukan dua alasan untuk lebih menitik beratkan perhatian pada ekonomi
internal. Yang pertama, skala ekonomi internal lebih mudah diidentifikasi
dalam praktek dibandingkan dengan skala ekonomi eksternal.ditinjau dari
perspektif umum,konsep skala hasil yang meningkat mengacu pada situasi
62
produksi bertambah lebih proporsioanal ketimbang peningkatan input atau
faktor–faktor produksinya artinya seandainya semua input dilipat duakan ,
maka output akan bertambah lebih dua kali lipat. Demikian pula jika semua
input ditambah hingga tiga kali lipat dari pada sebelumnya, maka outputnya
pun akan bertambah tiga kali lipat. Skala hasil yang meningkat ini dapat terjadi
karena operasi yang lebih besar cenderung meningkatkan pembagian kerja dan
spesialisasi sehingga setiap unit faktor produksi akan membuahkan hasil yang
lebih besar. Sebagai contoh faktor produksi tenaga kerja. Jika jumlahnya
ditambah maka sampai batas tertentu masing-masing tenaga kerja itu akan
dapat meningkatkan spesialisasinya dalam melaksanakan suatu tugas repetitif
(berulang–ulang) sehingga produktivitasnya akan meningkat. Skala operasi
yang lebih besar memungkinkan digunakannya mesin-mesin dan berbagai
peralatan yang lebih khusus (untuk menjalankan fungsi-fungsi yang lebih
spesifik) dan produktif. Mesin-mesin seperti ini tentu saja akan menjadi terlalu
mahal jika digunakan dalam skala operasi yang kecil (Salvatore, 1996).
3.3.1.2. Hubungan Perdagangan yang Didasarkan Pada Skala
Internasional
Keterangan Gambar:
Memperlihatkan bagaimana hubungan perdagangan yang menguntungkan
semua pihak dapat dilangsungkan atas dasar skala hasil yang meningkat. Jika
semua negara I dan negara II diasumsikan identik atau sama persis dalam
berbagai aspek ekonomi ,maka kita dapat menggunakan satu kurva batas
63
kemungkinan produksi dan satu peta indiferent bagi kedua negara tersebut.
Adanya skala hasil yang meningkat akan menjelma berupa kurve batas
kemungkinan produksi yang berupa konveks atau kurve cekung apabila dilihat
dari pusat sumbu, atau melengkung dan lengkungannnya mengarah kepusat
sumbu. Jika kurva-kurva batas kemungkinan produksi dan peta indiferent dari
kedua negara tersebut juga sama persis,maka harga-harga relatif yang berlaku
dikedua negara tersebur juga akan sama persis (dalam kondisi tanpa
perdagangan).
Selanjutnya apabila kedua negara melangsungkan hubungan perdagangan,
maka negar satu akan terdorong untuk berspesialisasi dalam produk komoditi
X dan ia akan berproduksi di titik B. Sedangkan negara 2 akan melakukan
spesialisasi dalam produksi komoditi Y dan ia akan berproduksi dititik B.
Selanjutnya kedua negara itu akan saling mempertukarkan 60x dengan 60 y,
dan masing-masing negara akan berkomsumsi dititik B yang terletak pada
kurve indiferent II. Karena letak kurve indiferent itu lebih tinggi dari kurve
indiferent sebelumnya ,maka kedua negara tersebut memperoleh peningkatan
kesejahteraan. Kedua nya memperoleh tambahan keuntungan 20X dan 20Y.
tampak jelas bahwa keuntungan-keuntungan tersebut bersumber dari
peningkatan skala ekonomis dalam kegiatan produksi d i kedua negara yang
masing -masing berfokus pada satu komoditi saja. Tanpa adanya perdagangan
kedua negara tersebut tidak akan melakukan spesialisasi produksi disalah satu
komoditi, mengingat masing masing negara itu membutuhkan kedua komoditi
itu sekaligus.
Beberapa aspek analisa dari gambar diatas yaitu :
1. Tidak ada faktor penyebab yang pasti untuk mendorong kedua negar itu
berspesialisasi dalam produk komodity X maupun komodity Y. Spesialisasi
ini semata-mata bertolak dari alasan historis.
2. Meski dikatakan identik kedua negara tersebut tidak mungkin sama persis
dalam semua aspek ekonominya ,karena jika segala-galanya sama, justru
akan sulit untuk membayangkan akan terjadinya hubungan dagang atas
dasar skala hasil yang meningkat dikedua negara .
64
3. Skala ekonomi itu terdapat pada berbagai tingkatan output ,maka satu atau
beberapa perusahaan dimasing-masing negara lambat laun akan dapat
menguasai seluruh pasar bagi produk tertentu sehingga menjurus pada
terciptanya pasar monopoli (ada satu produsen yang tunggal untuk satu
komoditi tertentu yang tidak ada substitusinya) atau oligopoli (hanya ada
sedikit produsen untuk satu produk yang homogen maupun berbagi macam
produk yang ada)
65
Game Theorymemiliki tiga kategori yaitu:
Game Theory hampir sama dengan Decision Tree dalam tujuannya untuk
menentukan keputusan terbaik, hanya saja Game Theory memperhitungkan
langkah yang akan diambil oleh pemain lainnya (non-parametric). Seperti kita
ketahui, setiap pemain bisnis pasti selalu memikirkan rencana baru yang
strategic untuk mencapai payoff tujuannya. Masalahnya adalah, ketika pemain
66
lainnya juga mengambil rencana yang sama maka rencana yang awalnya
strategic dapat menjadi tidak bekerja sama sekali atau bahkan merugikan.
Game theory memungkinkan adanya analisis atas pasar duopoli, di mana ada
sedikit pelaku tetapi saling memengaruhi.Seperti diketahui sebelumnya, bahwa
dalam persaingan bisnis dimana terjadi pihak yang menang dan yang kalah,
bahkan pada pihak-pihak yang kalah tersebut tidak sedikit upaya yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang kalah dalam persaingan tersebut melakukan
upaya koalisi dalam bentuk duopoli sebagai suatu struktur pasar dari beberapa
pelaku pasar dalam upaya memenangkan persaingan baik dari segi kuantitas
maupun harga.
67
Praktek duopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan
perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan untuk
melakukan duopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di
bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga
menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek
duopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar duopoli umumnya terbentuk pada
industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti,industri
semen, industri mobil, dan industri kertas.Asumsi yang mendasari kondisi di
pasar duopoli adalah pertama, penjual sebagai pricemaker. Penjual bukan
hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga mengakui bahwa
aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan sebaliknya.
Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga, kemungkinan masuk
pasar bervariasi dari mudah ( freeentry) sampai tidak mungkin masuk pasar
(blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker.
Setiap pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar. Beberapa karkater dari
pasar duopoli adalah sebagai berikut:
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya jenis pasar ini yaitu
efisiensi skala besar di dalam efisiensi teknis (teknologi) dan efisiensi ekonomi
(biaya produksi).Profit hanya bisa tercipta apabila perusahaan mampu
mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis menyangkut pada penggunaan
teknologi dalam proses produksi. Kemampuan produsen dalam menempatkan
sumber daya secara optimal.
68
pengertian bentuk kerjasama tersebut dilakukan dengan membuka akses bebas
antar wilayah dalam rangka membentuk suatu kawasan bebas perdagangan.
69
3. Model duopoli Stackelberg menggunakan strategi yang lebih
fleksibel.Untuk model Stackelberg dimisalkan perusahaan leader
menetapkan outputnya terlebih dahulu, dan kemudian perusahaan follower
setelah mengamati output perusahaan leader akan mengambil keputusan
outputnya.Menjadi perusahan yang bertindak lebih dahulu (leader) akan
memberi keunggulan bagi perusahaan tersebut. Hal tersebut dapat terjadi
karena langkah mengumumkan lebih dulu akan menciptakan apapun yang
dilakukan pesaing, output perusahaan tersebut akan tetap besar.
71
dan ahli teori. Namun, pada saat yang sama, sisi normatif, lebih besar tingkat
intervensi pemerintah dalam perdagangan internasional, telah menghasilkan
oposisi dan kritik, bahkan dari beberapa pencipta teori perdagangan
internasional baru.
73
Batasan teori perdagangan internasional dari sudut pandang manfaat, yang
dibawa oleh intervensi negara, membenarkan kembalinya kebebasan
perdagangan, yang akan direkomendasikan bukan karena pasar bekerja secara
efisien, tetapi karena kebijakan bisa menjadi tidak sempurna seperti pasar. Jika
keuntungan yang didapat dari intervensi pemerintah akan tinggi, itu akan sulit
untuk menjelaskan mengapa tidak baik untuk melakukan semua upaya dalam
memperoleh keuntungan ini. Batasnya dianalisis di atas membuat bahwa
potensi keuntungan ini dibatasi dengan harga yang canggih intervensi.
74
oleh negara jelas mendukung produk nasional, dapat berbicara tentang
langkah-langkah proteksionis, yang tidak melanggar perjanjian internasional
tentang perdagangan internasional. Hasil ini jenis tindakan, sebagian besar
waktu, tidak menguntungkan bagi semua pelaku pasar. Dalam upaya untuk
menutupi produksi dalam negeri sebanyak mungkin dari kebutuhan peralatan,
masing-masing negara Oleh karena itu mencegah perusahaan khusus untuk
mendaftarkan skala ekonomi, mungkin jika perusahaan bisa alamat ke pasar
Eropa secara keseluruhan.
Oleh karena itu, laporan antara negara-negara Eropa, dari sudut pandang pasar
peralatan telekomunikasi, seperti di sektor-sektor serupa lainnya, serupa untuk
dilema narapidana , di mana masing-masing negara memutuskan untuk ikut
campur dengan mendukung perolehan barang diproduksi di pasar domestik,
selain menjadi satu-satunya negara yang tidak ikut campur jelas bahwa mereka
akan menang jika tidak ada yang mengganggu.
Solusi untuk menghindari jebakan semacam ini, seperti dalam dilema
narapidana, adalah dengan menetapkan aturan permainan untuk kebijakan,
untuk mempertahankan dampak tindakan yang tidak menguntungkan pada
tingkat minimal. Untuk fungsi, aturan-aturan ini harus cukup sederhana dan
jelas. Perdagangan bebas adalah aturan sederhana, mudah melihatnya ketika
suatu negara menerapkan pajak bea cukai atau memberlakukan hambatan
perdagangan untuk itu pergerakan barang. Teori perdagangan internasional
baru menganggap bahwa ini bukan aturan terbaik memilih. Namun, sangat sulit
untuk menguraikan aturan sederhana yang menawarkan hasil terbaik. Karena
itu, selama keuntungan dari menerapkan langkah-langkah intervensi canggih
yang kecil - kritik dibawa ke proteksionisme baru, jelas bahwa perdagangan
bebas lebih masuk akal, karena itu risiko perang perdagangan baru dapat
dicegah.
Diketahui bahwa otoritas publik tidak selalu melayani kepentingan nasional,
terutama ketika intervensi ekonomi berlangsung di tingkat ekonomi mikro, di
mana pengaruh kelompok penekan jauh lebih kuat. Jenis intervensi yang
diusulkan oleh perdagangan internasional baru teori yang secara implisit
menganggap kebijakan perdagangan strategis akan meningkatkan pendapatan
75
nasional, adalah yang paling banyak kemungkinan akan secara signifikan
meningkatkan kesejahteraan kelompok-kelompok kecil, di hamparan yang
lebih besar dan diffuser kelompok.
Oleh sebab itu, intervensi dapat menjadi suatu tindakan yang berlebihan atau,
bahkan yang salah, harus diambil hanya karena penerima manfaat potensial
lebih terinformasi dan memiliki pengaruh lebih besar dari mereka yang kalah.
Misalnya, kasus kebijakan komersial yang diterapkan oleh Amerika Serikat
tentang gula dan kayu, tetapi tentu saja ini bukan kasus tunggal.
Bagaimana bisa diselesaikan masalah kelompok kepentingan dan pengaruh
yang dilakukan oleh mereka dalam proses pengambilan keputusan mengenai
intervensi pemerintah mengenai perdagangan strategis tujuan kebijakan?
Jawabannya sederhana, seperti dalam kasus yang dianalisis pada bagian
sebelumnya; solusinya adalah untuk menetapkan aturan permainan yang tidak
terlalu tidak efisien dan cukup sederhana berlaku Untuk meminta otoritas
perdagangan atau otoritas yang bertanggung jawab lainnya untuk mengabaikan
kepentingan tertentu dengan karakter politik ketika mereka membentuk
kebijakan komersial tidak realistis. Solusi terbaik adalah pembentukan
perdagangan bebas, sebagai aturan umum, mungkin dilanggar di bawah
tekanan ekstrem kondisi, yang mungkin tidak optimal dari sudut pandang teori
perdagangan internasional baru, tetapi itu akan menjadi solusi terbaik dalam
risiko yang disebutkan di atas akan hadir.
Rangkuman
Selanjutnya, tarif adalah pajak atau bea impor yang dikenakan atas barang atau
jasa yang memasuki suatu negara. Tarif dapat diperbaiki atau persentase
retribusi dan melayani tujuan kembar menghasilkan pendapatan bagi
pemerintah dan mempersulit perusahaan asing untuk melakukan bisnis di pasar
yang dilindungi. Tarif hanyalah salah satu jenis instrumen pemerintah untuk
mempengaruhi perekonomian dan efektivitasnya tergantung pada sifat tujuan
kebijakan. Dalam kasus ekonomi negara besar, keuntungan yang dihasilkan
dari peningkatan ketentuan perdagangan harus seimbang dengan selisihnya
dengan peningkatan kerugian bobot mati domestik dari pajak perdagangan
yang lebih ketat (tarif optimal). Mekanisme tarif optimal menggunakan model
dua negara untuk mempertimbangkan hasilnya ketika tarif optimal satu negara
mendorong negara lain untuk mengenakan tarif pembalasan. Keseimbangan
perang dagang sangat tergantung pada apakah perdagangan dibatasi oleh alat
yang berkaitan dengan harga seperti tarif atau perangkat kuantitatif kuota.
Tugas
77
8. Jelaskan dan peran penting tarif optimal?
9. Mengapa perlu dilakukan perlindungan industri infant?
10. Jelaskan tentang skala ekonomi dan sektor "strategis"?
11. Jelaskan dan peran duopoli dan pendekatan teori permainan lainnya dalam
perdagangan ianternasional?
12. Jelaskan dan mengapa permasalahan kebijakan perdagangan strategis
terjadi?
13. Jelaskan tentang peran ketidakpastian?
Praktikum
Daftar Pustaka
Ariffina, S. T., Sulaimana, S., Mohammad, H., Yamana, S. K., & Yunus, R.
(2016, february). Factors of Economies of Scale for Construction.
A Robert, s. (1967). McGrawhill inc. people abd produtivity.
Aditya, Z. F., & Winata, m. R. (2018). REKONSTRUKSI HIERARKI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Pusat
Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 22.
Apridar. (2007). Ekonomi Internasional. Universitas Malikussaleh .
Aulton, M. T. (2013). Aulton’s Pharmaceutics: The Design and Manufacture
of Medicines. Churcihill Livingstone Elsevier: Fourth Edition 465-476.
Ball, D. A., Geringer, J. M., Minor, M. S., & Mcnett, J. M. (2014). Bisnis
Internasional . Jakarta: Salemba Empat.
78
Carbaugh, R. J. (2009). International Economics. USA: South-Western
Cengage Learning.
Chengyan, Y. (2005). Tariff Equivalent of Technical Barriers to Trade with
Imperfect Substitution and Trade Costs.
Corden, M. (1927).
Dahlan, M. S. (2019). Analisis Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Setelah Satu Dekade Otonomi Daerah. Jurnal Dinamika Ekonomi
Pembangunan , 16.
Dornbusch, R. S. (1998). Macroeconomics,. New York: Seventh Edition,
McGraw Hill, International Edition.
DR. Taufiqurokhman, S. M. (2014). KEBIJAKAN PUBLIK. senayan jakarta
pusat: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Moestopo
Beragama (Pers) .
Dür, A. (2015). International Trade: Commercial Policy and Trade
Negotiations. 02-03.
Eyal, R. (2017). Tarif dan Ukuran Non-Tarif: Pengganti atau Komplemen.
Salib Analisis Negara.
Frieden, J. A., & Lake, D. A. (2000). International Political Economy
Prespectives on Global Power and Wealth (4th ed.). London:
Routledge.
Grubler, J. (2016). ESTIMATING IMPORTER-SPECIFIC AD VALOREM
EQUIVALENTS OF NON-TARIFF MEASURES.
Hacioglu, Umit. (2019). Handbook of Research on Strategic Fit and Design in
Business Ecosystems. Turkey: Istanbul Medipol University,.
Halwi, & Hendra. (2005). Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Handy, & Hamdy. (1998). Ekonomi Internasional buku kesatu: Teori dan
Kebijaksanaan Perdagangan Internasional . jakarta : Ghalia Indonesia .
Hobson, J. A. (2003). International Trade: An Application of Economic
Theory. Kitchener, 76.
Holland, S., Riddiough, T. J., & Ott, S. H. (1999). THE ROLE OF
UNCERTAINTY IN INVESTMENT: AN EXAMINATION OF
79
COMPETING INVESTMENT MODELS USING COMMERCIAL
REAL ESTATE DATA. In T. R. INVESTMENT, THE ROLE OF
UNCERTAINTY IN INVESTMENT (p. 47). Cambridge: MIT Center For
Real Estate.
Jabtonsky, A. (2016). Sustainable Business Models. Switzerland: MDPI.
James A. Brander. (1995). Handbook of International Economics (Vol. 3).
Jhonson, H. (1923).
Johnson, M. (1967). learning disabiities educational princeples and practices.
New York : Grune and stratton.
Koeshendrajana, S., Wijaya, R. A., Priyatna, F. N., Martosuyono, P., &
Sukimin, S. (2009). KAJIAN EKSTERNALITAS DAN
KEBERLANJUTAN PERIKANAN DI PERAIRAN WADUK
JATILUHUR. J. Bijak dan Riset Sosek KP, 20.
M.Mas’eod. (1990). Ilmu Hubungan Internasional. JAKARTA: Disiplin dan
Metodelogi.
Mahesa Jenar, W. S. (2015). MODEL GAME THEORY PADA SKEMA
PERSEDIAAN PENYANGGA UNTUK MENJAMIN
KETERSEDIAAN. Penelitiaan, 99.
Maulina, D. (2017). Identifikasi Struktur pasar dan Strategi
Bersaing;Pendekatan Game Theory. Ekonomi dan Bisnis, 23-25.
Melitz, M. J. (2005). When and how should infant industries be protected?
Journal of International Economics 66 (2005) 177 – 196.
Milner, C. (1996). Empirical Analysis of the Welfare Effects of Commercial
Policy. London: Palgrave.
Nazaruddin Malik. (2017). Ekonomi Internasional. UMMPress.
Neary, J. P. (2001). INTERNATIONAL TRADE: COMMERCIAL POLICY.
01-20.
Porter, M. E. (2003, agust/october). The Economic Performance of Regions.
37.6 & 7.
Prasetyia, F. (n.d.). TEORI EKSTERNALIT. TEORI EKTERNALITAS, 33.
Pu-yan Nie, T. M.-a. (2014). Game Theory and Applications in Economics.
Journal of Applied Mathematics, 1-2.
80
Radits, M. (2019). A Business Ecology Perspective on Community-Driven
Open Source. Linkoping: Linkoping University.
Salvatore, D. (1996). Ekonomi internasional.
Sauter, O. (2013). Monetary Policy under Uncertainty. Stuttgart: Springer
Gabler.
Sherlock, J., & Jonathan Reuvid . (n.d.). A Guide to the principles and Practice
of Export . Philadelphia : Institute of Export .
Smith, C. A. (1955). Survey of the Empirical Evidence on Economies of Scale.
213-238.
vousden, N. (1990). The Economics of Trade Protection. New York:
cambridge univercity press.
Woolcock, K. H. (2012). The Ashgate Research Compaion To International
TradePolicy. England: Ashgate Publishing Limited.
81
BAB 4
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Rasionalitas R :
1
peringkat R dapat menjadi objek yang rumit. Penanganannya sering difasilitasi
jika mengakui terjemahan yang setia dalam bahasa bilangan real. Dalam istilah
yang lebih formal, R dikatakan diwakili oleh fungsi numerik yang didefinisikan
pada X jika dan hanya jika . Untuk menghindari pra-
melakukan interpretasi Anda, kami menyebutnya fungsi evaluasi. Untuk
memastikan keterwakilannya, kami terkadang (ketika X tidak dapat dihitung
dan memiliki struktur topologi) mengasumsikan sebagai tambahan (Claude dan
Louis 2002) :
Kontinuitas R :
2
generik .Jika x diberi peringkat sosial setidaknya setinggi y setiap
kali profil yang relevan adalah U, kita akan menulis . (Claude dan Louis
2002). Menurut konteksnya, berbagai asumsi dapat berlaku untuk domain
dari . Biasanya, mereka memastikan bahwa (1) bukan singleton dan (2)
himpunan sedemikian sehingga
mengisi seluruh ruang evaluasi individu, yaitu . Yang terkuat
adalah (Claude dan Louis 2002) :
Tetapi, dalam banyak kasus ini akan terlalu menuntut. Asumsi yang lebih
lemah kemudian akan digunakan (Claude dan Louis 2002):
3
Sering diasumsikan bahwa masing-masing agen memiliki hak yang sama untuk
jumlah barang apa pun yang tersedia dan tidak ada yang dapat mengklaim
perlakuan khusus karena karakteristiknya masing-masing. Dalam pengaturan
ini, tampaknya wajar untuk mengadopsi profil preferensi tunggal tertentu,
sehingga setiap agen berorientasi diri dan tidak pernah puas. Jika kita
mengasumsikan bahwa n-tupel representasi utilitas yang konsisten dengan
profil preferensi relevan untuk keluarga masalah kita, kita menghadapi contoh
domain Pollak, dan . Namun, dengan tidak adanya risiko dan
ketidakpastian, orang dapat berargumen bahwa mengukur utilitas dengan
konsumsi adalah satu-satunya konvensi yang tepat, karena itu adalah satu-
satunya di mana bukti keras dapat dikemukakan. Selain itu, kami
mementingkan unit pengukuran konsumsi. Jika argumen ini diterima, hanya
satu profil evaluasi identik yang dianggap valid dan , di mana
adalah singleton, sehingga SWF mengalami degenerasi. Masalah distribusi
pemeringkatan pendapatan dari sudut pandang sosial telah memunculkan
seluruh literatur, yang disurvei oleh Dutta (2002) (Claude dan Louis 2002).
Di antara yang lain, kita akan tertarik pada SWF yang memperlakukan individu
menurut peringkat yang mereka tempati dalam hierarki tingkat evaluasi
individu, hierarki yang tergantung pada profil yang ada dan alternatif yang
dinilai. Jika , itu akan terbukti nyaman untuk membatasi beberapa
properti ke subset dari vektor evaluasi individu yang disusun dengan baik.
Untuk referensi di masa mendatang, kami mendaftarkannya di sini sebagai
(Claude dan Louis 2002).
Fungsi kesejahteraan sosial adalah sebuah fungsi dari pendapatan per kapita
dan ketidakseimbangan pendapatan sosial. Pendekatan standar dalam ekonomi
dan filsafat adalah mengukur kesejahteraan agregat melalui fungsi
kesejahteraan sosial. Fungsi tersebut berfungsi untuk mempertimbangkan
jumlah nilai yang adil dan bentuk alternatif yang dapat dipertahankan dalam
mengukur kesejahteraan agregat. Konsep lain dari fungsi kesejahteraan sosial
adalah aturan keputusan untuk menentukan peringkat negara sosial alternatif
dalam lingkup lengkap dalam hal kesejahteraan sosial (Mukhopadhaya 2001)
(Stark, Kosiorowski dan Jakub 2017). Sehingga, analisis fungsi kesejahteraan
sosial fokus pada bagaimana pendapatan total harus dibagi dnegan setiap orang
yang berbeda sebagai tingkat ketidaksetaraan. Fungsi kesejahteraan sosial
dapat digunakan untuk mengukur polarisasi pendapatan dan juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi alternatif distribusi pendapatan. Pengukuran
fungsi kesejahteraan sosial bertumpu pada tingkat kesejahteraan yang diwakili
oleh distribusi pendapatan ( Bellù & Liberati, 2006, Rodri´guez, 2015) . fungsi
kesejahteraan sosial yang dapat ditulis sebagai trade-off antara efisiensi dan
polarisasi pendapatan ( Rodri´guez 2015).
5
ui ( y) . Fungsi kesejahteraan sosial dapat menurut definisi fungsi utilitas
individu (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):
) = W u1), ( x ), ……………, un
W(x (x u2 ( x) .
Beberapa fungsi umum dari kesejahetraan sosial tersebut rasional untuk asumsi
bahwa fungsi kesejhateraan sosial meningkatkan utilitas beberapa individu.
Asumsi ini akan memastikan, jika setiap orang memilih x ke ỹ, mereka akan
juga memilih x ke ỹ. Satu dari banyak pendekatan untuk utilitas individual
agregat adalah pendekatan utilitarian yang mendefinisikan kesejahteraan sosial
sebagai jumlah utilitas individual (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012) :
W ( x ) = ∑ui ( x )
i=1
6
Fungsi kesejahteraan sosial ini adalah fungsi dari utilitas semua individu, dan
tidak ada eksternalitas; yaitu, utilitas seseorang hanya bergantung pada
miliknya sendiri konsumsi dan bukan pada orang lain '. Ini disebut sosial
individualistis fungsi kesejahteraan, yang dikenal sebagai Bergson –
Samuelson fungsi kesejahteraan sosia (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012)l.
Sen (1973) dalam (Stark, Kosiorowski dan Jakub 2017) mengusulkan untuk
mengukur kesejahteraan sosial sebagai pendapatan per kapita kali satu minus
koefisien Gini dari ketimpangan pendapatan, dengan alasan bahwa pendapatan
per kapita saja tidak dapat berfungsi sebagai panduan bermanfaat untuk
kesejahteraan. misalnya, kesejahteraan suatu masyarakat di mana dua individu
memiliki pendapatan 2 dan 2 lebih tinggi sepertiga daripada kesejahteraan
masyarakat di mana dua individu memiliki pendapatan 1 dan 3. Ketimpangan
pendapatan dapat diukur dengan berbagai cara (Stark, Kosiorowski dan Jakub
2017).
9
Meskipun perdebatan tentang ketimpangan sebagian besar didominasi oleh
pendapatan ketidaksetaraan, kesenjangan non-pendapatan juga ada. Seperti
yang ditunjukkan Sen (1995), masyarakat juga harus peduli dengan
ketimpangan dalam dimensi yang berbeda kesejahteraan seperti kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kehidupan, diantara yang lain. Untuk
mengukur ketimpangan kesejahteraan diturunkan sebagai kerugian
proporsional fungsi kesejahteraan sosial.Gagasan yang sama digunakan untuk
mengukurkesetaraan dalam peluang sosial (Kakwani dan Hyun Hwa Son
2012).
b. Kediktatoran
Keluarga fungsi kesejahteraan Sosial lain yang hampir tidak menarik menarik
diri dari perbandingan antarpribadi di antara kolom profil apa pun yang
diberikan: masing-masing didasarkan pada hierarki yang ditentukan secara
eksogen di antara individu, dan peringkat sosial selalu mencerminkan evaluasi
individu relatif dari agen yang menikmati peringkat hierarki tertinggi, kecuali
jika dia sama-sama menghargai alternatif yang dipertimbangkan. Jika ini
terjadi, evaluasi sosial relatif mendukung evaluasi individu relatif dari agen
yang menikmati posisi berikutnya, dan seterusnya, hingga subset habis.
Akhirnya, pengaruh sosial antara dua alternatif hanya terjadi jika mereka setara
dari sudut pandang setiap agen. Untuk setiap permutasi dari set agen, ada
sesuai dengan hierarki eksogen di antara mereka dan fungsi kesejahteraan
10
Sosial didefinisikan seperti di atas. Masing-masing fungsi kesejahteraan Sosial
disebut diktatorial leksikografis. Secara lebih umum, kita akan mengatakan
bahwa fungsi kesejahteraan Sosial menampilkan kediktatoran yang lemah jika
ada individu sedemikian rupa sehingga peringkat sosial selalu meniru
preferensi ketatnya. Hak istimewa ini tidak dapat didasarkan pada bakat atau
jasa karena itu akan menjadi endogen.
11
absolut untuk keuntungan sekecil apa pun dari agen yang paling tidak
diuntungkan atas potensi kerugian yang sangat signifikan yang ditimbulkan
oleh semua agen lain (Claude dan Louis 2002).
d. Utilitarianisme murni
Itu wajar untuk menganggap semua bobot menjadi positif. Jika mereka semua
sama, kita kembali ke utilitarianisme murni. Karakterisasi terkait dapat
ditemukan di Subbagian 4.1, 4.2 dan 4.3. Pembaca yang akrab dengan teori
keputusan individu di bawah risiko dan ketidakpastian akan memperhatikan
hubungan erat antara utilitas yang diharapkan dan prinsip-prinsip utilitarian.
Hasil dari normalisasi tahap pertama adalah rentang setiap meluas dari
0 ke 1. Pada tahap dua, rumus penjumlahan utilitarian diterapkan pada output
tahap pertama. Apakah unit-unit dari indikator evaluasi individual yang
dimiliki oleh suatu profil tertentu sebanding atau tidak adalah tidak material,
karena proses normalisasi menyiratkan kalibrasi endogen baru. Arrow
mengkritik utilitarianisme relatif karena fakta bahwa menambahkan alternatif
yang dianggap paling buruk oleh setiap orang dapat mengacaukan peringkat
teratas sosial. Kritik ini tampaknya kehilangan kewaspadaannya jika domain
SWFL didasarkan pada profil preferensi tunggal dan jika ada hal seperti itu
sebagai hasil terburuk yang bisa dibayangkan dari sudut pandang setiap
individu, yang merupakan elemen X meskipun mungkin melibatkan yang tidak
mungkin pertukaran karakteristik individu (Claude dan Louis 2002).
Formula utilitarian konsisten dengan serangkaian perilaku etis yang sangat luas
terhadap ketidaksetaraan yang mungkin melekat pada deskripsi alternatif dalam
X, misalnya ketika X terdiri dari berbagai alokasi barang pribadi untuk suatu
mengatur individu yang identik. Dalam hal ini, tingkat keengganan
ketidaksetaraan sosial ditentukan oleh utilitarian dengan tingkat keringkungan
dari masing-masing indikator evaluasi individu, yaitu dengan berkurangnya
perbedaan pertama berturut-turut dari masing-masing sehubungan dengan
13
pendapatan. Pemilihan profil khusus yang relevan secara etis dalam konflik
sosial tertentu merupakan masalah yang rumit, bahkan jika seseorang dibujuk
oleh utilitarianisme relatif. Di sisi lain, utilitarian telah secara tepat dikritik
karena tidak peka terhadap tingkat evaluasi individu dan distribusinya, karena
hanya perbedaan pertama sehubungan dengan masalah metrik ini dalam
formulasi mereka. (Claude dan Louis 2002)
Metode pemungutan suara ini diperluas dengan mudah jika domain fungsi
kesejahteraan Sosial memungkinkan adanya kebebasan individu di antara
berbagai alternatif. Untuk setiap , jika tidak ada alternatif lain dengan
, definisi adalah sama seperti di atas. Jika kurva indiferensi melalui
terdiri dari, katakanlah, k alternatif yang berbeda mencetak skor
dengan mendefinisikan angka g kemenangan yang sama, maka kita
15
Aturan dalam metode Borda umum adalah setiap anggota dapat diperoleh
dengan memilih transformasi yang meningkat dan dengan menerapkannya
pada setiap untuk setiap individu dan untuk setiap profil dalam .
Seperti sebelumnya, representasi dari peringkat sosial diperoleh dengan
menjumlahkan angka yang diubah. Semua aturan pemungutan suara ini
memiliki dua fitur: (1) ada dua yang berbeda fungsi evaluasi yang mewakili
urutan yang sama dipetakan ke dalam representasi individu yang sama, dan (2)
jika ada dua alternatif yang berdekatan dalam setiap evaluasi i, perbedaan
representasi yang sesuai tampaknya merupakan hasil dari proses mekanik yang
asing dengan pertimbangan ekuitas. Memang, peringkat sosial sepenuhnya
ditentukan oleh posisi yang ditempati oleh alternatif dalam peringkat individu.
Contoh berikut dirancang untuk mengkritik metode Borda, tetapi bisa saja
cocok untuk mengkritik anggota keluarga umum lainnya. Anggaplah N terdiri
dari tiga orang yang memikat diri sendiri yang memiliki gelar yang sama
dengan kue satuan. Himpunan alternatif didefinisikan sebagai beberapa
himpunan bagian dari himpunan semua non-negatif tiga kali lipat sehingga
individu pertama mendapat kurang dari sepertiga, sedangkan dua orang lainnya
berbagi keseimbangan secara merata (Claude dan Louis 2002):
h. Voting mayoritas
16
Menurut metode pemungutan suara besar yang lazim, suatu alternatif secara
sosial diperingkat di atas yang lain jika jumlah evaluasi individu yang
memeringkat yang pertama di atas yang terakhir melebihi jumlah evaluasi yang
sangat berlawanan. Secara formal, jika dan hanya jika
Sejak masa Condorcet diketahui bahwa profil harus dipilih dengan hati-hati
jika kita ingin memastikan bahwa peringkat sosial yang sesuai adalah transitif.
Sebagai aturan, mereka tidak sama dengan peringkat sosial yang diperoleh oleh
metode Borda untuk profil yang sama, kecuali | X | = 2. Namun, dua peringkat
sosial ini juga bersamaan dengan situasi yang kami bayangkan untuk
mengkritik implikasi metode Borda. Kesimpulannya, meskipun metode
pemungutan suara mayoritas sering dianggap superior ti adalah saingan Borda
sebagai prosedur pemungutan suara ketika menghasilkan peringkat sosial
transitif, itu tidak berjalan lebih baik sebagai alat untuk menilai apakah hasil
sosial adil atau tidak.
i. Interpretasi domain
Himpunan stasiun dan domain definisi fungsi kesejahteraan Sosial diambil
sebagai kumpulan data yang disediakan tanpa justifikasi formal yang lebih
dalam. Meskipun informasi ini bukan tanpa struktur, itu bisa terbukti sangat
sulit. Seperti yang telah kami sebutkan, literatur menyarankan beberapa
aksioma yang berarti memilih, dari sudut pandang etis, informasi yang
mungkin penting dan untuk menghapus rincian yang tidak penting. Mereka
sebagian dimotivasi oleh biaya pengumpulan dan pemrosesan informasi, dan
khususnya, oleh tingkat presisi yang dianggap dapat diterima dalam upaya
pengamat etis untuk melakukan perbandingan evaluasi antarpribadi. Namun,
proses seleksi ini tidak dapat dinilai tanpa mengacu pada interpretasi etis dari
set data: itu tergantung pada intuisi etis yang dapat menghibur seseorang
tentang apa yang secara moral relevan untuk masalah yang dihadapi, dan ini
dapat dikaitkan dengan pandangan mengenai yang sah tujuan masyarakat dan
wilayah intervensi, di satu sisi, dan bidang tanggung jawab pribadi masing-
masing individu, di sisi lain.
17
Berdasarkan satu sudut pandang kutub, fungsi evaluasi individu hanya
mewakili hubungan preferensi individu di atas X, apa pun itu, berorientasi pada
diri sendiri, altruistik atau anti-sosial. Asumsi ini sesuai dengan sebagian besar
teori modern ekonomi positif. Dalam kondisi ideal, preferensi individu dapat
diperkirakan atau bahkan diamati. Seseorang mungkin ingin mendasarkan
peringkat sosial yang disetujui secara etis pada informasi yang terlalu pelit,
yang tidak menyisakan ruang bagi perbandingan antarpribadi baik dari tingkat
kesejahteraan maupun perolehan kesejahteraan. Seperti yang ditunjukkan
Arrow (1963, hlm. 112), fenomena yang dapat dibedakan secara empiris dapat
disamakan dengan penilaian nilai kami, sedangkan kondisi yang tidak dapat
dibedakan secara empiris tidak dapat dibedakan. Memang, interpretasi
preferensi individu murni dari setiap profil U dalam D secara implisit dalam
Arrow (1951) definisi fungsi kesejahteraan sosial. Ia berbagi dengan aksioma-
aksioma lainnya tentang tanggung jawab atas hasil ketidakmungkinannya.
Menurut tingkat kesejahteraan, karena ini akan berarti ikut campur dengan
tanggung jawab pribadi pada dasarnya. Sebagai gantinya, masyarakat harus
peduli dengan distribusi apa yang ia sebut barang utama: kebebasan dasar dan
"hal-hal yang setiap manusia rasional dianggap inginkan". Sen (1980)
mengajukan proposal alternatif. Dia setuju bahwa orang bertanggung jawab
atas preferensi individu mereka; yang terakhir secara sah berkaitan dengan
fungsi yang dapat dicapai dengan mengkonsumsi barang dan dengan
mengambil keuntungan dari berbagai peluang sosial. Sen dengan tepat
menyatakan bahwa orang tidak sama mahirnya dalam mentransformasikan
barang dan peluang menjadi barang yang berfungsi: beberapa orang bisa sangat
berbakat dan beberapa orang lain mungkin cacat tanpa bertanggung jawab atas
20
keadaan udara yang seperti ini. Sen menyimpulkan bahwa keadilan menuntut
masyarakat terutama untuk tertarik pada distribusi kemampuan individu, yaitu
serangkaian peluang yang berfungsi (Claude dan Louis 2002).
Kita dapat mengetahui setiap poin dalam kurva produksi, ada sebuah hubungan
titik dalam kurva transformai. Hubungan tersebut dapat dilihat pada kurva
beriku (Pal 2016)t:
22
Kita mulai dengan secara bebas memilih suatu titik, katakanlah J, pada kurva
kontrak pada Gambar 15.4 (a). Titik J menunjukkan bahwa input tenaga kerja
L 1 dan input modal K1 akan menghasilkan X2 X yang baik dan Y2 dari Y
yang baik. Titik J 'pada kurva transformasi pada Gambar 15.4 (b) mewakili
jumlah yang sama dari X dan Y seperti pada Gambar. 15.4 (a) (Pal 2016).
Karena X 2 dan Y 2 adalah jumlah total X dan Y yang tersedia untuk konsumsi
dalam perekonomian, diagram kotak pertukaran dapat dimasukkan ke dalam
kurva transformasi dengan OA asal konsumen yang sesuai dengan asal kurva
transformasi dan OB asal konsumen B pada titik J '.
23
titik Timah Gambar 15.4 (b) mewakili tingkat utilitas UA 3 untuk A dan UB 1
untuk B (Pal 2016).
Level utilitas ini diplot sebagai titik T pada Gambar 15.5. Dengan demikian,
kurva kemungkinan utilitas yang sesuai dengan kurva kontrak pada Gambar
15.4 (b) ditelusuri pada Gambar 15.5.
Fungsi kesejahteraan sosial yang diberikan pada Gambar. 15.6 oleh keluarga
kurva W 1 , W 2 , W 3 , Setiap kurva mewakili kombinasi A dan utilitas B
yang menghasilkan tingkat agregat sama kesejahteraan sosial. Kurva yang
lebih tinggi menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih tinggi.
Kurva-kurva ini sebenarnya adalah kurva ketidakpedulian sosial. Batas
kemungkinan utilitas digabungkan dalam Gambar 15.6 mulai dari 1 * dan 2 *
dan memberikan semua kombinasi utilitas optimal yang mungkin untuk A dan
B. Tingkat kesejahteraan sosial tertinggi yang dapat dicapai tercapai di mana
batas kemungkinan utilitas bersinggungan dengan kurva ketidakpedulian sosial
di T adalah Gambar 15.6. Gerakan ke kiri atau kanan titik T di sepanjang batas
24
kemungkinan utilitas akan menjadi gerakan ke tingkat kesejahteraan sosial
yang lebih rendah, dan titik di luar perbatasan tidak dapat dicapai. Dengan
demikian, titik T mewakili kesejahteraan sosial maksimum, mengingat input
dan kendala teknologi dari sistem. Masalah distribusi pendapatan telah
diselesaikan.
25
Misalnya, anggaplah ada dua kebijakan alternatif, A dan B. Asumsikan bahwa
kebijakan A meningkatkan standar hidup rata-rata (μ) menjadi $ 100 dan pada
saat yang sama mengurangi ketimpangan (I) menjadi 0,40. Sementara itu, polis
B meningkat μ menjadi $ 120 dan juga meningkatkan I menjadi 0,45. Dalam
skenario ini, opsi kebijakan mana yang lebih disukai? Kebijakan A akan lebih
disukai lebih dari kebijakan B jika kriteria untuk memilih suatu kebijakan
didasarkan pada ketimpangan yang lebih rendah. Sebaliknya, B akan dipilih di
atas A jika lebih tinggi standar hidup lebih disukai. Berdasarkan (2.1),
sedangkan A menghasilkan tambahan kesejahteraan sosial $ 60, B
menambahkan kesejahteraan sosial sebesar $ 66. Dengan demikian, masyarakat
menjadi lebih kaya sebesar $ 6 per orang jika kebijakan B dipilih atas
kebijakan A. Contoh hipotetis ini menunjukkan bahwa sosial Fungsi
kesejahteraan harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan pilihan
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
26
ketidaksetaraan. Hal ini menimbulkan masalah pertukaran antara ekuitas dan
efisiensi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
Hubungan antara pertumbuhan dan ekuitas telah dipelajari secara luas dalam
literatur.2 Simon Kuznets adalah orang pertama yang memulai perdebatan
masalah ini dalam artikelnya yang terkenal Pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan yang diterbitkan pada tahun 1955. Dalam artikel itu,
Kuznets (1955) berhipotesis bahwa dalam fase awal industrialisasi di negara
terbelakang negara, kekuatan ketimpangan pendapatan menjadi cukup kuat
terlebih dahulu untuk stabil dan kemudian mengurangi ketidaksetaraan
pendapatan. Kuznets memperkenalkan yang terkenal pola ketidaksetaraan
pendapatan berbentuk U terbalik, yang menggambarkan caranya ketimpangan
meningkat dan kemudian jatuh selama proses pembangunan.
27
semua ini didasarkan pada data lintas negara. Saat ini, konsensus dalam
literatur adalah bahwa hubungan pertumbuhan-ketidaksetaraan agak tidak
signifikan. Untuk Misalnya, Ravallion (2005) telah menemukan bahwa ketika
pertumbuhan per kapita Konsumsi berkorelasi positif dengan perubahan
ketimpangan, hubungan lemah dan tidak signifikan. Secara keseluruhan,
literatur menyajikan pesan yang jelas bahwa tidak ada pertukaran antara
pertumbuhan dan ketidaksetaraan. Di dalam konteks, mungkin ada empat
skenario alternatif: (1) pertumbuhan tinggi dan ketimpangan tinggi, (2)
pertumbuhan tinggi dan ketimpangan rendah, (3) pertumbuhan rendah dan
ketimpangan tinggi, dan (4) pertumbuhan rendah dan ketimpangan rendah
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
28
keengganan menangkap sensitivitas relatif ketidaksetaraan terhadap transfer
pendapatan pada tingkat pendapatan yang berbeda. Saat ϵ naik, lebih banyak
bobot diberikan untuk transfer ujung bawah distribusi dan bobot yang lebih
sedikit untuk transfer di bagian atas. Jika ϵ = 0, kesejahteraan sosial menjadi
sama dengan pendapatan rata-rata. Ini adalah merefleksikan sikap netral-
ketimpangan di mana masyarakat tidak peduli ketimpangan sama sekali, tetapi
terutama prihatin tentang peningkatan rata-rata standar hidup (Kakwani dan
Hyun Hwa Son 2012).
29
negara-negara dengan kesejahteraan sosial yang lebih tinggi (lebih rendah)
memiliki yang lebih tinggi (lebih rendah) ketidaksetaraan absolut. Ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi negara tingkat pendapatan, semakin besar
ketimpangan absolut. Jika hasil ini secara umum berlaku, maka dapat dikatakan
bahwa ketimpangan mutlak meningkat dengan pertumbuhan ekonomi. Hal
yang sama tampaknya tidak berlaku untuk ukuran relatif—pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sedikit korelasi dengan perubahan relatif
ketidaksamaan. Hasil ini menghadirkan dilema bagi pembuat kebijakan.
Sementara ekonomis pertumbuhan adalah salah satu pendorong utama untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat efek negatif dari peningkatan
ketimpangan absolut (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
30
4.1.5 Penerapan Fungsi Kesejahteraan Sosial
31
yang mengecualikan semua aturan keputusan yang menyatakan penilaian
distribusi apa pun.
Kriteria optimalitas Pareto dan teori pilihan sosial tampaknya menjadi kriteria
yang diinginkan untuk mengevaluasi keadaan alternatif masyarakat, seperti
bahwa keduanya tidak memerlukan perbandingan utilitas antarpribadi. Namun,
kriteria ini gagal memberikan kerangka kerja untuk diskusi distribusi. Oleh dan
besar, berbagai jenis ketegangan sosial muncul karena kesalahan distribusi
kesejahteraan di antara individu. Dengan demikian, dua kriteria tersebut bisa
jadi pendekatan yang agak tumpul untuk mengukur ketegangan sosial. Konsep
fungsi kesejahteraan sosial dikembangkan oleh Bergson di Jakarta 1938 dan
selanjutnya disempurnakan oleh Samuelson pada tahun 1947. Bab ini berfokus
pada konsep fungsi kesejahteraan sosial yang menyediakan cara untuk agregat
utilitas berbeda di konsumen. Dalam kondisi tertentu, fungsi kesejahteraan
sosial menawarkan kerangka kerja yang sah untuk distribusi kesejahteraan
lintas orang, dengan demikian menunjukkan cara-cara kesejahteraan distribusi
dapat digolongkan di antara populasi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
32
persis sama. Di bawah asumsi terbatas seperti itu, kesejahteraan rata-rata
masyarakat adalah didefinisikan sebagai (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):
di mana u (x) adalah utilitas yang diperoleh individu dengan penghasilan x dan
f (x) adalah fungsi kepadatan. Misalkan x * menjadi level setara yang
terdistribusi secara merata pendapatan. Persamaan yang ada:
33
Penilaian normatif dalam fungsi kesejahteraan sosial Atkinson dimasukkan
melalui nilai ϵ, ukuran keengganan ketidaksetaraan. Ketidaksamaan
keengganan menangkap sensitivitas relatif terhadap transfer pendapatan di
berbagai tempat tingkat pendapatan. Saat ϵ naik, lebih banyak bobot diberikan
untuk transfer di bagian bawah akhir distribusi dan lebih sedikit bobot untuk
transfer di atas. Jika ϵ = 0, kesejahteraan sosial menjadi sama dengan
pendapatan rata-rata (mis., x * = μ). Kasus ini mencerminkan sikap
ketimpangan-netral di mana masyarakat tidak peduli tentang ketimpangan
sama sekali tetapi terutama berkaitan dengan peningkatannya standar hidup
rata-rata (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
Total pendapatan yang diterima oleh sebuah rumah tangga dapat dibagi
menjadi beberapa komponen tergantung pada sumbernya. Bagaimanapun
pendapatan total dipilah, kita harus dapat menentukan kontribusi pasti dari
setiap komponen terhadap total kesejahteraan. Karena koefisien Gini adalah
salah satu argumen dari fungsi kesejahteraan sosial yang diusulkan, Metode
dekomposisi Gini digunakan untuk memisahkan fungsi kesejahteraan sosial
menjadi komponen – komponen pendapatan. Bagian kesejahteraan relatif dari
34
masing-masing komponen dapat diperoleh dengan menggunakan ini prosedur
penguraian. Namun, pada saat-saat ketika ada tingkat pertumbuhan yang tinggi
atau inflasi dalam perekonomian, beberapa komponen (katakanlah, upah atau
gaji) dapat tumbuh relatif lebih cepat daripada komponen lainnya. Dalam hal
ini elastisitas kesejahteraan dengan sehubungan dengan pendapatan rata-rata
komponen mungkin memberikan gambaran yang lebih dapat diandalkan efek
relatif pada total kesejahteraan komponen. Elastisitas ini sangat membantu
memfasilitasi diskusi kebijakan tentang tingkat kesejahteraan masyarakat. Ini
adalah penting karena sebagian besar pendapatan rumah tangga berasal dari
pemerintah manfaat. Selanjutnya, pemerintah dapat mempengaruhi sumber
pendapatan lain menggunakan kebijakan fiskal yang tepat (Mukhopadhaya
2001) (Dubey dan Mitra 2010).
di mana f (x) adalah fungsi kerapatan dan v (x, ) adalah bobot yang melekat
pendapatan x diberikan distribusi pendapatan . Untuk membuat fungsi
kesejahteraan sosial egaliter, fungsi berat v (x, ) harus menurun secara
monoton dengan x sedemikian rupa sehingga bobot yang lebih besar diberikan
kepada orang yang lebih miskin daripada yang lebih kaya. Selain itu, harus
dipahami bahwa bobot v adalah didefinisikan sebagai fungsi dari seluruh
vektor distribusi pendapatan dan bukan hanya dari penghasilan x. Ini
menyiratkan fungsi kesejahteraan sosial yang lebih umum dari satu yang dapat
dipisahkan aditif. Kesejahteraan sosial yang dapat dipisahkan yang dapat
ditambahkan diperoleh dengan menambahkan komponen kesejahteraan
independen yang independen dari kesejahteraan orang lain di masyarakat.
Aditif yang dapat dipisahkan fungsi kesejahteraan sosial menyiratkan bahwa
utilitas masing-masing konsumen hanya bergantung pada konsumsinya;
dengan demikian, tidak ada eksternalitas dari konsumen lain utilitas.
35
Asumsi tidak ada eksternalitas mungkin terlalu ketat karena orang
membandingkan kesejahteraan mereka dengan orang lain di masyarakat dan
merasa relatif dirampas jika kesejahteraan mereka lebih rendah dari yang lain '.
Konsep ini adalah diartikulasikan oleh Runciman pada tahun 1966 dalam
artikelnya tentang kekurangan relatif dan keadilan sosial. Menurutnya,
seseorang relatif kurang X ketika (1) dia menemukan dia tidak memiliki X, (2)
dia melihat orang lain atau orang — yang mungkin termasuk dirinya sendiri di
masa lalu atau yang diharapkan waktu — memiliki X, (3) ia menginginkan X,
dan (4) ia melihatnya layak baginya harus memiliki X.
Dimana F(x) adalah fungsi peluang distribusi. Catatan, toal dari W adalah total
populasi keseluruhan ditambah 1:
Index gini :
36
Kombinasi kedua persamaan di atas menghasilkan fungsi kesejahteraan sosial
gini yaitu:
Seperti indeks Gini, indeks Gini yang digeneralisasi juga merupakan ukuran
relatif ketimpangan karena nilainya tetap tidak berubah jika setiap pendapatan
diubah dengan proporsi yang sama. Nilai yang dilambangkan oleh μG (k)
adalah mengukur ketidaksetaraan karena dapat dengan mudah ditunjukkan
nilainya tetap tidak berubah ketika setiap pendapatan ditingkatkan atau
diturunkan oleh sama banyak. Selain itu, mirip dengan fungsi kesejahteraan
sosial Gini, kesejahteraan sosial Gini yang digeneralisasi juga menyediakan
relatif dan ukuran ketimpangan absolut (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
38
utamanya terletak dalam mempercepat pertumbuhan pendapatan dan bukan
dalam distribusi pendapatan. Namun, ini mungkin merupakan kasus yang
ekstrem. Jika suatu masyarakat peduli dengan ketimpangan sama sekali, ia
harus memilih nilai k lebih besar dari 0. Dalam Fungsi kesejahteraan sosial
Gini, k diatur sama dengan 1, dalam hal ini masyarakat paling prihatin dengan
kekurangan yang diderita oleh individu yang terkelompok sekitar mode.
Semakin besar nilai k, semakin banyak berat yang terpasang ke ujung bawah
distribusi dan sedikit bobot diberikan ke atas. SEBUAH nilai k yang lebih
besar dari 1 memberikan kriteria egaliter yang lebih kuat.
Kriteria egaliter yang jauh lebih kuat telah disediakan oleh Rawls '(1971)
aturan maximin di mana tujuan sosial adalah untuk memaksimalkan
kesejahteraan individu terburuk di masyarakat. Secara resmi didefinisikan
sebagai (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).
39
Di bawah paradigma baru ini, ia bertujuan untuk: (1) menurunkan kemiskinan
ekstrem atau absolut di dunia menjadi 3% pada tahun 2030 dan (2) mendorong
pertumbuhan ekonomi itu bermanfaat bagi 40% populasi terbawah (Rosenblatt
dan McGavock 2013). Tujuan kedua dibangun di atas konsep kesejahteraan
bersama. Menurut konsep ini, pertumbuhan mendorong kemakmuran bersama
jika terbawah 40% juga dapat berbagi buah dari pertumbuhan ekonomi. Fungsi
Kesejahteraan sosial di bawah kemakmuran bersama didefinisikan oleh
pendapatan rata–rata 40% terbawah. Ini dapat dianggap sebagai versi yang
lebih lemah dari Kriteria maksimal.
Istilah rent seeking sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Anne Krueger pada
tahun 1973 dalam tulisan yang mengulas tentang pemikiran Gordon Tullock.
Secara teoritis dalam teori krueger, kegiatan mencari rente (rent-seeking) harus
dimaknai secara netral, karena individu (kelompok) bisa memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal (sah), seperti menyewakan tanah,
modal (mesin), dan lain-lain. Kegiatan mencari rente bisa didefinisikan sebagai
upaya individual atau kelompok untuk meningkatkan pendapatan melalui
pemanfaatan regulasi pemerintah. Kelompok-kelompok bisnis dan
perseorangan (individu) mencari rente ekonomi ketika mereka menggunakan
40
kekuasaan pemerintah untuk menghambat penawaran atau peningkatan
permintaan sumber daya yang dimiliki (Yunita 2015).
Secara lebih jelas, Krueger menerangkan bahwa aktivitas mencari rente, seperti
lobi untuk mendapatkan lisensi atau surat izin, akan mendistorsi alokasi
sumber daya sehingga membuat ekonomi menjadi tidak efisien. Demikian
halnya dengan contoh sehari-hari yang biasa dijumpai di negara berkembang,
dimana pejabat pemerintah menjual posisinya untuk merekrut tenaga kerja.
Pada saat pejabat pemerintah tersebut menerima uang sebagai imbalan atas
jasanya memasukkan seseorang menjadi pegawai tanpa kompetensi yang
memadai, maka implikasinya kinerja (ekonomi) negara tersebut akan buruk
karena ditangani pegawai-pegawai yang tidak cakap. Pada kategori ini, rent-
seeking behavior tidak sengaja membuat alokasi sumber daya ekonomi
menjadi melenceng, tetapi juga secara langsung mengikis kesempatan untuk
mencapai efisiensi ekonomi yang lebih tinggi (Yunita 2015).
Berikut beberapa hal yang dapat dijelaskan mengenai perilaku mencari rente
oleh Kruegger. Pertama, bahwa masyarakat akan mengalokasikan sumber daya
untuk menangkap peluang hak milik (property rights) yang ditawarkan oleh
pemerintah. Pada titik ini, kemungkinan munculnya perilaku mencari rente
sangat besar. Kedua, bahwa setia kelompok atau individu pasti akan berupaya
untuk mempertahankan posisi mereka yang menguntungkan. Implikasinya,
keseimbangan politik (political equilibrium) mungkin tidak dapat bertahan
dalam jangka panjang karena akan selalu muncul kelompok penekan baru yang
mencoba untuk mendapatkan fasilitas istimewa pula. Ketiga, bahwa di dalam
pemerintah sendiri terdapat kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dengan
kata lain, kepentingan pemerintah tidaklah tunggal. Misalnya, setiap
kepentingan pemerintah cenderung akan memperbesar pengeluaran untuk
melayani kelompok-kelompok kepentingan, sementara kementeriaan keuangan
sebaliknya justru berkonsentrasi untuk meningkatkan pendapatan.
41
pada lingkungan usaha tersebut juga terjadi, karena perebutan monopoli atas
aturan main atau regulasi. Karena itu, pelaku usaha yang melobi untuk
mempengaruhi aturan lebih memihak dirinya dengan pengorbanan pihak lain
disebut pemburu rente (“rent seekers”). Rent seeking sendiri pada dasarnya
merupakan praktek yang bertujuan untuk mendapatkan monopoli khususnya
sumber daya dengan cara merayu atau melobi Pemerintah (penguasa) guna
mencari perlindungan atau mendapatkan hak guna sumber daya (Syamsul
Ma'arif t.thn.).
Nicholson (1999) menyebut rente atau sewa ekonomi atas faktor produksi
tertentu sebagai kelebihan pembayaran atas biaya minimum yang diperlu- kan
untuk tetap mengkonsumsi faktor produksi tersebut. Contoh rente adalah laba
yang diterima oleh sebuah perusahaan monopolis dalam jangka panjang. Laba
ini tercipta karena adanya kekuatan monopoli atas faktor produksi tertentu
sehingga me- nyebabkan tingginya pembayaran atas faktor produksi tersebut
dari jumlah yang mungkin diterima seandainya faktor tersebut juga dimiliki
oleh perusahaan lain. Sejak itu, segala bentuk keuntungan eksesif (super
normal) yang berhubungan dengan struktur pasar mo- nopolistis disebut rente
(cintamhyrach 2014).
Secara ekonomi maraknya rent seeking disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain (cintamhyrach 2014): a. Adanya hambatan perdagangan internasional; b.
Pengawasan harga oleh pemerintah; c. Diberlakukannya multiple exchange
rate; d. Dan rendahnya gaji pegawai negeri.
42
pada lingkungan usaha atau bisnis. Manipulasi pada lingkungan usaha tersebut
juga terjadi, karena perebutan monopoli atas aturan main atau regulasi. Karena
itu, pelaku usaha yang melobi untuk mempengaruhi aturan lebih memihak
dirinya dengan pengorbanan pihak lainnya disebut pemburu rente (rent
seekers) (Rachbini, 2006: 126-127).Praktek berburu rente ekonomi juga
diasosiasikan dengan usaha untuk mengatur regulasi ekonomi melalui lobi
kepada pemerintah dan Parlemen. Penetapan tarif oleh pemerintah untuk
kelompok bisnis juga merupakan bagian dari praktik tersebut. Hal yang sama
dalam pemberian monopoli impor produk barang yang merupakan bagian dari
praktik perburuan rente ekonomi (Solihah 2016).
Praktek rent seeking tidak akan bisa dihapuskan selama negara tidak
menerapkan sistem politik yang demokratis, penegakan rule of law atau law
enforcement, pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan
sosial dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepemimpinan yang tegas,
visioner, jujur, serta terlegitimasi tanpa ada rekayasa politik. Praktik rent
seeking seakan menjadi budaya korupsi baru di beberapa negara, tak terkecuali
di Indonesia. Yang dimaksud Praktek rent seeking itu sendiri adalah perilaku
pejabat publik dan/atau politisi yang hanya melayani dirinya sendiri atau
penguasaan-penguasaan sumber-sumber daya yang memikirkan kepentingan
pribadi dengan cara mencari celah-celah kebijakan publik atau pengalokasian
anggaran dalam proyek-proyek pemerintah demi kepentingan memperkaya diri
sendiri atau menguntungkan sebagian kelompok tertentu dengan tujuan
43
penguasaan secara ekonomi-politik (Syamsul Ma'arif t.thn.). Grindle dalam
tulisannya (1989: 6)- dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik tahun
1970-an, “benign and walfare maximising state”, menurut Grindle yang terjadi
justru para pembuat kebijakan dan penyelenggara pemerintah lainnya
merupakan bagian dari rent seeker (pemburu rente). Praktek rent seeking dalam
bahasa populer Indonesia sering diistilahkan dengan istilah KKN (Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme).
Fenomena broker politik di mana suatu partai politik atau elite politik
mendapatkan uang dengan jalan memberikan dukungan politik kepada seorang
tokoh dalam pilkada atau pemilu atau karena meng-endorse birokrat tertentu
untuk menduduki jabatan-jabatan puncak birokrasi. Termasuk pula diantaranya
mempengaruhi keputusan-keputusan politik dalam bentuk pasal-pasal dalam
kebijakan politik yang ditujukan untuk menguntungkan kelompok tertentu.
Proses-proses broker politik inilah yang disebut dengan rent seeking (Syamsul
Ma'arif t.thn.).
Berikut beberapa praktek rent seeking baik yang terjadi di institusi eksekutif
dengan aktor pejabat publik dan institusi legislatif dengan aktor para politisi.
Dalam teori Weber, otoritas birokrasi-patrimonial paling tidak ada 4 (empat)
ciri karakteristik , yaitu (Syamsul Ma'arif t.thn.): a. Pejabat-pejabat disaring
44
atas dasar kriteria- kriteria pribadi dan politik; b. Jabatan dipandang sebagai
sumber kekayaan atau keuntungan; c. Pejabat-pejabat mengontrol baik fungsi
politik maupun fungsi administratif karena tidak ada pemisahan antara sarana-
sarana produksi dan administrasi; d. Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan
pribadi dan politik.
Memberantas perilaku rent seeking memang sangat sulit. Sebab, bagi para
pelaku rent seeking, aktivitas itu sangat menguntungkan dan umum dilakukan.
Seruan moral dan kritik kepada para pejabat publik yang telah terlena dengan
kenikmatan rent seeking itu nampaknya tidak akan pernah digubris sama
sekali. Begitu kuatnya jerat bandit-bandit politik anggaran dan kebijakan di
lingkungan pemerintahan dan parlemen, sehingga siapapun yang berniat untuk
memberantas rent seeking akan ‘dihabisi’ oleh mafia-mafia yang sudah ter-link
dengan kelompok-kelompok pelaku rent seeking tersebut (Syamsul Ma'arif
t.thn.).
Praktik rent seeking yang umumnya dilakukan oleh pejabat publik dan elit
politik dapat digambarkan seperti yang dikatakan oleh Ames dan Bate
sebagaimana dikutip Syarif Hidayat (2001: 187): Politicians are rational and
self –seeking as voters (society).Their self interest, however, is expressed as the
desire to maximise their hold on power. Power is thus the end sought by
politically rational officials. They will therefore be motivated to use
government resources to reward those who support their hold on power and at
time, to punish those who seek to unset them. (politisi adalah sosok pencari
dukungan masyarakat dan berpikir rasional untuk dirinya sendiri. Kepentingan
mereka, bagaimanapun juga, diekspresikan sebagai keinginan untuk
memaksimalkan kekuasan yang dimiliki. Kekuasaan adalah tujuan pemikiran
dan pandangan para agen-agen politisi rasional. Mereka akan termotivasi untuk
menggunakan sumber-sumber daya pemerintah untuk menghadiahi orang-
orang yang mendukung mereka dalam meraih kekuasaaan, dan menghukum
orang-orang yang berusaha menjatuhkan mereka).
45
Salah satu upaya memberantas perilaku rent seeking yang efektif adalah
dengan menciptakan kondisi yang menyebabkan risiko atau biaya yang didapat
dari perilaku rent seeking itu jauh lebih tinggi daripada manfaat yang diterima
pelakunya. Salah satu cara efektif untuk itu -seperti telah dilakukan Tiongkok-
yakni dengan cara menggoreng hiu dan pausnya rent seeker di depan publik
dengan jalan menyediakan peti-peti mati untuk mereka setelah terbukti secara
hukum melakukan praktik rent seeking. Atau bisa juga memberikan hukuman
mati, karena pada dasarnya praktek rent seeking ini merupakan penyubur
korupsi ,dan korupsi ditubuh pemerintahan akan menciderai hak-hak rakyat.
Namun tentu saja solusi ini terlalu ekstrem untuk bangsa indonesia dan banyak
menimbulkan pro dan kontra (Syamsul Ma'arif t.thn.). Sebagai langkah awal
dalam mengatasi praktek ini adalah dengan meningkatkan transparansi ke
hadapan publik,sehingga publik sendiri bisa mengawasi gerak-gerik
pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya. Dan setiap pengambilan
keputusan yang menyangkut kesejahteraan rakyat harus dibuka kepada rakyat.
Di dalam bukunya yang fenomenal, An Inquiry into the Nature and Causes of
the Wealth of Nations, Smith memang membahas soal self-interest
(kepentingan pribadi). Dalam bukunya dia menjelaskan bahwa tukang daging,
pembuat minuman, dan tukang roti membuat dan menjual dagangan mereka
bukan karena kebaikan mereka untuk memberikan makan malam kepada kita,
tetapi karena kepentingan mereka sendiri. Orang-orang yang mengejar self-
46
interest tersebut akan dibawa oleh “invisible hand” untuk melayani
kepentingan publik, yang tadinya bukan tujuan mereka (Allan 2011).
47
Self-interest memang bisa membawa kebaikan. Namun, self-interest juga bisa
membawa keburukan, Adam Smith mencontohkan dengan adanya orang-orang
yang berinteraksi dengan institusi pemerintahan dengan membawa kepentingan
mereka, melobi pemerintah untuk membuat kartel, proteksi, atau regulasi yang
menguntungkan para pedagang, contohnya ketika pemerintah hanya
memberikan izin pada beberapa pedagang saja untuk beroperasi dan
mengakibatkan tingginya harga sehingga para konsumen yang jumlahnya
banyak justru dirugikan. (Hays 2011)
Untuk kasus di Indonesia, contoh monopoli PLN bisa menjadi contoh yang
baik. Regulasi pemerintah saat ini membuat perusahaan yang mungkin bisa
memproduksi tenaga listrik lebih efisien daripada PLN jadi tidak bisa masuk.
Ada kecenderungan berpikir bahwa apabila suatu industri diprivatisasi atau
dibuka pasarnya, akan ada motif bisnis untuk mencari keuntungan di sana.
Memang hal itu tentu saja terjadi, pertanyaan saya adalah, apakah kalau suatu
industri dimonopoli dan dikelola oleh negara berarti mereka akan lepas dari
motif kepentingan pribadi? (Nurohman 2010)
Pondasi moral dari kapitalisme adalah kepercayaan bahwa hidup setiap orang
berharga. Contohnya ketika saya menyukai jam tangan anda dan ingin
48
memilikinya, saya punya dua opsi: memukul anda sampai anda memberikan
jam tangan anda atau saya bertanya kepada anda, “Saya menyukai jam tangan
anda, apakah ada barang milik saya yang bisa saya tukarkan dengan jam tangan
anda?” Kapitalisme adalah tentang menghargai kepemilikan pribadi, tidak ada
seorangpun yang bisa mengambil barang saya, kecuali saya secara sukarela
memberikan atau menukarkan dengan anda (Horowitz 2014).
Suatu hari saya pernah menonton berita di salah satu stasiun televisi nasional,
pedagang-pedagang kali lima pada suatu sore didatangi oleh kepolisian dan
karena mereka tidak punya izin untuk berjualan di tempat tersebut, beberapa
barang mereka disita walaupun banyak dari mereka yang kabur. Ketika
diwawancara oleh reporter, mereka mengatakan bahwa mereka sudah
membayar uang retribusi pada masyarakat dan pada polisi untuk berjualan di
tempat tersebut. Karena tidak ada bukti yang jelas dan tertulis, tetap saja
mereka diusir oleh para polisi yang saat itu berjaga. Ini salah satu hal yang
terjadi di Indonesia, banyak orang-orang yang hak kepemilikannya diambil
oleh negara, tetapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Ini menandakan
aturan hak kepemilikan dan hukum yang sangat buruk (Jordan 2007).
Rule of law ibaratnya seperti aturan lalu lintas. Ada aturan yang menjelaskan di
mana mobil bisa melaju, di mana pejalan kaki bisa jalan, serta aturan kapan
kita harus berhenti. Pemerintah tidak perlu mengarahkan ke mana dan kapan
kita harus pergi ke suatu tempat, pemerintah hanya perlu menegakkan aturan-
49
aturan supaya kendaraan dan orang-orang bisa bepergian dengan harmonis
(Nurohman 2010).
Ada beberapa titik tekan dari pengertian di atas, prilaku manusia, pilihan dan
alat pemuas yang terbatas. Unsur “prilaku manusia” muncul sebagai bagian
dari aplikasi naluriyahmanusia untuk mencari kesejahteraan hidup. Sehingga
itu harus diwujudkan melalui aktivitas. Prilaku ini tentu merupakan cerminan
dari apa yang ada dalam diri pelakunya, yang berupakepercayaan,
kecenderungan berpikir, tata nilai, pola pikir dan juga ideologi. Term “pilihan”
merupakan hal yang wajar pula, sebab manusia punya rasa, idealisme, dan
kecenderungan-kecenderungan serta ukuran-ukuran tertentu yang menjadi
standar dalam membentukhidupnya. Pilihan ini juga tergantung pada yang ada
di balik pelakunya. Sedangkan “alat pemuas yang terbatas” atau kelangkaan
sumberdaya, mengandung makna ambigu,bisa ya bisa tidak. Relativity is an
attribute of scarcity, menurut Zubair Hasan. Namun dalamkonteks bahwa
tujuan manusia mencari kekayaan, term tersebut dapat menjadi spirit
untukmendorong manusia mencapai kekayaan dengan secepatnya. Pendek kata
50
term terakhir ini, mengimplikasikan adanya target tertentu yang harus dikejar
pelaku ekonomi (Nurohman 2010).
Oleh karena itu, rasionalitas ekonomi dapat dipahami sebagai tindakan atas
dasar kepentingan pribadi (self-interest) untuk mencapai kepuasannya yang
bersifat material lantaran khawatir tidak mendapatkan kepuasan itu karena
terbatasnya alat atau sumber pemuas. Jadi, sesungguhnya konsep rasionalitas
ini menjadi fondasi penting bagi suatu standarprilaku ekonomi konsep ini
menjadi prinsip pembangun suatu ilmu ekonomi. Prinsip ini dijadikan
parameter suatu tindakan tepat atau tidak tepat dalam kacamata ekonomi. Jika
suatu tindakan ekonomi sesuai dengan parameter tersebut berarti tindakan itu
benar, demikian juga sebaliknya. Sebagai misal, jika seseorang lebih memilih
membeli mobil Mercy daripada Honda Jazz, maka prilaku orang itu dianggap
rasional. Dianggap rasional karena mobil yangpertama lebih mahal dari kedua.
Sesuatu yang lebih mahal pasti lebih enak. Dengan itu,maka kepuasaan yang
paling tinggi terkandung dalam barang yang pertama daripada yang kedua.
Apabila ia memilih barang yang kedua, maka ia berarti telah melakukan
tindakan tidak rasional. Prilaku seorang untuk mengoptimumkan kepuasaan
tersebut merupakanprilaku yang rasional. Contoh lain, seorang penjual
dianggap rasional jika ia dapat memaksimumkan keuntungan dari usahanya.
Penetapan harga yang tinggi untuk memperoleh keuntungan yang besar, oleh
karenanya, dianggap wajar. Sementara jika pedagang tersebut menetapkan
51
harga yang tidak menghasilkan keuntungan tinggi dianggap kurang wajar.
Dalam hal ini rasionalitas ditentukan oleh tinggi dan rendahnya keuntungan.
Jika usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan maksimum, maka
tindakan tersebut rasional, sementara jika sebaliknya, maka tidak rasional.
Dari situ, maka prilaku agen ekonomi dianggap rasional, jika ia memperoleh
kepuasan atau keuntungan material yang tinggi dalam kegiatan ekonominya.
Dengan kata lain, parameter rasionalitas prilaku ekonomi didasarkan
padatingginya kepuasan yang diterima untuk diri pelakunya sendiri dalam
kegiatan ekonomi tersebut (Nurohman 2010).
52
tersebut, partai politik sesungguhnya secara sengaja bertujuan untuk
mendudukkan wakil-wakilnya dalam pemerintahan, atau meraih jabatan-
jabatan dalam pemerintahan (Maiwan 2016).
54
dan politik yang luas, mencakup hampir sebagian besar segi kehidupan
(ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, seni, hukum, keluarga, lingkungan, dan
lain-lain), di samping tujuan-tujuan khusus yang mereka miliki. Contohnya
ialah: Organisasi Nahdlatul Ulama (NU); Muhammadiyah; Persatuan Islam
(Persis); Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia, dan lain-lain (Maiwan
2016).
55
salah satunya karena didukung oleh munculnya asosiasi-asosiasi masyarakat
tersebut. Kondisi ini sepertimana dikemukakan oleh pemikir Perancis Abad 19,
Alexis de Tocqueville, ketika mengunjungi negara tersebut dengan menyatakan
bahwa, asosiasi-asosiasi telah menjadi bagian inheren dalam budaya politik
Amerika Serikat dan menjadi sumbu bagi tegaknya kehidupan demokratis,
yang tidak ditemukan pada masyarakat manapun ketika itu (Tocqueville 1994).
Pada abad ke 20, terutama pasca Perang Dunia Kedua, di era tahun 1950-an
dan 1960-an di negara-negara Barat kelompok kepentingan tumbuh menjamur
seiring dengan perluasan peran pemerintah ke segala bidang kehidupan.
Perluasan birokrasi dan fungsi-fungsi pemerintahan, baik lokal maupun
nasional, dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan telah melahirkan
tanggapan dari kelompokkelompok dalam masyarakat, yang merasa perlu
terlibat dalam isu-isu tertentu. Hal tersebut juga seiring dengan semakin
meratanya tingkat pendidikan dan kesadaran politik, serta meningkatnya
keterampilan-keterampilan organisasional. Gejala ini menunjukkan bahwa,
semakin banyaknya area di mana pemerintah menjadi terlibat, maka semakin
banyak pula kepentingan-kepentingan khusus yang berkembang untuk
mempengaruhi kebijakan (Tocqueville 1994).
56
Selain itu, kemunculan kelompok kepentingan juga dipicu oleh mencuatnya
isu-isu baru yang menjadi keprihatinan umum, baik pada tingkat lokal,
nasional, maupun global. Bahkan belakangan banyak kelompok kepentingan
yang memperjuangkan isu-isu tunggal yang spesifik. Hal tersebut mulai dari
masalah kekekerasan anak, perdagangan bebas, kesetaraan perempuan,
lingkungan, perdagangan manusia, hak asasi manusia, hutang luar negeri,
masalah energi, sumberdaya air, komunitas adat, iklim dan cuaca, hak
konsumen, perlindungan binatang, pendidikan kaum marginal, ekonomi mikro,
transgender, dan sebagainya. Gerakan ini, untuk sebagian, merupakan bagian
dari gerakan sosial baru yang terus memperoleh tempat dalam masyarakat
moderen. Sementara pada sektor-sektor tertentu, lahirnya kelompok
kepentingan berwujud perjuangan kelompok-kelompok asosiasi profesi,
perdagangan, subsektor kehidupan konsumen, kelompok-kelompok dalam
birokrasi, kaukus dalam parlemen, aliansi para politisi dalam legislatif maupun
eksekutif dan juga yudikatif yang memperjuangkan kepentingan kelompok
melalui usulan-usulan, petisi-petisi, dan lobi-lobi tertentu yang disampaikan
(Tocqueville 1994).
Dalam politik di Indonesia kita bisa mencatat setidaknya ada beberapa tujuan
dari kelompok kepentingan. Pertama, adalah kelompok kepentingan
merepresentasikan konstituen mereka dalam mempengaruhi agenda politik. Di
mana melalui loby-loby yang dilakukan diharapkan berdampak pada tujuan
yang ingin mereka capai. Kedua, kelompok kepentingan memberikan peluang
bagi anggotanya untuk berpartisipasi dalam proses politik. Minimal
menyangkut satu isu tertentu, anggota-anggotanya dapat terlibat dalam
mempengaruhi pejabat pemerintah. Ketiga, membantu mendidik individu atau
masyarakat yang menjadi anggotanya untuk sadar terhadap isu-isu tertentu,
sehingga memiliki sikap yang sama dengan anggota yang lain. Keempat,
membantu individu untuk mengambil tindakan terhadap isu-isu tertentu,
sehingga dapat menjadi perhatian umum. Kelima, kelompok kepentingan dapat
58
menjadi evaluator ataupun pengawas terhadap program-program pemerintah.
Mereka bisa menilai kekurangan-kekurangan program pemerintah, serta
memberikan masukanmasukan. Syukur-syukur masukan yang disampaikan
menjadi agenda legislatif ataupun agensi-agensi pemerintah yang lain untuk
meningkatkan mutu pelayanannya.
Proses ini biasanya didahului oleh adanya perdebatan ataupun polemik yang
luas dalam masyarakat, khususnya melalui media massa. Terkadang sejumlah
anggota kelompok kepentingan sengaja “meledakkan” satu isu tertentu ke
media massa agar menjadi perhatian umum, sehingga pemerintah turut
mengambil perhatian. Mekanisme ini ditempuh jika sistem politik tidak
berlangsung secara terbuka dan partai-partai politik tidak bisa menjalankan
fungsi-fungsinya secara maksimal. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
partai politik juga rendah. Bagi kelompok kepentingan akan sia-sia saja atau
tidak efektif jika menyampaikan aspirasinya melalui partai politik. Karena itu,
usaha pendekatan langsung terhadap pejabat-pejabat pemerintah dirasa lebih
efektif dan bermakna (Jordan 2007).
59
para pejabat pemerintah yang terkait, atas isu yang diperjuangkan. Wise
Cummings mendefinisikan lobby sebagai, communication with legislator or
other government officials to try to influence their decision (Cummings 1981).
Berdasarkan definisi tersebut lobby bukan semata-mata ditujukan terhadap
pejabat pejabat legislatif saja tetapi juga cabangcabang pemerintahan yang lain.
Kelompok-kelompok kepentingan, khususnya yang kuat, tidak jarang memiliki
pelobi-pelobi khusus atau menyewa (membayar) seorang pelobi professional
yang memiliki kemampuan khusus di bidang tersebut.
Watak dan gaya pengambilan kebijakan publik bermakna bahwa dalam derajat
tertentu sikap intervensionis suatu pemerintah akan memberikan pengaruh pada
pelibatan kelompok-kelompok kepentingan dalam perumusan kebijakan
publik. Di sejumlah negara-negara Eropa Barat, terutama Skandinavia, sikap
intervensionis pemerintah menjadikan kelompok-kelompok kepentingan secara
kelembagaan memiliki kedekatan dengan unit-unit dalam pemerintahan secara
ajeg. Sementara di sebagian negara-negara yang lain yang gaya pengambilan
kebijakan rejim lebih otonom dan kebal terhadap pengaruh lingkungan politik,
pelibatan kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan publik cenderung
kurang. Pemerintah agak berjarak dengan kelompok kepentingan. Selain itu,
61
secara internal efektifitas kelompok kepentingan dalam mempengaruhi
pemerintah juga ditentukan oleh; Kemampuan dalam mengerahkan dukungan,
tenaga, dan sumberdaya anggota; juga luasnya sumberdaya yang dimiliki,
seperti kemampuan finansial, jumlah anggota, kecakapan politik, kesatuan
organisasi, prestise di mata masyarakat dan para pembuat keputusan
pemerintahan (Almond 2000).
62
Penyelenggaraan kekuasaan akan mengalami distorsi oleh
kepentingankepentingan tertentu, jika tanpa ada keseimbangan dinamis dari
unsur-unsur dalam masyarakat. Adanya kelompok kepentingan merupakan
sesuatu yang baik dalam sistem politik (Hays 2011).
64
Dalam pandangan perspektif ini, organisasi dan institusi dapat menjalani
“hidup mereka sendiri” yang dapat membuat mereka menyimpang, seperti
diramalkan Weber, dari keinginan dan kepentingan anggota mereka. Ada
kecenderungan oligarki, di mana struktur birokrasi dapat mengeras dan para
pemimpin menjadi elite-elite yang tidak tanggap pada sektor swasta atau
negeri. Akibatnya, kebijakan publik bisa condong ke arah kelompok
kepentingan tertentu yang memiliki organisasi terbaik dan sumberdaya
terbanyak, bisa condong ke arah agensi-agensi negara yang secara politik kuat,
dan bisa dibelokkan oleh persaingan yang sengit antar sektor-sektor berbeda
dari pemerintahan itu sendiri (Hays 2011). Pengambilan keputusan sebagai
sebuah proses akan selalu mendapat pengaruh dan desakan dari berbagai
faktor, termasuk persaingan politik yang keras, strategi pemilihan umum,
sumberdaya yang langka, serta pengetahuan dan kompetensi yang kurang.
Adanya banyak pusat kekuasaan tidak menjamin bahwa pemerintah akan: (1)
mendengarkan mereka semua dengan setara; (2) melakukan apapun selain
berkomunikasi dengan pemimpin pusat-pusat itu, (3) mudah terkena pengaruh
siapapun selain mereka yang berada di posisi-posisi yang kuat, (4) melakukan
apapun tentang isu-isu yang sedang dibahas (Lively 2005). Meskipun terdapat
sejumlah besar kelompok kepentingan yang mengklaim berjuang untuk
masyarakat, namun dalam kenyataannya, ideologi dan orientasi yang
diusungya, sedikit banyak mengandung bias kepentingan. Karena itu bagi
perpektif ini, orang miskin atau massa tidak mungkin secara instrumental
mengorganisir diri dengan keterbatasan sumberdaya. Alih-alih kelompok
kepentingan berfungsi sebagai wadah penyalur aspirasi, ianya justru lebih
merupakan alat kepentingan kelompok- kelompok atau sub-sub kelompok atas
dalam masyarakat untuk terus mendominasi.
Dahl dalam sebuah makalah yang terkenal dengan dirancang untuk menangani
sistematis dengan dengan konsep “kekuatan” Dahl berkomentar: kebanyakan
orang memiliki bangsa intuitif dari apa (kekuasaan) berarti. Tetapi para
65
ilmuwan belum dirumuskan pernyataan konsep kekuasaan yang cukup ketat
untuk bisa berguna dalam studi sistematis fenomena sosial yang penting ini”.
Meskipun banyak kemajuan telah dibuat sejak, konsep ini masih samar-samar
dinyatakan. Terbukti, konsep umum kekuasaan sulit untuk memakukan, dan itu
akan muncul bahwa fenomena ini terbaik ditangani mengacu pada konteks
yang spesifik. Dalam analisis ini, kekuatan sosial dibahas dalam kerangka dari
politik-ekonomi suatu bukan sebagai masalah yang terpisah. Namun, ada
beberapa aspek umum dari relasi kekuasaan yang harus dieksplorasi sebelum
mempertimbangkan model politik-ekonomi. Berikut ini, kami menyajikan
beberapa kekuatan konsep teori yang melihat kekuatan sosial sebagai kontrol
aktor 'perilaku dan menyarankan mengukur kekuatan orang A atas orang B
dalam hal efek aktual atau potensial; yaitu, dalam hal perubahan yang A
menyebabkan atau dapat menyebabkan perilaku B. Sebagai Dahl katakan, A
memiliki kekuasaan atas B untuk sejauh mana “dia bisa mendapatkan B
melakukan sesuatu B tidak akan dinyatakan melakukan” dalam hal perubahan
yang A menyebabkan atau dapat menyebabkan perilaku B. Sebagai Dahl
katakan, A memiliki kekuasaan atas B untuk sejauh mana “dia bisa
mendapatkan B melakukan sesuatu B tidak akan dinyatakan melakukan” dalam
hal perubahan yang A menyebabkan atau dapat menyebabkan perilaku B.
Sebagai Dahl katakan, A memiliki kekuasaan atas B untuk sejauh mana “dia
bisa mendapatkan B melakukan sesuatu B tidak akan dinyatakan melakukan”
(Dahl 1957).
a) Dasar listrik mengacu pada sumber daya yang menggunakan aktor yang
mempengaruhi dalam mengendalikan aktor dipengaruhi (s)' perilaku.
Mereka ada berbagai basis kekuatan yang berikut ini adalah yang paling
penting: (i) dasar yang sah kekuasaan, diwujudkan dalam prerogatif
konstitusional dan hukum ditentukan atau berasal dari yang berlaku norma-
norma sosial, (ii) basis ekonomi kekuasaan yang terdiri dari sumber daya
ekonomi di bawah kontrol aktor mempengaruhi yang dapat dibawa untuk
66
menanggung dalam pengaruh upaya, dan (iii) basis politik kekuasaan yang
terdiri dari kontrol atas pilihan kebijakan, janji politik, dll
b) Ekstensi atau os domain kekuasaan yang terdiri dari himpunan aktor atas
siapa aktor yang mempengaruhi memiliki kekuatan.
c) Jangkauan atau ruang lingkup kekuasaan yang terdiri dari set tanggapan
(perilaku, pilihan) bahwa aktor yang mempengaruhi dapat menginduksi.
d) Kekuatan daya yang terdiri dari perubahan aktual atau potensial di aktor
dipengaruhi ini kesejahteraan bahwa aktor yang mempengaruhi dapat
mempengaruhi.
e) Biaya tenaga - sebenarnya atau biaya kesempatan untuk aktor yang
mempengaruhi berolahraga kekuasaan.
f) Alat kekuasaan. Bagaimana para aktor yang mempengaruhi menengahi
antara dasar kekuasaan dan pilihan aktor dipengaruhi.
g) Jumlah dan arah kekuasaan: ukuran kekuatan aktor yang mempengaruhi
lebih aktor dipengaruhi.
Ini merupakan perbedaan penting untuk itu waran cara yang berbeda dari
pemodelan dua interaksi sosial yang berbeda. Dalam situasi kekuasaan sepihak,
aktor dipengaruhi ditandai dengan fungsi reaksi yang menggambarkan respon
aktor dengan instrumen kebijakan sementara aktor yang mempengaruhi
memilih nilai-nilai variabel kebijakan sehingga dapat menarik reaksi aktor
dipengaruhi paling diinginkan oleh pihak mempengaruhi. Dalam situasi
kekuatan timbal balik, di sisi lain, semua pihak yang terlibat dalam suatu
hubungan tawar bersama, yang resolusi menentukan aktor setuju tindakan.
Dalam istilah teoritis permainan, relasi kekuasaan sepihak termasuk pemimpin
Stackelbergian dan pengikut sedangkan ower hubungan timbal balik pada
67
dasarnya adalah permainan tawar-menawar (Harsanyi, Rational Behavior And
Bargaining Equilibrium in Games And Social Situations 1977).
68
keputusan kebijakan pusat, beberapa kelompok kepentingan mendapatkan
terorganisir untuk kegiatan lobi kolektif dalam mengejar kepentingan bersama
mereka.
70
tercermin dalam hubungan struktural ekonomi. Akhirnya, perlu dicatat bahwa
basis kekuatan kelompok, terutama basis ekonomi dan politik kekuasaan,
tergantung pada kemampuan kepemimpinan kelompok untuk mengatasi
kecenderungan anggota untuk “tumpangan gratis” dan untuk memobilisasi
sumber daya anggota untuk kegiatan lobi bersama (Dahl 1957) .
71
Hal tersebut tergantung pada kemampuan anggota untuk mengatur untuk
tindakan politik bersama, kekayaan mereka, status sosial ekonomi, representasi
politik, dan lain-lain, masing-masing kelompok kepentingan mengontrol
sumber daya ekonomi dan politik tertentu yang merupakan basis kekuasaan.
Biarkan xi menunjukkan tindakan (alat kekuasaan) yang diambil oleh
kelompok-i. Ini dapat terdiri dari tindakan seperti akan mogok, mendukung
individu tertentu dalam perjuangan internal partai, menghalangi langkah-
langkah legislatif disukai oleh pembuat kebijakan, memberikan kontribusi
untuk dana pemilu, menetapkan harga di bawah kontrol kelompok pada tingkat
tertentu, dll Mari Xi menjadi mengatur kemungkinan tindakan terbuka untuk
kelompok kepentingan-i. Jelas, Xi tergantung pada basis kelompok kekuasaan
(Olson dan Jr 1965).
72
Ui ini adalah fungsi skalar dinyatakan dalam sebuah numeraire umum,
katakanlah, dolar atau pound. ui (x0) adalah kelompok' evolusi keadaan
sistem ekonomi; ui dapat disamakan dengan jumlah ekonomi seperti
pendapatan, surplus konsumen ini, pengeluaran pemerintah, dan sejenisnya.
Fungsi, vi, akan disebut sebagai fungsi kekuatan kelompok-i selama pembuat
kebijakan; vi positif ketika kelompok-i mengejar “reward) kebijakan, dan
negatif ketika‘hukuman’kebijakan diadopsi. Biaya subjektif kepada kelompok-
i mencoba untuk mempengaruhi kebijakan diberikan oleh fungsi, wi, yang
positif setiap kali pengaruh upaya aktif yang dibuat oleh kelompok. Sekarang,
setiap kelompok kepentingan akan berusaha untuk meminimalkan biaya
tenaga, wi, untuk tingkat tertentu tekanan (kekuatan) itu diberikannya pada
pembuat kebijakan. Hal ini dicapai dengan pilihan yang tepat dari tindakan, xi.
Biarkan xi0 menjadi “biaya tenaga” meminimalkan kombinasi tindakan oleh
kelompok i. fungsi berikut kemudian dapat didefinisikan (Nagel 1968):
Notasi U (x) dan u (x0) untuk menunjukkan n + 1 vektor fungsi dihargai [Ui
(x)], dan [ui (x0)], masing-masing. Hal ini diasumsikan bahwa ui (i = 0,1, ..., n)
adalah sedemikian rupa sehingga set layak u (x0) (yaitu, x0 ε X0) adalah
kompak dan cembung, si ini yang cekung di ci, dan semua fungsi dua kali
terdiferensialkan. Untuk selanjutnya, kita akan mengadopsi nomenklatur
berikut. Fungsi tujuan, Ui (I = 0,1,2, ..., n) akan diarahkan sebagai kelompok
73
fungsi tujuan i diperpanjang, dan Ui dapat terdiri dari beberapa atau semua dari
tiga komponen berikut: (i) fungsi tujuan kebijakan , ui (x0); (Ii) fungsi tekanan,
Σin = 1 si (ci, δi); dan (iii) biaya tenaga, ci. Perhatikan bahwa dalam
konfigurasi kelompok ini fungsi tekanan dan biaya tenaga tidak pernah
dimasukkan dalam fungsi tujuan tunggal diperpanjang.
Berikut ini, dua konsep perbatasan efisiensi akan dibedakan: (a) efisiensi
ekonomi perbatasan-himpunan titik-titik efisien u (x0), x0 ε X0, 8 dan (b)
efisiensi politik perbatasan-set efisien poin U (x), x ε X. set pertama terdiri dari
kombinasi efisien fungsi tujuan kebijakan dicapai di bawah kendala yang
dikenakan oleh struktur ekonomi dan kelayakan politik. Di sini, hadiah politik,
atau denda, tidak diperbolehkan. Set kedua diperoleh dari pertama dengan
memungkinkan kelompok kepentingan untuk menghargai para pembuat
kebijakan. Efisiensi politik, dengan demikian, berarti efisiensi ekonomi.
Mengingat beberapa sifat cekung masuk akal dari berbagai fungsi, dua efisiensi
set batas luar dari set kelayakan sesuai kompak dan cembung.
Inti dari masalah politik adalah resolusi dari konflik yang timbul antara
berbagai kelompok berusaha untuk mempengaruhi pembuat kebijakan untuk
mengadopsi x0 kebijakan ε X0 yang akan memaksimalkan fungsi tujuan
kelompok. Dengan demikian, x0 adalah lingkup semua kelompok kepentingan.
Domain dari masing-masing kelompok kepentingan terdiri dari aktor-single
pembuat kebijakan. Dalam pengaruh upayanya, kelompok dapat karyawati
basis kekuatan untuk mengerahkan tekanan politik oleh menjanjikan “imbalan”
untuk kebijakan disukai oleh kelompok dan mengancam “hukuman” dalam
menanggapi kebijakan dianggap berbahaya untuk penyebabnya kelompok.
74
politik-economi sekarang didefinisikan sebagai solusi bersama untuk
permainan kooperatif dan persamaan ekonomi struktural. Ada beberapa poin
penting yaitu:
Pada bagian ini kita mengeksplorasi sifat utama dari solusi keseimbangan dan
implikasinya terhadap hubungan kekuasaan analisis od. Kasus dua pemain-
pusat kebijakan dan satu kepentingan kelompok-diselidiki pertama, akan
diikuti oleh analisis (n + 1) kasus pemain. Pusat Kebijakan dan satu kelompok
kepentingan yang terorganisir. Permainan koperasi didahului oleh permainan
menjadi
75
Sebuah kondisi yang diperlukan adalah
Dengan diadakannya ketat jika Nash solusi dari permainan untuk kasus
digambarkan pada Gambar 1.
untuk diberikan dan di mana c1 adalah biaya tenaga emban oleh strategi
reward. Kurva DE adalah himpunan semua kemungkinan hadiah perselisihan
76
Dimana c1 adalah biaya tenaga emban oleh strategi penalti. Himpunan semua
hadiah perselisihan sesuai dengan solusi koperasi diberikan garis seperti GI.
The gorup bunga akan, oleh karena itu, pilih strategi ancaman yang melibatkan
biaya, dan menghasilkan hadiah ketidaksepakatan (t0, t1). Perhatikan bahwa
pada G, solusi koperasi,
Nash Solusi dari Sistem Terdiri dari pembuat kebijakan dan Satu Interest
Group.
Pada F,
77
Dengan kata lain, keseimbangan dari sistem politik-ekonomi, yang terdiri dari
pusat kebijakan satu kelompok kepentingan yang terorganisir, terkait eith
memaksimalkan jumlah fungsi tujuan kebijakan dan fungsi tujuan kelompok
kepentingan, ditimbang dengan kekuatan marjinal kekuasaannya atas para
78
Dimana untuk tujuan operasi maksimin yang quantites Hi, Hk, Hj, Hm, dan tis,
tks, tj , tm dianggap sebagai konstanta. Simbol-simbol dan r mengacu pada
jumlah anggota dalam koalisi S dan R, masing-masing. Perhatikan juga bahwa
UIN = U ( )adalah hasil kerjasama dari permainan secara keseluruhan.
Konstanta Hi dinormalisasi dengan menetapkan H0 = 1.
79
Dimana kesetaraan terus ketat setiap kali . Kebijakan ini berlaku untuk
semua kelompok kepentingan ketika menghadapi koalisi semua kelompok
lainnya.
Untuk alasan yang telah dibahas, salah satu mengharapkan subgame untuk
Ada dua konfigurasi kelompok tambahan daya ekonomi politik: (i) struktur
polycentrict dan (ii) konfigurasi yang melibatkan kelompok-kelompok
terorganisir tapi responsif.
80
(a) Sebuah konfigurasi polycentrict. Pertimbangkan konfigurasi kelompok
yang terdiri g pembuatan kebijakan pusat dan n kelompok kepentingan
terorganisir. Mari j (j = 1,2, ..., g) indeks pusat pembuatan kebijakan dan i (i =
1,2, ..., n) Indeks kelompok kepentingan yang terorganisir. Mari, juga, x0 =
(x01, ..., x0g) menjadi vektor instrumen kebijakan yang dikendalikan oleh
berbagai pusat pembuatan kebijakan. Artinya, kita mengasumsikan bahwa
setiap pusat pembuatan kebijakan secara konstitusional vested dengan
kewenangan untuk menentukan nilai dari beberapa instrumen kebijakan
tertentu. Selain itu, diandaikan bahwa hubungan kekuasaan timbal balik
berlaku di antara berbagai pusat sehingga setiap pusat memiliki beberapa
kekuatan atas semua pusat lainnya. Oleh karena itu, fungsi tujuan diperpanjang
dari conters pembuatan kebijakan yang
Mana uj (x0) adalah fungsi tujuan kebijakan refleksi pusat j preferensi atas
ruang kebijakan seluruh, X0; sij (cij, δij) adalah kekuatan kekuasaan kelompok
kepentingan-i di atas pusat-j; Skj (CKJ, δkj) adalah kekuatan pusat k ini
kekuasaan atas pusat j; cij, CKJ dan Ckj masing-masing adalah, biaya kekuatan
kelompok kepentingan-i di atas pusat-j, pusat k-th atas pusat j'-th, dan pusat-j
selama k- yang pusat th. δij dan δkj adalah variabel indikator yang menunjukkan
apakah suatu “hadiah” atau “hukuman” strategi telah diadopsi dalam interaksi
strategis antara grouos daya yang sesuai. fungsi tujuan diperpanjang dari
kelompok kepentingan yang terorganisir yang
82
Menerima prinsip dasar doktrin individualisme metodologis, interpretasi
teleologis dari hasil ini harus dihindari-politik-ekonomi, sebagai agregat sosial,
tidak memiliki tujuan sendiri. Hasil maksimisasi secara ketat sebuah “seolah-
olah” hasil yang berasal dari interaksi strategis antara aktor ratonal individu.
Kedua, kuantitas dimaksimalkan tentu bukan fungsi tujuan kebijakan; bukan,
itu adalah jumlah tertimbang dari kepentingan tertentu kelompok kekuatan, di
mana bobot tergantung pada struktur kekuasaan yang berlaku. Oleh karena itu,
ada kasus prima facie untuk “kepentingan umum” maksimisasi tersirat; tidak
bisa sebuah pernyataan wajar tanpa pengecualian dibuat mengenai efisiensi
ekonomi dari keseimbangan politik-ekonomi.
84
eksternalitas, cenderung accur dalam sistem politik-ekonomi: bunga (i)
anggota kelompok mungkin terdistorsi dalam proses politik; dan (ii)
kelompok mungkin menganggap aspek-aspek tertentu dari sistem sebagai
barang kolektif / bads dari yang efeknya anggota kelompok tidak bisa
dikesampingkan.
c) Bobot yang melekat pada fungsi tujuan kebijakan kelompok terorganisir
harus sama (yaitu, b1 = b2 = ... = bn = 1 dan Bi = Bj = Bk = B untuk semua
I, j, k). tergantung pada interprelation disukai seseorang dari bobot, kondisi
(c) dapat diartikan pemerataan kekuasaan atau sisi diperbolehkan
pembayaran. Penafsiran terakhir ini dapat diperoleh dari lampiran dengan
mencatat bahwa, di bawah pembayaran sisi diperbolehkan, kita dapat
Perlunya kondisi efisiensi ekonomi (a) sampai (c) dapat diilustrasikan dengan
contoh sederhana yang terdiri dari pasar untuk komoditas bersubsidi. Pasokan
dan permintaan hubungan dijelaskan pada gambar 2 dengan kurva SS 'dan DD',
repectively. Suatu relasi struktural ketiga adalah persamaan harga subsidi
Pp = Pc + s,
Dimana Pp menunjukkan harga produsen, Pc menunjukkan harga konsumen,
dan s adalah subsidi per unit komoditas. Ketiga hubungan struktural ekonomi
bersama-sama menentukan variabel endogeneous, Pp, Pc, dan q untuk tingkat
subsidi yang diberikan, s. dengan demikian,
85
adalah dari trapeza Pe EB Pc, sementara produsen berusaha untuk
memaksimalkan surplus produsen diwakili dalam gambar 2 dengan daerah
trapeza Pe EA Pp.
86
Solusi efisien ekonomi memperoleh karena pembayar pajak, kelompok
kepentingan hanya politicaly inert, diwakili dengan membuat kebijakan-pusat
[codition (a)]; fungsi tujuan kebijakan setia mewakili preferensi kelompok
terhadap tingkat subsidi [kondisi (b)], dan kekuasaan politik didistribusikan
merata [kondisi (c)]. Sangat mudah untuk melihat bahwa keberangkatan dari
kondisi ini akan menghasilkan tingkat-meskipun subsidi keseimbangan
nonoptimal kemungkinan saling kompensasi penyimpangan, namun tidak
mungkin, tidak dapat dikesampingkan.
Di mana h (r (xo)), efek dari fungsi kelompok terorganisir pada pusat itu baik
baing, setia mencerminkan preferensi kelompok terorganisir atas ruang
(i) Biaya transaksi politik-ekonomi yang terjadi selama proses politik di mana
nilai-nilai dari variabel instrrumental ditentukan.
(ii) Biaya transaksi yang terjadi selama pelaksanaan kebijakan phase.these
terdiri costof mengelola program kebijakan, biaya emban oleh struktur
informasi yang tidak sempurna, dan biaya karena sistem insentif
terdistorsi.
88
Biaya tenaga, terutama di bawah ketidaksetujuan, sebagian diwujudkan dalam
biaya tawar-menawar. Tetapi bahkan dalam larutan coorperative ketika
kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir terlibat dalam strategi
reward, socety mungkin menimbulkan kerugian sosial bersih. Ini akan salah
untuk menganggap biaya penuh dari pembuat kebijakan bermanfaat sebagai
biaya sosial bersih, untuk biaya ini menciptakan manfaat dihargai oleh agen
keputusan politik. Sebagai yang terakhir juga anggota masyarakat, nilai-nilai
reward harus dimasukkan dalam kalkulus kesejahteraan sosial. Dengan
demikian, dalam konfigurasi pusat singel n terorganisir kelompok-kelompok
89
Sebuah biaya rent-seeking terdiri dari sumber daya yang dikeluarkan oleh
agen-agen ekonomi individu berusaha untuk meningkatkan pangsa mereka dari
hak sewa-menghasilkan dibuat secara politik dan dialokasikan. Demikian pula,
jatah produksi dan dialokasikan secara politik pemanfaatan sumber daya dan
perdagangan hak memerlukan perilaku rent-seeking dan biaya. Biaya sewa-
mencari mencakup semua keberangkatan dari alokasi sumber daya “terbaik
pertama” yang disebabkan oleh sewa dibuat secara politik. Karena sewa sering
mencari melibatkan menyuap dan kegiatan terlarang lainnya, biaya sosial
penuh terkait dengan rente mungkin lumayan melebihi biaya sumber daya
ekonomi secara langsung. Jumlah biaya sewa-mencari diproduksi di politik-
ekonomi tergantung pada struktur pasar untuk hak sewa-bearing dibuat secara
politis. Sebagai Krueger telah menunjukkan, dalam kondisi pasar yang
kompetitif, kerugian sosial adalah sama dengan total nilai sewa dibikin politik
yang mungkin memang cukup besar (Allan 2011).
Biaya sosial dari tindakan politik mungkin melebihi manfaat sosialnya sebagai
analisis kesejahteraan kita menyarankan. Dikatakan selanjutnya bahwa
tindakan politik yang tidak diinginkan sosial tersebut dapat, pada
kenyataannya, dibawa oleh orang-orang yang berdiri untuk mendapatkan dari
keterlibatan negara sementara hampir mekanisme setiap ada untuk mencegah
90
beralasan balik “selubung ketidaktahuan” ketika sikap individu dan kelompok
yang lebih universal , mungkin bar intervensi pemerintah beralasan mendatang
dalam proses ekonomi. Oleh karena itu, pilihan konstitusional yang dilakukan
di balik “selubung ketidaktahuan” ketika sikap individu dan kelompok yang
lebih universal, mungkin bar intervensi pemerintah beralasan mendatang.
pilihan konstitusional dan institusional lainnya harus mencari untuk
memastikan efisiensi yang kondisional dan struktur kelembagaan yang
diharapkan dalam-terbaik kedua dunia.
Ringkasan
Tugas
91
2. Jelaskan dan analisis sistem sewa? Bagaimana mekanismenya?
3. Mengapa ada kepentingan dan peran kelompok kepentingan? Bagaimana
mekanismenya?
4. Coba Anda analisis teori kebijakan endogen untuk kasus yang ada?.
Praktikum
Daftar Pustaka
Bellù, Lorenzo Giovanni, and Paolo Liberati. 2006. "Social Welfare, Social
Welfare Functions and Inequality Aversion." EasyPol-FAO 1-13.
92
Benditt, Theodore M. 1975. "The Concept of Interest in Political Theory."
Political Theory.
Claude d’Aspremont, and Louis Gevers. 2002. "Social welfare functionals and
interpersonal comparability." In Handbook of Social Choice and
Welfare, by Claude d’Aspremont and Louis Gevers, 5-19. Amsterdam:
CORE, Louvain-University, Louvain-la-Neuve, Belgium ‡University of
Namur and CORE.
Dahl, R. 1957. The Concept of Power. New Haven And London: Yale
University Press.
Dubey, Ram Sewak , and Tapan Mitra. 2010. On Equitable Social Welfare
Functions Satisfying the Weak Pareto Axiom: A Complete
Characterization. USA: CAE.
93
Jordan, G & Malanoey, W. 2007. Democracy and Interest Groups: Embracing
democacy? California: University Press.
Olson, Mancur, and Jr. 1965. The Logic Of Collective Action. Cambridge,
Massachusetts: Harvard University Press.
Pal, Deepali. 2016. Distribution of Income and Social Welfare Function (With
Diagram). http://www.economicsdiscussion.net/welfare-
economics/distribution-of-income-and-social-welfare-function-with-
diagram/16624.
95
BAB 5
TUGAS ANTI-DUMPING DAN
COUNTERVAILING
5.1. Pendahuluan
5.1.1. Dumping
Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah
suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga
lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.
Defenisi dumping yaitu sebagai tindakan menjual barang di luar negeri lebih
murah daripada dalam negeri, atau menjual barang di suatu Negara lebih murah
dari pada Negara lain atau menjual barang keluar negeri yang lebih rendah dari
biaya produksi dan transportasinya. Tindakan tersebut akan melanggar
ketentuan perdagangan internasional apabila mengakibatkan injuri kepada
produksi dalam negeri (Rajaguguk, 2011).
Dengan melihat defenisi di atas, maka dapat diketahui bahwa sesuatu yang
dapat dikatakan dumping yang melanggar ketentuan WTO memiliki kreteria
sebagai berikut:
a) Produk dari satu Negara yang diperdagangkan oleh Negara lain dijual
dengan harga yang lebih rendah dari harga normal.
1
b) Akibat dari diskriminasi tersebut yang menimbulkan kerugian materiel
terhadap industri yang telah berdiri atau menjadi halangan terhadap
pendirian industri dalam negeri.
c) Adanya hubungan sebab-akibat antara harga dumping dengan kerugian yang
terjadi.
a) Sporadic Dumping
Sporadic dumping adalah dumping yang dilakukan dengan menjual barang
pada pasar luar negeri pada jangka waktu yang pendek dengan harga di bawah
harga dalam negeri Negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghapuskan barang yang tidak diinginkan.
Dumping jenis ini bisa mengganggu pasar domestik Negara pengekspor karena
ketidakpastian permintaan dari luar yang bisa berubah secara tiba-tiba.
b) Persistent Dumping
Persistent dumping adalah penjualan barang pada pasar luar negeri dengan
harga di bawah harga domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara
menetap dan terus menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang
yang telah dilakukan sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen
barang yang mempunyai pasar monopolistic di dalam negeri dengan maksud
untuk memaksimalkan total keuntungannya dengan menjual barang tersebut
dengan harga yang lebih tinggi dalam pasar domestiknya.
c) Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan
tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan
monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini
adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.
d) Diversionary Dumping
2
Diversionary dumping adalah dumping yang dilakukan oleh produsen luar
negeri yang menjual barangnya ke dalam pasar Negara ketiga dengan harga di
bawah yang adil dan barang tersebut nantinya diproses dan dikapalkan untuk
dijual ke pasar negara lain.
Klasifikasi jenis dumping ditinjau dari segi tujuan eksportir dapat dilihat
sebagai berikut:
3
5.1.2. Anti-Dumping
Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan
perdagangan internasional guna mewujudkan terciptanya fair trade. Mengenai
hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping
Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT
1994). Tarif yang mengikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama
kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran
arus perdagangan.
a) Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah
secara tidak adil),
b) Subsidi dan tindakan-tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi
(countervailing measures),
c) Tindakan-tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor
secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).
Karena dampak negatif bagi negara pengimpor dari praktek dumping yang
dilakukan negara pengekspor terhadap jenis barang yang sama, maka
dibutuhkan aturan dan pembatas serta pengendali tehadap praktek dumping
tersebut. Aturan mengenai larangan dumping (peraturan anti dumping)
bertujuan memberikan proteksi terhadap industri dalam negeri dari praktek
dumping yang diduga dilakukan eksportir atau produsen luar negeri.
Tindakan anti dumping tidak berlaku jika margin dumping tidak signifikan
kecil (kurang dari dua persen dari harga ekspor) atau volume impor dapat
diabaikan (yaitu, volume dari satu negara kurang dari tiga persen dari total
impor produk itu), asalkan impor agregat dari negara-negara tersebut tidak
memperhitungkan lebih dari tha dan tujuh persen dari total impor. Hukuman
bagi negara yang terbukti melakukan praktek dumping dan merugikan industri
atau produsen dalam negeri akan dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD)
sebesar marjin dumping (selisih hargaekspor dengan harga di pasar asal
eksportir) yang ditemukan, guna mengeliminir kerugian dari barang dumping
sehingga industridalam negeri tetap terlindungi dan dapat tetap bersaing
dengan barang impor.
5
Pengenaan BMAD tentunya melalui beberapa tahap proses penyelidikan.
Ketika lembaga pemerintahan (komite anti dumping) yang terkait menerima
laporan dari produsen bahwa terdapat dumping atas barang yang diimpor
tersebut maka komite tersebut barulah bisa melalui proses penyelidikan praktek
dumping negara pengekspor tersebut. Untuk mencegah kerugian selama
penyelididkan, komite dapat mengusulkan kepada departemen terkaituntuk
melakukan tindakan sementara seprti tindakan berupa pengenaan Bea Masuk
anti Dumping Imbalan Sementara (BMADS).
6
Dispute Settlement Body (DSB) melalui suatu mekanisme keputusan yang
bersifat final (Tjahjono, 2010).
Causal Link, dalam hal ini pemohon harus dapat membuktikan akibat yang
ditimbulkan berkaitan dengan dengan adanya dumping yang menyebabkan
injury, dengan kata lain, akibat masuknya produk barang tertentu yang sejenis
maka terjadilah dumping dengan injury sehingga menimbulkan kerugian bagi
suatu pabrik di daerah tertentu dan pada masa tertentu. Penyelidikan pasar
dilakukan bersamaan baik di negara asal maupun negara tujuan pasar agar
mendapat perbandingan yang jelas (Tjahjono, 2010).
Perlu penekanan bahwa Countervailing Duties dalam hal ini tidak melindungi
negara juga tidak melindungi konsumen. Hukum ini dirancang untuk
membantu perusahaan domestik. Tidak ada evaluasi efek pada konsumen dan
tidak ada evaluasi dari efek kesejahteraan nasional diperlukan oleh hukum.
Satu-satunya persyaratan adalah bahwa cedera disebabkan kepada perusahaan
impor yang bersaing.
Subsidi eksport merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara
pengimpor, subsidi eksport akan memicu timbulnya dumping sehingga terjadi
kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan
terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih
murah daripada barang dalam negeri yang akan mengakibatkan barang sejenis
kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis
dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan
8
hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis
dalam negeri.
5.1.4. Safeguards
Safeguards adalah suatu tindakan pengamanan industri dalam negeri yang
berupa larangan impor dan atau menaikkan tarif atau menetapkan kuota selama
periode waktu tertentu. Tindakan ini dilakukan karena terjadinya kerugian
serius (serious injury) atau terancam kerugian serius (threaten to cause serious
injury) pada industri dalam negeri yang disebabkan karena meningkatnya
impor dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba. Akibat dari lonjakan impor
tersebut berdasarkan WTO agreement diperkenankan untuk diambil tindakan
pemulihan yang dinamakan dengan tindakan safeguard (safeguard measures).
9
adalah kebalikan dari industrialisasi, dan karena itu kadang-kadang mewakili
langkah mundur dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat (Crossman, 2019).
Industri dapat menurun karena produk mereka telah digantikan oleh produk
baru dan lebih baik, atau industri dapat menurun karena apa yang dulunya
paling murah diproduksi di suatu negara (negara A), namun kemudian paling
murah diproduksi di negara lainnya (negara B) dan diekspor kembali ke negara
asal (negara A). Dengan bergeser dari satu produk ke produk lainnya, jelas bagi
semua orang bahwa untuk mencegah penurunan seperti itu adalah
mempertahankan standar hidup seseorang di bawah yang seharusnya. Produk
baru dan pekerjaan yang lebih baik yang menyertainya harus ditahan untuk
mempertahankan pasar untuk produk lama dan pekerjaan lama. Paling sering
para produsen yang kehilangan pekerjaannya menderita pengurangan langsung
yang besar dalam pendapatan mereka tetapi jumlahnya kecil, sementara
konsumen dalam jumlah besar tetapi hanya menuai keuntungan kecil dalam
pendapatan riil. (Thurow, 1991)
10
dalam negeri dan produksi lainnya. Dalam kebanyakan kasus, defisit
perdagangan harus menjadi parah sebelum mulai berdampak negatif pada
manufaktur.
2. Kegagalan Pasar
11
struktural, penurunan regional. Karena itu, ada kebutuhan untuk memenuhi
masalah jangka pendek dari perubahan struktural ini.
Contoh dari industri yang menurun adalah industri kereta api yang telah
mengalami penurunan permintaan, sebagian besar disebabkan oleh sarana
transportasi barang yang lebih baru dan lebih cepat (terutama transportasi udara
dan truk) dan telah gagal untuk tetap kompetitif dalam penentuan harga,
setidaknya dalam kaitannya dengan manfaat dari transportasi yang lebih cepat
dan lebih efisien yang disediakan oleh maskapai dan layanan angkutan truk.
Layanan penyewaan video adalah contoh lain dari industri yang menurun.
Munculnya Internet bersama dengan layanan streaming video, seperti Netflix
dan Youtube, telah menarik pelanggannya dari toko dan kios ke platform
online.
Namun dalam beberapa kasus, industri yang menurun dapat pulih dan mulai
tumbuh lagi. Contohnya adalah industri rekaman vinil di Amerika. Vinyl
adalah salah satu jenis format audio tertua dan telah menopang penjualan
melalui berbagai perubahan dalam industri, dari radio ke Internet. Setelah
mencatat beberapa penjualan tertinggi dalam sejarah selama awal 1990-an,
penjualan untuk industri rekaman vinil mulai turun dan pengamat industri
berasumsi bahwa itu ada di ranjang kematiannya. Namun, permintaan untuk
rekaman bekas mulai meningkat selama Resesi Hebat dan sejak itu terus naik
ke atas. Para ahli menghubungkan daya tahan vinyl dengan kualitas audio yang
unik dan nilai nostalgia (Halton, 2019).
Dalam industri yang menurun, beberapa opsi strategi tersedia untuk para
manajer. Berikut beberapa strategi yang dimaksud (Kangal, 2016):
1. Strategi Pemanenan
2. Strategi Divestasi
Pilihan strategi lain untuk perusahaan dalam industri yang menurun adalah
menjualnya. Perusahaan dapat melepaskan atau menjual sebagian asetnya
seperti peralatan, tanah, stok bahan, dll. Hasil tunai dapat digunakan untuk
meningkatkan bisnis inti. Atau, perusahaan dapat membuang bisnis
sepenuhnya.
Setiap industri, baik yang sedang tumbuh atau yang jatuh tempo atau menurun,
mungkin memiliki beberapa ceruk (segmen kecil dari pasar yang umumnya
tidak terlayani atau tidak dilayani oleh pesaing). Sebuah perusahaan dalam
industri yang menurun dapat mencari ceruk pasar di mana ia dapat
menjalankan bisnis secara menguntungkan. Beberapa ceruk pasar ini mungkin
tumbuh meskipun mengalami stagnasi dalam industri secara keseluruhan.
4. Perbedaan strategi
14
internal, mengkonsolidasikan fasilitas produksi yang tidak digunakan, menutup
ritel berbiaya tinggi gerai, dan pemangkasan produk marginal.
15
Teori keunggulan komparatif kelebihannya dalam hal efisien alokasi sumber
daya demean mengembangkan industri-industri yang secara komparatif unggul.
Sumber daya ekonomi akan teralokasi ke penggunaan yang paling
mens.’.untungkan kelebihannya terletak pada pendekatannya yang
menyadarkan pada sisi produk yang memiliki keunggulan komparatif boleh
jadi barang yang kurang diminati konsumen, sehingga meskipun efisien
diproduksi. Mungkin sulit dipasarkan.
Teori penciptaan kesempatan kerja unggul karena titik tolaknya yang sangat
manusiawi. Dengan menempatkan manusia sebagai subyek (bukan objek)
pembangunan. Teori ini sangat populis dan cocok bagi negara-negara
berkembang yang memiliki jumlah penduduk dalam jumlah besar. Namun
industri-industri yang dikembangkan berdasarkan penciptaan kesempatan
kerja, mungkin saja industriindustri yang tidak memiliki kaitan luas dengan
sektor-sektor lain. Sehingga tidak dapat berperan sebagai sektor yang
memimpin (leading sector).
16
Faktor-faktor penting dari proses pembuatan kebijakan terdiri dari identifikasi
masalah, formulasi usulan kebijakan adopsi, implementasi program, dan
evaluasi, sebagaimana yang terdapat pada Gambar 1. (Starling, 1998).
Secara ideal, usulan kebijakan terdiri dari sebuah daftar tujuan utama (goal)
berdasarkan prioritas dan sebuah pernyataan mengenai alternatif-alternatif
(atau program-program) untuk mencapai tujuan utama. Selanjutnya usulan
kebijakan harus diadopsi atau dilegitimasi. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap
implementasi, masalah birokrasi sudah mulai mendominasi (Starling, 1998).
Setelah perang dunia II berakhir, Amerika Serikat dan negara besar lainnya
meningkatkan kerjasama multilateral untuk mendorong perbaikan ekonomi.
18
Ada 4 lembaga yang mendukung dalam hal proses perbaikan setelah PDII ini,
yaitu (Bratva, 2011):
a) PBB, Lembaga untuk menyelesaikan permasalahan politik
b) IMF(International Monetery Fund), Membantu negara yang memiliki
kesulitan dalam hal keuangan dan makro ekonomi.
c) Bank Dunia (International Bank of Reconstruktion and Development),
Memberikan pinjaman bagi negara yang sedang berkembang.
d) Organisasi Perdagangan dunia (ITO), yang akan kita bahas secara terperinci
pada kesempatan kali ini.
Kemudian dari keempat institusi tersebut maka terbentuk sebuah lembaga yaitu
Internasional Trade Organization (ITO). Prinsip-prinsip dari ITO ini
didasarkan kepada piagam Havana (Havana Chapter). Dokumen yang
mengatur ITO sangat berambisi, tidak hanya menetapkan tarif (bea masuk)
perdagangan tetapi juga beberapa kebijakan peraturan nasional di bidang jasa,
hak kekayaan intelektual, dan bidang terkait. Sebagai organisasi multilateral
yang diakui, ITO juga menguasai pelaksanaannya. Pada kenyataannya ITO
melakukan pemerasan terhadap sektor pertanian dan bisnis di AS dan negara
lainnya.
19
Pada dasarnya fungsi utama Fungsi utama Perjanjian Umum mengenai Tarif
dan Perdagangan, atau GATT ini adalah:
a) Setiap anggota negara mesti mematuhi kebijaksanaan perdagangan yang
mereka buat.
b) Mengadakan perundingan secara berkala untuk membahas penurunan tarif
multilateral.
Landasan dari GATT adalah General Obligation, keistimewaan dari konsep ini
adalah:
Ada tiga pengecualian penting untuk aturan MFN yaitu diantaranya adalah:
20
GATT mempresentasikan dua hal pokok yang melatarbalakangi lahir
perdagangan bebas, yaitu:
a) Multilateralism, dimana banyak negara yang menyetujui untuk
dilakukannya penurunan/pengurangan hambatan perdagangan.
b) Kebijaksanaan aturan dasar perdagangan, dimana setiap negara
berkomitmen untuk memenuhi norma-norma internasional yang mengatur
regulasi perdagangan.
a) Tarif yang merupakan pajak impor dari negara lain dan pasar luar negeri.
Di sini, itu pemerintah memaksakan tarif mencari untuk membatasi impor
barang dan jasa asing, melindungi industrinya sendiri dan perusahaan yang
memproduksi barang-barang seperti itu dan meningkatkan pendapatan
pajak. Tarif bisa spesifik di mana ada tarif atau biaya pajak tetap untuk
setiap unit produk atau komoditas dibawa ke suatu bangsa. Ada juga tarif ad
21
valorem yang ditetapkan sebagai bagian dari nilainya dari produk yang
diimpor.
b) Kuota adalah batasan langsung pada jumlah barang, produk, dan komoditas
tertentu itu dapat diizinkan untuk diimpor ke suatu negara. Kuota impor ini
umumnya diberlakukan oleh penerbitan lisensi impor kepada sekelompok
orang atau perusahaan tertentu. Ada juga yang sukarela export restraint
(VER) yang bertindak sebagai kuota perdagangan yang diberlakukan oleh
negara pengekspor. VER juga bisa dalam bentuk tekanan politik pada suatu
negara oleh negara lain untuk menghentikan ekspor barang atau komoditas
c) Subsidi adalah pembayaran pemerintah kepada produsen dalam negeri. Ini
bisa dalam bentuk uang tunai pembayaran, pinjaman berbunga rendah
hingga tanpa bunga, keringanan pajak, dan kepemilikan saham biasa oleh
pemerintah perusahaan dalam negeri. Subsidi membantu produsen dalam
negeri dengan menyediakan uang tunai tambahan produksi barang dengan
demikian menurunkan biaya produksi dan memungkinkan perusahaan yang
sama ini untuk mendapatkan pasar asing.
d) Persyaratan Konten Lokal dapat dikenakan oleh suatu negara yang ingin
mengurangi impor oleh menetapkan persyaratan manufaktur di mana bagian
atau bagian dari suatu produk harus dibuat di dalam negeri. Ini terjadi
dengan memiliki persen dari produk yang diproduksi di dalam negeri atau di
istilah nilai, seperti 85 persen dari nilainya, harus dibuat secara lokal.
e) Kebijakan Perdagangan Administratif terdiri dari aturan birokrasi,
hukum, dan peraturan yang dirancang untuk menciptakan kesulitan serius
bagi importir barang atau komoditas ke negara tertentu. Resmi hambatan
perdagangan dapat datang dalam bentuk peraturan yang memberatkan,
peraturan, persyaratan administrasi, dan dokumen yang harus diselesaikan.
Hambatan perdagangan informal termasuk inspeksi setiap produk, baik, dan
komoditas memasuki suatu negara untuk memeriksa penyakit atau konten
yang mencurigakan. Ini dapat memakan waktu, tenaga, dan mungkin sering
merusak item yang sedang diperiksa. Administratif kebijakan juga dapat
melibatkan penetapan standar kesehatan dan keselamatan tingkat tinggi dan
sulit diperoleh lisensi impor untuk produsen asing.
22
f) Kebijakan Anti-dumping diberlakukan oleh suatu negara untuk mencegah
penjualan barang di pasar asing dengan harga yang jauh di bawah biaya
produksi mereka untuk mendapatkan bagian yang besar pasar negara itu.
Aturan anti-dumping juga dapat mencakup peraturan yang melarang
penjualan barang, produk, atau komoditas di bawah nilai pasar wajarnya.
g) Kontrol Nilai Tukar dapat digunakan untuk membuat produk suatu negara
lebih murah di luar negeri dengan menurunkan nilai mata uangnya di pasar
valuta asing. Premisnya adalah bahwa suatu bangsa dapat menjual mata
uangnya di pasar valuta asing ke titik di mana nilainya kehilangan terhadap
mata uang lainnya mata uang. Ini akan menyebabkan harga impor naik
sementara menurunkan biaya ekspornya. Ini akan membantu suatu negara,
baik maju atau berkembang, meningkatkan peluang untuk menjual produk-
produknya dan barang di pasar luar negeri.
1000
800
600
400
200
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
23
perbatasannya dan aliran barang, produk, dan komoditas masuk dan keluar dari
suatu negara (Guarino, 2018). Diantaranya:
24
d) Argumen Industri Bayi pertama kali dikemukakan oleh Alexander
Hamilton pada tahun 1792. Gagasan ini menyatakan bahwa produsen baru
memiliki waktu yang sangat sulit bersaing dengan perusahaan mapan, yang
didanai dengan baik, dan sangat menguntungkan di negara-negara maju.
Pabrik baru di negara berkembang mungkin tidak memiliki sumber daya
ekonomi dan keuangan, serta teknologi, peralatan fisik, dan keahlian
penelitian dan pengembangan untuk bersaing dengan perusahaan lama yang
sudah mapan. Agar industri bayi dan perusahaan baru mendapatkan pangsa
pasar dan daya saing terhadap perusahaan yang sudah mapan, pemerintah
harus menerapkan mekanisme dukungan jangka pendek untuk industri bayi
ini sampai mereka mencapai tingkat tertentu sehingga mereka dapat
bersaing dengan perusahaan asing. Dapat juga dikatakan bahwa negara
berkembang dalam upaya mendiversifikasi ekonominya, harus melindungi
industri-industri kecilnya. Intervensi pemerintah terhadap industri bayi
dapat datang dalam bentuk tarif, subsidi, kebijakan perdagangan
administratif, atau kuota.
26
untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk barang, produk, dan
komoditas yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Masalahnya adalah
bahwa suatu negara mungkin memiliki niat baik untuk membantu
industrinya bersaing di luar negeri sementara warganya membayar harga
yang lebih tinggi di dalam negeri.
d) Perang dagang antar negara. Masalah serius dengan proteksionisme
perdagangan adalah bahwa negara-negara akan mengambil tindakan timbal
balik jika ada kebijakan perlindungan perdagangan yang diberlakukan.
Masalahnya di sini adalah bahwa negara akan membalas jika mereka tidak
dapat menjual barang dan produk mereka di pasar di mana mereka biasanya
bisa. Tidak masalah jika negara-negara itu adalah sekutu politik dan militer,
negara-negara akan mengenakan tarif yang berlawanan, kuota, subsidi, dan
kontrol nilai tukar, untuk beberapa nama, untuk menghadapi tindakan
negara lain. Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Jepang, sekutu lama, baik
secara politik maupun militer sejak akhir Perang Dunia II, telah mengajukan
tarif dan kebijakan perdagangan administratif terhadap satu sama lain. Ini
pada akhirnya menyebabkan konsumen di negara masing-masing miliaran
dolar meningkatkan biaya dan pilihan konsumen yang terbatas. Perang
dagang pada akhirnya akan berarti peningkatan biaya impor karena
produsen dan produsen harus membayar lebih untuk peralatan, komoditas,
dan produk setengah jadi dari pasar luar negeri. Ini juga akan
mempengaruhi pertumbuhan PDB riil suatu negara. Menurut sebuah studi
oleh Dana Moneter Internasional (IMF), kenaikan permanen 10 persen
dalam tarif Amerika untuk impor dari semua bagian dunia akan
menghasilkan penurunan permanen 1 persen dalam PDB riil. Pembalasan
perang dagang paling terkenal yang terjadi dalam sejarah Amerika Serikat
adalah Smoot-Hawley Act pada Juni 1931. Di sini, Presiden Herbert Hoover
menandatangani undang-undang tarif yang menaikkan pajak pada banyak
produk pertanian dan barang yang menyebabkan pembalasan oleh negara
lain. Sementara undang-undang itu dimaksudkan untuk melindungi
perusahaan dan industri Amerika, ia menaikkan tarif rata-rata 20 persen
untuk lebih dari 20.000 produk dan barang impor. Ini pada akhirnya
27
menyebabkan perdagangan global turun 67 persen dan ekspor Amerika
turun hingga 75 persen.
28
memerlukan interpretasi yang berbeda. Juga, aturan tentang perwakilan
pihak selama prosedur itu penting, serta komunikasi dengan pihak tersebut.
c) Insiden Kompetensi/Yurisdiksi. Badan administratif harus memverifikasi
kompetensinya untuk menangani masalah administrasi yang ada atau yang
lain untuk mentransfer masalah tersebut ke badan yang kompeten. Aturan
tentang konflik kompetensi dan pendelegasian kompetensi juga diatur dalam
bagian khusus dari GAPA.
d) Investigasi/Bukti. Badan administratif melakukan penyelidikan untuk
menetapkan fakta-fakta dari kasus tersebut, apakah kasusnya bersifat ex
officio atau atas permintaan para pihak. Bukti dapat terdiri dari pernyataan
dari pihak atau orang lain, dokumen, dan kunjungan lapangan. Jika badan
administratif membutuhkan pendapat ahli tentang objek penyelidikan,
pendapat tersebut dimasukkan dalam file prosedur. beban pembuktian ada
pada pihak yang telah memprakarsai prosedur ini, tetapi badan-badan
administratif memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi bagi pihak
tersebut di bawah kepemilikan mereka.
e) Konsultasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan atau pihak-pihak yang
mungkin terpengaruh oleh keputusan akhir diperlukan untuk menetapkan
semua fakta dan implikasi hukum dari kasus tersebut.
f) Hak Untuk Didengar. Keputusan-keputusan yang berpotensi merugikan
harus diadopsi hanya setelah para pihak yang mungkin terpengaruh oleh
keputusan tersebut didengar dan pernyataan-pernyataan mereka dicatat
dalam arsip. Semua pihak yang berkepentingan harus diberi akses ke file
mereka dan kemungkinan untuk mengomentari cara prosedur dilakukan dan
pada temuan.
g) Prinsip-Prinsip Yang Memandu Kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh
badan publik selama prosedur administrasi dan pelaksanaan prosedur itu
sendiri termasuk legalitas, transparansi, akses ke informasi, keadilan,
ketidakberpihakan, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif,
objektivitas, kerahasiaan dan perlindungan data pribadi, proporsionalitas,
informalitas, kontrol dan pertanggungjawaban, konflik kepentingan, dan
rekonsiliasi pihak.
29
h) Batas Waktu Untuk Pelaksanaan Prosedur harus diperhatikan oleh
semua pihak dalam prosedur. Perpanjangan, pengembalian batas waktu, dan
perhitungan batas waktu adalah insiden dalam prosedur. Biasanya,
keheningan administratif (kegagalan untuk mematuhi batas waktu untuk
menjawab permintaan oleh badan publik) berarti penolakan terhadap
permintaan tersebut, tetapi kadang-kadang anggapan dibalik, dan untuk
tindakan yang diidentifikasi secara jelas, keheningan administratif mungkin
berarti penerimaan.
i) Tindakan Administratif. Mendefinisikan dan menafsirkan gagasan
tindakan administratif adalah penting untuk menetapkan ruang lingkup
tinjauan yudisial. Keputusan sementara diperlukan jika bahaya kerusakan
yang tidak dapat diperbaiki terjadi, dan mereka dapat ditantang secara
terpisah di tingkat administrasi atau di pengadilan. Tindakan administratif
akhir adalah tindakan yang memiliki efek hukum dan dapat ditantang
melalui banding administratif atau uji materi. Bentuk dan isi tindakan
administratif ditentukan alam GAPA atau dalam hukum lain atau dalam
hukum kasus pengadilan ketika tidak ada kodifikasi prosedur administrasi.
Kisah perlu dipikirkan untuk membenarkan solusi yang digambarkan di
dalamnya dan untuk memberi tahu penerima. Tindakan administratif
mungkin memiliki efek hanya untuk masa depan atau bahkan untuk masa
lalu (efek retroaktif), di bawah kondisi yang ditetapkan oleh hukum. Mereka
mulai berlaku dengan publikasi (pembuatan peraturan, tindakan umum) atau
komunikasi dengan penerima manfaat/penerima (tindakan
pengadilan/individu).
j) Operasi Administrasi. Terkadang prosedur administrasi tidak berakhir
dengan dikeluarkannya tindakan administratif, tetapi dengan bentuk lain
dari kegiatan administrasi, yang disebut operasi administrasi umum. Mereka
adalah tindakan yang tidak memiliki efek hukum sendiri, tetapi melayani
penerbitan tindakan administratif atau berfungsi sebagai mode pelaksanaan
tindakan tersebut.
k) Kontrak Administratif. Hasil dari prosedur administrasi dapat juga
merupakan kontrak administratif, yang disimpulkan antara badan publik dan
30
pribadi atau badan publik lainnya, untuk pelaksanaan pekerjaan dan
penyediaan layanan atau barang, dibiayai seluruhnya atau sebagian oleh
dana publik, di bawah publik rezim hukum hukum misalnya, pengadaan
publik dan konsesi.
l) Banding Administratif adalah obat administratif untuk pelanggaran hukum
atau ketidakmampuan tindakan administratif atau untuk penolakan
menyelesaikan permintaan. Banding administratif mungkin wajib sebelum
pergi ke pengadilan untuk peninjauan yudisial, atau opsional, dengan
manfaat tertentu untuk pemohon banding seperti perpanjangan tenggat
waktu untuk tindakan pengadilan. Kompetensi untuk menyelesaikan
banding administratif terletak pada badan penerbit, badan administratif
unggul, atau badan kontrol. Banding ke pengadilan adalah hybrid, prosedur
quasi-yudisial, tetapi masih berbeda dari perse prosedur pengadilan.
Beberapa GAPA juga menyediakan cara alternatif penyelesaian sengketa -
arbitrase, mediasi, konsiliasi, atau hanya merujuk pada kemungkinan untuk
menggunakan alat ADR tersebut.
m) Eksekusi Tindakan Administratif. Setelah mulai berlaku, tindakan
dieksekusi baik sukarela atau paksa, dan aturan untuk eksekusi paksa
diberikan oleh GAPA atau oleh hukum lainnya.
n) Penangguhan Tindakan Administratif mengacu pada penundaan eksekusi
untuk tindakan yang dapat menghasilkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki. Penangguhan dapat diputuskan oleh otoritas penerbit atau oleh
lembaga peninjau. Dalam beberapa yurisdiksi, banding administratif
menunda de jure pelaksanaan tindakan, dan otoritas penerbit dapat
membalikkan efek ini dengan memohon kepentingan publik dalam eksekusi.
Dalam sistem lain, penangguhan hanya dapat diberikan atas permintaan dan
alasan yang wajar.
o) Pembukaan Kembali Prosedur. Beberapa GAPA memberikan contoh di
mana prosedur administrasi dapat dibuka kembali - keadaan baru
memerlukan hasil yang berbeda muncul, keputusan pengadilan yang
bertentangan dengan solusi yang diadopsi oleh badan publik dikeluarkan,
31
tindakan yang sebelumnya sah dengan eksekusi berkelanjutan menjadi
melanggar hukum, dll.
32
bisnis internasional bahwa barang dan jasa tidak dapat bergerak melintasi
perbatasan nasional, atau bahwa mereka bergerak secara tidak efisien dan
dengan biaya yang jauh lebih tinggi (Bjelić, Mitrović, & Petrović, 2013).
33
Hambatan administratif dalam perdagangan internasional diamati oleh
beberapa organisasi internasional, tetapi yang paling populer adalah Indikator
Perdagangan Lintas Batas yang diterbitkan setiap tahun di World Bank Doing
Business Report. Kita dapat melihat bahwa negara-negara maju pada umumnya
(negara-negara berpendapatan tinggi OECD) sangat efektif dalam prosedur
ekspor dan impor, di mana bea cukai hanya berlangsung selama beberapa hari.
Jika realisasi ekspor, atau prosedur impor menjadi lebih lambat, atau lebih
mahal dari yang seharusnya, itu menjadi kerugian besar bagi pedagang lokal
untuk menjadi kompetitif di pasar internasional. Penurunan penggunaan
prosedural hambatan administratif non-tarif, berarti meningkatkan proses
perdagangan dan memberikan peluang besar, terutama untuk negara-negara
berkembang, untuk mengintegrasikan diri dalam arus perdagangan
internasional. Dalam WTO inisiatif Fasilitasi Perdagangan diluncurkan untuk
mengatur hambatan administratif terhadap perdagangan dan ini adalah salah
satu masalah utama yang dinegosiasikan pada babak baru negosiasi
perdagangan multilateral (Bjelić, Mitrović, & Petrović, 2013).
34
Ringkasan
Tugas
Praktikum
35
Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,
mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Coba Anda tunjukkan kebijakan anti dumping dan anti subsidi pada industri
yang mengalami penurunan?
2. Coba Anda uraikan bagaimana proses penyelesaian hukum perlindungan
lingkungan dalam kasus tersebut?
Daftar Pustaka
36
Kangal, S. (2016). Declining Industry: Strategies For Declining Industry.
Retrieved Oktober 27, 2019, from Iedunote:
https://iedunote.com/declining-industry
Pal, L. A. (1997). Beyond Policy Analysis. Canada: ITP Nelson A Division.
Prasetyo, P. E. (2014). Deindustrialisasi Sebuah Ancaman Kegagalan Tripel
Track Strategy Pembangunan Di Indonesia. 1-13.
Rajaguguk, E. (2011). Butir Butir Hukum Ekonomi. Jakarta: Lembaga Studi
Hukum dan Ekonomi FHUI.
Starling, G. (1998). Strategies for Policy Making. Chcago, Chicago: The
Dorsey Press.
Sukarni. (2002). Regulasi Antidumping dibawah bayang-bayang pasar bebas.
Sinar Grafika.
Thurow, L. C. (1991). Declining Industries. In J. E. (eds.), The World of
Economics (pp. 160-161). Palgrave Macmillan.
Tjahjono, A. (2010). Anti Dumping di Indonesia. OPINIO JURIS.
UNCATAD. (2009). Report of the Multi-year Expert Meeting on Transport
and Trade Facilitation on its second session. Ganeva:
TD/B/C.I/MEM.1/6.
37
BAB 6
WTO, STANDAR, DAN LINGKUNGAN
6.1. Pendahuluan
1
komite, dan sub-komite yang bertugas untuk melaksanakan dan mengawasi
penerapan perjanjian-perjanjian WTO oleh negara anggota.
Terkait dengan DDA, KTM Doha pada tahun 2001 memandatkan negara
anggota untuk melakukan putaran perundingan dengan tujuan membentuk tata
perdagangan multilateral yang berdimensi pembangunan. Tata perdagangan ini
akan memberikan kesempatan bagi negara berkembang dan LDCs untuk dapat
memanfaatkan perdagangan internasional sebagai sumber pendanaan bagi
pembangunan. Isu-isu utama yang dibahas mencakup isu pertanian, akses pasar
produk bukan pertanian (Non-Agricultural Market Access—NAMA),
perdagangan bidang jasa, dan Rules. Dalam perkembangannya, isu pertanian
khususnya terkait penurunan subsidi domestik dan tarif produk pertanian
menjadi isu yang sangat menentukan jalannya proses perundingan. Bagi
sebagian besar negara berkembang, isu pertanian sangat terkait dengan
permasalahan sosial ekonomi (antara lain food security, livelihood
security dan rural development). Sementara bagi negara maju, pemberian
subsidi domestik mempunyai dimensi politis yang penting dalam kebijakan
pertanian mereka.
Proses perundingan DDA tidak berjalan mulus. Hal ini diakibatkan oleh
perbedaan posisi runding di antara negara anggota terkait isu-isu sensitif,
2
khususnya pertanian dan NAMA. Setelah mengalami sejumlah kegagalan
hingga dilakukan "suspension" pada bulan Juni 2006, proses perundingan
secara penuh dilaksanakan kembali awal Februari 2007. Pada bulan Juli 2008,
diadakan perundingan tingkat menteri dengan harapan dapat menyepakati
modalitas pertanian dan NAMA, dan menggunakan isu-isu single-
undertaking seperti isu perdagangan bidang jasa, kekayaan intelektual,
pembangunan, dan penyelesaian sengketa. Namun perundingan Juli 2008 juga
mengalami kegagalan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong
kemajuan dalam perundingan, mulai dari pertemuan tingkat perunding, Pejabat
Tinggi, dan Tingkat Menteri; baik dalam format terbatas (plurilateral dan
bilateral) maupun multilateral. Namun semua upaya tersebut belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pihak-pihak utama yang terlibat
tampaknya belum dapat bergerak dari posisi awal mereka.
Indonesia di WTO
5
1. Mendorong arus perdagangan antar negara dengan mengurangi dan menghapus
berbagai hambatan yang dapat menganggu kelancaran arus perdagangan
barang dan jasa.
6
mendukung kompetisi yang sehat di bidang perdagangan barang, pertanian,
hak atas kekayaan intelektual dan jasa.
2. Mendorong Reformasi Pembangunan dan Ekonomi
Para ahli ekonomi dan pembangunan mengakui bahwa sistem WTO dapat
memberikan kontribusi pada pembangunan. Persetujuan-persetujuan WTO
juga memuat aturan mengenai fleksibilitas yang diberikan kepada negara-
negara berkembang dalam menerapkan ketentuan-ketentuan WTO. Bahkan
persetujuan-persetujuan tersebut juga memuat ketentuan yang memungkinkan
negara-negara paling terbelakang (Least Developed Countries/LDCs)
mendapatkan bantuan khusus serta konsesi dagang seperti halnya peraturan-
peraturan GATT. Pada akhir Putaran Uruguay, negara-negara berkembang
seperti halnya negara-negara maju, telah siap menjalankan persetujuan-
persetujuan WTO walaupun dengan perbedaan tenggang waktu untuk masa
implementasinya. Negara-negara maju juga diharuskan untuk mempercepat
pelaksanaan komitmen akses pasarnya bagi ekspor dari negara berkembang
dan negara berkembang paling terbelakang serta meningkatkan bantuan teknis
bagi negara-negara tersebut.
3. Meningkatkan Prediktabilitas
Pembentukan sistem perdagangan multilateral merupakan usaha anggota WTO
untuk menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan dapat diprediksi. Dengan
stabilitas dan kebijakan yang diprediksi, maka investasi dapat dilakukan,
lapangan pekerjaan diciptakan dan konsumen dapat memperoleh keuntungan
dari sistem kompetisi yang fair. Contoh perdagangan multilateral ini mencoba
untuk meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas perdagangan internasional.
Salah satu cara adalah dengan mengurangi penggunaan kuota untuk membatasi
impor. Cara lain adalah dengan meningkatkan transparansi peraturan
perdagangan suatu negara. Melalui sistem ini, dapat pula dapat dibuat suatu
aturan perdagangan yang jelas dan transparan. Pemantauan secara regular
kebijakan nasional perdagangan melalui mekanisme peninjauan kebijakan
perdagangan (Trade Policy Review Mechanism), merupakan suatu sarana
untuk meningkatkan keterbukaan baik pada tingkat domestik maupun tingkat
multilateral.
7
Prinsip dasar GATT/WTO sebagai berikut:
2. Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota
GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat beamasuk atau
tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarifini dimaksudkan
untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan
internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk
sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.
3. Perlakuan nasional (National treatment)Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT
1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk
memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam
negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi.Jenis-
jenistindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan
dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yangmempengaruhi
penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau
penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran,
pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri.
4. Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan
mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya
diperkenankan melalui tarif.
a. Non-diskriminasi
Apabila suatu anggota WTO memutuskan untuk memberikan suatu perlakuan
yang menguntungkan atau mengistimewakan salah satu anggota, keuntungan
atau keistimewaan tersebut juga harus diberikan kepada semua anggota WTO
tanpa terkecuali. Maka dari itu, anggota WTO tidak boleh memilih-milih dalam
memberikan konsesi dagang kepada salah satu anggota lainnya.
b. Aturan mengenai akses pasar
Negara-negara membutuhkan akses pasar agar perdagangan barang dan jasa
dapat berjalan lancar, tetapi akses pasar terhadap suatu negara seringkali
dihambat oleh berbagai cara, baik itu tarif maupun non-tarif Secara umum,
terdapat empat jenis aturan WTO yang terkait dengan akses pasar, yaitu
peraturan tentang bea masuk, peraturan tentang bea dan pungutan-pungutan
keuangan lainnya, peraturan tentang pembatasan secara kuantitatif, serta
peraturan tentang hambatan non-tarif lainnya.
c. Aturan mengenai praktik perdagangan yang tidak adil
Hukum WTO memiliki aturan-aturan khusus mengenai praktik-praktik
perdagangan tertentu yang dianggap tidak adil, yaitu subsidi dan dumping.
Subsidi diatur oleh Pasal XVI GATT dan juga Perjanjian tentang Subsidi dan
Tindakan Imbalan (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures,
disingkat Perjanjian SCM). Menurut Perjanjian SCM, subsidi adalah kontribusi
keuangan dari pemerintah atau badan publik, atau bantuan pendapatan atau
harga dalam bentuk apapun sesuai dengan Pasal XVI GATT, yang memberikan
keuntungan.
Ketentuan ekspor dan impor di WTO sebagai berikut:
a. Pengecualian
Upaya untuk meliberalisasi perdagangan dapat bertabrakan dengan
kepentingan masyarakat, contohnya adalah pelestarian lingkungan hidup atau
kepentingan ekonomi lainnya. Maka dari itu, hukum WTO memiliki pasal-
9
pasal "pengecualian" yang membenarkan penyimpangan dari aturan-aturan
dasar WTO dalam keadaan tertentu demi kepentingan masyarakat.
Pengecualian secara umum terkandung dalam Pasal XX GATT dan XIV
GATS, contohnya adalah perlindungan moral masyarakat atau perlindungan
kehidupan manusia, hewan, atau tumbuhan. Kepentingan untuk melindungi
keamanan nasional juga dapat ditemui dalam Pasal XXI GATT dan Pasal XIV
bis GATS. Sementara itu, Pasal XII dan XIX GATT serta Pasal X dan XII
GATS mencantumkan kepentingan-kepentingan ekonomi, misalnya
perlindungan industri dalam negeri dari kerugian serius yang diakibatkan oleh
peningkatan impor secara tajam dan tak terduga.
b. Penyelesaian sengketa
WTO memiliki sistem penyelesaian sengketa yang bertindak layaknya
pengadilan dagang internasional. Sistem penyelesaian sengketa ini memiliki
yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction), atau dalam kata lain anggota WTO
harus menerima yurisdiksi sistem tersebut. Yurisdiksinya juga bersifat
eksklusif dalam artian anggota yang ingin menuntut pelanggaran kewajiban
hukum WTO yang dilakukan anggota lain harus membawa perkara ini ke
sistem penyelesaian sengketa di WTO. Selain itu, putusan yang dikeluarkan
oleh sistem penyelesaian sengketa ini mengikat secara hukum. Tujuan dari
sistem ini sendiri ditetapkan oleh Pasal 3.2 DSU, yaitu untuk "memberikan
kepastian dan prediktabilitas" terhadap sistem perdagangan multilateral,
sehingga badan yang menyelesaikan sengketa akan mengeluarkan putusan
yang sama untuk isu hukum yang sama kecuali jika ada alasan yang kuat.
11
berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga Swadaya
Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.
Tujuan diadakannya Standarisasi Lingkungan di Indonesia Tujuan diadakannya
standarisasi lingkungan di Indonesia yaitu dapat membantu organisasi
mengurangi efek negatif terhadap lingkungan (baik darat, air ataupun udara)
atas seluruh operasional yang mereka jalankan.
Selain itu tujuan dari standarisasi lingkungan, dapat membantu organisasi
dalam rangka mentaati seluruh aturan tentang lingkungan yang berlaku,
regulasi ataupun persyaratan lain berkait dengan lingkungan. Tujuan lain dari
standarisasi lingkungan yaitu membantu organisasi meningkatkan kualitas dari
lingkungan kerja yang menjadi bagian wilayah industri suatu negara, industri
perusahaan atau lembaga. Standarisasi lingkungan tidak membatasi secara pasti
suatu organisasi dalam menentukan tujuan mereka dalam menjaga kelestarian
lingkungan, namun lebih ke arah bagaimana suatu organisasi dapat mencapai
tujuan kelestarian lingkungan yang mereka targetkan sendiri.
Pengaturan hukum tentang Standarisasi Lingkungan Menurut
Perundangundangan di Indonesia Kontribusi standardisasi terhadap negara
Indonesia, sangat besar. Kontribusi dalam melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia diberikan oleh sistem standardisasi dan
penilaian kesesuaian melalui penerapan SNI khususnya lingkungan hidup.
Memuat Pasal 3 point (a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bahwa Standardisasi dan penilaian
kesesuaian bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen,
pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara baik dari
aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup,
dan tanggung jawab sosial. Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bahwa SNI dirumuskan
selaras dengan standar internasional untuk kepentingan perekonomian nasional,
perdagangan global, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan tanggung jawab
sosial.
Pemberlakuan standarisasi nasional Indonesia atau persyaratan teknis
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek: keamanan, keselamatan,
12
kesehatan, dan lingkungan hidup; daya saing produsen nasional dan persaingan
usaha yang sehat; kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional; dan/atau
kesiapan infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian.19 Barang yang telah
diberlakukan standarisasi nasional Indonesia atau persyaratan teknis secara
wajib wajib dibubuhi tanda standarisasi nasional Indonesia atau tanda
kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah.
Barang yang diperdagangkan dan belum diberlakukan standarisasi nasional
Indonesia secara wajib dapat dibubuhi tanda standarisasi nasional Indonesia
atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan sertifikat produk
penggunaan tanda standarisasi nasional Indonesia atau sertifikat kesesuaian.21
Standarisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan,
menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku
Kepentingan.
Standarisasi dan penilaian kesesuaian bertujuan: meningkatkan jaminan mutu,
efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan
transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku
Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; meningkatkan perlindungan
kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta
negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian
fungsi lingkungan hidup; dan meningkatkan kepastian, kelancaran, dan
efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar
negeri.
Dalam hal terdapat standar internasional, standarisasi nasional Indonesia
dirumuskan selaras dengan standar internasional melalui: adopsi standar
internasional dengan mempertimbangkan kepentingan nasional untuk
menghadapi perdagangan global; atau modifikasi standar internasional
disesuaikan dengan perbedaan iklim, lingkungan, geologi, geografis,
kemampuan teknologi, dan kondisi spesifik lain.24 Standar Nasional Indonesia
yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh lembaga
yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standarisasi.
13
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan,
memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar bidang Industri yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku
kepentingan.
Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
secara wajib dilakukan untuk: keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia,
hewan, dan tumbuhan; pelestarian fungsi lingkungan hidup; persaingan usaha
yang sehat; peningkatan daya saing; dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja
Industri.27 Dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perdagangan menyebutkan,
Pemerintah menetapkan larangan atau pembatasan perdagangan Barang
dan/atau Jasa untuk kepentingan nasional dengan alasan: melindungi
kedaulatan ekonomi; melindungi keamanan negara; melindungi moral dan
budaya masyarakat; melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan,
ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup; melindungi penggunaan sumber daya
alam yang berlebihan untuk produksi dan konsumsi; melindungi neraca
pembayaran dan/atau neraca perdagangan; melaksanakan peraturan perundang-
undangan; dan/atau pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas pemerintah.
Melalui Undang-undang No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan diatur
mengenai standarisasi perdagangan. Pengaturan ini dibuat karena Indonesia
telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO) yang mengatur
tentang code of good practice. Standarisasi perdagangan produk dahulu diatur
dalam Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional yang bersifat sukarela. Namun dalam UUP No 7 tahun 2014 tersebut
standarisasi produk menjadi wajib bagi produk barang maupun jasa yang
dipasarkan di Indonesia. Alasan diwajibkannya standarisasi produk tersebut
beberapa di antaranya untuk menjaga kepetingan banyak pihak : 1) Untuk
memberikan keamanan dan kenyaman bagi masyarakat yang menjadi
konsumen serta menjaga kelangsungan lingkungan hidup. 2) Membangun
industri yang produk perdagangannya mampu bersaing di dalam negeri mapun
di luar negeri. 3) Memberikan dasar hukum yang pasti bagi pemerintah untuk
melakukan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum terhadap proses
standarisasi tersebut.28 Masalah lingkungan menjadi pokok perhatian bangsa
14
Indonesia dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang no. 4 tahun 1982
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian direvisi
menjadi Undang- Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup kemudian perubahan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut diperlukan aturan dan instrumen
sebagai alat pengendali dengan tujuan sebagai pengendali kerusakan
lingkungan.
Standarisasi Kebijakan Lingkungan Kebijakan hukum pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia yaitu: Presiden RI mengeluarkan Perpres No. 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, dalam
ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak
Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa
peningkatan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan
lingkungan hidup dan sumber daya alam dilakukan melalui berbagai program.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah
pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005-2025
sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJP) telah ditetapkan oleh pemerintah. Pernyataan
standarisasi kebijakan lingkungan berkisar mulai dari yang paling umum
sampai ke hal-hal spesifik. Semua organisasi harus memiliki sekurangnya satu
kebijakan umum yang meliputi masalah-masalaha lingkungan yang utama.
Masalah-masalah tersebut tidak harus diberi nama secara spesifik. Namun
demikian tidak berarti bahwa mereka tidak diikutsertakan dalam konsep. Pada
dasarnya standarisasi kebijakan lingkungan harus memiliki stabilitas karena
sebagian besar unsur lain dalam sIstem pengelolaan lingkungan memerlukan
penyesuaian terusmenerus.
15
- Perjanjian-perjanjian multilateral atas perdagangan barang selanjutnya disebut
GATT.
- Dua belas perjanjian mengenai aspek khusus dalam perdagangan barang seperti
perjanjian dalam bidang pertanian, perjanjian mengenai penerapan tindakan
sanitasi dan phystosanitasi, perjanjian mengenai hambatan-hambatan teknis
dalam perdagangan, perjanjian mengenai penerapan pasal VI GATT disebut
anti dumping agreement, perjanjian mengenai subsidi dan tindakan imbalan,
perjanjian mengenai safeguards dan perjanjian mengenai perdagangan di
bidang jasa.
Ada penilaian bahwa ketentuan tujuan ini dapat berarti izin untuk mendorong
Negara-negara anggota GATT untuk memaksimalkan eksploitasi sumber daya
alamnya. WTO berperan nyata dalam memberikan proteksi lingkungan. WTO
dalam ketentuannya menetapkan/menentukan, setiap anggota WTO harus
mempertimbangkan tujuan dari pembangunan berkelanjutan dan tercapainya
proteksi serta pelestarian lingkungan. Juga diakui hak-hak Negara WTO, untuk
memberlakukan hambatan perdagangan yang dikaitkan dengan isu proteksi
lingkungan. Berdasarkan ketentuan WTO, para anggota WTO dapat
menerapkan sistem pembatasan perdagangan dikaitkan dengan isu lingkungan.
16
Pemanfaatan sumber daya alam harus sesuai dengan tujuan pembangunan
berkelanjutan. WTO memberikan nuansa baru dalam perdagangan
internasional dengan terintegrasinya aspek lingkungan dalam perdagangan
internasional.
Dalam hal ini hukum berusaha untuk melintasi atau membongkar hambatan
ruang dan waktu, dengan menisbikan perbedaan sistem hukum. Gerbang era
globalisasi dunia telah terbuka, khususnya sejak awal millennium lalu, yang
ditandai dengan menisbinya batas-batas wilayah antar negara di dunia dalam
segala aspek sumber daya. Sebagaimana telah di siratkan dalam berbagai
perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang berawal dari perjanjian
perdagangan multilateral (GATT) pada perundingan Uruguay maupun
kesepakatan pelaksanaan wilayah perdagangan bebas di Asia (AFTA) bagi
negara-negara kawasan Asia. Pelanggaran standarisasi lingkungan di Indonesia
yaitu kasus dari PT Unilever yaitu efisiensi dalam produksi dampak lingkungan
17
tempat produksi Unilever terbagi atas dampak yang berasal dari luar (seperti
penggunaan sumber daya dan energi) dan dampak yang berasal dari dalam
(seperti limbah cair dan sampah). Untuk mengelola dampak ini sambil terus-
menerus menyempurnakan proses produksi, Unilever menerapkan Sistem
Pengelolaan Lingkungan atau Environmental Management Sytem (EMS)
berdasarkan ISO 14001. Dalam kerangka WTO, suatu negara berhak
memperkarakan negara lain yang dianggap melanggar prinsip dan aturan
perdagangan yang adil. Jika terbukti melanggar, maka negara yang dituntut
harus melaksanakan keputusan yang ditetapkan DSB-WTO tanpa melihat besar
kecilnya negara tersebut. WTO anggap sebagai organisasi paling demokratis
karena setiap anggota memiliki hak dan suara yang sama, termasuk dalam
mempertahankan hak di depan hukum dan aturan perdagangan yang adil.
18
selanjutnya menjadi ISO 9000 (1974), dan diterapkan pada pasar Uni Eropa
pada tahun 1987.
Selanjutnya, standar ini berlaku juga di Amerika dan pada akhirnya untuk
seluruh dunia. Pada tahun 1992 BSI mengeluarkan BS 7750 yang selanjutnya
menjadi ISO 14000. Jadi, ISO9000 berkaitan dengan manajemen usaha/mutu,
sedangkan ISO 14000 berkaitan dengan sistem manajemen lingkungan. Hukum
lingkungan internasional berkembang terutama sejak tahun 1945 (Perang
Dunia II) saat terjadi berbagai peristiwa penting. Pada tahun ini persepsi
manusia terhadap lingkungan dan new order of hazard in human affairs
berkembang (environmental hazard). Berbagai referensi tentang bahaya pada
lingkungan (environmental hazard) ini antara lain dalam Silent Spring, akibat
kimia pertanian (overuse of misuse). Oil Spills yang kemudian menjadi public
awareness tahun 1960-an, bahaya bagi terjadinya malapetaka, terutama pada
perairan pantai dan sebagaimana, merupakan pokok pembahasan yang luas.
Dalam kaitannya ini menarik pula untuk dibicarakan tentang perkembangan
teknologi pengeboran lepas pantai, tanki minyak, dan sebagainya.
Penerapan ekolabel bagi Indonesia masih terpusat pada produk hasil hutan.
Pada produk produk lain yang sebenarnya memerlukan penerapan konsep
ekolabel ini, belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini karena sifat ekolabel
yang masih bersifat suka rela, di Indonesia. Kegiatan sertifikasi Ekolabel di
mulai dari permohonan kepada lembaga sertifikasi Ekolabel untuk dievaluasi
atau dinilai sesuai dengan standar penilaian Ekolabel Pedoman KAN 804
Kriteria Kompetensi Evaluator Sertifikasi Ekolabel. Dengan memperoleh
sertifikasi Ekolabel, khususnya produk yang menggunakan hasil hutan sudah
diperhitungkan marketable di pasar internasional. Penerapannya melibatkan
seluruh proses, mulai dari penerimaan bahan baku hingga produk akhir,
termasuk limbah yang dihasilkan, baik itu limbah cair, gas, maupun limbah
padat. Artinya, penerapan sistem manajemen lingkungan ini dimaksudkan
sebagai antisipasi menjaga kepercayaan pasar yang ramah lingkungan serta
efek domino hubungan supplier customer environmental management. Alhasil,
19
industri dituntut mampu mengendalikan dan mencegah dampak lingkungan
dalam setiap aktivitasnya.
20
d) BAPEDAL mengkoordinasikan pelaksanaan perumusan standar bidang
lingkungan.
Eksternalitas adalah biaya atau manfaat yang timbul dari kegiatan atau
transaksi tertentu yang dibebankan atau diberikan ke berbagai pihak yang tidak
terlibat pada transaksi atau kegiatan tersebut. Kadang-kadang disebut efek
limpahan atau efek ketetanggaan. Adapun pengertian yang lain, yaitu:
eksternalitas (externality) muncul apabila seseorang melakukan kegiatan yang
memengaruhi kesejahteraan orang lain, namun tidak membayar ataupun
menerima kompensasi atau imbalan atas pengaruh itu. Pengaruh terhadap
orang lain itu disebut eksternalitas negatif jika bersifat merugikan. Sebaliknya,
disebut eksternalitas positif jika bersifat menguntungkan.
21
6.2.1. Eksternalitas Positif atau Dampak Positif
22
6.2.2. Eksternaitas Negatif atau Dampak Negatif
23
Contoh aktivitas konsumsi yang menimbulkan eksternalitas negatif sebagai
berikut:
24
inilah yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi
komoditi lain .
25
yang memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang
memanfaatkan air bersih.
Pajak Pigovian adalah pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak
dari suatu eksternalitas negatif. Disebut pajak pigou karena ditemukan oleh
ekonom yang bernama Arthur Pigou (1877-1959). Bentuk dari pajak tersebut
adalah ketika ada dua pabrik yaitu pabrik baja dan pabrik kertas yang masing-
masing membuang limbah 500 ton per tahun, maka hanya dua pilihan yang
mereka lakukan. Pertama, Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (EPA,
Environmental Protection Agency) akan mewajibkan semau pabrik untuk
mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun atau yang kedua, mereka akan
dikenai pajak sebesar $50,000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh
setiap pabrik.Memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan
eksternalitas positif.
26
pengembangan kawasan perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan
pembangunan yang berorientasi inward looking, menjadi outward looking.
Dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach),
pendekatan keamanan (security approach), dengan tidak meninggalkan aspek
lingkungan (environment) tetap menjaga kedaulatan (sovereignity) negara.
Adanya akses perdagangan yang dimiliki, kawasan perbatasan dapat menjadi
pintu masuk mengalirnya devisa ke dalam negeri dan mendorong tumbuhnya
produksi di dalam negeri.
27
terdorong semakin meningkat. Dengan demikian,para pengusaha terdorong
semakin menghasilkan barang produksi secarabesar-besaran.
4. Mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologiPerdagangan antar
negara memungkinkan suatu negara untukmempelajari teknik produksi yang
lebih efisien. Perdaganan luar negerimemunkinkan negara terseut
mengimpor mesin-mesin atau alat-alatmodern untuk melaksanakan teknik
produksi dan cara produksi yanglebih baik. Dengan demikian, teknologi
yang lebih modern dapatmeningkatkan produktivitas dan dapat mengadakan
spesialisasi produksi.
5. Setiap negara dapat mengadakan spesialisasi produksiPerdagangan
internasional dapat mendorong setiap negara sumberdayaalam, tenaga kerja
modal dan keahlian secara maksimal. Suatunegara yang memiliki produk
unggulan, dapat bersaing dengan produkdari luar negeri.
6. Memperluas lapangan kerjaJika pasar luar negeri semakin meluas, maka
barang atau jasa yangdihasilkan juga semakin bertambah. Perningkatan hasil
produksimeningkatkan kebutuhan tenaga kerja bagi perushaan
sehinggamembukan kesempatan kerja baru dan mengurangi pengangguran.
29
2. Pembukaan hubungan dagang akan menguntungkan negara yang
bersangkutan secara keseluruhan, karena keuntungan yang terjadi melebihi
kerugiannya.
Di era perdagangan bebas seperti saat ini dimana terjadi persaingan yang ketat
maka perusahaan dituntut untuk dapat melakukan strategi didalam bersaing.
Salah satu faktor penentu peraingan adalah suatu proses perencanaan produksi
dan proses produksinya sendiri. Meningkatnya persaingan dalam dunia bisnis
akan membuat konsumen semakin memiliki banyak pilihan dalam memilih
produk. Karena itu, untuk memiliki daya saing dan bertahan terhadap
persaingan dengan produk lain, perusahaan harus memiliki taktik dan strategi
secara menyeluruh. Proses merupakan suatau cara maupun metode untuk
menyelengarkan menghadirkan, ataupun melaksanaka dari suatu hal yang
hasilnya merupakan tujuan dan harapan yang di inginkan (Setiawati 2014).
Proses lebih di tekan dan di persiapakan secara baik yaitu pada proses
perumusan perencanaan produksi hingga produksi dimulai. Dalam proses
produksi itu sendiri bisa melihat dan menentukan kualitas output dari hasil
proses (Setiawan 2018). Penjagaan kualitas merupakan salah satu bentuk
penyajin perusahaan untuk output yang baik.
Salah memilih strategi proses yang akan diterapkan akan berdampak besar
terhadap biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk itu perlu bagi
perusahaan untuk menganalisis kegiatan produksinya agar dapat mencapai
persyaratan perusahaan. Dalam menganalisis kegiatan proses yang dilakukan
oleh perusahaan, dapat menggunakan beberapa alat analisis salah satunya
adalah pemetaan fungsi waktu. Pemetaan fungsi waktu digunakan untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan dalam hal pengulangan, dan
keterlambatan yang tidak perlu terjadi dalam proses produksi agar mengurangi
kerugian yang ada dalam sebuah perusahaan (Bowo 2018). Jadi dapat
dikatakan, output atau product yang dihasilkan tersebut baik, tergantung pada
proses product tersebut.
30
6.3.1. Teori Kompetisi Industri
Persaingan industry merupakan rivalitas antara dua atau lebih industry yang
sejenis atau mirip untuk menyediakan produk, jasa, harga, produk, distribusi,
dana promosi kepada pelanggan (Yahya et al., 2018). Kompetisi adalah kata
kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban
kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over
(atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan
dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu. ompetisi adalah aktivitas
mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu
atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi
tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi (Deaux, Kay, Dane, 1993).
Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal adalah kompetisi
pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah
kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat
positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat
negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam
ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi
ledakan populasi hewan yang berkompetisi (Wikipedia, 2021).
Studi kasus Relasi dagang Indonesia – Jepang pada produk Toyota pasca
kesepakatan IJEP
Pada kasus ini Indonesia memiliki ketergantungan ekonomi yang sangat tinggi
di sektor ekonomi, melalui perusahaan Toyota. Ketergantungan ini tidak hanya
terhadap perusahaan, tetapi juga terhadap Jepang sebagai sebuah negara.
Sementara itu, di tengah ketergantungan tersebut, kesepakatan IJEPA memiliki
beberapa masalah yang berimplikasi negative dengan keuntungan sepihak dari
korporasi Jepang, penurunan tarif bea masuk 0%, daya saing produk Indonesia
yang lemah sehingga jepang memproteksi diri. Diketahui bahwa tawaran
Jepang melalui program MIDEC dalam bentuk transfer teknologi belum
menunjukkan keseriusan.. MIDEC merupakan kompensasi bagi industry
domestic agar mampu memberikan peran dalam mendorong kegiatan
domestiknya. Sayangnya Jepang tidak menunjukkan keseriusannya dalam
transfer sector otomotif. Realitasnya Indonesia dalah dalam proses
implementasi kebijakan dan Jepang dianggap tidak patuh, kerena bisa jadi
Jepang menerapkan diplomasi ekonomi “ Kiken kaiki” yaitu diplomasi
menghindari resiko akibat pertimbangan sepihak dalam menilai dampak dan
keuntungannya bagi Jepang (Blaker, 1977). Alhasil, negosiasi kesepakatan
untuk mengimplementasikannya dapat dianggap sebagai kegagalan (Arifin
Rivai, 2017).
32
pembeli domestik. Arus harga buah di Indoensia juga dipengaruhi oleh harga
domestic, jika harga buah dunia tinggi, maka Indonesia akan mengeksport buah
begitu pula sebaliknya. Sehingga impor kebijakan ISI akan berpengaruh
negative dan kebijakan AFTA berpengaruh positif terhadap produksi buah
lokal tahunan, produksi saat ISI (Industrialisasi Subtitusi Impor) lebih tinggi
dibanding tahun setelaahnya, sawo merupakan buah yang dipengaruhi adaanya
impor dan dampaak perdagangan bebas (Permana & Sukadana, 2012).
Teori proses adalah sistem ide yang menjelaskan bagaimana suatu entitas
berubah dan berkembang. Teori proses sering dikontraskan dengan teori
varians, yaitu sistem ide yang menjelaskan varians dalam variabel dependen
berdasarkan satu atau lebih variabel independen. Teori proses fokus pada
bagaimana sesuatu terjadi.
PRINCIPLES IN THE
ARC OF PROCESS
Teori ini melibatkan prinsip ekonomi yang paling mendasar, yaitu hubungan
antara harga barang-dagangan dan harga (atau upah atau sewa) dari faktor-
faktor produktif yang digunakan untuk memproduksinya dan juga hubungan
antara harga output dan faktor-faktor produktif, dan jumlah output serta faktor-
faktor produktif yang diproduksi.
34
paling menguntungkan, berkaitan dengan apa yang disebut maksimalisasi laba
jangka panjang.
Ringkasan
Eksternalitas adalah biaya atau manfaat yang timbul dari kegiatan atau
transaksi tertentu yang dibebankan atau diberikan ke berbagai pihak yang tidak
terlibat pada transaksi atau kegiatan tersebut. Eksternlitas merupakan bentuk
pengaruh dan aktivitas-aktivitas prduksi dan konsumsi yang tidak secara
langsung terrefleksi di dalam pasar. Eksternalitas mempengaruhi
perkembangan aktivitas ekonomi masing-masing pelaku ekonomi, yang pada
akhirnya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Tugas
35
4. Jelaskan dan analisis kasus teori proses vs teori produk?
Praktikum
Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,
mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Bagaimana teori perencanaan proyek digunakan dalam penyelesaian kasus
tersebut?
2. Jelaskan penyelesaian kasus dengan mempertimbangkan teori ekternalitas
lintas batas dan kepentingan global untuk menghasilkan keputusana yang
paling optimal?
3. Coba Anda seelesaaikan kasus tersebut dengan teori kompetisi industri?
Apa kelemahan dan kelebihannya?
4. Jelaskan perbedaan penyelesaian kasus tersebut dengan teori proses dan
teori produk?
Daftar Pustaka
36
Sawitri, Dyah. Ekonomi Mikro Dan Implementasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014.
Setiawan, Lilik, and Stie Dharmaputra Semarang. 2018. “ANALISIS
PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI DENGAN METODE
STATISTICAL QUALITY CONTROL PADA PT.ESTWIND
MANDIRI SEMARANG Lilik Setiawan* & Ida Martini Alriani**
STIE Dharmaputra Semarang,” no. 44.
Setiawati, Fitria, Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan, D A N Ilmu, and
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014. “Di Susun Oleh : FITRIA
SETIAWATI ( A 210100137 ).”
37