Anda di halaman 1dari 372

Buku Ajar

BISNIS INTERNASIONAL

oleh:

Dr. NURLIZA
NIP. 197507292002122001

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
MEI 2022
i
ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin dan
ridho-Nya dapat menyelesaikan buku ajar “Bisnis Internasional” yang dikemas
secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar
yang spesifik. Buku ini juga memuat tujuan, materi/substansi, dan evaluasi
yang bersifat mandiri, sehingga pembaca dapat memahami dengan kecepatan
masing-masing. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang terkait dan diberkahi oleh Allah SWT.

Pontianak, Maret 2022


Ketua Penulis

Dr. Nurliza
NIP. 197507292002122001

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DESKRIPSI

BAB 1. Teori Dasar Perdagangan


1.1. Pengantar Sistem Perdagangan Dunia
1.2. Keunggulan Komparatif
1.2.1. Keuntungan Perdagangan
1.2.2. Ketentuan Perdagangan.
1.2.3. Beberapa Mitos Umum
1.3. Faktor Mobilitas Dan Distribusi Pendapatan
1.3.1. Model Faktor Spesifik
1.4. Memprediksi Pola Perdagangan
1.4.3. Sumberdaya: Model Heckscher-Ohlin
1.4.4. Model Perdagangan Standar
1.4.5. Skala Ekonomi dan Persaingan Tidak Sempurna
Ringkasan
Tugas
Praktikum
Daftar Pustaka

BAB 2. Pasar Tenaga Kerja Global


2.1. Pendahuluan
2.2. Globalisasi dan Imigrasi: Efisiensi, Pemerataan dan Pengukurannya
2.3. Fenomena Outsourcing
Ringkasan
Tugas
Praktikum
Daftar Pustaka

BAB 3. Kebijakan Komersial


3.1. Kasus Negara Kecil: Implikasi Ekonomi Dari Tarif Dan Kuota.
3.1.1. Efek Kesejahteraan Kebijakan Komersial
3.1.2. Tujuan Non-Ekonomi
3.1.3. Proposisi Kesetaraan Tarif
3.1.4. Pengukuran Biaya
3.1.5. Perlindungan yang Efektif
3.1.6. Peran Ketidakpastian
3.2. Prinsip Kebijakan "Optimal"
3.2.1. Eksternalitas dan Hierarki Kebijakan
3.2.2. Tarif untuk Pendapatan Pemerintah
3.2.3. Kasus Negara Besar: Tarif Optimal
3.2.4. Perlindungan Industri Infant
3.3. Kebijakan Perdagangan Strategis
3.3.1. Skala Ekonomi dan Sektor "Strategis".
ii
3.3.2. Duopoli dan Pendekatan Teori Permainan Lainnya.
3.3.3. Permasalahan Kebijakan Perdagangan Strategis
Ringkasan
Tugas
Praktikum
Daftar Pustaka

BAB 4. Distribusi Pendapatan dan Kebijakan Perdagangan


4.1. Kepedulian Sosial: Fungsi Kesejahteraan Sosial
4.2. Rent-Seeking
4.3. Kepentingan Pribadi dan Peran Kelompok Kepentingan
4.4. Teori Kebijakan Endogen
Ringkasan
Tugas
Praktikum
Daftar Pustaka

BAB 5. Tugas Anti-Dumping Dan Countervailing


5.1. Industri yang Menurun dan Kebijakan Industri
5.2. Lingkungan Hukum dan Perlindungan
Ringkasan
Tugas
Praktikum
Daftar Pustaka

BAB 6. WTO, Standar, dan Lingkungan


6.1. Pendahuluan
6.2. Eksternalitas Lintas Batas dan Kepentingan Bersama Global
6.3. Persaingan Industri untuk Proses Vs. Produk
Ringkasan
Tugas
Praktikum
Daftar Pustaka

iii
DESKRIPSI

Buku Strategi Bisnis: Pengambilan Keputusan Strategis yang mencakup 6


(enam) bab sebagai berikut: Bab 1. Teori Dasar Perdagangan; Bab 2. Pasar
Tenaga Kerja Global; Bab 3. Kebijakan Komersial; Bab 4. Distribusi
Pendapatan dan Kebijakan Perdagangan; Bab 5. Tugas Anti-Dumping dan
Countervailing; Bab 6. WTO, Standar, dan Lingkungan.

BAB 1. Teori Dasar Perdagangan mencakup Pengantar Sistem Perdagangan


Dunia; Keunggulan komparatif; Faktor mobilitas dan distribusi pendapatan;
dan Memprediksi pola perdagangan.

BAB 2. Pasar Tenaga Kerja Global mencakup Pendahuluan; Globalisasi dan


Imigrasi: Efisiensi, Pemerataan dan Pengukurannya; dan Fenomena
Outsourcing.

BAB 3. Kebijakan Komersial mencakup Kasus negara kecil: implikasi


ekonomi dari tarif dan kuota; Prinsip kebijakan "optimal"; Kebijakan
Perdagangan Strategis.

BAB 4. Distribusi Pendapatan dan Kebijakan Perdagangan mencakup


Kepedulian Sosial: fungsi kesejahteraan sosial; Rent-Seeking; Kepentingan
pribadi dan peran kelompok kepentingan; Teori Kebijakan Endogen.

BAB 5. Tugas Anti-Dumping dan Countervailing mencakup Industri yang


menurun dan kebijakan industri; dan Lingkungan hukum dan Perlindungan

BAB 6. WTO, Standar, dan Lingkungan mencakup Pendahuluan; Eksternalitas


lintas batas dan kepentingan bersama global; dan Persaingan Industri untuk
Proses vs. Produk.

iv
v
BAB 1
TEORI DASAR PERDAGANGAN

Bab Teri Dasar Perdagangan menguraikan tentang mencakup Pengantar Sistem


Perdagangan Dunia; Keunggulan komparatif; Faktor mobilitas dan distribusi
pendapatan; dan Memprediksi pola perdagangan.

Tujuan kegiatan belajar adalah mampu memahami dan menjelaskan konsep


Sistem Perdagangan Dunia; Keunggulan komparatif; Faktor mobilitas dan
distribusi pendapatan; dan Memprediksi pola perdagangan.

1.1. Pengantar Sistem Perdagangan Dunia

Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang terjadi dalam skala global dan
dapat mengubah berbagai aspek seperti aspek ekonomi, politik, sosial, budaya,
teknologi dan lain-lain. Globalisasi diharapkan mampu membawa perubahan
positif bagi pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat baik di negara maju maupun negara sedang
berkembang. Salah satu contoh keberhasilan globalisasi adalah negara sedang
berkembang yang berhasil membawa kemajuan dan kesejahteraan melalui
momentum globalisasi seperti halnya China, India, Brazil dan Korea Selatan.
Namun dalam beberapa dekade terakhir, globalisasi dianggap oleh beberapa
kalangan sebagai arena baru persaingan antara negara maju dan negara sedang
berkembang. Hal ini dilihat dari globalisasi yang terjadi di negara sedang
berkembang yang terus mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
globalisasi yang terjadi di negara maju. Hal ini terjadi karena adanya upaya
dari negara maju untuk masuk kedalam pasar negara sedang berkembang,
apabila hal ini terjadi, maka secara otomatis negara tersebut harus
meliberalisasikan pasarnya atau menganut sistem pasar bebas. Sistem ini
nantinya akan diimplementasikan melalui prinsip invisible hand yaitu prinsip
yang percaya bahwa pasar memiliki mekanisme sendiri dalam menyelesaikan
persoalan dan prinsip non-intervensi dari pemerintah yaitu adaya larangan bagi
pemerintah untuk melakukan campur tangan didalam kegiatan perdagangan.
1
Dampak negatif lainnya yang muncul karena adanya globalisasi adalah
fenomena failed state di Somalia, Zimbabwe dan Timor Leste. Hal ini telah
menunjukan bahwa globalisasi menyebabkan kemiskinan semakin meluas dan
adanya kesenjangan antara negara maju dan negara sedang berkembang.
Dampak positif dan negatif yang muncul karena adanya globalisasi kemudian
membagi kubu-kubu yang ada dalamnya. David Held membagi tiga kubu
dalam globalisasi, yaitu hyperglobalist, sceptic-globalist, dan
transformasionalist (David held, 1999).

Fenomena globalisasi juga ditunjukan dengan lahirnya institusi/lembaga


ekonomi politik internasional dalam bidang perdagangan seperti World Trade
Organization (WTO). WTO dibentuk pada 1 Januari 1995 dan merupakan
kelanjutan dari rezim General Agreement on Tariffs dan Trade (GATT). WTO
sebagai organisasi perdagangan internasional memiliki tujuan yaitu mengatur
jalannya perdagangan dunia agar dapat menjadikan perdagangan bebas yang
berdampak positif bagi seluruh negara anggota. Di mana institusi ini mengatur
tiga bidang yaitu, perdagangan barang (trade in goods), perdagangan jasa (trade
in services) dan HAKI terkait perdagangan (trade related intellectual property
right). Salah satu syarat keanggotaan dalam institusi ini adalah
pengimplementasian Washington Consensus (Amelia, 2012), di mana pasar
bebas berinteraksi tanpa adanya intervensi dari pemerintah, prinsip
transparansi, dan non-diskriminasi diantara negara anggota (Sasmita, 2015).

Perdagangan internasional sebagai mesin penggerak perekonomian nasional


cukup besar. Menurut Salvatore (2007), salah satu aktivitas perekonomian
yang tidak dapat dilepaskan dari perdagangan internasional adalah aktivitas
aliran modal, baik yang sifatnya masuk maupun keluar, dari suatu negara.
Ketika terjadi aktivitas perdagangan internasional berupa kegiatan ekspor dan
impor maka besar kemungkinan terjadi perpindahan faktor-faktor produksi dari
negara eksportir ke negara importir yang disebabkan oleh perbedaan biaya
dalam proses perdagangan internasional. Salvatore (2007) juga menyatakan
bahwa secara umum, sebuah negara tidak boleh hanya berekspektasi pada
perdagangan internasional, khususnya ekspor sebagai satu-satunya mesin

2
penggerak pertumbuhan ekonomi pada masa sekarang. Kinerja perdagangan
Indonesia yang semakin menurun, terlihat dari surplus neraca perdagangan
yang semakin menurun (defisit) dari tahun ke tahun patut diwaspadai
pemerintah.

Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak selamanya keuntungan dapat diperoleh


dari aktivitas perdagangan, sehingga pemerintah harus mulai memikirkan
alternatif lain guna menutupi kekurangan yang ada. Salah satu usaha yang
dapat dilakukan pemerintah adalah menarik investor asing untuk menanamkan
modalnya (Fitriani, 2014).

Industrialisasi dan kegiatan ekspor dan impor antar negara di seluruh dunia
merupakan suatu keharusan di era globalisasi ini, bagaimana kepentingan profit
oriented menjadi tujuan utama dengan mengesampingkan aspek-aspek lain
yang sebenarnya berimplikasi lebih besar dalam kehidupan manusia. Salah
satu dari fungsi perdagangan internasional adalah menciptakan kesejahteraan
sosial umat manusia, itu artinya bahwa ada misi sosial dari diterapkannya
sistem perdagangan internasional itu sendiri (Rao, 2000: 3).

Dalam agenda perdagangan internasional, hal yang perlu diperhatikan adalah


bahwa pasca Uruguay Round 1994 yang ditandai dengan established organisasi
perdagangan internasional (World Trade Organization (WTO)) di mana hal
tersebut menjadikan batasan-batasan perjanjian internasional dalam hal
perdagangan telah dirubah secara radikal sehingga prinsip kedaulatan yang
diakui dalam perjanjian Westphalia dulu mulai bergeser. Itu semua berganti
dengan standar-standar yang dibuat WTO yang notabene negara-negara dengan
hasrat penguasaan atas perdagangan internasional dengan menutup akses untuk
menciptakan keadilan dan demokratisasi perdagangan internasional atau secara
keras dapat dikatakan regulasi ini hanya sekedar monopoli dari negara maju
dengan didukung analisis dari ilmuwan, politisi, dan pelaku usaha, prinsip
musyawarah negara-negara anggota tidak seberapa penting untuk diperhatikan
(Wicaksana Prakasa, 2018).

3
Sebagian besar negara sedang berkembang melakukan perdagangan
internasional dengan tujuan untuk meningkatkan akumulasi kapital yang
nantinya dapat digunakan untuk mengimpor barang-barang kapital dan barang
lain yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Pelaksanakan perdagangan
internasional memerlukan kebijakan yang diadopsi dari teori-teori perdagangan
internasional. Penentuan kebijakan atau kombinasi kebijakan dalam kaitannya
dengan pembangunan ekonomi disebut dengan Strategi Pembangunan. Strategi
pembangunan tersebut akan menentukan instrumen-instrumen apa yang akan
digunakan dalam pelaksanaan suatu kebijakan.

Teori Big Push bertitik tolak dari kondisi perekonomian negara sedang
berkembang yang mengalami stagnasi. Hal itu tercermin pada kondisi pasar
yang tidak sempurna. Akibatnya, investasi pada negara sedang berkembang
mengandung resiko yang relatif besar karena adanya unsur ketidakpastian.
Sehingga investor dalam melakukan investasi cenderung “terpecah” dan dalam
skala yang kecil, hal ini mengakibatkan perekonomian tidak mampu keluar dari
kondisi stagnasi. Untuk mengatasinya diperlukan investasi dalam skala yang
besar dan pada berbagai bidang yang beragam. Hal itu merupakan faktor
pendorong yang besar (big push) untuk mengatasi masalah stagnasi.

Konsep big push theory dan balance growth, bukan tanpa kelemahan.
Permasalahan yang muncul, bahwa investasi dalam skala besar yang digunakan
untuk proses pembangunan harus tersedia pada waktu yang sama. Bagi negara
sedang berkembang, kondisi seperti itu sulit dipenuhi mengingat investasi
diperoleh dari tabungan masyarakat (dalam negeri) dimana tingkat pendapatan
masyarakat masih rendah, sehingga kemampuan menabung juga rendah.
Langkah yang ditempuh oleh negara sedang berkembang dengan
mendatangkan modal dari luar negri baik berupa investasi langsung atau
berupa pinjaman. Tetapi pengalaman empiris menunjukkan bahwa pengerahan
dana dari luar negeri akan mendatangkan masalah tersendiri dan sangat rumit.
(Santosa, 2006).

4
Pada 1940-an, perwakilan dari pemerintah Amerika telah bertemu beberapa
kali dengan perwakilan dari negara-negara besar lainnya untuk merancang
sebuah sistem perdagangan internasional pasca perang yang akan paralel
dengan sistem moneter internasional. Pertemuan-pertemuan ini memiliki dua
tujuan: 1) untuk menyusun sebuah piagam untuk ITO dan 2) untuk
bernegosiasi substansi perjanjian ITO, khusus, aturan yang mengatur
perdagangan internasional dan pengurangan tarif. Meskipun piagam dirancang,
Kantor Pajak tidak pernah muncul menjadi ada. Pada tahun 1948, dukungan
untuk belum organisasi internasional lain telah memudar di Kongres AS.
Tanpa partisipasi Amerika, lembaga akan telah sangat lemah dan, dalam acara
tersebut, upaya untuk menciptakan sebuah organisasi untuk mengelola masalah
yang berkaitan dengan perdagangan internasional ditinggalkan.

Namun, meskipun Kongres AS tidak akan mendukung lembaga internasional


lain, pada tahun 1945 telah diberikan presiden AS kewenangan untuk
menegosiasikan perjanjian yang mengatur perdagangan internasional dengan
memperluas 1934 Reciprocal Trade Agreements Act. Hal ini menyebabkan
pembentukan GATT (GATT) pada tahun 1947-perjanjian dimana 23 negara
anggota sepakat untuk satu set aturan untuk mengatur perdagangan dengan satu
sama lain dan dipelihara tarif impor dikurangi untuk anggota lain. Perjanjian
tidak menyediakan lembaga formal, tetapi Sekretariat GATT kecil, dengan
aparat kelembagaan yang terbatas, akhirnya bermarkas di Jenewa untuk
mengelola berbagai masalah dan keluhan yang mungkin timbul di antara
anggota (Crowley, 2003).

1.2. Keunggulan Komparatif

Bisnis internasional dilakukan karena dua alasan utama, yaitu berdagang


karena memiliki perbedaan dan berdagang untuk mencapai skala ekonomis
(economies of scale). Masing-masing alasan mengarah pada keuntungan
perdagangan (gains from trade). Keunggulan komparatif sebagai konsep dasar
dalam analisis untuk membantu memahami bagaimana perbedaan-perbedaan
antar Negara memberi peluang bagi terjadinya perdagangan dan mengapa
perdagangan saling menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat. Model
5
keunggulan komparatif yang didasarkan pada perbedaan teknologi di berbagai
Negara dikenal sebagai Model Ricardian.

Untuk memperkenalkan peranan keunggulan komparatif dalam pola


perdagangan, ditentukan batas kemungkinan produksi (production possibility
frontier) yang hanya memiliki satu faktor produksi, yaitu tenaga kerja. Selain
itu, menggambarkan trade-off yang dihadapi hanya menghasilkan dua barang.
Ini menunjukkan jumlah maksimum satu barang yang dapat diproduksi untuk
setiap produksi yang lain.

Quantity of Wine

Layak dan efisien Tidak layak


dalam produksi

Layak tapi
tidak efisien

Quantity of Cheese

Gambar 1 Batas Kemungkinan Produksi

Pada Gambar 1, batas kemungkinan produksi (BKP) digambarkan garis PF


menunjukkan jumlah maksimal wine yang dapat diproduksi jika sudah
menentukan jumlah cheese yang diproduksi; atau sebaliknya.

Jika hanya terdapat satu faktor produksi maka BKP berbentuk garis lurus yang
dirumuskan sebagai Qw menunjukkan produksi wine dan Qc menunjukkan
produksi cheese. Dengan demikian, tenaga kerja yang digunakan yaitu α_LW
Q_W (tenaga kerja untuk menghasilkan wine) dan α_LC Q_C (tenaga kerja
untuk menghasilkan cheese. BKP ditentukan oleh sumberdaya yang tersedia di
dalam perekonomian. Dalam hal ini sumberdaya adalah tenaga kerja yang
dilambangkan dengan L (jumlah tenaga kerja). Maka batas-batas produksi
dapat dirumuskan dalam bentuk ketidaksamaan berikut:

6
(1)

Biaya pengorbanan (opportunity cost) wine pada cheese adalah jumlah cheese
yang dapat diproduksi dengan sumber daya yang sama dengan jumlah wine
yang diberikan (mengorbankan sumberdaya wine). Dengan begitu, suatu
negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan barang, jika
biaya pengorbanan menghasilkan barang lain lebih rendah di negara itu
daripada di negara lain.

Misalkan di Belanda 1 tong wine dapat diproduksi dengan sumber daya yang
sama dengan 100 kg cheese. Sedangkan di Perancis 1 tong wine dapat
diproduksi dengan sumber daya yang sama dengan 30 kg cheese. Contoh ini
mengasumsikan bahwa pekerja Perancis kurang produktif daripada pekerja
Belanda.

Jika masing-masing negara mengkhususkan diri dalam produksi barang dengan


biaya pengorbanan yang lebih rendah, perdagangan dapat bermanfaat bagi
kedua negara. Wine memiliki biaya peluang yang lebih rendah di Perancis.
Cheese memiliki biaya peluang yang lebih rendah di Belanda. Manfaat dari
perdagangan dapat dilihat dengan mempertimbangkan perubahan dalam
produksi wine dan cheese di kedua negara.

Wine (Tong) Cheese (Kg)


Belanda -1 +100
Perancis +1 -30
Total 0 +70

Tabel 1 Perubahan Hipotetis dalam Produksi

Contoh pada Tabel 1 menggambarkan prinsip keunggulan komparatif. Jika


setiap negara mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif (biaya
peluang yang lebih rendah), maka pada dasarnya semua negara dapat
memperoleh keuntungan dari perdagangan (Krugman & Obstfeld, 2003).

Teori keunggulan komparatif Ricardo menunjukkan bahwa negara-negara


harus berspesialisasi dalam produksi barang-barang yang mereka hasilkan

7
paling efisien dan membeli barang-barang yang mereka hasilkan kurang efisien
dari negara lain, bahkan jika ini berarti membeli barang-barang dari negara lain
yang dapat mereka hasilkan dengan lebih efisien di rumah.

Bagaimana Teori Keuntungan Komparatif Bekerja? Teori ini berasumsi dengan


adanya dua Negara yang saling melakukan perdagangan. Asumsi tersebut
dicontohkan dengan Negara Ghana dan Korea Selatan.

Ghana lebih efisien dalam produksi kakao dan beras. Negara tersebut
dibutuhkan 10 sumber daya untuk menghasilkan satu ton kakao, dan 13 1/3
sumber daya untuk menghasilkan satu ton beras. Jadi, Ghana dapat
menghasilkan 20 ton kakao dan tidak ada beras, 15 ton beras dan tidak ada
kakao, atau kombinasi keduanya.Sedangkan Korea Selatan, dibutuhkan 40
sumber daya untuk menghasilkan satu ton kakao dan 20 sumber daya untuk
menghasilkan satu ton beras. Jadi, Korea Selatan dapat menghasilkan 5 ton
kakao dan tanpa beras, 10 ton beras dan tanpa kakao, atau kombinasi
keduanya.

Dengan adanya perdagangan internasional, Ghana dapat mengekspor 4 ton


kakao ke Korea Selatan dengan imbalan 4 ton beras. Ghana masih akan
memiliki 11 ton kakao, dan 4 ton beras tambahan. Korea Selatan masih
memiliki 6 ton beras dan 4 ton kakao.

Jika masing-masing negara mengkhususkan diri dalam produksi barang yang


memiliki keunggulan komparatif dan memperdagangkan yang lain, kedua
negara akan memperoleh keuntungan. Teori keunggulan komparatif
memberikan alasan kuat untuk mendorong perdagangan bebas (Hill, 2010).

8
Gambar 2 Keuntungan Komparatif dan Keuntungan dari Perdagangan Ghana dan
Korea Selatan

"Sebuah negara yang memiliki kerugian absolut dalam produksi dua barang
dibandingkan dengan negara lain, memiliki keunggulan komparatif dalam
menghasilkan barang di mana kerugian absolutnya lebih kecil." (Teori
keunggulan komparatif ditunjukkan oleh Ricardo pada tahun 1817).

NEGARA
Indonesia Nigeria Total
KOMODITAS

Textil (bal) 30 60 90

Kedelai (ton) 40 50 90

Tabel 2 Produksi Textil dan Kedelai

Nigeria memiliki keunggulan absolut (absolute advantage) pada textil dan


kedelai, namun Indonesia masih mempunyai keuntungan/biaya relatif (relative
advantage/cost) dalam memproduksi kedelai.

Jika masing-masing negara mengkhususkan diri, maka untuk 2 unit dalam


spesialisasi, hasilnya adalah sebagai berikut:

9
NEGARA
Indonesia Nigeria Total
KOMODITAS

Textil (bal) 0 120 120

Kedelai (ton) 80 0 80

Tabel 3 Spesialisasi Produksi Textil dan Kedelai

Jika masing-masing setuju dengan exchange rate 1 bal textil ditukar dengan 1
ton kedelai, masing-masing akan mendapat keuntungan dari pertukaran dan
spesialisasi.

Indonesia Nigeria

Textil 40 80

Kedelai 40 40

Tabel 4 Ketentuan Perdagangan (Rasio Harga Internasional)

Tetapi Nigeria akan tetap ada kelebihan textil dan 1 ton lebih sedikit kedelai.
Sedangkan Indonesia mendapat textil lebih serta kedelai dalam jumlah sama.

Indonesia Nigeria

Textil 40 60

Kedelai 40 60

Tabel 5 Hasil Akhir

Indonesia Nigeria

Textil 10

Kedelai 10

Tabel 6 Keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan

Dua grafik berikut menggambarkan perbatasan kemungkinan produksi


Indonesia dan Nigeria menggunakan biaya konstan untuk kesederhanaan.

10
Kurva ini, tanpa adanya perdagangan, juga menggambarkan kemungkinan
kombinasi barang untuk konsumsi (Ball, McCulloch, Frantz, & Minor, 2005).

Textil

120

60

50 120 Kedelai
Gambar 3 Perbatasan Kemungkinan Produksi (Nigeria)

Textil

80

30

40 80 Kedelai

Gambar 4 Perbatasan Kemungkinan Produksi (Nigeria)

Apa keunggulan pesaing (competitive advantage) Berlian Porter (Porter’s


Diamond)? Michael Porter mencoba menjelaskan mengapa suatu negara
mencapai kesuksesan internasional dalam industri tertentu dan
mengidentifikasi empat atribut yang mempromosikan atau menghambat
penciptaan keunggulan kompetitif.

1. Faktor pendukung - posisi suatu negara dalam faktor-faktor produksi


yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu
- Dapat mengarah pada keunggulan kompetitif.
11
- Dapat berupa dasar (sumber daya alam, iklim, lokasi) atau
lanjutan (tenaga kerja terampil, infrastruktur, pengetahuan
teknologi).
2. Kondisi permintaan - sifat permintaan rumah untuk produk atau
layanan industry
- Mempengaruhi pengembangan kemampuan.
- Pelanggan yang canggih dan menuntut menekan perusahaan
untuk menjadi kompetitif.
3. Menghubungkan dan mendukung industri - ada atau tidaknya industri
pemasok dan industri terkait yang berdaya saing internasional
- Dapat meluap dan berkontribusi ke industri lain.
- Industri yang sukses cenderung dikelompokkan dalam
kelompok di negara-negara.
4. Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan - kondisi yang mengatur
bagaimana perusahaan diciptakan, diorganisir, dan dikelola, dan sifat
persaingan domestik
- Ideologi manajemen yang berbeda mempengaruhi
pengembangan keunggulan kompetitif nasional
- Persaingan domestik yang kuat menciptakan tekanan untuk
berinovasi, meningkatkan kualitas, mengurangi biaya, dan
berinvestasi dalam meningkatkan fitur-fitur canggih (Hill,
2010).

12
Strategi, Struktur,
dan Persaingan

Kondisi Faktor Kondisi


Permintaan

Industri Terkait
dan Pendukung

Gambar 5 Diamond Porter

Suatu Negara memiliki keunggulan kompetitif jika mampu menciptakan nilai


ekonomi lebih dari pesaing marginal di pasar produknya. Juga Barney (1991)
mengidentifikasi empat jenis sumber daya (Barney & Clark, 2014) :

1. Sumber daya modal fisik


2. Sumber daya modal finansial
3. Sumber daya modal manusia
4. Sumber daya modal organisasi

Keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat persaingan. Ada juga


yang mengatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang
dimiliki oleh organisasi/ perusahaan/ Negara, dimana keunggulannya
dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi/ perusahaan/
Negara lainnya, untuk mendapatkan sesuatu. Sedangkan keunggulan
komparatif adalah suatu keunggulan yang dimiliki oleh suatu organisasi/
perusahaan/ Negara untuk dapat membandingkannya dengan yang lainnya.
Dengan mengacu arti tersebut, berarti keunggulan komparatif, adalah
keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi/ perusahaan/ Negara
yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan atau perpaduan keuanggulan
beberapa organisasi/ perusahaan/ Negara untuk mencapai tujuan bersama
(Hidayaters, 2008).

13
1.2.1. Keuntungan Perdagangan

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk


suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah
suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasiona.
Ketergantungan Indonesia pada perdagangan internasional sebagai mesin
penggerak perekonomian nasional cukup besar. Salah satu aktivitas
perekonomian yang tidak dapat dilepaskan dari perdagangan internasional
adalah aktivitas aliran modal, baik yang sifatnya masuk maupun keluar, dari
suatu negara. Ketika terjadi aktivitas perdagangan internasional berupa
kegiatan ekspor dan impor maka besar kemungkinan terjadi perpindahan
faktor-faktor produksi dari negara eksportir ke negara importir yang
disebabkan oleh perbedaan biaya dalam proses perdagangan internasional
(Suci, 2014).

Manfaat perdagangan internasional sebagai berikut.

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri


Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di
setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi,
iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya
perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi
kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi Sebab utama kegiatan
perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang
diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara
tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
14
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan Terkadang, para
pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya)
dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan
produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual
kelebihan produk tersebut keluar negeri.
4. Transfer teknologi modern Perdagangan luar negeri memungkinkan
suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien
dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
5. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.
6. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut.
7. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga
kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya
perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
8. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
9. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain.
10. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia
dapat hidup sendiri.

Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa pihak yang saling


berkaitan. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan export dan import ini
melakukan perdagangan untuk memperoleh manfaat dalam setiap kegiatannya.
Tidak seperti perdagangan domestik, perdagangan internasional sangatlah
rumit. Dalam setiap kegiatannya satu pihak memerlukan bantuan pihak lainnya
untuk pelaksanaan prosesnya. Dan semua pihak perlu memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perdagangan internasional. Dalam
perdagangan internasional (export dan import), kebijaksanaan ekonomi
pemerintah suatu negara sangat mempengaruhi arah serta hasil dari prosesnya.
Salah satu bentuk dari kebijakan perdagangan internasional adalah penentuan
15
tarif terhadap berbagai komoditi yang diperdagangkan. Untuk itulah diperlukan
kerja sama yang saling menguntungkan antara beberapa pihak yang terlibat di
dalamnya.

David Ricardo mengungkapkan bahwa perdagangan antar dua negara akan


terjadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif yang terkecil untuk
jenis barang yang berbeda. Jadi teori David Ricardo ini lebih difokuskan pada
Cost Comparative Advantage, dimana perbandingan biaya relatif dalam
memproduksi suatu barang menjadi dasar terjadinya perdagangan antar negara,
sehingga dalam hal ini biaya absolut menjadi tidak relevan sebagai satu-
satunya penyebab terjadinya perdagangan antar Negara. Perkembangan
globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa terakhir telah
menyebabkan berbagai perubahan yang fundamental dan tatanan
perekonomian dunia baik sector keuangan maupun perdagangan. Perubahan
tersebut khususnya di bidang perdagangan telah mendorong sebagian besar
negera di dunia ini untuk melakukan perdagangan internasional. Dalam tataran
multilateral beberapa kesepakatan penting antara lain adalah GATT pada tahun
1947, yang diikuti dengan berbagai putaran perundingan dalam kerangka
GATT dan putaran perundingan yang di sebut Uruguay Round berhasil
membentuk Word Trade Organization (WTO) untuk membangun sistem
perdagangan multilateral yang terintegrasi, viable dan bertahan lama. Seagai
pelaksana dari kebijakan liberalism ekonomi pemerintah sejak tahun 1980-an
mulai meribealismekan dan menderegulasikan kebijakan perdagangan dan
investasi. Dalam periode 1986-1990, tidak kurang dari 20 paket kebijakan
liberalisasi perdagangan dan investasi dikeluarkan. Indonesia bahkan
merupakam satu satunya Negara di kawasan Asia Timur yang memulai
program liberalisasi ekonomi dengan liberalisasi rezim devisa.

Keputusan negara untuk terlibat dalam kerjasama perdagangan bebas, baik itu
dalam bilateral, kawasan, ataupun multilateral, pada dasarnya ialah untuk
kepentingan ekonomi negaranya seperti meningkatkan pendapatan nasional,
memperluas pasar, dan sebagainya. Namun di luar kepentingan ekonomi
tersebut, suatu negara memutuskan untuk turut serta dalam kerjasama

16
perdagangan bebas cenderung disebabkan oleh karena adanya rasa
kekhawatiran menjadi yang terbelakang dibandingkan dengan negara kawasan
atau negara lainnya sehingga, negara tersebut memutuskan untuk terlibat dalam
kerjasama perdagangan bebas. Selain itu, keputusan negara untuk terlibat
dalam kerjasama perdagangan bebas juga dipengaruhi oleh mitra dagang atau
partner dengan siapa negara atau kawasan tersebut akan melakukan kerjasama
perdagangan. Kondisi ini merupakan salah satu alasan utama negara untuk
terlibat suatu bentuk kerjasama, dalam hal ini ialah kerjasama perdagangan.
Karena secara alamiah, semakin menjajikannya mitra dagang kerjasama,
diyakini akan semakin menguntungkan pihak-pihak yang terlibat

1.2.1.1. Dinamika Ekonomi Indonesia dan China

Menempati posisi ke-6 terbesar diantara negara-negara berkembang dan posisi


ke-5 tercepat dalam pertumbuhan diantara negara-negara G20 pada tahun 2010,
saat ini Indonesia tidak diragukan lagi merupakan salah satu negara
berkembang dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Secara
demografis Indonesia termasuk negara kepualauan yang wilayahnya luas dan
memiliki jumlah penduduk yang besar. Selain itu, Indonesia juga merupakan
negara yang memiliki sumber daya alam melimpah. Dua hal tersebut pada
dasarnya mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia sendiri.
Jumlah penduduk yang besar serta sumber daya alam yang melimpah
merupakan keuntungan tersendiri bagi Indonesia dalam mejalin kerjasama
dengan negara asing. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri
cenderung tergolong meningkat. Pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi
Indonesia tercatat mengalami kenaikan yang pesat sebesar 5.1 persen jika
dibandingkan dari tahun 1998 yang bahkan mencapai titik minus 13.1 persen.
Sementara itu, di tahun 2008, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia
diproyeksikan sebesar 6.4 persen. Indonesia sendiri saat ini menempati posisi
kedua dengan angka pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia setelah China.
Kondisi ini banyak dinilai oleh pengamat ekonomi sebagai salah satu bentuk
dari „emerging market‟ Indonesia. Hal tersebut dikarenakan konsistensi
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada diatas enam persen. Baiknya
pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut dianggap sebagai salah satu bentuk
17
keberhasilan Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi saat ini. Ketika
negara-negara maju lainnya mengalami penurunan dalam tingkat pertumbuhan
ekonomi, Indonesia sebaliknya, berhasil meningkatkan perekonomian
negaranya. Pernyataan ini diungkapkan secara langsung oleh Riccardo Monti,
Presiden Lembaga Promosi Perdagangan Italia . Istilah emerging market yang
diberikan kepada Indonesia tentunya disebabkan oleh berbagai macam
keberhasilan yang diperoleh Indonesia dalam usahanya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara. Negara ini dinilai memiliki daya tarik yang luar
biasa dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Indonesia yang
kini menjadi negara tujuan utama bagi negara asing dalam mengembangkan
lingkungan bisnis akan memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia
dalam meningkatkan perekonomiannya kedepan. Selain dengan adanya
peningkatan jalinan kerjasama dengan negara asing tersebut, faktor domestik
juga mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia. Faktor domestik
tersebut berupa sumber daya alam yang dimiliki melimpah, pengelolaan
ekonomi yang pruden, meningkatnya jumlah kelas ekonomi mengenah ke atas,
besarnya konsumsi domestik yang dipengaruhi oleh sifat konsumtif penduduk
Indonesia, serta jumlah penduduk yang kurang lebih mencapai 240 juta jiwa.
Sehingga tidaklah heran jika kini di kawasan Asia, Indonesia menempati
peringkat ke-2 dalam tingkat pertumbuhan ekonomi setelah China.

Dengan adanya perbedaan yang dimiliki oleh negara satu dengan negara lain
maka sebagai negara yang mengekspor barang ke negara lain, tujuannya adalah
untuk menaikkan devisa negara. Apabila kita dapat menaikkan devisa negara
maka imbas darinya adalah.

a. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ialah kenaikan produk nasional bruto
pendapatan dalam suatu Negara. Produk Nasional Bruto (GDP)
biasanya dihasilkan oleh faktor-faktor produksi milik warga Negara
baik yang tinggal di dalam negeri maupun di luar negeri, warga
Negara tidak termasuk didalamnya walaupun dia tinggal dalam negeri
tersebut.

18
b. Memengaruhi stabilitas harga barang yang di ekspor
Stabilitas harga di sini adalah mempertahankan harga yang dilakukan
oleh pemerintah ketika laju inflasi mulai tinggi. Inflasi adalah
peningkatan persediaan uang sehingga menyebabkan kenaikan harga.
Maka dalam hal ini pemerintah bertugas untuk tetap menstabilkan
harga ditengah inflasi yang sedang naik dengan adanya ekspor yang
dilakukan oleh negara itu sendiri.
c. Eksistensi tenaga kerja
Eksistensi tenaga kerja sangat diperlukan adanya tenaga kerja karena
mereka adalah pelaku yang melancarkan segala tindakan yang saling
berkesinambungan. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, maka
perusahaan pengekspor akan kebanjiran pesanan produk, sehingga
tenaga kerja yang ada tidak mampu untuk mengerjakan semuanya
sehingga dibutuhkanlah perekrutan tenaga kerja yang baru untuk
menyelesaikan pesananan ekspor yang sangat banyak. Hal ini sangat
menguntungkan satu sama lain.

Dalam hal ini muncul pertanyaan apakah negara dapat meningkatkannya


kesejahteraan dengan memberlakukan tarif untuk pengganti impor yang
dikurangi. Ini adalah bujukan untuk menghasilkan lebih banyak komoditas
yang diproduksi kurang intensif polusi. Keuntungan dari perdagangan mungkin
berkurang dan kualitas lingkungan akan meningkat. Catatan, Namun, itu selain
masalah yang dibahas dalam teori dari tarif optimal, tarif hanya akan
meningkatkan kualitas lingkungan oleh perubahan sektoral yang terjadi melalui
perubahan relative harga dari sisi permintaan. Demikian pula sebagai pajak
produk pada komoditas yang diproduksi secara intensif, tarif tidak memiliki
insentif untuk mengurangi polutan melalui proses pengurangan. Kedua, jika
asumsi kasus negara kecil menyerah, membuka negara untuk perdagangan
disertai dengan peningkatan dalam hal perdagangan. Juga, jika kebijakan
lingkungan dilakukan di Indonesia situasi awal dengan perdagangan, pengaruh
persyaratan perdagangan akan mempengaruhi perubahan total dalam
kesejahteraan. Dalam kasus negara kecil kita memiliki kesimpulan: Jika suatu
Negara ekspor komoditasnya yang diproduksi secara intensif, hasil dari
19
perdagangan disertai dengan penurunan kualitas lingkungannya. Jika kebijakan
lingkungan dilakukan dalam kondisi seperti ini kualitas lingkungan akan
ditingkatkan tetapi keuntungan dari perdagangan akan meningkat berkurang.
Dengan diperkenalkannya kebijakan lingkungan, sumber daya- penggunaan di
sektor intensif polusi (dan hasilnya) akan menurun. Selain itu, jumlah yang
diekspor dan diimpor akan turun, dan pengurangan konstitusi akan
ditingkatkan. Akan ada kesejahteraan secara keseluruhan keuntungan dari
kebijakan lingkungan selama biaya sosial marjinal memproduksi komoditas
(termasuk biaya lingkungan) lebih tinggi dari nilai marjinal komoditas dalam
konsumsi atau selama pajak emisi lebih rendah dari lingkungan marginal.

1.2.2. Ketentuan Perdagangan

Perjanjian World Trade Organisation (WTO) telah mengakomodasi


kepentingan negara berkembang1 melalui berbagai ketentuan yang disebut
Special and Differential Treatment (S&D). Secara umum S&D merujuk kepada
hak-hak khusus dan keistimewaan-keistimewaan yang diberikan WTO kepada
negara berkembang, dan tidak diberikan kepada negara maju. Dimuatnya
ketentuan-ketentuan S&D dimaksudkan untuk memfasilitasi proses integrasi
negara berkembang ke dalam sistem perdagangan multilateral, dan untuk
membantu negara berkembang mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
mengimplementasikan seluruh perjanjian WTO. Dengan demikian
kepentingan-kepentingan pembangunan negara berkembang tidak terhambat
dan, pada gilirannya, negara berkembang dapat mengimplementasikan seluruh
perjanjian WTO secara penuh.

Dimuatnya ketentuan-ketentuan S&D dalam perjanjian WTO didasarkan pada


prinsip bahwa liberalisasi perdagangan bukanlah tujuan tetapi alat untuk
mencapai tujuan, yaitu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi seluruh
negara anggotanya.2 Selain itu, ketentuan-ketentuan S&D tersebut
menunjukkan pengakuan bahwa perbedaan tingkat pembangunan yang dicapai
oleh negara-negara anggota WTO memerlukan adanya perangkat-perangkat
kebijakan dalam mencapai pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang
berbeda pula.
20
Terdapat 145 ketentuan S&D, tersebar dalam berbagai perjanjian WTO, 107 di
antaranya diadopsi pada Putaran Uruguay, dan 22 secara khusus diperuntukkan
bagi negara terbelakang (least-developed country Members) Sekretariat WTO
mengklasifikasikan ketentuan-ketentuan S&D ke dalam enam kategori:

a. Ketentuan-ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan kesempatan


perdagangan negara berkembang;
b. Ketentuan-ketentuan yang menghendaki negara-negara anggota WTO untuk
melindungi kepentingan negara berkembang;
c. Ketentuan-ketentuan yang memberikan fleksibilitas dalam komitmen,
tindakan, dan penggunaan instrumen-instrumen kebijakan;
d. Ketentuan-ketentuan yang memberikan masa transisi;
e. Ketentuan-ketentuan tentang bantuan teknis;
f. Ketentuan-ketentuan khusus bagi negara terbelakang.

Mengingat ketentuan-ketentuan S&D yang jumlahnya besar dan komprehensif,


sangat beralasan jika negara berkembang mempunyai harapan besar bahwa
ketentuan-ketentuan S&D akan membantu mereka sebagaimana yang
dimaksudkan. Kenyataannya, tidak sebagaimana yang diharapkan. Sejak
dimuatnya ketentuanketentuan S&D dalam Perjanjian WTO sampai saat ini,
keraguan-keraguan banyak disuarakan terutama mengenai efektivitasnya dalam
membantu negara berkembang untuk berpartisipasi dalam, dan mengambil
manfaat yang signifikan dari, sistem perdagangan multilateral. Sebagaimana
tercermin dalam Laporan Committee of Trade and Development (CTD) 2004,
partisipasi negara berkembang dalam perdagangan dunia (ekspor dan impor)
barang, hanya berkisar antara 20 sampai 30 persen, sementara kontribusi
negara terbelakang justru menurun. Akhir-akhir ini, angka pertumbuhan impor
melebihi ekspor. Fakta-fakta ini memperkuat persepsi tentang adanya
marginalisasi negara berkembang dalam sistem perdagangan multilateral
(Sutrisno, 2009).

Penegakan hukum internasional mengenai HAM dan suistanable development


dalam aspek perdagangan internasional telah diatur dalam beberapa konvensi

21
internasional, ketentuan Pasal XX GATT 1994 menjadi prinsip perdagangan
internasional yang perlu berisikan:

a. General Exceptions

Tunduk pada persyaratan bahwa tindakan diskriminasi atau yang tidak dapat
dibenarkan antara negara-negara dengan kondisi yang sama, atau pembatasan
terselubung perdagangan internasional untuk melindungi moral publik;
melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan; terkait
impor atau ekspor emas atau perak; dan memastikan kepatuhan terhadap
undang-undang atau peraturan Pasal XX GATT 1994.

Negara peserta perdagangan internasional wajib memenuhi ketentuan barang-


barang yang diperkenankan menjadi komoditas perdagangan. Ketentuan
tersebut wajib dituangkan di dalam regulasi hukum nasional, khususnya
berkaitan dengan komoditas yang diperlukan untuk menjaga moral publik,
menjaga manusia, hewan, ataupun lingkungan hidup, untuk kegiatan impor dan
ekspor emas dan perak, serta untuk memastikan bahwa produk yang
diperdagangkan oleh negara peserta WTO tidak bertentangan dengan regulasi
hukum nasional negara peserta (Prakasa, 2018).

Hukum perdagangan internasional terdiri dari perjanjian perdagangan yang


bersifat bilateral, regional dan perjanjian perdagangan yang bersifat
multilateral. Perjanjian multilateral yang paling penting dan paling besar dari
semua perjanjian perdagangan multilateral adalah Perjanjian Marakesh
mengenai pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang di bentuk pada
tanggal 15 April 1994. Perjanjian perdagangan ini merupakan hukum dari
perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). WTO membentuk struktur
organisasi yang dikembangkan berdasarkan ketentuan GATT pada awal tahun
1990.

Sejak tahun 1947 GATT telah menjadi kesepakatan (perjanjian penting bagi
pemerintah negara-negara insdustri untuk menurunkan rintangan-rintangan
terhadap tarif. Walaupun ketentuan GATT terbatas hanya mengatur
kesepakatan tentang tarif, dalam prakteknya tingkat rata-rata tarif dapat
22
diturunkan. Dalam perkembangannya pun GATT mengatur kebijakan-
kebijakan perdagangan yang non tarif dan kebijakan-kebijakan nasional atau
domestik yang mempunyai pengaruh terhadap perdagangan. Pada akhir putaran
Uruguay pada tahun 1994 sebanyak 128 negara telah bergabung ke dalam
GATT. Sejak berlakunya WTO keanggotaannya terus bertambah dan pada
tahun 2009 negara yang menjadi anggota WTO menjadi 144 negara.

Pada tahun 1993, peran GATT digantikan oleh WTO. Fungsi utama WTO
adalah sebagai forum kerja sama internasional dalam perdagangan yang
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang menciptakan aturan perdagangan
bagi negara anggota-anggota WTO. Ketentuan-ketentuan ini muncul dari
komitmen kebijakan-kebijakan perdagangan dalam beberapa negosiasi. WTO
dapat juga merupakan suatu pasar dalam pengertian bahwa negara-negara
datang bersama-sama untuk melakukan komitmen pertukaran akses pasar
dengan dasar timbal balik (asas resiprocal).

Tujuan utama perjanjian WTO adalah:

a. Sebagai instrumen (hukum) guna memberi perlindungan terhadap negara


yang dirugikan berkenaan dengan tindakan suatu pemerintah dari
negaranegara anggota WTO dalam hubungan perdagangan.
b. Sebagai forum untuk penyelesaian sengketa untuk menangani
kesulitankesulitan yang berkenaan dengan perdagangan.
c. Sebagai forum untuk merundingkan dan mengembangkan aturan-aturan
perdagangan yang dirumuskan diantara negara-negara anggota WTO.

Prinsip-prinsip hukum dari perdagangan internasional yang diatur dalam


GATT/WTO yaitu:

a. Prinsip Non-Diskriminasi (Non-Discrimination Principle)


Terdapat dua prinsip non diskriminasi dalam hukum organisasi
perdagangan dunia (WTO/GATT) yaitu kewajiban the Most-Favoured
Nation (MFN) Treatment dan kewajiban the National Treatment.
Prinsip Most-Favoured Nation (MFN), diatur dalam Article 1 section (1)
GATT 1947, yang mensyaratkan bahwa anggota-anggota WTO harus
23
memberikan perlakuan keuntungan yang sama terhadap semua anggota
WTO. Suatu negara anggota WTO tidak diperbolehkan untuk
membedabedakan mitra dagang dari negara-negara manapun, misalnya
memberikan kemudahan pada produk impor dari satu negara lebih
diuntungkan dari negara lainnya dalam memasuki akses pasar ke negara
tersebut. Kewajiban MFN treatment merupakan ketentuan yang paling
penting dalam hukum WTO.
Pengecualian terhadap prinsip MFN sebagaimana diatur dalam Article
XXIV GATT 1947 tidak berlaku:
1) Dalam hubungan ekonomi antara negara-negara anggota Free Trade
area/Custom Union dengan negara-negara yang bukan anggota,
misalnya antara anggota AFTA dengan India.
2) Dalam hubungan dagang antara negara-negara maju dan negara-
negara berkembang melalui GSP (Generalized System of
Preferences), sejenis bantuan atau fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah dari negara maju kepada negara berkembang, seperti
Inggris kepada negara anggota commonwealth, pemerintah belanda
kepada Indonesia melalui IGGI (International Government Group of
Indonesia). Bantuan ini bukan semata-mata ditujukan untuk
pengembangan ekonomi, akan tetapi lebih bernuansa politik sebagai
salah satu cara guna menekan negara-negara berkembang agar tetap
mengikuti kebijakan dari negara-negara maju.
Prinsip the National Treatment (NT), diatur dalam Article III GATT
1947. Prinsip tidak menghendaki adanya diskriminasi antar produk
dalam negeri dengan produk serupa di luar negeri. Artinya, apabila
suatu produk impor telah memasuki wilayah suatu negara karena di
impor, maka produk impor itu harus mendapat perlakuan yang sama
seperti halnya perlakuan pemerintah terhadap produk dalam negeri
yang sejenis.

b. Prinsip Resiprositas (Reciprocity Principle)

24
Prinsip Resiprositas ini diatur dalam Article II GATT 1947, mensyaratkan
adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO
dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu
negara, dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan
tarif masuk atas produk impor dari suatu negara, maka negara pengekspor
produk tersebut wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari
negara yang pertama tadi. Berdasarkan prinsip ini diharapkan setiap negara
secara timbal balik saling memberikan kemudahan bagi lalu lintas barang
dan jasa. Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan setiap negara akan
saling menikmati hasil perdagangan internasional yang lancar dan bebas.
c. Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitas (Prohibition of Quantitative
Restriction).
Prinsip ini telah diatur dalam Article IX GATT 1947, menghendaki
transparansi dan penghapusan hambatan kuantitatif dalam perdagangan
internasional. Hambatan kuantitatif dalam persetujuan GATT/WTO adalah
hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk.
Termasuk dalam kategori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan
ekspor secara sukarela. Adanya prinsip transparansi membawa akibat
bahwa negara-negara anggota WTO apabila hendak melakukan proteksi
perdagangan internasional tidak boleh menggunakan kuota sebagai
penghambat, melainkan hanya tarif yang diizinkan untuk diterapkan. Oleh
karena itu prinsip ini seringkali disebut sebagai tarifikasi hambatan
perdagangan.
Ada beberapa pengecualian dari prinsip penghapusan hambatan kuantitatif,
yaitu:
1) Negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran diizinkan untuk
membatasi impor dengan cara kuota (Article XII-XIV GATT 1947)
2) Karena industri domestik negara pengimpor mengalami kerugian yang
serius akibat meningkatnya impor produk sejenis, maka negara itu
boleh tidak tunduk pada prinsip ini (Article XIX GATT 1947)

25
3) Demi kepentingan kesehatan publik, keselamatan dan keamanan nasional
negara pengimpor, negara tersebut diizinkan untukk membebaskan diri
dari kewajiban tunduk pada prinsip ini (Article XX dan XXI GATT 1947)
d. Prinsip Perdagangan yang adil (Fairness Principles)
Prinsip fairness dalam perdagangan internasional yang melarang Dumping
(Article VI) dan Subsidi (Article XVI), dimaksudkan agar jangan sampai
terjadi suatu negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan
kebijaksanaan tertentu, sedangkan di pihak lain, kebijaksanaan tersebut
justru menimbulkan kerugian bagi negara lainnya.
Dumping adalah kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor
yang melakukan penjualan barang di luar negeri dengan harga yang lebih
murah dari harga normal produk sejenis di negara bersangkutan sehingga
menimbulkan kerugian terhadap negara pengimpor.
Subsidi merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah terhadap
pengekspor atau produsen dalam negeri, baik berupa bantuan modal,
keringanan pajak, dan fasilitas lainnya, sehingga akan berakibat terjadinya
kelebihan produksi (over production) yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kerugian baik bagi negara pengimpor maupun pengekspor.
Kerugian bagi negara pengimpor akan mengarah pada kegiatan dumping,
sedangkan bagi pengekspor akan menimbulkan ketidakmandirian
pengekspor (produsen dalam negeri) karena akan selalu bergantung pada
bantuan dari pemerintah.
Oleh karena dumping dan subsidi dinilai sebagai praktik ekonomi yang
tidak adil atau curang, maka WTO menentukan bahwa, apabila suatu
negara terbukti melakukan praktik tersebut, maka negara pengimpor yang
dirugikan oleh praktik itu mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi
balasan. Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan
yang disebut dengan “bea masuk antidumping” yang dijatuhkan terhadap
produk-produk yang di ekspor secara dumping dan countervailing duties
atau bea masuk untuk barang-barang yang terbukti telah diekspor dengan
fasilitas subsidi.

26
e. Prinsip Tarif Mengikat (Binding Tarrif Priciples)
Prinsip ini diatur dalam Article II Section (2) GATT-WTO 1995, bahwa
setiap negara anggota WTO harus mematuhi berapapun besarnya tarif
yang telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tarif mengikat.
Pembatasan perdagangan bebas dengan menggunakan tarif oleh WTO
dipandang sebagai suatu model yang masih dapat ditoleransi, misalnya
melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui kenaikan
tarif (bea masuk). Perlindungan ini masih memungkinkan adanya
kompetisi yang sehat. Namun demikian, dalam kesepakatan perdagangan
internasional tetap diupayakan mengarah kepada sistem perdagangan
bebas yang menghendaki pengurangan tarif secara bertahap. Penerapan
tarif impor mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
1) Tarif sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang
impor) yang merupakan pungutan oleh negara untuk dijadikan kas
negara.
2) Tarif untuk melindungi produk domestik dari praktik dumping yang
dilakukan oleh negara pengekspor.
3) Tarif untuk memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang
melakukan proteksi produk melalui praktik subsidi terhadap produk
ekspor.

1.2.2.1. Penyelesaian sengketa


Jika negara anggota WTO melanggar peraturan yang tekah diciptakan, maka
negara tersebut harus mengkoreksi kesalahannya sesuai dnegan aturan yang
telah diciptakan WTO. Jika negara anggota masih terus melanggar peraturan
WTO maka harus membayar kompensasi atau dikenai retaliasi. Biasanya
Kompensasi atau Retaliasi diterapkan dalam bentuk konsesi atau akses pasar.
Meskipun suatu kasus sudah diputuskan, tetapi masih banyak hal lain yang
harus dilakukan sebelum sanksi perdagangan dalam bentuk konvensional dari
hukuman yang diterapkan. Negara yang kalah dalam sengketa harus mengikuti
rekomendasi yang disebutkan dalam laporan panel atau laporan banding. Hal
tersebut dinyatakan dalam sidang DSB diselenggarakan dalam jangka waktu 30
hari setelah laporan tersebut disahkan. Jika putusan dari sidang memang
27
terbukti sulit maka akan mendapat keringanan jangka waktu. Jika dalam waktu
tersebut belum juga dapat terselesaikan, maka harus diadakan perundingan
lebih lanjut dengan negara penggugat untuk menuntukan sebuah hukuman
seperti pengurangan atau penghilangan tariff seperti apa yang dikeluhkan oleh
negara penggugat (Korah, 2016).

1.2.3. Beberapa Mitos Umum

Pada perkembangan teori perdagangan kemudian munculah beberapa asumsi


yang tidak relevan dengan realita yang terjadi atau menjadi mitos di dunia
perdagangan, asumsi asumsi terebut antara lain; Penciptaan lapangan kerja di
sektor ekspor mungkin mengecewakan, Ekonomi informal tidak dapat
diabaikan, Perdagangan tidak selalu mengurangi diskriminasi gender dan
bahkan dapat memperkuat, dan Spesifik negara menentukan bagaimana dan
sejauh mana liberalisasi perdagangan memberikan kontribusi untuk
peningkatan diversifikasi. Hal ini terjadi seiring perkembangan dunia
perdagangan yang terjadi, dari asumsi tersebut kemudian munculah bebrapa
hasil penelitin yang menunjukkan bahawa asumsi tersebut tidk sepenuhnya
sesuai dengan realita yang ada (Jansen, Peters, & Salazar-Xirinachs, 2011).
Pada asumsi yang pertama yaitu Penciptaan lapangan kerja di sektor ekspor
mungkin mengecewakan, di masa lalu, ekonom cenderung percaya bahwa
pekerja pengungsi dari kegiatan yang telah menjadi tidak menguntungkan
setelah reformasi perdagangan akan diserap oleh sektor ekspor di mana mereka
akan sering berakhir menerima gaji yang lebih baik. Bukti empiris baru
menunjukkan bahwa gambar mungkin agak berbeda. Dua studi baru-baru ini
dari Amerika Latin menunjukkan bahwa kehancuran pekerjaan mungkin lebih
tinggi dari penciptaan lapangan kerja, setidaknya untuk beberapa tahun setelah
liberalisasi.
Kemudian Ekonomi informal tidak dapat diabaikan, menurut Anushree Sinha,
menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan dua arah antara perdagangan dan
informal (Sinha, 2011). Di satu sisi, reformasi perdagangan cenderung
memiliki efek pada ukuran dan kinerja ekonomi informal sementara di sisi lain,
keberadaan ekonomi informal kemungkinan akan mempengaruhi respon
pasokan ekonomi terhadap reformasi perdagangan. Kurangnya akses ke kredit
28
dan pekerja terampil, bersama-sama dengan ketidakefisienan karena ukuran
kecil perusahaan yang khas dalam perekonomian informal, adalah salah satu
faktor yang paling penting yang membatasi kemungkinan ekonomi informal
dari mengambil keuntungan dari kesempatan keterbukaan. Dengan demikian,
mengatasi informalitas dapat menjadi elemen penting dari strategi untuk
meningkatkan respons pasokan terhadap reformasi perdagangan di negara
berkembang, terutama di negara yang paling sedikit berkembang.
Lalu Perdagangan tidak selalu mengurangi diskriminasi gender dan bahkan
dapat memperkuat, Günseli berik menggambarkan bagaimana ekspansi
perdagangan telah membawa peningkatan yang substansial dalam pekerjaan
bagi pekerja perempuan di negara berkembang di bidang buruh-intensif
industri berorientasi ekspor sejak pertengahan tahun 1970-an (Berik, 2017).
Dan Spesifik negara menentukan bagaimana dan sejauh mana liberalisasi
perdagangan memberikan kontribusi untuk peningkatan diversifikasi,
perdebatan mengenai diversifikasi ekspor sangat erat dengan perdebatan
tentang efek pertumbuhan perdagangan. Hal itu menunjukkan bahwa ekonomi
diversifikasi saat mereka tumbuh sampai mereka mencapai tingkat lanjut
pendapatan, di mana titik mereka mulai mengkhususkan diri lagi (Imbs &
Wacziarg). Dalam muatan ini telah menunjukkan bahwa hubungan yang sama
berlaku untuk diversifikasi ekspor dan pendapatan (Cadot, Carrere, &
Strausskhan, 2011). Dengan kata lain, ekonomi yang lebih kaya cenderung
ditandai dengan tingkat diversifikasi ekspor yang lebih tinggi sampai mereka
mencapai tingkat pendapatan tertentu. Dari beberapa pendapat tersebut
menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan biasanya diikuti oleh
peningkatan diversifikasi ekspor. Namun efek ini lebih kuat di negara
berpenghasilan menengah dari pada di negara berpenghasilan rendah. Dengan
demikian, liberalisasi perdagangan muncul untuk mendukung diversifikasi
tetapi, dalam hal diversifikasi, negara dengan kemampuan yang lebih tinggi
tampaknya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan tingkat
kemampuan yang lebih rendah.
Selain itu tiga kerancuan berikut, sebagai contoh membuktikan secara
gamblang, dan model sederhana kita tentang keunggulan komparatif dapat

29
digunakan untuk meninjau mengapa mereka melakukan kesalahan (Krugman
& Obstfeld, 2003).
a. Produktivitas dan Daya Saing
Mitos 1: Perdagangan bebas hanya bermanfaat jika suatu negara cukup kuat
untuk menahan persaingan asing. Argumen ini gagal untuk mengakui bahwa
perdagangan didasarkan pada keunggulan komparatif bukan absolut.
b. Argumen Buruh Orang Miskin
Mitos 2: Persaingan asing tidak adil dan merugikan negara lain jika didasarkan
pada upah rendah. Sekali lagi dalam contoh kita Asing memiliki upah lebih
rendah tetapi masih mendapat manfaat dari perdagangan.
c. Eksploitasi
Mitos 3: Perdagangan membuat pekerja lebih buruk di negara-negara dengan
upah lebih rendah. Dengan tidak adanya perdagangan, para pekerja ini akan
menjadi lebih buruk. Menyangkal peluang untuk mengekspor adalah mengutuk
orang miskin untuk terus menjadi miskin.

1.3. Faktor Mobilitas Dan Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan


karena cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah
garis kemiskinan. Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur
tingkat distribusi pendapatan tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan
karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah
dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan. Masalah utama dalam distribusi
pendapatan sebuah daerah adalah ketidakmerataan pendapatan antar kelompok
masyarakat dalam daerah tersebut, oleh karenanya sering juga disebut tingkat
ketidakmerataan atau kesenjangan. Ketidakmeratanya distribusi pendapatan
tersebut diakibatkan banyak hal terutama (Rachmi, 2019):
1. Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor-faktor produksi terutama stok
modal antar kelompok masyarakat. Teori Neo-Klasik menjelaskan bahwa
ketidakmerataan distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh kepemilikan
faktor capital stock ini secara otomatis dapat diperbaiki oleh upaya
pelimpahan dari pendapatan pemilikmodal yang berlebih kepada pihak
yang kekurangan. Bila mekanisme otomatis tidak dapat berjalan maka
30
teori Keynes mengandalkan peranan pemerintah dalam melakukan subsidi
pada pihak yang kekurangan dan tentunya mutlak diperlukan
pulakebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi pendapatan.
2. Ketidaksempurnaan Mekanisme Pasar (Market Failure) yang
menyebabkan tidak terjadinya mekanisme persaingan sempurna. Tidak
berjalannya mekanisme persaingan ini karena: (i) perbedaan kepemilikan
faktor produksi (sebagaimana telah dijelaskan); (ii) timpangnya akses
informasi; (iii) intervensi pemerintah; (iv) keterkaitan antara pelaku
ekonomi dengan pihak pemerintah yangkemudianmendistorsi pasar
(biasanya kebijakan pemerintah dalam satu kebijakan tentang
perlindungan industry tertentu).

1.3.1. Pengertian distribusi menurut konsep ekonomi umum


Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan
laba, yang berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga
kerja, modal dan pengusaha- pengusaha. Dalam proses distribusi penentuan
harga yang dipandang dari si penerima pendapatan dan bukanlah dari sudut si
pembayar biaya-biaya, distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran.
Kadang-kadang distribusi dinamakan sebagai fungsional distribution.
Pendapatan juga diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang
dihasilkan dari penggunaan sumber daya property manusia. Menurut Winardi
pendapatan secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil materi
lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas.
Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah
perusahaan atau individu.
Sementara kekayaan diartikan oleh Winardi sebagai segala sesuatu yang
berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti
khusus seperti kekayaan nasional. Sedang Sloan dan Zurcher mengartikan
kekayaan sebagai obyek-obyek material yang ekstern bagi manusia yang
bersifat : berguna, dapat dicapai dengan angka. Kebanyakan ahli ekonomi tidak
menggolongkan dalam istilah kekayaan hak milik atas harta kekayaan,
misalnya saham, obligasi, surat hipotik. Karena dokumen tersebut dianggap
sebagai bukti hak milik atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri.
31
Distribusi ditinjau dari segi kebahasaan berarti proses penyimpanan dan
penyaluran produk kepada pelanggan.
Distribusi pendapatan dan kekayaan dalam masa sekarang ini merupakan suatu
permasalahan yang sangat penting dan rumit dilihat dari keadilannya dan
pemecahannya yang tepat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh
masyarakat. Tidak diragukan lagi bahwa pedapatan sangat penting dan perlu,
tapi yang lebih penting lagi adalah cara distribusi. Jika para penghasil itu rajin
dan mau bekerja keras, mereka akan dapat meningkatkan kekayaan Negara,
akan tetapi jika distribusi kekayaan itu tidak tepat maka sebagian besar
kekayaan itu akan masuk kedalam kantong para kapitalis, sehingga akibatnya
banyak masyarakat yang menderita kemiskinan dan kelebihan kekayaan
Negara tidak mereka nikmati. Oleh karena itu, dapat di katakan bahwa
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat itu sepenuhnya tergantung pada hasil
produksi itu sendiri, tapi juga pada distribusi pendapatan yang tepat. Kekayaan
mungkin bisa dihasilkan secara berlerbihan di setiap Negara, tapi distribusi
tidak berdasarkan pada prinsip- prinsip dan kebenaran keadilan, sehingga
Negara tersebut belum dikatakan berhasil (Damanik, Zulgani, & Rosmeli,
2018).

1.3.2. Pemerataan Distribusi Pendapatan Secara Umum


Disekitar permulaan telah di pelajari apa yang sekarang dinamakan distribusi
pendapatan menurut ukuran, distribusi pendapatan antara berbagai rumah
tangga yang berbeda tanpa memperhatikan kelas social rumah tangga tersebut.
Dia menemukan bahwa ketidak merataan distribusi pendapatan diantara semua
Negara- Negara adalah sangat menyolok, bahwa tingkat distribusi pendapatan
yang tidak merata itu sama saja keadaanya di suatu Negara dengan negara
lainnya.
Jelas bahwa distribusi sumber- sumber produksi yang dasar mendahului proses
produksi, karena manusia hanya melakukan aktifitas produktif yang sesuai
dengan metode atau cara masyarakat dalam mendistribusikan sumber- sumber
produksi. Jadi yang pertama ialah sumber- sumber produksi baru kemudian
produksi. Berkenaan dengan distribusi kekayaan produktif, ia terkait dengan

32
proses produksi dan bergantung padanya, karena ia menguasai produk yang
pada gilirannya menghasilkan produksi.
Ketidak merataan distribusi pendapatan diperlihatkan dalam bentuk grafik,
grafik atau kurva dinamakan kurva Lorenz, memperlihatkan berapa banyak
pendapatan yang diperoleh oleh suatu proporsi keluarga secara nasional.
Bagaimanapun, ketika para ekonomi kapitalis mengkaji masalah-maslah
distribusi dengan kerangaka kapitalis, mereka tidak melihat kekayaan
masyarakat secara keseluruhan dan sumber-sumber produksinya. Yang mereka
kaji adalah masalah-masalah distribusi kekayaan yang dihasilkan yakni
pendapatan nasional dan bukan kekayaan nasional secara keseluruhan. Yang
mereka maksud dengan pendapatan nasional adalah seluruh barang, modal dan
jasa yang dihasilakan, atau dalam istilah yang lebih jelas, nilai uang seluruh
kekayaan yang dihasilkan selama satu tahun. Karena itu, diskusi mengenai
distribusi dalam ekonomi politik adalah diskusi distribusi nilai uang (Zahro,
2012).

1.3.3. Distribusi Pendapatan, Kurva Lorenz dan Koefisien Gini


Dalam menghitung pendapatan nasional kita bisa melihat bagaimana struktur
perekonomian sebuah negara. Selain itu distribusi pendapata juga akan
mengindikasikan bagaimana tingkat perkembangan kesejahteraan sebuah
negara. Memang jika GNP dan GDP yang tinggi bisa dikatakan tingkat
kesejahteraan suatu negara tinggi.
Namun tingginya GNP dan GDP tersebut sebenarnya belum bisa menjadi
kesimpulan akhir bahwasanya negara tersebut sejahtera. Bagaimana jika
terdapat kesenjangan pendapatan? meskipun pendapatan perkapita negara
tersebut tinggi. Tetapi bisa saja, ada suatu golongan memiliki pendapatan
perkapita yang sangat tinggi dan ada golongan lain yang memiliki pendapatan
perkapita sangat rendah. Jika dirata ratakan memang akan bernilai tinggi, tetapi
ini tentu tidak menggambarkan kesejahteraan. Karena adanya ketidak
seimbangan.
Untuk itulah digunakan yang namanya distribusi pendapatan. Indikator ini
yang akan menentukan bagaimana pendapatan nasional tersebut di
distribusikan dan apakah semua kalangan bisa menikmati hidup sejahtera
33
sebagaimana tergambar dari hasil perhitungan pendapatan perkapita yang
tinggi
Cara menilai apakah distribusi pendapatan nasional atau pendapatan perkapita
tersebut merata atau tidak bisa dilakukan dengan dua metode. Pertama dengan
menghitung koefisien Gini. Dan yang kedua dengan melihat kriteria bank
Dunia.
Kurva Lorenz
Kurva Lorenz adalah kurva yang bisa dijadikan patokan dalam menentukan
merata atau tidaknya distribusi pendapatan. Unsur dalam kurva lorenz : Sumbu
horizontal (sumbu x/mendatar) mendefenisikan persentase kumulatif
penduduk. Sementara sumbu vertikal (sumbu y/ tegak) mewakili persentase
pendapatan yang diterima penduduk. Dari titik koordinat yang di dapat bisa
ditarik sebuah garis dalam kurva tersebut disebut garis kemerataan. Lebih
lengkap coba perhatikan contoh kurva Lorenz di bawah ini.

Gambar 6 Kurva Lorenz


Kurva Lorenz dibentuk oleh OBA. Distribusi pendapatan akan dikatakan
merataapabila kurva semakin mendekati garis OA. Dengan kata lain, apabila
daerah yang di arsir (antara kurva OBA dan garis OA) semakin luas artinya
pendapatan penduduk semakin tidak merata. Begitu juga sebaliknya.
Koefisien Gini
Cara menghitung Koefisien Gini adalah dengan membandingkan luas bidang
yang arsiran dengan luas segitga AO'O. Apabila perbandingan lebih kecil,

34
artinya distribusi pendapatan semakin merata dan apabila hasil perbandingan
besar maka distribusi pendapatan tidak merata.
Selain itu Koefisien Gini juga bisa dihitung dengan menggunakan rumus:

Dari hasil perhitungan koefisien Gini tersebut maka disesuaikan dengan


kriteria sebagai berikut (Yunanda, 2016):
GR < 0.3 artinya distribusi merata bagus
0.3 ≤ GR ≤ 0.5 artinya distribusi pendapatan sedang
GR > 0.5 distribusi pendapatan buruk

1.3.4. Mobilitas Penduduk


Mobilitas Penduduk dan Perubahan Sosial Ekonomi Pertanyaan paling
mendasar dalam menelaah mobilitas penduduk adalah: mengapa penduduk
memutuskan untuk pindah atau tetap tinggal di tempat asalnya? Sehubungan
dengan pertanyaan ini, para pakar ilmu sosial melihat mobilitas penduduk dari
sudut proses untuk mempertahankan hidup (Wilkinson:1973; Broek, Julien
Van den:1996). Proses mempertahankan hidup ini harus dilihat dalam arti yang
luas, yaitu dalam konteks ekonomi, sosial, politik, maupun budaya. Meskipun
demikian, banyak studi memperlihatkan bahwa bentuk-bentuk keputusan serta
motivasi yang diambil oleh induvidu akan sangat berlainan, antara karena
alasan ekonomi dengan karena alasan politik (Peterson,W:1995; Kunz,
E.F.;1973). Perpindahan atau migrasi yang didasarkan pada motif ekonomi
merupakan migrasi yang direncanakan oleh individu sendiri secara sukarela
(voluntary planned migraton). Para penduduk yang akan berpindah, atau
migran, telah memperhitungkan berbagai kerugian dan keuntungan yang akan
di dapatnya sebelum yang bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau
menetap ditempat asalnya. Dalam hubungan ini tidak ada unsur paksaan untuk
melakukan migrasi. Tetapi semenjak dasawarsa 1970-an banyak dijumpai pula
mobilitas penduduk yang bersifat paksaan atau “dukalara” atau terdesak
(impelled) (Peterson,W:1969). Mobilitas penduduk akibat kerusuhan politik
atau bencana alam seperti yang terjadi di Sakel ataupun Horn, Afrika
merupakan salah satu contoh. Adanya berbagai tekanan dari segi politik, sosial,
ataupun budaya menyababkan individu tidak memiliki kesempatan dan
35
kemampuan untuk melakukan perhitungan manfaat ataupun kerugian dari
aktivitas migrasi tersebut. Mereka berpindah ke daerah baru dalam kategori
sebagai pengungsi. Para pengungsi ini memperoleh perlakuan yang berbeda di
daerah tujuan dengan migran yang berpindah semata-mata karena motif
ekonomi (Beyer, Gunther; 1981; Adelman: 1988).
Dalam kenyataannya, secara konseptual maupun metodelogi, para ahli sampai
saat ini masih mengalami kesulitan dalam membedakan secara lebih tajam
antara migran dengan motif ekonomi dan migran karena motif-motif non
ekonomi (Kunz. E. F.; 1973; King, Rusell: 1966).
Dari kacamata ekonomi, berbagai teori telah dikembangkan dalam menganalisa
mobilitas penduduk. Teori-teori tersebut selama ini telah mengalami
perkembangan yang sangat mendasar. Sejak teori mobilitas klasik “individual
relocaton” yang dikembangkan oleh Ravenstein pada tahun 1985, saat ini telah
berkembang teori yang menekankan pada unsur sejarah, struktural, maupun
kecenderungan global (Zolberg, Aristide, R. : 1989).
Teori yang berorientasikan pada neoclassical economics sebagai contoh, baik
makro maupun mikro lebih memberikan perhatian pada perbedaan upah dan
kondisi kerja antar daerah atau antar negara, serta biaya, dalam keputusan
seseorang melakukan migrasi. Menurut aliran ini, perpindahan penduduk
merupakan keputusan pribadi yang didasarkan atas keinginan untuk
mendapatkan kesejahteraan yang maksimum. Aliran “new economics of
migration”, dilain pihak beranggapan bahwa perpindahan atau mobilitas
penduduk terjadi bukan saja berkaitan dengan pasar kerja, namun juga karena
adanya faktor-faktor lain. Aliran ini juga menekankan bahwa keputusan untuk
melakukan migrasi tidak semata-mata keputusan individu saja, namun terkait
dengan lingkungan sekitar, utamanya lingkungan keluarga. Dalam hal ini
keputusan untuk pindah tidak semata ditentukan oleh keuntungan maksimum
yang akan diperoleh, tetapi juga ditentukan oleh kerugian yang minimal yang
dimungkinkan dan berbagai hambatan yang akan ditemui, dikaitkan dengan
terjadinya kegagalan pasar (market failures) (Taylor; 1968; Stark; 1991).
Berbeda dengan keputusan individu, keluarga atau rumah tangga berada pada
posisi yang lebih mampu menangani resiko ekonomi rumah tangga pada saat

36
migrasi dilakukan, melalui diversivikasi alokasi berbagai sumber yang dimiliki
oleh keluarga atau rumah tangga, seperti misalnya dengan alokasi tenaga kerja
keluarga. Beberapa anggota rumah tangga tetap bekerja di daerah asal,
sementara yang lain bekerja di luar daerah ataupun luar negara. Pembagian
tersebut pada dasarnya merupakan upaya meminimalkan resiko terhadap
kegagalan yang mungkin terjadi akibat melakukan perpindahan atau migrasi.
Selain itu, jika pasar kerja lokal tidak memungkinkan rumah tangga tersebut
memperoleh penghasilan yang memadai maka pengiriman uang (remittances)
yang dikirim dari anggota rumah tangga yang bekerja diluar daerah ataupun
luar negara dapat membantu menopang ekonomi rumah tangga.
Aliran lain untuk menganalisis timbulnya minat melakukan migrasi adalah dual
labor market theory. Jika dua pendekatan terdahulu dapat dikelompokkan
sebagai “micro-level decision model”, maka aliran “dual labor market theory”
mengemukakan bahwa migrasi penduduk terjadi karena adanya keperluan
tenaga kerja yang bersifat hakiki (intrisic labor demand) pada masyarakat
industri modern (Piore: 1979). Menurutpaham ini migrasi terjadi karena adanya
keperluan akan klasifikasi tenaga kerja tertentu pada daerah atau negara yang
telah maju. Dengan demikian migrasi terjadi bukan karena push factors yang
ada pada daerah asal, namun lebih karena adanya pull factors pada daerah
tujuan; keperluan akan tenaga kerja dengan spesifikasi tertentu yang tidak
mungkin dielakkan. Mengacu pada berbagai pendapat tersebut, pembangunan
ekonomi memang akan mendorong terjadinya mobilitas dan perpindahan
penduduk. Penduduk akan berpindah menuju tempat yang menjanjikan
kehidupan yang lebih baik bagi diri maupun keluarganya, yang tidak lain
adalah tempat yang lebih berkembang secara ekonomi dibandingkan dengan
tempat asalnya.

1.3.5. Kebijaksanaan Ekonomi Makro dan Mobilitas di Indonesia


Pola dan kenyataan migrasi penduduk di Indonesia sangat jelas
memperlihatkan keterkaitan dan hubungan antara strategi pembangunan
ekonomi dengan pola mobilitas penduduk. Sejak pemerintah Orde Baru secara
resmi berkuasa pada tahun 1967, paling tidak terdapat tiga pola kebijaksanaan

37
ekonomi makro yang mempengaruhi persebaran dan mobilitas penduduk di
Indonesia.
Pertama, strategi makro ekonomi makro yang dijalankan antara tahun 1967
sampai 1980. Pada masa itu, kombinasi antara kebijaksanaan substitusi impor
dan investasi asing di sektor perpabrikan (manufacturing) di Indonesia telah
meningkatkan polarisasi pembangunan terpusat pada metropolitan Jakarta.
Antara tahun 1974-1979 persentase sumbangan DKI Jakarta dan daerah
sekitarnya yaitu Jawa Barat terhadap pertumbuhan sektor manufacturing skala
besar dan menengah di Indonesia meningkat dari 38% menjadi 42%. Faktor
lain yang juga mendukung makin besarnya peranan DKI Jakarta terhadap
mobilitas penduduk adalah ekspansi atau perluasan yang cepat dari jasa-jasa
kemiliteran, peningkatan lembaga-lembaga keuangan dan masuknya usaha
bisnis asing serta tenaga asing untuk bekerja di sektor perminyakan,
perusahaan asing, perusahaan konsultan, dan bahkan lembaga-lembaga donor
internasional yang berkantor di Jakarata. Kesemuanya ini menyebabkan
meningkatnya keperluan akan perumahan dan juga menciptakan pasar untuk
jasa-jasa yang lebih canggih (advaced) (Douglass, M. :1992: Wirosuhardjo,
K:1986).
Kedua, Kecenderungan pola industrilisasi dan pemusatan kegiatan ekonomi di
DKI Jakarta serta daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa menyebabkan
terjadinya proses urbanisasi yang cepat di daerah-daerah tersebut. Migrasi
desa-kota dari daerah-daerah perdesaan di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Yogyakarta menuju ke kota-kota Surabaya, Jakarta, serta beberapa kota di
pesisir utara Pulau Jawa terjadinya secara berkelanjutan sehingga daerah-
daerah tersebut meningkat dengan pesat, baik dari sisi pertambahan penduduk
maupun perkembangan perekonomiannya. Pesatnya peningkatan urbanisasi
tersebut juga berkaitan dengan ketidak -hasil alam lainnya, seperti karet dan
hasil-hasil perkebunan lainnya, yang tentu saja mempengaruhi perolehan
ekspor Indonesia. Sementara itu ekspor kayu pun mengalami banyak hambatan
sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi beberapa daerah di luar Pulau Jawa
juga ikut terganggu. Walaupun pertumbuhan industri secara umum mengalami
penurunan, perkembangan sektor perpabrikan (manufacturing) tetap

38
terkonsentrasi di Pulau Jawa Pada tahun 1985, sekitar 76% dari seluruh tenaga
kerja sektor manufacturing di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Sementara itu
72% pembangunan fasilitas perkotaan dan perdesaan terpusat di Pulau Jawa,
terutama di Jakarta dan daerah pesisir utara Pulau Jawa.
Penyebaran yang cepat dari proses mekanisasi sektor pertanian pada awal
dasawarsa 1980-an juga menyebabkan makin menurunnya tenaga kerja yang
dapat diserap di sektor ini. Kecenderungan ini kemudian diikuti dengan
berlangsungnya migrasi desa-kota. Keadaan perekonomian yang terjadi pada
saat itu sangat mempengaruhi proses urbanisasi selama kurun waktu 1980-an.
Pada kurun waktu tersebut terjadi penurunan yang cukup signifikan dari
migrasi desa-kota di berbagai wilayah di Indonesia, kecuali untuk DKI Jakarta
dan daerah pesisir utara Pulau Jawa. Sementara itu program trasmigrasi yang
besar-besaran selama dekade 1980-an juga telah mempengaruhi pola distribusi
penduduk, terutama proses urbanisasi di Pulau Jawa pada masa tersebut.
Sebagian besar dari para trasmigran berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Yogyakarta. Sementara migrasi masuk ke Jawa yang berasal dari luar
Pulau Jawa sebagian besar menuju Jakarta dan daerah sekitarnya, termasuk
Jawa Barat.
Ketiga, Pada paruh kedua dasawarsa 1980-an pemerintah memiliki minat yang
besar untuk mengembangkan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Investasi
pemerintah di kawasan ini telah meningkat dari 26% pada tahun 1993 menjadi
27,6% dari total investasi pemerintah seluruhnya pada tahun 1998. Peningkatan
investasi pemerintah tersebut diikuti oleh peningkatan investasi swasta dari
14% menjadi 15,3% dari total investasi sawsta pada kurun waktu yang sama.
Sementara itu pada periode yang sama investasi pemerintah di Kawasan Barat
Indonesia (KBI) mengalami penurunan dari 85,7% menjadi 84,7% dari seluruh
total investasi pemerintah. Upaya menggeser pola mobilitas lebih kearah Timur
mulai diusahakan sejak saat itu. Apakah kebijaksanaan tersebut akan
mempengaruhi perpindahan penduduk ke kawasan Timur Indonesia?.
Berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 1998, proyeksi yang dibuat
sebelum krisis ekonomi terjadi, terdapat lebih kurang 2,6 juta kesempatan kerja
di Kawasan Timur Indonesia (Ramelan,Rahardi:1994). Sedangkan seluruh

39
kesempatan kerja yang diproyeksikan terdapat pada tahun itu sebanyak 90,7
juta.

1.3.6. Pengembangan Program


Bagaimana strategi pembangunan nasional dapat mempengaruhi persebaran
dan mobilitas penduduk?. Pada tahun 1995 sekitar 58% penduduk Indonesia
berdiam di Pulau Jawa. Persentase ini sedikit menurun dari 63,8% pada tahun
1971. Sementara itu Pulau Sumatera didiami oleh hanya 20,9% dari total
penduduk pada tahun 1995. Sedangkan pada tahun 1971, jumlah penduduk
Pulau Sumatera sebesar 17,5% dari seluruh penduduk Indonesia.
Kecenderungan ini diikuti oleh Pulau Kalimantan di mana persentase
penduduk di pulau ini meningkat dari 4,4% menjadi 5,4% pada kurun waktu
yang sama. Persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan naik dari
22,4% pada 1980 menjadi 35% pada tahun 1995. Penduduk daerah perkotaan
antara tahun 1980-1995 meningkat rata-rata 5-7% pertahun, sementara
peningkatan penduduk daerah perdesaan hanya sekitar 1-1,2% pertahun pada
periode yang sama. Pola migrasi penduduk di Indonesia belum mengalami
perubahan dengan arus migrasi masih berada di sekitar Pulau Jawa dan
Sumatera. Migrasi keluar dari Pulau Jawa terbanyak masuk ke Pulau Sumatera.
Demikian juga migrasi keluar dari pulaupulau di Kawasan Timur Indonesia
seperti Kalimantan, Papua, Maluku, kebanyakan masuk ke Pulau Jawa.
Gambaran diatas memperlihatkan bahwa pola migrasi di Indonesia belum
mampu mendorong pembangunan sumber daya manusia secara merata
diseluruh kawasan Indonesia. Ada kecenderungan migrasi internal yang terjadi
justru berdampak negatif pada pembangunan daerah di luar Pulau Jawa,
khususnya Kawasan Timur Indonesia. Tenaga kerja terdidik dari luar Jawa
pada umumnya pindah ke Pulau Jawa terutama ke DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Sebaliknya penduduk yang pindah keluar Pulau Jawa pada umumnya memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Kurangnya kesempatan kerja di luar Pulau
Jawa merupakan alasan utama mengapa para tenaga kerja terdidik dari Pulau
Jawa enggan pindah ke luar Pulau Jawa. Selain itu terpusatnya kegiatan
ekonomi, pendidikan, dan politik di Pulau Jawa juga memberikan pengaruh
pada pola perpindahan penduduk tersebut.
40
Walaupun berbagai studi dan data memperlihatkan bahwa gerak pepindahan
penduduk sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, beberapa negara
mengembangkan kebijaksanaan pemindahan penduduk yang lebih terarah.
Vietnam dan Cina memiliki kebijaksanaan langsung untuk mengarahkan
persebaran penduduk mereka. Beberapa tahun setelah perang berakhir,
Vietnam telah berhasil memindahkan penduduk dari daerah perkotaan ke
daerah perdesaan dan dipekerjakan pada lahan-lahan pertanian yang ada. Cina
pada tahun 1958 mengadakan registrasi rumah tangga. Melalui registrasi rumah
tangga tersebut maka penduduk diklasifikasikan kedalam dua katagori, yaitu
penduduk kota dan penduduk desa. Tujuannya adalah tidak saja untuk
memonitor perpindahan penduduk, namun juga mempertahankan agar
penduduk tetap berada di daerah sesuai dengan tempat kelahirannya
(Kim:1990). Kebijaksanaan ini dikenal dengan semboyan “leave the land not
the village.” Kebijaksanaan langsung dalam mengendalikan gerak perpindahan
penduduk dilandasi pemikiran untuk mencegah gejala migrasi penduduk
menuju ke satu tempat saja, dan sekaligus berupaya meghilangkan kesenjangan
ekonomi. Dari perspektif moral, kebijaksanaan langsung semacam itu
bertentangan dengan hak azasi warga negara. Karena pada dasarnya setiap
warga negara berhak untuk bertempat tinggal dimana saja. Oleh karenanya,
pendekatan kebijaksanaan langsung tersebut kurang populer dan tidak banyak
negara yang menganut pendekatan tersebut. Bagi Indonesia, justru era
reformasi saat ini, kebijaksanaan seperti itu perlu dikaji dan dipertimbangkan
kembali. Program trasmigrasi pada awal perkembangannya dapat dicirikan
sebagai upaya langsung mengarahkan mobilitas dan distribusi panduduk.
Namun sejalan dengan perkembangan waktu dan perubahan keadaan, baik
dalam tingkat kebijaksanaan maupun langkah-langkah pelaksanaan, program
trasmigrasi saat ini sudah mulai dikaitkan dengan pembangunan daerah dan
pembangunan wilayah. Pada dasarnya hal ini merupakan inti dari pendekatan
secara tidak langsung dari upaya pengarahan mobilitas dan persebaran
penduduk. Oleh karenanya, untuk mempercepat kemampuan daerah untuk
berkembang, otonomi yang seluas-luasnya perlu segera diberlakukan.

41
1.3.7. Mobilitas dan Otonomi Daerah
Ketimpangan yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lainnya
menyebabkan penduduk terdorong atau tertarik untuk melakukan pergerakan
dari satu daerah ke daerah lainnya. Oleh karena itu pembangunan daerah perlu
diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan
antar daerah, antar daerah perkotaan dan daerah perdesaan, serta mampu
membuka daerah terisolasi dan mempercepat pembangunan kawasan yang
tertinggal, seperti Kawasan Timur Indonesia. Sebagai contoh, adanya mobilitas
penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan mencerminkan perbedaan
pertumbuhan dan ketidak merataan fasilitas pembangunan antar daerah
perdesaan dan daerah perkotaan. Selama masih terdapat perbedaan tersebut,
mobilitas penduduk akan terus berlangsung (Tjahyati, Budi : 1995). Apalagi
telah menjadi kenyataan yang secara umum diketahui bahwa pada beberapa
negara berkembang, konsentrasi investasi dan sumber daya pada umumnya
berada di daerah perkotaan (Rondineli and Ruddle: 1978 ). Kenyataan tersebut
semakin diperburuk karena perencanaan spasial di negaranegara berkembang
lebih didominasi oleh pendekatan “dari atas” (Stohr and Taylor: 1981).
Strategi pembangunan semacam ini didasarkan pada tujuan utama dari
pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ( Rondinelli and
Rudlle: 1978). Karena itu proses pembangunan terutama dipusatkan pada
sektor industri di daerah perkotaan, menekankan pada kegiatan ekonomi padat
modal dan teknologi tinggi. Perluasan industri cenderung diikuti dengan
kebijaksanaan subtitusi impor dalam rangka meningkatkan kemandirian
ekonomi nasional. (Potter: 1985). Sebagai tanggapan atas proses pembangunan
secara keseluruhan, pendekatan “dari bawah” (bottom-up) kemudian banyak
dianut. Melalui pendekatan ini, tujuan utama seluruh proses pembangunan
adalah lebih memeratakan kesejahteraan penduduk dari pada mementingkan
tingkat pertumbuhan ekonomi (Hansen: 1981). Karena itu pendekatan “bottom-
up” berupaya mengoptimalkan penyebaran sumber daya yang dimiliki dan
potensial keseluruh wilayah. Banyak pemerintah di negara-negara sedang
berkembang mengikuti aliran ini dengan maksud lebih menyeimbangkan
pelaksanaan pembangunan, dalam arti memanfaatkan ruang dan sumber daya

42
secara efisien. Pendekatan bottom-up mengisyaratkan kebebasan daerah atau
wilayah untuk merencanakan pembangunan sendiri sesuai dengan keperluan
dan keadaan daerah masing-masing. Oleh karena itu otonomi yang seluas-
luasnya perlu diberikan kepada masing-masing daerah agar mampu mengatur
dan menjalankan berbagai kebijaksanaan yang dirumuskan sendiri guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah atau kawasan yang
bersangkutan. Melalui otonomi daerah, yang berarti desentralisasi
pembangunan, laju pertumbuhan antar daerah akan semakin seimbang dan
serasi sehingga pelaksanaan pembangunan nasional serta hasil-hasilnya
semakin merata di seluruh Indonesia.
Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan
daerah adalah: (1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan
potensi masingmasing daerah; dan (2) adanya keseimbangan pembangunan
antar daerah. Kata kunci pertama mengandung makna pada kesadaran
pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan terutama berkaitan
dengan beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu
dilaksanakan di daerah masing-masing. Kata kunci kedua mengandung makana
pada adanya kenyataan bahwa masingmasing daerah memiliki potensi baik
alam, sumber daya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-beda,
yang meyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang secara
cepat dan sebaliknya ada daerah yang kurang dapat berkembang karena
berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antar
daerah ini menyebabkan peran pemerintah pusat sebagai “pengatur
kebijaksanaan pembangunan nasional” tetap diperlukan agar timbul
keselarasan, keseimbangan dan keserasian perkembangan semua daerah baik
yang memiliki potensi yang berlebihan maupun yang kurang memiliki potensi.
Dengan demikian, melalui otonomi dalam pengaturan pendapatan, sitem pajak,
keamanan warga, sistem perbankan dan berbagai pengaturan lain yang dapat
diputuskan daerah sendiri, akan dimungkinkan perpindahan penduduk secara
sukarela dengan tujuan semata-mata peningkatan kesejahteraan penduduk itu
sendiri. Akan berbeda dengan perpindahan yang lebih berupa suruhan, desakan
atu malah setengah paksaan, yang bahkan hanya akan menghasilkan mobilitas

43
yang bersifat “dukalara” semata. Pengalaman dan kenyataan yang ditemui
dalam arus dan perpindahan penduduk di negara-negara bagian Amerika
Serikat ataupun negara-negara anggota Uni Eropa, telah menunjukkan bahwa
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab telah berhasil mengarahkan
mobilitas penduduk yang bersifat sukarela tersebut.

1.3.1. Model Faktor Spesifik

Model spesifik faktor (SF) pada awalnya dibahas oleh Jacob Viner dan itu
adalah varian dari model Ricardian. Karenanya model ini kadang-kadang
disebut sebagai model Ricardo-Viner.Model ini kemudian dikembangkan dan
diformalkan secara matematis oleh Ronald Jones (1971) dan Michael Mussa
(1974). Jones menyebutnya sebagai model 2 faktor baik 3. Mussa
mengembangkan penggambaran grafis sederhana dari keseimbangan yang
dapat digunakan untuk menggambarkan beberapa hasil model. Pandangan
inilah yang disajikan di sebagian besar buku pelajaran.
Nama model mengacu pada fitur pembeda; bahwa satu faktor produksi
diasumsikan "spesifik" untuk industri tertentu. Faktor spesifik adalah faktor
yang terjebak dalam suatu industri atau tidak bergerak antar industri dalam
menanggapi perubahan kondisi pasar. Suatu faktor mungkin tidak dapat
bergerak antar industri karena sejumlah alasan. Beberapa faktor dapat
dirancang secara khusus (dalam hal modal) atau dilatih secara khusus (dalam
hal tenaga kerja) untuk digunakan dalam proses produksi tertentu. Dalam
kasus-kasus ini mungkin tidak mungkin, atau paling tidak sulit atau mahal,
untuk memindahkan faktor-faktor ini melintasi industri. Lihat Bagian 70-1 dan
70-2 untuk alasan yang lebih terperinci untuk faktor imobilitas.
Model faktor spesifik dirancang untuk menunjukkan efek perdagangan dalam
ekonomi di mana satu faktor produksi spesifik untuk suatu industri. Hasil yang
paling menarik berkaitan dengan perubahan dalam distribusi pendapatan yang
akan muncul ketika suatu negara bergerak ke perdagangan bebas.
Asumsi dasar
Model faktor spesifik mengasumsikan bahwa suatu ekonomi menghasilkan dua
barang menggunakan dua faktor produksi, modal dan tenaga kerja, dalam pasar
persaingan sempurna.Salah satu dari dua faktor produksi, biasanya modal,
44
diasumsikan spesifik untuk industri tertentu. Itu benar-benar tidak bergerak.
Faktor kedua, tenaga kerja, diasumsikan bergerak secara bebas dan tanpa biaya
antara kedua industri.Karena modal tidak bergerak, orang dapat berasumsi
bahwa modal dalam dua industri berbeda, atau dibedakan, dan dengan
demikian tidak dapat disubstitusikan dalam produksi. Di bawah interpretasi ini,
masuk akal untuk membayangkan bahwa sebenarnya ada tiga faktor produksi:
tenaga kerja, modal spesifik dalam industri satu, dan modal spesifik dalam
industri dua.
Asumsi-asumsi ini menempatkan model faktor spesifik tepat antara model
faktor tidak bergerak dan model Heckscher-Ohlin. Dalam model faktor imobil,
semua faktor produksi bersifat spesifik untuk suatu industri dan tidak dapat
dipindahkan. Dalam model Heckscher-Ohlin, kedua faktor tersebut
diasumsikan bebas bergerak; yaitu, tidak ada faktor yang spesifik untuk suatu
industri. Karena mobilitas faktor dalam menanggapi setiap perubahan ekonomi
cenderung meningkat dari waktu ke waktu, kita dapat menafsirkan hasil model
faktor bergerak sebagai efek jangka pendek, hasil model faktor spesifik sebagai
efek jangka menengah dan hasil model Heckscher-Ohlin sebagai efek jangka
panjang.
Produksi yang baik membutuhkan input tenaga kerja dan modal khusus
industri. Produksi dua barang yang baik membutuhkan tenaga kerja dan dua
modal khusus industri.Ada dana abadi tetap dari modal khusus sektor di setiap
industri serta dana abadi tetap dari tenaga kerja. Tenaga kerja penuh
diasumsikan, yang menyiratkan bahwa jumlah tenaga kerja yang digunakan
dalam setiap industri sama dengan endowmen tenaga kerja. Pengerjaan penuh
modal khusus sektor juga diasumsikan, namun, dalam hal ini jumlah modal
yang digunakan di semua perusahaan dalam industri harus sama dengan
endowment modal spesifik sektor.
Model ini mengasumsikan bahwa perusahaan memilih tingkat output untuk
memaksimalkan keuntungan, mengambil harga dan upah sebagaimana yang
diberikan. Kondisi keseimbangan akan memiliki perusahaan memilih tingkat
output, dan karenanya tingkat penggunaan tenaga kerja, sehingga upah yang
ditentukan pasar sama dengan nilai produk marjinal dari unit kerja terakhir.

45
Nilai produk marjinal adalah peningkatan pendapatan yang akan diperoleh
perusahaan dengan menambahkan unit kerja lain ke dalam proses produksinya.
Ini ditemukan sebagai produk dari harga barang di pasar dan produk marginal
tenaga kerja. Produksi diasumsikan menunjukkan hasil yang menurun karena
persediaan modal tetap berarti bahwa setiap pekerja tambahan memiliki lebih
sedikit modal untuk bekerja dengan dalam produksi. Ini berarti bahwa setiap
unit kerja tambahan akan menambah kenaikan yang lebih kecil ke output, dan
karena harga output tetap, nilai produk marjinal menurun ketika penggunaan
tenaga kerja meningkat. Ketika semua perusahaan berperilaku seperti ini,
alokasi tenaga kerja antara kedua industri ditentukan secara unik.
Perbatasan kemungkinan produksi akan menunjukkan peningkatan biaya
peluang. Ini karena perluasan satu industri dimungkinkan dengan
memindahkan tenaga kerja dari industri lain, yang karenanya harus dikontrak.
Karena berkurangnya pengembalian tenaga kerja, setiap unit tambahan tenaga
kerja yang beralih akan memiliki efek yang lebih kecil pada industri yang
berkembang dan efek yang lebih besar pada industri yang berkontraksi. Ini
berarti bahwa grafik PPF dalam model faktor spesifik akan terlihat mirip
dengan PPF dalam proporsi variabel model Heckscher-Ohlin. Namun, dalam
kaitannya dengan model di mana kedua faktor itu bergerak secara bebas, model
faktor spesifik PPF akan terletak di bagian dalam. Ini karena kurangnya
mobilitas oleh satu faktor, menghambat perusahaan untuk mengambil
keuntungan penuh dari peningkatan efisiensi yang dapat timbul ketika kedua
faktor dapat dialokasikan kembali secara bebas.

1.3.1.1. Hasil Model Faktor Tertentu


Model faktor spesifik digunakan untuk menunjukkan dampak perubahan
ekonomi pada alokasi tenaga kerja, tingkat output dan pengembalian faktor.
Banyak jenis perubahan ekonomi dapat dipertimbangkan termasuk pergerakan
ke perdagangan bebas, penerapan tarif atau kuota, pertumbuhan tenaga kerja
atau modal abadi, atau perubahan teknologi. Bagian ini akan fokus pada efek
yang dihasilkan dari perubahan harga. Dalam konteks perdagangan
internasional, harga mungkin berubah ketika suatu negara meliberalisasi
perdagangan atau ketika diberlakukan hambatan tambahan untuk perdagangan.
46
Ketika model ditempatkan ke dalam konteks perdagangan internasional,
perbedaan antar negara, dari beberapa jenis, diperlukan untuk mendorong
perdagangan. Pendekatan standar adalah mengasumsikan bahwa negara-negara
berbeda dalam jumlah faktor spesifik yang digunakan dalam setiap industri
relatif terhadap jumlah total tenaga kerja. Ini akan cukup untuk menyebabkan
PPF di kedua negara berbeda dan berpotensi menghasilkan perdagangan.
Berdasarkan asumsi ini, model faktor spesifik adalah varian sederhana dari
model Heckscher-Ohlin. Namun, hasil model tidak sensitif terhadap asumsi ini.
Perdagangan mungkin timbul karena perbedaan dalam endowmen, perbedaan
dalam teknologi, perbedaan dalam permintaan atau kombinasi. Hasilnya
diturunkan selama ada perubahan harga, untuk alasan apa pun.
Jadi anggaplah, dalam model faktor spesifik dua-baik, bahwa harga satu barang
naik. Jika perubahan harga adalah hasil dari liberalisasi perdagangan, maka
industri yang harganya naik adalah sektor ekspor. Kenaikan harga akan
memicu serangkaian penyesuaian berikut. Pertama, harga ekspor yang lebih
tinggi pada awalnya akan meningkatkan laba di sektor ekspor karena upah dan
sewa mungkin memerlukan waktu untuk disesuaikan. Nilai produk marjinal
dalam ekspor akan naik di atas upah saat ini dan itu akan mendorong
perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja dan memperluas
output. Namun, untuk mendorong pergerakan tenaga kerja, perusahaan ekspor
harus menaikkan upah yang mereka bayar.Karena semua tenaga kerja sama
(model ini menganggap tenaga kerja itu homogen), sektor yang bersaing impor
harus menaikkan upah mereka secara bertahap agar tidak kehilangan semua
pekerjanya. Upah yang lebih tinggi akan mendorong perluasan output di sektor
ekspor (sektor yang harganya naik) dan pengurangan output di sektor yang
bersaing dengan impor. Penyesuaian akan berlanjut sampai upah naik ke level
yang menyamakan nilai produk marginal di kedua industri.
Pengembalian modal, sebagai tanggapan atas perubahan harga, akan bervariasi
di berbagai industri. Dalam industri yang bersaing impor, pendapatan yang
lebih rendah dan upah yang lebih tinggi akan bergabung untuk mengurangi
pengembalian modal di sektor itu. Namun, di sektor ekspor, output yang lebih

47
besar dan harga yang lebih tinggi akan bergabung untuk meningkatkan
pengembalian modal di sektor tersebut.
Efek nyata dari perubahan harga pada upah dan sewa agak lebih sulit untuk
dijelaskan tetapi jelas lebih penting. Ingatlah bahwa kenaikan absolut dalam
upah, atau tingkat sewa modal, tidak menjamin bahwa penerima pendapatan itu
lebih kaya, karena harga salah satu barang juga naik. Dengan demikian,
variabel yang lebih relevan untuk dipertimbangkan adalah pengembalian riil ke
modal (sewa nyata) di setiap industri dan pengembalian nyata ke tenaga kerja
(upah riil).
Ronald Jones (1971) memperoleh efek pembesaran untuk harga dalam model
faktor spesifik yang menunjukkan efek pada pengembalian riil modal dan
tenaga kerja dalam menanggapi perubahan harga output. Dalam kasus
peningkatan harga barang ekspor, dan penurunan harga barang impor, seperti
ketika suatu negara bergerak ke perdagangan bebas, efek perbesaran
memprediksi dampak berikut,
- pengembalian riil ke modal dalam industri ekspor akan meningkat
sehubungan dengan pembelian baik ekspor maupun impor,
- pengembalian nyata ke modal dalam industri yang bersaing impor akan
jatuh sehubungan dengan pembelian baik ekspor maupun impor,
- upah riil untuk pekerja di kedua industri akan naik sehubungan dengan
pembelian barang impor dan akan jatuh sehubungan dengan pembelian
barang ekspor.
Hasil ini berarti bahwa ketika suatu faktor produksi, seperti modal, tidak
bergerak antar industri, suatu pergerakan ke perdagangan bebas akan
menyebabkan redistribusi pendapatan. Beberapa individu, pemilik modal
dalam industri ekspor, akan mendapat manfaat dari perdagangan
bebas.Individu-individu lain, pemilik modal dalam industri yang bersaing
impor, akan kehilangan perdagangan bebas. Pekerja, yang bergerak bebas di
antara industri dapat memperoleh atau mungkin kehilangan karena upah riil
dalam hal ekspor meningkat sedangkan upah riil dalam hal impor jatuh. Jika
preferensi pekerja bervariasi, maka individu-individu yang memiliki
permintaan relatif tinggi untuk barang ekspor akan menderita kerugian

48
kesejahteraan, sedangkan individu-individu yang memiliki permintaan impor
yang relatif kuat akan mengalami peningkatan kesejahteraan.
Perhatikan bahwa pemenang dan pecundang yang jelas dalam model ini dapat
dibedakan berdasarkan industri. Seperti dalam model faktor imobil, faktor
spesifik untuk industri ekspor diuntungkan sementara faktor spesifik untuk
industri pesaing impor kalah.

1.3.1.2. Faktor Spesifik


Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah
mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek.
Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka
pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan
antar industri.
Teori ini mesugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang,
pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada aturan
sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik agenda bertolak belakang ketika
melobi untuk pengendalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua
pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk
sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri
tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak
untuk menentukan pola pedagangan (Setiawan, 2019).

1.3.1.3. Model Perdagangan Faktor Tertentu


Kasus Faktor Spesifik tunggal:
Teori endowmen faktor Heckscher-Ohlin dipertanyakan oleh Leontief Paradox.
Keberatan lain terhadap validitas teori HO dikemukakan oleh Stephen Magee.
Sebuah asumsi telah diambil dalam teori HO bahwa faktor-faktor produksi
bergerak sempurna di suatu negara tertentu meskipun ini tidak bergerak dengan
sempurna di antara negara-negara yang berbeda. Magee membantah anggapan
tentang mobilitas faktor-faktor di berbagai industri di negara yang sama.
Menurutnya, kesulitan dalam mobilitas faktor antar industri diciptakan oleh
kekhususan faktor.Faktor-faktor tertentu cocok untuk penggunaan khusus dan
ini tidak dapat ditransfer dari satu industri ke industri lainnya. Faktor-faktor
tersebut dapat disebut faktor spesifik. Misalkan produksi di suatu negara
49
dialihkan dari kain katun ke baja, tidak ada tongkat ajaib yang dapat mengubah
bal kapas menjadi bijih besi.
Para pekerja yang terampil membuat kain tidak dapat diserap ke dalam industri
baja. Bahkan stok modal yang digunakan dalam industri tekstil kapas sangat
spesifik dalam periode singkat. Selama suatu periode, tidak diragukan lagi, ini
dapat dialihkan dari satu industri ke industri lainnya. Selain itu, berbagai
industri dapat menggunakan faktor dalam jumlah tertentu.
Misalkan dua komoditas X dan Y diproduksi di suatu negara. Produksi mereka
melibatkan penggunaan tenaga kerja dan modal. Pasokan tenaga kerja adalah
tetap untuk negara secara keseluruhan dan sangat mobile dalam dua industri
ini.Tetapi masing-masing industri menggunakan jumlah modal tertentu. Karena
modal dalam satu industri tidak dapat disubstitusikan dengan modal di negara
lain, maka tidak mungkin harga modal bisa sama di dua industri. Upah di
kedua industri itu, tentu saja, bisa disamakan. Situasi keseimbangan dari sudut
pandang persalinan dapat ditunjukkan melalui Gambar 7.

Gambar 7
Pada Gambar 7, tenaga kerja diukur sepanjang skala horizontal dan upah
diukur sepanjang skala vertikal. LL1 adalah total pasokan tenaga kerja di
negara ini. Pasokan tenaga kerja untuk industri X diukur di sebelah kanan L.
Untuk industri Y, diukur di sebelah kiri L1 . Kurva XX dan YY mengukur nilai
produk marginal tenaga kerja dalam barang X dan Y masing-masing di
lapangan kerja yang berbeda. Karena lebih banyak tenaga kerja yang

50
digunakan dalam industri X, mengingat persediaan modal tetap, MPLX jatuh
dan kurva kurva XX negatif. Demikian pula kurva YY lereng negatif. Kurva
XX dan YY tergantung pada teknologi yang digunakan, harga produk dan
jumlah modal tertentu yang digunakan dalam industri masing-masing.
Peningkatan input tenaga kerja dapat meningkatkan produksi, jika modal
spesifik juga meningkat. Itu bisa mengakibatkan pergeseran kurva XX atau
YY. Nilai produk marginal tenaga kerja dalam industri X adalah PX. MPPLX.
Selama biaya mempekerjakan pekerja tambahan tidak cukup dengan PX.
MPPLX , produsen dalam industri ini akan mempekerjakan lebih banyak
pekerja. Perluasan input tenaga kerja akan berlanjut sampai upah w sama
dengan nilai produk marjinal (w = PxMPLx ).
Demikian pula dalam industri Y, input tenaga kerja akan meningkat hingga w
= PY.MPLy . Pada akhirnya situasi keseimbangan terjadi pada R ketika pekerja
LS dipekerjakan di industri X dan L1S pekerja dipekerjakan di industri Y.
Dalam situasi ini, PXMPX = PY.MPPLY = w = RS. Ini berarti tingkat upah
disamakan di kedua industri karena pergerakan bebas tenaga kerja di antara
berbagai industri atau sektor di negara ini.
Perubahan Wakaf Faktor:
Mengingat harga dua komoditas X dan Y, perubahan input tenaga kerja faktor
seluler, akan mengakibatkan penurunan harga tenaga kerja di kedua industri
dan kenaikan harga modal faktor khusus di kedua industri. Ini sangat berbeda
dengan teorema Rybczynski. Efek dari perubahan dalam faktor abadi dianalisis
melalui Gambar 8 bagian (i) dan (ii).

Gambar 8
51
Pada Gambar 8. (i), semula upah atau harga tenaga kerja sama di RS (=R2S2) di
industri X dan Y. Karena pasokan tenaga kerja faktor seluler meningkat
sebesar L1L2 = RR2 = SS2, kurva YY bergeser ke kanan ke Y1Y1 . Pasokan
tenaga kerja naik di industri X dan Y oleh SS1 dan S2S1 masing-masing. Karena
setiap pekerja tambahan harus bekerja dengan modal lebih sedikit, MPL di
kedua industri jatuh.
Akibatnya, harga tenaga kerja di kedua industri menurun menjadi R1S1
meskipun output di kedua industri telah meningkat. Ini berbeda dengan
teorema Rybczynski. Harga modal di kedua industri akan meningkat karena
setiap jenis modal dikerjakan dengan jumlah tenaga kerja yang lebih besar
sehingga menghasilkan produk modal marjinal yang lebih tinggi di kedua
industri.
Gambar 8. (ii) Menganalisis pengaruh peningkatan modal khusus untuk
industri X. Ketika ada peningkatan jumlah modal dalam industri ini, input
tenaga kerja tetap sama, MPL dalam industri X akan meningkat dan kurva
MPL bergeser dari XX hingga X1X1 . Untuk menjaga kesetaraan dalam nilai-
nilai produk marginal di dua industri, tenaga kerja faktor seluler harus bergeser
dari industri Y ke industri X dengan jumlah SS1 .
Pengalihan ini akan meningkatkan output di industri X tetapi menurunkan
output di industri Y. Tingkat upah di kedua industri akan naik dari RS ke R 1S1.
Persewaan pada kedua jenis modal akan menurun. Perubahan tersebut lebih
dekat dengan efek yang disarankan oleh teorema Rybczynski.
Jika kedua negara terlibat dalam perdagangan bebas, dengan pola permintaan
dan teknik produksi yang identik, perubahan dalam faktor tenaga kerja tidak
akan berpengaruh pada pola perdagangan. Namun, karena perubahan terjadi
dalam penyediaan modal faktor spesifik, output dari dua komoditas berubah
dalam arah yang berlawanan. Dalam situasi seperti itu, setiap negara cenderung
mengekspor barang menggunakan faktor spesifik yang relatif melimpah di
negara itu. Efek seperti itu sepenuhnya konsisten dengan teorema HO.

52
Pengaruh Perubahan Harga:
Model faktor spesifik menganalisis juga pengaruh perubahan harga komoditas
terhadap pengembalian faktor-faktor tersebut. Misalkan harga komoditas X
naik, itu akan menaikkan nilai produk marginal X, yaitu, PX. MPPLX secara
proporsional dan akan menyebabkan pergeseran kurva XX (Lihat Gambar 9)
ke atas ke X1X1 . Ada perpindahan tenaga kerja SS 1 dari produksi Y ke
produksi X. Tingkat upah naik di industri X dari RS ke R1 S1. Karena kenaikan
dalam tingkat upah kurang dari harga X, upah riil dalam industri X turun.
Dalam kasus industri Y, karena harga Y tetap tidak berubah, kenaikan tingkat
upah menandakan kenaikan upah riil di industri ini.Kesimpulan semacam itu
berbeda dengan kesimpulan yang diberikan dalam teorema Stopler-Samuelson.

Gambar 9
Sehubungan dengan pengembalian riil dari modal faktor spesifik, dengan lebih
banyak tenaga kerja untuk bekerja dengan modal spesifik untuk produk X,
produk marjinal modal akan meningkat. Seiring dengan itu, pengembalian
modal spesifik-X akan meningkat. Dalam hal komoditas Y, lebih sedikit tenaga
kerja tersedia untuk bekerja dengan modal khusus-Y. Ini dapat menghasilkan
penurunan laba dari modal spesifik Y.
Dua Faktor Faktor Tertentu:
Varian model faktor spesifik ini dikembangkan oleh Paul Samuelson dan
Ronald W. Jones. Model ini melibatkan dua komoditas, dua negara dan tiga
faktor bersama dengan fungsi produksi neo-klasik. Dari tiga faktor — tanah,
tenaga kerja dan modal, ada dua faktor, tanah dan modal, yang khusus untuk
produksi, dua komoditas X dan Y masing-masing. Faktor-faktor ini tidak dapat
ditransfer dari satu industri ke industri lainnya. Tenaga kerja adalah satu-
satunya faktor yang digunakan di kedua industri. Ini adalah ponsel antara dua
industri di masing-masing kedua negara.
53
Asumsi

Varian model faktor spesifik ini didasarkan pada asumsi berikut:

- Ada dua komoditas X dan Y.


- Ada dua negara A dan B.
- Tanah, tenaga kerja dan modal adalah tiga faktor. Faktor tanah khusus
untuk produksi komoditas X.Modal faktor khusus untuk produksi Y.
Faktor tenaga kerja digunakan dalam produksi komoditas X dan Y dan
bersifat mobile di dalam dua industri di kedua negara.
- Ada kondisi persaingan sempurna di pasar komoditas dan faktor.
- Ada penggunaan tenaga kerja yang lebih besar di negara B daripada di
negara A.
- Produk fisik marjinal tenaga kerja berkurang ketika input tenaga kerja
meningkat.
- Ada teknik produksi yang identik di kedua negara.
- Selera dan preferensi konsumen identik di kedua negara.

Karena negara B lebih banyak menggunakan tenaga kerja daripada A, itu


menunjukkan bahwa B relatif lebih banyak tenaga kerja daripada negara A.
Atas dasar ini, kurva kemungkinan produksi negara A adalah AA 1 dan negara
B adalah BB 1seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Komoditas X (seperti
gandum) bersifat spesifik lahan dan padat karya. Komoditas Y (seperti baja)
adalah khusus untuk modal dan kurang padat karya. Kemiringan dari dua kurva
kemungkinan produksi menunjukkan bahwa negara A memiliki keunggulan
komparatif dalam produksi Y sedangkan negara B memiliki keunggulan
komparatif dalam produksi X.

54
Gambar 10
Kurva ketidakpedulian masyarakat umum untuk kedua negara. Sebelum
berdagang, R adalah titik keseimbangan produksi dan konsumsi untuk negara
A dan S adalah titik keseimbangan konsumsi dan produksi untuk negara B.
Rasio harga domestik di negara A diwakili oleh kemiringan garis P 0 P 0 dan
bahwa negara B diwakili oleh kemiringan garis P 1 P 1 .

Garis-garis ini menunjukkan bahwa komoditas X relatif murah di negara B


daripada di negara A dan komoditas Y relatif murah di negara A daripada di
negara B. Saat perdagangan dimulai, negara khusus modal akan mengekspor
komoditas Y yang relatif murah dan padat modal Sebaliknya, negara spesifik
lahan B akan mengekspor komoditasnya yang relatif murah dan padat karya X.
Model faktor spesifik dengan cara ini mengarah pada kesimpulan yang sama
seperti yang telah diberikan oleh model HO.

Mengenai keuntungan dari perdagangan untuk faktor-faktor spesifik dan


seluler, Sodersten dan Reed menunjukkan bahwa faktor spesifik untuk sektor
ekspor naik dan faktor imobil lainnya hilang. Faktor seluler meningkat dalam
hal satu komoditas dan kehilangan dalam hal komoditas lain sehingga secara
keseluruhan posisinya mungkin hampir tidak berubah.

1.4. Memprediksi Pola Perdagangan

Sejak Perang Dunia Kedua ekonomi global terus tumbuh, pertumbuhan ini
disertai dengan perubahan dalam pola perdagangan internasional yang dilihat
dari perubahan berkelanjutan dalam struktur ekonomi global. Perubahan-
perubahan ini termasuk munculnya blok perdagangan regional,

55
deindustrialisasi di banyak negara maju, peningkatan partisipasi negara-negara
bekas komunis, dan munculnya Cina dan India.

Para ekonom tak dapat membahas dampak perdagangan internasional atau


menyarankan perubahan kebijakan pemerintah mengenai perdagangan dengan
meyakinkan kecuali kalau mereka mengetahui bahwa teori mereka cukup
memadai untuk menjelaskan perdagangan internasional yang diamati dari
kondisi nyata. Karenanya, upaya-upaya dalam menjelaskan pola perdagangan
internasional – siapa menjual apa kepada siapa – telah merupakan sesuatu yang
paling menarik perhatian di kalangan ahli ekonomi internasional (Krugman &
Obstfeld, 2003).

Pola perdagangan internasional memberikan gambaran tentang jenis produk


yang diperdagangkan & negara-negara yang terlibat dalam perdagangan. Setiap
perubahan dalam pola perdagangan merupakan hasil dari perubahan dalam
lingkungan ekonomi & kebijakan perdagangan suatu negara. Faktor-faktor
ekonomi makro di negara perdagangan serta lingkungan ekonomi dunia secara
keseluruhan memengaruhi aliran barang dan jasa internasional. Dengan
demikian, pola perdagangan mengungkapkan informasi penting mengenai
perubahan yang terjadi dalam suatu perekonomian (Gupta, 2015).

Tujuan ekonomi internasional dapat dibagi ke dalam dua bagian yang lebih
spesifik, yaitu tujuan teori ekonomi dan tujuan kebijakan ekonomi
internasional. Secara umum, tujuan teori ekonomi internasional adalah untuk
melakukan prediksi, menguraikan dan menjelaskan prediksi-prediksi tersebut.
Artinya, teori ekonomi internasional melakukan abstraksi dari hal-hal rinci di
sekitar peristiwa ekonomi untuk memisahkan beberapa variabel dan berbagai
hubungan yang dianggap paling penting dalam memprediksi serta menjelaskan
peristiwa ekonomi (Purnastuti, M.Ec.Dev, 2008).

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di


dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks.
Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik
dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan
adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul

56
karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan,
serta hukum dalam perdagangan (Hasoloan, 2013).

Terdapat dua model dalam memprediksi pola perdagangan internasional


diantaranya:

1. Model Ricardian

Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin


merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional.
Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi
apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka
kerja model ini memprediksi di mana negara-negara akan menjadi spesialis
secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga,
model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti
jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara (Hasoloan, 2013).

Perdagangan memberikan keuntungan bagi suatu negara dan dapat ditunjukan


lewat dua cara. Pertama, kita dapat meninjau perdagangan sebagai metode
produksi tak langsung. Sebagai alternatif memproduksi sendiri suatu barang,
suatu negara dapat memproduksi barang lain dan memperdagangkannya
sebagai penukar untuk memperoleh barang yang diinginkan. Model sederhana
menunjukan akan selalu benar bahwa jika suatu barang diimpor, maka
produksi tak langsung membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan
dengan produksi langsung. Kedua kita dapat menunjukan bahwa perdagangan
memperluas kemungkinan konsumsi suatu negara yang pada gilirannya
menciptakan keuntungan perdagangan. Sementara beberapa prediksi dari
model Ricardian sungguh tidak realistik, prediksi utamanya bahwa suatu
negara akan cenderung mengekspor barang-barang pada mana mereka
mamiliki produktivitas yang relatif tinggi telah diperkuat oleh sejumlah
penelitian (Jr).

2. Model Heckscgher-Ohlin

Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan


dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh

57
lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat.
Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak
memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal
kedalam teori perdagangan internasional.

Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan


oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau
negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif
dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan
menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan
model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris
oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih
cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki
kecukupan modal (Hasoloan, 2013).

1.4.1. Sumberdaya: Model Heckscher-Ohlin

Dua ekonom Swedia pada tahun 1920-an, Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
memperluas teori Ricardian model dan mengembangkan teori perdagangan
yang kita kenal sebagai factor endowment theory atau Hecksher-Ohlin Model,
ini merupakan salah satu teori yang paling berpengaruh dalam teori
perdagangan internasional. Teori ini juga dinamakan teori proporsi faktor
karena teori ini menekankan pada saling keterkaitan antara perbedaan proporsi
faktor-faktor produksi antar negara dan perbedaan proporsi penggunaannya
dalam memproduksi barang-barang. Model H-O menyatakan bahwa “suatu
negara akan mengekspor produk yang produksinya lebih banyak menyerap
faktor produksi yang relatif melimpah dan murah, dan sebaliknya suatu negara
akan mengimpor produk yang produksinya memerlukan penggunaan faktor
produksi (sumberdaya) yang relatif lengkap dan mahal di negara tersebut”
(Nopirin, 2008).

Model Hecksher-Ohlin (H-O) memodifikasi model sederhana Ricardian


dengan menambah satu atau lebih faktor produksi, kapital, disamping tenaga
kerja yang merupakan model awal dari teori klasik, model H-O juga
mengasumsikan bahwa hanya perbedaan antara negara-negara adalah

58
perbedaan di dalam relatif endowment dari faktor produksi, teknologi produksi
adalah sama, sementara model Ricardian mengasumsikan bahwa teknologi
produksi adalah berbeda antara negara. Asumsi dari teknologi sama adalah
untuk melihat dampak dari peningkatan perdagangan karena perbedaan
proporsi di dalam faktor produksi negara-negara berbeda. kaum klasik
menerangkan comparative advantage dalam bentuk produktivitas dari
tenaganya (labor productivity) (Usman, 2011).

Perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain
dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi
yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan
opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan
internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif
banyak/murah dalam mem- produksinya akan melakukan spesialisasi produksi
dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan
mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang
relatif langka/mahal dalam memproduksinya (Apridar, 2009).

Dalam analisisnya, teori modern H - O menggunakan dua kurva. Pertama


adalah kurva "Isocost", yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi
yang sama dan kurva "Isocfuant", yaitu kurva yang menggambarkan total
kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro, kurva Isocost akan
bersinggungan dengan kurva Isocfuant pada suatu titik opti-mal. Jadi;
denganbiaya/cost tertentu akan diperoleh produk yang maksimal; atau dengan
biaya/cost minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu (Leamer, 1995).

Kelemahan Asumsi Teori H-O

Untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan


internasional akan dikemukan beberapa asumsi yang kurang valid (Darwanto,
2009):

1. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam


memproduksi adalah tidak valid. Fakta yang ada di lapangan negara sering
menggunakan teknologi yang berbeda.

59
2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor
produksi lebih menjadi masalah. Hal ini karena sebagian besar
perdagangan adalah produk negara industri yang bertumpu pada
diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan
model faktor endowment H-O.
3. Asumsi tidak ada mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor
secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional
yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara.
Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak
mengurangi validitas model H-O.
4. Asumsi spesialisasi penuh suatu negara dalam memproduksi suatu
komoditi jika melakukan perdagangan tidak sepenuhnya berlaku karena
banyak negara yang masih memproduksi komoditi yang sebagian besar
adalah dari impor.

Teori H-O dan Realita

Apakah teori H-O telah sesuai dengan kenyataan? Secara umum teori H-O
betul.

Contoh:

- RI, dan negara-negara berkembang lainnya = padat karya


- Amerika = manufaktur, padat teknologi, padat modal, jasa
- Jepang = padat teknologi dan modal dan mengimpor produk primer

Tetapi dalam perkembangannya ada dua gejala yang tampaknya bertentangan


dengan teori H-O

Volume perdagangan antara kelompok negara berkembang dengan negara


industri, lebih kecil dari volume perdagangan antara sesama negara industri.
Padahal seharusnya kalau menurut teori H-O perdagangan antara negara
berkembang dengan negara industri harus lebih tinggi volumenya karena
negara berkembang diketahui padat karya dan negara industri padat modal.

60
Paradox Leontief
Hasil penelitian dari ekonom Wassily Leontief dari Universitas harvard
mengenai pola perdagangan AS tahun 1947 yang bertentangan dengan teori
Heckscher – Ohlin. Ternyata AS banyak mengekspor padat karya padahal basis
faktor produksi AS adalah padat modal. Fenomena inilah yang disebut
sebagai “Paradox Leontief”.

Ternyata Paradox Leontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama,
yaitu :

1. Intensitas faktor produksi yang berbalikan (factor intensity reversals).


2. Tariff and non-tariff barrier.
3. Perbedaan dalam skills dan human capital.
4. Perbedaan dalam faktor sumber daya alam (natural resources).
Contoh
Titik A, B, dan C berada pada Jsocost yang sama, vaitu $600 dengan
kombinasi in- put/faktor produksi yang berbeda, yaitu A (25 TK, 10 M), B (15
TK, 12 M), dan C (40 TK, 5 M), sedangkan titik D (20 TK, 5 M) berada pada
Isocost $400. Titik-titik B, C, dan D berada pada Isoquant yang menunjukkan
jumlah produksi yang sama, yaitu sebanyak 100 unit pakaian. Sesuai teori
mikro ekonomi, titik singgung antara Isocost dan Isoquant merupakan posisi
optimal. Jadi, dengan kombinasi biaya faktor produksi minimal akan dapat
diproduksi sejumlah produk tertentu. Titik D dengan kombinasi 20 tenaga kerja
dan 5 mesin adalah titik optimal karena dengan Isocost $400 dapat
memproduksi 100 unit pakaian. Adapun titik B dan C, untuk memproduksi 100
unit pakaian (Isocjuant yang sama) diperlukan biaya yang lebih mahal, yaitu
Isocost $600. Sebaliknya, titik A dapat memproduksi 150 unit pakaian, tetapi
dengan biaya yang lebih tinggi, yaitu Isocost $600.
Sesuai konsep titik singgung antara Isocost dan Isocfuant ini, maka masing-
masing negara tentu cenderung memproduksi barang tertentu dengan
kombinasi faktor produksi yang paling optimal sesuai struktur/proporsi faktor
produksi yang dimilikinya. Selanjutnya, teori H - O menggunakan asumsi 2 x
2x 2 dalam arti sebagai berikut. Perdagangan internasional terjadi antara dua
negara (misalnya antara Indonesia dan Jepang). ". Masing-masing negara
61
memproduksi dua macam barang yang sama (misalnya 100 unit pakaian dan 20
unit radio). Masing-masing negara menggunakan dua macam factor produksi,
yaitu tenaga kerja dan mesin, tetapi dengan jumlah/ proporsi yang berbeda.
Secara grafis perbedaan proporsi/jumlah faktor produksi yang dimiliki masing-
masing negara dapat ditunjukkan dengan grafik berikut.

Gambar 11
1.4.2. Model Perdagangan Standar

Model perdagangan standar berasal kurva dunia pasokan relatif dari


kemungkinan produksi dan permintaan relatif dunia kurva dari preferensi.
Harga ekspor relatif terhadap impor, syarat suatu negara perdagangan,
ditentukan oleh perpotongan dunia pasokan relatif dan kurva permintaan. Hal-
hal lain sama, sebuah, meningkat di suatu negara hal perdagangan
meningkatkan kesejahteraannya. Sebaliknya, penurunan dalam hal suatu
negara perdagangan akan meninggalkan negara itu lebih buruk.

Pengembangan model richardian dan heckscher-ohlin yaitu Perbedaan


produktivitas (kapasitas produksi) ditentukan oleh perbedaan PPF (kurva
kemungkinan produksi), PPF dipengaruhi oleh penawaran relative suatu negara
dan fungsi penawaran relatif ditentukan oleh fungsi penawaran relative dunia
dan permintaan dunia dalam kondisi keseimbangan, perbedaan skill tenaga
kerja, tanah, modal dan teknologi antar negara menyebabkan adanya
keuntungan dari perdagangan (Nugroho, 2016).

Model perdagangan standar dibangun pada empat hubungan kunci: (1)


hubungan antara produksi kemungkinan perbatasan dan kurva penawaran
relatif, (2) hubungan antara relatif harga dan permintaan relatif, (3) penentuan
62
keseimbangan dunia dengan relatif dunia penawaran dan permintaan dunia
relatif, dan (4) efek dari hal perdagangan-harga ekspor suatu negara dibagi
dengan harga impor-nya pada kesejahteraan suatu negara (wibowo, 2012).

1.4.2.1. Batas-Batas Kemungkinan Produksi dan Penawaran Relatif

Untuk kebutuhan model standar ini mengasumsikan bahwa setiap negara


memproduksi dua barang, makanan (F) dan kain (C) dan batas kemungkinan
produksi setiap negara berbentuk kurva yang digambarkan oleh TT dalam
gambar 12 titik pada batas kemungkinan produksi yang menunjukkan tingkat
produksi sebenarnya dari suatu perekonomian bergantung pada harga kain
relatif terhadap makanan, PC/PF. ini merupakan proporsi dasar mikroekonomi
yang menyatakan bahwa perekonomian pasar yang tidak terpiuh ( terdistorsi)
oleh monopoli atau pengganggu-pengganggu pasar lainnya akan berproduksi
secara efisien yaitu memaksimumkan nilai output pada harga pasar tertentu,
PCQC + PFQF .

Gambar 12

Dengan menggambarkan sejumlah garis isovalue ( isovalue line) yaitu garis


garis yang di setiap titiknya menunjukkan nilai output yang sama dapat
menunjukkan nilai pasar. Setiap garis ditentukan oleh persamaan
PCQC+PFQF=v, atau dengan melakukan manipulasi, QF=V/PF–(PC/PF)QC,
dimana V adalah nilai output. Semakin besar V, semakin jauh letak garis
isovalue yang makin jauh dari titik 0, dengan demikian garis isovalue yang
makin jauh dari titik 0 menunjukkan nilai output yang semakin besar.

63
Kecondongan garis isovalue adalah minus dari harga relative pakaian. Suatu
perekonomian akan memproduksi nilai output setinggi mungkin, yang dapat
dicapai dengan memproduksi pada titik Q, dimana TT merupakan tangen dari
garis isovalue.

Gambar 13

Pada gambar 13 garis isovalue tertinggi yang dapat dicapai oleh perekonomian
sebelum perubahan dalam PC/PF adalah V1V1, garis tertinggi setelah perubahan
adalah V2V2, titik dimana produksi beralih dari Q1 ke Q2. Maka, kita bisa
mengharapkan kenaikan harga relative kain mengiring perekonomian untuk
memproduksi lebih banyak kain dan lebih sedikit makanan. Karenanya
penawaran relatif kain akan meningkat jika harga relatif kain meningkat.

Gambar 14

64
Gambar 14 menunjukkan hubungan antara produksi, konsumsi, dan
perdagangan dalam model standar. Perekonomian berproduksi pada titik Q dan
mengonsumsi pada titik D yang merupakan titik mana garis-garis isovalue
merupakan tangen bagi kurva indiferens tertinggi yang dapat dicapai (Krugman
& Obstfeld, 2003).

1.4.2.2. Efek dari Naiknya Harga Relatif Kain dan Keuntungan dari
Perdagangan

Gambar 15

Gambar 15 Pada panel (a), kemiringan garis isovalue sama dengan minus harga
relatif kain, PC/PF. Hasilnya, ketika harga relatif naik, semua garis isovalue
menjadi lebih curam. Secara khusus, garis nilai maksimum berputar dari VV1
ke VV2. Pergeseran produksi dari Q1 keQ2 dan konsumsi bergeser dari D1
menjadi D2. Jika ekonomi tidak bisa berdagang, lalu memproduksi dan
mengkonsumsi pada titik D3. Panel (b) menunjukkan efek kenaikan harga
relatif pakaian produksi relatif (pindah dari 1 ke 2) dan permintaan relative
(pindah dari1 ke2. Jika ekonomi tidak dapat berdagang, maka ia
mengkonsumsi dan memproduksi pada poin 3 (Paul R.Krugman, 2011).

65
1.4.2.3. Efek Perubahan Kesejahteraan dalam Ketentuan Perdagangan

Syarat pedagang dengan harga ekspor relatif terhadap harga impor ketika suatu
negara mengekspor kain dan harga relatif kain meningkat, persyaratan
perdagangan naik, Karena harga relatif yang lebih tinggi untuk ekspor berarti
bahwa negara tersebut mampu membeli lebih banyak impor, peningkatan
dalam ketentuan perdagangan meningkatkan kesejahteraan suatu negara,
penurunan dalam ketentuan perdagangan mengurangi kesejahteraan suatu
negara.

1.4.2.4. Menentukan Harga Relatif

untuk menentukan harga kain relatif terhadap makanan, gunakan penawaran


relatif dan permintaan relatif : Pasokan kain dunia relatif terhadap makanan
pada setiap harga relatif. RS = (QC+QC*) / (QF+QF*). Permintaan dunia akan
kain relatif terhadap makanan pada setiap harga relative. RD =
(DC+DC)/(DF+DF). Kuantitas dunia adalah jumlah kuantitas dari dua negara
di dunia.

1.4.2.5. Pertumbuhan dan batas kemungkinan produksi

Gambar 16

Gambar 16a dan b menunjukkan bias-bias pertumbuhan yang kuat. Dalam


setiap kasus, perekonomian dapat memproduksi suatu barang lebih banyak,
tetapi pada harga relatif kain yang tak berubah output makanan ternyata turun
(Gambar 16), sementara output kain ternyata turun pada Gambar 16b.
66
Meskipun pertumbuhan tak selalu sangat bias seperti dalam contoh ini, namun
pertumbuhan yang sedikit bias pakaianpun akan menyebabkan, untuk harga
relative tertentu dari kain, peningkatan output kain relative terhadap makanan.
Kebalikannya berlaku bagi pertumbuhan yang bias terhadap makanan.
Pertumbuhan mengalami bias jika ia menggeser kemungkinana produksi ke
luar lebih jauh ke sutu barang dibandingkan ke barang lain. Dua kemungkinana
ini ditunjukkan oleh pergeseran batas-batas kemungkinan produksi dari T1T1
ke T2T2. Dalam kasus (a) pergeseran ini bias ke arah lain, dalam kasus (b) bias
kea rah makanan.

1.4.2.6. Distribusi Pendapatan Dalam Negara Asing

Tarif atau subsidi mengubah harga relatif barang. Perubahan tersebut memiliki
efek yang kuat pada distribusi pendapatan karena imobilitas faktor dan
perbedaan dalam intensitas faktor industri yang berbeda. Pada pandangan
pertama, arah pengaruh tarif dan subsidi ekspor pada relative harga, dan karena
itu pada distribusi pendapatan, mungkin tampak jelas. Tarif A memiliki
langsung efek menaikkan harga relatif internal baik diimpor, sementara subsidi
ekspor memiliki pengaruh langsung menaikkan harga relatif internal baik
diekspor. Kita baru saja melihat, bagaimanapun, bahwa tarif dan subsidi ekspor
memiliki efek tidak langsung pada segi suatu negara perdagangan. Istilah efek
perdagangan menunjukkan kemungkinan paradoksal. Sebuah tarif dapat
meningkatkan sebuah istilah negara perdagangan begitu banyak-yang,
menaikkan harga relatif dari ekspor yang baik sehingga banyak di pasar dunia-
bahwa bahkan setelah tingkat tarif yang ditambahkan, harga relatif internal dari
mengimpor jatuh baik. Demikian pula, sebuah subsidi ekspor mungkin
memperburuk kondisi perdagangan sehingga harga relatif internal dari ekspor
baik jatuh meskipun subsidi (Sijabat, 2013).

1.4.3. Skala Ekonomi dan Persaingan Tidak Sempurna

Skala ekonomis adalah sebuah konsep praktis yang penting untuk menjelaskan
fenomena dunia nyata seperti pola-pola perdagangan internasional, jumlah
perusahaan di pasar, dan bagaimana perusahaan bisa “terlalu besar untuk
gagal”. Pemanfaatan skala ekonomi membantu menjelaskan mengapa

67
perusahaan tumbuh besar di beberapa industri. Ini juga merupakan pembenaran
untuk kebijakan perdagangan bebas, karena beberapa skala ekonomi mungkin
memerlukan pasar yang lebih besar.

Pandangan alternatif lainnya bahkan menginginkan agar teori H-O diganti dan
bukan diperbaiki. Pandangan ini, yang pengaruhnya semakin meningkat,
dimulai dengan mengungkapkan bahwa proporsi faktor produksi hanya
memproduksi hanya menjelaskan sedikit saja, baik karena negara-negara
memiliki kekayaan faktor produksi yang sama atau karena industri-industri
pada kenyataan tidak berbeda banyak dalam penggunaan proporsi termaksud.
Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perdagangan antarindustri
mendekati keseragaman. Pandangan alternatif ini selanjutnya berpendapat
bahwa negara-negara yang memiliki proporsi faktor yang sama akan mendapat
banyak manfaat dari perdagangan apabila mereka mengkhususkan diri dalam
industri yang memiliki skala ekonomis yang berbeda (skala ekonomis yang
besar atau skala penghasilan yang semakin meningkat, yang berarti bahwa
biaya-biaya meurun pada saat skala produksi semakin membesar (Lindert &
Kindleberger, 1990).

Skala ekonomis berhubungan dengan penurunan biaya untuk memproduksi


satu unit produk dikarenakan bertambahnya jumlah produk yang di produksi
per periode. Adanya skala ekonomi ataupun skala hasil yang meningkat
menandakan bahwa input yang dibutuhkan per unit produksi semakin kecil
dengan semakin banyaknya output yang diproduksi. Peningkatan produksi itu
sendiri dapat dicapai apakah perusahaan-perusahaan yang bersangkutan sudah
bisa melakukannya sekedar dengan memproduksi lebih banyak atau sebaliknya
harus ada peningkatan jumlah perusahaan. Untuk menganalisa dampak skala
ekonomi terhadap struktur pasar membutuhkan kejelasan tentang peningkatan
produksi seperti apa yang diperlukan untuk menurunkan biaya rata-rata. Skala
ekonomi eksternal (external economies of scale) akan tercipta apabila jumlah
biaya per unit sudah tergantung pada besarnya industri, tidak perlu pada
besarnya satu perusahaan (Siregar, 2011).

68
Dalam beberapa buku ekonomi yang lebih baru, disebutkan bahwa jika skala
ekonomi tercipta karena eksternalitas, maka perdagangan internasional dapat
berlangsung tanpa harus ada keunggulan komparatif. Meskipun dua negara
tidak mempunyai keunggulan, baik dalam teknologi maupun sumberdaya,
tetapi masing-masing negara dapat melakukan spesialisasi produk suatu barang
manufaktur maka terciptalah perdagangan internasional.

Dalam buku ekonomi terbitan yang lebih baru adalah industri pakaian (fashion)
di New York dan Lembah Silicon di Californi. Jika terdapat skala ekonomi
didalam perusahaan, maka asumsi persaingan sempurna tidak berlaku lagi, dan
sebaliknya menjadi persaingan tidak sempurna (imperfect competition) karena
adanya skala ekonomi, masing-masing negara tidak dapat memproduksi suatu
jenis produk secara sendirian (Sattar, 2017).

Gambar 17
Skala ekonomi terbagi menjadi dua bagian, yaitu skala ekonomi internal dan
skala eknomi eksternal.

1. Skala Ekonomi Internal (Internal Economies Of Scale)


Skala ekonomi internal akan muncul jika biaya per unit tergantung pada
besarnya satu perusahaan, sehingga hal itu tidak perlu dikaitkan dengan
besarnya industri yang bersangkutan. Skala ekonomi internal akan terlihat
dengan output dari industri yang bersangkutan tidak berubah, tetapi jumlah

69
perusahaan berkurang. Dengan demikian efisiensi meningkat dengan
jumlah output yang dihasilkan meningkat.
2. Skala Ekonomi Eksternal (Exsternal Economies Of Scale)
Skala ekonomi eksternal akan tercipta apabila jumlah biaya per unit sudah
tergantung pada besarnya industri, tidak perlu besarnya satu perusahaan.
Skala ekonomi eksternal akan terlihat dengan meningkatnya efisiensi
perusahaan-perusahaan karena sektor industri menjadi lebih besar.

Skala ekonomis eksternal dan internal tersebut masing - masing menimbulkan


implikasi-implikasi berbeda terhadap struktur industri. Suatu industri dimana
skala ekonomisnya sepenuhnya bersifat eksternal biasanya akan terdiri dari
perusahaan kecil, dan strukturnya akan berkembang menjadi persaingan
sempurna. Sebaliknya, jika skala ekonomis internal memberikan perusahaan-
perusahaan berukuran besar suatu keunggulan biaya atas perusahaan -
perusahaan kecil, maka hal ini pada akhirnya dapat menciptakan struktur pasar
persaingan tidak sempurna (Siregar, 2011).

Penelitian-penelitian yang terbaru mengenai peranan skala ekonomis dalam


perdagangan internasional ternyata menemukan dua alasan yaitu pertama,
skala ekonomis internal lebih mudah di identifikasikan dalam praktek
dibandingkan dengan skala ekonomi eksternal. Alasan kedua, penelitian
tersebut kebanyakan memusatkan perhatiannya pada skala ekonomis internal
adalah, karena perkembangan perdagangan internal yang timbul dari model-
model perdagangan dengan skala ekonomis internal yang banyak
dikembangkan akhir-akhir ini lebih sederhana dan mudah di pahami apabila
dibandingkan dengan perkembangan yang muncul dari model-model yang
bertumpu pada skala ekonomis eksternal (Raahayu, 2015).

Konsep skala hasil meningkat mengacu pada situasi produksi dimana output
bertambah lebih proporsional ketimbang peningkatan input atau fakto-faktor
produksinya. Artinya, seandainya semua input di lipatdua kan, maka output
akan bertambah lebih dua kali lipat. Demikian pula jika semua input di tambah
hingga tiga kali lipat dari pada sebelumnya, maka outputnyapun akan
bertambah lebih tiga kali lipat. Skala hasil yang meningkat ini dapat terjadi

70
karena operasi yang lebih besar cenderung meningkatkan pembagian kerja dan
spesialisasi sehingga setiap unit faktor produksi akan membuahkan hasil yang
lebih besar.

Gambar 18
Ada beberapa aspek dari analisis mengenai gambar 18 yang harus dijelaskan
lebih jauh. Pertama, tidak ada faktor penyebab yang pasti untuk mendorong
kedua negara itu berspesialisasi dalam produksi komoditi X maupun komoditi
Y. Kedua, meskipun dikatakan identik, kedua negara tersebut tidak mungkin
sama persis dalam semua aspek ekonominya. Ketiga, jika skala ekonomis itu
terdapat pada berbagai tingkatan output, maka satu atau beberapa perusahaan
di masing-masing negara lambat laun akan dapat menguasai seluruh pasar bagi
produk tertentu sehingga menjurus pada terciptanya monopoli atau oligopoli.
Jadi, skala ekonomis atau skala hasil yang meningkat tersebut merupakan
sesuatu yang bersifat internal dalam perusahaan. Konsep lain yang cukup
penting dan berkaitan dengan skala ekonomis adalah hipotesis yang
dikemukakan oleh Linder pada tahun 1961, yang pada intinya menyatakan
bahwa suatu negara mengekspor produk produk manufaktur yang di dukung
oleh pasar domestik yang cukup besar. Menurut hipotesis “ kemiripan prefensi
”atau dapat pula disebut sebagai hipotesis“ permintaan yang tumpang tindih “
tersebut, perkembangan manufaktur cenderung terjadi di kalangan negara-
negara yang selera dan tingkat pendapatannya setara (Siregar, 2011).

71
1.4.3.1. Persaingan Tidak Sempurna
Pasar persaingan tidak sempurna adalah pasar atau industri yang terdiri dari
produsen-produsen yang mempunyai kekuatan pasar atau mampu
mengendalikan harga output di pasar. Dalam pasar persaingan tidak sempurna,
perseorangan memiliki pengaruh yang besar atas harga yang akan dijual.

Bentuk-bentuk pasar persaingan tidak sempurna:

1. Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu keadaan pasar dimana hanya ada satu kekuatan
atau satu penjual yang dapat menguasai seluruh penawaran, sehingga tidak ada
pihak lain yang menyanginya atau terdapat pure monopoly (monopoli murni).

Kelebihan Pasar Monopoli:

- Industri-industri yang berkembang banyak yang bersifat monopoli.

- Mendorong untuk adanya inovasi baru agar tetap terjaga monopolinya.

- Tidak akan mungkin timbul perusahaan-perusahaan yang kecil sehingga


perusahaan monopoli akan semakin besar.

Kelemahan Pasar Monopoli:

- Timbul ketidakadilan karena keuntungan banyak dinikmati oleh produsen.

- Tidak efisiensinya biaya produksi, karena perusahaan monopoli tidak


memanfaatkan secara penuh penghematan ongkos produksi atau sering
disebut timbulnya pemborosan.

- Konsumen merasa berat karena harus membeli barang dengan harga sangat
tinggi oleh perusahaan monopoli.

2. Pasar Oligopoli

Pasar oligopoli adalah suatu keadaan pasar dimana terdapat beberapa produsen
atau penjual menguasai penawaran, baik secara independen maupun secara
diam-diam bekerja sama.

72
Kelebihan Pasar Oligopoli:

- Industri-industri oligopoli bisa mengadakan inovasi dan penerapan


teknologi baru yang amat pesat.

- Terdorong untuk berlomba penemuan proses produksi baru dan penurunan


ongkos produksi.

- Lebih mampu menyediakan dana untuk pengembangan dan penelitian

Kelemahan Pasar Monopoli:

- Tidak efisiensi produksi karena setiap produsen tidak beroperasi pada biaya
rata-rata yang minimum.

- Kemungkinan adanya eksploitasi konsumen maupun buruh.

- Terdapat kenaikan harga (inflasi) yang merugikan masyrakat secara makro.

- Kemungkinan adanya keuntungan yang terlalu besar yang dinikmati


produsen.

3. Pasar Monopolistik

Pasar monopolistik adalah pasar yang terjadi apabila dalam suatu pasar
terdapat banyak produsen, tetapi ada diferensiasi produk (perbedaan merk,
bungkus, dan sebagainya) diantara produk-produk yang dihasilkan oleh
masing-masing produsen. Pada perusahaan monopolistik biasanya menghadapi
kurva permintaan yang bentuknya melengkung ke bawah dari kiri atas ke
kanan bawah. Bentuk kurva permintaan demikian menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut bisa menghasilkan lebih banyak output hanya jika
harganya turun.

73
Gambar 19

Gambar 20

Kelebihan Pasar Monopolistik:

- Konsumen memiliki banyak pilihan barang.

- Produsen dapat menentukan harga sendiri-sendiri dalam satu pasar karema


tidak ada persaingan.

- Masing-masing monopolistik mempunyai keuntungan sendiri-sendiri karena


memiliki pasar (konsumen) sendiri-sendiri.

Kelemahan Pasar Monopolistik :

- Tidak efisiennya produksi karena produsen tidak berproduksi dengan biaya


rata-rata (AC) yang minimum.

- Terlalu banyak perusahaan kecil.

- Konsumen masih harus membayar harga produk yang lebih tinggi dari biaya
produksi untuk menghasilkan produk tersebut, atau P lebih besar dari MC.

74
Dalam pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition) perusahaan
menyadari bahwa mereka dapat menjual produk-produk dalam jumlah yang
lebih banyak dengan cara menurunkan harga produk-produknya. Apabila
perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga, maka kita perlu mengembangkan
sebentuk perangkat analisis atambahan untuk menjelaskan bagaimana
perusahaan tersebut akan berperilaku. Struktur pasar paling sederhana yang
tersedia guna mengamatinya adalah struktur monopoli murni (pure monopoly)
yakni dimana satu peruahaan sama sekali tidak menghadapi satu persaingan
pun. (Rahayu, 2015).

Ringkasan

Globalisasi diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi pertumbuhan


ekonomi yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat baik di
negara maju maupun negara sedang berkembang. Sementara itu, bisnis
internasional dilakukan karena dua alasan utama, yaitu berdagang karena
memiliki perbedaan dan berdagang untuk mencapai skala ekonomis
(economies of scale). Masing-masing alasan mengarah pada keuntungan
perdagangan (gains from trade). Keunggulan komparatif sebagai konsep dasar
dalam analisis untuk membantu memahami bagaimana perbedaan-perbedaan
antar negara. Bisnis internasional (export dan import), kebijaksanaan ekonomi
pemerintah suatu negara sangat mempengaruhi arah serta hasil dari prosesnya.
Salah satu bentuk dari kebijakan perdagangan internasional adalah penentuan
tarif terhadap berbagai komoditi yang diperdagangkan. Keputusan negara
untuk terlibat dalam kerjasama perdagangan bebas, baik itu dalam bilateral,
kawasan, ataupun multilateral, pada dasarnya ialah untuk kepentingan ekonomi
negaranya seperti meningkatkan pendapatan nasional, memperluas pasar, dan
sebagainya.

Tugas

1. Jelaskan tentang sistem perdagangan dunia?


2. Jelaskan tentang keunggulan komparatif?
3. Jelaskan tentang mobilitas faktor dan distribusi pendapata?
4. Jelaskan tentang pola-pola perdagangan?
75
Praktikum

Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,


mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Jelaskan landasan teori perdagangan internasional yang mendasari
kasus tersebut?
2. Bagaimana keunggulan komparatif dalam kasus tersebut?
3. Jelaskan teori mobilitas faktor dan distribusi pendapatan dalam kasus
tersebut?
4. Jelaskan pola-pola perdagangan dalam kasus tersebut?

Daftar Pustaka

Apridar. (2009). Ekonomi Internasional (Sejarah, Teori, dan Permasalahan


dalam Aplikasinya). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ball, D., McCulloch, W. H., Frantz, P. L., & Minor, M. S. (2005).
International Business:The Challenge of Global Competition Edisi 10.
McGraw-Hill Higher Education.
Barney, J. B., & Clark, D. N. (2014, November 24). Resource Based Theory:
Creating and Sustaining Competitive Advantage (2007). Retrieved from
www.slideshare.net: https://www.slideshare.net/pavan7soni/resource-
based-theory-barney-and-clark-2007?from_action=save
Berg, H. V., & J, J. (2007). Lewer International Trade and Economic Growth.
New York, USA: M.E. Sharpe.
Berik, G. (2017). Efficiency Arguments for Gender Equality: An Introduction.
C.Kemp, M. (1995). From Trade And The Gains From Aid. USA, Kanada:
Routledge.
Cadot, O., Carrere, C., & Strausskhan, V. (2011). Intra Industry Trade. The
Review of Economics and Statistics.
Crowley, M. A. (2003). Pengenalan WTO dan GATT. Pengenalan WTO dan
GATT, 43.
Damanik, A. M., Zulgani, & Rosmeli. (2018). Faktor-faktor yang
mempengaruhi ketimpangan pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jambi. Perspektif Ekonomi dan Pembangunan Daerah Vol.
7. No.1, 15-25.

76
Darwanto. (2009). Model Perdagangan Hecksher-Ohlin (Teori, Kritik dan
Perbaikan).
Fitriani, S. (2014). PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FOREIGN
DIRECT INVESTMENT DIINDONESIA. PERDAGANGAN
INTERNASIONAL DAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT
DIINDONESIA, 94.
Gupta, S. (2015, Mei 21). Trade Pattern. Retrieved from SlideShare:
https://www.slideshare.net/shwetagupta796/trade-pattern
Hasoloan, J. (2013). Peranan Perdagangan Internasional Dalam Produktifitas
dan Perekonomian. Edunomic, 102-112.
Hidayaters. (2008, April 15). Perbedaan Keunggulan Kompetitif dengan
Keunggulan Komparatif. Retrieved from hidayaters.wordpress.com:
https://hidayaters.wordpress.com/2008/04/15/perbedaan-keunggulan-
kompetitif-dengan-keunggulan-komparatif/
Hill, C. W. (2010). International Business 8e. McGraw-Hill Education.
Imbs, J., & Wacziarg, R. (n.d.). American Economic Review. 2003.
James, R. M. (2018). Multi-Plant Economies And The Gains From Trade
Multinationals. Journal of International Economics, 1-23.
Jansen, M., Peters, R., & Salazar-Xirinachs, J. M. (2011). Trade and
Employment From Myths to Facts. 2011.
Jr, D. (n.d.). Model Ricardian. Retrieved from Academia:
https://www.academia.edu/4672290/Model_Ricardian
Korah, R. S. (2016). PRINSIP-PRINSIP EKSISTENSI GENERAL
AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) DAN WORLD
TRADE ORGANIZATION (WTO) DALAM ERA PASAR BEBAS.
Jurnal Hukum Unsrat, 44-52.
Krugman, P. R., & Obstfeld, M. (2003). Ekonomi Internasional Teori dan
Kebijakan Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Leamer, E. (1995). The Heckscher–Ohlin Model in Theory and Practice.
INTERNATIONAL FINANCE.
Lindert, P. H., & Kindleberger, C. P. (1990). Ekonomi Internasional Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Nopirin. (2008). Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Nugroho, J. (2016, 6 2). 5 perekonomian internasional model perdagangan-
standar. Retrieved 10 29, 2019, from www.slideshare.net:
https://www.slideshare.net/juditjnugroho/5-perekonomian-
internasional-model-perdaganganstandar
Paul R.Krugman, M. O. (2011). International Economics Theory & Policy.
America: Addison Wesley.
Prakasa, S. U. (2018). Perdagangan Internasional Dan Ham: Relasinya Dengan
Sustainable Development. 9(12).
77
Purnastuti, M.Ec.Dev, L. (2008). Ekonomi Internasional. Tangerang:
Universitas Terbuka.
Raahayu, S. (2015). Peranan Skala Prioritas dan Jenis Pasar dalam
Perdagangan Internasional. Jurnal Inkoma, 11.
Rachmi, A. (2019, Oktober 27). Teori Perdagangan Internasional. Retrieved
from
https://www.academia.edu/10071035/BAB_2_TEORI_PERDAGANG
AN_INTERNASIONAL
Rahayu, S. (2015). Peranan Skala Prioritas dan Jenis Pasar Dalam Perdagangan
Internasional. Jurnal Inkoma, 21-22.
S, A. (n.d.). The Specific Factor Model of Trade | International Economics .
Retrieved from Economic Discussion:
http://www.economicsdiscussion.net/international-trade/models-
international-trade/the-specific-factor-model-of-trade-international-
economics/30991
Santosa, A. B. (2006). PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN
PEMBANGUNAN EKONOMI . PERDAGANGAN INTERNASIONAL
DAN PEMBANGUNAN EKONOMI , 130-131.
Sasmita, S. (2015). Reformasi Struktur Perdagangan Internasional dalam
WTO: Perspektif Joseph E. Stiglitz. Reformasi Struktur Perdagangan
Internasional dalam WTO: Perspektif Joseph E. Stiglitz, 192-193.
Sattar. (2017). Buku Ajar Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Deepublish.
Setiawan, S. (2019, Juni 27). 5 Macam Teori Perdagangan Internasional
Dalam Ekonomi. Retrieved from GURUPENDIDIKAN.COM:
https://www.gurupendidikan.co.id/5-macam-teori-perdagangan-
internasional-dalam-ekonomi/
Siebert, H. (1977). ENVIRONMENTAL QUALITY AND THE GAINS
FROM TRADE. 1-18.
Sijabat, S. (2013, 04 23). Model Perdagangan Standar. Retrieved 10 29, 2019,
from SahatSijabat22.blogspot.com:
http://sahatsijabat22.blogspot.com/2013/04/model-perdagangan-
standar.html
Sinha, A. (2011). TRADE AND THE INFORMAL ECONOMY.
Siregar, J. (2011, Maret Rabu). Skala Ekonomis, Persaingan tidak Sempurna
dan Perdagangan Internasional. Retrieved Maret Rabu, 2011, from
https://janisiregar.blogspot.com:
https://janisiregar.blogspot.com/2011/03/skala-ekonomis-persaingan-
tidak.html
Sjamsul Arifin, D. E. (2007). Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta:
PT. Alex Media Komputindo.
Stern , R. .. (2011). Growth and the Gains From Trade and Globalozation
Comparative Advantage. Singapore: Word Scientific.
78
Suci, S. (2014). International Trade and Foreign Direct Investment in
Indonesia. Perdagangan Internasioanal, 1-24.
Sutrisno, N. (2009). Efektifitas Ketentuan-Ketentuan World Trade
Organization tentang Perlakuan Khusus dan Berbeda Bagi Negara
Berkembang: IMplementasi dalam Praktek dan dalam Penyelesaian
Sengketa. Jurnal hukum, 1-29.
Tjiptoherijanto, P. (2000). Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi.
Jakarta.
Usman, J. S. (2011). TINGKAT KETERBUKAAN, KOMPETISI DALAM
ARUS PERDAGANGAN INDONESIA DI ASIA: SUATU
PENDEKATAN EKONOMETRIKA. Indonesian Journal of
Agricultural Economics (IJAE).
wibowo, P. s. (2012, 10 21). Model Perdagangan Standar Yang Dibangun
Pada Empat Hubungan Kunci. Retrieved 10 29, 2019, from
www.scribd.com:
https://www.scribd.com/document/110674915/Model-Perdagangan-
Standar-Yang-Dibangun-Pada-Empat-Hubungan-Kunci
Wicaksana Prakasa, S. U. (2018). Perdagangan Internasional Dan Ham:
Relasinya Dengan Sustainable Development . Perdagangan
Internasional Dan Ham: Relasinya Dengan Sustainable Development ,
37.
Yunanda, M. (2016, Oktober 21). Distribusi Pendapatan, Kurva Lorenz dan
Koefisien Gini. Retrieved from Belajar Ekonomi:
https://ruangbelajarekonomi.blogspot.com/2016/10/kurva-lorenz-dan-
koefisien-gini.html
Zahro, F. (2012, Juni 18). TEORI DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN
KEKAYAAN. Retrieved from Kumpulan Materi:
https://fatimaajja.blogspot.com/2012/06/teori-distribusi-pendapatan-
dan.html

79
BAB 2
PASAR TENAGA KERJA GLOBAL

Bab Pasar Tenaga Kerja Global menguraikan tentang Pendhauluan; Globalisasi


dan Imigrasi: Efisiensi, Pemerataan dan Pengukurannya; dan Fenomena
Outsourcing.

Tujuan kegiatan belajar adalah mampu memahami dan menjelaskan globalisasi


dan imigrasi: efisiensi, pemerataan dan pengukurannya; dan fenomena
outsourcing.

2.1. Pendahuluan

2.1.1. Fenomena Globalisasi

Dalam tiga puluh tahun terakhir, peningkatan tingkat liberalisasi dan integrasi
pasar telah menjadi ciri ekonomi dunia. Istilah "Globalisasi" digunakan untuk
mengidentifikasi peristiwa yang bidang tindakannya mencakup seluruh dunia,
tidak hanya tersisa di tingkat nasional. Pasar Globalisasi hanyalah salah satu
aspek dari fenomena intensifikasi karena hubungan sosial dan keterbukaan
internasional. Globalisasi pasar merupakan peningkatan tingkat perdagangan
internasional, semakin banyak pergerakan modal, tenaga kerja dan teknologi
secara intensif di seluruh dunia. Batas antar negara menjadi kurang relevan
untuk barang, jasa, dan dana abadi yang bergerak dari satu sisi dunia ke sisi
lainnya. Pasar keuangan sangat terintegrasi berkat deregulasi yang kuat dan
peningkatan teknologi informasi yang memungkinkan ribuan transaksi per hari.
Produksi barang dan jasa semakin terfragmentasi menjadi fase yang berbeda
yang diwujudkan di berbagai negara, karena fenomena outsourcing dan
offshoring, di mana perusahaan mencari cara produksi yang paling produktif
dan termurah Pembagian kerja internasional baru, dan meningkatnya jumlah
aktor di kancah global telah menyebabkan penyesuaian struktural, berbeda dari
satu negara ke negara lain, dalam kaitannya dengan spesialisasi produktif yang
berbeda.

1
Ekonom dan lembaga internasional lazim memiliki pendapat positif tentang
globalisasi, karena mereka berfokus pada keuntungan yang dihasilkannya.
Integrasi yang melonjak sebenarnya telah berkontribusi, bersama dengan
perkembangan teknologi yang kuat, untuk meningkatkan kekayaan dan
pendapatan, dan keterbukaan utama terhadap perdagangan internasional
memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap pertumbuhan. Pertama-tama,
perdagangan melakukan konvergensi absolut dengan tingkat pendapatan yang
serupa di antara negara-negara. Kedua, perdagangan meningkatkan
produktivitas karena keterbukaan menyebarkan pengetahuan dan teknologi di
antara negara-negara, memungkinkan perusahaan untuk menentukan cara
produksi yang paling efisien. Ini mengarah untuk pertumbuhan produktivitas
dan, akibatnya, ekspor, yang meningkatkan pendapatan negara. Produktivitas
juga meningkat berkat kualitas input terbaik yang dapat diimpor darilain
negara: keterbukaan dan perdagangan sebenarnya memungkinkan spesialisasi
dalam kaitannya denganmasing-masing negara keunggulan komparatif. Faktor
ketiga adalah perdagangan mengurangi korupsi dan kekuatan monopoli, yang
merupakan contoh khas dari persaingan tidak sempurna di ekonomi tertutup.
Sebenarnya hampir tidak mungkin bagi satu perusahaan untuk mengendalikan
seluruh pasar dalam ekonomi terbuka. Perdagangan juga mendorong reformasi
kelembagaan, yang merupakan prasyarat mendasar untukperdagangan
hubungan.

Tetapi opini publik sering kali memiliki posisi negatif mengenai globalisasi,
dengan alasan bahwa hal itu meningkatkan kesenjangan sosial, bahwa itu
menguntungkan hanya untuk perusahaan besar dan bukan untuk warga negara,
dan terutama bahwa itu memiliki efek negatif pada pasar tenaga kerja. Efek
globalisasi pada pasar tenaga kerja tentu saja merupakan salah satu aspek
utama dari analisis ekonomi globalisasi. Apa yang telah terjadi dalam beberapa
dekade terakhir adalah bahwa upah pekerja tidak terampil turun di negara maju
dan pengangguran mereka meningkat, sementara ada kecenderungan yang
berlawanan di negara-negara berkembang di mana ekspor barang padat karya
meningkat, mengarah ke mengejar ketinggalantidak trampil upah pekerja.
Negara-negara Barat sebenarnya mengimpor barang dalam jumlah yang
2
semakin banyak dari negara-negara berkembang, ditandai dengan tingginya
tingkat tenaga kerja tidak terampil, yang mengurangi permintaan tenaga kerja
tidak terampil nasional. Konsekuensi dari fenomena ini adalah pengangguran
meningkat, dan ada kesenjangan yang lebih besar antara upah pekerja terampil
dan tidak terampil. Menarik untuk digarisbawahi bahwa efek kontraksi yang
sama dari permintaan tenaga kerja, terutama di sektor padat karya, di mana ada
persaingan yang tinggi dari negara-negara berkembang, juga disebabkan oleh
kelanjutan perkembangan teknologi. Meningkatkan teknik-teknik produksi
mengurangi permintaan tenaga kerja tidak terampil, mirip dengan apa yang
dilakukan globalisasi. Dengan demikian, sangat penting untuk memisahkan dua
fenomena ini dalam analisis, untuk hanya mengamati efek globalisasi pada
pasar tenaga kerja.

2.1.2. Teori Tentang Globalisasi Dan Tenaga Kerja

Dalam lima puluh tahun terakhir volume perdagangan internasional terus


tumbuh pada tingkat yang tinggi; layanan menjadi lebih penting; investasi
asing langsung meningkat dan saat ini merupakan langkah mendasar bagi
perusahaan multinasional. Ini semua adalah konsekuensi dari globalisasi yang,
bersama dengan peningkatan cepat inovasi dan teknologi, telah mengubah
pembagian kerja internasional. Tingkat pengangguran yang meningkat juga
merupakan aspek yang menjadi ciri ekonomi global dalam beberapa tahun
terakhir. Penentang globalisasi menghubungkan penurunan ini di pasar tenaga
kerja dengan integrasi internasional danpasar keterbuk an. Oleh karena itu
sangat penting untuk menganalisis mekanisme yang ada di bawah efek ini dan
memiliki tinjauan literatur tentang hal itu. Teori-teori perdagangan tradisional
berupaya menganalisis dan memahami berbagai tingkat perdagangan
internasional, dan teori Heckscher-Ohlin adalah salah satu yang paling banyak
diterima.

2.1.3. Teori Heckscher-Ohlin

Model HO adalah model 2x2x2, yang berarti bahwa ada dua negara, dua
barang dan dua faktor. Faktor-faktor yang biasanya dipertimbangkan adalah
modal dan tenaga kerja, atau tanah dan tenaga kerja; barang-barang itu

3
sebaliknya berbeda dalamfaktornya intensitas, yaitu, pada rasio upah-sewa
tertentu, produksi salah satu barang menggunakan rasio modal terhadap tenaga
kerja yang lebih tinggi daripada produksi yang lain. Dengan demikian, teorema
HO menegaskan bahwa dalam perdagangan bebas suatu negara akan
mengekspor komoditas dan jasa yang secara intensif menggunakan faktor
kelimpahan relatifnya, dan akan mengimpor komoditas dan jasa dari faktor
kelangkaan relatifnya. Oleh karena itu, sumbangan relatif dari faktor-faktor
produksi (tanah, tenaga kerja dan modal) menentukan keunggulan komparatif
suatu negara. Menurut model ini ada pemenang dan pecundang dari
perdagangan internasional, karena pemilik faktor yang melimpah dari suatu
negara memperoleh keuntungan dari perdagangan, sedangkan pemilik faktor
langka kehilangan11. Jadi, diterapkan pada realitas kontemporer, teorema HO
menyoroti alasan mengapa negara-negara industri mengekspor barang-barang
padat modal, sementara mereka mengimpor barang-barang padat karya dari
negara-negara berkembang.

2.1.4. Teorema Pemerataan Harga Faktor (FPE)

Terkait dengan model HO, teorema Pemerataan(FPE) menegaskan bahwa


perdagangan bebas dan kompetitif akan membuat harga faktor menyatu
bersama dengan harga barang yang diperdagangkan, selama produksi teknologi
identik dan dicirikan oleh skala hasil yang konstan dan negara-negara tidak
sepenuhnya berspesialisasi. Ada berbagai kekuatan ekonomi yang harus
membawa konvergensi harga faktor. Yang pertama adalah spesialisasi. Ketika
negara-negara industri (berlimpah modal) menemukan peluang perdagangan
baru dengan negara-negara berkembang (tenaga kerja berlimpah), para
pembentuk berhenti memproduksi barang-barang padat karya dan
berspesialisasi dalam barang-barang padat modal. Sebaliknya, negara-negara
berkembang, yang kaya akan tenaga kerja, berspesialisasi dalam produksi
barang padat karya. Kedua proses spesialisasi juga mengarah pada
pengurangan kesenjangan upah, karena permintaan akan tenaga kerja tidak
trampil di negara-negara maju berkurang, sementara itu naik di negara-negara
berkembang. Kekuatan kedua diberikan oleh aliran modal. Modal bergerak,

4
pada kenyataannya, dari negara-negara industri ke negara-negara berkembang,
karena tingkat pengembalian yang lebih tinggi yang ditawarkan oleh yang
terakhir. Modal memungkinkan, dengan demikian, penciptaan lapangan kerja
baru di negara-negara berkembang dan membuat permintaan tenaga kerja lokal
tumbuh dan ini meningkatkan upah. Di negara maju, sebaliknya, proses yang
sebaliknya terjadi, membuat upah bertemu. Kekuatan ketiga adalah limpahan
pengetahuan teknologi. Ini biasanya ditransfer melalui pengamatan dan
peniruan, meskipun mungkin ada paten dan hak kekayaan intelektual untuk
melindunginya. Namun paten berakhir setelah beberapa tahun, dan sebagian
besar teknologi pengetahuantidak dilindungi, karena terlalu luas untuk
dipatenkan. Kekuatan keempat FPE adalah migrasi. Orang-orang terutama
bermigrasi dari negara-negara berkembang dengan upah rendahnegara ke-
negara maju dengan upah tinggi, dan ini membuat tenaga kerja semakin langka
di negara-negara pertama dan lebih melimpah di negara-negara kedua,
mengurangi perbedaan upah internasional. Tetapi semua ini hanya terjadi
dalam model ideal, karena dalam kenyataannya FPE lengkap tidak diamati
karena perbedaan sumber daya yang luas, hambatan perdagangan, upah kaku
dan perbedaan teknologi internasional.

2.1.5. Teorema Stolper-Samuelson

Yang terkoneksi secara ketat dengan model Heckscher Ohlin adalah teorema
Stolper-Samuelson yang menggaris bawahi hubungan antara harga barang dan
harga faktor. Menurut teorema Stolper-Samuelson, sebenarnya, jika ada
pengembalian konstan ke skala dan kedua barang (padat modal dan padat karya
yang ada dalam model HO) terus diproduksi, peningkatan relatif dalam harga
barang akan meningkatkan pengembalian nyata ke faktor yang digunakan
secara intensif dalam industri itu dan mengurangi pengembalian nyata ke faktor
lain. Menurut model Stolper-Samuelson, pintu masuk negara-negara
berkembang dalam kompetisi internasional, karena pengurangan hambatan
perdagangan dan biaya transportasi, izin untuk barang padat karya, diproduksi
di negara-negara Timur, untuk menggantikan yang datang dari negara industri.
Negara. Akibatnya, permintaan tenaga kerja tidak terampil berkurang di-Barat
negara negara membuat pengangguran bertambah.
5
Tenaga kerja global mengacu pada persediaan angkatan kerja internasional,
termasuk orang-orang yang dipekerjakan oleh perusahaan multinasional dan
terhubung melalui sistem jaringan global dan produksi, pekerja imigran,
pekerja migran sementara, pekerja telekomuter, orang-orang yang terlibat
dalam pekerjaan berorientasi ekspor, pekerjaan kontingen, atau pekerjaan
berbahaya. Per 2012, persediaan angkatan kerja global mencapai kurang lebih
3 miliar orang, 200 juta di antaranya menganggur.

2.2. Globalisasi dan Imigrasi: Efisiensi, Pemerataan dan Pengukurannya

2.2.1. Globalisasi

Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran


pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya.
Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan
telegraf dan internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin
mendorong saling ketergantungan aktivitas ekonomi dan budaya. Meski
sejumlah pihak menyatakan bahwa globalisasi berawal di era modern, beberapa
pakar lainnya melacak sejarah globalisasi sampai sebelum zaman penemuan
Eropa dan pelayaran ke Dunia Baru. Ada pula pakar yang mencatat terjadinya
globalisasi pada milenium ketiga sebelum Masehi. Pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan budaya dunia berlangsung
sangat cepat. Istilah globalisasi makin sering digunakan sejak pertengahan
tahun 1980-an dan lebih sering lagi sejak pertengahan 1990-an. Pada tahun
2000, Dana Moneter Internasional (IMF) mengidentifikasi empat aspek dasar
globalisasi: perdagangan dan transaksi, pegerakan modal dan investasi, migrasi
dan perpindahan manusia, dan pembebasan ilmu pengetahuan. Selain itu,
tantangan-tantangan lingkungan seperti perubahan iklim, polusi air dan udara
lintas perbatasan, dan pemancingan berlebihan dari lautan juga ada
hubungannya dengan globalisasi. Proses globalisasi memengaruhi dan
dipengaruhi oleh bisnis dan tata kerja, ekonomi, sumber daya sosial-budaya,
dan lingkungan alam.

6
2.2.2. Migrasi

Migrasi internasional sebagai salah satu batas terpenting globalisasi merupakan


proses dinamis yang telah secara signifikan membentuk ekonomi global.
Namun demikian, baik migrasi tenaga kerja dan kemanusiaan adalah tantangan
utama terutama untuk Eropa, di mana integrasi ekonomi regional dan konteks
geopolitik telah menghasilkan peningkatan arus imigrasi dengan konsekuensi
ekonomi yang mendalam bagi negara pengirim dan negara tujuan (Julien
Chaisse, 2015).imigrasi mempengaruhi hasil pada dasarnya tergantung pada
struktur keterampilan imigran dibandingkan dengan yang dipegang oleh pekerja
asli, pendidikan sehingga memainkan peran yang menentukan. Pada saat yang
sama, hasilnya juga tergantung pada asumsi pada elastisitas pasokan modal.
Dalam perspektif ini, jika modal memiliki elastisitas sempurna, maka imigrasi
tidak akan mempengaruhi kinerja pasar tenaga kerja bagi pekerja asli karena
imigran memiliki struktur keterampilan yang sama dengan mereka. Dengan
demikian, ekonomi akan memasukkan tenaga kerja tambahan melalui ekspansi
sederhana. Namun, di sisi lain, jika imigran memiliki keterampilan yang
berbeda dari penduduk asli dan jika tidak ada mekanisme penyesuaian lain,
maka penyerapan akan menyiratkan berbagai efek upah. Oleh karena itu,
manfaat yang dihasilkan oleh imigrasi sangat tergantung pada tingkat
pendidikan migran dan struktur keterampilan mereka dibandingkan dengan
penduduk asli. Secara umum, imigrasi mengarah pada redistribusi umum untuk
kepentingan sebagian dan merugikan pihak lain.

Pendekatan emigrasi lebih berfokus pada efek migrasi pada hasil pasar kerja,
pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh remitansi dan
dampak rumah tangga pada mereka yang tertinggal. Literatur ekonomi besar
tentang dampak emigrasi tenaga kerja pada ekonomi pengirim migran
menyoroti bahwa itu secara signifikan tergantung pada cara rasio modal-tenaga
kerja dipengaruhi terkait dengan orang-orang yang tersisa di negara asal. Selain
itu, efek emigrasi sangat berbeda dari satu kelompok sosial ekonomi ke yang
lain. Dengan demikian, secara keseluruhan, emigrasi cenderung memiliki
dampak positif pada mereka yang tersisa, dengan meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan mengurangi ketidaksetaraan pendapatan di negara pengirim
7
migran (Clemens, 2014).Teori-teori yang menjelaskan konsep brain drain
dengan mengungkapkan relevansi pengetahuan asimetris mengenai
keterampilan yang diperoleh oleh para migran, masing-masing fakta bahwa
negara tuan rumah memiliki lebih banyak informasi tentang kemampuan migran
daripada ekonomi pengirim migran (Viem Kwok, 1982).

Dampak imigrasi terhadap pasar tenaga kerja sangat tergantung pada


keterampilan migran, keterampilan pekerja yang ada, dan karakteristik
ekonomi tuan rumah. Ianya juga berbeda antara jangka pendek dan jangka
panjang ketika ekonomi dan permintaan tenaga kerja dapat menyesuaikan diri
dengan peningkatan pasokan tenaga kerja. Imigrasi memengaruhi pasokan
tenaga kerja, karena meningkatkan jumlah pekerja di sektor ekonomi tertentu.
Pada saat yang sama, imigrasi cenderung meningkatkan permintaan tenaga
kerja, karena migran memperluas permintaan konsumen untuk barang dan jasa
tertentu (Johnson, 1998) Artinya, imigrasi dapat meningkatkan persaingan
untuk pekerjaan yang ada di sektor pekerjaan tertentu tetapi juga dapat
menciptakan pekerjaan baru.Efek jangka pendek langsung dari imigrasi
terhadap upah atau pekerjaan pekerja yang ada tergantung pada sejauh mana
migran memiliki keterampilan yang menggantikan atau melengkapi mereka
dengan pekerja yang ada (Borjas, 1995).

a. Ketika pekerja migran adalah pengganti bagi pekerja yang ada, imigrasi
diharapkan dapat meningkatkan kompetisi untuk pekerjaan dan mengurangi
upah dalam jangka pendek. Dalam hal pekerjaan, sejauh mana penurunan
upah meningkatkan pengangguran atau tidak aktif di antara pekerja yang
ada tergantung pada kesediaan mereka untuk menerima upah yang lebih
rendah yang baru. Jika, di sisi lain, keterampilan migran saling melengkapi
dengan keterampilan pekerja yang ada, semua pekerja mengalami
peningkatan produktivitas yang diharapkan dapat menyebabkan kenaikan
upah pekerja yang ada. Secara umum, pekerja dengan pekerjaan dengan
keterampilan rendah diharapkan menghadapi lebih banyak persaingan dari
para migran karena keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu lebih
mudah diperoleh dan kurang terspesialisasi.

8
b. Kedua, selain memperluas pasokan tenaga kerja, imigrasi juga dapat
memperluas permintaan tenaga kerja dan, dengan demikian menciptakan
lapangan kerja baru. Ini karena tidak ada jumlah pekerjaan tetap dalam
perekonomian. Migran memperluas permintaan konsumen akan barang dan
jasa, dan pengusaha dapat meningkatkan produksi di sektor-sektor di mana
tenaga kerja migran digunakan (misalnya sektor pertanian atau
perawatan).Perubahan upah dan pekerjaan bukan satu-satunya cara di mana
ekonomi merespons imigrasi.

c. Ketiga, imigrasi dapat mengubah campuran barang dan jasa yang diproduksi
dalam perekonomian dan dengan demikian struktur pekerjaan dan industri
pasar tenaga kerja. Misalnya, imigrasi pekerja berketerampilan rendah dapat
memperluas produksi (penyediaan) produk (layanan) tertentu yang
menggunakan tenaga kerja berketerampilan rendah secara intensif.
Perluasan sektor ini kemudian akan meningkatkan permintaan dan
mendorong upah kembali. Demikian pula, imigrasi dapat mengubah
teknologi yang digunakan untuk memproduksi (menyediakan) produk
(layanan) tertentu. Misalnya, imigrasi pekerja terampil dapat mendorong
inovasi dan adopsi teknologi yang lebih intensif keterampilan yang sekali
lagi akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Sejauh mana investasi
dan permintaan tenaga kerja menanggapi imigrasi tergantung pada
karakteristik ekonomi. Selama krisis ekonomi, permintaan
(Placeholder6)tenaga kerja mungkin merespons lebih lambat daripada saat
pertumbuhan ekonomi (Christian Dustmann, 2008).

2.2.3. Dampak Pasar Tenaga Kerja Imigrasi

Efek imigrasi pada hasil pasar tenaga kerja kelahiran asli di tingkat nasional
cenderung lemah Hubungan antara saham pekerja asing-lahir dan rasio
employmentto-populasi pekerja kelahiran asli sangat bervariasi antar negara.
Tapi di mana korelasi yang signifikan secara statistik ada, perbedaan yang
relatif lemah. Di Kosta Rika, Republik Dominika dan Rwanda, ada hubungan
terbalik yang signifikan - sebagai bagian dari pekerja asing kelahiran
meningkat, rasio kerja-untuk-populasi pangsa pekerja kelahiran asli jatuh.

9
Sementara di Côte d'Ivoire, dengan adanya pekerja asing kelahiran, yang rasio
kerja-untuk-populasi meningkat.

Meskipun demikian, ketika mengendalikan perbedaan dari waktu ke waktu,


pangsa pekerja asing kelahiran dalam sel keterampilan menjelaskan antara
0,5% dan 17 . 5% dari varians dalam rasio kerja-topopulation pekerja kelahiran
asli di level.5 nasional Untuk menjelaskan perbedaan karena prestasi
pendidikan, pengalaman kerja dan perubahan dari waktu ke waktu, analisis
regresi dilakukan untuk setiap negara.

Di banyak negara-negara mitra, pangsa asing lahir dan hasil pasar tenaga kerja
kelahiran asli tampaknya tidak akan sangat terkait di tingkat nasional. Di Kosta
Rika, Republik Dominika, Ghana dan Rwanda, bagian yang lebih tinggi dari
pekerja asing kelahiran di dalam sel keterampilan dikaitkan dengan penurunan
signifikan secara statistik dalam rasio kerja untuk populasi pekerja kelahiran
asli dalam sel itu. Hanya 0,6% di Republik Dominika adalah efek ini pada rasio
kerja untuk populasi disertai dengan penurunan tingkat pengangguran kelahiran
asli.

Di Nepal dan Thailand, kehadiran lebih banyak pekerja asing kelahiran


mengarah ke pergeseran dalam distribusi status pekerjaan. Di Nepal, pekerja
kelahiran asli tampaknya bergerak keluar dari employment7 dibayar dan
menjadi employment rentan di hadapan imigran. Hal ini bisa disebabkan oleh
arus keluar besar pekerja terampil kelahiran Nepal, menurunkan keterampilan
keseluruhan pekerja kelahiran asli yang tersisa di negara itu, dan yang
cenderung lebih rentan terhadap pekerjaan rentan, terutama dalam menghadapi
(sering) lebih berkualitas pekerja asing kelahiran. Hal ini terutama terjadi di
manufaktur dan perdagangan sektor (OECD / ILO, yang akan datang.
Sebaliknya terjadi di Thailand, di mana pekerja kelahiran Thailand bergerak
keluar dari pekerjaan rentan dan menjadi pekerjaan yang dibayar di hadapan
lebih pekerja asing kelahiran.

Kesimpulan dan implikasi kebijakan Dampak ekonomi dari imigrasi adalah


bidang berkembang penelitian yang sangat relevan untuk pilihan kebijakan.
Ada studi empiris mengenai dampak imigrasi di negara-negara berkembang

10
yang langka dan bisa sulit untuk menerapkan cross-nasional mengingat
kelangkaan sebanding, cukup-rinci dan nasional-wakil data (Ratha dan Shaw,
2007). Laporan ini merupakan salah satu upaya pertama untuk memahami
dampak ini di negara-negara berkembang dalam kerangka komparatif. Menarik
kesimpulan dan mendiskusikan konsekuensi kebijakan berdasarkan temuan
dalam bab ini membutuhkan hati-hati, sebagai respon kebijakan yang tepat
sangat bergantung pada konteks dan keadaan setempat. Dampak imigrasi pada
hasil pasar tenaga kerja kelahiran asli adalah beragam dan sangat kontekstual.
Efek pada kerja di tingkat nasional, di mana mereka ada, negatif, yang berarti
bahwa di negara-negara, sebagai bagian dari pekerja asing kelahiran
meningkat, tingkat kerja pekerja kelahiran asli menurun. Namun, efek-efek
yang tidak universal, apalagi, mereka tidak selalu menguntungkan ketika
diambil bersama-sama dengan dampak lainnya, seperti dampak positif tidak
selalu tegas baik. Misalnya, di Rwanda, dampak negatif dari imigrasi pada
kerja-ke-populasi rasio pekerja kelahiran asli kemungkinan hasil kebijakan
migrasi tenaga kerja dan perencanaan pembangunan jangka panjang. Hal ini
menunjukkan bahwa itu bukan bagian dari kelahiran luar negeri yang
mengurangi rasio kerja pekerja nativeborn, melainkan sebaliknya. Kebijakan
dan perencanaan yang dirancang untuk menarik lahir di negeri asing, pekerja
yang sangat terampil untuk sektor dan posisi yang kurang pekerja kelahiran asli
cukup memenuhi syarat. Sebaliknya, di Thailand, dampak statistik positif dari
imigrasi pada tingkat pekerjaan yang dibayar bisa mencerminkan kondisi kerja
yang relatif tidak menguntungkan bagi pekerja asing kelahiran, menyediakan
pekerja kelahiran asli kesempatan untuk menemukan yang lebih baik (dibayar)
kerja. Dengan pengecualian Afrika Selatan, dampak pasar tenaga kerja dari
imigrasi kurang negatif dan, bila ada, sedikit lebih positif dalam analisis tingkat
regional daripada nasional. Namun, risiko studi regional menghasilkan efek
bias karena relokasi kemungkinan pekerja kelahiran asli luar daerah mereka.
Perbedaan antara hasil mungkin karena perbedaan berpotensi besar dalam
distribusi geografis pekerja asing-lahir dan pembangunan ekonomi dalam
banyak negara berkembang. Memang, pendekatan sel keterampilan
mengasumsikan bahwa pasar tenaga kerja yang ada di tingkat nasional dan

11
bahwa pekerja sempurna seluler dalam suatu negara. Dampak dari kekuatan
imigrasi sebenarnya manfaat hasil pasar tenaga kerja dari pekerja kelahiran asli
di daerah tersebut dengan lebih imigran yang aktif secara ekonomi. Di negara-
negara di mana kegiatan yang paling produktif terjadi dalam satu atau beberapa
besar daerah perkotaan dan tingkat kemiskinan lazim membatasi mobilitas
internal kelahiran asli pekerja mungkin tidak memiliki banyak kesempatan
untuk pindah di hadapan peningkatan jumlah workers Lahir di luar negeri
karena itu, hasil daerah yang disajikan di sini mungkin kurang sensitif terhadap
bias metodologis yang mengganggu hasil dari negara-negara yang lebih maju.
Waktu yang dihabiskan di negara tuan rumah dapat mempengaruhi cara
imigran berintegrasi ke dalam pasar tenaga kerja. Orang-orang yang tiba di
gelombang awal imigrasi mungkin lebih baik terintegrasi daripada mereka
yang datang kemudian, karena kemampuan bahasa ditingkatkan atau
kompetensi pasar tenaga kerja lainnya khusus untuk konteks lokal. Mengingat
integrasi potensi ini dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa baru tiba
pekerja asing kelahiran memiliki dampak pasar tenaga kerja yang berbeda dari
semua pekerja asing kelahiran diambil bersama-sama. Orang-orang yang tiba
di gelombang awal imigrasi mungkin lebih baik terintegrasi daripada mereka
yang datang kemudian, karena kemampuan bahasa ditingkatkan atau
kompetensi pasar tenaga kerja lainnya khusus untuk konteks lokal. Mengingat
integrasi potensi ini dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa baru tiba
pekerja asing kelahiran memiliki dampak pasar tenaga kerja yang berbeda dari
semua pekerja asing kelahiran diambil bersama-sama. Orang-orang yang tiba
di gelombang awal imigrasi mungkin lebih baik terintegrasi daripada mereka
yang datang kemudian, karena kemampuan bahasa ditingkatkan atau
kompetensi pasar tenaga kerja lainnya khusus untuk konteks lokal. Mengingat
integrasi potensi ini dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa baru tiba
pekerja asing kelahiran memiliki dampak pasar tenaga kerja yang berbeda dari
semua pekerja asing kelahiran diambil bersama-sama.

Analisis baru tiba pekerja asing kelahiran karena itu mencoba untuk
memperkirakan jangka pendek dampak pasar tenaga kerja dari imigrasi.
Pendekatan ini sama sekali tidak menggantikan model termasuk efek yang
12
lebih dinamis, seperti penyesuaian upah dan / atau perilaku investasi dalam
jangka panjang. Meskipun demikian, baru-baru ini tiba pekerja asing kelahiran
cenderung memiliki dampak pasar tenaga kerja lebih kuat dari yang lebih
mapan pekerja asing kelahiran, menunjukkan bahwa kebijakan migrasi tenaga
kerja harus mendorong integrasi pasar tenaga kerja, terutama untuk para
imigran yang baru tiba. Penelitian di masa depan harus melihat ke dalam
indikator lebih eksplisit dari kualitas pekerjaan. Hal ini terutama terkait
mengingat homogenitas relatif indikator pasar tenaga kerja di seluruh spektrum
pendidikan dan pengalaman nasional, misalnya rendah dan pengangguran
sebangun. Indikator harus mencakup pergeseran dalam status pekerjaan dan
bentuk lain dari kerja non-standar. Indikator pasar tenaga kerja yang ada
mungkin tidak cukup untuk mengidentifikasi kerentanan khusus untuk yang
pekerja asing kelahiran yang terkena. Akibatnya, indikator-indikator yang sama
mungkin juga tidak menyediakan variasi dalam data yang dibutuhkan untuk
mengisolasi potensi dampak pasar tenaga kerja dari imigrasi. Meningkatkan
keandalan penilaian dampak bergantung pada yang lebih rinci dan teratur
pengumpulan data. penelitian di masa depan dampak imigrasi di negara
berkembang juga bisa mendapatkan keuntungan dari secara bersamaan
akuntansi untuk efek yang mungkin emigrasi. Di Kyrgyzstan dan Nepal,
misalnya, tingkat emigrasi yang cukup besar untuk memiliki dampak yang
besar terhadap pekerja yang tetap di negara itu. Hal ini penting dalam kasus-
kasus untuk menjelajahi bagaimana arus emigrasi berhubungan dengan arus
imigrasi dan hasil pasar tenaga kerja non-emigran pekerja kelahiran asli.
Penelitian bisa melihat secara khusus apakah imigran cenderung bergerak ke
sektor dan pekerjaan dibiarkan terbuka oleh pekerja berangkat, atau apakah
mereka menduduki posisi yang sama sekali berbeda.

2.2.4. Permintaan Pengaruh Imigrasi

Model pasar tenaga kerja bukanlah model yang baik dari efek keseluruhan
imigrasi karena membuat nyaman “semua hal lain yang sama” asumsi untuk
memusatkan perhatian pada efek langsung pada upah atau pekerjaan dari
kedatangan tiba-tiba imigran. Semua hal-hal lain tidak tetap sama ketika
imigran tiba di ekonomi tujuan, seperti yang disarankan di bagian sebelumnya
13
di mana pergeseran immigration induced pada pekerja pribumi, investasi
modal, dan produksi dianalisis. Rincian Bagian berikutnya efek lain dari
imigrasi tidak ditangkap oleh model pasar tenaga kerja tradisional imigrasi:
Ketika imigran tiba, mereka menjadi konsumen serta pekerja. Artinya, imigrasi
menggeser permintaan produk di negara tujuan.

Kebanyakan model menekan pasar barang dengan mengasumsikan baik “kecil”


perekonomian terbuka di mana harga ditetapkan pada tingkat dunia, atau
perekonomian tertutup dengan harga fi xed. Harga yang tetap baik karena
imigrasi sangat kecil atau karena harga produk hanya tidak fokus analisis.
Secara umum, bagaimanapun, imigrasi akan memicu pergeseran baik di kurva
permintaan dan penawaran untuk output. Imigran tidak hanya pekerja, mereka
adalah konsumen juga. Jika imigran menghabiskan setidaknya sebagian dari
pendapatan mereka secara lokal, kegiatan konsumsi mereka akan merangsang
permintaan diturunkan untuk tenaga kerja. link ini antara pasokan barang dan
imigrasi hampir tak tersentuh dalam literatur. Juga, jika imigrasi meningkatkan
pasokan produk, konsumen asli dapat memperoleh keuntungan. Selain itu, jika
imigrasi memotong biaya tenaga kerja, pasokan produk akan naik dan harga
akan jatuh. Jadi, pengukuran akurat dari dampak distribusi membutuhkan
analisis reaksi pasar produk. Sub-bagian berikutnya Rincian studi terbaru
tentang efek permintaan berpotensi besar imigrasi.

2.2.5. Alasan Terjadinya Migrasi

Tabel 3.1 merangkum bukti dari 11 studi yang dibahas di atas yang
menggunakan model gravitasi imigrasi yang kurang lebih serupa. Karena
variabel yang tepat sangat berbeda di berbagai penelitian, tidak masuk akal
untuk membandingkan nilai koefisien aktual. Karena itu, kami hanya
melaporkan tanda dan tingkat signifikansi dari beberapa variabel kunci. A"+"
("") berarti koefisien pada variabel ditemukan positif (negatif) dan signifikan
pada 5% atau lebih baik, "0" berarti koefisien tidak signifikan, dan "n/i" berarti
penelitian melakukan tidak termasuk variabel ini dalam regresi. Menurut Tabel
3.1, hasil paling konsisten di seluruh model adalah bahwa emigrasi (a)
berhubungan positif dengan perbedaan pendapatan dan (b) berhubungan

14
negatif dengan biaya migrasi. Hanya 2 dari 11 penelitian yang mengkonfirmasi
hubungan terbalik berbentuk U antara imigrasi dan ketimpangan pendapatan
negara tujuan relatif atau hubungan positif antara migrasi dan korelasi
pendapatan negara sumber / tujuan, seperti yang dihipotesiskan oleh Borjas
(1987), tetapi itu disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar dari 11 model
tidak memasukkan variabel untuk menangkap pengaruh tersebut. Harus jelas
dari hasil regresi dan prosedur yang dijelaskan dalam bagian ini bahwa
perbedaan antara sampel dan model regresi harus sebagian bertanggung jawab
atas ketidakkonsistenan dalam hasil. Jelas, masih banyak pekerjaan yang harus
dilakukan sebelum kesimpulan yang kuat dapat diambil tentang seberapa baik
data mendukung.

model ekonomi yang berlaku tentang mengapa orang bermigrasi. Para peneliti
perlu menjalankan lebih banyak regresi menggunakan set data yang lebih
lengkap, metode statistik yang lebih baik, dan lebih banyak model yang
menyertakan variabel tambahan. Berdasarkan survey tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa, orang beremigrasi karena berbagai alasan ekonomi, politik,
sosial, dan psikologis, dan masih banyak yang harus dilakukan di bagian ini.
Bukti sejauh ini menunjukkan bahwa emigrasi didorong secara konsisten oleh
15
perbedaan internasional dalam pendapatan dan biaya migrasi (diukur
berdasarkan jarak, migrasi masa lalu, atau pembatasan imigrasi negara tujuan).
Regresi mengungkap alasan lain, seperti faktor demografi, guncangan politik,
hambatan kemiskinan, dan perbedaan internasional dalam ketidaksetaraan
pendapatan, meskipun bukti ini cukup tentatif mengingat hanya 2 dari 11 studi
di Tabel 3.1 yang memperkirakan pengaruh ini.

2.2.6. Teori Asimilasi Imigran

Kata “asimilasi” berakar pada fisiologi dan biologi, di mana ia didefinisikan


sebagai transformasi makanan menjadi jaringan hidup. Dalam ilmu sosial,
asimilasi pada umumnya didefinisikan sebagai proses di mana sekelompok
orang, yang baru mengenal suatu wilayah, beradaptasi dengan budaya, nilai-
nilai, dan tradisi daerah tujuan. Bagi para ekonom yang mempelajari imigrasi,
asimilasi sering diterapkan dengan cara yang jauh lebih mekanis, khususnya
digunakan untuk menggambarkan proses di mana pendapatan imigran
mengejar pendapatan asli di negara tujuan. Asimilasi pendapatan
dihipotesiskan akan sangat dipengaruhi oleh selektivitas imigran, karenanya
menjadi alasan untuk diskusi asimilasi dalam bab ini. Sebagai contoh,
Chiswick (1978, hlm. 919–920) menulis, bahwa orang asing yang lahir pada
akhirnya memiliki penghasilan lebih tinggi daripada orang asli kelahiran
menunjukkan bahwa mereka mungkin memiliki lebih banyak kemampuan
bawaan, lebih termotivasi terhadap keberhasilan pasar tenaga kerja, atau
keuangan sendiri yang lebih besar. investasi dalam pelatihan pasca sekolah.
Karena itu, pendapatan yang lebih tinggi mungkin merupakan konsekuensi dari
seleksi mandiri dalam migrasi yang mendukung kemampuan tinggi, pekerja
yang bermotivasi tinggi, dan pekerja dengan tingkat diskon rendah untuk
investasi modal manusia. Jika Chiswick benar, asimilasi pendapatan akan lebih
kuat dan lebih cepat semakin bias adalah selektivitas imigran terhadap imigran
dengan "kemampuan bawaan" dan "motivasi." Sebenarnya ada sangat sedikit
pekerjaan teoritis yang bisa kita gambarkan. Bahkan para peneliti yang telah
mengartikulasikan teori asimilasi pendapatan imigran biasanya melakukannya
sebagai bagian kecil dalam studi empiris yang jauh lebih besar. Kami
memeriksa studi empiris yang sering dirujuk oleh Chiswick (1978) di sini.
16
2.3. Fenomena Outsourcing

2.3.1. Definisi Outsourcing


Outsourcing diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses
bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut
melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta
criteria yang telah disepakati oleh para pihak. Hubungan kerja dengan sistem
outsourcing menyebabkan kedudukan para pihak tidak seimbang. Hubungan
kerja adalah suatu hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan,
hubungan kerja hendak menunjukkann kedudukan kedua belah pihak itu yang
pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh
terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap buruh
(Kosidin 1999).

Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti alih daya. Outsourcing
berasal dari kata “out” berarti keluar dan “source” yang berarti sumber.
Outsourcing mempunyai nama lain yaitu contracting out. Pemborongan
pekerjaan (outsourcing) adalah penyerahan sebagian pekerjaan dari perusahaan
pemberi pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan tertulis. Shreeveport Management Consultancy memberikan definisi
mengenai outsourcing sebagai “The transfer to a third party of the continuous
management responsibility for the provision of a service governed by a service
level agreement.” Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan
sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan
suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengarah
tenaga kerja. Ini berarti ada perusahaan yang secara khusus
melatih/mempersiapkan, menyediakan, mempekerjakan tenaga kerja untuk
kepentingan kepentingan perusahaan lain. Perusahaan inilah yang mempunyai
hubungan kerja secara langsung dengan buruh/pekerja yang dipekerjakan.

Dalam bidang menejemen, outsourcing diberikan pengertian pendelegasian


operasi dan menejemen harian suatu proses bisnis pada pihak luar (perusahaan
penyedia jasa outsourcing). Outsourcing awalnya merupakan istilah dalam

17
dunia bisnis untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja suatu perusahaan dengan
mendatangkan dari luar perusahaan.

Outsourcing dalam pengertianya yang paling luas adalah langkah perusahaan


untuk menggunakan jasa perusahaan lain dalam melakukan salah satu
aktifitasnya seperti penagihan hutang, pembukuan, pengembangan teknologi
informasi, kebersihan kantor, jasa boga, dan penyediaan karyawan kontrak.
Adapun yang dimaksud dengan hubungan kerja berdasarkan sistem
outsourcing adalah adanya pekerja/buruh yang dipekerjakan di suatu
perusahaan dengan sistem kontrak tetapi kontrak tersebut bukan diberikan oleh
perusahaan pemberi kerja tetapi oleh perusahaan lain yang merupakan
perusahaan pengerah tenaga kerja.

Dari uraian tentang outsourcing tersebut dapat disimpulkan bahwa outsourcing


termasuk jenis hubungan kerja berdasarkan perjanjian pengiriman/peminjaman
pekerja (uitzendverhouding). Pada hubungan kerja demikian ditemukan adanya
3 (tiga) pihak yang terkait satu sama lain, yaitu, perusahaan penyedia atau
pengirim tenaga kerja/pekerja (penyedia), perusahaan pengguna tenaga
kerja/pekerja (pengguna), tenaga kerja/pekerja. Pada hubungan segitiga
tersebut kita dapat mengidentifikasi adanya 3 (tiga) hubungan:

- Hubungan kerja antara penyedia dan pengguna.

- Hubungan kerja antara pengguna dan pekerja.

- Hubungan kerja antara penyedia dan pekerja.

Outsurcing merupakan bisnis kemitraaan dengan tujuan memperoleh


keuntungan bersama, membuka peluang bagi berdirinya perusahaan-
perusahaan baru di bidang jasa penyedia tenaga kerja, serta efesiensi bagi dunia
usaha.

Outsourcing merupakan bentuk penyerahan pekerjaan tertentu suatu


perusahaan kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi beban perusahaan tersebut. Jadi outsourcing merupakan suatu
bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pemberi kerja (user) dengan
perusahaan penyedia tenaga kerja (vendor), dimana perusahaan pemberi kerja

18
meminta kepada perusahaan penyedia tenaga kerja menyediakan tenaga kerja
yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan pemberi kerja. Outsourcing
mencakup para pihak, perjanjian kerja dan tujuan dari outsourcing. Jadi
outsourcing adalah suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pemberi
kerja dengan perusahaan penyedia tenaga outsourcing, dimana perusahaan
pemberi kerja meminta kepada perusahaan penyedia tenaga outsourcing
menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan
pemberi kerja disertai dengan membayar upah atau gaji tertentu sesuai yang
diperjanjikan para pihak.

2.3.2. Penyebab Outsourcing


Apa yang dimaksud dengan para pihak dan pengertian-pengertian yang
berkaitan dengan hubungan kerja, sesuai dengan yang dimaksudkan dalam
ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Pengertian dan pihak-pihak yang
dimaksud adalah:

1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja


pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat.
3. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan
membayarkan upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri.
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

19
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana yang dimaksud dalam poin
1 dan 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
7. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak.

Membahas secara khusus mengenai outsourcing, pada dasarnya secara dapat


dimaknai sebagai salah satu bentuk hubungan kerja yang tidak ada hubungan
organisatoris antara organisasi dengan pekerja karena secara resmi pekerja
adalah tetap pekerja dari perusahaan outsourcing. Gaji pekerja tersebut
dibayarkan oleh perusahaan outsourcing setelah pihaknya memperoleh
pembayaran dari perusahaan pemakai tenaga kerja, tentu dengan melalui
pemotongan oleh perusahaan outsourcing. Adapun perintah kerja walaupun
sejatinya diberikan oleh perusahaan pemakai tenaga, akan tetapi resminya juga
diberikan oleh perusahaan outsourcing, dan biasanya perintah itu diberikan
dalam bentuk paket. Kebanyakan dari tenaga kerja outsourcing ini adalah
professional dibidangnya, muda dalam usia, dan mempunyai semangat kerja
yang baik. Kekurangannya adalah karena tidak mempunyai kesempatan dan
tidak mempunyai hubungan khusus dengan para penentu kebijaksanaan
perusahaan.

Implikasi penerapan outsourcing bagi perusahaan dalam operasionalnya adalah


dari sisi pengaturan, pemberian perintah, dan pengawasan kegiatan tidak perlu
dilakukan oleh perusahaan pengguna jasa kepada tenaga kerjanya. Pengaturan
pemberian perintah dan pengawasan kegiatan cukup dilakukan dengan
20
menetapkan suatu fungsi pekerjaan atau urusan tertentu direalisasikan oleh
perusahaan penyedia jasa outsourcing. Perusahaan penggunaan jasa tidak perlu
lagi menetapkan teknis pelaksanaan kegiatan operasional kepada para pekerja
karena fungsi tersebut telah diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa.
Penggunaan jasa outsourcing dilihat dari sudut pandang pengusaha, dapat
mempermudah merekrut tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
termasuk pula mudah ketika ingin memutuskan hubungan pekerjaan.

Penggunaan outsourcing saat ini semakin meluas ke berbagai lini kegiatan


perusahaan. Outsourcing memberikan keuntungan signifikan bagi
penggunanya dengan syarat di praktekkan secara utuh dan konsisten. Bagi
tenaga kerja, dengan adanya outsourcing maka tenaga kerja di perusahaan
outsourcing mendapatkan keuntungan berupa pengembangan karir sesuai
dengan spesialiasinya serta tenaga kerja memiliki kesempatan untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang professional dan
berkualitas tinggi. Tenaga kerja perusahaan yang melakukan aktivitas di luar
bisnis inti seringkali kurang mendapat perhatian dari atasan perusahaan
tersebut, mengingat tidak terlalu berfokus pada aktivitas diluar bisnis inti
tersebut.Perusahaan outsourcing dapat mengembangkan karir, pengetahuan,
keahlian, keterampilan dan profesionalitas pelaksanaan tugas di luar bisnis inti
suatu perusahaan. Dipihak perusahaan penyedia jasa, dengan banyaknya
perusahaan melakukan outsourcing, perusahaan penyedia jasa tentu akan terus
berkembang seiring dengan maraknya permintaan atas penyedia jasa.
Outsourcing merupakan suatu objek usaha yang menjanjikan untuk digarap.
Perkembangan teknologi serta persaingan pasar yang terus berkembang dan
semakin pesat, akan meningkatkan permintaan kebutuhan penyedia jasa.
Sejalan dengan itu, bisnis outsourcingakan semakin marak dan menghasilkan
keuntungan yang lebih menjanjikan bagi perusahaan penyedia jasa
outsourcing. Sehingga menarik kemudian untuk menganalisis secara lebih
dalam terkait alasan atau dasar pertimbangan suatu perusahaan dalam
menggunakan tenaga outsourcing sebagai pilihan dalam upaya pengembangan
kegiatan usahanya.

21
Kecenderungan beberapa perusahaan untuk memperkerjakan tenaga
outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan
untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Perusahaan
berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai Sumber Daya
Manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan dengan
menggunakan sistem outsourcing.

Alasan perusahaan menggunakan jasa outsourcing adalah salah satu bentuk


pilihan strategis managemen sebagai suatu cara untuk meminimalisir biaya dan
memperoleh keuntungan dari keunggulan keunggulan strategis yang dapat
dihasilkan melalui outsourcing. Tujuan bisnis perusahaan dengan adanya
outsourcing bisa tercapai dengan cepat karena operasional di dalam perusahaan
tersebut memang dikerjakan oleh pihakpihak yang berkompeten di bidangnya.
Adapun secara umum alasan strategis utama suatu perusahaan melakukan
outsourcing ialah meliputi:

a. Outsourcing dapat meningkatkan fokus perusahaan. outsourcing pada


bagian operasional atau bagianbagian apapun dapat menghemat biaya,
dengan implementasi operasional yang baik karena dilakukan oleh pihak
ketiga yang bisnisnya terfokus pada satu bidang. Menggunakan outsourcing
dikarenakan meningkatnya persaingan bisnis.
b. Outsourcing memungkinkan untuk suatu pembagian resiko, dimana apabila
aktivitas perusahaan dikontrakkan kepada pihak ketiga maka resiko akan
ditanggung bersama pula. Dengan menyerahkan sebagian pekerjaannya
kepada pihak ketiga berdasarkan ketentuan UU Ketenagakerjaan berarti
memberi peluang kepada para pengusaha untuk melakukan efisiensi dan
dapat terhindar dari resiko ekonomis seperti: perselisihan atau PHK,
jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya.
c. Dapat mempercepat keuntungan yang diperoleh dari proses reengineering,
sumber daya perusahaan dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain.
d. Jasa yang diberikan oleh outsourcer lebih berkualitas dibanding dikerjakan
sendiri, karena secara internal outsourcer memang memiliki spesialisasi di
bidang tersebut.
e. Memungkinkan tersedianya dana dan dapat menciptkan dana segar.
22
f. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri. Perusahaan dapat
melakukan outsourcing untuk suatu aktifitas tertentu karena perusahaan
tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas
tersebut secara baik dan memadai.
g. Mengurangi resiko kegagalan dalam investasi.
h. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan dan dikelola. Outsourcing
digunakan untuk mengatasi pengelolaan hal untuk mengawasi fungsi yang
sulit dikendalikan, misalnya birokrasi ekstern yang sangat berbelit, yang
sulit ditembus cara-cara biasa.
i. Kontrol yang lebih baik. Perusahaan dengan outsourcing bisa lebih baik
mengontrol operasional perusahaannya. Hasilnya akan membuat bisnis
menjadi lebih lantjar, efektif dan efisien.

Outsourcing secara makro ekonomi dilakukan dengan memberikan keuntungan


nasional seperti melindungi devisa negara, kesempatan memperoleh
outsourcing atas produk negara lain dan berkembangnya sektor industri jasa
skala kecil. Selain itu penerapan outsourcing juga dapat mengembangkan
kemitraan usaha, sehingga suatu perusahaan tidak akan menguasai suatu
keinginan industri dari hulu ke hilir, sehingga pemusatan kegiatan industri
diperkotaan menjadi lebih merata ke daerah-daerah. Outsourcing juga dapat
memberikan manfaat untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui
pengembangan kegiatan usaha kecil, menengah dan koperasi. Masyarakat dan
tenaga kerja mendapatkan manfaat dari pelaksanaan program outsourcing
melalui aktivitas industri didaerah, yang akan mendorong kegiatan ekonomi
penunjang di lingkungan masyarakat dan berkembangnya infrastruktur sosial,
budaya kerja, disiplin dan peningkatan kemampuan ekonomi. Adanya industri
di daerah akan mengurangi pengangguran sehingga urbanisasi dapat dicegah.

2.3.3. Tipe-Tipe Outsourcing


2.3.3.1. Contracting

Ini adalah bentuk penyerahan aktifitas perusahaan pada pihak ketiga yang
paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini

23
menyangkut kegiatan sederhana atau jenis layanan tingkat rendah, seperti
pembersih kantor, pemeliharaan rumput, dan kebun. Langkah ini adalah
langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis. Langkah ini juga
bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengambil posisi
dalam pasar misalnya, tetapi sekedar mencari cara yang praktis saja. Praktis
dalam arti menghindarkan kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga
menghemat tenaga serta biaya. Oleh karena sifat pekerjaan yang sangat
sederhana maka pemilihan pemberi jasa bukan merupakan masalah serius,
sebab praktis hampir semua orang atau perusahaan dengan latihan sebentar
dapat melakukan itu. Dari segi biaya, mungkin bukan bagian yang besar dari
seluruh biaya yang dikeluarkann oleh perusahaan.

2.3.3.2. Outsourcing

Adalah penyerahan aktifitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk
mendapatkan kinerja pekerjaan yang professional dan berkelas dunia. Oleh
karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital.
Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan
atau aktifitas yang akan diserahkan. Dengan demikian, diharapkan bahwa
kompetensi utamaya juga berada di jenis pekerjaan tersebut. Disertai
pengendalian yang tepat, pemberi jasa diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh
karena itu, outsourcing merupakan langkah strategis bagi perusahaan dalam arti
mempunyai kontribusi dalam menentukan hidup matinya dan berkembangnya
perusahaan.

2.3.3.3. Insourcing

Jenis ini adalah kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan


menyerahkan aktifitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten,
namun justru mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan
berbagai motifasi. Salah satu motifasi yang penting ialah menjaga tingkat
produktifitas dan penggunaan asset yang maksimal agar biaya satuan dapat
ditekan sehingga menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan
demikian, kompetensi utama perusahaan tidak hanya digunakan oleh
24
perusahaan sendiri, tetapi digunakan perusahaan lain dengan imbalan tertentu.
Hal ini sangat penting, misalnya kapasitas produksi tidak digunakan secara
penuh, ada kapasitas yang menganggur.

2.3.3.4. Co-sourcing

Adalah jenis hubungan pekerjaan dan aktifitas, di mana hubungan antara


perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. Ini
misalnya terjadi dalam hal staf spesialis perusahaan diperbantukan kepada
rekanan pemberi jasa karena langkanya keahlian yang diperlukan atau karena
karena perusahaan tidak mau kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara
ini, keberhasilan pekerjaan seakan-akan menjadi taggung jawab bersama
termasuk juga resiko ketidakberhasilan.

2.3.3.5. Benefit-based-relationship

Adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua pihak investasi


bersama, dengan pemberian pekerjaan tertentu. Dengan demikian, kedua pihak
betul-betul saling mendukung dan sebaliknya juga saling tergantung. Kedua
belah pihak mendapatkan pembagian keuntungan berdasarkan formula yang
disetujui bersama.

2.3.4. Sumber Hukum Outsourcing


1. KUHP Perdata
Salah satu bentuk pelaksanaan oursourcing adalah melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan. Dalam KUHPerdata pasal 1601 b disebutkan
perjanjian pemborongan pekerjaan, yakni sebagai perjanjian dengan mana
pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan dengan menerima
suatu harga yang ditentukan.
Ada beberapa prinsip yang berlaku dalam pemborongan pekerjaan
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan KUHP perdata, ialah sebagai
berikut:

25
a. Jika telah terjadi kesepakatan dalam pemborongan pekerjaan dan pekerjaan
telah mulai dikerjakan, pihak yang memborongkan tidak bisa menghentikan
pemborongan pekerjaan.
b. Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong,
namun pihak yang memborongkan diwajibkan membayar kepada ahli waris
si pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan sesuai dengan
pekerjaan yang telah dilakukan.
c. Si pemborong bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan orang
orang yang telah dipekerjakan olehnya.
d. Buruh yang memegang suatu barang kepunyaan orang lain untuk
mengerjakan sesuatu pada barang tersebut, berhak menahan barang itu
sampai beaya dan upah-upah yang dikeluarkan untuk barang itu dipenuhi
seluruhnya, kecuali jika pihak yang memborongkan telah memberikan
jaminan secukupnya untuk pembayaran biaya dan upah-upah tersebut.
2. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
UU ini mengatur dan melegalkan outsourcing. Istilah yang dipakai adalah
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa buruh/pekerja. Dalam
pasal 64 disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan
atau penyadia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Adapun pekerjaan yang dapat diserahkan untuk di-outsource adalah pekerjaan
yang:
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, baik manajemen maupun
kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
b. Dilakukan dengan perintah lansung atau tidak lansung dari pemberi
pekerjaan, hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara
melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang diterapkan oleh
perusahaan pemberi pekerjaan.
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya
kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar
peleksanaan pekerja sesuai alur kegiatan kerja di perusahaan pemberi
pekerjaan.

26
d. Tidak menghambat proses produksi secara lansung, artinya kegiatan
tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh
perusahaan oleh pemberi pekerja, maka proses produksi tetap berjalan
sebagaimana mestinya.
e. Perusahaan pemborong pekerjaan tersebut harus merupakan perusahaan
yang berbadan hukum kecuali untuk pemborongan pekerjaan di bidang
pengadaan barang dan pemborong pekerjaan di bidang jasa pemeliharaan
dan perbaikan serta jasa konsultasi yang dalam melaksanakan pekerjaanya
mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang.
Adapun kegiatan penunjang atau yang tidak berhubungan lansung dengan
proses produksi adalah kegiatan di luar kegiatan pokok usaha (core business)
suatu perusahaan. Kegiatan tersebut misalnya: kegiatan penyediaan makanan
bagi pekerja/buruh (catering service) yang diserahkan kepada perusahaan
catering;penyedia angkutan pekerja/buruh yang diserahkan kepada perusahaan
transportasi. Perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkan sebagian
pekerjaan kepada perusahaan lain wajib membuat alur kegiatan proses
pekerjaan yang memuat kegiatan utama dan penunjang serta melaporkanya
kepada instasi terkait yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten/kota setempat. Selain itu, perusahaan pemborong pekerjaan harus
berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan. Jika persyaratan di atas tidak dipenuhi, demi hukum
status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja atau buruh dengan
perusahaan pemberi pekerjaan. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:
a. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja harus sekurang-kurangnya sama
dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b. Hubungan kerja dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu
dan perjanjian kerja waktu tertentu sesuai dengan ketentuan pasal 59
Undang Undang No. 13 Tahun 2003.

27
c. Pasal 59 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaanya yang akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaianya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 tahun.
- Pekerjaan yang bersifat musiman.
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaaan atau penjajakan.
- Perusahaan penyedia buruh atau pekerja harus memenuh syarat sebagai
berikut:
o Adanya hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh.
o Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana
dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59
dan/atau perjanjia kerja waktu tidak tentu yang dibuat secara tertulis
dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
o Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh.
Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain
yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara
tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketanagakerjaan. Selain itu, berdasarkan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-101/MEN/VI/2004
tentang tata cara perizinan perusahaan penyedia jasa buruh atau pekerja
disebutkan bahwa apabila perusahaan penyedia jasa memperoleh pekerjaan
dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat
perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa.

28
b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana yang
dimaksud huruf a hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan
penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia
jasa sehingga perlindungan, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja
serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia
jasa pekerja atau buruh.
c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia
menerima pekerja /buruh dari perusahaan penyedia jasa/buruh sebelumnya
untuk jenis jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi
kerja, dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh.
d. Di atas telah disebutkan bahwa outsourcing salah satunya dilaksanakan
melalui pemborongan pekerjaan dan mengenai pemborongan pekerjaan
sebelumnya sudah dikenal dalam KUHPerdata. Ketentuan pemborongan
pekerjaan dalam KUHPerdata berbeda dengan yang diatur dalam Undang-
Undang
e. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perbedaanya adalah pada
pasal-pasal yang diatur dalam KUHPerdata tidak dibatasi pekerjaan-
pekerjaan yang mana saja yang dapat diborongkan/outsource dan untuk
pekerjaan yang sifatnya jangka pendek, sedangkan dalam Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 dibatasi, yakni hanya terhadap produk/bagian-bagian
yang tidak berhubungan lansung dengan bisnis utama perusahaan. (Husni
2010).
2.3.5. Alasan-Alasan Melakukan Outsourcing
Melalui studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991, termasuk
survey yang dilakukan terhadap lebih dari 1.200 perusahaan, Outsourcing
Instituse mengumpulkan sejumlah alasan mengapa perusahaan perusahaan
melakukan outsourcing terhadap aktifitas-aktifitasnya dan potensi keuntungan
apa saja yang diharapkan diperoleh darinya. Potensi keuntungan antara lain:
a. Meningkatkan fokus perusahaan
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat memusatkan diri pada
masalah dan strategi utama dan umum, sementara pelaksanaan tugas sehari

29
hari yang kecil diserahan pada pihak ketiga. Alasan ini seringkali digunakan
perusahaan-perusahaan besar untuk mengadopsi strategi outsourcing.
Pekerjaan sehari-hari yang kecil-kecil seringkali menghabiskan tenaga dan
waktu para manejer tengah yang seringkali bersifat counter productive
terhadap pencapaian tujuan utama perusahaan. Dengan mengontrakan non
core business, para manajer perusahaan dapat lebih mengkosentrasikan dari
pada bisnis utama atau core businessnya sehingga akan dapat menghasilkan
keunggulan koperatif yang lebih besar dan mempercepat pengembangan
perusahaan serta lebih menjamin keberhasilan. Dengan meningkatkan fokus
pada bisnis utamanya, perusahaan juga akan mampu lebih meningkatkan
lagi core competence atau kompetisi utamanya.
b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia
Secara alamiah, spesialisasi pekerjaan seperti yang dimiliki dan
dikembangkan oleh para kontraktor (outsourcing provider) mengakibatkan
kontraktor tersebut memiliki keunggulan kelas dunia dalam bidangnya.
Tentu saja di sini diasumsikan bahwa outsourcing diberikan kepada
kontraktor yang unggul di bidang pekerjaan yang dikontrakan. Kontraktor
ini seringkali dalam mengembangkan spesialisasinya, melakukan R&D,
melakukan investasi jangka panjang dalam bidang mteknologi dan
metedologi serta sumber daya manusia sehingga betul-betul mahir di
bidangnya. Disamping itu, para kontraktor seringkali mempunyai
pengalaman yang cukup banyak bekerja dengan para klienya dalam
memecahkan masalah-masalah yang mungkin serupa atau hampir serupa.
Pengalaman dan investasi ini dapat diterjemahkan menjadi keterampilan,
proses yang unggul dan teknologi baru.
c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering
Outsourcing adalah produk samping dan salah satu management tool lagi
yang sangat unggul, yaitu business process reengineering. Reengineering
adalah pemikiran kembali secara fundamental mengenai proses bisnis,
dengan tujuan untuk melakukan perbaikan secara dramatis tentang ukuran-
ukuran keberhasilan yang sangat kritis bagi perusahaan, yaitu biaya, mutu,
jasa dan kecepatan. Memperbaiki proses di perusahaan sendiri untuk meniru

30
standar perusahaan kelas dunia memerlukan waktu yang sangat panjang dan
sukar. Makin banyak perusahaan yang mengatasi hal ini dengan melakukan
outsoucring agar mendapatkan hasil lansung dan tanpa resiko. Outsourcing
menjadi salah satu cara dalam reengineering untuk mendapatkan manfaat
“sekarang” dan bukan “besok pagi” dengan cara menyerahkan tugas kepada
pihak ketiga yang sudah melakukan reengineering dan menjadi unggul atas
aktifitas-aktifitas tertentu.
d. Membagi resiko
Apabila semua aktifitas dilakukan oleh perusahaan sendiri, semua investasi
yang diperlukan untuk setiap aktifitas tersebut harus dilakukan sendiri pula.
Perlu diingat bahwa semua bentuk investasi mengandung resiko tertentu.
Apabila semua investasi dilakukan sendiri maka seluruh resiko juga
ditanggung sendiri. Apabila beberapa aktifitas perusahaan dikontrakan
kepada pihak ketiga maka resiko yang ditanggung bersama pula. Dengan
demikian, outsourcing memungkinkan suatu pembagian resiko, yang akan
memperingan dan memperkecil resiko perusahaan. Resiko tidak hanya
menyangkut keuangan tetapi juga kekakuan operasi. Dengan pembagian
resiko, perusahaan akan lebih dapat bergerak secara fleksibel, dapat cepat
berubah manakala diperlukan. Pasar, kompetisi, peraturan
pemerintah,keadaaan keuangan dan teknologi sering berubah, yang kadang-
kadang berubah secara drastis. Ini menuntut suatu fleksibilitas tertentu dari
perusahaan untuk menyesuaikan.
e. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain.
Setiap perusahaan tentu mempunyai keterbatasan dalam pemilikan sumber
daya. Tantngan yang terus-menerus harus dihadapi adalah bahwa sumber
daya tersebut harus selalu dimanfaatkan untuk memanfaatkan bidang-bidang
tertentu yang paling menguntungkan. Outsourcing memungkinkan
perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara terbatas
tersebut untuk bidang-bidang kegiatan utama, yaitu hal yang paling
dibutuhkanya. Sumber daya perusahaan termasuk permodalan, sumber daya
manusia, dan fasilitas. Dalam hal sumber daya manusia, tenaga mereka yang
selama ini difokuskan untuk menangani hal-hal intern yang rutin dan kecil

31
kecil, dapat dialihkan untuk mengani hal-hal ekstrim, misalnya
memfokuskan diri pada kebutuhan konsumen.
f. Memungkinkan tersedianya dana capital
Outsourcing juga bermanfaat untuk mengurangi investasi danacapital pada
kegiatan non core. Sebagai ganti dari melakuka investasi di bidang kegiatan
tersebut, lebih baik mengontrakan sesuai dengan kebutuhan yang dibiayai
dengan dana operasi, bukan dana investasi. Dengan demikian, dana capital
dapat digunakan pada aktifitas yang lebih bersifat utama. Dalam banyak hal,
dana capital seringkali mahal, terbatas dan diperebutkan antar perusahaan
atau pun antar aktifitas. Oleh karena itu, menjadi tugas pemimpin
perusahaan untuk memanfaatkan sebaik-baiknya. Kebutuhan-kebutuhan
seperti alat transport, alat-alat computer, dan gedung perkantoran, seringkali
lebih baik dan lebih murah kalau disewa dan tidak dibeli, serta dilakukan
investasi sendiri.
g. Menciptakan dana segar
Outsourcing, seringkali dapat dilakukan tidak hanya mengontrakan aktifitas
tertentu pada pihak ketiga, tetapi juga disertai dengan
penyerahan/penjualan/penyewaan aset yang digunakan untuk melakukan
aktifitas tertentu tersebut. Aset tersebut, misalkan kendaraan, bengkel,
peralatan angkur, dan angkat. Dengan demikian akan mengalir dana segar
ke dalam perusahaan. Dana ini akan menambah likuiditas perusahaan dan
dapat dipergunakan untuk maksud-maksud lain yang lebih bermanfaat. Para
mitra outsource akan mau membeli aset ini apabila mendapatkan harga yang
menarik dan mendapatkan kemungkinan kesempatan untuk memanfaatkan
secara ekonomis, misalnya digunakan juga untuk memberikan layanan
kepada pihak lain, dalam hal masih ada kapasitas lebih.
h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi
Salah satu keuntungan yang sangat taktis dari outsourcing adalah
memungkinkan untuk mengurangi dan mengendalikan biaya operasi.
Pengurangan biaya ini dapat dan dimungkinkan diperoleh dari mitra
outsource melalui berbagai hal, misalnya spesialisasi, struktur pembiayaan
yang lebih rendah, ekonomi skala besar (economics of scale). Pengurangan

32
ini tidak mungkin dapat diperoleh apabila aktifitas yang bersangkutan
dilakukan sendiri karena tidak mempunyai kemudahan seperti yang dimiliki
oleh mitra outsourse diatas. Apabila perusahaan mencoba untuk
mendapatkan keuntungan dan kemudahan tersebut, mungkin diperlukan
investasi tertentu, R&D tertentu, retraining dan mengembangkan oconomics
of scale yang mungkin tidak dapat dilakukan atau biayanya justru lebih
besar lagi.
i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
Perusahaan perlu melakukan outsourcing untuk suatu aktifitas tertentu
karena perusahaan tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan aktifitas tersebut secara baik dan memadai. Misalnya dalam
aktifitas logistic, untuk memperoleh biaya logistic yang optimal diperlukan
suatu model analitis yang canggih. Banyak perusahaan tidak mempuyai ahli
yang cukup dan cakap untuk mengembangkan model-model ini. Oleh
karena itu, jalan satu-satunya adalah melakukan outsourcing. Lagi pula
model tersebut memerlukan sistem informasi yang canggih, untuk
mendukung informasi real time antar pabrik, perusahaan sendiri, rekanan,
pengangkut, gudang. Melalui outsourcing, hal-hal semacam itu dengan
cepat dan seringkali lebih dengan lebih murah dapat diperoleh, dari pada
mencoba mengembangkan mulai dari Nol.
j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.
Outsourcing dapat juga digunakan untuk mengatasi pengelolaan hal atau
mengawasi fungsi yang sulit dikendalikan. Fungsi yang sulit dikelola dan
dikendalikan ini, misalnya birokrasi ekstern yang sangat berbelit yang harus
ditaati oleh perusahaan yang dimiliki negara dalam menjalankan fungsi
pembelian barang dan jasa, yang sulit ditembus dengan cara-cara biasa. Hal
ini mungkin dapat dipecahkan dengan mengontrakan saja seluruh pekerjaan
tersebut pada pihak ketiga yang berbentuk swasta, yang tidak terikat pada
birokrasi tertentu. Contoh lain adalah mengontrakan pemeliharaan peralatan
karena setelah dilakukan usaha terus-menerus untuk memperbaiki sistem
dan kinerja fungsi pemeliharaan, tidak juga dapat diperbaiki secara cukup
signifikan. Hal ini biasanya karena adanya kelemahan struktural, misalnya

33
tidak tersedia karyawan yang cukup berpengalaman dan berpendidikan
untuk memelihara peralatan yang sangat canggih.

Ringkasan

Pasar Globalisasi hanyalah salah satu aspek dari fenomena intensifikasi karena
hubungan sosial dan keterbukaan internasional. Globalisasi pasar merupakan
peningkatan perdagangan internasional, pergerakan modal, tenaga kerja dan
teknologi secara intensif di seluruh dunia. Teori Heckscher-Ohlin adalah salah
satu yang paling banyak untuk menganalisis dan memahami berbagai tingkat
perdagangan internasional. Kemajuan infrastruktur transportasi dan
telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan internet telah menjadi
faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan aktivitas ekonomi dan budaya. Migrasi internasional sebagai
salah satu batas terpenting globalisasi merupakan proses dinamis yang telah
secara signifikan membentuk ekonomi global. Dampak imigrasi terhadap pasar
tenaga kerja sangat tergantung pada keterampilan migran, keterampilan pekerja
yang ada, dan karakteristik ekonomi tuan rumah. Imigrasi memengaruhi
pasokan tenaga kerja, karena meningkatkan jumlah pekerja di sektor ekonomi
tertentu. Sementara itu, outsourcing yang diartikan sebagai pemindahan atau
pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa
berdasarkan definisi serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak telah
menjadi fenomena. Outsurcing merupakan bisnis kemitraaan dengan tujuan
memperoleh keuntungan bersama, membuka peluang bagi berdirinya
perusahaan-perusahaan baru di bidang jasa penyedia tenaga kerja, serta
efesiensi bagi dunia usaha. Outsourcing memberikan keuntungan signifikan
bagi penggunanya dengan syarat di praktekkan secara utuh dan konsisten.

Tugas

1. Jelaskan tentang globalisasi?


2. Jelaskan tentang imigrasi?
3. Jelaskan tentang fenomena outsourcing?

34
Praktikum

Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,


mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Jelaskan landasan teori globalisasi dan imigrasi yang mendasari kasus
tersebut?
2. Bagaimana oursoucing untuk menyelesaikan kasus tersebut? Apa
kelemahan dan kelebihannya?

Daftar Pustaka

Gunarto Suhardi, 2006. Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak


Outsourcing,Yogjakarta: Universitas Atmaja, hlm.1.

7Muzni Tambusai, 2004. Pelaksanaan Outsourcing Ditinjau dari Aspek Hukum


KetenagakerjaanTidak Mengaburkan Hubungan Industrial, dalam
Informasi Hukum Vol.1 Tahun VI, hlm.209.

Chandra Suwondo, 2003. Outsourcing Implementasi di Indonesia, Jakarta: PT.


Elek Kompotindo Kelompok Gramedia, hlm.24-25.

Syauffi Syamsuddin, 2005. Peluang dan Tantangan Penyerahan


SebagianPekerjaan Kepada Pihak Ketiga, dalam Informasi
HukumVol.3, Tahun VII, hlm.11.

Sehat Damanik, 2007, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-


undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Cetakan kedua,
Jakarta: DSS Publishing, hlm.47.

Artikel:http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f4 b372fe9227/legalitas-
ioutsourcing-i-pasca-putusan-mkbroleh--juanda-pangaribuan, diakses
pada tanggal 29 Oktober 2019.

Artikel :http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f295d704fe05
/penerapan-prinsip-pengalihan-perlindungan-dalam-pkwtpasca-
putusan-mk, diakses pada tanggal 29 Oktober 2019.

Husni, Lalu. "Pengantar Hokum Ketenagakerjaan Indonesia." 186. Jakarta:


Rajawali Pers, 2010.

35
Borjas, G. J. (1995). The Economic Benefits from Immigration. Economic
Perspectiv, 20.

Christian Dustmann, A. G. (2008). The Labour Market Impact of Immigration.


27.

Clemens, M. A. (2014). Does Development Reduce Migration. Center for


Global Development,NYU Financial Access Initiative and IZA, 46.

(1998). The Labor Market Effects of Imiigration. In G. E. Johnson, ILR Review


(p. 11). Sage Publications, Inc.

Julien Chaisse, L. M. (2015). Labor Migration in a Globalized World: The


Human Journey’s Challenges for International Law and Policy. , 49.

Viem Kwok, H. L. (1982). An Economic Model Of The Brain Drain. American


Economic Review, 11.

36
BAB 3
KEBIJAKAN KOMERSIAL

Bab Ruang Kebijakan Komersial menguraikan tentang Kasus negara kecil:


implikasi ekonomi dari tarif dan kuota; Prinsip kebijakan "optimal"; Kebijakan
Perdagangan Strategis.

Tujuan kegiatan belajar adalah mampu memahami, menjelaskan, dan


menganalisis kebijakan komersial mencakup kasus negara kecil: implikasi
ekonomi dari tarif dan kuota; prinsip kebijakan "optimal"; kebijakan
perdagangan strategis.

3.1. Kasus negara kecil: implikasi ekonomi dari tarif dan kutipan

3.1.1. Kebijakan Kesejahteraan Komersial

Kebijakan komersial menggambarkan segala bentuk intervensi pemerintah


terhadap perdagangan internasional. Studi kebijakan komersial adalah cabang
teori perdagangan internasional, sub-bidang ekonomi mikro. Praktiknya
kebijakan perdagangan sering memicu perdebatan politik yang memecah belah
dan telah menjadi perhatian utama kebijakan dalam negeri dan luar negeri,
meningkatkan perdagangan.

Hambatan perdagangan termasuk tarif dan di belakang perbatasan langkah-


langkah, seperti standar diskriminatif, yang membatasi impor asing.
Meningkatkan perdagangan bisa juga dapat dicapai dengan memfasilitasi atau
bahkan mensubsidi ekspor. Kebijakan komersial juga bisa proteksionis, yaitu,
ditujukan untuk mengurangi perdagangan, dengan meningkatkan hambatan
perdagangan baik pada dan di belakang perbatasan.

Kebijakan komersial melibatkan langkah-langkah kebijakan perdagangan


sepihak, seperti kenaikan atau pengurangan tarif secara sepihak yang dapat
diterapkan secara preferensial atau non-preferensial. Pemotongan tarif,
misalnya, dapat diperluas hanya ke beberapa negara (misalnya dalam bentuk
perjanjian perdagangan preferensial) atau ke semua negara yang mendapat
manfaat dari perlakuan "negara yang paling disukai". Perlakuan yang paling
1
disukai bangsa berarti bahwa suatu negara menerima setidaknya sama atau
bahkan lebih banyak keuntungan perdagangan daripada negara lain.

Dampak kesejahteraan kebijakan komersial telah berkembang pesat dalam dua


dekade terakhir karena 'inovasi' teori perdagangan, metodologi empiris dan
instrumen kebijakan komersial. Ada sifat potensi biaya dan manfaat dari
intervensi kebijakan perdagangan.

Teori-teori baru perdagangan di bawah kondisi persaingan yang tidak


sempurna telah menyoroti kemungkinan dampaknya pada kesejahteraan
ekonomi: yaitu perubahan dalam biaya produksi yang dihasilkan dari skala atau
efek pembelajaran, perubahan dalam pilihan konsumen yang terkait dengan
impor berbagai varietas atau barang berkualitas lebih tinggi, atau perubahan
dalam struktur pasar. Efek kesejahteraan dari distorsi pasar dan eksternalitas
(biaya swasta cenderung memberikan ukuran terdistorsi dari biaya peluang
sosial sumber daya).

3.1.2. Tujuan Non-Ekonomi

Pertimbangan non ekonomi juga masuk ke dalam alasan untuk proteksionisme.


Salah satu pertimbangan tersebut adalah keamanan nasional. Argumen
keamanan nasional menyatakan bahwa suatu negara dapat terancam bahaya
jika terjadi krisis atau perang internasional jika sangat bergantung pada
pemasok asing. Meskipun produsen dalam negeri tidak seefisien ini,
perlindungan tarif harus diberikan untuk memastikan keberlanjutan keberadaan
mereka. argumen untuk pembatasan perdagangan berdasarkan pertahanan
nasional menyatakan bahwa beberapa industry harus di proteksi dari impor
sebab mereka vital bagi keamanan dan harus tetap beroperasi meskipun mereka
tidak memiliki daya saing dengan pemasok asing. Jika persaingan dari
perusahaan asing menyebabkan perusahaan ini bangkrut dan kemudian Negara
tergantung pada impor maka impor tersebut mungkin tidak tersedia di waktu
perang atau waktu lain ketika ketika terdapat ancaman terhadap keamanan
nasional.

Kritik terhadap argumen pertahanan mengklaim bahwa lebih efisien bagi


pemerintah untuk memberikan subsidi kepada sejumlah perusahaan untuk
2
mempertahankan kapasitas yang hanya cukup untuk penggunaan dimasa
perang. Output dari perusahaan-perusahaan ini bisa beragam tergantung
perhitungan kebutuhan pertahanan. Lebih lanjut lagi,subsidi akan jelas
menunjukkan kepada pembayar pajak biaya untuk mempertahankan
perusahaan-perusahaan ini atas nama keamanan nasional. Sesuatu yang tidak
ingin diketahui oleh beberapa kepentingan. Sekarang ini,sebagaian perusahaan
pengiriman perkapalan Amerika menerima subsidi pemerintahyang tanpanya
mereka tidak bisa terus beroperasi disebabkan adanya persaingan dari
perusahaan asing yang memiliki biaya operasi yang lebih rendah. Dengan cara
ini,kita memiliki armada kapal niaga yang siap jika terjadi kondisi perang, dan
kita mengetahui apa yang kita bayar untuk kesiapan tersebut.

Argumen yang mirip juga diberikan untuk mendukung pelarangan ekspor


teknologi canggih. Pelanggan tersebut, menurut argumentasi para
pendukungnya,mencegah teknologi penting digunakan untuk memperkuat
pesaing,terutama militer. Akan tetapi, larangan ini dapat mengurangi
penghasilan ekspor dinegara manufaktur dengan menutup pasar yang potensial.
Larangan ini juga bisa menghalangi usaha untuk meningkatkan pangsa pasar
internasional dan membiayai inovasi yang berkelanjutan,memungkinkan
pesaing dari Negara lain untuk meningkatkan daya saing mereka.

Penerapan argumen ini dengan baik melibatkan negara-negara pengimpor


minyak utama, yang melihat beberapa negara Arab memaksakan boikot minyak
di Barat untuk mendapatkan dukungan bagi posisi Arab melawan Israel selama
konflik Timur Tengah 1973. Masalahnya, menentukan apa yang merupakan
industri penting. Jika istilah ini didefinisikan secara luas, banyak industri
mungkin dapat memenangkan perlindungan impor, dan argumen tersebut
kehilangan artinya. Argumen keamanan nasional untuk proteksionisme juga
memiliki implikasi untuk investasi asing, seperti akuisisi asing atas perusahaan
dan aset.

Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar argumen yang membenarkan tarif
didasarkan pada asumsi bahwa kesejahteraan nasional, serta kesejahteraan
individu, akan ditingkatkan. Pentingnya strategis tarif untuk kesejahteraan

3
produsen yang bersaing impor adalah salah satu alasan utama bahwa
liberalisasi tarif resiprokal telah dilakukan secara bertahap. Tidak
mengherankan bahwa produsen yang bersaing impor membuat argumen yang
kuat dan efektif secara politis sehingga peningkatan persaingan asing akan
merusak kesejahteraan bangsa secara keseluruhan dan juga mereka sendiri.
Meskipun liberalisasi hambatan tarif mungkin merugikan kelompok tertentu,
namun harus berhati-hati untuk membedakan antara kesejahteraan individu dan
kesejahteraan nasional. Jika pengurangan tarif menghasilkan keuntungan
kesejahteraan yang lebih besar dari perdagangan dan jika pihak yang terkena
dampak negatif dapat dikompensasi atas kerugian yang dihadapinya,
kesejahteraan nasional secara keseluruhan akan meningkat. Namun,
membuktikan bahwa keuntungan lebih dari mengimbangi kerugian dalam
praktik sangat sulit.

3.1.3. Proposisi Setara Tarif

Selama dua dekade terakhir, perdagangan internasional telah meningkat pesat,


sebagian besar karena signifikan penghapusan bertahap perlindungan tarif.
Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diperdagangkan Efek
kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang.Pengurangan tarif
telah dicapai baik oleh putaran berturut-turut negosiasi perdagangan
multilateral, dengan liberalisasi unilateral, atau dengan penciptaan perdagangan
preferensial perjanjian (PTA) karena awalnya dimulai dengan tingkat tarif yang
lebih tinggi sehingga tidak mengherankan bahwa negara-negara ini secara
khusus telah mengejar penghapusan tarif. Namun, tingkat tarif rata-rata di
negara-negara berpenghasilan rendah masih secara signifikan lebih tinggi dari
negara maju (WTO 2016).

Bersamaan dengan penurunan tarif, akumulasi bukti menunjukkan


kecenderungan meningkatnya penggunaan langkah-langkah non-tarif
berdagang (NTM) oleh banyak negara, yang sebagian mengimbangi kemajuan
dicapai dengan menurunkan tarif. Bertentangan dengan langkah-langkah tarif,
yang awalnya diperkenalkan secara berurutan untuk merealisasikan tujuan-
tujuan ekonomi dan perdagangan, maksud yang dimaksudkan di balik

4
pengenaan NTM adalah untuk merancang tujuan publik yang sifatnya non-
proteksionis. Langkah-langkah kebijakan ini sering berfungsi sebagai
instrumen terbaik pertama untuk memajukan berbagai perlindungan sosial,
politik atau lingkungan tujuan, serta kesehatan dan perlindungan konsumen.
Namun demikian, instrumen ini telah menjadi populer dalam mencapai tujuan
ekonomi, terutama mengklaim mengoreksi inefisiensi pasar yang timbul dari
asimetri informasi atau persaingan tidak sempurna.

Namun, seperti pengenaan prosedur tersebut menciptakan keuntungan yang


bermanfaat bagi pemain yang berpartisipasi dalam arena perdagangan, tidak
heran jika itu penggunaan NTM telah meluas. Literatur ekonomi politik
menunjukkan bagaimana pembuat kebijakan, yang menghadapi tekanan untuk
melindungi produsen dalam negeri, dapat memilih untuk menggunakan NTM
secara lebih luas.

Karena pengurangan tarif yang berkelanjutan dan meluasnya penggunaan NTM


bergerak berlawanan arah,perhatian yang semakin meningkat telah ditarik pada
kemungkinan efek substitusi antara kedua kebijakan impor ini Pengukuran.
Konsensus bersama dibagikan di antara para sarjana dan didukung oleh
beberapa analisis empiris mengklaim bahwa NTM sering memungkinkan
negara-negara untuk meningkatkan pembatasan, memanipulasi ketentuan
perdagangan dan mengklaim kembali kemungkinan kerugian ekonomi akibat
liberalisasi tarif. Studi-studi ini, yang sebagian besar berfokus pada negara
tertentu atau NTM tertentu, menunjukkan hubungan substitusi antara tarif dan
NTM. Korelasi negatif ini menekankan bahwa pembatasan NTM baru hanya
menggantikan tradisional yang (yaitu tarif), untuk mencapai tujuan yang sama.

Negara-negara berpenghasilan tinggi yang umumnya mengenakan tarif yang


lebih rendah secara komparatif lebih berkomitmen pada transparansi dan
praktik non-diskriminasi yang menghasilkan tingkat NTM yang lebih rendah.
Negara-negara maju umumnya berada di garis depan diskusi WTO, oleh karena
itu mereka lebih terlibat dalam proses menghilangkan tindakan TBT dan SPS.
Ini berarti mengambil ke atas diri mereka sendiri penghapusan hambatan
perdagangan lebih luas daripada di tempat lain. Apalagi sejak negara-negara

5
berpenghasilan tinggi cenderung lebih bergantung pada perdagangan
internasional, itu menyebabkan mereka mencari kondisi yang lebih baik, baik
untuk importir domestik, serta eksportir lokal mereka di pasar luar negeri.
Kepentingan semacam itu hidup berdampingan dengan kebutuhan untuk
menarik impor dengan biaya serendah mungkin untuk kepentingan konsumen
dalam negeri juga untuk importir barang setengah jadi. Alasan-alasan ini
diharapkan menyebabkan substitusi lebih sedikit atau bahkan korelasi
komplementaritas yang lebih besar antara dua langkah kebijakan impor.

NTM juga sangat berbeda antar negara, sangat tergantung pada perbandingan
masing-masing negara preferensi keuntungan dan ekonomi politik. NTM yang
dikenakan pada produk pertanian cenderung menjadi lebih besar dan lebih ketat
di negara-negara dengan keunggulan komparatif yang lebih kuat dalam
memproduksi produk pertanian. Faktor-faktor ini ditunjukkan dalam
penggunaan ukuran dan kuantitas SPS dan langkah-langkah pengendalian
harga, yang cenderung lebih dominan di negara-negara berkembang. Negara,
yang sangat bergantung pada produksi domestik sektor tradisional seperti
pertanian akan menggunakan instrumen ini lebih luas dibandingkan dengan
negara maju. Pada saat yang sama, negara-negara kaya, yang sering terjadi
khawatir tentang melindungi industri yang bersaing dengan impor, atau
menjaga kepentingan industri infant, ditemukan untuk menerapkan TBT lebih
luas daripada di tempat lain.

Selain itu, seperti yang terlihat dalam statistik deskriptif, negara-negara kaya
lebih berkomitmen untuk pengurangan semua jenis hambatan perdagangan,
sebagaimana disepakati secara internasional berdasarkan prinsip-prinsip umum
dari WTO. Oleh karena itu, rata-rata penggunaan NTM di negara-negara
terkaya adalah yang terendah di semua negara. Negara-negara ini biasanya
lebih terbuka dan tergantung pada perdagangan internasional,dan akibatnya
lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan NTM dibandingkan dengan
negara-negara, yang lebih mandiri.Di sisi lain, dengan beberapa pengecualian,
semakin sedikit negara yang berkembang, semakin kecil kemungkinannya akan
terbuka untuk bersaing untuk arus impor. Negara-negara berpenghasilan
rendah, yang sangat bergantung pada menghasilkan pendapatan langkah-
6
langkah pajak seperti tarif impor, akan memilih untuk tidak mengoperasikan
administrasi yang mahal dan kompleks. Lebih jauh, negara-negara
berpenghasilan rendah juga menikmati jurang overhang yang lebih besar
(perbedaan antara yang terikat dan tarif yang diterapkan), yang memungkinkan
mereka fleksibilitas untuk meningkatkan tingkat tarif aktual mereka secara
legal.

Sebagian besar literatur menunjukkan bahwa ada substitusi antara NTM dan
tarif bersamaan dengan implementasi perjanjian perdagangan preferensial
(PTA). Perjanjian ini menurunkan tingkat perlindungan, tetapi seringkali tidak
mengurangi tekanan domestik untuk proteksionisme. Hukum konstan
fenomena perlindungan menunjukkan bahwa produsen yang dilindungi dengan
baik oleh tarif mungkin kurang peduli NTM relatif terhadap industri terkena
dampak buruk dari dampak ekonomi dari penurunan tarif, yang mungkin sering
menerima perlindungan NTM sebagai pengganti (Bhagwati 1988). Dengan
menggunakan data di Turki tarif dan NTM, Limao dan Tovar (2011)
mengeksploitasi variasi dalam kendala tarif yang ditimbulkan oleh perjanjian
multilateral dan PTA. Mereka menetapkan dampak sebab akibat dari kendala
tarif yang terjadi kemungkinan dan keterbatasan NTM. Dengan
mempertimbangkan perbedaan ukuran anggota UE menyatakan dalam sebuah
PTA, mereka menunjukkan bahwa jika tarif Uni Eropa bersama telah
membatasi Turki dalam penetapan tarifnya, ini bisa memiliki dampak kausal
pada perlindungan melalui NTM pada eksportir non-UE. Mereka menemukan
bukti substitusi kebijakan antara komitmen tarif yang diberlakukan melalui
WTO dan PTA dengan UE dan meningkatnya kemungkinan NTM Turki.

3.1.4. Pengukuran Biaya

3.1.4.1. Pengertian Pengukuran Biaya

Biaya mengacu pada nilai sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan
sesuatu. Ini adalah inti dari ekonomi. Dalam hal ekonomi kesehatan atau
pharmacoeconomics, mengukur biaya atau biaya melibatkan mengidentifikasi,
mengukur dan menilai semua perubahan sumber daya yang terjadi sebagai
intervensi perawatan kesehatan tertentu dilakukan.

7
Selanjutnya, biaya pengukuran digunakan untuk memperkirakan beban
ekonomi karena sakit. Hal ini diterapkan dalam evaluasi ekonomi dan
penelitian hasil. Untuk perencanaan perawatan kesehatan, tren terbaru dan
biaya penyakit di masa depan informasi yang digunakan untuk menetapkan
prioritas dan langkah-langkah pengendalian biaya . Ada beberapa rintangan
dalam melakukan analisis ekonomi termasuk biaya. Masalah di costing dapat
dikategorikan sebagai isu-isu kontroversial dalam konsep (misalnya termasuk
biaya produktivitas) ,metode ( misalnya Pendekatan modal manusia metode
biaya gesekan dibandingkan) , dan nilai-nilai referensi (misalnya tingkat
diskonto) . Oleh karena itu, penting untuk membakukan metode biaya untuk
studi lanjut. Kemudian studi dapat dibandingkan dan digunakan sebagai
masukan dalam kesehatan nasional.

Apa yang kita mengusulkan untuk melakukan dalam bab ini adalah untuk
menyajikan pertama berbagai metode untuk biaya pengukuran, dan kemudian
membahas tentang keandalan angka-angka yang diperoleh dan tingkat
kepercayaan diri kita mungkin memiliki di dalamnya. Pertama-tama, kami
ingin mengingatkan pembaca pada cara biaya yang “diukur”. Hal ini penting
karena dua alasan:

1. Analis biaya harus tahu ada berbagai cara untuk mengukur biaya; ketika
menerima angka-angka, maka harus yakin bahwa angka-angka yang
dihitung tentang kursus way.Of yang sama, jika angka-angka ini adalah
harga, maka akan kita anggap bahwa angka-angka yang “full cost
margin”(margin bisa positif, negatif atau nol).
2. Memahami proses biaya pengukuran memungkinkan analis biaya bawah-
berdiri keterbatasan process. Satu dari keterbatasan ini adalah akurasi yang
mungkin mengharapkan dari biaya mendapat dari organisasinya sendiri.
Bab ini tidak ditulis untuk membuat pembaca spesialis akuntansi biaya;
akuntansi biaya adalah profesi yang teknik kadang-kadang agak rumit.
Tujuannya adalah untuk memiliki pemahaman umum dari itu dalam rangka
untuk dapat membaca buku atau manual lainnya tanpa jatuh ke dalam
kelebihan yang tidak bisa membantu untuk estimasi biaya.

8
Klasifikasi akuntansi sebagai berikut:

1. Akuntansi Keuangan yang tujuannya adalah untuk menghasilkan pernyataan


finansial yang menyampaikan informasi kepada pihak luar. akuntansi ini
diatur oleh “prinsip-prinsip yang berlaku umum”, tujuan dari pemerintahan
ini adalah bahwa pihak luar ingin semua perusahaan untuk menyajikan
informasi mereka dengan cara yang sama.
2. Manajemen akunting yang menyediakan informasi yang berguna untuk
pengoperasian company.There mungkin perbedaan dengan sebelumnya
dalam biaya penyusutan (dunia ini didefinisikan ke bawah), nilai dari biaya
persediaan, dll.
3. Akuntansi biaya adalah proses teknis dimana biaya dialokasikan untuk-
produk ucts. Ini berfungsi, dengan beberapa perbedaan, baik Pembukuan
sebelumnya. pengukuran biaya tidak gadget: telah dikatakan (Elphen, dll)
bahwa “praktik akuntansi manajemen adalah salah satu alasan utama untuk
penurunan produktivitas AS”.
3.1.4.2. Tujuan Pengukuran Biaya

Fungsi akuntansi biaya sebagai berikut:

1. Luar: untuk melaporkan ke dunia luar.


2. Dalam : penentuan biaya barang yang dihasilka dan penentuan tarif (tarif
tenaga kerja, tingkat mesin, dll).
3. untuk menarik analis biaya.

Costing variabel hanya untuk penyusunan anggaran: ketika mempersiapkan


anggaran, beban perusahaan masih belum pasti yang menyiratkan bahwa biaya
tidak dapat ditentukan dengan presisi. Salah satu teknik yang dapat digunakan
adalah dengan menghitung beberapa anggaran, tergantung pada berbagai
beban. Teknik ini tidak menyangkut analis biaya, dan akan karena itu tidak
dibahas.

3.1.4.3. Kerangka Pengukuran Biaya

Pengukuran biaya sebagai berikut dapat dilakukan sesuai dengan struktur


pohon, yaitu:

9
1. Semuanya dimulai dari pengeluaran: pengeluaran adalah jumlah uang yang
dibayarkan untuk memperoleh aset atau layanan. Pengeluaran selalu dicatat
pada selembar kertas.
2. Kendala utama dalam biaya pengukuran adalah periode akuntansi: fungsi
yang dilakukan oleh perusahaan harus dicapai selama periode tertentu,
katakanlah selama setahun, umumnya dimulai pada 1 Januari - 31 Desember
(tapi tanggal lain kadang-kadang digunakan). Kendala ini dapat dimengerti:
hubungan par- eksternal logis meminta untuk laporan periodik.
3. Perusahaan umumnya menghasilkan beberapa (kadang-kadang banyak)
produk yang berbeda: setiap produk mengkonsumsi jumlah sumber daya
yang mungkin berbeda dari yang lain; masalahnya adalah kemudian untuk
memberikan nilai pada semua sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap
produk.

Biaya adalah jumlah uang yang digunakan selama tahun atau periode tertentu
untuk produksi barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan. Pergi dari
pengeluaran untuk biaya bukan masalah sederhana: “masalah pengukuran biaya
dan pendapatan dalam suatu periode akuntansi adalah masalah yang paling
sulit dalam akuntansi”. Akibatnya kita akan membatasi diskusi di sini untuk
presentasi sederhana.

Tidak semua pengeluaran adalah biaya Pertama-tama beberapa koreksi yang


dibuat, seperti biaya pra-bayar (membangun struktur pengeluaran dana yang
berkaitan dengan tahun lagi) atau biaya ditangguhkan. Penyesuaian ini kecil
dan tidak benar-benar perhatian kita: itu adalah tugas dari akuntan untuk
melakukan koreksi ini.Kemudian, dan ini sangat penting bagi kami, aset jangka
panjang tidak dapat dianggap secara penuh sebagai biaya untuk periode
akuntansi yang dipertimbangkan. Mereka layak mendapatkan perlakuan khusus
yang harus diketahui oleh analis biaya: pengobatan ini disebut “depresiasi”.

10
Dipandang dari titik analis biaya, depresiasi hanyalah fakta bahwa - dan
kendala utama yang disebutkan sebelumnya di sini penerapannya - pengeluaran
untuk akuisisi aset jangka panjang (seperti bangunan, mesin, dll) harus cer-
tainly tidak dianggap sebagai biaya untuk periode akuntansi yang akan datang:
waktu hidup mereka lebih panjang - dan kadang-kadang lebih lama -
dibandingkan periode akuntansi. Tampaknya logika untuk “menyebarkan”
pengeluaran ini pada beberapa periode akuntansi. Penyusutan adalah hasil dari
penyebaran ini: untuk setiap periode akuntansi hanya sebagian dari biaya yang
dikeluarkan untuk akuisisi aset jangka panjang dianggap sebagai beban. Satu
juga bisa mengatakan bahwa aset tersebut ditransfer ke periode ing Account
11
mendatang dengan harga lebih rendah dari harga pembelian mereka: aset yang
akan digunakan untuk periode akuntansi ini “disusutkan” dibandingkan dengan
harga pembelian mereka. Dan tentu saja ini juga berlaku untuk periode berikut:
setiap kali aset ditransmisikan ke periode akuntansi berikutnya, nilainya
menurun atau disusutkan oleh tertentu.

3.1.5. Proteksi Efektif

Konsep tentang Tarif Proteksi Efektif (TPE) ini sebenarnya pertama kali
diperkenalkan oleh ekonom Max Corden dan Harry Johnson awal abad 20-an,
yang mendefinisikan proteksi efektif sebagai kenaikan proporsional pada nilai
tambah suatu industri yang merupakan hasil komprehensif struktur proteksi
terhadap output dan input industri.

Tarif proteksi efektif ini disebut juga sebagai Effective Rate of Protection
(ERP), yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi karena
perbedaan antara prosentase tarif nominal untuk barang jadi atau CBU
(Completely Built-up) dengan tarif nominal untuk bahan baku/komponen input
impomya atau CKD (Completely Knock Down).

Tujuan utama dari pengenaan tarif antara lain untuk melindungi industri
domestik serta mempengaruhi alokasi sumber daya dalam berbagai macam
industri. Otoritas ekonomi dalam hal ini aparat pemerintah harus benar-benar
memahami kebijakan tarif. Karena pada gilirannya alokasi sumber daya akan
mempengaruhi kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Tingkat proteksi efektif yang dihitung atas dasar nilai tambah domestik, atau
keuntungan dari proses manifaktur di dalam negreri, akan jauh melampaui
tingkat tarif nominal (dihitung atas dasar harga komoditi final atau setelah kena
pajak). Nilai tambah domestik sama dengan harga final komoditi dikurangi
dengan biaya impor barang input untuk keperluan produksikomoditi tersebut di
dalam negeri. Tingkat proteksi efektif penting bagi para produsen dan para
pembuat keputusan (yang memutuskan tarif) untuk mengetahui seberapa
efektifkah proteksi yang di berikan pemerintah bagi proses manufaktur
domestik.

12
Pada dasarnya pengenaan tarif atau bea masuk terhadap barang impor akan
meningkatkan harga barang yag dihasilkan produsen dalam negri. Dampak ini
yang menjadi tujuan pengenaan tarif untuk melindungi produsen dalam negeri
terhadap persaingan impor yang harganya lebih murah. Namun seberapa besar
tarif dikenakan harus hati hati dalam memutuskan karena akan berdampak
seberapa besar proteksi yang di berikan.

Contoh: produsen kain wool domestik memerlukan impor kain wool 80 dolar,
dan harga pasaran internasional mantel wool jadi 100,dan pemerintah
mengenakan tarif 10% untuk mantel wool jadi. Maka harga mantel di dalam
negeri pun 110. Maka produsen mendapat keuntungan lebih dari sebelum di
kenakan tarif, dari yang sebelumnya 20 menjadi 30. Dan terdapat kenaikan
keuntungan sebesar 50% ((10/20)x100%=50%). Dengan demikian proteksi
efektifnya sebesar 50%.

3.5.1 Teori Struktur Tarif

Tarif nominal adalah angka yang dinyatakan sebagai pajak impor. Dalam
kenyataannya tarif menimbulkan dampak proteksi yang lebih besar daripada
angka tersebut. Oleh sebab itu kita harus mempelajari pengertian , cara
penghitungan dan arti penting tingkat proteksi efektif tersebut.

Hubungan antara tingkat proteksi efektif (g) dan tingkat tarif nominal (t)
tehadap komoditi final, yaitu:

1. Jika rasio komoditi input impor terhadap harga komoditi final dalam
kondisi bebas tarif (ai) = 0 maka tingkat proteksi bagi para produsen
komoditi final (g) = tingkat tarif nominal yang dibebankan kepada
konsumen komoditi final(t).
2. Pada nilai berapa pun untuk rasio komoditi input impor terhadap haraga
komoditi final dalam kondisi bebas tarif (ai) dan tingkat tarif nominal
terhadap komoditi input yang diimpor (ti), semakin besar tingkat tarif
nominal (t), akan semalin besr tingkat proteksi efektifnya (g).
3. Pada nilai berapa pun untuk tingkat tarif nominal (t) dan tingkat tarif
nominal terhadap komoditi input yang diimpor (ti), semakin besar rasio

13
komoditi inpu impor terhadap harga komoditi final dalam kondisi bebas
tarif, akan semakin besar nilai tingkat proteksi efektif (g).
4. Nilai tingkat proteksi efektif (g) akan makin besar (sama dengan, atau
lebih kecil) dari tingkat tarif nominal, jika nilai tingkat tarif nominal
terhadap komoditi input yang diimpor (ti) kebih kecil (sama dengan atau
lebih besar) dari tingkat tarif nominal (t).
5. Apabila rasio biaya komoditi input impor terhadap harga komoditi final
dalam kondisi bebas tarif terhadap tingkat tarif nominal terhadap komoditi
input yanhg diimpor lebih besar dari tingkat tariff nominal (t),maka tingkat
proteksi efektifnya menjadi negative.

Tarif terhadap komoditi input akan sama dengan sama dengan pajak tambahan
(PPN) bagi produsen domestic yang akan meningkatkan biaya produksi, serta
sekaligus akan menurukan tingkat proteksi efektif bagi produsen (yang
bersumber dari pemberlakuan tarif terhadap komoditi final impor yang menjadi
saingannya), sehinagga pada akhirnya bersifat kontraproduktif dan akan
menurunkan tingkat produksi domestik.Jadi, jika tarif terhadap komoditi final
yang diimpor akan menguntungkan produsen, maka tafit terhadap komoditi
input yang diimpor akan merugikan mereka.Artinya tingkat produksi domestik
dalam kondisi perdagangan bebas justru lebih tinggi ketimbang dalam kondisi
tarif yang mengutamakan pemberlakuan tarif untuk melindungi dan memacu
tingkat produksi domestik.

Kelemahan konsep tingkat tarif nominal antara lain tidak dapat memberikan
petunjuk apa pun mengenai kadar proteksi yang sesungguhnya dari pemerintah
kepada produsen domestik melaalui pemberlakuan tarif terhadap komoditi-
komoditi impor dan juga banyak di sektor industri diberbagai Negara yang
memiliki struktur tarif kecil atau nol untuk komoditi input dan tarif yang cukup
tinggi terhadap komoditi final yang diimpor. (Jhonson, 1923)

3.5.2 Tarif Proteksi Efektif

Konsep dari proteksi efektif dikembangkan oleh ekonom Australia dan ekonom
kanada. Dimana tingkat proteksi efektif di definisikan sebagai peningkatan
proporsional dalam nilai tambah suatu industry yang merupakan hasil

14
keseluruhan struktur proteksi pada kedua output dan input industry. Tarif
proteksi efektif ini disebut juga sebagai effective Rate of Protection (ERP),
yaitu kenaikan value added manufacturing (VAM) yang terjadi karena
perbedaan antara prosentase tarif nominal untuk barang jadi / CBU (completely
Built Up ) dengan tarif nominal untuk bahan baku/komponen input impornya
atau CKD (Completely Knock Down). Perhitungan tarif proteksi efektif diatas
pada dasarnya akan sama dengan tingkat kenaikan value added
manufacturing suatu sector / cabang industry. Kenaikan VAM dalam suatu
proses industrialisasi sangat penting karena VAM diartikan sebagai balas jasa
dari faktor produksi yang digunakan dalam proses industrialisasi tersebut,
yaitu: Tenaga kerja mendapatkan gaji atau upah, Tanah / bangunan mendapat
sewa, Modal mendapat bunga, Teeknologi mendapat
royalty/fee, dan Pengusaha/manajemen mendapat laba.

1. Infant industry argument

Pelaksanaan pembangunan ekonomi di Negara-negara yang sedang


berkembang seperti halnya Indonesia banyak berlandaskan pada infant industry
argument. Infant industry argument adalah suatu kebijakan untuk melindungi
industri-industri dalam negeri yang baru lahir/tumbuh dengan ‘proteksi
edukatif’, sehingga dapat bersaing baik dipasar dalam negeri maupun luar
negeri.

2. Proteksi Edukatif

Agar tujuan infant industry argument tersebut dapat dicapai maka perlu
dijalankan suatu kebijakan “proteksi edukatif”, yaitu kebijakan untuk
melindungi infant industry secara mendidik dengan cirri-ciri atau karakteristik
sebagai berikut.

a. Transparan

Proteksi harus bersifat “transparan”, yaitu dengan sistem tariff barrier atau
bea masuk.

15
b. Selektif

Proteksi harus bersifat selektif, maksudnya hanya diberikan kepada


industry yang betul-betul dapat memberikan nilai tambah atau value added
manufacturing yang relative tinggi.

c. Limitatif

Proteksi hanya diberikan untuk jangka waktu tertentu / terbatas.

d. Kuantitatif

Tingkat atau besarnya proteksi harus dapat ditentukan /dihitung


berdasarkan effective rate protection (ERP) atau kenaikan value added
manufacturing (VAM) yang akan diperoleh. Dengan kata lain proteksi
tidak boleh ditetapkan berdasarkan pesan sponsor atau kepentingan pihak-
pihak tertentu saja.

e. Declining

Proteksi yang diberikan harus semakin menurun sesuai dengan


peningkatan daya saing industry yang bersangkutan.

f. Kebijakan Perdagangan Internasional

Berbagai macam kebijakan yang mungkin dapat dilaksanakan suatu negara


untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan perdagangan internasional
antara lain proteksi, perdagngan bebas, dan politik dumping.

1) Proteksi

Proteksi adalah kebijakan perdagangan internasional yang bertujuan untuk


melindungi produksi dalam negeri. Bentuk-bentuk proteksi yang dapat
dijalankan suatu negara antara lain:

- Larangan Impor
Melarang impor produk tertentu yang juga di produksi di dalam negeri,
terutama untuk barang-barang yang dimiliki daya saing yang lemah.
- Tarif Impor
Mengenakan tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang tertentu
untuk mengurangi masuknya barang-barang tersebut.
16
- Quota
Membatasi masuknya jumlah barang tertentu kedalam negeri.
- Subsidi
Memberi subsidi kepada produsen untuk meningkatkan produksinya
agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
- Premi
Memberikan premi kepada produsen yang mampu mencapai jumlah
produksi tertentu dengan kualitas yang baik sehingga memiliki daya
saing.

2) Perdagangan Bebas

Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan dalam perdagangan


internasional untuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam
perdagangan internasional. Penentuan dan pentapan harga di serahkan
bebas, itu hanya berlaku bagi negara anggota yang tergabung dalam
kelompok perdagangan bebas tersebut.

3) Politik Dumping

Politik dumping adalah kebijakan perdagangan internasional yang menjual


hasil produksi lebih murah di luar negeri dibandingkan di dalam negeri.
Tujuan politik dumping adalah untuk meningkatkan daya saing untuk
memperluas pasar.

3.5.3 Peran Ketidakpastian

Semua ketidakpastian berpengaruh pada bentuk gangguan pascatrauma


ekonomi di antara rumah tangga dan bisnis, serta di pasar keuangan. Yaitu,
kepekaan yang meningkat terhadap risiko kerugian sisi belakang,
meningkatnya kehati-hatian terhadap masa depan, dan penolakan terhadap
masa depan. Ketidakpastian berarti rasa ketidakamanan ekonomi bagi banyak
orang meskipun kemakmuran ekonomi secara umum di negara-negara maju,
lapangan pekerjaan tampak kurang aman, upah lebih stabil, dan
ketidaksetaraan lebih terasa. Benang merahnya adalah bahwa setiap keputusan
ekonomi yang membutuhkan keuangan, memiliki biaya hangus, atau

17
pembayaran yang tidak pasti, akan terpengaruh. Ketidakpastian yang lebih
tinggi juga dapat berarti investasi merespons lebih lamban terhadap permintaan
stimulus.

Ketika ketidakpastian tinggi, pembuat kebijakan harus memiliki tiga tujuan.


Pertama, melakukan penilaian yang bijaksana dan obyektif atas prospek dan
risiko terhadapnya. Kedua, mengembangkan dan mengomunikasikan rencana
untuk mengurangi risiko tersebut dan untuk meraih peluang baru. Strategi itu
harus didasarkan pada landasan lembaga dan kerangka kerja kebijakan makro
yang ada kebijakan fiskal berlabuh dalam komitmen yang jelas untuk
keberlanjutan jangka panjang.

Ketidakpastian aditif tidak menimbulkan tantangan bagi otoritas moneter


karena fakta bahwa kesetaraan kepastian berlaku, oleh karena itu, aturan
kebijakan tahan terhadap ketidakpastian. Jika ketidakpastian parametrik
berlaku, secara umum direkomendasikan sikap kebijakan yang kurang agresif,
meskipun contoh kontra dapat diberikan. Ketidakpastian data dapat diatasi jika
teknik filter yang tepat diterapkan.

Ketidakpastian model dapat dipahami sebagai semacam bentuk super


ketidakpastian, yang mencakup beberapa variasi sebagai subkategori.
Ketidakpastian model menjadi konsep konsep ketidakpastian dalam pengertian.
Lebih lanjut, model ini menawarkan ekstensi yang berhasil dan banyak
prospek, seperti kontrol yang kuat atau Markov-switch. Namun, terlepas dari
pemerataan model parametrik ketidakpastian, hasilnya dapat berbeda secara
sosiologis berdasarkan metode ketidakpastian ditangani dengan beberapa saran
umum bagaimana bertindak di bawah kepastian, masih dianggap sebagai
pedoman kebijakan yang paling berlaku.

Ketidakpastian dapat menakuti investor dan merusak iklim investasi dalam


perekonomian. Tindakan kebijakan, memberikan panduan ke depan tentang
tindakan kebijakan, mempertahankan konsistensi luas dalam kebijakan aktual
dengan panduan ke depan, mengurangi ambiguitas dan kesewenang-wenangan
dalam implementasi kebijakan menciptakan kepastian kebijakan ekonomi.

18
Ketidakpastian pada dasarnya sulit diukur. Karena pembuatan kebijakan
bergantung pada penilaian - dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh aturan
konstitusional dan kendala hukum lainnya - seringkali melibatkan
kebijaksanaan. Kebijaksanaan seperti itu dapat menghasilkan ketidakpastian,
yang dapat berdampak pada aktivitas ekonomi. Di antara berbagai sumber
ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian kebijakan ekonomi sangat penting
karena ketidakpastian ini mengacu pada salah satu yang dapat dikontrol oleh
pembuat kebijakan dan dengan demikian memengaruhi aktivitas ekonomi.
Misalnya, ketika musim hujan berdampak pada kegiatan ekonomi, para
pembuat kebijakan sama sekali tidak memiliki kendali terhadapnya. Namun,
ketidakpastian kebijakan ekonomi menangkap ketidakpastian yang dapat
dikontrol oleh pembuat kebijakan. Karena ketidakpastian itu sendiri secara
inheren tidak dapat diukur, ketidakpastian kebijakan ekonomi sulit untuk
diukur. Namun, kemajuan dalam analitik data, secara umum, dan analisis teks,
khususnya, telah memungkinkan untuk mengukur ketidakpastian, secara
umum, dan ketidakpastian kebijakan ekonomi, khususnya. Sementara
ketidakpastian ekonomi yang berasal dari faktor-faktor yang tidak terkendali
tetap berada di luar kendali pembuat kebijakan, mereka dapat mengendalikan
ketidakpastian kebijakan ekonomi. Mengurangi ketidakpastian kebijakan
ekonomi sangat penting karena investasi domestik dan investasi asing sangat
terhalang oleh peningkatan ketidakpastian kebijakan ekonomi domestik.

Pembuat kebijakan tingkat atas haruslah memastikan bahwa tindakan kebijakan


mereka dapat diprediksi, memberikan panduan ke depan tentang sikap
kebijakan, mempertahankan konsistensi luas dalam kebijakan aktual dengan
pedoman ke depan, dan mengurangi ambiguitas / kesewenang-wenangan dalam
implementasi kebijakan. Kendala serupa yang ditempatkan memastikan tidak
ada perubahan kebijakan untuk cakrawala yang ditentukan akan jauh untuk
memastikan kepastian kebijakan. Indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi
harus menjadi indeks penting yang dipantau oleh pembuat kebijakan di tingkat
tertinggi setiap triwulanan. Terkait, mengikuti literatur akademik yang
berkembang di bidang ini, pemerintah harus mendorong pembangunan sub-
indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi untuk menangkap ketidakpastian
19
kebijakan ekonomi yang berasal dari kebijakan fiskal, kebijakan pajak,
kebijakan moneter, kebijakan perdagangan, dan kebijakan perbankan. Melacak
sub-indeks ini akan memungkinkan pemantauan dan kontrol atas
ketidakpastian kebijakan ekonomi.

Jaminan kualitas proses dalam pembuatan kebijakan, yang mencerminkan


pepatah "Dokumentasikan apa yang Anda lakukan, tetapi lebih kritis lakukan
apa yang Anda dokumentasikan!" Harus diterapkan. Implementasi kebijakan
yang sebenarnya terjadi di tingkat yang lebih rendah, di mana ambiguitas
tercipta dan memperburuk ketidakpastian kebijakan ekonomi. Ketika
organisasi-organisasi di sektor swasta bersaing dan mencari sertifikasi kualitas
tingkat tertinggi, departemen-departemen pemerintah harus diberi mandat
untuk mencari sertifikasi kualitas yang sama. Proses sertifikasi ini akan
membutuhkan pelatihan personel dalam mengikuti proses penjaminan kualitas
dan secara signifikan akan mengurangi ketidakpastian kebijakan ekonomi.

3.2. Prinsip Kebijakan "Optimal"

3.2.1. Eksternalitas dan Hierarki Kebijakan

3.2.1.1. Pengertian Ekternalitas


Eksternalitas dapat diartikan sebagai dampak dari suatu kegiatan tertentu
terhadap kegiatan lainnya. Eksternalitas sangat penting karena dapat
menyebabkan terjadinya alokasi pemanfaatan sumberdaya yang tidak efisien
dan selanjutnya mempengaruhi kinerja keberlanjutan pemanfaatannya.

3.2.1.2. Urgensi Perdagangan Eksternal

Akhir industri adalah menempatkan barang habis pakai di tangan konsumen,


maka kemakmuran industri dari negara diukur dengan jumlah bahan dan
barang non-material.

Penting untuk memahami sifat dan penggunaan perdagangan tidak hanya


sebagai instrumen untuk mendapatkan komoditas ke tangan konsumen.
Pengukuran kemakmuran industri merupakan penilaian pendapatan riil barang
dan jasa yang dibayarkan kepada masyarakat dengan imbalan penggunaan

20
modal atau tenaga kerja yang dimiliki, atau dinilai sesuai dengan standar
objektif atau subjektif utilitas.

Penghasilan riil suatu negara, sebagai individu, terdiri dari semua utilitas, baik
yang diwujudkan dalam bentuk material atau layanan jasa. Negara
mencurahkan proporsi yang lebih besar dari energi produktifnya untuk
meningkatkan kecepatan dan ketepatan distribusi barang material, atau
intelektual dan penyediaan profesional, artistik, dan layanan rekreasional yang
tidak dapat secara wajar dianggap stasioner.

Naik turunnya perdagangan eksternal tidak dapat dengan sendirinya dianggap


sebagai indeks kemakmuran industri bangsa. Nilai dan volume impor dan
ekspor bukan indeks industri yang dapat diandalkan untuk kemakmuran suatu
bangsa, karena tidak ada hukum tetap saling ketergantungan antara
perdagangan eksternal dan internal industri bahkan yang berkaitan dengan
produksi kekayaan material: kontraksi sementara perdagangan internal dan
industri cukup konsisten dengan ekspansi perdagangan eksternal,
dan sebaliknya.

Impor dan ekspor menunjukkan peningkatan kekayaan negara, menyiratkan


ekspansi industri internal maupun konsumsi, sedangkan peningkatan ekspor
sementara mungkin menyiratkan bukan perluasan industri rumah yang begitu
besar meluap lebih bebas ke pasar luar negeri, tetapi kontraksi positif dari pasar
dalam negeri. Perdagangan impor dan ekspor dalam jangka panjang bukan
merupakan indeks kemakmuran nasional kecuali untuk perubahan periodik
singkat.

3.2.1.3. Klasifikasi Eksternalitas

Macam-macam eksternalitas ditinjau dari segi dampaknya dibagi menjadi dua


yaitu:

a. Eksternalitas positif

Eksternalitas positif adalah tindakan seseorang yang memberikan manfaat bagi


orang lain, tetapi manfaat tersebut tidak dialokasikan di dalam pasar. Jika
kegiatan dari beberapa orang menghasilkan manfaat bagi orang lain dan orang

21
yang menerima manfaat tersebut tidak membayar atau memberikan harga atas
manfaat tersebut maka nilai sebenarnya dari kegiatan tersebut tidak tercermin
dalam kegiatan pasar.

Contohnya adalah ada sebuah keluarga yang memperbaiki rumahnya sehingga


keluarga tersebut membuat keseluruhan lingkungan sekitar menjadi bagus
sehingga menghasilkan keuntungan eksternal kepada para tetangga.
Manfaatnya adalah lingkungan mereka sekarang menjadi lebih menyenangkan,
selain itu tetangga juga mungkin bisa mendapat keuntungan financial dari
keluarga yang memperbaiki rumahnya tersebut. Dilingkungan yang bagus
sebuah rumah akan lebuh laku dijual daripada di lingkungan yang kumuh
sehingga manfaat eksternal dapat berubah menjadi keuntungan finansial bagi
penerima eksternalitas. Karena eksternalitas positif, memungkinkan terlalu
sedikitnya renovasi dan pemeliharaan akan terjadi di lingkungan sehingga
mungkin optimal untuk melakukan sejumlah besar renovasi di lingkungan,
tetapi tidak ada yang bersedia untuk mengambil langkah pertama. Di
lingkungan kumuh, semua keluarga mungkin bersedia untuk memperbaiki
rumah mereka jika semua tetangga mereka akan memperbaiki rumah mereka
juga. Tapi tidak ada yang mau menginvestasikan banyak uang untuk
memperbaiki rumah di lingkungan kumuh, sehingga mereka yang ingin rumah
lebih bagus akan cenderung pindah ke lingkungan yang lebih bagus daripada
berinvestasi dalam meningkatkan rumah mereka di daerah kumuh. Akhirnya
seluruh lingkungan dapat memburuk karena tidak ada yang memiliki insentif
untuk melakukan perbaikan.

Contoh eksternalitas positif adalah ketika si A memainkan musik sambil


bernyanyi dan si B sedang galau. Ketika si B mendengarkan si A memainkan
musik sambil bernyanyi, kegalauan si B menjadi hilang karena si B menikmati
alunan simponi yang indah yang di mainkan si A.

22
Penjelasan:

Mula-mula perusahaan memproduksi output sebesar Qa dengan harga sebesar


Pa maka kurva permintaannya ada disepanjang kurva D. Karena adanya
eksternal benefit maka perusahaan meningkatkan produksi outputnya menjadi
Q* dan menaikkan harga menjadi P* maka kurva permintaan pun berubah
bergeser ke kanan atas disepanjang D+E

b. Eksternalitas negatif

Eksternalitas negatif adalah biaya yang dikenakan pada orang lain di luar
sistem pasar sebagai produk dari kegiatan produktif. Contoh dari eksternalitas
negatif adalah pencemaran lingkungan. Di daerah industri, pabrik-pabrik sering
mencemari udara dari produksi output, misalnya, dan orang-orang di sekitarnya
harus menderita konsekuensi negatif dari udara yang tercemar meskipun
mereka tidak ada hubungannya dengan memproduksi polusi. Ketika suatu
perusahaan tidak harus membayar harga untuk menggunakan sampai udara
bersih, menggunakan terlalu banyak, sehingga polusi udara yang berlebihan.
Perusahaan menggunakan udara bersih terlalu banyak karena perusahaan tidak
harus membayar untuk sumber daya yang digunakan.

Salah satu solusi yang jelas untuk masalah ini adalah dengan mewajibkan
perusahaan untuk membayar harga sama dengan biaya kesempatan dari polusi

23
itu yang menyebabkan, hanya karena harus membayar biaya kesempatan di
pasar untuk semua input lainnya ke proses produksinya.

Agen-agen ekonomi harus memperhatikan biaya kesempatan dari tindakan


mereka bagi mereka untuk memiliki insentif untuk mengalokasikan sumber
daya secara efisien. Sistem harga memaksa akuntabilitas ini dengan
mengharuskan agen-agen ekonomi untuk membayar biaya kesempatan dari
sumber daya yang mereka gunakan. Karena sumber daya yang dialokasikan
secara internal ke pasar, harga pasar umumnya mencerminkan biaya
kesempatan dari barang dan jasa.

Contoh eksternalitas negatif adalah ketika seseorang merokok dan orang yang
berada disampingnya mencium asap rokok tersebut. Itu berarti orang yang
mencium asap rokok tersebut menerima dampak negatif atau dengan kata lain
dirugikan karena tindakan orang yang merokok tersebut.

24
Penjelasan:

Gambar diatas menunjukkan kurva permintaan dan kurva penawaran dalam


suatu industry yang dalam proses produksinya menghasilkan biaya
eksternalitas bagi orang lain. Mula-mula industry tersebut memproduksi output
sebesar Qa dengan harga sebesar Pa maka kurva penawarannya sepanjang
kurva S.

Dengan adanya biaya eksternalitas yaitu diwajibkannya membayar pajak oleh


pemerintah untuk setiap eksternalitas yang ditimbulkan maka, industry tersebut
mengurangi produksi outputnya menjadi Q* dan menaikkan harga yang mula-
mula sebesar Pa sekarang harga outputnya menjadi P*. Oleh karena itu kurva
penawarannya bergeser ke kiri atas di sepanjang kurva S+E.

Sedangkan macam-macam eksternalitas jika ditinjau dari segi pihak-pihak


yang melakukan dan pihak yang menerima akibat dari eksternalitas dapat
dibagi menjadi empat yaitu:

1. Eksternalitas produsen terhadap produsen Eksternalitas produsen


terhadap produsen terjadi ketika output dan input yang digunakan oleh
suatu perusahaan mempengaruhi output dan input yang digunakan
oleh perusahaan lain. Contoh eksternalitas produsen terhadap produsen
adalah produksi output perusahaan hulu sungai mencemari air di hilir
sungai sehingga menghancurkan sumber daya perikanan dan
mempengaruhi industry perikanan. Selain itu contoh lainnya adalah di
negara berkembang pengoperasian hotel dekat pantai dapat
menyebabkan pencemaran sumber daya laut, sehingga merusak
industry perikanan serta keindahan pemandangan bawah air.
2. Eksternalitas produsen terhadap konsumen Dalam kasus eksternalitas
produsen terhadap konsumen eksternalitas terjadi ketika fungsi utilitas
konsumen tergantung pada output dari produsen. Jenis eksternalitas
terjadi dalam kasus polusi suara oleh pesawat udara, dan efek dari
emisi pabrik. Contoh lain yang sering terjadi adalah suatu pabrik yang
mengeluarkan asap proses produksinya, akan menyebabkan polusi
udara. Udara kotor tersebut akan dihirup oleh masyarakat yang

25
bertempat tinggal disekitar pabrik. Hal ini menyebabkan utilitas
masyarakat tersebut untuk tinggal disekitar pabrik menjadi turun
karena pabrik tidak memberikan ganti rugi apapun kepada masyarakat.
3. Eksternalitas konsumen terhadap produsen Jenis eksternalitas
konsumen terhadap produsen jarang terjadi didalam praktek.
Eksternalitas konsumen terhadap produsen meliputi efek dari kegiatan
konsumen terhadap output perusahaan. Contoh eksternalitas konsumen
terhadap produsen, ketika ibu-ibu menyuci baju di sungai
menggunakan detergen pasti sisa air detergen dibuang ke dalam
sungai. Hal ini bisa menyebabkan polusi sungai sehingga misalnya ada
pabrik es yang sangat bergantung pada air sungai untuk menjalankan
produksinya, tentu sangat dirugikan karena dia harus mengeluarkan
dana untuk membersihkan air sungai yang sudah tercemar air
detergen.”
4. Eksternalitas konsumen terhadap konsumen Eksternalitas konsumen
terhadap konsumen terjadi ketika kegiatan suatu konsumen
mempengaruhi utilitas konsumen lain. Contohnya orang yang
mengendarai motor dapat menyebabkan orang yang disekitarnya
menjadi sesak napas begitu juga dengan orang yang merokok yang
akan mengganggu orang-orang yang ada disekitarnya. Dan contoh
lainnya adalah timbulnya rasa iri jika teman kita punya barang-barang
baru.
Jenis-jenis eksternalitas yang lainnya adalah :
1. Eksternalitas uang/Pecuniary externalities, eksternalitas berupa uang
merujuk pada pengaruh produksi atau utilitas pada pihak ketiga karena
perubahan permintaan. Eksternalitas negatif berupa uang dapat terjadi
ketika peningkatan produksi suatu industri menyebabkan peningkatan
harga input yang digunakan oleh industri lain. Eksternalitas berupa uang
juga mempengaruhi penawaran pasar dan kondisi permintaan. Intinya
eksternalitas uang hanya mempengaruhi harga tanpa mempengaruhi
kemungkinan teknis produksi atau komsumsi.

26
2. Eksternalitas teknikal/ Eksternalitas teknikal mengacu pada efek dimana
fungsi produksi atau fungsi utilitas terpengaruh. Eksternalitas teknikal
mengacu pada eksternalitas yang secara langsung mempengaruhi
produksi perusahaan dalam fungsi utilitas individu. Jadi eksternalitas
teknikal adalah tindakan seseorang dalam konsumsi maupun produksi
akan mempengaruhi tindakan konsumsi atau produksi orang lain tanpa
adanya konpensasi. (Prasetyia)

3.2.1.4. Kebijakan Hirarki


3.2.1.4.1. Pengertian
Teori Hierarki merupakan teori yang menyatakan bahwa sistem hukum
disusun secara berjenjang/bertingkat seperti anak tangga. Hubungan antara
norma yang mengatur perbuatan norma lain disebut sebagai hubungan super
dan subordinasi dalam konteks spasial. Norma yang menentukan perbuatan
norma lain adalah superior, sedangkan norma yang melakukan perbuatan
disebut norma inferior. Oleh sebab itu, perbuatan yang dilakukan oleh norma
yang lebih tinggi (superior) menjadi alasan validitas keseluruhan tata hukum
yang membentuk satu kesatuan.
Di Indonesia, rantai norma hukum ini diaktualisasikan ke dalam hierarki
peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan
(UU No. 12 Tahun 2011). Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
menyebutkan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia, yaitu: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat; 3. Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan
Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; 7.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Selanjutnya, Pasal 7 ayat (2) UU No. 12
Tahun 2011 menentukan bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-
undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1). Ini
berarti bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945) dijadikan sebagai norma dasar (basic norm)

27
sebagaimana menurut Kelsen atau aturan dasar negara (Staatsgrundgesetz)
sebagaimana pandangan Nawiaky.
Oleh sebab itu, konsekuensinya adalah UUD NRI Tahun 1945
mengesampingkan semua peraturan yang lebih rendah (berlaku asas lex
superiori derogat legi inferiori) dan kedua, materi muatan dari UUD NRI
Tahun 1945 menjadi sumber dalam pembentukan segala perundang-
undangan, sehingga Ketetapan MPR hingga Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Apabila
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan dengan di
atasnya, maka peraturan tersebut dapat dituntut untuk dibatalkan atau batal
demi hukum (van rechtswegenietig).3 UU No. 12 Tahun 2011 telah memuat
asas yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, namun masih. memunculkan masalah-masalah yuridis dalam
penerapannya.
Pertama, UU No. 12 Tahun 2011 mengembalikan posisi/kedudukan
Ketetapan MPR ke dalam hierarki peraturan perundangundangan. Padahal,
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 10 Tahun 2004), kedudukan dari
Ketetapan MPR telah dihapuskan dalam hierarki perundangundangan di
Indonesia. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan dan permasalahan
baru karena dengan adanya Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan
perundang-undangan, maka secara yuridis konstitusional, Ketetapan MPR
tidak dapat diuji melalui sistem judicial review, baik melalui Mahkamah
Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA). Artinya, apabila terdapat
materi muatan Ketetapan MPR yang bertentangan dengan UUD NRI Tahun
1945 ataupun melanggar hak konstitusional warga negara, baik secara
potensial maupun secara faktual, maka akan sangat sulit mekanisme
penyelesaiannya.
Kedua, keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) yang muatan materinya
hampir sama dengan Peraturan Pemerintah dan dianggap memiliki muatan
materi yang tidak menentu, sehingga berpotensi digunakan oleh presiden
untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

28
Ketiga, di dalam UU No. 12 Tahun 2011 juga dikenal adanya jenis peraturan
perundang-undangan lainnya di luar hierarki sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 7 ayat (1). Peraturan lainnya tersebut berupa Peraturan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi
(MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Yudisial (KY), Bank
Indonesia (BI), Menteri, badan atau lembaga yang setingkat yang dibentuk
dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang,
DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/kota, Bupati/ Walikota,
Kepala Desa atau setingkatnya.
Namun, hal ini memunculkan kebingungan (diskursus) mengenai kedudukan
peraturan perundangundangan lainnya tersebut di dalam hierarki, karena
dalam penerapannya,peraturan setingkat peraturan menteri justru dapat
mengesampingkan peraturan daerah. Hal ini disebabkan di dalam negara
yang berdasarkan hukum, hierarki perundang-undangan dijadikan sebagai
legalitas dalam menyelesaikan permasalahan di bidang hukum agar tercipta
keadilan dan kepastian hukum. Keberadaan hierarki peraturan
perundangundangan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia merupakan
sebuah sistem untuk menjaga adanya konsistensi dan ketaatan asas dalam
hukum positif di Indonesia.
Makna tata urutan atau hierarki atau tingkatan dalam tata hukum/peraturan
perundang-undangan adalah:
- Peraturan hukum atasan merupakan dasar hukum pembentukan peraturan
hukum bawahan.
- Peraturan hukum bawahan merupakan pelaksanaan peraturan hukum
atasan, oleh karena itu kedudukannya lebih rendah dan materi muatannya
tidak boleh bertentangan.
- Manakala terdapat dua peraturan perundang-undangan dengan materi
muatan mengatur materi sama dan dengan kedudukan sama maka berlaku
peraturan perundang-undangan baru.
Selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi salah satu
upaya dalam pembangunan hukum nasional. Terealisasinya pembentukan

29
peraturan perundang-undangan yang komprehensif dan memenuhi asas-asas
dan tidak saling tumpang tindih, dapat mewujudkan tegaknya wibawa
hukum dalam pembangunan hukum.
3.2.1.4.2. Proses Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual
yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas
politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Kebijakan publik akan ditentukan oleh beberapa variabel sebagai berikut:
- Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan
dicapai.
- Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam Gambar 1
Proses Kebijakan Publik pembuatan kebijakan.
- Sumberdaya yang mendukung kebijakan.
- Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.
- Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi,politik.
- Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan, dan sebagainya.

30
3.2.2. Tarif untuk Pendapatan Pemerintah
Tarif adalah pajak atau bea impor yang dikenakan atas barang atau jasa yang
memasuki suatu negara. Tarif dapat diperbaiki atau persentase retribusi dan
melayani tujuan kembar menghasilkan pendapatan bagi pemerintah dan
mempersulit perusahaan asing untuk melakukan bisnis di pasar yang
dilindungi.
Pergerakan ke arah 'perdagangan bebas' abad ke-19 sebagian besar
diimbangi oleh pemberlakuan kembali tarif di awal abad ke-20 dengan harga
kadang-kadang mencapai 33% dan 50%. Sejak 1945, tarif telah diturunkan
secara signifikan sebagai hasil dari delapan putaran negosiasi perdagangan
multilateral berturut-turut berdasarkan Perjanjian Umum tentang Tarif dan
Perdagangan (GATT), lembaga ketiga yang dibentuk setelah Perjanjian
Bretton Woods, dan penggantinya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) .
Negara-negara berkembang yang saat ini cenderung mempertahankan
hambatan tarif yang lebih tinggi dan lebih tersebar secara khusus baik untuk
mendapatkan keuntungan dari paket reformasi tarif. Perbaikan pada alokasi
sumber daya, persaingan ditingkatkan, berbagai produk yang lebih luas dan
manfaat dari skala ekonomi yang terkait dengan reformasi tarif
meningkatkan hasil ekonomi, dan menciptakan dasar yang lebih baik untuk
menerapkan strategi pembangunan dan pengurangan kemiskinan.
Kebutuhan untuk koordinasi reformasi tarif dengan kebijakan pajak lainnya
sangat jelas di negara-negara berkembang. Di mana dalam beberapa kasus
pajak perdagangan terus memperhitungkan saham pendapatan masyarakat
dan PDB. Data menunjukkan bahwa rata-rata, pendapatan pajak
perdagangan menyumbang sekitar 4% dari PDB negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah di 1995-2000 sedangkan setara
estimasi di negara-negara berpenghasilan tinggi di bawah 1%. Saham tinggi
bea penerimaan pajak menyiratkan bahwa, tarif sepenuhnya dihapuskan,
banyak negara berpenghasilan rendah harus secara ekstensif merubah sistem
pajak mereka untuk menggantikan rata-rata sekitar 18% ( dalam beberapa
kasus lebih dari 50%) dari pendapatan mereka dengan pendapatan dari
sumber selain bea masuk. Dalam Least Developed Countries (LDC) di

31
Afrika, bea mewakili sekitar 34% dari total pendapatan pemerintah selama
periode 1999-2001 melebihi 50% saham di sejumlah negara (UNECA,
2003). Di negara-negara industri, di mana pangsa bea masuk biasanya tidak
melebihi 2% dari penerimaan pajak, penghapusan tarif tidak akan
menimbulkan masalah penyesuaian fiskal besar.
Pentingnya perbedaan-perbedaan antara negara berkembang dan negara
maju diperkuat oleh fakta bahwa negara-negara pada tahap perkembangan
yang lebih rendah sering berjuang untuk mempertahankan stabilitas ekonomi
makro dan menghadapi dampak negatif dari penurunan pendapatan terhadap
kemiskinan, redistribusi dan pengembangan strategi. kekurangan potensi
pendapatan dapat merusak program ekonomi dan dapat mengakibatkan
pembalikan reformasi perdagangan itu sendiri.
Laju pelaksanaan strategi pembangunan yang lebih berorientasi ke luar di
beberapa negara terhalang oleh pertimbangan fiskal terkait dengan
ketergantungan terhadap pajak perdagangan. Kegagalan untuk mengambil
kendala fiskal menjadi pertimbangan dapat menjadi salah satu penyebab
utama untuk reformasi perdagangan berhasil untuk menemani reformasi tarif
dengan kebijakan yang dirancang untuk mengganti pendapatan tarif
berpotensi hilang dalam waktu kurang distorsi.
Demikian pula dengan kontrol perdagangan lainnya, tarif
memengaruhi perdagangan, produksi, pola konsumsi, dan kesejahteraan
tidak hanya negara-negara yang memberlakukannya, tetapi juga dari mitra
dagang mereka. Mereka melakukannya melalui tingkat perlindungan absolut
yang mereka berikan dan melalui distorsi yang terkait dengan struktur
mereka.
Di negara yang terlalu kecil, tarif impor menciptakan ganjalan antara harga
domestik dan dunia, membuat komoditas asing lebih mahal baik bagi
produsen dalam negeri maupun konsumen. Hal ini menghasilkan
pengurangan surplus konsumen, peningkatan surplus produsen dan
menghasilkan pendapatan tarif bagi pemerintah sementara juga
meninggalkan perekonomian dengan kerugian bersih, yang terdiri dari

32
kerugian konsumen setelah pemerintah dan produsen memperoleh
keuntungan.
Biaya kesejahteraan yang terkait dengan perlindungan impor mengurangi
distorsi dalam pola produksi dan konsumsi. Di sisi produksi, tarif impor
membuat komoditas impor relatif lebih mahal dan dengan demikian
menggeser alokasi sumber daya produktif dalam perekonomian ke
komoditas yang diproduksi di dalam negeri. Pada gilirannya, ini
menghasilkan pola spesialisasi yang tidak memaksimalkan nilai
agregat produksi dengan harga kata.
Pilihan konsumsi juga terdistorsi karena biaya kepada masyarakat untuk
memperoleh unit lain dari komoditas yang diimpor (di dunia harga relatif)
lebih rendah bahwa nilai untuk masyarakat mengkonsumsi anither unit
komoditas ini (di setelah-Tarif harga relatif dalam negeri).
Kedua mekanisme ini mencegah negara-negara perdagangan dari
menangkap keuntungan yang terkait dengan keunggulan komparatif mereka
dan mengakibatkan hilangnya kesejahteraan.
Liberalisasi tarif umumnya diharapkan untuk meningkatkan alokasi sumber
daya, menghasilkan pola konsumsi yang lebih menguntungkan dan
membawa manfaat bagi negara-negara yang menerapkan pembaruan, serta
kepada mitra komersial mereka, terutama jika disertai dengan kebijakan
pelengkap yang sesuai (ekonomi makro, kebijakan sosial dan pasar tenaga
kerja).
Penting untuk diingat bahwa meskipun proteksi tarif cenderung membuat
negara secara keseluruhan lebih buruk, kelompok-kelompok yang berbeda di
dalamnya dapat terpengaruh baik secara positif maupun negatif. Ini mudah
terungkap, misalnya, oleh efek yang berlawanan pada konsumen dan
produsen (atau importir dan eksportir). Sifat-sifat redistributif dari
liberalisasi tarif ini ketika kelompok-kelompok kepentingan tertentu dapat
melobi untuk mendukung tarif sementara yang lain menentang.
Tarif impor setara dengan pajak ekspor dalam perdagangan yang
seimbang. Ini merongrong argumen populer untuk perlindungan tarif yang
menunjuk pada dampak ketenagakerjaan positif dalam sektor-sektor yang

33
bersaing impor yang dilindungi tarif tanpa menyebutkan dampak negatif
ketenagakerjaan di sektor ekspor.
Tarif hanyalah salah satu jenis instrumen pemerintah untuk mempengaruhi
perekonomian dan efektivitasnya tergantung pada sifat tujuan
kebijakan. Tidak kontroversial untuk mengatakan bahwa instrumen yang
berfokus langsung pada tujuan kebijakan itu sendiri biasanya lebih efisien
dalam memberikan hasil. Dalam hal ini, produksi mati pajak atau pajak
konsumsi (subsidi), misalnya, umumnya akan lebih efisien daripada tarif
dalam penergetan. Masing-masing, tujuan produksi atau konsumsi (caves et
al.2002).
Namun, jika kontrol perdagangan akan digunakan, tarif umumnya lebih
disukai daripada instrumen kebijakan perdagangan lainnya. Pertama,
kerugian kesejahteraan terkait dengan tarif bisa lebih kecil dari yang terkait
dengan kuota perdagangan atau tindakan non-tarif lainnya (NTM) yang akan
menghasilkan penurunan setara dalam volume impor. misalnya, beberapa
sewa yang terkait dengan kuota dapat bertambah untuk kelompok
kepentingan tertentu sedangkan dalam kasus tarif, pendapatan pemerintah
yang dihasilkan pada prinsipnya dapat didistribusikan tarif, pendapatan
pemerintah yang dihasilkan pada prinsipnya dapat didistribusikan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, misalnya dalam bentuk barang
publik. Bahkan, beberapa langkah perdagangan
mungkin tidak menghasilkan sewa atau pendapatan pemerintah, menciptakan
kerugian kesejahteraan bagi masyarakat yang lebih besar.
Selain itu terkait dengan tarif impor yang setara. Tarif juga memiliki efek
yang lebih pro-kompetitif dibandingkan dengan kuota ketika pelaku pasar
memiliki kekuatan monopoli. Argumen tambahan untuk penggunaan tarif
adalah transparansi mereka. Tarif biasanya dinyatakan sebagai bagian dari
harga barang impor yang dibayarkan kepada pihak berwenang pada saat
barang tersebut melintasi perbatasan. Proporsi ini adalah irisan antara
keinginan, harga domestik dan dalam dirinya sendiri, merupakan perkiraan
besarnya distorsi perdagangan yang dimilikinya. Ini kontras dengan kuota
atau NTM lainnya, yang pengaruhnya kurang sebanding antar produk dan

34
biasanya perlu diperkirakan dengan penggunaan teknik tambahan dan model
ekonomi.
Meskipun ada implikasi, tarif secara tradisional telah digunakan di negara-
negara maju untuk meningkatkan pendapatan sektor publik. Mengumpulkan
tarif di perbatasan atau pintu masuk barang dagangan impor jauh lebih
sederhana daripada menaikkan pajak penghasilan atau konsumsi. Bahkan
saat ini, tarif impor masih merupakan sumber pendapatan pemerintah yang
penting di banyak negara berkembang dan potensi hilangnya pendapatan
tarif telah dinaikkan sebagai salah satu penghambat penyelesaian negosiasi
DDA tentang tarif. Memang, sementara penghapusan pembatasan kuantitatif,
'tarif' kuota atau pengurangan hambatan non-tarif semua memiliki
keuntungan dari mempertahankan atau bahkan meningkatkan pendapatan
pemerintah tanpa reformasi besar-besaran dari sistem pajak, secara umum
hal yang sama tidak dapat diasumsikan tentang pengurangan pajak.
Pentingnya pendapatan tarif diperkuat oleh fakta bahwa negara-negara pada
tahap perkembangan yang lebih rendah yang lain berjuang untuk
mempertahankan lingkungan makroekonomi yang stabil (yang
kesinambungan fiskal merupakan aspek penting) dan menghadapi efek
berpotensi merugikan pengurangan pendapatan pada redistribusi
pengurangan kemiskinan dan strategi pengembangan.
Keuntungan kesejahteraan yang terkait dengan reformasi tarif dan efisiensi
bentuk perpajakan lainnya yang lebih tinggi dapat menjadi insentif bagi
negara untuk mereformasi sistem perpajakan. Namun, ekonomi sederhana
dari perlindungan tarif menunjukkan bahwa jika negara-negara secara
konsisten menggunakan tarif baik untuk meningkatkan pendapatan atau
untuk melindungi industri yang bersaing dengan impor, kehilangan
pendapatan yang parah tidak selalu berarti peningkatan kesejahteraan yang
signifikan. Memang, peran fiskal dan protektif kebijakan tarif sampai batas
tertentu merupakan dua tujuan kebijakan yang bersaing . Misalnya,
pengumpulan pendapatan yang terkait dengan bea impor sebuah valorem
iklan dengan ukuran tertentu dimaksimalkan ketika dampaknya terhadap
perdagangan dan kesejahteraan diminimalkan. Khususnya, ada sektor-

35
sektor dengan elastisitas harga yang rendah dari permintaan impor di mana
basis pajak (atau nilai impor) tidak memburuk akibat dari bea masuk yang
lebih tinggi. Ini bisa berarti bahwa negara-negara yang telah menggunakan
tarif impor untuk tujuan pendapatan (yaitu mengatakan menetapkan tarif
tinggi pada produk dengan permintaan impor tidak elastis) akan mengalami
efek kesejahteraan yang relatif rendah dari reformasi tarif, sementara negara-
negara tersebut yang telah menggunakan tarif terutama karena alasan
protektif (menetapkan tarif tinggi untuk produk dengan permintaan impor
yang elastis) akan mengalami peningkatan kesejahteraan yang besar dan
kerugian penerimaan tarif yang kecil.
Akan tetapi, apakah ini benar-benar terjadi tergantung pada bagaimana
negara menggunakan kebijakan tarif mereka. Efisiensi dan kesejahteraan
dapat ditingkatkan melalui tarif yang lebih seragam namun efek yang relatif
kecil pada pendapatan tarif yang dikumpulkan. Namun, sekalipun efek
pendapatan dari reformasi tarif kecil, paket reformasi perlu mengganti
pendapatan yang hilang. idealnya dengan cara yang tidak terlalu
menyimpang.
Pergeseran pajak perdagangan ke bentuk perpajakan lain seperti
pendapatan. penjualan atau pajak pertambahan nilai telah terjadi selama
beberapa waktu di banyak negara dan kebutuhan untuk mengimbangi
kerugian pendapatan dari liberalisasi perdagangan dengan memperkuat
perpajakan domestik.
Rekomendasi untuk beralih dari pajak perdagangan terhadap konsumsi
domestik dan pajak penghasilan mencerminkan pandangan konsensus bahwa
pajak perdagangan adalah cara yang relatif tidak efisien meningkatkan
pendapatan. Namun demikian, meskipun argumen teoritis untuk reformasi
tarif dan pajak sistem simultan, terdapat kontroversi sehubungan dengan
kelayakan strategi seperti di negara-negara berkembang yang memiliki
kemampuan untuk menggantikan tarif dengan pajak tidak langsung telah
dipertanyakan pada struktural dan alasan politik-ekonomi.
Macam-macam penentu tarif (bea masuk) antara lain:

36
- Bea ekspor adalah pajak yang dikenakan terhadap barang yang diangkut
menuju negara lain.

- Bea transito adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang


melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut.

- Bea impor adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang yang


masuk dalam suatu negara.

Kebijakan hambatan non-tarif


Berbagai kebijakan perdagangan selain bes masuk yang dapat menimbulkan
distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.
Hambatan non-tarif
Meskipun kemajuan telah dibuat dalam pembongkaran hambatan tarif di
bawah GATT pada periode hingga 1995 ketika WTO didirikan, penggunaan
non-6 Perlindungan tarif Ekonomi Global meningkat selama tahun 1980-an,
sebagian besar sebagai pengganti tarif yang dilarang.
Daftar tindakan non-tarif yang telah diterapkan oleh negara maju dan
berkembang:
- Kuota Batas numerik dalam hal nilai atau volume yang dikenakan pada
jumlah produk yang dapat diimpor. Kuota Cina pada mobil impor atau
kuota Prancis pada peralatan VHS Jepang selama tahun 1980 adalah
contoh yang terkenal.
- Pengekangan ekspor sukarela Pengaturan yang disepakati di mana
eksportir setuju untuk tidak mengekspor lebih dari jumlah tertentu barang
ke negara pengimpor (biasanya untuk mencegah pengenaan langkah-
langkah yang lebih ketat). Perjanjian semacam itu umum untuk mobil dan
elektronik, tetapi juga berlaku untuk baja dan bahan kimia.
- Subsidi domestik Penyediaan bantuan keuangan atau status pajak
preferensial untuk produsen dalam negeri yang memberi mereka
keunggulan dibandingkan pemasok eksternal. Contoh yang paling jelas
adalah pertanian, di mana UE dan AS secara konsisten menggunakan
subsidi untuk membantu produsen dalam negeri.

37
- Impor deposito Perangkat yang mewajibkan importir untuk melakukan
setoran (biasanya sebagian dari nilai barang) dengan Pemerintah untuk
jangka waktu tertentu. Efek pada arus kas dimaksudkan untuk mencegah
impor.
- Standar keselamatan dan kesehatan/spesifikasi teknis Bentuk pencegah
yang lebih halus ini mengharuskan importir untuk memenuhi standar
yang ketat atau untuk menyelesaikan formalitas yang rumit dan
panjang. Larangan Perancis pada domba dan kemudian daging sapi yang
diimpor dari Inggris selama 1990-an akan lama diingat oleh industri
pertanian Inggris.
Bentuk partisipasi pemerintah sebagai brikut:
- Kebijakan pengadaan pemerintah
- Subsidi dan insentif ekspor
- Countervaling duties
- Domestic assistance programs
- Trade-diverting
- Import charges
- Import deposits
- Supplementary duties
- Variable levies
3.2.3. Kasus Negara Besar: Tarif Optimal

Keuntungan yang dihasilkan dari peningkatan ketentuan perdagangan harus


seimbang dengan selisihnya dengan peningkatan kerugian bobot mati domestik
dari pajak perdagangan yang lebih ketat (tarif optimal).

Mekanisme tarif optimal menggunakan model dua negara untuk


mempertimbangkan hasilnya ketika tarif optimal satu negara mendorong
negara lain untuk mengenakan tarif pembalasan. Keseimbangan perang dagang
sangat tergantung pada apakah perdagangan dibatasi oleh alat yang berkaitan
dengan harga seperti tarif atau perangkat kuantitatif kuota.

Alat kebijakan alternatif yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir
adalah pengekangan sukarela (VER) dengan mempertimbangkan pungutan

38
impor variabel dan subsidi ekspor, kebijakan yang merupakan bagian sentral
dari kebijakan Pertanian Bersama EEC.

3.2.3.1. Tarif optimal


Asumsinya pembeli besar di pasar dunia untuk barang impor (Gambar 1)
dengan kurva melandai ke atas, SS. Meskipun SS mewakili kurva biaya
marjinal bagi eksportir asing, dari sudut pandang ekonomi dalam negeri adalah
biaya rata-rata impor (apa yang harus dibayar oleh ekonomi rumah tangga
untuk setiap unit impor).

Gambar 1. Tariff optimal


Karena kurva ini miring ke atas (misal Produsen asing mengekspor lebih
banyak jika harga yang ditawarkan lebih tinggi), biaya marjinal impor ke
ekonomi rumah miring ke atas dan terletak di atas SS. Biaya untuk unit impor
tambahan tidak hanya mencakup harga unit marginal (seperti yang diberikan
oleh SS) tetapi juga biaya tambahan untuk membayar unit inframarginal
(karena harganya naik dengan harga marginal). satuan). Kurva biaya impor
marjinal ini ditunjukkan sebagai MC pada Gambar 1.

Dalam perdagangan bebas, keseimbangan dunia berada pada titik E, di mana


kurva permintaan domestik dan kurva penawaran luar negeri bersilangan,
memberikan harga pf dan kuantitas yang diimpor MF. Namun pada titik ini,
nilai ke negara asal unit tambahan impor kurang dari biaya margina unit itu
(dengan jumlah EF). Oleh sebab itu, negara asal dapat meningkatkan
kesejahteraannya dengan mengurangi impor ke tingkat MT yang ditentukan
oleh titik persimpangan (A) dari kurva permintaan dan MCm; gain yang
39
dihasilkan sama dengan area FAE. Kenaikan ini terjadi karena pembatasan
permintaan impor negara asal telah mengurangi harga relatif keseimbangan di
mana ia membeli impor - yaitu, ketentuan perdagangannya telah meningkat,
hal ini menunjukkan harga impor relatif dunia yang baru.

Sebuah negara yang memperoleh keuntungan monopsoni dengan mengurangi


permintaannya akan barang yang bagus, dengan demikian memaksa harganya
turun, dengan cara yang hampir sama dengan perusahaan yang merupakan
pembeli tenaga kerja monopsonistik dapat memperoleh tenaga kerjanya lebih
murah dengan mempekerjakan lebih sedikit pekerja. Perbedaannya dalam
kasus ini adalah bahwa pembatasan impor tidak diwujudkan tanpa campur
tangan pemerintah karena agen-agen ekonomi terlalu kecil untuk menjalankan
kekuatan monopsoni.

Di sisi lain, pemerintah dapat memindahkan perekonomian dari titik


perdagangan bebas sub-optimal E ke titik optimal A dengan memberlakukan
kebijakan pembatasan perdagangan seperti tarif. Tarif AB per unit akan
menggeser kurva permintaan untuk impor ke TT, dan keseimbangan dalam
kata pasar akan direalisasikan pada B dengan pw harga dunia dan pT harga
domestik. tarif p w pT per unit disebut tarrif optimal. Jumlah yang jauh dari apa
yang disebut sebagai argumen perdagangan untuk perlindungan: jika suatu
ekonomi dalam dunia perdagangan bebas cukup besar untuk menggunakan
pembatasan perdagangan untuk meningkatkan ketentuan perdagangannya maka
ia mendapat keuntungan dengan melakukan hal itu. Jika juga ingin mencapai
beberapa tujuan non-ekonomi domestik (mis. Subsidi produksi), menggunakan
tarrif secara terpisah untuk meningkatkan adalah ketentuan perdagangan.

Prinsip ini ditetapkan secara resmi untuk memperoleh formula standar tarif
optimal yang baik. Meskipun suatu negara besar dapat mengamankan
ketentuan perdagangan yang lebih baik dengan mengenakan tarif, tetapi
memerlukan pengorbanan peningkatan bobot mati domestik (segitiga
harberger) sehingga negara tidak dapat menaikkan tarifnya tanpa batas.

Dua efek diilustrasikan pada Gambar 1 terkait dengan perdagangan bebas,


konsumen domestik kehilangan wilayah pTAEpF (ini bersih dari transfer ke

40
produsen dalam negeri karena menggunakan kurva permintaan untuk impor,
bukan ekspor) sehingga harus menghitung ulang pendapatan tarif, pTABpw.
jadi pTACPF ditransfer dari konsumen domestik ke pembayar pajak domestik,
dan pFCBpw ditransfer dari produsen asing ke pembayar pajak domestik.
Keuntungan bersih (AFE) tarif menjadi terlihat sama dengan kelebihan area
pFCPpw (ketentuan keuntungan perdagangan) di atas area MEA (kerugian
bobot mati domestik).

Tarif optimal sedemikian rupa sehingga keuntungan marjinal dari peningkatan


perdagangan terkait kenaikan tarif kecil sama dengan kerugian marjinal
melalui biaya distorsi domestik. Secara khusus, tarif optimal harus kurang dari
tarif penghalang yang tidak menyebabkan kerugian syarat perdagangan (karena
daerah impor nol) tetapi menghasilkan keuntungan dengan mengurangi biaya
distorsi domestik tarif, sehingga ekonomi harus mengurangi tarif di bawah
tingkat larangan.

Asumsi implisit model adalah memastikan bahwa tarif optimal adalah positif.
Secara khusus, bentuk-bentuk monotonik untuk SS dan DD (masing-masing
miring positif dan miring negatif) secara efektif mengecualikan kemungkinan
bahwa pasokan ekspor negara asing (misalnya) sehingga menyebabkan tarif
optimal negatif (Subsidi impor) dan membatasi dampak pada distribusi
pendapatan di negara asing.

Gambar 2. Tariff optimal

41
Jika redistribusi dapat mengurangi pasokan ekspor asing, maka menggeser SS
ke kiri sehingga biaya impor marjinal negara asal akan meningkat. Jika efek
seperti itu melebihi keuntungan lainnya dari tarif positif, maka negara asal akan
mengenakan subsidi impor.

Meskipun sebuah negara besar dapat menjadi lebih baik dengan tarif
optimalnya, namun kesejahteraannya akan berkurang. Gambar 1 menunjukkan
bahwa total kesejahteraan dunia dapat diukur sebagai jumlah "surplus
konsumen" bersih domestik dari impor ditambah surplus produsen neto dari
ekspor, yaitu area di bawah kurva permintaan DD dan di atas kurva penawaran
asing SS. Ketika negara asal memberlakukan tarif optimalnya, area ini
dikurangi dengan segitiga ABE (pendapatan tarif hanya menjadi transfer antar
negara) sehingga yang mengindikasikan penurunan total kesejahteraan dunia.

Argumen tarif optimal dapat menggambarkan trade-off antara keuntungan dan


kerugian dalam mencapai tarif optimal, dan membandingkan tarif optimal
dengan tarif yang menghasilkan pendapatan tertinggi bagi pemerintah/tarif
pendapatan maksimum (Perbandingan ini dibuat dengan bantuan gambar 2).
Pemerintah sebagai pengumpul pendapatan tarif setara dengan perusahaan
monopolistik yang impor dari luar negeri dengan biaya rata-rata SS dan
menjualnya dengan harga oleh kurva permintaan sehingga keuntungan menjadi
pendapatan tarif seperti diilustrasikan Gambar 2.

Gambar 3 Perlindungan untuk negara besar.

42
Nash equilibrium menggambarkan keseimbangan, berbeda dari keseimbangan
untuk memaksimalkan kesejahteraan bersama. Nash equilibrium akan diartikan
sebagai keseimbangan non-kooperatif untuk menjelaskan kurva reaksi yang
menunjukkan bagaimana perilaku optimal masing-masing negara tergantung
pada tarif negara lain. Titik perpotongan reaksi ini kemudian menentukan
volume perdagangan kesetaraan nash dan tingkat tarif kedua negara.

Pada Gambar 3, kurva OT menyatakan lokus tangecie kurva indiferen


perdagangan negara asal dan kurva penawaran asing, atau mewakili lokus
respons optimal negara asal pada berbagai tingkat tarif asing. Mirip dengan itu,
OT* adalah kurva reaksi negara asing, terjadi tangecies antara ketidakpedulian
perdagangan luar negeri, tarif optimal untuk negara lain mendekati nol (tidak
ada keuntungan, syarat perdagangan bila ada nol perdagangan). Selanjutnya,
awalnya, PL memiliki kemiringan yang sama dengan kurva penawaran
perdagangan bebas negara asal ATAU, dan OT* dengan kemiringan sama
sebagai kurva penawaran perdagangan luar negeri ATAU*. Namun, ketika
jumlah positif diperdagangkan, masing-masing negara memperoleh
keuntungan dengan tarif positif untuk setiap tarif non-penghalang dari negara
lain. Jadi PL terletak di sebelah kiri OR, dan PL* terletak di bawah OR* seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Poin N menunjukkan keseimbangan nash. Asal bukan keseimbangan


(meskipun seperti Gambar 3) karena mengharuskan satu negara untuk
memberlakukan tarif larangan sementara yang lain merespons dengan
perdagangan bebas. Dalam situasi seperti itu, negara yang menerapkan tarif
secara lebih baik akan lebih baik dengan pindah ke tarif optimalnya (di bawah
tingkat penghalang/Gambar 1). Hal ini akan memungkinkan perdagangan
positif terjadi, dan negara lain akan mendapatkan keuntungan dengan
mengenakan tarif balasan: sistem bergerak dari O menuju N. Dengan demikian,
pembalasan tarif akan membawa ekonomi dunia lebih dekat ke O (tapi tidak
pernah benar-benar mencapai O).

Perdagangan dunia karena spesialisasi yang tidak lengkap maka perang tarif
akan memungkinkan perdagangan berlanjut pada tingkat yang benar-benar

43
positif. yang ditandai kontras dengan hasil perang perdagangan dengan
pembatasan perdagangan kuantitatif.

Gambar 4 dapat digunakan untuk menggambarkan kemungkinan bahwa salah


satu dari kedua negara mungkin lebih baik di N daripada di bawah tanda gratis
E. negara asing berada pada ketidakpedulian perdagangan kurva , yang lebih
unggul dari kurva indeference perdagangan bebas u*. Atau, meskipun ada
pembalasan, tetapi satu negara dapat memperoleh dengan mengenakan tarif.

Penentuan tingkat tarif ekuilibrium nash juga diilustrasikan dengan


menggambar kurva reaksi di panel tarif (Gambar 4) untuk menganalisis
penurunan tarif yang dinegosiasikan. Gambar 5 menunjukkan kurva reaksi
masing-masing negara adalah miring landai dan ada kesetimbangan nash yang
unik.

Tingkat tarif negara asal dan negara asing dilambangkan dengan t dan t*,
masing-masing. Kurva reaksi t (t*) menunjukkan kurva reaksi tarif negara asal
t* tarif kesejahteraan-pengukur untuk nilai-nilai t*. Kurva reaksi tarif negara
asing t*(t) juga ditentukan. Titik potong kurva dua reaksi pada N menghasilkan
tingkat kesetimbangan nash untuk kedua negara. Kurva reaksi tarif masing-
masing negara (i) bernilai tunggal (yaitu ada respons tarif terbaik untuk setiap
tarif yang ditetapkan oleh negara lain), (ii) memiliki intersep positif pada
porosnya sendiri pada tingkat tarif optimalnya (t dan t* untuk negara asal dan
negara asing, masing-masing), (iii) melibatkan tarif positif ketika negara lain
memberlakukan tarif optimalnya (misalnya, langkah pembalasan negara asing
ke dalam Gambar 3 sesuai dengan tarif dalam Gambar 4a) dan (iv)
memotong negara lain.

44
Figure 4a Figure 4b

Sumbu tarif pada tarif yang dilarang di negara itu ( dan untuk, secara
berulang, pada sumbu horizontal dan vertikal pada gambar 4a) yang lebih besar
dari tarif optimalnya (kami berargumen dalam bagian Gambar 1 bahwa tarif
optimal bukan penghalang ). Sifat-sifat ini cukup untuk memastikan bahwa N
Nash equilibrium tidak terkait dengan penghapusan perdagangan, dan
menganalisis konsekuensi kesejahteraan dari perang tarif.

Untuk itu, pertama-tama kami memastikan bentuk kurva ketidakpedulian


masing-masing negara dalam bidang (t*,t). Untuk negara asal, di bawah kurva
reaksinya, tarifnya di bawah tingkat optimal nash (yang optimal berada pada
curne reaksi) sehingga, pada tingkat t* tertentu, peningkatan t akan meningkat
tarif negara asal t* juga harus naik, dengan demikian, di wilayah di bawah
t(t*), kurva ketidakpedulian negara asal cenderung miring ke atas.

Di atas t(t*) kenaikan t akan mengurangi kesejahteraan negara asal (dengan


memindahkan tarif lebih jauh dari optimalnya) kecuali jika ada penurunan
kompensasi pada tarif negara lain. Ini menyiratkan kemiringan negatif untuk
kurva ketidakpedulian negara asal di wilayah di atas t(t*) dengan kurva
melintasi t(t*) secara vertikal. Kurva lebih jauh ke kiri sesuai dengan tingkat
kesejahteraan negara asal yang lebih tinggi (karena tingkat tarif asing yang
lebih rendah). Dengan demikian kurva indiferensi melalui f, diberi label u pada

45
Gambar 4b, sesuai dengan tingkat kesejahteraan asing yang lebih tinggi karena
tarif coutry rumah yang lebih rendah.

Jadi , kurva indiferensi forign melalui N dalam Gambar 4b, mewakili


tingkat kesejahteraan asing yang lebih rendah daripada kurva u* yang melewati
titik tarif optimal asing t*. pada kenyataannya, mudah untuk melihat bahwa
kesejahteraan suatu negara jatuh ketika ia bergerak di sepanjang kurva
reaksinya menjauh dari tarif optimal menuju tarif nol (karena perdagangan
semakin dibatasi oleh tarif yang lebih tinggi yang diberlakukan oleh negara
lain).

Gambar 4 enunjukkan keseimbangan Nash di N adalah unik dan juga stabil


atau perilaku Nash oleh kedua negara menggerakkan sistem menuju titik N.
Gambar 4a untuk memastikan bahwa N stabil dengan asumsi beberapa tarif
negara asal. Misalkan ta, maka negara asing akan memaksimalkan
kesejahteraannya dengan memilih tarifnya pada level untuk dimasukkan ke
dalam kurva reaksinya pada titik A. Mengingat negara asal pindah ke titik B
pada kurva reaksinya, dan seterusnya, dengan sistem pada gambar 4a
penyesuaian menuju N di sepanjang jalur ABCD.

Meskipun jenis penyesuaian sekuensial ini adalah versi ideal dari apa yang
sebenarnya terjadi magh, namun bermanfaat untuk menggambarkan stabilitas
tanpa menggunakan matematika. Faktanya, N dapat terlihat stabil di dalam
"lingkungan" kesetimbangan setiap kali kurva reaksi negara asal lebih datar
daripada kurva reaksi negara asing, dan dapat menggunakan diagram untuk
memverifikasi bahwa keseimbangan tidak stabil ketika kurva reaksi negara asal
lebih curam daripada kurva asing.

Gambar 4 menunjukkan hanya satu dari banyak hasil yang mungkin. Secara
teori juga dimungkinkan untuk memiliki banyak keseimbangan (beberapa
stabil, beberapa tidak stabil) atau siklus tarif (di mana urutan respons tarif
diulangi secara khusus). Terlepas dari berbagai kemungkinan ini, satu hasil
cukup kuat: tanpa adanya spesialisasi yang lengkap, perdagangan tidak
dihilangkan. Selain itu, satu negara dapat memperoleh keuntungan dari

46
pengenaan tarif, bahkan dalam hasil ketika kedua negara menggunakan kuota
perdagangan sebagai alat perlindungan mereka.

Tarif optimal untuk negara besar adalah positif, dan itu negara yang lebih besar
menetapkan tarif optimal yang lebih tinggi, negara dapat memenangkan perang
tarif karena kesejahteraannya di bawah keseimbangan permainan pengaturan
tarif Nash lebih tinggi dari pada di bawah perdagangan bebas global.

Tarif optimal adalah positif dan seragam di seluruh barang impor, asalkan
pajak ekspor tidak tersedia. Seragam suatu negara tarif optimal meningkat
dalam "ukuran yang disesuaikan dengan produktivitas" termasuk parameter
keunggulan absolut dan endowmen tenaga kerja. Ini menggoda kita untuk
menyimpulkan bahwa dua pernyataan awal secara teoritis kuat kelas model
yang luas. Namun faktanya, segalanya berjalan sebaliknya. Meskipun ketiga
kelompok pendapatan cenderung mengurangi tarif mereka dari waktu ke
waktu, peringkat tetap stabil, atau secara ekonomi lebih besar negara
cenderung menetapkan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan teori tarif
optimal yang ada.

Tarif aktual mengikuti formula tarif optimal, yaitu, tarif lebih tinggi untuk
produk-produk yang diperkirakan elastisitas pasokan ekspornya besar. Namun,
tidak ada bukti langsung bahwa negara-negara dengan PDB lebih besar
cenderung menetapkan tarif lebih tinggi seperti teori yang ada.

Model Ricardo DFS dinamis mnyatakan bahwa kenaikan tarif suatu negara: (i)
meningkatkan pendapatan tarifnya relatif untuk pendapatan modalnya (efek
pendapatan); (ii) mengurangi pangsa impornya dan tingkat pengembalian
modal (efek distorsi); dan (iii) menurunkan tingkat pertumbuhan yang
seimbang (efek pertumbuhan). Penghasilan, distorsi, dan dampak pertumbuhan
pada kesejahteraan jangka panjang negara adalah positif, tidak positif (nol
dalam perdagangan bebas), dan negatif, masing-masing.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, optimal tarif suatu negara adalah positif. Ini karena, mengevaluasi
tiga dampak kesejahteraan jangka panjang pada perdagangan bebas, efek

47
distorsi adalah nol sedangkan efek pertumbuhan lebih kecil dari efek
pendapatan. Bahkan jika efek pertumbuhan menarik tarif optimal suatu negara,
yang pertama tidak cukup besar untuk mengatakan bahwa yang terakhir bisa
menjadi nol.

Kedua, keuntungan bersih marjinal suatu negara dari penyimpangan dari


perdagangan bebas biasanya berkurang parameter keunggulan absolut.
Peningkatan parameter keunggulan absolut suatu negara secara langsung
menurun pangsa impornya sendiri tetapi meningkatkan pangsa negara mitra.
Keduanya meningkatkan ukuran pertumbuhan efek relatif terhadap efek
pendapatan, sehingga mengurangi insentif negara untuk menyimpang dari
perdagangan bebas. Ini menyiratkan bahwa tarif optimal suatu negara akan
berkurang dalam parameter keunggulan absolutnya. Numeri percobaan, dengan
nilai parameter patokan dikalibrasi untuk mereproduksi pertumbuhan rata-rata
tertimbang yang sebenarnya nilai tukar dan PDB relatif antara UE dan AS,
konfirmasikan prediksi analitik ini untuk domain yang luas parameter
keunggulan absolut maupun komparatif. Teori menunjukkan bahwa lebih besar
(negara yang secara teknologi maju) menetapkan tarif optimal yang lebih
rendah.

3.2.4. Perlindungan Industri Infant

Teori industri infant menyatkan bahwa industri dalam negeri yang sedang
berkembang membutuhkan perlindungan terhadap persaingan internasional
sampai mereka menjadi dewasa dan stabil. Dalam bidang ekonomi, industri
infant adalah industri yang baru dan masih dalam tahap awal pengembangan,
sehingga belum mampu bersaing dengan pesaing industri yang sudah mapan.

Teori industri infant, pertama kali dikembangkan pada awal abad ke-19, oleh
Alexander Hamilton dan Friedrich List, seringkali menjadi pembenaran bagi
kebijakan perdagangan proteksionis. Gagasan dasarnya adalah bahwa industri
muda yang sedang tumbuh, di negara-negara maju, membutuhkan
perlindungan dari industri yang lebih mapan, biasanya dari negara asing.

Industri infant seharusnya hanya dilindungi jika mereka dapat matang dan
kemudian menjadi layak tanpa perlindungan, atau industri infant yang tidak
48
memiliki skala ekonomi untuk menghadapi pesaing negara lain harus
dilindungi sampai dapat membangun ekonomi dengan skala yang sama.
Namun, manfaat bersih kumulatif yang diberikan oleh industri yang dilindungi
harus melebihi biaya kumulatif melindungi industri.

Oleh sebab itu, pemerintah memberlakukan bea masuk, tarif, kuota, dan
kontrol nilai tukar untuk mencegah pesaing internasional dari mencocokkan
atau mengalahkan harga industri infant, memberikan industri infant waktu
untuk mengembangkan dan menstabilkan. Dasarnya, teori industri infant
menyatakan bahwa begitu industri berkembang cukup stabil untuk bersaing
secara internasional, setiap tindakan perlindungan yang diperkenalkan, seperti
tarif, dimaksudkan untuk dihilangkan. Dalam praktiknya, ini tidak selalu terjadi
karena berbagai perlindungan yang diberlakukan mungkin sulit untuk
dihilangkan.

3.2.4.1. Pembelajaran Industri Infant

Pembelajaran industri infant yang dinamis terjadi melalui pembelajaran sambil


bekerja Argumen industri infant yang didasarkan pada jenis eksternalitas
pembelajaran ini pertama-tama secara eksplisit dirancang dalam kerangka kerja
dinamis oleh (Melitz, 2005). Model industri tunggal-nya telah meluas untuk
menganalisis konsekuensi belajar di lebih dari satu industri. Clemhout dan
Wan (1970) mempelajari kebijakan perlindungan industri infant untuk
sekelompok industri yang mengalami tingkat pembelajaran yang berbeda.
Carcar (1987) dan Young (1991) menguji dampak limpahan pembelajaran di
seluruh industri.Krugman (1987) lebih lanjut memperluas model multi-industri
dengan memungkinkan pembelajaran di industri rumah dan asing.

Model Pembelajaran dan produksi

Barang-barang domestik dan asing homogen, dan diproduksi oleh perusahaan-


perusahaan kompetitif di kedua negara. Teknologi yang digunakan oleh semua
perusahaan menunjukkan skala pengembalian konstan statis. Namun, industri
dalam negeri berada dalam fase Qpan kanannya di mana sikap biaya
marjinalnya, menurun dengan produksi kumulatif industri ini belajar sambil
bekerja. Waktu terus-menerus dan mewakili total produksi dalam negeri pada
49
waktu yang ditentukan. Pembelajaran dibatasi, dan industri dalam negeri
menjadi matang setelah tingkat ambang produksi kumulatif tercapai. Biaya
produksi marjinal kemudian tidak lagi bervariasi dengan produksi kumulatif
dan tetap pada level jangka panjangnya ̄.

Fungsi pembelajaran ini dianggap dapat dibedakan di mana-mana, meskipun


bentuknya tidak dibatasi lebih jauh. Teknologi asing telah matang pada tingkat
biaya marjinal, yang tetap konstan sepanjang waktu.Tingkat relatif biaya
jangka panjang ̄ dan left dapat dibiarkan tidak dibatasi. Eksternalitas
pembelajaran timbul dari sifat kompetitif industri dan limpahan teknologi:
perusahaan domestik berasumsi bahwa efek produksi mereka sendiri pada
output industri dapat diabaikan dan dengan demikian tidak menginternalisasi
dampak pengurangan biaya di masa depan dari produksi mereka saat ini.
Masing-masing perusahaan dengan demikian menghargai nilai outputnya pada
biaya utama saat inic

Permintaan domestik

Permintaan domestik dihasilkan oleh konsumen yang representatif yang fungsi


serba instannya secara terpisah dapat dipisahkan dalam barang permintaan
untuk barang luar negeri akan ditentukan secara unik oleh harga sebelumnya.
menunjukkan tingkat permintaan jangka panjang dalam perdagangan bebas
(setelah pembelajaran selesai). Tanpa intervensi kebijakan, produksi dalam
negeri tidak akan terjadi dan hanya varietas asing yang akan dikonsumsi.

3.2.4.2. Kebijakan dan kesejahteraan domestik

Seorang perencana pemerintah dapat menggunakan subsidi, tarif, atau kuota


produksi domestik untuk melindungi industri infant dalam negeri. Di setiap
waktu, kuota setara dengan tingkat tarif khusus (untuk saat ini, hak kuota
diasumsikan dilelang dan dikumpulkan oleh pemerintah).kebijakan
perdagangan yang diarahkan pada sumber eksternalitas (penciptaan
pengetahuan dan penyebaran) harus dipertimbangkan.

Pilihan kebijakan mengarah pada tingkat permintaan domestik dan


kesejahteraan penduduk Itu Perencana pemerintah bersikap keras dan memilih

50
kebijakan untuk memaksimalkan jumlah potongan arus kesejahteraan selama
periode waktu tertentu. Itu selalu mencakup seluruh fase pembelajaran (selama
produksi rumah tangga terjadi) .Sebagaimana ditunjukkan oleh Dixit (1984),
pilihan instrumen perencana dapat ditafsirkan kembali sebagai pilihan jumlah
konsumsi dari himpunan layak yang dihasilkan oleh permintaan konsumen.
Setiap pembatasan pada instrumen perdagangan kemudian akan diubah
menjadi pembatasan tambahan pada set pasangan konsumsi yang layak.

Tidak Standar Intervensi


Ketika tidak ada instrumen kebijakan yang digunakan, dua kasus umum akan
muncul: (i) Jika biaya awal pestisida cukup tinggi untuk menghalangi
permintaan barang domestik di bawah perdagangan bebas , maka industri
dalam negeri tidak akan bertahan (tidak akan ada produksi domestik) —
terlepas dari potensi pembelajarannya. Konsumen hanya mengandalkan import
dari varietas asing. (ii) Jika c0 cukup rendah, maka produksi domestik terjadi
dan meningkat seiring berjalannya waktu seiring dengan kemajuan
pembelajaran.
3.2.4.3. Kebijakan perdagangan fleksibel
perencana pemerintah dapat memilih jalur waktu untuk subsidi dan tarif di atas
horizon perencanaan mulai dari . Perencana sosial dengan demikian
memecahkan masalah maksimisasi tunduk pada kondisi (tidak ada ekspor
barang domestik) dan kondisi batas awal. sepanjang jalur interior yang
optimal, tidak ada tarif yang harus digunakan dan subsidi dalam periode apa
pun harus sama dengan nilai saat ini dari unit pembelajaran.
Pembelajaran berhenti pada titik tertentu (ditentukan secara endogen) selama
periode perencanaan,. Karena biaya masa depan akan dibatasi antara biaya saat
ini dan biaya jangka panjang , Persamaan dapat digunakan untuk mendapatkan
batasan subsidi optimal dan harga domestik
Selama ada potensi belajar, subsidi positif harus digunakan walaupun mereka
tidak boleh lebih besar dari potensi pembelajaran saat ini yang diukur dari
selisih antara biaya saat ini dan jangka panjang dengan. Tentu saja, subsidi
harus dikurangi dengan sikap belajar. Batas atas pada saat ini adalah rata-rata
tertimbang dari biaya saat ini dan jangka panjang. Mengingat faktor diskon
51
yang masuk akal dan lamanya periode belajar, harga domestik harus tetap
konstan pada, yang merupakan biaya marginal sosial konstan dari unit produksi
dalam negeri. Subsidi pada setiap jadwal waktu kemudian diberikan oleh
potensi belajar. Subsidi ini berkurang dari waktu ke waktu, terlepas dari bentuk
kurva belajarnya. output domestik dan impor asing tetap konstan pada tingkat
perdagangan bebas jangka panjangnya. Mengingat fleksibilitas instrumen
perdagangan, kelayakan jalur konsumsi ini dijamin.
Solusi sudut: tidak ada produksi dalam negeri
Jika produksi dalam negeri nol di titik mana pun di sepanjang jalur optimal,
maka itu harus nol dari seluruh jalur optimal.
The Mill – Bastable Test Analisis
subsidi produksi (memuaskan jalur solusi interior) dan laissez faire (industri
nodomestik dan ketergantungan pada impor ). Perencana sosial kemudian harus
menentukan solusi mana yang menghasilkan total kesejahteraan yang lebih
tinggi. Ini sama dengan menerapkan Mill – BastableTest.
Evaluasi kebijakan perdagangan yang berbeda tergantung pada perbandingan
arus kesejahteraan yang disebabkan oleh kebijakan perdagangan. Bagian ini
menunjukkan bagaimana kumulatif total kesejahteraan (TW) dapat
didekomposisi menjadi sejumlah arus kesejahteraan yang tidak bergantung
pada perubahan biaya domestik saat ini dan biaya belajar tetap yang terpisah.
Untuk kesederhanaan, derivasi berikut mengasumsikan bahwa efek dari diskon
diabaikan
Terlepas dari jalur konsumsi yang dipilih, total kesejahteraan yang dihasilkan
oleh panel selama periode perencanaan dapat dievaluasi dengan menggunakan
arus kesejahteraan statis dan mengurangi FLC biaya tetap yang sama.
Reformulasi ini memungkinkan perbandingan langsung dari berbagai skenario
kebijakan perdagangan: jika industri dalam negeri tidak menghasilkan, maka
arus kesejahteraan adalah konstan dan biaya pembelajaran yang ditambah
terjadi. Jika industri dalam negeri menghasilkan, maka fungsi kesejahteraan
yang sama digunakan untuk mengevaluasi arus kesejahteraan dan biaya belajar
tetap dikeluarkan. Mengingat bahwa pembelajaran terjadi, kebijakan

52
perdagangan yang optimal mengabaikan biaya belajar dan hanya berupaya
memaksimalkan arus kesejahteraan kumulatif.
Antara subsidi dan tanpa perlindungan (dan tanpa industri dalam negeri) —
mereka bergantung pada penimbangan arus kesejahteraan yang lebih tinggi
(manfaat belajar) terhadap biaya belajar tetap FLC. Ketika panjang cakrawala
perencanaan diperpanjang, alternatif subsidi jelas menjadi lebih menarik,
karena manfaat dari kesejahteraan pasca belajar yang lebih tinggi dinikmati
selama periode waktu yang bersamaan. Lebih menarik lagi, potensi biaya
rendah tidak secara otomatis mensyaratkan bahwa subsidi optimal: biaya
rendah dapat diimbangi dengan biaya awal yang tinggi dengan kurva belajar
lambat, yang keduanya meningkatkan FLC biaya subsidi tanpa mempengaruhi
perbedaan antara arus kesejahteraan. Akan selalu ada tingkat biaya awal yang
cukup tinggi dan kecepatan belajar cukup lambat sehingga tidak ada subsidi
yang dioptimalkan dengan potensi biaya yang sewenang-wenang rendah .
Untuk memvariasikan tingkat substitusi sambil memastikan permintaan positif
untuk kedua barang di bawah subsidi optimal. Kemudian, ketika produk
menjadi substitusi yang lebih dekat, perbedaan antara W dan menurun menjadi
nol ketika barang menjadi pengganti sempurna. Di sisi lain, biaya belajar FLC
tidak berubah dengan tingkat substitusi. Jelas, subsidi tidak akan pernah
optimal ketika barang-barang pengganti cukup dekat, karena biaya belajarFLC
akan selalu lebih besar daripada keuntungan kesejahteraan kecil. Menariknya,
tingkat kemampuan substitusi secara kritis mempengaruhi pemenuhan Mill-
Bastable Test tetapi tidak berpengaruh pada optimal jalur subsidi, mengingat
perlindungan yang optimal.
3.2.4.4. Subsidi Tidak Dimungkinkan
Diberikan kendala anggaran atau politik, subsidi mungkin menjadi tidak layak,
hanya menyisakan tarif atau kuota sebagai instrumen yang tersedia. Tingkat
tarif masih diasumsikan (dalam bagian ini) fleksibel dari waktu ke waktu.
Karenanya, tarif dan kuota mempertahankan kesetaraannya. Pada bagian
sebelumnya, sebelumnya ditunjukkan bahwa subsidi produksi dapat meningkat
dengan sendirinya dengan menaikkan tingkat produksi barang domestik di atas
tingkat pasar bebasnya. Tarif jelas berbagi beberapa substitusi sebagai

53
instrumen kebijakan dengan subsidi sekarang tidak dapat digunakan karena
mereka juga dapat meningkatkan tingkat produksi dalam negeri. Di sisi lain,
telah diketahui bahwa tarif juga menyebabkan distorsi tambahan pada sisi
konsumsi, menciptakan perselisihan antara biaya marjinal barang asing dan
manfaat marjinalnya. Perencana sosial sekarang harus menukar manfaat dari
produksi dalam negeri yang lebih tinggi terhadap distorsi baru ini. Catatan
lebih lanjut bahwa biaya awal yang sangat tinggi dapat membuat tarif tidak
berguna karena permintaan untuk barang domestik masih bisa nol secara
otomatis (diberikan tingkat tarif yang sewenang-wenang tinggi)
3.2.4.5. Tarif dan Kuota Tetap
kendala politik atau penyesuaian biaya, bahwa mengubah tingkat kuota tarif
dari waktu ke waktu adalah mahal. biaya ini cukup tinggi sehingga perencana
sosial dibatasi untuk memilih hanya satu tarif atau tingkat kuota untuk seluruh
periode perencanaan. Meskipun kuota setara dengan tingkat tarif tertentu pada
setiap titik waktu, nilai tingkat tarif ini berubah dari waktu ketika nilai kuota
tetap tetap. Kuota tetap dan tarif tetap dengan demikian jelas memiliki sifat
dinamis yang berbeda, meskipun kedua kasus tersebut dimasukkan dalam
bagian sebelumnya dengan tarif yang fleksibel.
Diberikan pembatasan tambahan ini pada penggunaan instrumen perdagangan,
perencana sosial harus memilih instrumen perdagangan (kuota atau tarif), juga
sebagai penentu level optimalnya. Karena tingkat ini tetap, dua pilihan ini
sepenuhnya menentukan jalur konsumsi selama seluruh periode perencanaan.
Himpunan pasangan konsumsi yang layak dengan demikian direduksi menjadi
satu set lintasan yang diindeks oleh pilihan instrumen dan levelnya. Tentu saja,
perencana sosial juga dapat memilih untuk tidak melindungi industri infant.
Dalam hal ini, industri domestik masih akan menghasilkan (dan pembelajaran
akan terjadi) jika biaya awal cukup rendah
Pilihan alami tingkat kuota adalah tingkat konsumsi jangka panjang untuk
barang asing. Kutipan tetap ini menghasilkan jalur dari waktu ke waktu untuk
jalur tarif setara yang menurun selama periode pembelajaran dan tetap nol tepat
setelah pembelajaran berhenti.

54
3.2.4.6. Keuntungan Tambahan Kuota
Ketika biaya domestik awal yang tinggi menghalangi permintaan untuk barang
domestik yang tidak dilindungi dan periode perencanaan meluas secara
signifikan melewati akhir fase pembelajaran, maka pilihan perlindungan
dengan kuota tetap clearly jelas lebih disukai untuk tidak perlindungan: biaya
belajar tetap dapat dibayar kembali, tidak hanya oleh arus kesejahteraan yang
lebih tinggi selama fase pembelajaran, tetapi juga oleh arus kesejahteraan pada
batas maksimum W yang bertambah dari akhir fase pembelajaran hingga akhir
periode perencanaan. Jika biaya penyesuaian juga tinggi dan menghalangi
perubahan tingkat instrumen perdagangan, maka tarif tetap menawarkan
alternatif yang mengerikan untuk kuota tetap: untuk mendorong produksi awal
barang-barang domestik, tarif harus ditetapkan pada tingkat yang sangat tinggi
sebanding dengan tingkat tarif setara awal yang terkait dengan kuota. Setelah
proses pembelajaran berlangsung, tarif tinggi ini menciptakan distorsi yang
semakin meningkat. Ketika pembelajaran berhenti, tingkat distorsi yang tinggi
ini (yang menghasilkan aliran kesejahteraan jauh di bawah W ̄) dipertahankan
hingga akhir periode perencanaan. Perbedaan besar antara tunjangan
kesejahteraan kuota dan tarif ini berpotensi lebih besar daripada jumlah
kehilangan pendapatan terkait dengan administrasi aquota. Dengan demikian,
bahkan pengekangan ekspor sukarela (dengan asumsi bahwa transfer
pendapatan negara domestik ke pemasok asing tidak secara politis diperlukan
untuk memberlakukan pengekangan) dapat menghasilkan keuntungan
kesejahteraan yang lebih tinggi bagi negara domestik daripada alternatif tarif
tetap apa pun.
Meskipun instrumen subsidi tetap tidak secara formal dimodelkan dalam
makalah ini, juga dimungkinkan untuk kuota tetap untuk menghasilkan
keuntungan kesejahteraan yang lebih tinggi daripada subsidi tetap yang dipilih
secara optimal. Walaupun subsidi tersebut tidak menghasilkan distorsi
konsumsi untuk barang-barang asing (seperti halnya kuota dan tarif), kekakuan
subsidi tetap menciptakan jenis masalah yang sama yang disebutkan untuk
tarif: subsidi tetap tidak cukup melindungi industri infant di awal tahun. fase
belajar, atau terlalu melindunginya nanti.

55
kuota tetap menunjukkan satu keuntungan lain bagi para pembuat kebijakan
atas tarif dan subsidi, bahkan ketika ini fleksibel: persyaratan informasi yang
lebih rendah untuk implementasi. Untuk menghitung tingkat konsumsi jangka
panjang dari barang asing (dan karenanya kuota tetap optimal), pembuat
kebijakan hanya perlu informasi tentang biaya asing, biaya domestik terikat
yang lebih rendah, dan kondisi permintaan. Secara khusus, tidak ada informasi
tentang bentuk kurva pembelajaran (termasuk durasinya) yang diperlukan. Di
sisi lain, pengaturan subsidi optimal (jika memungkinkan) atau tarif, bahkan
ketika instrumen ini fleksibel, memerlukan informasi terperinci tentang kurva
pembelajaran ini. Kurva pembelajaran mungkin diketahui oleh perusahaan dan
bukan pembuat kebijakan, dalam hal ini perusahaan akan memiliki insentif
yang kuat untuk mendistorsi informasi biaya saat ini dan masa depan yang
dikumpulkan oleh pemerintah.26 Selanjutnya, kurva belajar mungkin juga
memiliki elemen stokastik yang juga tidak diketahui oleh perusahaan. .
Meskipun tidak secara formal dimodelkan dalam makalah ini, keberadaan
ketidakpastian pembelajaran seperti itu hanya dapat mengurangi efektivitas
subsidi atau tarif optimal sementara itu tidak mempengaruhi kinerja kuota
optimal.

3.3. Kebijakan Perdagangan Strategis

Konsep kebijakan perdagangan strategis berdasarkan asumsi beberapa jenis


ketidaksempurnaan pasar seperti oligopolistik atau industri monopolistik.
Kemudian "intervensi pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan nasional
dengan mengalihkan sewa oligopoli dari perusahaan asing ke perusahaan
domestik. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dapat melayani tujuan
'strategis' untuk mengubah insentif berikutnya dari perusahaan, bertindak
sebagai pencegah bagi pesaing asing.
Kebijakan Perdagangan Strategis (stategy trade policy) merupakan argument
yang mendukung pemberlakuan tarif. Argument ini tergolong kuat karena
didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu ekonomi yang jelas. Contoh kebijakan
perdagangan strategis adalah penargetan dan pengutamaan sektor industri
tertentu sebagai andalan perekonomian secara keseluruhan dari Jepang pada
sektor industri baja untuk periode 1950an, semi industri semikondutor pada
56
dasawarsa 1970an dan 1980an. Kebijkan tersebut ternyata memang berhasil
menjadikan Jepang sebagai salah satu kekuatan terbesar dalam bidang
semikondutor. Bahkan sejak pertengahan 1980an jepang telah mampu
mengungguli Amerika Serikat. Akan tetapi dimata sejumlah ekonom,
keberhasilan Jepang mengembangkan industri semikondutornya tersebut tidak
semata mata bertolak dari kebijakan perdagangan strategisnya,melainkan dari
kekuatan kekuatan lain seperti pengutamaan ilmu pengetahuan dan matematika
dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di Jepang, tingginya tingkat investasi,
dan ketajaman visi para pengusaha Jepang sehingga mereka bersedia
melakukan investasi jangka panjang dan mengorbankan kan pengejaran
keuntungan jangka pendek.

3.3.1. Skala Ekonomi dan Sektor "Strategis"

Suatu perusahaan yang berjuang menuju laba yang lebih besar semuanya juga
harus mengelola kondisi internal membentuk dan menggunakannya secara
efektif, sehingga bisa berkurang biaya produksi dan mencapai ekonomi yang
lebih besar di mana daya saing perusahaan tergantung. Tugas ini diselesaikan
melalui strategi manajemen perusahaan yang sesuai yang memungkinkan
perusahaan untuk memilih dan menggunakan faktor membentuk keunggulan
kompetitif perusahaan di Indonesia bersaing dengan perusahaan lain.
Perusahaan yang telah mempresentasikan yang diproduksi produk ke pasar
tidak dapat mengubah hasil ini terutama dalam waktu singkat. Perusahaan
dapat mengelola faktor keunggulan kompetitif langsung selama produksi
proses. Seperti manajemen faktor kompetitif keuntungan di suatu perusahaan
dipahami sebagai pengurangan biaya produksi menerapkan strategi yang sesuai
skala ekonomi. Suatu perusahaan tertarik untuk memproduksi lebih banyak
produk, modal dan sumber daya tenaga kerja begitu besar diperlukan untuk
meningkatkan skala produksi. Kuantitas produksi yang ditentukan oleh bahan,
sumber daya tenaga kerja dan keuangan serta efektivitasnya pekerjaan disebut
skala produksi. Kapan ekonomi meningkat dalam penurunan biaya produksi,
ekonomi tumbuh muncul, yang membentuk masing-masing skala ekonomi
memanifestasikan dirinya dalam berbagai jenis skala ekonomi, skala ekonomis
produk,ekonomi inovasi dan ekonomi pengalaman dan pengetahuan, dengan
57
mempertimbangkan kekhususan langkah-langkah yang digunakan untuk
peningkatan skala produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skala ekonomi di Indonesia skala batas
produksi yang sesuai adalah faktor-faktornya mengurangi biaya produksi dan
memformat kompetitif keuntungan pada saat bersamaan. Skala ekonomi yang
terbentuk keunggulan kompetitif perusahaan tidak menjadi faktor yang
mengurangi atau meningkatkan daya saing perusahaan keuntungan sendiri.
Strategi yang sesuai meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan sangat
penting. Strategi skala ekonomi dapat diterima dan berubah sebelum akhir
produksi dan penjualan yang baik proses.
Skala ekonomi mengacu pada ekonomi efisiensi yang dihasilkan dari
melakukan proses pada skala yang lebih besar. Secara sederhana mikro
ekonomi alam, teori neoklasik digunakan untuk menggambarkan ekonomi dan
diseconomies skala. Skala ekonomi terjadi karena ukuran, keluaran, atau skala
operasi untuk perusahaan yang memberi mereka keuntungan biaya,di mana
biaya tetap tersebar di lebih banyak unit output sehingga menurunkan biaya
mereka per unit output karena skala meningkat (Gambar 1). Skala ekonomi
adalah kembalinya peningkatan produksi faktor yang memungkinkan untuk
membentuk kompetitif keuntungan dalam mengurangi biaya tetap rata-rata.
Skala ekonomi sebagai setara dengan jatuh biaya rata-rata jangka panjang
fungsi LRAC.

Gambar 1. Neoclassical relationship between unit


Organisasi dapat memberi manfaat pertumbuhan dan stabilitas dalam banyak
hal, termasuk efisiensi yang lebih besar melalui skala ekonomis, peningkatan
kekuatan organisasi, kemampuan untuk menahan perubahan lingkungan,

58
peningkatan laba, dan peningkatan prestise untuk anggota organisasi. Seperti
yang dinyatakan, sepenuhnya perusahaan yang maju dapat memiliki
keuntungan saat menggunakan skala ekonomis, berikan fakta bahwa itu dapat
hadir di hampir setiap fungsi sebuah bisnis, termasuk manufaktur, pembelian,
penelitian dan pengembangan pemasaran, jaringan layanan, tenaga penjualan
pemanfaatan, dan distribusi. Skala ekonomi terjadi karena meningkatkan
kuantitas output sebagai biaya rata-rata per unit menurun, yang sering terjadi
batas, seperti melewati desain optimal titik di mana biaya per unit tambahan
mulai meningkat.
Skala ekonomis adalah tabungan karena ukuran perusahaan atau kuantitas
output. Ketika suatu perusahaan mampu mengurangi biaya unit hanya dengan
meningkatkan output, itu dalam posisi untuk mendapat manfaat dari skala
ekonomi. Penghematan ini mungkin karena internal atau faktor eksternal.
Faktor internal yang dihasilkan dari lebih baik menggunakan keahlian dan
spesialisasi pengetahuan dalam perusahaan. Sementara eksternaL faktor
diperoleh dari kebaikan industri di lokasi tertentu. Dampak positif skala
ekonomi biasanya diuntungkan lebih besar organisasi, di mana ukuran kecil
perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk menggunakannya sebagai
keuntungan strategis. Namun ada beberapa contoh di mana organisasi kecil
berada berhasil memanfaatkan skala ekonomi sebagai daya saing di antara
tingkat ukuran organisasi yang serupa. Namun demikian, dalam terminologi
kompetisi skala ekonomi dianggap sebagai senjata yang kreatif namun kuat
digunakan oleh organisasi yang lebih besar menuju yang lebih kecil pesaing
untuk menembus pasar yang kompetitif.
Skala ekonomi: ketika skala produksi perusahaan meluas, penurunan biaya
rata-rata dan disebut skala ekonomi. Pada dasarnya, skala ekonomi dapat
didefinisikan sebagai penurunan biaya unit (rata-rata) seiring peningkatan skala
produksi. Ini berarti bahwa investor baru di sektor ini harus menghasilkan
dengan biaya lebih tinggi untuk waktu tertentu.
Kerugian biaya tanpa skala: perusahaan yang ada di sektor ini, terlepas dari
ukuran dan skala ekonominya, mungkin memiliki keunggulan biaya yang tidak
dapat dicapai oleh perusahaan baru. Keuntungan paling kritis adalah teknologi

59
produk bermerek, akses mudah ke bahan baku, penempatan yang mudah,
dukungan dan pengalaman negara.
Peningkatan kapasitas dengan jumlah besar: jika skala ekonomi bagi
perusahaan untuk meningkatkan kapasitas mereka, ini dapat mengganggu
keseimbangan penawaran/permintaan sektor ini. Ini khususnya terjadi ketika
penambahan kapasitas dilakukan secara kolektif. Sektor ini dapat mengalami
kelebihan kapasitas dan periode penurunan harga berulang-ulang.
3.3.1.1. Skala Ekonomis dan Perdagangan Internasional
Salah satu asumsi model Heckscher-Ohlin menyatakan bahwa dua komoditi
diproduksi atas dasar skala hasil dan konstan di kedua negara. Jika kita
menanggalka asumsi dan berpegang pada rialita yakni skala hasil yang
meningkat, kita akan memahami perdagangan diantara kedua negara yang
faktor-faktor produksi maupun komoditi andalannya identik. Perdagangan ini
tidak akan dapat dijelaskan melalui model Hechscher-Ohlin.
Analisa perdagangan yang didasarkan pada skala ekonomis menyajikan
masalah-masalah tertentu, dan kita berpegang pada bentuk pasar persaingan
sempurna sehingga segala bentuk keuntungan monopoli tidak pernah terwujud.
Namun jika prinsip hasil yang terus meningkat itu benar-benar berlaku, maka
perusahan-perusahaan besar biasanya akan berusaha mengungguli kalau perlu
menggusur, perusahaan–perusahaan lain yang lebih kecil, sehingga
keseluruhan pasar cenderung akan didominasi hanya oleh satu perusahaan
monopoli atau beberapa perusahaan saja yang situasinya biasa disebut
oligopoli. Jika prinsip hasil dan imbalan terus meningkat itu turut menjadi
tolakan bagi berlangsungnya perdagangan ,maka pasarnya akan berbentuk
persaingan tidak sempurna. Tinjuan umum mengenai konsep konsep skala
ekonomi dan pasar (perekonomian) persaingan tidak sempurna, disusul ke
model perdagangan internasional yang memperlihatkan betapa skala ekonomi
dan persaingan sempurna itu dalam kenyataannya memegang peranan penting,
yakni model persaingan monopoli dan model dumping. Sisanya akan
membahas peranan yang dimainkan oleh prinsip hasil atau imbalan yang
miningkat dan ekonomi eksternal (external economies) dalam proses
pembentukan pola perdagangan .

60
Keunggulan komparatif senantiasa didasarkan pada asumsi atau prinsip skala
hasil yang konstan (constant return to scale) artinnya mengasumsikan bahwa
jika input untuk suatu industri dilipat duakan ,maka output indutri tersebut
juga akan berlipat dua. Namun dalam kenyataannya, banyak industri atau skala
ekonomi yang beroperasi atas dasar skala ekonomi dan juga pada prinsip
imbalan yang kian meningkat sehingga semakin besar skala produksinya ,akan
semakin besar produktivitasnya (dengan kelipatan yang semakin lama semakin
besar). Jika terdapat skala ekonomis pelipat dua input yang digunakan oleh
suatu sektor industri akan meningkatkan produksi indutri lebih dari dua kali
lipat. Semakin banyak input yang ditambahkan akan semakin besar
kelipatannya.
Sebuah contoh akan membantu kita dalam rangka memahami pentingnya
konsep skala ekonomi bagi perdagangan internasional, sebagai contoh untuk
memproduksi 10 unit produk diperlukan 25 jam kerja sedangkan untuk
memproduksi 25 unit diperlukan 30 jam kerja. Adanya skala ekonomi bisa
dilihat dari kenyataan bahwa dengan melipatkan input tenaga kerja dari 15
menjadi 30 jam kerja menyebabkan output industri tersebut meningkat lebih
dari dua kali lipat yaitu 10 menjadi 25 unit.dalam kenyataan dengan pelipatan
input, output bisa meningkat dengan kelipatan 2,5.
Bagaimana perdagangan yang saling menguntungkan bisa terus meningkat
berkat bekerjanya prinsip skala ekonomi. Setiap negara mengkhususkan diri
dalam memproduksi barang-barang tertentu saja yang memungkinkannya
memproduksi barang-barang tersebut lebih efisien daripada jika negara yang
bersangkutan memproduksi sendiri segalanya.Perekonomian–perekonomian
yang melakukan spesialisasi produksi ini selanjunya berdagang satu sama lain
agar dapat mengkonsumsi seluruh jenis barang. Dengan demikian setiap negara
bisa memperoleh berbagai barang yang tidak dibuatnya sendiri. Menonjolnya
prinsip skala ekonomi biasanya menyebabkan struktur pasar yang bersangkutan
tidak berbentuk pasar persaingan sempurna.
Adanya skala ekonomi ataupun skala hasil yang meningkat menandakan bahwa
input yang dibutuhkan per unit produksi semakin kecil dengan semakin
banyaknya output yang diproduksi. Peningkatan produksi itu sendiri dapat

61
dicapai apakah perusahaan-perusahaan yang bersangkutan sudah bisa
melakukannya sekedar dengan memproduksi lebih banyak atau sebaliknya
harus ada peningkatan jumlah perusahaan .Untuk menganalisa dampak skala
ekonomi terhadap struktur pasar membutuhkan kejelasan tentang peningkatan
produksi seperti apa yang diperlukan untuk menurunkan biaya rata-rata. Skala
ekonomi eksternal (external economies of scale) akan tercipta apabila jumlah
biaya per unit sudah tergantung pada besarnya industri, tidak perlu pada
besarnya satu perusahaan.
Skala ekonomi internal muncul jika biaya per unit tergantung pada besarnya
satu perusahaan, sehingga hal itu tidak perlu dikaitkan dengan besarnya
industri yang bersangkutan .Skala ekonomi eksternal akan terlihat dengnan
meningkatnya efisiensi perusahaan–perusahaan karena sektor industri menjadi
lebih besar, meskipun setiap perusahaan ukuran produknya sama seperti sedia
kala. Sedangakan skala ekonomi internal akan terlihat dengan output dari
industri yang bersangkutan tidak berubah, tetapi jumlah perusahan berkurang.
Dengan demikian efisiensi meningkat dengan jumlah output yang dihasilkan
meningkat.
Skala ekonomis eksternal dan internal masing-masing menimbulkan implikasi–
implikasi yang berbeda terhadap struktur industri. Suatu industri dimana skala
ekonomisnya sepenuhnya bersifat eksternal (tidak ada keunggulan khusus bagi
perusahaan–perusahaan berskala besar) biasanya akan terdiri dari banyak
perusahaan kecil .Sebaliknya jika skala ekonomi internal memberikan
perusahan-perusahaan berukuran besar suatu keunggulan biaya atas perusahaan
– perusahaan kecil, maka hal ini pada akhirnya dapat menciptakan struktur
pasar persaingan tidak sempurna. Baik skala ekonomi eksternal maupun
internal merupakan penyebab penting bagi terjadinya perdagangnan
internasional.
Peranan skala ekonomis dalam perdagangan internasional ternyata
menemukan dua alasan untuk lebih menitik beratkan perhatian pada ekonomi
internal. Yang pertama, skala ekonomi internal lebih mudah diidentifikasi
dalam praktek dibandingkan dengan skala ekonomi eksternal.ditinjau dari
perspektif umum,konsep skala hasil yang meningkat mengacu pada situasi

62
produksi bertambah lebih proporsioanal ketimbang peningkatan input atau
faktor–faktor produksinya artinya seandainya semua input dilipat duakan ,
maka output akan bertambah lebih dua kali lipat. Demikian pula jika semua
input ditambah hingga tiga kali lipat dari pada sebelumnya, maka outputnya
pun akan bertambah tiga kali lipat. Skala hasil yang meningkat ini dapat terjadi
karena operasi yang lebih besar cenderung meningkatkan pembagian kerja dan
spesialisasi sehingga setiap unit faktor produksi akan membuahkan hasil yang
lebih besar. Sebagai contoh faktor produksi tenaga kerja. Jika jumlahnya
ditambah maka sampai batas tertentu masing-masing tenaga kerja itu akan
dapat meningkatkan spesialisasinya dalam melaksanakan suatu tugas repetitif
(berulang–ulang) sehingga produktivitasnya akan meningkat. Skala operasi
yang lebih besar memungkinkan digunakannya mesin-mesin dan berbagai
peralatan yang lebih khusus (untuk menjalankan fungsi-fungsi yang lebih
spesifik) dan produktif. Mesin-mesin seperti ini tentu saja akan menjadi terlalu
mahal jika digunakan dalam skala operasi yang kecil (Salvatore, 1996).
3.3.1.2. Hubungan Perdagangan yang Didasarkan Pada Skala
Internasional

Keterangan Gambar:
Memperlihatkan bagaimana hubungan perdagangan yang menguntungkan
semua pihak dapat dilangsungkan atas dasar skala hasil yang meningkat. Jika
semua negara I dan negara II diasumsikan identik atau sama persis dalam
berbagai aspek ekonomi ,maka kita dapat menggunakan satu kurva batas
63
kemungkinan produksi dan satu peta indiferent bagi kedua negara tersebut.
Adanya skala hasil yang meningkat akan menjelma berupa kurve batas
kemungkinan produksi yang berupa konveks atau kurve cekung apabila dilihat
dari pusat sumbu, atau melengkung dan lengkungannnya mengarah kepusat
sumbu. Jika kurva-kurva batas kemungkinan produksi dan peta indiferent dari
kedua negara tersebut juga sama persis,maka harga-harga relatif yang berlaku
dikedua negara tersebur juga akan sama persis (dalam kondisi tanpa
perdagangan).
Selanjutnya apabila kedua negara melangsungkan hubungan perdagangan,
maka negar satu akan terdorong untuk berspesialisasi dalam produk komoditi
X dan ia akan berproduksi di titik B. Sedangkan negara 2 akan melakukan
spesialisasi dalam produksi komoditi Y dan ia akan berproduksi dititik B.
Selanjutnya kedua negara itu akan saling mempertukarkan 60x dengan 60 y,
dan masing-masing negara akan berkomsumsi dititik B yang terletak pada
kurve indiferent II. Karena letak kurve indiferent itu lebih tinggi dari kurve
indiferent sebelumnya ,maka kedua negara tersebut memperoleh peningkatan
kesejahteraan. Kedua nya memperoleh tambahan keuntungan 20X dan 20Y.
tampak jelas bahwa keuntungan-keuntungan tersebut bersumber dari
peningkatan skala ekonomis dalam kegiatan produksi d i kedua negara yang
masing -masing berfokus pada satu komoditi saja. Tanpa adanya perdagangan
kedua negara tersebut tidak akan melakukan spesialisasi produksi disalah satu
komoditi, mengingat masing masing negara itu membutuhkan kedua komoditi
itu sekaligus.
Beberapa aspek analisa dari gambar diatas yaitu :
1. Tidak ada faktor penyebab yang pasti untuk mendorong kedua negar itu
berspesialisasi dalam produk komodity X maupun komodity Y. Spesialisasi
ini semata-mata bertolak dari alasan historis.
2. Meski dikatakan identik kedua negara tersebut tidak mungkin sama persis
dalam semua aspek ekonominya ,karena jika segala-galanya sama, justru
akan sulit untuk membayangkan akan terjadinya hubungan dagang atas
dasar skala hasil yang meningkat dikedua negara .

64
3. Skala ekonomi itu terdapat pada berbagai tingkatan output ,maka satu atau
beberapa perusahaan dimasing-masing negara lambat laun akan dapat
menguasai seluruh pasar bagi produk tertentu sehingga menjurus pada
terciptanya pasar monopoli (ada satu produsen yang tunggal untuk satu
komoditi tertentu yang tidak ada substitusinya) atau oligopoli (hanya ada
sedikit produsen untuk satu produk yang homogen maupun berbagi macam
produk yang ada)

3.3.2. Duopoli dan Pendekatan Teori Permainan Lainnya.

Teori permainan, sebagai cabang matematika terapan, berkontribusi wawasan


ekonomi, sosiologi, dan banyak disiplin ilmu lainnya. Teori permainan
memiliki efek luar biasa pada teori ekonomi, dan literatur tentang penerapan
teori permainan dan pendekatan terkait dengan ekonomi berkembang pesat,
namun banyak tantangan teoretis dan empiris masih ada di bidang ini. Fokus
masalah khusus ini adalah penerapan permainan teori masalah di bidang
ekonomi, termasuk teori ekonomi, ekonomi mikro, ekonomi industri, dan
bidang aplikasi lainnya.

Teori permainan memberikan berbagai cara dalam mengambil keputusan


suatu permasalahan. Contoh penggunaan teori permainan yang paling
terkenal adalah dilema dua tahanan. Pada permainan ini, dua tahanan diberikan
dua pilihan antara mengaku dan tidak mengaku atas suatu kejahatan
beserta diberikan konsekuensi-konsekuensi atas pilihan yang diambil oleh
kedua tahanan tersebut (pemain). Game Theory" merupakan sebuah
pendekatan terhadap kemungkinan strategi yang akan dipakai, yang disusun
secara matematis agar bisa diterima secara logis dan rasional. Game Theory
digunakan untuk mencari strategi terbaik dalam suatu aktivitas, dimana setiap
pemain di dalamnya sama-sama mencapai utilitas tertinggi. Penerapannya
banyak dilakukan di berbagai disiplin ilmu seperti biologi, militer, politik,
diplomasi, ilmu sosial.

65
Game Theorymemiliki tiga kategori yaitu:

1. Kategori I tidak menunjukan adanya konflik kepentingan nyata.


Kepentingan kedua pemain (aktor) bahkan identik. permainan ini bersifat
trival, bukan benar-benar permainan.
2. Kategori II kepentingan pemain itu benar-benar bertentangan. Semakin
banyak kemenangan suatu pemain, semakin banyak kekalahan pemain lain,
dan ini menggambarkan konflik yang tidak mungkin diselesaikan. Pemain
yang rasional dalam permainan seperti ini akan berusaha memperoleh
keuntungan sebanyak mungkin. Bagi kedua pemain itu kompromi tidak
menguntungkan. Karena itu, tidak mungkin terjadi kerja sama. Permainan
yang disebut zero sum game (kalau satu pemain menang berarti +1 dan yang
kalah -1).
3. Kategori III, sebagian kepentingan kedua pemain itu bertentangan, sebagian
lagi bersesuaian. Permainan seperti ini bisa menggambarkan esensi potensi
penyelesaian konflik deterens. Permainan yang bersifat non-zero, mixed
motived atau mixed-interest ini mendasari semua permainan yang
mensimulasi perlucutan senjata dan deterence nuklir. Dua bentuk dasar non-
zero game ini adalah permainan disebut Prisoner’s Dilemma dan Chiken.

Model Prisoner’s Dilemma, adalah sebuah model permainan dalam teori


permainan. Permainan ini menggambarkan situasi jalan-buntu (dead lock)
dimana dua orang yang berpotensi sebagai rekan tidak bisa mengadakan kerja
sama satu sama lain karena tidak adanya sikap saling percaya.Model Chiken,
permainan ini menggambarkan situasi dimana dua orang pemain saling adu
kekuatan. Kekuatan mereka diukur dari keberanian mengambil resiko dari
keputusan yang diambil. (M.Mas’eod, 1990)

Game Theory hampir sama dengan Decision Tree dalam tujuannya untuk
menentukan keputusan terbaik, hanya saja Game Theory memperhitungkan
langkah yang akan diambil oleh pemain lainnya (non-parametric). Seperti kita
ketahui, setiap pemain bisnis pasti selalu memikirkan rencana baru yang
strategic untuk mencapai payoff tujuannya. Masalahnya adalah, ketika pemain

66
lainnya juga mengambil rencana yang sama maka rencana yang awalnya
strategic dapat menjadi tidak bekerja sama sekali atau bahkan merugikan.

Teori permainan pertama kali dikembangkan oleh ilmuan Prancis bernama


Emile Borel ini,secara umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan tindakan sebuahunit bisnis (misalnya) untuk memenangkan
persaingan dalam usaha yang digelutinya. Seperti diketahui, bahwa dalam
praktek sehari-hari, setiap unit usaha atau organisasi pada umumnya harus
berhadapan dengan para pesaing untuk memenangkan persaingan itulah, di
perlukan analisis dan pemilihan strategi pemasaran tepat, khususnya strategi
bersaing yang paling optimal bagi unit usaha atau organisasi yang
bersangkutan.

Dalam penerapan teori permainan (game theory), seringkali ditemukan pihak-


pihak yang tidak diuntungkan (pay-off), dan kondisi ini kerap sekali terjadi
dalamperilaku persaingan bisnis yang mana pada akhirnya untuk memenangka
persaingan tersebutbeberapa pihak (dalam hal ini perusahaan) saling berkoalisi
untuk mengambil keputusan secara bersama dalam menghadapi perusahaan
(kompetitor) lain yang lebih unggul. Dengan kata lain koalisi inidilakukan
untuk melawan (meng-counter) pesaing lain yang lebih unggul. Bagi ilmu
ekonomi,sumbangan game theory adalah mengisi ruang abu-abu yang ada
dalam ilmu itu, diakibatkanoleh asumsi-asumsi yang dipakai. Ia menjembatani
analisis antara pasar persaingan sempurnadan monopoli. Keduanya didasarkan
oleh asumsi yang ekstrem: banyak sekali pelaku dan hanyasatu pelaku.

Game theory memungkinkan adanya analisis atas pasar duopoli, di mana ada
sedikit pelaku tetapi saling memengaruhi.Seperti diketahui sebelumnya, bahwa
dalam persaingan bisnis dimana terjadi pihak yang menang dan yang kalah,
bahkan pada pihak-pihak yang kalah tersebut tidak sedikit upaya yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang kalah dalam persaingan tersebut melakukan
upaya koalisi dalam bentuk duopoli sebagai suatu struktur pasar dari beberapa
pelaku pasar dalam upaya memenangkan persaingan baik dari segi kuantitas
maupun harga.

67
Praktek duopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan
perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan untuk
melakukan duopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di
bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga
menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek
duopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar duopoli umumnya terbentuk pada
industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti,industri
semen, industri mobil, dan industri kertas.Asumsi yang mendasari kondisi di
pasar duopoli adalah pertama, penjual sebagai pricemaker. Penjual bukan
hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga mengakui bahwa
aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan sebaliknya.
Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga, kemungkinan masuk
pasar bervariasi dari mudah ( freeentry) sampai tidak mungkin masuk pasar
(blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker.

Setiap pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar. Beberapa karkater dari
pasar duopoli adalah sebagai berikut:

1. Hanya terdapat sedikit perusahaan dalam industry


2. Produknyahomogen atau terdiferensiasi
3. Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi.
4. Kompetisi non harga.

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya jenis pasar ini yaitu
efisiensi skala besar di dalam efisiensi teknis (teknologi) dan efisiensi ekonomi
(biaya produksi).Profit hanya bisa tercipta apabila perusahaan mampu
mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis menyangkut pada penggunaan
teknologi dalam proses produksi. Kemampuan produsen dalam menempatkan
sumber daya secara optimal.

Efisiensi ekonomi menyangkut pada biaya produksi.Bagaimana mengatur


biaya pada komposisi yang tepat sehingga harga yang dipasarkan merupakan
harga yang bisa diterima pasar dan produsen.Bahwa dengan struktur pasar
duopoli yang terjadi, menjadi alasan mengapa negara-negara di dunia
melakukan suatu kesepakatan hubungan dagang dalam konteks wilayah dengan

68
pengertian bentuk kerjasama tersebut dilakukan dengan membuka akses bebas
antar wilayah dalam rangka membentuk suatu kawasan bebas perdagangan.

Adanya pasar bebas menyebabkan persaingan dalam bidang ekonomi


semakin ketat. Produsen, dalam hal ini adalah perusahaan perlu
memikirkan strategi yang tepat agar keuntungan yang dicapai maksimum.
Teori permainan hadir untuk memberikan analisis tentang strategi
persaingan ini. Jenis permainan sederhana adalah permainan yang
dimainkan oleh dua orang (duopoli) yang selanjutnya dapat
dikembangkan menjadi lebih dari dua pemain. Terdapat tiga model
duopoli dalam analisis persaingan ini, yaitu model duopoli Cournot,
Bertrand dan Stackelberg.

Ketiga model duopoli tersebut memiliki strategi yang berbeda untuk


memperoleh keuntungan maksimum.

1. Model Cournot adalah model duopoli, di mana kedua perusahaan


memproduksi suatu barang yang homogen. Masing-masing perusahaan
memperlakukan output pesaingnya sebagai sesuatu yang tetap, dan semua
perusahaan memutuskan secara bersamaan berapa banyak produk yang
harus diproduksi.Dalam model ini digunakan asumsi dasar bahwa setiap
perusahaan akan berusaha memaksimumkan profitnya dengan harapan
bahwa output decision-nya tidak akan mempengaruhi keputusan
pesaingnya,model duopoli Cournot menekankan pada strategi jumlah
produk yang diproduksi.
2. Model duopoli Bertrand menekankan strategi harga.Dengan asumsi bahwa
barang yang diproduksi perusahaan adalah homogen, konsumen akan
memilih barang yang lebih murah. Oleh karena itu, jika kedua perusahaan
mengenakan harga yang berbeda maka perusahaan yang menetapkan harga
lebih rendah akan menguasai pasar sehingga perusahaan dengan harga yang
lebih tinggi tidak akan menjual apapun. Jika perusahaan menetapkan harga
yang sama, maka konsumen tidak akan peduli produk yang akan dibelinya
berasal dari perusahaan mana sehingga masing-masing perusahaan akan
menyuplai separuh dari pasar.

69
3. Model duopoli Stackelberg menggunakan strategi yang lebih
fleksibel.Untuk model Stackelberg dimisalkan perusahaan leader
menetapkan outputnya terlebih dahulu, dan kemudian perusahaan follower
setelah mengamati output perusahaan leader akan mengambil keputusan
outputnya.Menjadi perusahan yang bertindak lebih dahulu (leader) akan
memberi keunggulan bagi perusahaan tersebut. Hal tersebut dapat terjadi
karena langkah mengumumkan lebih dulu akan menciptakan apapun yang
dilakukan pesaing, output perusahaan tersebut akan tetap besar.

3.3.3. Permasalahan Kebijakan Perdagangan Strategis

3.3.3.1. Argumen Melaksanakan Kebijakan Perdagangan Strategis


Beberapa orang mungkin curiga dan menganggap bahwa ini semua adalah
tentang dimulainya kembali perang merkantilis tarif optimal, untuk industri
yang baru mulai, hingga kepentingan strategis industri, semuanya didekorasi di
bawah bentuk baru dari daya saing strategis internasional. Tidak terbantahkan
selama ini argumen diterima. Tapi yang baru muncul, seperti analisis ketat
tentang ancaman dan komitmen kekuatan, model lebih kompresif berkenaan
dengan masuknya dan keberadaan perusahaan di pasar; itu penelitian-kegiatan
pengembangan, insentif, evolusi ekonomi, dll; generalisasi edukatif pada
pembentukan koalisi, pembalasan dendam, negosiasi; bukti yang menantang,
bahkan mungkin meyakinkan, tentang peran pemerintah dalam
mempromosikan apa, misalnya, keuntungan dari kerja sama nasional paling
penting dari Jepang dan negara-negara industri baru berarti. Visi perdagangan
internasional baru mempertimbangkan hal itu dalam penjelasan internasional
perdagangan, peran yang lebih penting daripada keunggulan komparatif adalah
salah satu dari skala ekonomi, sementara pasar internasional ditandai, terutama,
melalui persaingan tidak sempurna.
Pendekatan ini menyarankan dua argumen terhadap perdagangan bebas, yang
baru, mengenai kebijakan perdagangan strategis (menyatakan bahwa kebijakan
pemerintah dapat mempengaruhi kondisi di mana persaingan pada pasar
oligopoli terjadi, menentukan bahwa sebagian perusahaan asing diuntungkan
perusahaan rumah tangga), dan yang lama, yang menurutnya negara harus
mendukung cabang-cabang itu menciptakan eksternalitas , terutama melalui
70
generasi pengetahuan, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh perusahaan
dengan cara yang tepat.
Kebijakan perdagangan strategis didefinisikan sebagai kebijakan pemerintah
(penggunaan yang sederhana subsidi, pinjaman tingkat bunga rendah, janji
untuk membeli bagian besar dari produksi, tetapi juga penetapan standar
kualitas yang mendukung perusahaan asli) yang diterapkan pada internasional
pasar oligopolistik, yang mencoba meneruskan keuntungan besar ke pasar
lokal.
Tindakan negara, mis. subsidi ekspor dan pembatasan impor, dapat dalam
beberapa kondisi mencegah perusahaan asing bersaing untuk pasar yang
menawarkan kemungkinan beberapa keuntungan potensial. Di dalam konteks
ini, kebijakan pemerintah memainkan peran yang sama dengan tindakan
strategis perusahaan (investasi dalam kapasitas produksi tambahan, alokasi
jumlah besar untuk penelitian pengembangan, dll.) dalam model kompetisi
oligopolistik.
Gagasan bahwa diinginkan untuk mengalihkan dari perdagangan bebas untuk
mendorong kegiatan yang membawa manfaat tambahan dan bahwa
proteksionisme dapat membawa dalam keadaan seperti itu manfaat bukanlah
hal baru teori perdagangan internasional konvensional. Akhirnya, dapat
dihargai bahwa teori baru menawarkan, setidaknya, penampilan konkret yang
lebih besar dari pendekatan teoretis mengenai intervensi pemerintah untuk
mendapatkan manfaat eksternal. Argumen dari kebijakan perdagangan strategis
lebih disukai terutama bagi mereka yang tidak memiliki studi ekonomi, dengan
mempertimbangkan bahwa beberapa ide mengutuk yang dianggap salah oleh
mayoritas perdagangan internasional teoritikus tampaknya memiliki akal.
Untuk mempertahankan perdagangan bebas, banyak ekonom menggarisbawahi
kelemahan perdagangan strategis sebagai dasar untuk intervensi pemerintah di
lapangan ini.
Pendekatan positif dalam teori baru konsumen, yang menurutnya sebagian
besar perdagangan internasional menghadirkan peningkatan skala ekonomi dan
banyak pasar internasional dicirikan oleh bentuk kompetisi yang tidak
sempurna, telah menikmati penerimaan yang cepat di antara spesialis ekonomi

71
dan ahli teori. Namun, pada saat yang sama, sisi normatif, lebih besar tingkat
intervensi pemerintah dalam perdagangan internasional, telah menghasilkan
oposisi dan kritik, bahkan dari beberapa pencipta teori perdagangan
internasional baru.

3.3.3.2. Kesulitan Melaksanakan Kebijakan Perdagangan Strategis


Perspektif kritis menggarisbawahi tiga komponen utama. Pertama terkait
dengan fakta bahwa tidak mungkin bagi negara untuk merumuskan intervensi
yang berguna kebijakan, mengingat kesulitan empiris yang disiratkan pasar
dengan persaingan tidak sempurna.
Kedua kritik berpendapat bahwa kemungkinan perolehan yang diperoleh
karena intervensi pemerintah akan menghilang melalui masuknya perusahaan
baru, tertarik oleh kemungkinan keuntungan seperti itu.
Ketiga, benar berpendapat bahwa pertimbangan yang ketat dengan
keseimbangan umum meningkatkan kesulitan proses kebijakan intervensionis
dan membuatnya tidak mungkin bagi kebijakan tersebut untuk menghasilkan
lebih baik daripada membahayakan.
Kenyataannya adalah bahwa para ekonom tidak memiliki model yang aman
dan amanah, mengenai perilaku pasar tersebut dalam situasi yang berbeda.
Misalnya, iklan efek kebijakan yang diterapkan dalam industri dengan
persaingan tidak sempurna mungkin tergantung pada perilaku perusahaan
koperasi atau tidak kooperatif. Apalagi banyak pasar oligopolistik, perusahaan
mengambil keputusan dalam konteks permainan multi-level, yang aturan dan
tujuannya rumit dan tersembunyi bahkan dari pengambil keputusan.
Kurangnya informasi semacam ini bisa membuat pemerintah untuk
berinvestasi dalam program hibah bencana dan mahal, misalnya: sebagai hibah
Airbus A300 terhadap Being 767. Pemerintah Eropa telah memberikan subsidi
kepada perusahaan Eropa ini di bentuk pinjaman berbunga rendah - $ 1,5
miliar, tetapi muncul sebagai kerugian sehubungan dengan peluncuran A300.
Mulai dari premis bahwa pemerintah akan mampu mengatasi secara empiris
kesulitan dalam merumuskan kebijakan intervensi, langkah-langkah yang
diambil dapat tetap tanpa efek peningkatan yang sesuai dengan pendapatan
nasional tidak akan tercapai jika keuntungan ini akan hilang melalui entri pasar
72
baru. Dalam contoh sebelumnya mengenai kebijakan strategis komersial yang
digunakan untuk memastikan pencapaian peningkatan pengembalian, pasar
memungkinkan keberadaan pasar tunggal produser, yang membuat alasannya
menjadi lebih sederhana. Mari kita asumsikan bahwa pasar dapat mendukung
lebih banyak penawar, empat atau lima, cukup sehingga kendala tidak akan
memiliki efek apa pun, dan gratis pintu masuk pasar untuk menyisihkan
potensi atas laba aferen untuk posisi monopoli.
Bahkan jika subsidi Berhasil dengan mencegah persaingan asing, itu akan
ditransmisikan ke konsumen asing alih-alih memastikan tambahan keuntungan
bagi produsen nasional. Intinya, kita dapat mengatakan, bahwa untuk
merumuskan kebijakan strategis yang sukses, sebuah pemerintah harus
memahami tidak hanya dampak kebijakan tersebut terhadap industri yang
bersangkutan, sesuatu yang sulit kok. Pemahaman yang baik dari semua
cabang yang membentuk ekonomi nasional yang spesifik itu juga perlu agar
fakta bahwa keuntungan yang menang dalam suatu industri menarik biaya
Kerugian di cabang lain bisa dipahami. Oleh karena itu, kesulitan atau
informasi beban semakin bertambah.
Langkah-langkah kebijakan komersial yang terkait dengan pengaruh yang baik
tidak terhindarkan lainnya barang karena pemerintah tidak memiliki informasi
lengkap, tetapi mereka juga tidak kekurangan data. Bahwa selain kurangnya
informasi mengenai dampak tindakan mereka sendiri, data mengenai
kemungkinan intervensi pemerintah dari negara yang bersaing juga tidak ada,
tetapi yang pasti, persyaratan menyangkut jenderal kesetimbangan harus
meningkatkan tingkat perhatian dan kehati-hatian dalam perumusannya
kebijakan.
Kesulitan merumuskan kebijakan intervensi yang benar tidaklah cukup
argumen yang mendukung perdagangan bebas, ini hanya menjadi bagian dari
apa yang baru artinya intervensiisme. Tetapi bagaimana jika kita memiliki
informasi yang cukup, tidak akan begitu masalah bagaimana pemerintah
memperoleh informasi ini digarisbawahi? Penting untuk digarisbawahi
mengenai model dan mekanisme karakter yang melaluinya perusahaan
memberikan informasi ini kepada.

73
Batasan teori perdagangan internasional dari sudut pandang manfaat, yang
dibawa oleh intervensi negara, membenarkan kembalinya kebebasan
perdagangan, yang akan direkomendasikan bukan karena pasar bekerja secara
efisien, tetapi karena kebijakan bisa menjadi tidak sempurna seperti pasar. Jika
keuntungan yang didapat dari intervensi pemerintah akan tinggi, itu akan sulit
untuk menjelaskan mengapa tidak baik untuk melakukan semua upaya dalam
memperoleh keuntungan ini. Batasnya dianalisis di atas membuat bahwa
potensi keuntungan ini dibatasi dengan harga yang canggih intervensi.

3.3.3.3. Risiko Yang Terlibat Dalam Menggunakan Kebijakan


Perdagangan Strategis
Salah satu kekhawatiran paling penting dari para ekonom adalah ketat dengan
kenyataan bahwa ketika kita membahas tentang kebijakan yang mempengaruhi
distribusi pendapatan, proses pengambilan keputusan akan dilakukan
mendominasi tentang aspek distribusi dan kurang tentang efisiensi.
Kekhawatiran intervensi perdagangan terwujud pada dua tingkatan.
Pertama, jika kebijakan itu andal, ada risiko pembalasan dan perang komersial
dengan negara yang kurang disukai karena tindakan yang diambil.
Kedua, secara internal upaya menjadi efisien melalui intervensi pemerintah
dapat dibajak oleh kepentingan tertentu dan ditransformasikan dalam program
redistribusi pendapatan nasional yang tidak efisien. Kebijakan perdagangan
strategis bertujuan untuk memastikan peningkatan pengembalian perusahaan
nasional dan untuk mendukung cabang dipercaya membawa manfaat penting
bagi perekonomian nasional. Karena semua keuntungan ini tercapai dengan
mengorbankan perusahaan negara lain, ada risiko bahwa penggunaan semacam
ini instrumen dapat menyebabkan pembalasan. Dalam banyak kasus, meskipun
tidak dalam semua situasi, perang dagang antara dua negara yang mengambil
tindakan seperti itu akan membawa mereka berdua dalam situasi yang tidak
menguntungkan daripada dalam situasi di mana tidak ada negara yang akan
terlibat.
Contoh kasus telekomunikasi Eropa industri peralatan, salah satunya ditandai
melalui oligopoli dan sebagai sumber potensial yang positif eksternalitas yang
mendukung cabang lain. Ini adalah sektor di mana akuisisi perusahaan dimiliki

74
oleh negara jelas mendukung produk nasional, dapat berbicara tentang
langkah-langkah proteksionis, yang tidak melanggar perjanjian internasional
tentang perdagangan internasional. Hasil ini jenis tindakan, sebagian besar
waktu, tidak menguntungkan bagi semua pelaku pasar. Dalam upaya untuk
menutupi produksi dalam negeri sebanyak mungkin dari kebutuhan peralatan,
masing-masing negara Oleh karena itu mencegah perusahaan khusus untuk
mendaftarkan skala ekonomi, mungkin jika perusahaan bisa alamat ke pasar
Eropa secara keseluruhan.
Oleh karena itu, laporan antara negara-negara Eropa, dari sudut pandang pasar
peralatan telekomunikasi, seperti di sektor-sektor serupa lainnya, serupa untuk
dilema narapidana , di mana masing-masing negara memutuskan untuk ikut
campur dengan mendukung perolehan barang diproduksi di pasar domestik,
selain menjadi satu-satunya negara yang tidak ikut campur jelas bahwa mereka
akan menang jika tidak ada yang mengganggu.
Solusi untuk menghindari jebakan semacam ini, seperti dalam dilema
narapidana, adalah dengan menetapkan aturan permainan untuk kebijakan,
untuk mempertahankan dampak tindakan yang tidak menguntungkan pada
tingkat minimal. Untuk fungsi, aturan-aturan ini harus cukup sederhana dan
jelas. Perdagangan bebas adalah aturan sederhana, mudah melihatnya ketika
suatu negara menerapkan pajak bea cukai atau memberlakukan hambatan
perdagangan untuk itu pergerakan barang. Teori perdagangan internasional
baru menganggap bahwa ini bukan aturan terbaik memilih. Namun, sangat sulit
untuk menguraikan aturan sederhana yang menawarkan hasil terbaik. Karena
itu, selama keuntungan dari menerapkan langkah-langkah intervensi canggih
yang kecil - kritik dibawa ke proteksionisme baru, jelas bahwa perdagangan
bebas lebih masuk akal, karena itu risiko perang perdagangan baru dapat
dicegah.
Diketahui bahwa otoritas publik tidak selalu melayani kepentingan nasional,
terutama ketika intervensi ekonomi berlangsung di tingkat ekonomi mikro, di
mana pengaruh kelompok penekan jauh lebih kuat. Jenis intervensi yang
diusulkan oleh perdagangan internasional baru teori yang secara implisit
menganggap kebijakan perdagangan strategis akan meningkatkan pendapatan

75
nasional, adalah yang paling banyak kemungkinan akan secara signifikan
meningkatkan kesejahteraan kelompok-kelompok kecil, di hamparan yang
lebih besar dan diffuser kelompok.
Oleh sebab itu, intervensi dapat menjadi suatu tindakan yang berlebihan atau,
bahkan yang salah, harus diambil hanya karena penerima manfaat potensial
lebih terinformasi dan memiliki pengaruh lebih besar dari mereka yang kalah.
Misalnya, kasus kebijakan komersial yang diterapkan oleh Amerika Serikat
tentang gula dan kayu, tetapi tentu saja ini bukan kasus tunggal.
Bagaimana bisa diselesaikan masalah kelompok kepentingan dan pengaruh
yang dilakukan oleh mereka dalam proses pengambilan keputusan mengenai
intervensi pemerintah mengenai perdagangan strategis tujuan kebijakan?
Jawabannya sederhana, seperti dalam kasus yang dianalisis pada bagian
sebelumnya; solusinya adalah untuk menetapkan aturan permainan yang tidak
terlalu tidak efisien dan cukup sederhana berlaku Untuk meminta otoritas
perdagangan atau otoritas yang bertanggung jawab lainnya untuk mengabaikan
kepentingan tertentu dengan karakter politik ketika mereka membentuk
kebijakan komersial tidak realistis. Solusi terbaik adalah pembentukan
perdagangan bebas, sebagai aturan umum, mungkin dilanggar di bawah
tekanan ekstrem kondisi, yang mungkin tidak optimal dari sudut pandang teori
perdagangan internasional baru, tetapi itu akan menjadi solusi terbaik dalam
risiko yang disebutkan di atas akan hadir.

Rangkuman

Kebijakan komersial menggambarkan segala bentuk intervensi pemerintah


terhadap perdagangan internasional, meningkatkan perdagangan. Kebijakan
komersial melibatkan langkah-langkah kebijakan perdagangan sepihak, seperti
kenaikan atau pengurangan tarif secara sepihak yang dapat diterapkan secara
preferensial atau non-preferensial. Dampak kesejahteraan kebijakan komersial
telah berkembang pesat dalam dua dekade terakhir karena 'inovasi' teori
perdagangan, metodologi empiris dan instrumen kebijakan komersial. Ada sifat
potensi biaya dan manfaat dari intervensi kebijakan perdagangan.
Pertimbangan non ekonomi juga masuk ke dalam alasan untuk proteksionisme,
seperti keamanan nasional karena memiliki implikasi untuk investasi asing,
76
seperti akuisisi asing atas perusahaan dan aset. Non tari f berdagang/NTM dan
tarif bersamaan dengan implementasi perjanjian perdagangan
preferensial/PTA. Sementara itu, eksternalitas sangat penting karena dapat
menyebabkan terjadinya alokasi pemanfaatan sumberdaya yang tidak efisien
dan selanjutnya mempengaruhi kinerja keberlanjutan pemanfaatannya.
Sementar itu, teori hierarki merupakan teori yang menyatakan bahwa sistem
hukum disusun secara berjenjang/bertingkat seperti anak tangga. Norma yang
menentukan perbuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang
melakukan perbuatan disebut norma inferior.

Selanjutnya, tarif adalah pajak atau bea impor yang dikenakan atas barang atau
jasa yang memasuki suatu negara. Tarif dapat diperbaiki atau persentase
retribusi dan melayani tujuan kembar menghasilkan pendapatan bagi
pemerintah dan mempersulit perusahaan asing untuk melakukan bisnis di pasar
yang dilindungi. Tarif hanyalah salah satu jenis instrumen pemerintah untuk
mempengaruhi perekonomian dan efektivitasnya tergantung pada sifat tujuan
kebijakan. Dalam kasus ekonomi negara besar, keuntungan yang dihasilkan
dari peningkatan ketentuan perdagangan harus seimbang dengan selisihnya
dengan peningkatan kerugian bobot mati domestik dari pajak perdagangan
yang lebih ketat (tarif optimal). Mekanisme tarif optimal menggunakan model
dua negara untuk mempertimbangkan hasilnya ketika tarif optimal satu negara
mendorong negara lain untuk mengenakan tarif pembalasan. Keseimbangan
perang dagang sangat tergantung pada apakah perdagangan dibatasi oleh alat
yang berkaitan dengan harga seperti tarif atau perangkat kuantitatif kuota.

Tugas

1. Jelaskan tentang efek kesejahteraan kebijakan komersial?


2. Jelaskan tentang tujuan non-ekonomi?
3. Jelaskan tentang proposisi kesetaraan tarif?
4. Jelaskan tentang pengukuran biaya?
5. Jelaskan tentang perlindungan yang efektif?
6. Jelaskan dan mengapa eksternalitas dan hierarki kebijakan terjadi?
7. Jelaskan bagaimana mekanisme tarif untuk pendapatan pemerintah?

77
8. Jelaskan dan peran penting tarif optimal?
9. Mengapa perlu dilakukan perlindungan industri infant?
10. Jelaskan tentang skala ekonomi dan sektor "strategis"?
11. Jelaskan dan peran duopoli dan pendekatan teori permainan lainnya dalam
perdagangan ianternasional?
12. Jelaskan dan mengapa permasalahan kebijakan perdagangan strategis
terjadi?
13. Jelaskan tentang peran ketidakpastian?

Praktikum

Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,


mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Jelaskan landasan teori globalisasi dan imigrasi yang mendasari kasus
tersebut?
2. Bagaimana oursoucing untuk menyelesaikan kasus tersebut? Apa
kelemahan dan kelebihannya?

Daftar Pustaka

Ariffina, S. T., Sulaimana, S., Mohammad, H., Yamana, S. K., & Yunus, R.
(2016, february). Factors of Economies of Scale for Construction.
A Robert, s. (1967). McGrawhill inc. people abd produtivity.
Aditya, Z. F., & Winata, m. R. (2018). REKONSTRUKSI HIERARKI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Pusat
Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 22.
Apridar. (2007). Ekonomi Internasional. Universitas Malikussaleh .
Aulton, M. T. (2013). Aulton’s Pharmaceutics: The Design and Manufacture
of Medicines. Churcihill Livingstone Elsevier: Fourth Edition 465-476.
Ball, D. A., Geringer, J. M., Minor, M. S., & Mcnett, J. M. (2014). Bisnis
Internasional . Jakarta: Salemba Empat.

78
Carbaugh, R. J. (2009). International Economics. USA: South-Western
Cengage Learning.
Chengyan, Y. (2005). Tariff Equivalent of Technical Barriers to Trade with
Imperfect Substitution and Trade Costs.
Corden, M. (1927).
Dahlan, M. S. (2019). Analisis Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Setelah Satu Dekade Otonomi Daerah. Jurnal Dinamika Ekonomi
Pembangunan , 16.
Dornbusch, R. S. (1998). Macroeconomics,. New York: Seventh Edition,
McGraw Hill, International Edition.
DR. Taufiqurokhman, S. M. (2014). KEBIJAKAN PUBLIK. senayan jakarta
pusat: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Moestopo
Beragama (Pers) .
Dür, A. (2015). International Trade: Commercial Policy and Trade
Negotiations. 02-03.
Eyal, R. (2017). Tarif dan Ukuran Non-Tarif: Pengganti atau Komplemen.
Salib Analisis Negara.
Frieden, J. A., & Lake, D. A. (2000). International Political Economy
Prespectives on Global Power and Wealth (4th ed.). London:
Routledge.
Grubler, J. (2016). ESTIMATING IMPORTER-SPECIFIC AD VALOREM
EQUIVALENTS OF NON-TARIFF MEASURES.
Hacioglu, Umit. (2019). Handbook of Research on Strategic Fit and Design in
Business Ecosystems. Turkey: Istanbul Medipol University,.
Halwi, & Hendra. (2005). Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Handy, & Hamdy. (1998). Ekonomi Internasional buku kesatu: Teori dan
Kebijaksanaan Perdagangan Internasional . jakarta : Ghalia Indonesia .
Hobson, J. A. (2003). International Trade: An Application of Economic
Theory. Kitchener, 76.
Holland, S., Riddiough, T. J., & Ott, S. H. (1999). THE ROLE OF
UNCERTAINTY IN INVESTMENT: AN EXAMINATION OF

79
COMPETING INVESTMENT MODELS USING COMMERCIAL
REAL ESTATE DATA. In T. R. INVESTMENT, THE ROLE OF
UNCERTAINTY IN INVESTMENT (p. 47). Cambridge: MIT Center For
Real Estate.
Jabtonsky, A. (2016). Sustainable Business Models. Switzerland: MDPI.
James A. Brander. (1995). Handbook of International Economics (Vol. 3).
Jhonson, H. (1923).
Johnson, M. (1967). learning disabiities educational princeples and practices.
New York : Grune and stratton.
Koeshendrajana, S., Wijaya, R. A., Priyatna, F. N., Martosuyono, P., &
Sukimin, S. (2009). KAJIAN EKSTERNALITAS DAN
KEBERLANJUTAN PERIKANAN DI PERAIRAN WADUK
JATILUHUR. J. Bijak dan Riset Sosek KP, 20.
M.Mas’eod. (1990). Ilmu Hubungan Internasional. JAKARTA: Disiplin dan
Metodelogi.
Mahesa Jenar, W. S. (2015). MODEL GAME THEORY PADA SKEMA
PERSEDIAAN PENYANGGA UNTUK MENJAMIN
KETERSEDIAAN. Penelitiaan, 99.
Maulina, D. (2017). Identifikasi Struktur pasar dan Strategi
Bersaing;Pendekatan Game Theory. Ekonomi dan Bisnis, 23-25.
Melitz, M. J. (2005). When and how should infant industries be protected?
Journal of International Economics 66 (2005) 177 – 196.
Milner, C. (1996). Empirical Analysis of the Welfare Effects of Commercial
Policy. London: Palgrave.
Nazaruddin Malik. (2017). Ekonomi Internasional. UMMPress.
Neary, J. P. (2001). INTERNATIONAL TRADE: COMMERCIAL POLICY.
01-20.
Porter, M. E. (2003, agust/october). The Economic Performance of Regions.
37.6 & 7.
Prasetyia, F. (n.d.). TEORI EKSTERNALIT. TEORI EKTERNALITAS, 33.
Pu-yan Nie, T. M.-a. (2014). Game Theory and Applications in Economics.
Journal of Applied Mathematics, 1-2.

80
Radits, M. (2019). A Business Ecology Perspective on Community-Driven
Open Source. Linkoping: Linkoping University.
Salvatore, D. (1996). Ekonomi internasional.
Sauter, O. (2013). Monetary Policy under Uncertainty. Stuttgart: Springer
Gabler.
Sherlock, J., & Jonathan Reuvid . (n.d.). A Guide to the principles and Practice
of Export . Philadelphia : Institute of Export .
Smith, C. A. (1955). Survey of the Empirical Evidence on Economies of Scale.
213-238.
vousden, N. (1990). The Economics of Trade Protection. New York:
cambridge univercity press.
Woolcock, K. H. (2012). The Ashgate Research Compaion To International
TradePolicy. England: Ashgate Publishing Limited.

81
BAB 4
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Bab Distribusi Pendaatan dan Kebijakan Perdagangan menguraikan tentang


Kepedulian Sosial: Fungsi Kesejahteraan Sosial; Rent-Seeking; Kepentingan
Pribadi dan Peran Kelompok Kepentingan; Teori Kebijakan Endogen.

Tujuan kegiatan belajar adalah memahami, menjelaskan, menganalisis


Kepedulian Sosial: Fungsi Kesejahteraan Sosial; Rent-Seeking; Kepentingan
Pribadi dan Peran Kelompok Kepentingan; Teori Kebijakan Endogen.

4.1. Kepedulian Sosial

4.1.1 Konsep Fungsi Kesejahteraan Sosial

Masyarakat yang terdiri dari himpunan terbatas N = {1, ···, n} individu


menghadapi serangkaian keputusan sosial atau alternatif X yang mungkin
terdiri dari setidaknya tiga elemen. Apakah ditafsirkan X sebagai himpunan
semua alternatif yang mungkin layak atau sebagai himpunan keputusan sosial
yang benar-benar layak dalam situasi yang didefinisikan secara sempit,
mungkin setelah mengecualikan beberapa alternatif karena melanggar X atau
hak asasi manusia, adalah tugas kita untuk mengevaluasi kelebihan masing-
masing unsurnya dan untuk memeringkatnya dari sudut pandang masyarakat.
Setiap peringkat (atau urutan preferensi) X harus rasional, mis. Hubungan
biner yang lengkap dan transitif di atas X (Claude dan Louis 2002):

Rasionalitas R :

Himpunan semua peringkat yang dapat didefinisikan oleh X adalah


dilambangkan R. Untuk setiap dan berarti perbedaan
dan preferensi ketat . Peringkat paling
sederhana adalah yang sepele: . Secara umum, bagaimanapun,

1
peringkat R dapat menjadi objek yang rumit. Penanganannya sering difasilitasi
jika mengakui terjemahan yang setia dalam bahasa bilangan real. Dalam istilah
yang lebih formal, R dikatakan diwakili oleh fungsi numerik yang didefinisikan
pada X jika dan hanya jika . Untuk menghindari pra-
melakukan interpretasi Anda, kami menyebutnya fungsi evaluasi. Untuk
memastikan keterwakilannya, kami terkadang (ketika X tidak dapat dihitung
dan memiliki struktur topologi) mengasumsikan sebagai tambahan (Claude dan
Louis 2002) :

Kontinuitas R :

set dan ditutup dalam X.

Setiap pasangan akan disebut stasiun jika merupakan elemen X × N.


Evaluasi sosial harus bertumpu pada informasi yang berkaitan dengan set ini,
baik secara langsung atau melalui evaluasi individu. Setiap label
diasumsikan untuk menyampaikan secara langsung deskripsi lengkap dari
semua aspek yang relevan secara etis dari keputusan sosial yang ditunjuknya,
kecuali untuk elemen-elemen lain yang terlibat dalam pembangunan peringkat
sosial. Di sisi lain, pengamat diasumsikan sepenuhnya diinformasikan tentang
evaluasi individu oleh fungsi bernilai nyata yang didefinisikan pada X × N dan
disebut profil evaluasi individu selanjutnya atau, singkatnya, profil. Profil
tipikal dilambangkan dengan U; jika X adalah pasti, itu juga dapat dianggap
sebagai |X| × |N| matriks dengan elemen generik terletak di
persimpangan baris dengan kolom . Dalam kasus apa
pun, akan disebut fungsi atau indikator evaluasi individu, sedangkan ,
pembatasan U ke {x}, akan disebut vektor evaluasi individu x, titik dalam
ruang evaluasi , di mana adalah garis nyata (Claude dan Louis 2002).
Persamaan yang mengakomodasi setiap profil dalam set universal,
mendefinisikan (Claude dan Louis 2002):

Sen (1970), yang pertama kali mengartikulasikan konsep ini sepenuhnya,


fungsi kesejahteraan sosial (SWF) adalah peta dengan gambar

2
generik .Jika x diberi peringkat sosial setidaknya setinggi y setiap
kali profil yang relevan adalah U, kita akan menulis . (Claude dan Louis
2002). Menurut konteksnya, berbagai asumsi dapat berlaku untuk domain
dari . Biasanya, mereka memastikan bahwa (1) bukan singleton dan (2)
himpunan sedemikian sehingga
mengisi seluruh ruang evaluasi individu, yaitu . Yang terkuat
adalah (Claude dan Louis 2002) :

Domain universalitas (UD): D = U.

Tetapi, dalam banyak kasus ini akan terlalu menuntut. Asumsi yang lebih
lemah kemudian akan digunakan (Claude dan Louis 2002):

Tingkat pencapaian domain (AD):

sedemikian rupa sehingga dan .

Kepentingan yang menarik untuk kemampuan pencapaian domain harus


dikembangkan, mengadopsi apa yang kita sebut pendekatan profil preferensi
tunggal ke formalisme formal untuk membuat pendekatan ini masuk akal, X
diberi sejumlah struktur: misalnya, Pollak (1979) mengasumsikan bahwa X
dapat dipartisi dalam himpunan bagian yang berbeda; dalam setiap himpunan
bagian, alternatif berbeda hanya sehubungan dengan penjatahan dari satu
barang pribadi yang dapat ditransfer di antara individu, dan yang terakhir
menghibur preferensi berorientasi diri dengan setidaknya tiga tingkat kepuasan
yang berbeda. Meskipun preferensi individu diasumsikan tetap dengan domain
F, setiap n-tuple fungsi utilitas yang mewakili mereka diterima. Kami
menyebutnya domain Pollak. Dalam beberapa konteks, nol muncul secara
alami sebagai batas bawah terbesar (resp. Batas atas setidaknya) dari setiap
fungsi evaluasi individu sehingga atau atau .
Contoh ilustrasi adalah model distribusi pendapatan murni. Agen kami
diasumsikan mampu mengkonsumsi hanya satu barang dalam jumlah yang
tidak negatif. Karena setiap set konsumsi individu adalah , set kemungkinan
masyarakat adalah (Claude dan Louis 2002).

3
Sering diasumsikan bahwa masing-masing agen memiliki hak yang sama untuk
jumlah barang apa pun yang tersedia dan tidak ada yang dapat mengklaim
perlakuan khusus karena karakteristiknya masing-masing. Dalam pengaturan
ini, tampaknya wajar untuk mengadopsi profil preferensi tunggal tertentu,
sehingga setiap agen berorientasi diri dan tidak pernah puas. Jika kita
mengasumsikan bahwa n-tupel representasi utilitas yang konsisten dengan
profil preferensi relevan untuk keluarga masalah kita, kita menghadapi contoh
domain Pollak, dan . Namun, dengan tidak adanya risiko dan
ketidakpastian, orang dapat berargumen bahwa mengukur utilitas dengan
konsumsi adalah satu-satunya konvensi yang tepat, karena itu adalah satu-
satunya di mana bukti keras dapat dikemukakan. Selain itu, kami
mementingkan unit pengukuran konsumsi. Jika argumen ini diterima, hanya
satu profil evaluasi identik yang dianggap valid dan , di mana
adalah singleton, sehingga SWF mengalami degenerasi. Masalah distribusi
pemeringkatan pendapatan dari sudut pandang sosial telah memunculkan
seluruh literatur, yang disurvei oleh Dutta (2002) (Claude dan Louis 2002).

Di antara yang lain, kita akan tertarik pada SWF yang memperlakukan individu
menurut peringkat yang mereka tempati dalam hierarki tingkat evaluasi
individu, hierarki yang tergantung pada profil yang ada dan alternatif yang
dinilai. Jika , itu akan terbukti nyaman untuk membatasi beberapa
properti ke subset dari vektor evaluasi individu yang disusun dengan baik.
Untuk referensi di masa mendatang, kami mendaftarkannya di sini sebagai
(Claude dan Louis 2002).

Tujuan penting ekonomi kesejahteraan adalah pengaturan sosial alternatif


negara secara lengkap dalam hal kesejahteraan sosial. Misalnya, anggap saja
ada adalah tiga situasi ekonomi alternatif yang dilambangkan oleh A, B, dan C.
Kita dapat menentukan peringkatnya tiga situasi sesuai dengan beberapa aturan
keputusan. Salah satu aturan keputusan ini disebut Fungsi Kesejahteraan Sosial
(SWF). Para ekonom telah sepakat bahwa fungsi kesejahteraan sosial adalah
sebuah fungsi kesetaraan dan efisiensi. Karena sifatnya yang tidak berbahaya,
definisi efisiensi dalam ekonomi kesejahteraan telah diterima secara luas
melalui prinsip Pareto. Namun, prinsip ini memiliki beberapa kelemahan.
4
Menurut kriteria ini, jika kaya menjadi lebih kaya karena beberapa perubahan
kebijakan, perubahan seperti itu dapat diterima (Mukhopadhaya 2001).

Fungsi kesejahteraan sosial adalah sebuah fungsi dari pendapatan per kapita
dan ketidakseimbangan pendapatan sosial. Pendekatan standar dalam ekonomi
dan filsafat adalah mengukur kesejahteraan agregat melalui fungsi
kesejahteraan sosial. Fungsi tersebut berfungsi untuk mempertimbangkan
jumlah nilai yang adil dan bentuk alternatif yang dapat dipertahankan dalam
mengukur kesejahteraan agregat. Konsep lain dari fungsi kesejahteraan sosial
adalah aturan keputusan untuk menentukan peringkat negara sosial alternatif
dalam lingkup lengkap dalam hal kesejahteraan sosial (Mukhopadhaya 2001)
(Stark, Kosiorowski dan Jakub 2017). Sehingga, analisis fungsi kesejahteraan
sosial fokus pada bagaimana pendapatan total harus dibagi dnegan setiap orang
yang berbeda sebagai tingkat ketidaksetaraan. Fungsi kesejahteraan sosial
dapat digunakan untuk mengukur polarisasi pendapatan dan juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi alternatif distribusi pendapatan. Pengukuran
fungsi kesejahteraan sosial bertumpu pada tingkat kesejahteraan yang diwakili
oleh distribusi pendapatan ( Bellù & Liberati, 2006, Rodri´guez, 2015) . fungsi
kesejahteraan sosial yang dapat ditulis sebagai trade-off antara efisiensi dan
polarisasi pendapatan ( Rodri´guez 2015).

Fungsi kesejahteraan sosial memberikan aturan dalam menggabungkan


berbagai utilitas lintas individu dalam masyarakat. Fungsi kesejahteraan sosial
dalam teori Bergson-Samuelson adalah index ordinal dari kesejahteraan
kelompok dan sebuah fungsi dari utilitas luvies pada individual yang
terkonstitusi dengan komunitas. Misalkan ada n individu di dalam masyarakat,
dengan distribusi pendapatan dilambangkan dengan (Kakwani dan Hyun Hwa
Son 2012):

Bagian ini, dapat membangun sebuah fungsi utilitas, ui ( x ) yang disimpulkan


pilihan semua individu: orang ke- i memilih x ke ỹ jika dan hanya jika ui ( x ) >

5
ui ( y) . Fungsi kesejahteraan sosial dapat menurut definisi fungsi utilitas
individu (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):

) = W u1), ( x ), ……………, un
W(x (x u2 ( x) .

Beberapa fungsi umum dari kesejahetraan sosial tersebut rasional untuk asumsi
bahwa fungsi kesejhateraan sosial meningkatkan utilitas beberapa individu.
Asumsi ini akan memastikan, jika setiap orang memilih x ke ỹ, mereka akan
juga memilih x ke ỹ. Satu dari banyak pendekatan untuk utilitas individual
agregat adalah pendekatan utilitarian yang mendefinisikan kesejahteraan sosial
sebagai jumlah utilitas individual (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012) :

W ( x ) = ∑ui ( x )

i=1

Ini adalah yang dilihat sebagai fungsi kesejahteraan Benthamite. Sebuah


pengkormersialan dari sebuah fungsi yang berhubungan dengan fungsi utilitas
(weighted utility function) (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):

Di mana W adalah utilitas individu ditambah 1 menjadi . W ini


menginformasikan tingkat kepentingan yang diberi oleh fungsi kesejahteraan
sosial dalam utilitas individu. Pilihan individu pada pengertian awal fungsi
kesejahteraan sosial mendifinisikan seluruh distribusi daripada konsumsi atau
pendapatan. Orang bisa menilai bahwa kepedulian individu tentang konsumsi
mereka lebih banyak daripada yang lainnya. Dalam banyak kasus, pemberian
utilitas dari idnividu ke-i ditunjukkan ui(xi), bentuk kesejahteraan sosial akan
seperti (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):

6
Fungsi kesejahteraan sosial ini adalah fungsi dari utilitas semua individu, dan
tidak ada eksternalitas; yaitu, utilitas seseorang hanya bergantung pada
miliknya sendiri konsumsi dan bukan pada orang lain '. Ini disebut sosial
individualistis fungsi kesejahteraan, yang dikenal sebagai Bergson –
Samuelson fungsi kesejahteraan sosia (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012)l.

Pengunaan fungsi khusus perlu dipertimbangkan sebagai fungsi kesejahteraan


sosial untuk kebijakan,. Kasus khusus adalah fungsi kesejahteraan utilitarian,
yang merupakan yang paling banyak digunakan untuk pembuatan kebijakan.
Di bawah utilitarian fungsi kesejahteraan, tujuannya adalah untuk
memaksimalkan jumlah utilitas individu untuk masyarakat. Dapat dibuktikan
bahwa memaksimalkan utilitarian fungsi kesejahteraan sosial dengan tingkat
pendapatan total yang diberikan mengarah ke sempurna distribusi egaliter
hanya jika setiap orang dalam masyarakat memiliki hal yang sama utilitas
dengan utilitas marginal yang semakin berkurang. Sebaliknya, jika individu
memilikinya fungsi utilitas yang berbeda, memaksimalkan kesejahteraan sosial
dapat menyebabkan sangat distribusi pendapatan yang tidak merata. Hubungan
antara ketimpangan dan kesejahteraan sosial telah banyak dibahas dalam
literatur. Faktanya,setiap ukuran ketimpangan memiliki fungsi kesejahteraan
sosial implisit (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Sen (1973) dalam (Stark, Kosiorowski dan Jakub 2017) mengusulkan untuk
mengukur kesejahteraan sosial sebagai pendapatan per kapita kali satu minus
koefisien Gini dari ketimpangan pendapatan, dengan alasan bahwa pendapatan
per kapita saja tidak dapat berfungsi sebagai panduan bermanfaat untuk
kesejahteraan. misalnya, kesejahteraan suatu masyarakat di mana dua individu
memiliki pendapatan 2 dan 2 lebih tinggi sepertiga daripada kesejahteraan
masyarakat di mana dua individu memiliki pendapatan 1 dan 3. Ketimpangan
pendapatan dapat diukur dengan berbagai cara (Stark, Kosiorowski dan Jakub
2017).

Fungsi kesejahteraan sosial digunakan untuk memeriksa distribusi


kesejahteraan di seluruh populasi, khususnya saat merancang program sosial.
7
kita sering dihadapkan dengan pertanyaan tentang evaluasi alokasi sumber
daya yang dinilai efisien atau distribusi secara ekonomi pendapatan yang
dinilai adil dalam bidang ekonomi. Perubahan kebijakan apa pun memiliki efek
heterogen pada individu. Ini adalah, dari kebijakan publik perspektif, beberapa
individu mungkin kehilangan sementara yang lain mungkin mendapatkan dari
menerapkan kebijakan tertentu. Dalam setiap evaluasi kebijakan, penilaian
normatif tidak dapat dihindari dan fungsi kesejahteraan sosial secara eksplisit
menentukan penilaian normatif dengan menetapkan bobot untuk individu yang
berbeda (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Kriteria paling populer dalam mengevaluasi alokasi ekonomi adalah itu


diusulkan oleh Pareto pada tahun 1897. Aturan Pareto yang sederhana
menyatakan bahwa setiap perubahan dalam alokasi sumber daya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat jika berhasil Setidaknya satu orang kaya dan tidak
ada yang lebih miskin. Suatu situasi disebut Pareto optimal jika tidak ada
perubahan alternatif, yang mengarah ke Pareto perbaikan — yaitu, ekonomi
dapat mencapai optimalitasnya selama karena tidak seorang pun di masyarakat
dapat menjadi kaya tanpa membuat siapa pun lebih buruk lagi. Kondisi ini
menyiratkan bahwa setiap distribusi pendapatan diberikan dengan total
pendapatan tetap akan selalu dianggap Pareto optimal karena distribusi
pendapatan yang membuat seseorang lebih baik akan membuat seseorang lebih
buruk lagi. Oleh karena itu, optimalitas Pareto memiliki sedikit implikasi pada
distribusi kesejahteraan antar individu (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Karena keterbatasan kriteria Pareto, Kaldor (1939) dan Hicks (1939)


mengusulkan kriteria alternatif yang disebut manfaat bersih pendekatan.
Pendekatan ini menyatakan bahwa perubahan alokasi sumber daya
meningkatkan kesejahteraan jika salah satu (i) kriteria Pareto terpenuhi atau (ii)
orang-orang yang telah memperoleh melalui realokasi sumber daya bisa
mengimbangi mereka yang telah dirugikan olehnya tetapi tetap menjadi kaya.
Jika yang sebenarnya kompensasi dilakukan dan ada keuntungan bersih dalam
manfaat, kemudian pemenang masih lebih kaya tanpa membuat orang lebih
buruk. Dalam situasi ini, akan ada manfaat bersih bagi masyarakat dan kriteria
Pareto akan benar-benar dipuaskan. Jika kompensasi tidak dibayarkan dan ada
8
keuntungan bersih dalam memberikan manfaat bagi masyarakat, kesejahteraan
sosial akan tetap meningkat meskipun para pemenang mendapatkan lebih dari
yang kalah, asalkan distribusi yang dihasilkan adalah dinilai diinginkan secara
sosial. Jika kita tidak mau membuat penilaian seperti itu, kita tidak dapat lagi
yakin bahwa alokasi baru akan membuat masyarakat menjadi lebih baik
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Baik Pareto optimalitas dan kriteria kompensasi gagal memberikan kerangka


kerja untuk distribusi kesejahteraan. Pada umumnya, berbagai jenis ketegangan
sosial timbul karena kesalahan distribusi kesejahteraan di antara individu.
Dengan demikian, kedua kriteria tersebut bisa jadi tumpul pendekatan untuk
menilai setiap perubahan distribusi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Apabila kita bersedia membuat perbandingan utilitas antarpribadi untuk


menilai distribusi kesejahteraan, fungsi kesejahteraan sosial — dikembangkan
oleh Bergson pada tahun 1938 dan selanjutnya disangkal oleh Samuelson pada
tahun 1947 — adalah yang paling banyak alat yang tepat. Ini menyediakan cara
untuk menggabungkan berbagai utilitas yang berbeda konsumen. Dalam
kondisi tertentu, fungsi kesejahteraan sosial ditawarkan kerangka kerja yang
sah untuk distribusi kesejahteraan lintas orang, dengan demikian menyarankan
cara-cara di mana distribusi kesejahteraan dapat diperingkat di antara populasi
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Fungsi kesejahteraan sosial adalah alternatif untuk mendapatkan ukuran


perubahan kesejahteraan di banyak ekonomi konsumen. Fungsi kesejahteraan
sosial Samuelson banyak digunakan dalam analisis ekonomi, khususnya di
bidang analisis biaya-manfaat dan kebijakan fiskal yang optimal. Sementara
kesejahteraan sosial jarang dibahas dalam pembangunan ekonomi, hubungan
antara ketimpangan dan kesejahteraan sosial telah banyak dibahas dalam
literatur. Dengan publikasi makalah Atkinson (1970) dan Kolm (1969) tentang
ketimpangan, gagasan bahwa langkah-langkah ketimpangan harus diturunkan
fungsi kesejahteraan sosial telah semakin diterima. Jika ketimpangan memiliki
Setiap relevansi kebijakan, itu harus dievaluasi berdasarkan pada kesejahteraan
sosial fungsi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

9
Meskipun perdebatan tentang ketimpangan sebagian besar didominasi oleh
pendapatan ketidaksetaraan, kesenjangan non-pendapatan juga ada. Seperti
yang ditunjukkan Sen (1995), masyarakat juga harus peduli dengan
ketimpangan dalam dimensi yang berbeda kesejahteraan seperti kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kehidupan, diantara yang lain. Untuk
mengukur ketimpangan kesejahteraan diturunkan sebagai kerugian
proporsional fungsi kesejahteraan sosial.Gagasan yang sama digunakan untuk
mengukurkesetaraan dalam peluang sosial (Kakwani dan Hyun Hwa Son
2012).

4.1.2 Penerapan Konsep Fungsi Kesejahteraan Sosial

Penerapan fungsi kesejahteraan Sosial (SWF) sebagai berikut:

a. Fungsi kesejahteraan sosial yang diberlakukan

Seseorang dapat dengan mudah menyangkal bahwa profil evaluasi individu


memiliki relevansi untuk menetapkan peringkat sosial. Sisa dari informasi
mengenai alternatif, yang digolongkan di bawah deskripsi X, betapapun
terperincinya, dianggap cukup untuk menentukan peringkat sosial. Yang
terakhir ini demikian konstan setelah X diberikan dan fungsi kesejahteraan
Sosial dikatakan dikenakan.

b. Kediktatoran

Keluarga fungsi kesejahteraan Sosial lain yang hampir tidak menarik menarik
diri dari perbandingan antarpribadi di antara kolom profil apa pun yang
diberikan: masing-masing didasarkan pada hierarki yang ditentukan secara
eksogen di antara individu, dan peringkat sosial selalu mencerminkan evaluasi
individu relatif dari agen yang menikmati peringkat hierarki tertinggi, kecuali
jika dia sama-sama menghargai alternatif yang dipertimbangkan. Jika ini
terjadi, evaluasi sosial relatif mendukung evaluasi individu relatif dari agen
yang menikmati posisi berikutnya, dan seterusnya, hingga subset habis.
Akhirnya, pengaruh sosial antara dua alternatif hanya terjadi jika mereka setara
dari sudut pandang setiap agen. Untuk setiap permutasi dari set agen, ada
sesuai dengan hierarki eksogen di antara mereka dan fungsi kesejahteraan

10
Sosial didefinisikan seperti di atas. Masing-masing fungsi kesejahteraan Sosial
disebut diktatorial leksikografis. Secara lebih umum, kita akan mengatakan
bahwa fungsi kesejahteraan Sosial menampilkan kediktatoran yang lemah jika
ada individu sedemikian rupa sehingga peringkat sosial selalu meniru
preferensi ketatnya. Hak istimewa ini tidak dapat didasarkan pada bakat atau
jasa karena itu akan menjadi endogen.

c. Maximin dan leximin

Cara untuk memperkenalkan pertimbangan egaliter adalah dengan fokus pada


individu yang paling tidak disukai dan di antara dua alternatif , untuk
lebih memilih secara ketat x ke y setiap kali mini .
Berdasarkan properti ini, dua SWFL dapat didefinisikan, sesuai dengan dua
cara untuk mendapatkan pemesanan lengkap untuk setiap profil U. Satu adalah
prinsip maksimal yang mengharuskan, untuk dua alternatif , x
dinyatakan setidaknya sama baiknya secara sosial sebagai y jika dan hanya jika
mini Yang lainnya adalah aturan leximin (ekspresi yang
diciptakan oleh Sen). Untuk mendefinisikannya, kami mengaitkan dengan
setiap profil yang diberikan lainnya yang tertata dengan baik untuk setiap
alternatif: untuk setiap , kami mengubah elemen dari baris Ux dan
memperoleh di mana adalah individu
yang merupakan o terburuk pada k x (dalam istilah formal, adalah
permutasi sehingga . Kemudian menurut
leksikon SWFL jika dan hanya jika SWFL diktatorial leksikografis, diterapkan
dalam urutan alami (1,2, ···, n) untuk profil yang tertata dengan baik,
menetapkan bahwa x setidaknya sama baiknya dengan y secara sosial (Claude
dan Louis 2002).

Prinsip-prinsip egaliter yang lebih ekstrem dapat dipikirkan: prinsip-prinsip itu


akan membenarkan pengurangan tajam dalam utilitas individu tanpa
menguntungkan siapa pun dengan alasan bahwa operasi pemangkasan ini
mengarah ke perbedaan utilitas antarpribadi yang lebih kecil. Meskipun ini
tidak dapat terjadi jika aturan maksimum atau leksikon diadopsi, kedua prinsip
telah dikritik karena mereka merekomendasikan untuk memberikan prioritas

11
absolut untuk keuntungan sekecil apa pun dari agen yang paling tidak
diuntungkan atas potensi kerugian yang sangat signifikan yang ditimbulkan
oleh semua agen lain (Claude dan Louis 2002).

d. Utilitarianisme murni

Utilitarianisme tertimbang, dan utilitarianisme relatif fungsi kesejahteraan


Sosial adalah bantuan untuk menjadi utilitarian murni jika dan hanya jika
, (Claude dan Louis 2002).

Dengan demikian, jika jumlah perolehan aljabar dalam evaluasi individu


tidak negatif ketika masyarakat bergerak dari y ke x. Kami juga dapat
menyatakan kondisi terakhir sebagai mengharuskan total keuntungan evaluasi
dari pihak yang memperoleh harus setidaknya sama dengan total kerugian yang
kalah. Menjumlahkan indikator evaluasi individu atau perbedaan pertama
mereka masuk akal hanya jika unit pengukuran mereka dapat dibandingkan
secara bermakna antar orang (Claude dan Louis 2002).

Keluarga aturan yang disebut utilitarianisme tertimbang juga mensyaratkan


bahwa unit-unit pengukuran indikator evaluasi individu dapat dibandingkan
satu sama lain; seperti yang dikemukakan oleh kualifikasinya, parameter ini
dibuat dengan menggunakan vektor n bobot individu, , dan
sedemikian rupa sehingga, (Claude dan Louis 2002),

Itu wajar untuk menganggap semua bobot menjadi positif. Jika mereka semua
sama, kita kembali ke utilitarianisme murni. Karakterisasi terkait dapat
ditemukan di Subbagian 4.1, 4.2 dan 4.3. Pembaca yang akrab dengan teori
keputusan individu di bawah risiko dan ketidakpastian akan memperhatikan
hubungan erat antara utilitas yang diharapkan dan prinsip-prinsip utilitarian.

Untuk itu, haruslah membatasi fungsi fungsi kesejahteraan Sosial domain


setiap fungsi evaluasi individual selalu menampilkan nilai maksimum dan
12
minimum, masing-masing dilambangkan sebagai dan . Kami juga
membiarkan setiap fungsi evaluasi individu di setiap profil dalam domain
fungsi kesejahteraan Sosial menjalani transformasi positif yang disebut dalam
sekuel normalisasi Kaplan : dengan kata lain, untuk setiap , kami
mengasosiasikan profil yang dinormalisasi yang ditetapkan pada set stasiun
sebagai berikut (Claude dan Louis 2002):

Sekarang berada dalam posisi untuk mendefinisikan utilitarianisme relatif :

Hasil dari normalisasi tahap pertama adalah rentang setiap meluas dari
0 ke 1. Pada tahap dua, rumus penjumlahan utilitarian diterapkan pada output
tahap pertama. Apakah unit-unit dari indikator evaluasi individual yang
dimiliki oleh suatu profil tertentu sebanding atau tidak adalah tidak material,
karena proses normalisasi menyiratkan kalibrasi endogen baru. Arrow
mengkritik utilitarianisme relatif karena fakta bahwa menambahkan alternatif
yang dianggap paling buruk oleh setiap orang dapat mengacaukan peringkat
teratas sosial. Kritik ini tampaknya kehilangan kewaspadaannya jika domain
SWFL didasarkan pada profil preferensi tunggal dan jika ada hal seperti itu
sebagai hasil terburuk yang bisa dibayangkan dari sudut pandang setiap
individu, yang merupakan elemen X meskipun mungkin melibatkan yang tidak
mungkin pertukaran karakteristik individu (Claude dan Louis 2002).

Formula utilitarian konsisten dengan serangkaian perilaku etis yang sangat luas
terhadap ketidaksetaraan yang mungkin melekat pada deskripsi alternatif dalam
X, misalnya ketika X terdiri dari berbagai alokasi barang pribadi untuk suatu
mengatur individu yang identik. Dalam hal ini, tingkat keengganan
ketidaksetaraan sosial ditentukan oleh utilitarian dengan tingkat keringkungan
dari masing-masing indikator evaluasi individu, yaitu dengan berkurangnya
perbedaan pertama berturut-turut dari masing-masing sehubungan dengan

13
pendapatan. Pemilihan profil khusus yang relevan secara etis dalam konflik
sosial tertentu merupakan masalah yang rumit, bahkan jika seseorang dibujuk
oleh utilitarianisme relatif. Di sisi lain, utilitarian telah secara tepat dikritik
karena tidak peka terhadap tingkat evaluasi individu dan distribusinya, karena
hanya perbedaan pertama sehubungan dengan masalah metrik ini dalam
formulasi mereka. (Claude dan Louis 2002)

e. Utilitarianisme peringkat tertimbang dan keluarga Gini yang


digeneralisasi
Keluarga fungsi kesejahteraan Sosial yang disebut utilitarianisme peringkat
tertimbang menempatkan semua individu pada pijakan yang sama, seperti
prinsip maximin dan utilitarianisme murni, yang keduanya tercakup di
dalamnya. Untuk parameternya, kita mengandalkan vektor λ dari n bobot non-
negatif; setiap bobot dikaitkan dengan peringkat k tertentu dan ini tercermin
dalam notasi generik kami. Karenanya, untuk utilitarianisme peringkat
tertimbang, ada sedemikian rupa sehingga ,

Dalam rumus di atas, menunjukkan lagi nama individu yang indikator


evaluasinya merupakan yang terkecil untuk keputusan sosial yang diteliti.
Ekuitas mengharuskan untuk memperlakukan setiap peringkat yang lebih
rendah setidaknya serta peringkat yang lebih tinggi, dengan mengalokasikan ke
yang pertama berat setidaknya sama dengan berat yang dialokasikan untuk
yang terakhir. Dengan menambahkan kami
memenuhi persyaratan ini dan kami mendefinisikan keluarga Gini yang
digeneralisasi.

f. Solusi tawar-menawar Nash

Beberapa aturan agregasi menunjukkan bentuk multiplikasi. Contohnya adalah


solusi tawar-menawar Nash simetris [mengikuti Nash (1950)], yang
didefinisikan relatif terhadap beberapa titik status quo konstan dalam X dan
sedemikian rupa sehingga, memiliki
dan ,
14
g. Metode pemungutan suara Borda
Berbagai metode pemungutan suara dapat diandalkan untuk mendefinisikan
fungsi kesejahteraan Sosial terdapat dua contoh. Kita mulai dengan metode
Borda, yang tidak dapat digunakan kecuali X pasti. Untuk mendefinisikannya,
pertama-tama kita mengira bahwa sedemikian rupa sehingga setiap indikator
evaluasi individu mewakili urutan ketat pada X. Dengan demikian,
. Dalam kasus ini, kita
membiarkan menunjukkan jumlah alternatif X yang kurang disukai
daripada x oleh i untuk profil yang diberikan . Secara formal,

Dengan kata lain, mendaftarkan jumlah kemenangan x ketika diadu


secara berurutan terhadap setiap alternatif lain. Ketika kita melanjutkan ke
peringkat sosial, kita harus mempertahankan semangat yang sama dan
menempatkan semua individu pada pijakan yang sama. Kita akan mengatakan
bahwa x memiliki peringkat sosial yang lebih tinggi daripada y jika dan hanya
jika jumlah total kemenangan yang dicetak oleh x lebih besar dari jumlah yang
sesuai untuk y (Claude dan Louis 2002) :

Metode pemungutan suara ini diperluas dengan mudah jika domain fungsi
kesejahteraan Sosial memungkinkan adanya kebebasan individu di antara
berbagai alternatif. Untuk setiap , jika tidak ada alternatif lain dengan
, definisi adalah sama seperti di atas. Jika kurva indiferensi melalui
terdiri dari, katakanlah, k alternatif yang berbeda mencetak skor
dengan mendefinisikan angka g kemenangan yang sama, maka kita

mendefinisikan untuk setiap jam, (Claude dan


Louis 2002).

15
Aturan dalam metode Borda umum adalah setiap anggota dapat diperoleh
dengan memilih transformasi yang meningkat dan dengan menerapkannya
pada setiap untuk setiap individu dan untuk setiap profil dalam .
Seperti sebelumnya, representasi dari peringkat sosial diperoleh dengan
menjumlahkan angka yang diubah. Semua aturan pemungutan suara ini
memiliki dua fitur: (1) ada dua yang berbeda fungsi evaluasi yang mewakili
urutan yang sama dipetakan ke dalam representasi individu yang sama, dan (2)
jika ada dua alternatif yang berdekatan dalam setiap evaluasi i, perbedaan
representasi yang sesuai tampaknya merupakan hasil dari proses mekanik yang
asing dengan pertimbangan ekuitas. Memang, peringkat sosial sepenuhnya
ditentukan oleh posisi yang ditempati oleh alternatif dalam peringkat individu.
Contoh berikut dirancang untuk mengkritik metode Borda, tetapi bisa saja
cocok untuk mengkritik anggota keluarga umum lainnya. Anggaplah N terdiri
dari tiga orang yang memikat diri sendiri yang memiliki gelar yang sama
dengan kue satuan. Himpunan alternatif didefinisikan sebagai beberapa
himpunan bagian dari himpunan semua non-negatif tiga kali lipat sehingga
individu pertama mendapat kurang dari sepertiga, sedangkan dua orang lainnya
berbagi keseimbangan secara merata (Claude dan Louis 2002):

Mengikuti metode Borda, ini cukup untuk menyimpulkan bahwa jika


dan hanya jika , yaitu orang miskin menghasilkan lebih miskin dan
lebih kaya, karena mereka semua memiliki preferensi yang berpusat pada diri
sendiri. Meskipun mungkin tampak prosedur agregasi yang layak dari sudut
pandang politik, metode Borda adalah nonstarter dalam kompetisi evaluasi
sosial. Utilitarianisme relatif, yang tidak secara mekanis terkait dengan posisi-
posisi perantara dalam peringkat individu, tampaknya berjalan lebih baik dalam
hal ini, karena normalisasi Kaplan yang disiratkannya menyisakan dedaunan
yang tidak berubah, konavitas fungsi evaluasi individu yang asli (Claude dan
Louis 2002).

h. Voting mayoritas

16
Menurut metode pemungutan suara besar yang lazim, suatu alternatif secara
sosial diperingkat di atas yang lain jika jumlah evaluasi individu yang
memeringkat yang pertama di atas yang terakhir melebihi jumlah evaluasi yang
sangat berlawanan. Secara formal, jika dan hanya jika

Sejak masa Condorcet diketahui bahwa profil harus dipilih dengan hati-hati
jika kita ingin memastikan bahwa peringkat sosial yang sesuai adalah transitif.
Sebagai aturan, mereka tidak sama dengan peringkat sosial yang diperoleh oleh
metode Borda untuk profil yang sama, kecuali | X | = 2. Namun, dua peringkat
sosial ini juga bersamaan dengan situasi yang kami bayangkan untuk
mengkritik implikasi metode Borda. Kesimpulannya, meskipun metode
pemungutan suara mayoritas sering dianggap superior ti adalah saingan Borda
sebagai prosedur pemungutan suara ketika menghasilkan peringkat sosial
transitif, itu tidak berjalan lebih baik sebagai alat untuk menilai apakah hasil
sosial adil atau tidak.

i. Interpretasi domain
Himpunan stasiun dan domain definisi fungsi kesejahteraan Sosial diambil
sebagai kumpulan data yang disediakan tanpa justifikasi formal yang lebih
dalam. Meskipun informasi ini bukan tanpa struktur, itu bisa terbukti sangat
sulit. Seperti yang telah kami sebutkan, literatur menyarankan beberapa
aksioma yang berarti memilih, dari sudut pandang etis, informasi yang
mungkin penting dan untuk menghapus rincian yang tidak penting. Mereka
sebagian dimotivasi oleh biaya pengumpulan dan pemrosesan informasi, dan
khususnya, oleh tingkat presisi yang dianggap dapat diterima dalam upaya
pengamat etis untuk melakukan perbandingan evaluasi antarpribadi. Namun,
proses seleksi ini tidak dapat dinilai tanpa mengacu pada interpretasi etis dari
set data: itu tergantung pada intuisi etis yang dapat menghibur seseorang
tentang apa yang secara moral relevan untuk masalah yang dihadapi, dan ini
dapat dikaitkan dengan pandangan mengenai yang sah tujuan masyarakat dan
wilayah intervensi, di satu sisi, dan bidang tanggung jawab pribadi masing-
masing individu, di sisi lain.

17
Berdasarkan satu sudut pandang kutub, fungsi evaluasi individu hanya
mewakili hubungan preferensi individu di atas X, apa pun itu, berorientasi pada
diri sendiri, altruistik atau anti-sosial. Asumsi ini sesuai dengan sebagian besar
teori modern ekonomi positif. Dalam kondisi ideal, preferensi individu dapat
diperkirakan atau bahkan diamati. Seseorang mungkin ingin mendasarkan
peringkat sosial yang disetujui secara etis pada informasi yang terlalu pelit,
yang tidak menyisakan ruang bagi perbandingan antarpribadi baik dari tingkat
kesejahteraan maupun perolehan kesejahteraan. Seperti yang ditunjukkan
Arrow (1963, hlm. 112), fenomena yang dapat dibedakan secara empiris dapat
disamakan dengan penilaian nilai kami, sedangkan kondisi yang tidak dapat
dibedakan secara empiris tidak dapat dibedakan. Memang, interpretasi
preferensi individu murni dari setiap profil U dalam D secara implisit dalam
Arrow (1951) definisi fungsi kesejahteraan sosial. Ia berbagi dengan aksioma-
aksioma lainnya tentang tanggung jawab atas hasil ketidakmungkinannya.

Definisi Sen (1970) tentang fungsi kesejahteraan Sosial dirancang untuk


menghindari kesimpulan ini, dengan memungkinkan fleksibilitas yang lebih
besar dalam pemilihan informasi yang dapat digunakan, sambil
mempertahankan serangkaian alternatif yang sepenuhnya abstrak. Itu
mendaftar perbandingan kesejahteraan interpersonal, dan yang terakhir
memiliki setidaknya potensi signifikansi etis. Informasi sifat ini mungkin
secara tidak langsung didasarkan pada perilaku orang lain, tetapi Sen (1979)
mengakui bahwa seseorang tidak dapat mengandalkan prosedur inferensi yang
diterima secara umum. Di sisi lain, pandangan Arrow tentang empirisme tidak
terlalu membatasi karena penilaian di atas mungkin membuat beberapa orang
berpikir. Memang, ia menambahkan bahwa eksperimen empiris mungkin dari
tipe ideal. Dalam konteks kami, ia menyebut simpati luas sumber bukti ini.
Dalam bentuk operasional, versi paling dasar dari penilaian terkait berbunyi
sebagai berikut: "lebih baik (dalam penilaian saya) untuk menjadi diri saya
sendiri dalam keadaan x daripada menjadi Anda dalam keadaan y". Jika
eksperimen pemikiran ini ditafsirkan sebagai pertukaran karakteristik
antarpribadi yang tidak mengubah identitas individu, maka diperlukan
perluasan paralel dari serangkaian alternatif yang memungkinkan. Untuk
18
menjadi sistematis dan mengembangkan intuisi tentang pernyataan semacam
ini, mungkin akan membantu untuk menemukan diri di balik tabir
ketidaktahuan seperti yang diusulkan oleh Vickrey (1945), Harsanyi (1955)
dan Rawls (1971), yaitu untuk berpura-pura tidak tahu tentang sifat-sifat dan
keadaan pribadi seseorang dalam kehidupan nyata, sementara beberapa
mekanisme kesempatan yang kurang lebih tidak memihak akan
mengalokasikannya untuk anggota masyarakat (Claude dan Louis 2002).

Hammond (1991) mengharuskan pengamat etis untuk mengambil sikap yang


lebih tinggi, seolah-olah ia mampu memilih tidak hanya siapa yang akan
menjadi anggota masyarakat, tetapi juga apa ciri khas karakteristik individu
yang harus dialokasikan ke salah satu anggota . Sudut pandang ini melibatkan
perubahan perspektif yang lengkap. Dalam Hammond (1998) kata-kata sendiri,
"... perbandingan utilitas dari orang yang berbeda dengan pemilih, daripada
perbandingan utilitas orang yang berbeda ...", adalah orang-orang yang penting
dari sudut pandangnya. Karena penggunaan ekonomi yang umum tampaknya
telah menyatu ke penafsiran yang terakhir dari kata utilitas, kita lebih suka
menggunakan evaluasi kata yang kurang spesifik untuk menyesuaikan
perspektif mana pun (Claude dan Louis 2002).

Ketika deskripsi alternatif melibatkan alokasi karakter idiosinkratik Bagi setiap


orang, percobaan ideal yang telah kami diskusikan bersifat subyektif, dan
seseorang harus mengajukan pertanyaan tentang batasan metode pencarian jiwa
ini, dengan asumsi bahwa proses penambahan X mencapai batasnya sendiri.
Harsanyi (1955), Kolm (1972) dan Hammond (1991) menghibur pandangan
tentang relasi preferensi membatasi yang unik. Setelah mendalilkan teori
deterministik pembentukan preferensi individu, penulis pertama melanjutkan
dengan menyarankan bahwa beberapa jenis preferensi mendasar memang akan
muncul sebagai landasan umum bagi semua manusia, begitu mereka dilucuti
dari karakteristik pribadi mereka. Apakah keberadaan yang didalilkan dari
Cawan Suci semacam itu dapat mencegah kurangnya kebulatan suara di antara
para peneliti yang subyektif, kami meninggalkan pembaca kami untuk
memutuskan setelah berkonsultasi dengan literatur yang relevan (Claude dan
Louis 2002).
19
Secara independen dari kesimpulan yang dicapai tentang komparabilitas
antarpribadi, kita dapat diyakinkan bahwa setiap Ui adalah representasi dari
preferensi individu saya. Dalam hal ini, kami mengatakan bahwa fungsi
kesejahteraan Sosial berbasis utilitas. Namun demikian, profil dapat dicegah
dari pengaruh dominan pada peringkat sosial. Dalam kasus kutub yang
berlawanan, seseorang dapat membiarkan profil menempati panggung utama
dan menghilangkan sepenuhnya pengaruh karakteristik apa pun dari alternatif
yang tidak diperhitungkan oleh profil yang ada. Hicks (1959) mengkritik 10
sudut pandang ini yang dianggapnya dominan di antara sesama ekonom, dan
yang ia telusuri hingga memengaruhi A.C. Pigou's (1920) Economics of
Welfare. Hicks menciptakan dunia welfarisme untuk menunjuk doktrin ini.
Meskipun dia berurusan lebih eksplisit dengan pendekatan multi-profil, Sen
(1979) setia dengan semangat yang sama, ketika dia menulis, "welfarism
menyatakan bahwa kebaikan keadaan udara pada akhirnya tergantung hanya
pada utilitas pribadi di masing-masing negara". Dia juga menekankan
keterbatasan welfarisme, dengan mengacu pada konteks fungsi kesejahteraan
Sosial. Dalam Tanner Lecture yang disampaikan pada tahun 1979, Sen (1980)
tampaknya telah kehilangan harapan untuk menemukan fungsi kesejahteraan
Sosial yang memuaskan minimal, dan ia menyarankan pendekatan nonwelfarist
yang dibangun pada beberapa argumen yang diajukan sebelumnya oleh Rawls
(1971).

Menurut tingkat kesejahteraan, karena ini akan berarti ikut campur dengan
tanggung jawab pribadi pada dasarnya. Sebagai gantinya, masyarakat harus
peduli dengan distribusi apa yang ia sebut barang utama: kebebasan dasar dan
"hal-hal yang setiap manusia rasional dianggap inginkan". Sen (1980)
mengajukan proposal alternatif. Dia setuju bahwa orang bertanggung jawab
atas preferensi individu mereka; yang terakhir secara sah berkaitan dengan
fungsi yang dapat dicapai dengan mengkonsumsi barang dan dengan
mengambil keuntungan dari berbagai peluang sosial. Sen dengan tepat
menyatakan bahwa orang tidak sama mahirnya dalam mentransformasikan
barang dan peluang menjadi barang yang berfungsi: beberapa orang bisa sangat
berbakat dan beberapa orang lain mungkin cacat tanpa bertanggung jawab atas
20
keadaan udara yang seperti ini. Sen menyimpulkan bahwa keadilan menuntut
masyarakat terutama untuk tertarik pada distribusi kemampuan individu, yaitu
serangkaian peluang yang berfungsi (Claude dan Louis 2002).

4.1.3 Ketidaksetaraan pendapatan dan fungsi Kesejahteraan sosial

Konsep kesejahteraan sosial sering dikaitkan dengan ketimpangan, tetapi


mereka hubungan belum diperiksa secara menyeluruh. Berdasarkan teori relatif
perampasan, individu dan rumah tangga menilai kesejahteraan mereka
pendapatan orang lain. Mengingat hal ini, ketimpangan yang tinggi dianggap
memiliki efek negatif pada kesejahteraan sosial. Ukuran ketimpangan berguna
untuk menjawab berbagai pertanyaan: Seberapa besar ketimpangan pendapatan
dan ke arah mana ia bergerak? Apakah dampak kebijakan pemerintah terhadap
ketimpangan pendapatan? Apakah pajak atau transfer meningkatkan atau
memperburuk distribusi pendapatan? Adakah pertukaran antara pertumbuhan
ekonomi yang cepat dan ketimpangan? Sejak ketidaksamaan umumnya
dianggap buruk bagi masyarakat, masalah-masalah kritis ini perlu ditangani
melalui kebijakan yang disengaja (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Ukuran ketidaksetaraan menunjukkan penyebaran keseluruhan dari distribusi


yang diberikan dari distribusi pendapatan yang sama sempurna. Ketidaksamaan
langkah-langkah adalah alat statistik untuk menangkap dispersi relatif dari
pendapatan dalam masyarakat. Jika langkah-langkah ketimpangan terkait
langsung dengan kebijakan relevansi, mereka harus didasarkan pada beberapa
pengertian normatif kesejahteraan sosial (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Dalton (1920), yang memelopori serangan pada tindakan positif


ketidaksetaraan, berpendapat bahwa para ekonom terutama tertarik tidak dalam
dispersi pendapatan per se, tetapi dalam efek dispersi tersebut pada sosial
kesejahteraan. Oleh karena itu ukuran ketimpangan harus memasukkan
preferensi masyarakat. Dia kemudian mengusulkan ukuran berdasarkan ide
proporsional hilangnya kesejahteraan yang dihasilkan dari ketimpangan
pendapatan (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Dalton berasumsi bahwa kesejahteraan sosial fungsinya utilitarian dan bahwa


setiap individu memiliki persis sama fungsi utilitas, yaitu cekung dapat
21
menurunkan ukuran ketimpangannya. Mengingat ini, utilitas total
dimaksimalkan jika pendapatan didistribusikan secara merata. Setiap
perubahan dari sepenuhnya sama dengan distribusi yang tidak merata akan
mengakibatkan hilangnya kesejahteraan. Ukuran Dalton dengan demikian
diberikan oleh hilangnya kesejahteraan sosial secara proporsional yang
disebabkan oleh distribusi aktual daripada dengan distribusi yang sepenuhnya
sama diberikan total penghasilan. Gagasan menurunkan ukuran ketimpangan
dari sosialfungsi kesejahteraan selanjutnya disempurnakan dan dielaborasi oleh
Atkinson (1970), yang mengembangkan kelas tindakan ketimpangan yang
sekarang banyak digunakan di analisis empiris (Kakwani dan Hyun Hwa Son
2012).

Fungsi kesejahteraan sosial berkaitan dengan masalah distribusi pendapatan.


Fungsi ini mengekspresikan preferensi sosial mengenai berbagai pola
organisasi sosial dan juga mewakili penilaian masyarakat sehubungan dengan
pemesanan berbagai konfigurasi kepuasan total yang akan diperoleh dari
distribusi pendapatan yang berbeda (Pal 2016). Penilaian nilai ini dapat dicapai
dengan sistem pemungutan suara langsung atau dengan cara lain apa pun.

Individu yang mengungkapkan evaluasi mereka terhadap organisasi sosial yang


berbeda mungkin mempertimbangkan tidak hanya distribusi pendapatan, tetapi
juga sikap dan perasaan mereka tentang nilai pendidikan, perawatan rumah
sakit dan variabel non-ekonomi lainnya. Sekarang kami menunjukkan
bagaimana fungsi kesejahteraan sosial dapat digunakan untuk menentukan
distribusi input dan barang yang akan memaksimalkan kesejahteraan sosial.

Kita dapat mengetahui setiap poin dalam kurva produksi, ada sebuah hubungan
titik dalam kurva transformai. Hubungan tersebut dapat dilihat pada kurva
beriku (Pal 2016)t:

22
Kita mulai dengan secara bebas memilih suatu titik, katakanlah J, pada kurva
kontrak pada Gambar 15.4 (a). Titik J menunjukkan bahwa input tenaga kerja
L 1 dan input modal K1 akan menghasilkan X2 X yang baik dan Y2 dari Y
yang baik. Titik J 'pada kurva transformasi pada Gambar 15.4 (b) mewakili
jumlah yang sama dari X dan Y seperti pada Gambar. 15.4 (a) (Pal 2016).

Karena X 2 dan Y 2 adalah jumlah total X dan Y yang tersedia untuk konsumsi
dalam perekonomian, diagram kotak pertukaran dapat dimasukkan ke dalam
kurva transformasi dengan OA asal konsumen yang sesuai dengan asal kurva
transformasi dan OB asal konsumen B pada titik J '.

Setiap titik pada kurva kontrak dari OA ke OB menunjukkan distribusi Pareto-


optimal yang berbeda antara A dan B. Ketika kita menjauh dari asal A, ini
menandakan bahwa dia menerima lebih banyak X dan Y, dan, dengan
demikian, menikmati lebih banyak kepuasan dan karena , dalam prosesnya, B
bergerak lebih dekat ke asalnya, kepuasannya menurun (Pal 2016).

Langkah selanjutnya melibatkan derivasi dari kurva kemungkinan utilitas.


Kurva ini menunjukkan jumlah utilitas yang diperoleh oleh A dan B masing-
masing, pada setiap titik pada kurva kontrak pada Gambar 15.4 (b). Misalnya,

23
titik Timah Gambar 15.4 (b) mewakili tingkat utilitas UA 3 untuk A dan UB 1
untuk B (Pal 2016).

Level utilitas ini diplot sebagai titik T pada Gambar 15.5. Dengan demikian,
kurva kemungkinan utilitas yang sesuai dengan kurva kontrak pada Gambar
15.4 (b) ditelusuri pada Gambar 15.5.

Kurva menunjukkan bahwa A memperoleh utilitas saat B kehilangan utilitas.


Kita sekarang mulai dari Gambar 15.4 (a) dan ulangi langkah-langkah yang
kami ambil untuk mendapatkan kurva kemungkinan utilitas, tetapi kami
memilih titik berbeda pada kurva kontrak produksi. Kita ambil titik Z yang
diterjemahkan ke titik Z 'pada kurva transformasi pada Gambar 15.4 (b). Sekali
lagi, kami menyisipkan diagram kotak pertukaran pada titik Z 'pada Gambar
15.4 (b). Kurva kontrak dari titik 1 ′ ke titik 2 ′ menghasilkan kurva
kemungkinan utilitas dari 1 ′ hingga 2 ′ pada Gambar 15.5. Dengan mengambil
ujung terluar dari semua kurva kemungkinan utilitas yang ada, batas
kemungkinan utilitas ditarik; ini ditunjukkan pada Gambar. 15.5 (Pal 2016).

Fungsi kesejahteraan sosial yang diberikan pada Gambar. 15.6 oleh keluarga
kurva W 1 , W 2 , W 3 , Setiap kurva mewakili kombinasi A dan utilitas B
yang menghasilkan tingkat agregat sama kesejahteraan sosial. Kurva yang
lebih tinggi menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih tinggi.
Kurva-kurva ini sebenarnya adalah kurva ketidakpedulian sosial. Batas
kemungkinan utilitas digabungkan dalam Gambar 15.6 mulai dari 1 * dan 2 *
dan memberikan semua kombinasi utilitas optimal yang mungkin untuk A dan
B. Tingkat kesejahteraan sosial tertinggi yang dapat dicapai tercapai di mana
batas kemungkinan utilitas bersinggungan dengan kurva ketidakpedulian sosial
di T adalah Gambar 15.6. Gerakan ke kiri atau kanan titik T di sepanjang batas

24
kemungkinan utilitas akan menjadi gerakan ke tingkat kesejahteraan sosial
yang lebih rendah, dan titik di luar perbatasan tidak dapat dicapai. Dengan
demikian, titik T mewakili kesejahteraan sosial maksimum, mengingat input
dan kendala teknologi dari sistem. Masalah distribusi pendapatan telah
diselesaikan.

Harus ditekankan bahwa titik singgung dari batas kemungkinan utilitas W 0


dan T 'pada Gambar 15.6. Garis singgung ini dapat terjadi pada setiap titik
batas kemungkinan utilitas, tergantung pada bentuk kurva ketidakpedulian
sosial, dalam hal ini, titik yang sesuai pada kurva kontrak pertukaran, kurva
transformasi dan kurva kontrak produksi akan berbeda ( Rodri´guez 2015).

Gagasan bahwa langkah-langkah ketimpangan harus berasal dari fungsi


kesejahteraan sosial semakin diterima. Setelah fungsi ditentukan, sebuah
ukuran ketimpangan akan diketahui. Hubungan antara kesejahteraan sosial
fungsi dan ketidaksetaraan diberikan oleh (Pal 2016):

di mana SWF berarti fungsi kesejahteraan sosial, μ adalah pendapatan rata-rata


(atau konsumsi) masyarakat, dan saya adalah ukuran ketimpangan. Catat itu
ukuran ketidaksetaraan yang dirujuk di sini adalah relatif; itu tetap tidak
berubah ketika pendapatan setiap orang (atau konsumsi) meningkat atau
menurun dengan proporsi yang sama. Namun, tidak ada hubungan satu-ke-satu
antara fungsi kesejahteraan sosial dan ukuran ketimpangan. Ini menunjukkan
bahwa ukuran ketimpangan (I) tidak memungkinkan seseorang untuk peringkat
kesejahteraan sosial berasal dari dua kebijakan dan kemudian memilih antara
dua kebijakan (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

25
Misalnya, anggaplah ada dua kebijakan alternatif, A dan B. Asumsikan bahwa
kebijakan A meningkatkan standar hidup rata-rata (μ) menjadi $ 100 dan pada
saat yang sama mengurangi ketimpangan (I) menjadi 0,40. Sementara itu, polis
B meningkat μ menjadi $ 120 dan juga meningkatkan I menjadi 0,45. Dalam
skenario ini, opsi kebijakan mana yang lebih disukai? Kebijakan A akan lebih
disukai lebih dari kebijakan B jika kriteria untuk memilih suatu kebijakan
didasarkan pada ketimpangan yang lebih rendah. Sebaliknya, B akan dipilih di
atas A jika lebih tinggi standar hidup lebih disukai. Berdasarkan (2.1),
sedangkan A menghasilkan tambahan kesejahteraan sosial $ 60, B
menambahkan kesejahteraan sosial sebesar $ 66. Dengan demikian, masyarakat
menjadi lebih kaya sebesar $ 6 per orang jika kebijakan B dipilih atas
kebijakan A. Contoh hipotetis ini menunjukkan bahwa sosial Fungsi
kesejahteraan harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan pilihan
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Sementara kesejahteraan sosial jarang dibahas dalam domain publik,


ketimpangan secara luas dianggap sebagai perhatian utama di seluruh dunia,
dengan pembuat kebijakan dan para ekonom sering berdebat tentang hubungan
antara pertumbuhan dan ketimpangan. Pertukaran antara pertumbuhan dan
ketidaksetaraan adalah sering diakui dan dapat dijelaskan melalui konsep yang
bocor ember. Setiap ukuran ketidaksetaraan memiliki properti yang transfer
pendapatan dari yang kaya ke yang miskin mengurangi ketidaksetaraan.
Properti ini disebut Prinsip transfer Pigou – Dalton. Ide dasar di balik prinsip
ini adalah bahwa keuntungan $ 1 oleh orang miskin lebih berharga bagi
masyarakat daripada kehilangan $ 1 oleh orang kaya. Secara keseluruhan,
prinsip ini menyiratkan bahwa redistribusi pendapatan dari si kaya ke si miskin
mengurangi ketimpangan. Ada, tentu saja, biaya yang diperlukan untuk
mentransfer uang ke berbagai pendapatan lapisan. Menurut Okun (1975),
transfer dilakukan dari satu strata pendapatan ke yang lain dalam ember bocor;
1 dengan demikian, akan selalu ada sejumlah uang hilang atau bocor selama
transfer, dan kebocoran ini konteks mewakili inefisiensi. Meskipun demikian,
transfer dari orang kaya ke orang miskin mengarah pada pengurangan

26
ketidaksetaraan. Hal ini menimbulkan masalah pertukaran antara ekuitas dan
efisiensi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Kesejahteraan sosial secara umum dapat ditingkatkan baik dengan


meningkatkan per kapita berarti pendapatan atau mengurangi ketimpangan.
Pertukaran antara ekuitas dan efisiensi menunjukkan bahwa setiap
pengurangan ketimpangan melalui redistribusi mengurangi pendapatan per
kapita, sehingga menurunkan standar hidup secara keseluruhan untuk
masyarakat. Namun, para ekonom memiliki pandangan berbeda tentang hal ini
trade-off. Di satu sisi, satu kelompok ekonom menganggap ekonomi itu
pertumbuhan adalah prioritas utama suatu negara dan kebijakan seperti itu
redistribusi pendapatan bukanlah alat yang efektif untuk membantu mencapai
tujuan itu. Di sisi lain, sekelompok ekonom lain mengadvokasi redistribusi
kebijakan. Kelompok ini percaya bahwa pertumbuhan ekonomi melewati
beberapa bagian dari masyarakat; Oleh karena itu, beberapa kebijakan yang
disengaja diperlukan untuk membantu bagian-bagian tersebut berpartisipasi
dalam proses pertumbuhan (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Hubungan antara pertumbuhan dan ekuitas telah dipelajari secara luas dalam
literatur.2 Simon Kuznets adalah orang pertama yang memulai perdebatan
masalah ini dalam artikelnya yang terkenal Pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan yang diterbitkan pada tahun 1955. Dalam artikel itu,
Kuznets (1955) berhipotesis bahwa dalam fase awal industrialisasi di negara
terbelakang negara, kekuatan ketimpangan pendapatan menjadi cukup kuat
terlebih dahulu untuk stabil dan kemudian mengurangi ketidaksetaraan
pendapatan. Kuznets memperkenalkan yang terkenal pola ketidaksetaraan
pendapatan berbentuk U terbalik, yang menggambarkan caranya ketimpangan
meningkat dan kemudian jatuh selama proses pembangunan.

Menurut hipotesis Kuznets, ada trade-off di antaranya pertumbuhan dan


ketimpangan hanya pada tahap awal pembangunan ekonomi tetapi pada tahap
perkembangan selanjutnya, ketimpangan meningkat. Karena Kuznets ’
pekerjaan perintis, ada banyak penelitian yang memberikan sedikit mendukung
hubungan antara pertumbuhan dan ketimpangan, dan sebagian besar dari

27
semua ini didasarkan pada data lintas negara. Saat ini, konsensus dalam
literatur adalah bahwa hubungan pertumbuhan-ketidaksetaraan agak tidak
signifikan. Untuk Misalnya, Ravallion (2005) telah menemukan bahwa ketika
pertumbuhan per kapita Konsumsi berkorelasi positif dengan perubahan
ketimpangan, hubungan lemah dan tidak signifikan. Secara keseluruhan,
literatur menyajikan pesan yang jelas bahwa tidak ada pertukaran antara
pertumbuhan dan ketidaksetaraan. Di dalam konteks, mungkin ada empat
skenario alternatif: (1) pertumbuhan tinggi dan ketimpangan tinggi, (2)
pertumbuhan tinggi dan ketimpangan rendah, (3) pertumbuhan rendah dan
ketimpangan tinggi, dan (4) pertumbuhan rendah dan ketimpangan rendah
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Ketimpangan tidak lagi dipandang sebagai alat statistik yang mengukur


dispersi distribusi frekuensi. Jika ketimpangan memiliki relevansi yang erat
dengan kebijakan, langkah-langkah ketidaksetaraan perlu diturunkan dari
beberapa Gagasan normatif dari fungsi kesejahteraan sosial karena ukuran
ketimpangan harus memasukkan preferensi masyarakat. Makalah seminal
Atkinson aktif ketidaksetaraan, yang diterbitkan pada tahun 1970, membawa
kesejahteraan sosial ke garis depan saat mengukur ketimpangan. Setiap fungsi
kesejahteraan sosial memiliki ukuran implisit ketidaksetaraan, yang berarti
setiap ketidaksetaraan ukuran dapat dinilai oleh sifat normatif yang tergabung
dalam fungsi kesejahteraan sosialnya (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012)..

Atkinson (1970) menurunkan kelas fungsi kesejahteraan sosial berdasarkan


konsep tingkat pendapatan setara yang didistribusikan secara merata. Daripada
mengukur kerugian kesejahteraan proporsional yang sebenarnya disebabkan
oleh ketidaksetaraan, dia memperkirakan kerugian pendapatan proporsional
yang akan ditanggung oleh memiliki distribusi pendapatan aktual daripada
sepenuhnya sama satu. Konsep tingkat pendapatan setara yang didistribusikan
secara merata telah ditemukan memiliki beragam aplikasi (Kakwani dan Hyun
Hwa Son 2012).

Penilaian normatif dalam fungsi kesejahteraan sosial Atkinson dimasukkan


melalui nilai ϵ, ukuran keengganan ketidaksetaraan. Ketidaksamaan

28
keengganan menangkap sensitivitas relatif ketidaksetaraan terhadap transfer
pendapatan pada tingkat pendapatan yang berbeda. Saat ϵ naik, lebih banyak
bobot diberikan untuk transfer ujung bawah distribusi dan bobot yang lebih
sedikit untuk transfer di bagian atas. Jika ϵ = 0, kesejahteraan sosial menjadi
sama dengan pendapatan rata-rata. Ini adalah merefleksikan sikap netral-
ketimpangan di mana masyarakat tidak peduli ketimpangan sama sekali, tetapi
terutama prihatin tentang peningkatan rata-rata standar hidup (Kakwani dan
Hyun Hwa Son 2012).

Untuk menangkap gagasan perampasan relatif, Sen (1974) mengembangkan


fungsi kesejahteraan sosial dengan membuat peringkat kesejahteraan
tergantung pada individu 'peringkat kesejahteraan mereka. Semakin rendah
seseorang berada pada skala kesejahteraan, semakin besar rasa kekurangan
orang ini sehubungan dengan orang lain dalam masyarakat. Bagi kami,
menurut aksioma peringkat pangkat Sen, bobot tingkat pendapatan x
tergantung pada persentase orang dalam masyarakat yang lebih kaya daripada
orang dengan pendapatan x dalam vektor pendapatan yang diberikan x◦. Fungsi
kesejahteraan sosial secara luas digunakan dalam penelitian ini untuk
memperoleh berbagai indikator pembangunan ekonomi (Kakwani dan Hyun
Hwa Son 2012).

Diskusi tentang ketidaksetaraan biasanya mengacu pada dimensi relatifnya,


bahkan jika konsep ketimpangan absolut lebih intuitif. Kesenjangan yang
meningkat antara si kaya dan si miskin, misalnya, bisa digambarkan lebih tepat
menggunakan perbedaan mutlak antara si kaya dan si miskin. Kunci
pertanyaan yang muncul adalah mana dari dua konsep ketidaksetaraan yang
seharusnya digunakan untuk mengevaluasi kebijakan publik. Misalnya,
program transfer tunai sebagian besar menetapkan ukuran transfer berdasarkan
kebutuhan rumah tangga secara absolut. konsep absolut ketidaksetaraan akan
menjadi lebih tepat dalam mengevaluasi program-program tersebut. Sementara
itu, ukuran ketimpangan Atkinson mungkin tidak layak digunakan dalam
konteks ini karena menopang konsep relatif (Kakwani dan Hyun Hwa Son
2012).

29
negara-negara dengan kesejahteraan sosial yang lebih tinggi (lebih rendah)
memiliki yang lebih tinggi (lebih rendah) ketidaksetaraan absolut. Ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi negara tingkat pendapatan, semakin besar
ketimpangan absolut. Jika hasil ini secara umum berlaku, maka dapat dikatakan
bahwa ketimpangan mutlak meningkat dengan pertumbuhan ekonomi. Hal
yang sama tampaknya tidak berlaku untuk ukuran relatif—pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sedikit korelasi dengan perubahan relatif
ketidaksamaan. Hasil ini menghadirkan dilema bagi pembuat kebijakan.
Sementara ekonomis pertumbuhan adalah salah satu pendorong utama untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat efek negatif dari peningkatan
ketimpangan absolut (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

4.1.4 Tensi Sosial dan Fungsi Kesejahteraan Sosial

Fungsi kesejahteraan sosial juga dapat digunakan untuk memodelkan dan


mengukur berbagai dimensi ketegangan sosial. Ketegangan sosial memiliki
banyak dimensi yang dibentuk oleh ekonomi, sosial, dan faktor politik.
Dimensi dalam tensi sosial yaitu :vketidaksetaraan tinggi, keberadaan
kemiskinan, kelas menengah menyusut dan peningkatan polarisasi, volatilitas
pertumbuhan, danimobilitas sosial. Setiap dimensi ketegangan sosial memiliki
sosial tersirat fungsi kesejahteraan. Dengan adanya fungsi kesejahteraan sosial
seperti itu, kita dapat mengukur ketegangan sosial di setiap dimensi dengan
menghitung kerugian proporsional kesejahteraan sosial. Ide dasarnya adalah
bahwa ada ketegangan sosial di masyarakat mengurangi kesejahteraan sosial.
Pendekatan ini memungkinkan kita untuk mengukur secara kuantitatif tingkat
ketegangan sosial yang ada di masyarakat (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Dimensi berbeda didasarkan pada penilaian normatif yang berbeda, itu


membuat sedikit akal untuk menggabungkan mereka ke dalam satu indeks.
Setiap dimensi dianalisis secara individual untuk mengidentifikasi jenis
ketegangan sosial yang mengalami peningkatan atau tren menurun dari waktu
ke waktu. Ketegangan sosial yang meningkat dipandang sebagai sumber
kerusuhan sosial, sehingga sangat penting untuk mengukur tren dalam
ketegangan sosial di setiap dimensi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

30
4.1.5 Penerapan Fungsi Kesejahteraan Sosial

Tujuan utama menggunakan fungsi kesejahteraan sosial adalah untuk


mengevaluasi jalannya di mana sumber daya ekonomi dialokasikan dalam
mengidentifikasi kebijakan mana bekerja dan mana yang tidak. Kebijakan
memiliki efek heterogen pada individu, yaitu, dari perspektif kebijakan publik,
beberapa individu mungkin kehilangan sementara yang lain mungkin
mendapatkan dari kebijakan. Dalam evaluasi apa pun, normatif penilaian tidak
dapat dihindari dan fungsi kesejahteraan sosial secara eksplisit menentukan
penilaian normatif dengan menetapkan bobot untuk individu yang berbeda
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Kriteria paling populer dalam mengevaluasi alokasi ekonomi adalah


optimalitas aturan Pareto yang menunjukkan apakah terjadi perubahan alokasi
sumber daya mengarah ke peningkatan Pareto dengan membuat seseorang
lebih baik tapi tidak ada yang lebih buruk. Suatu situasi disebut Pareto optimal
jika ada tidak ada perubahan alternatif, yang mengarah ke perbaikan Pareto —
ekonomi dapat mencapai optimalitasnya selama tidak ada orang di masyarakat
dapat menjadi lebih baik tanpa membuat orang lain menjadi lebih buruk.
Kondisi ini menyiratkan bahwa distribusi pendapatan tertentu dengan total
pendapatan tetap akan dipertimbangkan Pareto optimal karena distribusi
pendapatan yang membuat seseorang lebih baik akan membuat orang lain lebih
buruk. Oleh karena itu, optimalitas Pareto telah sedikit implikasi pada
distribusi kesejahteraan lintas individu.

Atau, seseorang dapat mengevaluasi alokasi ekonomi berbasis sumber daya


pada preferensi individu. Latihan ini mengharuskan setiap individu peringkat
semua kemungkinan keadaan alternatif masyarakat. Lalu muncul pertanyaan
apakah pemesanan individu tersebut dapat digabungkan untuk sampai pada
kolektif tatanan sosial. Untuk tujuan ini, Arrow (1963) telah menunjukkan
melalui bukunya teorema ketidakmungkinan bahwa satu set yang sangat ringan
tetapi diinginkan kondisi sepenuhnya menghilangkan kemungkinan tiba di
kolektif aturan keputusan. Demikian pula, Sen (1973b) menyajikan teorema

31
yang mengecualikan semua aturan keputusan yang menyatakan penilaian
distribusi apa pun.

Kriteria optimalitas Pareto dan teori pilihan sosial tampaknya menjadi kriteria
yang diinginkan untuk mengevaluasi keadaan alternatif masyarakat, seperti
bahwa keduanya tidak memerlukan perbandingan utilitas antarpribadi. Namun,
kriteria ini gagal memberikan kerangka kerja untuk diskusi distribusi. Oleh dan
besar, berbagai jenis ketegangan sosial muncul karena kesalahan distribusi
kesejahteraan di antara individu. Dengan demikian, dua kriteria tersebut bisa
jadi pendekatan yang agak tumpul untuk mengukur ketegangan sosial. Konsep
fungsi kesejahteraan sosial dikembangkan oleh Bergson di Jakarta 1938 dan
selanjutnya disempurnakan oleh Samuelson pada tahun 1947. Bab ini berfokus
pada konsep fungsi kesejahteraan sosial yang menyediakan cara untuk agregat
utilitas berbeda di konsumen. Dalam kondisi tertentu, fungsi kesejahteraan
sosial menawarkan kerangka kerja yang sah untuk distribusi kesejahteraan
lintas orang, dengan demikian menunjukkan cara-cara kesejahteraan distribusi
dapat digolongkan di antara populasi (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

4.1.6 Kelas Pengukuran Ketidaksetaraan Atkinson dan Fungsi


Kesejahteraan Sosial

Fungsi kesejahteraan sosial yang tersirat dalam ukuran ketidaksetaraan Dalton


adalah tidak invarian terkait dengan transformasi linear dari fungsi utilitas. Ini
menyiratkan bahwa kesejahteraan sosial tidak dapat diukur dalam metrik uang
istilah — misalnya, dalam dolar AS. Atkinson (1970) menurunkan kelas fungsi
kesejahteraan sosial berdasarkan konsep tingkat pendapatan setara yang
didistribusikan secara merata. Daripada mengukur kerugian proporsional aktual
kesejahteraan yang disebabkan oleh ketidaksetaraan, ia memperkirakan
kerugian proporsional dari pendapatan yang akan ditimbulkan oleh distribusi
pendapatan yang sebenarnya daripada yang sepenuhnya sama (Kakwani dan
Hyun Hwa Son 2012).

Seperti Dalton, Atkinson juga mengasumsikan bahwa fungsi kesejahteraan


sosial adalah utilitarian dan bahwa setiap individu memiliki fungsi utilitas yang

32
persis sama. Di bawah asumsi terbatas seperti itu, kesejahteraan rata-rata
masyarakat adalah didefinisikan sebagai (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):

di mana u (x) adalah utilitas yang diperoleh individu dengan penghasilan x dan
f (x) adalah fungsi kepadatan. Misalkan x * menjadi level setara yang
terdistribusi secara merata pendapatan. Persamaan yang ada:

x* adalah fungsi kesejahteraan sosial pengukuran keuangan atkinson.


kesejahteraan sosial pengukuran keuangan (x*) akan selalu lebih kecil dari
pedapatan mean μ karena kecekungan fungsi utilitas. Pengukuran
ketidaksetaraan implisit dalam fungsi kesejahteraan sosial adalah:

Jika pengukuran kesetaraan atkinson adalah skala independen (contohnya,


ketika semua pendapatan naik pada proporsi yang sama, ketidaksetaraan
tidak harus berubah), restriksi pada bentuk fungsi utilitas harus
dipertimbangkan. Itu dapat memperlihatkan pengukuran ketidaksetaraan
dalam skala independen jika dan hanya jika fungsi utilitas tersebut homotik.
Bentuknya adalah sebagai berikut (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012):

Fungsi utilitas memberi sebuah ruang dari kesejahteraan sosial pengukuran


uang x*( ϵ) adalah :

Dan pengukuran ketidaksetaraan I (ϵ) adalah :

33
Penilaian normatif dalam fungsi kesejahteraan sosial Atkinson dimasukkan
melalui nilai ϵ, ukuran keengganan ketidaksetaraan. Ketidaksamaan
keengganan menangkap sensitivitas relatif terhadap transfer pendapatan di
berbagai tempat tingkat pendapatan. Saat ϵ naik, lebih banyak bobot diberikan
untuk transfer di bagian bawah akhir distribusi dan lebih sedikit bobot untuk
transfer di atas. Jika ϵ = 0, kesejahteraan sosial menjadi sama dengan
pendapatan rata-rata (mis., x * = μ). Kasus ini mencerminkan sikap
ketimpangan-netral di mana masyarakat tidak peduli tentang ketimpangan
sama sekali tetapi terutama berkaitan dengan peningkatannya standar hidup
rata-rata (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Tindakan ketidaksetaraan Dalton dan Atkinson sangat bergantung pada nilai


penilaian diwakili oleh fungsi utilitas individu yang dipilih. Karena itu,
keduanya sering disebut sebagai tindakan normatif. Ada dua alternatif cara
mengukur langkah-langkah ketimpangan ini untuk menangkap kesejahteraan
kerugian yang berasal dari kesalahan distribusi. Menurut Meade (1976), seperti
itu kehilangan kesejahteraan adalah limbah distribusi, dan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial sosial Tujuannya adalah mengurangi apa yang disebut
limbah distribusi sambil menahan standar hidup konstan. (Kakwani dan Hyun
Hwa Son 2012)

4.1.7 Fungsi Kesejahteraan Sosial Gini

Total pendapatan yang diterima oleh sebuah rumah tangga dapat dibagi
menjadi beberapa komponen tergantung pada sumbernya. Bagaimanapun
pendapatan total dipilah, kita harus dapat menentukan kontribusi pasti dari
setiap komponen terhadap total kesejahteraan. Karena koefisien Gini adalah
salah satu argumen dari fungsi kesejahteraan sosial yang diusulkan, Metode
dekomposisi Gini digunakan untuk memisahkan fungsi kesejahteraan sosial
menjadi komponen – komponen pendapatan. Bagian kesejahteraan relatif dari

34
masing-masing komponen dapat diperoleh dengan menggunakan ini prosedur
penguraian. Namun, pada saat-saat ketika ada tingkat pertumbuhan yang tinggi
atau inflasi dalam perekonomian, beberapa komponen (katakanlah, upah atau
gaji) dapat tumbuh relatif lebih cepat daripada komponen lainnya. Dalam hal
ini elastisitas kesejahteraan dengan sehubungan dengan pendapatan rata-rata
komponen mungkin memberikan gambaran yang lebih dapat diandalkan efek
relatif pada total kesejahteraan komponen. Elastisitas ini sangat membantu
memfasilitasi diskusi kebijakan tentang tingkat kesejahteraan masyarakat. Ini
adalah penting karena sebagian besar pendapatan rumah tangga berasal dari
pemerintah manfaat. Selanjutnya, pemerintah dapat mempengaruhi sumber
pendapatan lain menggunakan kebijakan fiskal yang tepat (Mukhopadhaya
2001) (Dubey dan Mitra 2010).

Fungsi kesejahteraan sosial Gini, yang diusulkan oleh Sen (1974),


didefinisikan sebagai rata-rata tertimbang tingkat pendapatan. Bentuk umum
dari fungsi ini adalah:

di mana f (x) adalah fungsi kerapatan dan v (x, ) adalah bobot yang melekat
pendapatan x diberikan distribusi pendapatan . Untuk membuat fungsi
kesejahteraan sosial egaliter, fungsi berat v (x, ) harus menurun secara
monoton dengan x sedemikian rupa sehingga bobot yang lebih besar diberikan
kepada orang yang lebih miskin daripada yang lebih kaya. Selain itu, harus
dipahami bahwa bobot v adalah didefinisikan sebagai fungsi dari seluruh
vektor distribusi pendapatan dan bukan hanya dari penghasilan x. Ini
menyiratkan fungsi kesejahteraan sosial yang lebih umum dari satu yang dapat
dipisahkan aditif. Kesejahteraan sosial yang dapat dipisahkan yang dapat
ditambahkan diperoleh dengan menambahkan komponen kesejahteraan
independen yang independen dari kesejahteraan orang lain di masyarakat.
Aditif yang dapat dipisahkan fungsi kesejahteraan sosial menyiratkan bahwa
utilitas masing-masing konsumen hanya bergantung pada konsumsinya;
dengan demikian, tidak ada eksternalitas dari konsumen lain utilitas.

35
Asumsi tidak ada eksternalitas mungkin terlalu ketat karena orang
membandingkan kesejahteraan mereka dengan orang lain di masyarakat dan
merasa relatif dirampas jika kesejahteraan mereka lebih rendah dari yang lain '.
Konsep ini adalah diartikulasikan oleh Runciman pada tahun 1966 dalam
artikelnya tentang kekurangan relatif dan keadilan sosial. Menurutnya,
seseorang relatif kurang X ketika (1) dia menemukan dia tidak memiliki X, (2)
dia melihat orang lain atau orang — yang mungkin termasuk dirinya sendiri di
masa lalu atau yang diharapkan waktu — memiliki X, (3) ia menginginkan X,
dan (4) ia melihatnya layak baginya harus memiliki X.

Proses menangkap gagasan perampasan relatif ini, Sen (1974) dikembangkan


fungsi kesejahteraan sosial dengan menetapkan fungsi bobot v (x, ) untuk
tergantung pada peringkat semua individu di masyarakat. Semakin rendah
seseorang berada pada skala kesejahteraan, semakin besar rasa kekurangan
orang ini sehubungan dengan orang lain di masyarakat. Jadi, menurut urutan
peringkat Sen aksioma, berat pada tingkat pendapatan x tergantung pada
persentase orang dalam masyarakat yang lebih kaya dari orang dengan
penghasilan x dalam memberi vektor pendapatan . Berdasarkan formulasi ini,
fungsi berat v (x, ) diturunkan sebagai:

Dimana F(x) adalah fungsi peluang distribusi. Catatan, toal dari W adalah total
populasi keseluruhan ditambah 1:

Substitusi persamaan kedua ke persamaan pertanma pada fungsi kesejahteraan


sosial Sen, menghasilkan:

Index gini :

36
Kombinasi kedua persamaan di atas menghasilkan fungsi kesejahteraan sosial
gini yaitu:

di mana μ adalah pendapatan rata-rata masyarakat, yang juga digunakan


sebagai ukuran standar hidup rata-rata. Dicatat dari persamaan di atas bahwa
indeks Gini (G) adalah persentase hilangnya kesejahteraan sosial karena
ketidaksetaraan. Jika ada tidak ada ketimpangan dalam masyarakat,
kesejahteraan sosial akan sama μ. Jika ketidaksetaraan hadir, hilangnya
kesejahteraan masyarakat adalah μG. Karena itu, persentase hilangnya
kesejahteraan sosial yang disebabkan oleh ketidaksetaraan sama dengan G,
ukuran relatif ketidaksetaraan karena nilainya tetap tidak berubah jika setiap
pendapatan diubah dengan proporsi yang sama. Di sisi lain, μG adalah ukuran
absolut ketidaksetaraan karena dapat dengan mudah ditunjukkan nilainya tetap
tidak berubah ketika setiap pendapatan ditingkatkan atau diturunkan oleh sama
banyak. Dengan demikian, fungsi kesejahteraan sosial Gini menyediakan
keduanya relatif dan ukuran absolut ketidaksetaraan. Sebaliknya, Atkinson
mengukur dianggap relatif karena mereka berasal dari kelas homothetic fungsi
utilitas.

4.1.8 Fungsi Kesejahteraan Sosial Gini Umum

Fungsi kesejahteraan sosial harus memuaskan properti yang transfer


pendapatannya untuk orang yang lebih miskin dari orang yang lebih kaya
meningkatkan kesejahteraan sosial diberikan tingkat pendapatan total
masyarakat. Secara alami, properti lebih kuat diusulkan dalam literatur yang
menekankan sensitivitas relatif untuk transfer pada tingkat pendapatan yang
berbeda. Jika masyarakat khususnya menentang ketidaksetaraan di antara para
anggotanya, kesejahteraan sosial harus memberikan bobot maksimum transfer
pada tingkat pendapatan terendah dan berat harus berkurang dengan
meningkatnya pendapatan. Fungsi kesejahteraan sosial Gini menempel
maksimal bobot untuk ditransfer pada mode distribusi daripada pada ekor;
37
meskipun tidak jelas apakah skema penimbangan seperti itu diinginkan
(Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Kakwani (1980) menggeneralisasi fungsi kesejahteraan sosial Gini, yang


memungkinkan pembobotan yang fleksibel di berbagai tingkat pendapatan.
Gini umum fungsi kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai: (Kakwani dan
Hyun Hwa Son 2012)

Di mana W adalah pendapatan individu ditambah 1. Index Gini Umum secara


implisit dalam fungsi kesejahteraan sosial ini adalah :

Kombinasi kedua persamaan di atas akan menghasilkan fungsi kesejahteraan


sosial Gini umum, yaitu :

Seperti indeks Gini, indeks Gini yang digeneralisasi juga merupakan ukuran
relatif ketimpangan karena nilainya tetap tidak berubah jika setiap pendapatan
diubah dengan proporsi yang sama. Nilai yang dilambangkan oleh μG (k)
adalah mengukur ketidaksetaraan karena dapat dengan mudah ditunjukkan
nilainya tetap tidak berubah ketika setiap pendapatan ditingkatkan atau
diturunkan oleh sama banyak. Selain itu, mirip dengan fungsi kesejahteraan
sosial Gini, kesejahteraan sosial Gini yang digeneralisasi juga menyediakan
relatif dan ukuran ketimpangan absolut (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Sensitivitas relatif terhadap transfer kesejahteraan sosial umum fungsi


tergantung pada nilai k. Nilai k harus dipilih sedemikian rupa sehingga
mencerminkan preferensi masyarakat untuk sensitivitas sosial transfer
kesejahteraan ke pendapatan di berbagai posisi pendapatan; semakin besar
nilai, semakin besar kebencian masyarakat terhadap ketidaksetaraan. Jika k =
0, itu berarti sikap masyarakat yang tidak adil dan netral, di mana perhatian

38
utamanya terletak dalam mempercepat pertumbuhan pendapatan dan bukan
dalam distribusi pendapatan. Namun, ini mungkin merupakan kasus yang
ekstrem. Jika suatu masyarakat peduli dengan ketimpangan sama sekali, ia
harus memilih nilai k lebih besar dari 0. Dalam Fungsi kesejahteraan sosial
Gini, k diatur sama dengan 1, dalam hal ini masyarakat paling prihatin dengan
kekurangan yang diderita oleh individu yang terkelompok sekitar mode.
Semakin besar nilai k, semakin banyak berat yang terpasang ke ujung bawah
distribusi dan sedikit bobot diberikan ke atas. SEBUAH nilai k yang lebih
besar dari 1 memberikan kriteria egaliter yang lebih kuat.

4.1.9 Fungsi Kesejahteraan Sosial Rawlsian dan Kepemilikan Bersama

Kriteria egaliter yang jauh lebih kuat telah disediakan oleh Rawls '(1971)
aturan maximin di mana tujuan sosial adalah untuk memaksimalkan
kesejahteraan individu terburuk di masyarakat. Secara resmi didefinisikan
sebagai (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

di mana n adalah jumlah total orang dalam masyarakat.

Diasumsikan bahwa utilitas individu diukur dengan tingkat pendapatannya


tanpa kehilangan sifat umum, dapat. Mengingat hal ini, sebuah kriteria umum
diusulkan di mana masyarakat bertujuan untuk memaksimalkan rata-rata
kesejahteraan bagi 100 × h% populasi terbawah. Ketika h = 1, maka
kesejahteraan sosial menjadi pendapatan rata-rata masyarakat, di mana itu
keengganan ketidaksetaraan sama dengan nol. Ketika h mengambil nilai
terendah 1 / n, masyarakat memaksimalkan kesejahteraan orang yang paling
miskin, yang merupakan Kriteria maksimal Rawls. Ini adalah dua nilai ekstrem
untuk h; namun, h dapat mengambil nilai apa pun antara 1/n dan 1, meskipun
demikian kesejahteraan sosial fungsi dianggap kurang egaliter daripada kriteria
maximin Rawlsian (Kakwani dan Hyun Hwa Son 2012).

Bank Dunia baru-baru ini mengusulkan model pengembangan baru itu


berfokus pada kesejahteraan 40% populasi terbawah dalam suatu masyarakat.

39
Di bawah paradigma baru ini, ia bertujuan untuk: (1) menurunkan kemiskinan
ekstrem atau absolut di dunia menjadi 3% pada tahun 2030 dan (2) mendorong
pertumbuhan ekonomi itu bermanfaat bagi 40% populasi terbawah (Rosenblatt
dan McGavock 2013). Tujuan kedua dibangun di atas konsep kesejahteraan
bersama. Menurut konsep ini, pertumbuhan mendorong kemakmuran bersama
jika terbawah 40% juga dapat berbagi buah dari pertumbuhan ekonomi. Fungsi
Kesejahteraan sosial di bawah kemakmuran bersama didefinisikan oleh
pendapatan rata–rata 40% terbawah. Ini dapat dianggap sebagai versi yang
lebih lemah dari Kriteria maksimal.

4.2. Fungsi Kesejahteraan Sosial

Rente merupakan keuntungan yang didapat atas kebaikan hati pemerintah


dengan jumlah yang dibayar untuk pemerintah,dan dimasukkan ke kantong
pribadi. Sedangkan Pemburu rente ( rent seeker) adalah sebutan bagi pemilik
modal atau kaum kapitalis meraup keuntungan bisnis dengan memanfaatkan
kedekatan dengan penguasa yang berwenang. secara sederhana dapat diartikan
perburuan rente ini merupakan pengusaha yang memanfaatkan penguasa untuk
mendapat keuntungan lebih dari selisih yang diperoleh antara jumlah yang
dibayar dengan kebaikan hati penguasa (pejabat pemerintah). Selanjutnya,
rent-seeking (pemburu rente) menjadi bermakna suatu proses dimana seseorang
atau sebuah perusahaan mencari keuntungan melalui manipulasi dari situasi
ekonomi (politik, aturan-aturan, regulasi, tarif, dan lain-lain) daripada melalui
perdagangan (Ashari 2016).

Istilah rent seeking sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Anne Krueger pada
tahun 1973 dalam tulisan yang mengulas tentang pemikiran Gordon Tullock.
Secara teoritis dalam teori krueger, kegiatan mencari rente (rent-seeking) harus
dimaknai secara netral, karena individu (kelompok) bisa memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang legal (sah), seperti menyewakan tanah,
modal (mesin), dan lain-lain. Kegiatan mencari rente bisa didefinisikan sebagai
upaya individual atau kelompok untuk meningkatkan pendapatan melalui
pemanfaatan regulasi pemerintah. Kelompok-kelompok bisnis dan
perseorangan (individu) mencari rente ekonomi ketika mereka menggunakan

40
kekuasaan pemerintah untuk menghambat penawaran atau peningkatan
permintaan sumber daya yang dimiliki (Yunita 2015).

Secara lebih jelas, Krueger menerangkan bahwa aktivitas mencari rente, seperti
lobi untuk mendapatkan lisensi atau surat izin, akan mendistorsi alokasi
sumber daya sehingga membuat ekonomi menjadi tidak efisien. Demikian
halnya dengan contoh sehari-hari yang biasa dijumpai di negara berkembang,
dimana pejabat pemerintah menjual posisinya untuk merekrut tenaga kerja.
Pada saat pejabat pemerintah tersebut menerima uang sebagai imbalan atas
jasanya memasukkan seseorang menjadi pegawai tanpa kompetensi yang
memadai, maka implikasinya kinerja (ekonomi) negara tersebut akan buruk
karena ditangani pegawai-pegawai yang tidak cakap. Pada kategori ini, rent-
seeking behavior tidak sengaja membuat alokasi sumber daya ekonomi
menjadi melenceng, tetapi juga secara langsung mengikis kesempatan untuk
mencapai efisiensi ekonomi yang lebih tinggi (Yunita 2015).

Berikut beberapa hal yang dapat dijelaskan mengenai perilaku mencari rente
oleh Kruegger. Pertama, bahwa masyarakat akan mengalokasikan sumber daya
untuk menangkap peluang hak milik (property rights) yang ditawarkan oleh
pemerintah. Pada titik ini, kemungkinan munculnya perilaku mencari rente
sangat besar. Kedua, bahwa setia kelompok atau individu pasti akan berupaya
untuk mempertahankan posisi mereka yang menguntungkan. Implikasinya,
keseimbangan politik (political equilibrium) mungkin tidak dapat bertahan
dalam jangka panjang karena akan selalu muncul kelompok penekan baru yang
mencoba untuk mendapatkan fasilitas istimewa pula. Ketiga, bahwa di dalam
pemerintah sendiri terdapat kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dengan
kata lain, kepentingan pemerintah tidaklah tunggal. Misalnya, setiap
kepentingan pemerintah cenderung akan memperbesar pengeluaran untuk
melayani kelompok-kelompok kepentingan, sementara kementeriaan keuangan
sebaliknya justru berkonsentrasi untuk meningkatkan pendapatan.

Pperburuan rente ekonomi terjadi ketika seorang pengusaha atau perusahaan


mengambil manfaat atau nilai yang tidak dikompensasikan dari yang lain
dengan melakukan manipulasi pada lingkungan usaha atau bisnis. Manipulasi

41
pada lingkungan usaha tersebut juga terjadi, karena perebutan monopoli atas
aturan main atau regulasi. Karena itu, pelaku usaha yang melobi untuk
mempengaruhi aturan lebih memihak dirinya dengan pengorbanan pihak lain
disebut pemburu rente (“rent seekers”). Rent seeking sendiri pada dasarnya
merupakan praktek yang bertujuan untuk mendapatkan monopoli khususnya
sumber daya dengan cara merayu atau melobi Pemerintah (penguasa) guna
mencari perlindungan atau mendapatkan hak guna sumber daya (Syamsul
Ma'arif t.thn.).

Nicholson (1999) menyebut rente atau sewa ekonomi atas faktor produksi
tertentu sebagai kelebihan pembayaran atas biaya minimum yang diperlu- kan
untuk tetap mengkonsumsi faktor produksi tersebut. Contoh rente adalah laba
yang diterima oleh sebuah perusahaan monopolis dalam jangka panjang. Laba
ini tercipta karena adanya kekuatan monopoli atas faktor produksi tertentu
sehingga me- nyebabkan tingginya pembayaran atas faktor produksi tersebut
dari jumlah yang mungkin diterima seandainya faktor tersebut juga dimiliki
oleh perusahaan lain. Sejak itu, segala bentuk keuntungan eksesif (super
normal) yang berhubungan dengan struktur pasar mo- nopolistis disebut rente
(cintamhyrach 2014).

Secara ekonomi maraknya rent seeking disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain (cintamhyrach 2014): a. Adanya hambatan perdagangan internasional; b.
Pengawasan harga oleh pemerintah; c. Diberlakukannya multiple exchange
rate; d. Dan rendahnya gaji pegawai negeri.

4.2.1 Praktek Rent Seeking: Budaya Korupsi

Didik J Rachbini mengemukakan bahwa dalam kajian ekonomi politik rent


seeking mer-upakan perburuan pendapatan dengan cara monopoli, lisensi dan
penggunaan modal kekuasaan di dalam bisnis. Pengusaha memperoleh
keuntungan dengan cara bukan persaingan yang sehat di dalam pasar.
Kekuasaan dipakai untuk mempengaruhi pasar sehingga mengalami distorsi
untuk kepentingannya. Menurutnya, perburuan rente (rent seeking) ekonomi
terjadi ketika seorang pengusaha atau perusahaan mengambil manfaat atau
nilai yang tidak dikompensasikan dari yang lain dengan melakukan manipulasi

42
pada lingkungan usaha atau bisnis. Manipulasi pada lingkungan usaha tersebut
juga terjadi, karena perebutan monopoli atas aturan main atau regulasi. Karena
itu, pelaku usaha yang melobi untuk mempengaruhi aturan lebih memihak
dirinya dengan pengorbanan pihak lainnya disebut pemburu rente (rent
seekers) (Rachbini, 2006: 126-127).Praktek berburu rente ekonomi juga
diasosiasikan dengan usaha untuk mengatur regulasi ekonomi melalui lobi
kepada pemerintah dan Parlemen. Penetapan tarif oleh pemerintah untuk
kelompok bisnis juga merupakan bagian dari praktik tersebut. Hal yang sama
dalam pemberian monopoli impor produk barang yang merupakan bagian dari
praktik perburuan rente ekonomi (Solihah 2016).

Perilaku rent seeking merupakan fenomena budaya korupsi baru di Indonesia


sejak reformasi dan otonomi daerah diimplementasikan. Budaya korupsi ini
terjadi di kalangan pejabat publik, politisi berkolaborasi dengan pengusaha-
pengusaha maupun masyarakat yang berkepentingan dalam upaya menyiasati
celah-celah kebijakan publik untuk kepentingan melayani dan memperkaya diri
sendiri. Praktik rent seeking dapat berlangsung di berbagai aktivitas
pemerintahan dan politik mulai dari jual-beli jabatan, pengalokasian anggaran
untuk program-kegiatan dan proyek-proyek pemerintah, kompromi politik
dalam perumusan dan penetapan kebijakan publik, kompromi politik
menjelang pemilu/pilkada dan masih banyak lagi (Solihah 2016).

Praktek rent seeking tidak akan bisa dihapuskan selama negara tidak
menerapkan sistem politik yang demokratis, penegakan rule of law atau law
enforcement, pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan
sosial dan yang tidak kalah pentingnya adalah kepemimpinan yang tegas,
visioner, jujur, serta terlegitimasi tanpa ada rekayasa politik. Praktik rent
seeking seakan menjadi budaya korupsi baru di beberapa negara, tak terkecuali
di Indonesia. Yang dimaksud Praktek rent seeking itu sendiri adalah perilaku
pejabat publik dan/atau politisi yang hanya melayani dirinya sendiri atau
penguasaan-penguasaan sumber-sumber daya yang memikirkan kepentingan
pribadi dengan cara mencari celah-celah kebijakan publik atau pengalokasian
anggaran dalam proyek-proyek pemerintah demi kepentingan memperkaya diri
sendiri atau menguntungkan sebagian kelompok tertentu dengan tujuan
43
penguasaan secara ekonomi-politik (Syamsul Ma'arif t.thn.). Grindle dalam
tulisannya (1989: 6)- dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik tahun
1970-an, “benign and walfare maximising state”, menurut Grindle yang terjadi
justru para pembuat kebijakan dan penyelenggara pemerintah lainnya
merupakan bagian dari rent seeker (pemburu rente). Praktek rent seeking dalam
bahasa populer Indonesia sering diistilahkan dengan istilah KKN (Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme).

4.2.2 Fenomena Rent Seeking Elit Politik

Fenomena broker politik di mana suatu partai politik atau elite politik
mendapatkan uang dengan jalan memberikan dukungan politik kepada seorang
tokoh dalam pilkada atau pemilu atau karena meng-endorse birokrat tertentu
untuk menduduki jabatan-jabatan puncak birokrasi. Termasuk pula diantaranya
mempengaruhi keputusan-keputusan politik dalam bentuk pasal-pasal dalam
kebijakan politik yang ditujukan untuk menguntungkan kelompok tertentu.
Proses-proses broker politik inilah yang disebut dengan rent seeking (Syamsul
Ma'arif t.thn.).

Penempatan pejabat-pejabat di daerah cenderung tidak berdasarkan the right


man on the right place, ataupun prestasi kerja tetapi lebih berdasarkan praktek
jual-beli jabatan, dukung mendukung kelompok-kelompok politik ataupun
masalah like and dislike. Meskipun regulasi menetapkan bahwa penempatan
pejabat terlebih dahulu melalui analisa jabatan dan kompetensi jabatan, namun
tampaknya prosedur tersebut hanya sekedar formalitas atau syarat asal ada
prosedur meskipun kemudian analisa dan penilaian kompetensinya kemudian
tidak sesuai dan lebih dipentingkan adalah seberapa besar ukuran kedekatan
seorang calon pejabat dekat dengan kelompok tertentu yang kuat di
pemerintahan, atau seberapa banyak bentuk dukungan materil maupun imateril
yang diberikan (Syamsul Ma'arif t.thn.).

Berikut beberapa praktek rent seeking baik yang terjadi di institusi eksekutif
dengan aktor pejabat publik dan institusi legislatif dengan aktor para politisi.
Dalam teori Weber, otoritas birokrasi-patrimonial paling tidak ada 4 (empat)
ciri karakteristik , yaitu (Syamsul Ma'arif t.thn.): a. Pejabat-pejabat disaring

44
atas dasar kriteria- kriteria pribadi dan politik; b. Jabatan dipandang sebagai
sumber kekayaan atau keuntungan; c. Pejabat-pejabat mengontrol baik fungsi
politik maupun fungsi administratif karena tidak ada pemisahan antara sarana-
sarana produksi dan administrasi; d. Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan
pribadi dan politik.

4.2.3 Memberantas Perilaku Rent Seeking

Memberantas perilaku rent seeking memang sangat sulit. Sebab, bagi para
pelaku rent seeking, aktivitas itu sangat menguntungkan dan umum dilakukan.
Seruan moral dan kritik kepada para pejabat publik yang telah terlena dengan
kenikmatan rent seeking itu nampaknya tidak akan pernah digubris sama
sekali. Begitu kuatnya jerat bandit-bandit politik anggaran dan kebijakan di
lingkungan pemerintahan dan parlemen, sehingga siapapun yang berniat untuk
memberantas rent seeking akan ‘dihabisi’ oleh mafia-mafia yang sudah ter-link
dengan kelompok-kelompok pelaku rent seeking tersebut (Syamsul Ma'arif
t.thn.).

Praktik rent seeking yang umumnya dilakukan oleh pejabat publik dan elit
politik dapat digambarkan seperti yang dikatakan oleh Ames dan Bate
sebagaimana dikutip Syarif Hidayat (2001: 187): Politicians are rational and
self –seeking as voters (society).Their self interest, however, is expressed as the
desire to maximise their hold on power. Power is thus the end sought by
politically rational officials. They will therefore be motivated to use
government resources to reward those who support their hold on power and at
time, to punish those who seek to unset them. (politisi adalah sosok pencari
dukungan masyarakat dan berpikir rasional untuk dirinya sendiri. Kepentingan
mereka, bagaimanapun juga, diekspresikan sebagai keinginan untuk
memaksimalkan kekuasan yang dimiliki. Kekuasaan adalah tujuan pemikiran
dan pandangan para agen-agen politisi rasional. Mereka akan termotivasi untuk
menggunakan sumber-sumber daya pemerintah untuk menghadiahi orang-
orang yang mendukung mereka dalam meraih kekuasaaan, dan menghukum
orang-orang yang berusaha menjatuhkan mereka).

45
Salah satu upaya memberantas perilaku rent seeking yang efektif adalah
dengan menciptakan kondisi yang menyebabkan risiko atau biaya yang didapat
dari perilaku rent seeking itu jauh lebih tinggi daripada manfaat yang diterima
pelakunya. Salah satu cara efektif untuk itu -seperti telah dilakukan Tiongkok-
yakni dengan cara menggoreng hiu dan pausnya rent seeker di depan publik
dengan jalan menyediakan peti-peti mati untuk mereka setelah terbukti secara
hukum melakukan praktik rent seeking. Atau bisa juga memberikan hukuman
mati, karena pada dasarnya praktek rent seeking ini merupakan penyubur
korupsi ,dan korupsi ditubuh pemerintahan akan menciderai hak-hak rakyat.
Namun tentu saja solusi ini terlalu ekstrem untuk bangsa indonesia dan banyak
menimbulkan pro dan kontra (Syamsul Ma'arif t.thn.). Sebagai langkah awal
dalam mengatasi praktek ini adalah dengan meningkatkan transparansi ke
hadapan publik,sehingga publik sendiri bisa mengawasi gerak-gerik
pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya. Dan setiap pengambilan
keputusan yang menyangkut kesejahteraan rakyat harus dibuka kepada rakyat.

4.3. Rent-Seeking; Kepentingan Pribadi dan Peran Kelompok


Kepentingan

4.3.1. Kepentingan Pribadi

Kapitalisme seringkali dikaitkan dengan egoisme di mana orang-orang menjadi


hanya peduli dengan dirinya sendiri dan menjadi anti-sosial. Kapitalisme juga
seringkali disamakan dengan keserakahan di mana orang-orang saling
berkompetisi dan saling membunuh satu sama lain untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Adam Smith, salah satu tokoh pencetus
kapitalisme laissez faire seringkali disalahkan akan hal-hal tersebut (Allan
2011).

Di dalam bukunya yang fenomenal, An Inquiry into the Nature and Causes of
the Wealth of Nations, Smith memang membahas soal self-interest
(kepentingan pribadi). Dalam bukunya dia menjelaskan bahwa tukang daging,
pembuat minuman, dan tukang roti membuat dan menjual dagangan mereka
bukan karena kebaikan mereka untuk memberikan makan malam kepada kita,
tetapi karena kepentingan mereka sendiri. Orang-orang yang mengejar self-

46
interest tersebut akan dibawa oleh “invisible hand” untuk melayani
kepentingan publik, yang tadinya bukan tujuan mereka (Allan 2011).

Tom G. Palmer dalam buku The Morality of Capitalism menjelaskan, Smith


bukanlah advokat dari egoisme, tetapi Smith juga tidak menganggap bahwa
pengorbanan tanpa pamrih untuk kesejahteraan orang banyak akan membuat
dunia lebih baik. Smith berpandangan bahwa pengorbanan tanpa pamrih yang
dilakukan seseorang untuk kemaslahatan umum jelas secara moral tidak lebih
superior daripada pedagang yang ingin memperkaya dirinya dengan menjual
ikan kepada orang-orang yang lapar (Almond, Comparative Politics: A
Developmental Approach 1980).

Wawancara Tom Palmer dengan John Mackey, seorang pendiri perusahaan


yang bernama Whole Foods Market bisa menjelaskan dengan baik diskusi ini.
Mackey menjelaskan, bisnis yang sukses menciptakan nilai. Yang paling
penting dari kapitalisme adalah bahwa ia berdasarkan pada pertukaran dengan
sukarela untuk hal yang saling menguntungkan. Misalkan, seseorang yang
memproduksi makanan berarti dia menambah value dari bahan-bahan yang dia
pakai tersebut. Tetapi dia tidak memaksa orang untuk membeli makanan yang
dia jual, mereka yang membeli produknya melakukan itu memang karena
keinginan mereka sendiri, self-interest mereka sendiri (Hays 2011).

Mackey menambahkan, menyerahkan segalanya pada self-interest adalah


sesuatu yang keliru. Pertanyaannya, apakah kalau sesuatu yang tidak sesuai
dengan self-interest tidak akan dilakukan? Mackey menjelaskan, orang-orang
punya pandangan yang berbeda ketika menjelaskan self-interest. Banyak orang
hanya menganggap self-interest hanya tentang memaksimalkan laba saja,
padahal tidak seperti itu. Ada orang orang yang ingin menjadi kaya supaya bisa
semakin banyak memberi untuk orang lain, contohnya Bill Gates dan George
Soros. Self-interest juga bisa berarti kepedulian, kita ingin mensejahterakan
diri kita karena kita peduli pada keluarga kita, orang-orang terdekat kita,
lingkungan kita, juga kadang kita peduli terhadap dunia. Semua itu tergantung
bagaimana kita mendefinisikan self-interest (Hays 2011).

47
Self-interest memang bisa membawa kebaikan. Namun, self-interest juga bisa
membawa keburukan, Adam Smith mencontohkan dengan adanya orang-orang
yang berinteraksi dengan institusi pemerintahan dengan membawa kepentingan
mereka, melobi pemerintah untuk membuat kartel, proteksi, atau regulasi yang
menguntungkan para pedagang, contohnya ketika pemerintah hanya
memberikan izin pada beberapa pedagang saja untuk beroperasi dan
mengakibatkan tingginya harga sehingga para konsumen yang jumlahnya
banyak justru dirugikan. (Hays 2011)

Untuk kasus di Indonesia, contoh monopoli PLN bisa menjadi contoh yang
baik. Regulasi pemerintah saat ini membuat perusahaan yang mungkin bisa
memproduksi tenaga listrik lebih efisien daripada PLN jadi tidak bisa masuk.
Ada kecenderungan berpikir bahwa apabila suatu industri diprivatisasi atau
dibuka pasarnya, akan ada motif bisnis untuk mencari keuntungan di sana.
Memang hal itu tentu saja terjadi, pertanyaan saya adalah, apakah kalau suatu
industri dimonopoli dan dikelola oleh negara berarti mereka akan lepas dari
motif kepentingan pribadi? (Nurohman 2010)

Kapitalisme memang sangat mendukung entrepreneurship dan inovasi, tetapi


sama sekali tidak mendukung monopoli oleh perusahaan atau kelompok
tertentu. Kapitalisme juga sangat tidak mendukung kronisme, dimana
pengusaha atau kelompok pengusaha dapat pelindungan khusus (melalui lobi-
lobi) dari pemegang kekuasaan supaya mereka mempertahankan pasar mereka
atau mencegah pengusaha-pengusaha baru untuk masuk. Pelarangan
transportasi online (Uber, Gojek, Grab, dan lain-lain.) yang dilakukan
pemerintah beberapa bulan lalu adalah salah satu contohnya, dimana beberapa
pelaku usaha melakukan lobi dan pada akhirnya aturan pelarangan ditetapkan.
Walaupun setelah 10 jam pelarangan itu dicabut, tapi ini bisa jadi contoh yang
baik bagaimana inovasi dalam kapitalisme dihambat oleh negara (Nurohman
2010).

4.3.2. Pentingnya Rule of Law dalam Kapitalisme

Pondasi moral dari kapitalisme adalah kepercayaan bahwa hidup setiap orang
berharga. Contohnya ketika saya menyukai jam tangan anda dan ingin

48
memilikinya, saya punya dua opsi: memukul anda sampai anda memberikan
jam tangan anda atau saya bertanya kepada anda, “Saya menyukai jam tangan
anda, apakah ada barang milik saya yang bisa saya tukarkan dengan jam tangan
anda?” Kapitalisme adalah tentang menghargai kepemilikan pribadi, tidak ada
seorangpun yang bisa mengambil barang saya, kecuali saya secara sukarela
memberikan atau menukarkan dengan anda (Horowitz 2014).

Yang membedakan ke mana arah dari self-interest adalah pada setting


institusional atau rule of law (penegakan hukum). Harus ada sistem hukum
yang menjelaskan aturan tentang hak kepemilikan, bagaimana hak kepemilikan
kita bisa didefinisikan, bisa dilindungi, dan bisa diserahkan pada orang lain.
Prinsip dari kapitalisme adalah pertukaran dengan sukarela dan damai, tanpa
memakai unsur paksaan di dalamnya. Dengan rule of law yang jelas, maka
pasar bisa menjadi tempat untuk orang yang paling selfish dan orang yang
paling altruis sekalipun bisa mencapai tujuannya masing-masing dengan cara
yang damai (Horowitz 2014).

Suatu hari saya pernah menonton berita di salah satu stasiun televisi nasional,
pedagang-pedagang kali lima pada suatu sore didatangi oleh kepolisian dan
karena mereka tidak punya izin untuk berjualan di tempat tersebut, beberapa
barang mereka disita walaupun banyak dari mereka yang kabur. Ketika
diwawancara oleh reporter, mereka mengatakan bahwa mereka sudah
membayar uang retribusi pada masyarakat dan pada polisi untuk berjualan di
tempat tersebut. Karena tidak ada bukti yang jelas dan tertulis, tetap saja
mereka diusir oleh para polisi yang saat itu berjaga. Ini salah satu hal yang
terjadi di Indonesia, banyak orang-orang yang hak kepemilikannya diambil
oleh negara, tetapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Ini menandakan
aturan hak kepemilikan dan hukum yang sangat buruk (Jordan 2007).

Rule of law ibaratnya seperti aturan lalu lintas. Ada aturan yang menjelaskan di
mana mobil bisa melaju, di mana pejalan kaki bisa jalan, serta aturan kapan
kita harus berhenti. Pemerintah tidak perlu mengarahkan ke mana dan kapan
kita harus pergi ke suatu tempat, pemerintah hanya perlu menegakkan aturan-

49
aturan supaya kendaraan dan orang-orang bisa bepergian dengan harmonis
(Nurohman 2010).

4.3.3. Konsep Rasionalitas Ekonomi

Pemahaman tentang rasionalitas ekonomi tidak bisa dilepaskan begitu saja


daripengertian ilmu ekonomi itu sendiri. Ilmu ekonomi didefinisikan secara
beragam, paling populer di antaranya adalah “ilmu yang mempelajari segala
aktivitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi di antara orang-orang.”
Definisi ini dianggap masih kurang representatif sehingga para ahli ekonomi
neo-klasik, seperti Lionel Robbins, mengajukanpengertian lain bahwa inti
kegiatan ekonomi adalah aspek “pilihan dalam penggunaansumberdaya.”
Dalam pemilihan ini, lanjutnya, manusia menjumpai masalah kelangkaan
(scarcity). Dengan demikian, sasaran ilmu ekonomi adalah bagaimana
mengatasi kelangkaan itu. Darisitu muncul definisi ilmu ekonomi yang
dipegang hingga kini, yaitu “sebuah kajian tentangprilaku manusia sebagai
hubungan antara tujuan-tujuan dan alat-alat pemuas yang terbatas, yang
mengundang pilihan dalam penggunaannya” (Nurohman 2010).

Ada beberapa titik tekan dari pengertian di atas, prilaku manusia, pilihan dan
alat pemuas yang terbatas. Unsur “prilaku manusia” muncul sebagai bagian
dari aplikasi naluriyahmanusia untuk mencari kesejahteraan hidup. Sehingga
itu harus diwujudkan melalui aktivitas. Prilaku ini tentu merupakan cerminan
dari apa yang ada dalam diri pelakunya, yang berupakepercayaan,
kecenderungan berpikir, tata nilai, pola pikir dan juga ideologi. Term “pilihan”
merupakan hal yang wajar pula, sebab manusia punya rasa, idealisme, dan
kecenderungan-kecenderungan serta ukuran-ukuran tertentu yang menjadi
standar dalam membentukhidupnya. Pilihan ini juga tergantung pada yang ada
di balik pelakunya. Sedangkan “alat pemuas yang terbatas” atau kelangkaan
sumberdaya, mengandung makna ambigu,bisa ya bisa tidak. Relativity is an
attribute of scarcity, menurut Zubair Hasan. Namun dalamkonteks bahwa
tujuan manusia mencari kekayaan, term tersebut dapat menjadi spirit
untukmendorong manusia mencapai kekayaan dengan secepatnya. Pendek kata

50
term terakhir ini, mengimplikasikan adanya target tertentu yang harus dikejar
pelaku ekonomi (Nurohman 2010).

Dalam bangunan terminologi di atas, konsep rasionalitas ekonomi itu muncul.


Setiaporang yang dapat mencari kesejahteraan hidupnya (kekayaan material)
dengan caramelakukan pilihan-pilihan yang tepat bagi diriya, dengan prinsip
jangan sampai dia tidakkebagian mendapatkan pilihan itu karena terbatasnya
ketersediaan, maka orang tersebut dianggap melakukan tindakan rasional.
Dalam lingkup yang lebih khusus, seorang produsen dianggap rasional jika ia
dapat mencapai tujuan usahanya (keuntungan) dengan cara melakukan
beberapa pilihan strategi, meminimalisasi kapital dan mendapatkan
keuntunganmaksimum. Demikian juga konsumen, ia dianggap rasional, jika
ia dapat memenuhi atau melampaui batas maksimum kepuasannya dari alat-
alat pemuas yang terbatas (Nurohman 2010).

Oleh karena itu, rasionalitas ekonomi dapat dipahami sebagai tindakan atas
dasar kepentingan pribadi (self-interest) untuk mencapai kepuasannya yang
bersifat material lantaran khawatir tidak mendapatkan kepuasan itu karena
terbatasnya alat atau sumber pemuas. Jadi, sesungguhnya konsep rasionalitas
ini menjadi fondasi penting bagi suatu standarprilaku ekonomi konsep ini
menjadi prinsip pembangun suatu ilmu ekonomi. Prinsip ini dijadikan
parameter suatu tindakan tepat atau tidak tepat dalam kacamata ekonomi. Jika
suatu tindakan ekonomi sesuai dengan parameter tersebut berarti tindakan itu
benar, demikian juga sebaliknya. Sebagai misal, jika seseorang lebih memilih
membeli mobil Mercy daripada Honda Jazz, maka prilaku orang itu dianggap
rasional. Dianggap rasional karena mobil yangpertama lebih mahal dari kedua.
Sesuatu yang lebih mahal pasti lebih enak. Dengan itu,maka kepuasaan yang
paling tinggi terkandung dalam barang yang pertama daripada yang kedua.
Apabila ia memilih barang yang kedua, maka ia berarti telah melakukan
tindakan tidak rasional. Prilaku seorang untuk mengoptimumkan kepuasaan
tersebut merupakanprilaku yang rasional. Contoh lain, seorang penjual
dianggap rasional jika ia dapat memaksimumkan keuntungan dari usahanya.
Penetapan harga yang tinggi untuk memperoleh keuntungan yang besar, oleh
karenanya, dianggap wajar. Sementara jika pedagang tersebut menetapkan
51
harga yang tidak menghasilkan keuntungan tinggi dianggap kurang wajar.
Dalam hal ini rasionalitas ditentukan oleh tinggi dan rendahnya keuntungan.
Jika usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan maksimum, maka
tindakan tersebut rasional, sementara jika sebaliknya, maka tidak rasional.
Dari situ, maka prilaku agen ekonomi dianggap rasional, jika ia memperoleh
kepuasan atau keuntungan material yang tinggi dalam kegiatan ekonominya.
Dengan kata lain, parameter rasionalitas prilaku ekonomi didasarkan
padatingginya kepuasan yang diterima untuk diri pelakunya sendiri dalam
kegiatan ekonomi tersebut (Nurohman 2010).

Kepentingan pribadi atau self-interest, menjadi titik tekan di sini. Namun,


menurut Adam Smith, penekanan pada self-interest itu bukan berarti
mengabaikan kepentinganmasyarakat. Menurutnya, dengan memaksimalkan
self-interest, kepentingan (kesejahteraan)masyarakat dengan sendirinya akan
terpenuhi kesejahteraan masyarakat itu. Oleh karenaitu, dalam buku-buku
ekonomi, term rasionalitas ini dijelaskan bahwa pelaku ekonomimelakukan
tindakan rasional jika ia melakukan sesuatu yang sesuai dengan self-interest,
danpada saat yang sama konsisten dengan membuat pilihan-pilihannya dengan
tujuan dapatdikuantifikasikan (dihitung untung ruginya) menuju kesejahteraan
umum. Meskipun adatujuan kepentingan umumnya, tetapi itu berangkat dari
kepentingan pribadi (Nurohman 2010).

4.3.4. Kelompok Kepentingan (Interest Group)

Kelompok kepentingan (interest group) seringkali didefinisikan sebagai, a


group of persons who share a common cause, which puts them into political
competition with other groups of interests (Benditt 1975). Berdasarkan definisi
tersebut fungsi kelompok kepentingan terbatas pada agregasi dan artikulasi
kepentingan saja. Mereka merupakan kelompok terorganisasi yang memiliki
tujuan bersama yang secara aktif berusaha mempengaruhi pemerintahan (Janda
1997). Dengan kata lain, tujuan mereka hanyalah berusaha untuk
“mempengaruhi” proses pengambilan kebijakan pemerintah agar sesuai dengan
keinginan kelompok yang diwakilinya. Karena itu, jika dibandingkan dengan
fungsi partai politik maka agak berbeda dan lebih sempit Berdasarkan definisi

52
tersebut, partai politik sesungguhnya secara sengaja bertujuan untuk
mendudukkan wakil-wakilnya dalam pemerintahan, atau meraih jabatan-
jabatan dalam pemerintahan (Maiwan 2016).

Dalam prakteknya ada berbagai macam tipe kelompok kepentingan yang


beroperasi dalam masyarakat, yang mana mereka berusaha mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Sebagai pemain nonpemerintah, mereka dapat berupa:
Kelompok professional, persatuan buruh, pedagang, pengusaha, organisasi
keagamaan, persatuan pedagang, organisasi-organisasi persatuan mahasiswa,
lembaga-lembaga pemikiran, asosiasi cendekiawan atau pakar, asosiasi
perusahaan, universitas, organisasi berbasis etnik, daerah, keturunan (wangsa),
dan lainlain. Kekuatan mereka berasal dari status keanggotaan serta
sumberdaya manusia maupun dana dan jaringan yang dimiliki. Kelompok-
kelompok kepentingan seringkali menjadi penentu agenda, penggalang issu,
penyebar gagasan, perumus kebijakan, serta pendesak kepada pemerintah.
Meskipun mereka bertujuan mewakili kepentingan-kepentingan anggotanya,
dalam artian kepentingan publik yang terbatas, tetapi adakalanya di antara
anggota-anggota kelompok kepentingan juga memiliki ambisi-ambisi yang
bersifat pribadi. Bahkan ada di antaranya yang secara pribadi berhasil masuk
dalam pemerintahan dan bukan atas nama kelompok kepentingannya (Maiwan
2016).

Kelompok kepentingan pada hakikatnya dapat dibagi menjadi dua, yakni:


Pertama, kelompok kepentingan privat; dan kedua, kelompok kepentingan
publik. Kelompok kepentingan privat adalah kelompok kepentingan yang
berusaha memperjuangkan kepentingankepentingan anggota-anggota yang
diwakilinya (golongan tertentu) dalam konteks kehidupan umum seperti:
Pengacara, dokter, akuntan, dosen, guru, hakim, pengacara, serta golongan
professional lain, termasuk juga para pekerja atau buruh. Juga dalam konteks
ini adalah kepentingan produsen atas bidangbidang usaha tertentu. Sementara
kelompok kepentingan yang bersifat publik adalah kelompok kepentingan yang
lebih berorientasi mempengaruhi pemerintah agar melakukan tindakan tertentu
yang menguntungkan kepentingan umum secara menyeluruh, ketimbang
anggotanya. Contoh dari jenis kelompok kepentingan ini adalah geraka-
53
gerakan sosial yang mengadvokasi isu-isu lingkungan, pendidikan,
pertambangan, perempuan, ketenagakerjaan, korupsi, kekerasan, perdagangan
manusia, konsumen dan sebagainya (Maiwan 2016).

(Almond, Comparative Politics: A Developmental Approach 1980) dalam


karya klasiknya membagi kelompok kepentingan menjadi empat jenis, yakni:
Pertama, kelompok anomik, yang merupakan kelompok kepentingan yang
bersifat spontan, terbatas, muncul seketika. Kelompok kepentingan ini
memiliki tingkat kemampuan komunikasi politik yang rendah, dengan ikatan
keanggotaan yang longgar, dan hanya dalam rangka untuk menanggapi insiden
tertentu. Kelompok ini lebih merupakan terobosan ke dalam sistem politik
berhubungan dengan isu-isu tertentu yang boleh jadi merespon terhadap sikap
frustasi tertentu, sehingga melahirkan demonstrasi dan kerusuhan. Namun
demikian, setelah aspirasi mereka didengar oleh pemerintah maka kelompok
ini akan bubar. Mereka seperti: Ikatan Warga Kampung Pulo yang tergusur;
Warga penghuni Kalijodo; Persatuan pedagang rotan di Rawasari, dan
sejenisnya.

Kedua, kelompok nonassosiasional, yang merupakan kelompok kepentingan


yang diorganisasikan secara informal, dengan keanggotaan yang longgar dan
aktifitasnya bergantung pada isu-isu spesifik. Jaringan kelompok ini terbatas,
tetapi lebih baik ketimbang kelompok pertama di atas. Kelompok
nonassosiasional berbeda dengan kelompok anomik dalam hal
keanggotaannya, yang biasanya bersifat sama latar belakang atau identitasnya.
Kelompok ini mencakup kelompok keturunan, etnik, regional, agama, status,
kelas sosial. Contoh kelompok ini adalah: Trah Keluarga Mangkunegaran;
Ikatan Warga Yogyakarta di Jakarta, Ikatan Warga Dayak Se-Kalimantan,
Ikatan Saudagar Bugis, Alumni ITB, Alumni Pendidikan Lemhannas, Alumni
Pondok Pesantren Gontor, kelompok-kelompok arisan keluarga, kantor,
kampung, dan lain-lain (Maiwan 2016).

Ketiga, kelompok institusional yang merupakan kelompok kepentingan yang


melembaga secara formal, dengan kegiatan rutin, serta jaringan organisasi yang
kuat dan keanggotaan yang bersifat resmi. Kelompok ini memiliki fungsi sosial

54
dan politik yang luas, mencakup hampir sebagian besar segi kehidupan
(ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, seni, hukum, keluarga, lingkungan, dan
lain-lain), di samping tujuan-tujuan khusus yang mereka miliki. Contohnya
ialah: Organisasi Nahdlatul Ulama (NU); Muhammadiyah; Persatuan Islam
(Persis); Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia, dan lain-lain (Maiwan
2016).

Keempat, kelompok assosiasional, yaitu kelompok yang memiliki organisasi


yang bersifat formal, dan terorganisir secara baik, dengan keanggotaan yang
resmi atau bersifat formal pula. Kelompok assosiasional beranggotakan orang-
orang yang berasal dari satu profesi yang sama, dengan tujuan spesifik untuk
mewakili kepentingan anggotanya atas bidangbidang tertentu yang menjadi
fokusnya. Contohnya adalah: Organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI);
Persatuan Insinyur Indonesia (PII); Kamar Dagang dan Industri (IDI),
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI); Ikatan Advokat Indonesia (IAI),
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan lain-lain. Dari keempat kelompok
kepentingan di atas, yang paling efektif dalam menyampaikan pendapat kepada
pemerintah serta kemungkinan memperoleh dukungan luas dari masyarakat
adalah kelompok institusional dan assosiasional. Sementara pada derajad yang
rendah, yang paling tidak efektif adalah kelompok anomik serta
nonassosiasional (Maiwan 2016).

4.3.5. Pertumbuhan dan Perkembangan Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan sesungguhnya telah lama muncul dalam kehidupan


politik moderen dalam berbagai bentuk gerakan maupun organisasi
kepentingan. Dalam politik di negara-negara maju seperti di Inggris ditandai
dengan munculnya organisasi seperti Masyarakat Abolisi yang menentang
perdagangan budak yang dibentuk di tahun 1780-an, yang kemudian diikuti
organisasiorganisasi di bidang lain. Di Amerika Serikat gerakan itu ditandai
dengan munculnya berbagai asosiasi dalam masyarakat yang bermaksud
membela kepentingan-kepentingan kelompok, berhadapan dengan pihak
Inggris maupun pertumbuhan pemerintahan Amerika pada masa-masa awal.
Perkembangan demokrasi di Amerika Serikat tumbuh subur dan berakar kuat,

55
salah satunya karena didukung oleh munculnya asosiasi-asosiasi masyarakat
tersebut. Kondisi ini sepertimana dikemukakan oleh pemikir Perancis Abad 19,
Alexis de Tocqueville, ketika mengunjungi negara tersebut dengan menyatakan
bahwa, asosiasi-asosiasi telah menjadi bagian inheren dalam budaya politik
Amerika Serikat dan menjadi sumbu bagi tegaknya kehidupan demokratis,
yang tidak ditemukan pada masyarakat manapun ketika itu (Tocqueville 1994).

Dalam banyak hal kelahiran kelompok kepentingan hampir mirip dengan


partai-partai politik. Hanya saja partai politik lebih diorientasikan pada upaya
untuk memenangkan suara pemilih dan menduduki jabatan-jabatan dalam
kekuasaan. Di Indonesia, beberapa kelompok kepentingan telah lahir
mendahului partai-partai politik. Mereka bergerak di bidang sosial,
kemasyarakatan, ekonomi, kebudayaan, pendidikan. Sebagian di antaranya
malah menjadi cikal bakal partai politik. Beberapa kelompok kepentingan yang
awal di Indonesia muncul pada era kolonial seperti: Sarikat Dagang Islam
(SDI), Al-Irsyad, Muhammadiyah, Serikat-Serikat Buruh, pekerja kereta api,
Taman Siswa, Organisasi Koperasi, Nahdlatul Ulama dan lain-lain, menjadi
pelopor awal dalam munculnya politik kelompok. Organisasiorganisasi
tersebut sebagian bertransformasi menjadi besar dan mampu mempengaruhi
kebijakan pemerintah (Nurohman 2010).

Pada abad ke 20, terutama pasca Perang Dunia Kedua, di era tahun 1950-an
dan 1960-an di negara-negara Barat kelompok kepentingan tumbuh menjamur
seiring dengan perluasan peran pemerintah ke segala bidang kehidupan.
Perluasan birokrasi dan fungsi-fungsi pemerintahan, baik lokal maupun
nasional, dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan telah melahirkan
tanggapan dari kelompokkelompok dalam masyarakat, yang merasa perlu
terlibat dalam isu-isu tertentu. Hal tersebut juga seiring dengan semakin
meratanya tingkat pendidikan dan kesadaran politik, serta meningkatnya
keterampilan-keterampilan organisasional. Gejala ini menunjukkan bahwa,
semakin banyaknya area di mana pemerintah menjadi terlibat, maka semakin
banyak pula kepentingan-kepentingan khusus yang berkembang untuk
mempengaruhi kebijakan (Tocqueville 1994).

56
Selain itu, kemunculan kelompok kepentingan juga dipicu oleh mencuatnya
isu-isu baru yang menjadi keprihatinan umum, baik pada tingkat lokal,
nasional, maupun global. Bahkan belakangan banyak kelompok kepentingan
yang memperjuangkan isu-isu tunggal yang spesifik. Hal tersebut mulai dari
masalah kekekerasan anak, perdagangan bebas, kesetaraan perempuan,
lingkungan, perdagangan manusia, hak asasi manusia, hutang luar negeri,
masalah energi, sumberdaya air, komunitas adat, iklim dan cuaca, hak
konsumen, perlindungan binatang, pendidikan kaum marginal, ekonomi mikro,
transgender, dan sebagainya. Gerakan ini, untuk sebagian, merupakan bagian
dari gerakan sosial baru yang terus memperoleh tempat dalam masyarakat
moderen. Sementara pada sektor-sektor tertentu, lahirnya kelompok
kepentingan berwujud perjuangan kelompok-kelompok asosiasi profesi,
perdagangan, subsektor kehidupan konsumen, kelompok-kelompok dalam
birokrasi, kaukus dalam parlemen, aliansi para politisi dalam legislatif maupun
eksekutif dan juga yudikatif yang memperjuangkan kepentingan kelompok
melalui usulan-usulan, petisi-petisi, dan lobi-lobi tertentu yang disampaikan
(Tocqueville 1994).

Belakangan setelah reformasi tahun 1998 di Indonesia, gelombang kelahiran


kelompok-kelompok kepentingan baru merebak secara nasional. Suasana
politik yang demokratis yang ditandai dengan ledakan partisipasi
mengakibatkan sebagian anggota masyarakat menyampaikan tuntutan-
tuntutannya dengan menggunakan saluran-saluran baru di luar partai-partai
politik, dalam bentuk kelompok-kelompok kepentingan (Horowitz 2014).
Selama kurang lebih 17 tahun terakhir ini diperkirakan tidak kurang 2500 an
kelompok kepentingan lahir di seluruh tanah air, yang merangkumi berbagai
aspek kehidupan, mulai dari bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum,
pendidikan, keagamaan adat, etnik, pers, dan lain-lain, dari tingkat lokal
sampai nasional.

Jaminan kebebasan yang luas serta adanya kompetisi kuat diantara


kelompokkelompok serupa menambah semakin serunya persaingan
kepentingan. Kedudukan kelompok-kelompok ini turut mempengaruhi
konfigurasi politik serta ikut mendinamisasikan proses pengambilan keputusan
57
pemerintah. Meskipun demikian, hanya sebagian saja di antara kelompok-
kelompok kepentingan tersebut yang mampu mewarnai atau mempengaruhi
kebijakan-kebijakan publik, khususnya di tingkat nasional. Sementara sebagian
kecil kelompok kepentingan yang lain dibentuk lebih merupakan tanggapan
terhadap isuisu sesaat yang muncul, ataupun ada karena kepentingan partai
politik. Kelompokkelompok ini bahkan untuk sebagiannya justru malah
muncul sebagai kelompok penekan.

4.3.6. Kelompok Kepentingan Di Indonesia: Tujuan dan Cara


Mempengaruhi Pemerintah

Meskipun sering terjadi konflik antar kelompok kepentingan, namun masing-


masing kelompok kepentingan yang ada di Indonesia tetap dapat
mempertahankan eksistensinya . Contohnya kelompok kepentingan anomic,
kelompok kepentingan tersebut akan selalu ada seiring dengan berbagai
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Karena tidak semua warga
masyarakat dapat menerima semua kebijakan pemerintah, maka mereka akan
menuntut agar kebijakan tersebut dicabut atau diubah sesuai dengan
kepentingan kelompok mereka dengan cara berdemonstrasi atau melakukan
mediasi. Kemudian setelah keinginan mereka terpenuhi, kelompok anomic
tersebut akan menghilang dengan sendirinya (Jordan 2007).

Dalam politik di Indonesia kita bisa mencatat setidaknya ada beberapa tujuan
dari kelompok kepentingan. Pertama, adalah kelompok kepentingan
merepresentasikan konstituen mereka dalam mempengaruhi agenda politik. Di
mana melalui loby-loby yang dilakukan diharapkan berdampak pada tujuan
yang ingin mereka capai. Kedua, kelompok kepentingan memberikan peluang
bagi anggotanya untuk berpartisipasi dalam proses politik. Minimal
menyangkut satu isu tertentu, anggota-anggotanya dapat terlibat dalam
mempengaruhi pejabat pemerintah. Ketiga, membantu mendidik individu atau
masyarakat yang menjadi anggotanya untuk sadar terhadap isu-isu tertentu,
sehingga memiliki sikap yang sama dengan anggota yang lain. Keempat,
membantu individu untuk mengambil tindakan terhadap isu-isu tertentu,
sehingga dapat menjadi perhatian umum. Kelima, kelompok kepentingan dapat

58
menjadi evaluator ataupun pengawas terhadap program-program pemerintah.
Mereka bisa menilai kekurangan-kekurangan program pemerintah, serta
memberikan masukanmasukan. Syukur-syukur masukan yang disampaikan
menjadi agenda legislatif ataupun agensi-agensi pemerintah yang lain untuk
meningkatkan mutu pelayanannya.

Dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, kelompok kepentingan


biasanya menempuh dua langkah (Jordan 2007). Pertama, mereka
menyampaikan isu-isu yang sudah diartikulasikan sedemikian rupa untuk
“dibeli” partai-partai politik. Langkah ini biasanya ditempuh jika sistem politik
yang ada berjalan secara demokratis dan terbuka, di mana partai-partai politik
bersaing secara sehat dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai
politik lebih tinggi ketimbang kelompok kepentingan. Selain itu, mekanisme
cheks and balances di antara lembaga-lembaga politik juga berjalan baik.
Dalam suasana seperti ini, kelompok kepentingan akan dapat maksimal
melakukan pendekatan dengan partai politik dan melakukan proses tawar
menawar untuk memperjuangkan kepentingannya. Kedua, kelompok
kepentingan langsung menyampaikan aspirasi yang sudah diartikulasikan
kepada pemerintah (Jordan 2007).

Proses ini biasanya didahului oleh adanya perdebatan ataupun polemik yang
luas dalam masyarakat, khususnya melalui media massa. Terkadang sejumlah
anggota kelompok kepentingan sengaja “meledakkan” satu isu tertentu ke
media massa agar menjadi perhatian umum, sehingga pemerintah turut
mengambil perhatian. Mekanisme ini ditempuh jika sistem politik tidak
berlangsung secara terbuka dan partai-partai politik tidak bisa menjalankan
fungsi-fungsinya secara maksimal. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
partai politik juga rendah. Bagi kelompok kepentingan akan sia-sia saja atau
tidak efektif jika menyampaikan aspirasinya melalui partai politik. Karena itu,
usaha pendekatan langsung terhadap pejabat-pejabat pemerintah dirasa lebih
efektif dan bermakna (Jordan 2007).

Adapun cara atau strategi yang dipakai untuk mempengaruhi pemerintah


adalah. Pertama, melakukan lobbying menjalin komunikasi langsung dengan

59
para pejabat pemerintah yang terkait, atas isu yang diperjuangkan. Wise
Cummings mendefinisikan lobby sebagai, communication with legislator or
other government officials to try to influence their decision (Cummings 1981).
Berdasarkan definisi tersebut lobby bukan semata-mata ditujukan terhadap
pejabat pejabat legislatif saja tetapi juga cabangcabang pemerintahan yang lain.
Kelompok-kelompok kepentingan, khususnya yang kuat, tidak jarang memiliki
pelobi-pelobi khusus atau menyewa (membayar) seorang pelobi professional
yang memiliki kemampuan khusus di bidang tersebut.

Aktifitas lobi memerlukan keterampilan khusus dan jaringan pergaulan luas.


Bidang ini lebih merupakan satu seni daripada ilmu. Profesi peloby di sejumlah
negara maju telah menjadi bagian dari pekerjaan resmi yang setara dengan
profesi moderen yang lain. Kedua, melalui media massa. Kelompok
kepentingan biasanya menggunakan media massa sebagai sarana untuk
menarik sentimen serta perhatian umum, sehingga pemerintah mengambil
kebijakan atas isu tertentu sesuai yang diinginkan. Pesan-pesan yang
disampaikan melalui media diharapkan segera mendapat respon yang memadai
dari pemerintah. Namun melalui cara ini tidak ada kontak langsung dengan
pejabat pemerintah. Ketiga, grass-roots pressure, di mana kelompok
kepentingan menggalang dukungan masyarakat lapis bawah untuk
menyampaikan isu-isu tertentu. Misalnya melalui rapat akbar, pawai massal,
demonstrasi, aksi teatrikal di tempat-tempat umum ataupun gedung
pemerintah. Melalui cara ini memang ada kontak langsung dengan pejabat
pemerintah, tetapi terbatas, dan mungkin saja manipulatif dan situasional.

Adakalanya kelompok kepentingan menggunakan ketiga cara di atas secara


serentak dalam mempengaruhi pemerintah. Hal itu dilakukan sebagai cara yang
mungkin dipandang efektif menyangkut isu-isu tertentu, terutama sekali
kelompokkelompok kepentingan dengan sumberdaya yang memadai, baik
materiil maupun nonmaterial. Namun demikian, keberhasilan kelompok
kepentingan dalam mempengaruhi agenda pemerintah memiliki kadar yang
berbeda-beda antara satu sistem politik dengan sistem politik yang lain, dari
satu negara dengan negara lain, dari satu waktu ke waktu yang lain. Oleh
karena itu, ada beberapa aspek yang turut menentukan pengaruh kelompok
60
kepentingan, yakni: Aspek kebudayaan politik, struktur kelembagaan, watak
dan sistem partai, watak dan gaya dalam kebijakan publik (Janda 1997). Jika
dalam suatu masyarakat kedudukan kelompok kepentingan dipandang absah
dan positif, maka keterlibatan individu-individu untuk bergabung di dalamnya
akan didorong, dan proses politik yang melibatkan kelompok kepentingan
dipandang sebagai wajar.

Sementara struktur kelembagaan mengandaikan bahwa jika struktur kekuasaan


suatu negara terdistribusikan secara beragam atau plural di antara kelompok-
kelompok, maka itu akan memberikan tempat yang positif bagi kelompok
kepentingan. Dengan kata lain, pemerintahan yang terbagi-bagi, di mana tidak
ada satupun kelompok yang bisa mendominasi akan lebih kondusif bagi
tumbuhnya kelompok-kelompok kepentingan. Sedangkan tatanan kelembagaan
yang tersentralisasi justru merusak keberadaan kelompok kepentingan. Pada
aspek sistem politik, jika suatu sistem politik berwatak demokratis maka akan
mudah bagi kelompok-kelompok kepentingan untuk eksis. Adanya sistem
politik dengan corak kepartaian dominan atau hegemonik akan secara alami
cenderung mempersempit ruang kelompok-kelompok kepentingan. Begitu juga
sebaliknya, jika suatu sistem politik itu nondemokratis maka agak sukar bagi
kelompok-kelompok kepentingan mengorganisir secara sukarela, tanpa
dikooptasi oleh pemerintah. Rezim-rezim otoriter terbiasa untuk melakukan
kooptasi dalam rangka memenangkan dukungan sebagai cara untuk
menjinakkan masyarakat sejak awal. (Janda 1997)

Watak dan gaya pengambilan kebijakan publik bermakna bahwa dalam derajat
tertentu sikap intervensionis suatu pemerintah akan memberikan pengaruh pada
pelibatan kelompok-kelompok kepentingan dalam perumusan kebijakan
publik. Di sejumlah negara-negara Eropa Barat, terutama Skandinavia, sikap
intervensionis pemerintah menjadikan kelompok-kelompok kepentingan secara
kelembagaan memiliki kedekatan dengan unit-unit dalam pemerintahan secara
ajeg. Sementara di sebagian negara-negara yang lain yang gaya pengambilan
kebijakan rejim lebih otonom dan kebal terhadap pengaruh lingkungan politik,
pelibatan kelompok kepentingan dalam pembuatan kebijakan publik cenderung
kurang. Pemerintah agak berjarak dengan kelompok kepentingan. Selain itu,
61
secara internal efektifitas kelompok kepentingan dalam mempengaruhi
pemerintah juga ditentukan oleh; Kemampuan dalam mengerahkan dukungan,
tenaga, dan sumberdaya anggota; juga luasnya sumberdaya yang dimiliki,
seperti kemampuan finansial, jumlah anggota, kecakapan politik, kesatuan
organisasi, prestise di mata masyarakat dan para pembuat keputusan
pemerintahan (Almond 2000).

4.3.7. Kedudukan dalam Sistem Politik

Kedudukan kelompok kepentingan dalam sistem politik adalah terletak di


antara pemerintah dengan masyarakat. Posisinya berada di tengah sebagai
jembatan yang menghubungkan antara kepentingan-kepentingan masyarakat
dan pemerintah. Posisi penyampaian aspirasi itu dapat digambarkan sebagai
berikut (Hays 2011):

Karena kedudukan yang seperti itu, maka kelompok kepentingan menempati


posisi yang stategis sebagai penghimpun, penyalur, sekaligus perumus aspirasi.
Dalam konteks sistem politik, keberadaan kelompok kepentingan ini telah
melahirkan perdebatan, baik dari kubu pluralis maupun elitis. Kalangan
pluralis memandang bahwa intipati dari demokrasi adalah penyebaran
kekuasaan di tangan kelompokkelompok sehingga tidak ada satupun kekuatan
yang mendominasi. Setiap individu pada kenyatannya berpotensi untuk
mengorganisir diri serta memiliki akses yang sama ke dalam pemerintahan.

62
Penyelenggaraan kekuasaan akan mengalami distorsi oleh
kepentingankepentingan tertentu, jika tanpa ada keseimbangan dinamis dari
unsur-unsur dalam masyarakat. Adanya kelompok kepentingan merupakan
sesuatu yang baik dalam sistem politik (Hays 2011).

Kehadiran kelompok-kelompok justru diperlukan untuk berbicara, berdebat,


sekaligus didengar dan dikritik. Dengan kata lain, di mata kaum pluralis
demokrasi adalah persaingan di mana masing-masing kelompok secara bebas
dan setara memajukan kepentingan-kepentingannya, serta saling
mempengaruhi satu sama lain. Model yang paling dekat dengan ide tersebut
adalah demokrasi kelompok dalam bentuk wujudnya kelompok-kelompok
kepentingan. Hadirnya kelompok kepentingan justru akan memperkuat
kekuatan setiap kelompok untuk saling mengimbangi. Dalam perspektif ini,
kehadiran politik kelompok dipandang positif, dan diperlukan sebagai
alternatif, dari model demokrasi pemilihan yang bersifat konvensional, yang
dimonopoli partai-partai politik. Aspirasi-aspirasi konstituen seringkali
terlempar begitu pemilihan umum usai, dikalahkan oleh agenda lain yang lebih
menarik. Pemilihan umum dan partai saja tidak menjamin keseimbangan
negara-negara demokratis. Adanya kelompok aktif berbagai jenis dan ukuran,
sangat penting agar bisa mempertahankan proses demokrasi dan agar para
warga negara dapat memajukan tujuan-tujuan mereka. Pandanganpandangan
pluralis antara lain bersumber dari pemikiran tokoh-tokoh seperti, James
Madison, salah satu bapak pendiri Amerika, dan juga teoritisi politik modern
Robert Dahl (Hays 2011).

Kaum pluralis memandang bahwa, kekuasan politik sepatutnya tidaklah melulu


di tangan elektorat ataupun kelompok elit tetapi disebar ke segenap
masyarakat. Selain itu, perspektif pluralis meyakini bahwa kelompok
kepentingan merupakan representasi sejati demokrasi. Karena di situlah orang
dengan bebas berorganisasi, berkomunikasi, dan menggalang kekuatan sendiri
secara teratur. Sementara aktifitas pemilu terkadang tidak cukup bagi
masyarakat untuk mengkomunikasikan dan menyampaikan pesannya secara
utuh dalam masa yang cukup. Adanya kepentingan kompetitif yang berbeda-
beda adalah landasan bagi keseimbangan demokrasi serta perkembangan
63
positif bagi kebijakan public (Hays 2011). Sementara kalangan perspektif elit
memandang kehadiran kelompok kepentingan dari sudut pandang yang
berbeda. Meskipun perspektif ini menyetujui sebagian argumen-argumen
pluralis, namun tidak setuju dalam beberapa aspek yang lain. Kalangan elitis
melihat bahwa dimensi kekuasaan di manapun akan melahirkan kekuatan kecil
tertentu sebagai kelompok penentu/pengaruh. Pandangan ini untuk sebagian
bersumber dari teori Hukum Besi Oligarki Michels. Di berbagai bidang,
mereka tidak akan segan-segan mengkonsolidasikan diri, bersatu untuk
menancapkan pengaruh/dominasinya. Kekuatan mereka bersifat solid,
homogen, monolitik, terarah, distribusi kekuasaan berlangsung dari atas ke
bawah, di mana kelompok kecil ini menjadi pengendali (Hays 2011).

Perspektif elitis berargumen bahwa, aktifitas kelompok kepentingan


membutuhkan sumberdaya material dan finansial yang tidak sedikit. Sekecil
apapun, suatu kelompok kepentingan pasti memerlukan basis finansial yang
kuat, agar dapat bertahan. Sumberdaya finansial itu secara alami hanyalah
dimiliki oleh sekelompok kecil anggota atau pengurusnya. Mereka tidak
mungkin memberikannya secara gratis tanpa tendensi apapun. Karena itu,
lahirnya kelompok kepentingan dalam banyak aspek lebih mewakili
kepentingan segelintir orang itu, terutama pengurusnya ataupun anggota-
anggota utamanya yang sanggup membayar iuran. Lagi pula kesadaran untuk
berhimpun atau aktif dalam satu organisasi dalam taraf tertentu hanyalah
dimiliki oleh orang-orang yang memiliki komitmen sadar dan punya uang serta
waktu luang (Loomis, 2011) dalam (Allan 2011). Sementara bagi kebanyakan
orang miskin tidak mungkin mereka membentuk kelompok kepentingan yang
kuat, mengingat sumberdayanya yang terbatas. Lahirnya kelompok-kelompok
kepentingan privat, ataupun assosiasional dalam istilah Almond dan Powell,
menjadi petunjuk kuat bahwa orang-orang yang punya uang ini sajalah yang
bisa menyampaikan aspirasinya ke pemerintah melalui pembentukan-
pembentukan kelompok. Bagi kaum elitis, kelompok kepentingan lebih
mencerminkan bias kepentingan kelompok, khususnya golongan atas, serta
merupakan cacat bagi demokrasi.

64
Dalam pandangan perspektif ini, organisasi dan institusi dapat menjalani
“hidup mereka sendiri” yang dapat membuat mereka menyimpang, seperti
diramalkan Weber, dari keinginan dan kepentingan anggota mereka. Ada
kecenderungan oligarki, di mana struktur birokrasi dapat mengeras dan para
pemimpin menjadi elite-elite yang tidak tanggap pada sektor swasta atau
negeri. Akibatnya, kebijakan publik bisa condong ke arah kelompok
kepentingan tertentu yang memiliki organisasi terbaik dan sumberdaya
terbanyak, bisa condong ke arah agensi-agensi negara yang secara politik kuat,
dan bisa dibelokkan oleh persaingan yang sengit antar sektor-sektor berbeda
dari pemerintahan itu sendiri (Hays 2011). Pengambilan keputusan sebagai
sebuah proses akan selalu mendapat pengaruh dan desakan dari berbagai
faktor, termasuk persaingan politik yang keras, strategi pemilihan umum,
sumberdaya yang langka, serta pengetahuan dan kompetensi yang kurang.
Adanya banyak pusat kekuasaan tidak menjamin bahwa pemerintah akan: (1)
mendengarkan mereka semua dengan setara; (2) melakukan apapun selain
berkomunikasi dengan pemimpin pusat-pusat itu, (3) mudah terkena pengaruh
siapapun selain mereka yang berada di posisi-posisi yang kuat, (4) melakukan
apapun tentang isu-isu yang sedang dibahas (Lively 2005). Meskipun terdapat
sejumlah besar kelompok kepentingan yang mengklaim berjuang untuk
masyarakat, namun dalam kenyataannya, ideologi dan orientasi yang
diusungya, sedikit banyak mengandung bias kepentingan. Karena itu bagi
perpektif ini, orang miskin atau massa tidak mungkin secara instrumental
mengorganisir diri dengan keterbatasan sumberdaya. Alih-alih kelompok
kepentingan berfungsi sebagai wadah penyalur aspirasi, ianya justru lebih
merupakan alat kepentingan kelompok- kelompok atau sub-sub kelompok atas
dalam masyarakat untuk terus mendominasi.

4.4. Teori Kebijakan Endogen

4.4.1 Teori Kekuatan Sosial

Dahl dalam sebuah makalah yang terkenal dengan dirancang untuk menangani
sistematis dengan dengan konsep “kekuatan” Dahl berkomentar: kebanyakan
orang memiliki bangsa intuitif dari apa (kekuasaan) berarti. Tetapi para

65
ilmuwan belum dirumuskan pernyataan konsep kekuasaan yang cukup ketat
untuk bisa berguna dalam studi sistematis fenomena sosial yang penting ini”.
Meskipun banyak kemajuan telah dibuat sejak, konsep ini masih samar-samar
dinyatakan. Terbukti, konsep umum kekuasaan sulit untuk memakukan, dan itu
akan muncul bahwa fenomena ini terbaik ditangani mengacu pada konteks
yang spesifik. Dalam analisis ini, kekuatan sosial dibahas dalam kerangka dari
politik-ekonomi suatu bukan sebagai masalah yang terpisah. Namun, ada
beberapa aspek umum dari relasi kekuasaan yang harus dieksplorasi sebelum
mempertimbangkan model politik-ekonomi. Berikut ini, kami menyajikan
beberapa kekuatan konsep teori yang melihat kekuatan sosial sebagai kontrol
aktor 'perilaku dan menyarankan mengukur kekuatan orang A atas orang B
dalam hal efek aktual atau potensial; yaitu, dalam hal perubahan yang A
menyebabkan atau dapat menyebabkan perilaku B. Sebagai Dahl katakan, A
memiliki kekuasaan atas B untuk sejauh mana “dia bisa mendapatkan B
melakukan sesuatu B tidak akan dinyatakan melakukan” dalam hal perubahan
yang A menyebabkan atau dapat menyebabkan perilaku B. Sebagai Dahl
katakan, A memiliki kekuasaan atas B untuk sejauh mana “dia bisa
mendapatkan B melakukan sesuatu B tidak akan dinyatakan melakukan” dalam
hal perubahan yang A menyebabkan atau dapat menyebabkan perilaku B.
Sebagai Dahl katakan, A memiliki kekuasaan atas B untuk sejauh mana “dia
bisa mendapatkan B melakukan sesuatu B tidak akan dinyatakan melakukan”
(Dahl 1957).

Daya didefinisikan sebagai “hubungan antara orang-orang bukan merupakan


atribut atau kepemilikan seseorang atau kelompok” (Nagel 1968). Berikut
dimensi relasi kuasa yang berguna dibedakan:

a) Dasar listrik mengacu pada sumber daya yang menggunakan aktor yang
mempengaruhi dalam mengendalikan aktor dipengaruhi (s)' perilaku.
Mereka ada berbagai basis kekuatan yang berikut ini adalah yang paling
penting: (i) dasar yang sah kekuasaan, diwujudkan dalam prerogatif
konstitusional dan hukum ditentukan atau berasal dari yang berlaku norma-
norma sosial, (ii) basis ekonomi kekuasaan yang terdiri dari sumber daya
ekonomi di bawah kontrol aktor mempengaruhi yang dapat dibawa untuk
66
menanggung dalam pengaruh upaya, dan (iii) basis politik kekuasaan yang
terdiri dari kontrol atas pilihan kebijakan, janji politik, dll
b) Ekstensi atau os domain kekuasaan yang terdiri dari himpunan aktor atas
siapa aktor yang mempengaruhi memiliki kekuatan.
c) Jangkauan atau ruang lingkup kekuasaan yang terdiri dari set tanggapan
(perilaku, pilihan) bahwa aktor yang mempengaruhi dapat menginduksi.
d) Kekuatan daya yang terdiri dari perubahan aktual atau potensial di aktor
dipengaruhi ini kesejahteraan bahwa aktor yang mempengaruhi dapat
mempengaruhi.
e) Biaya tenaga - sebenarnya atau biaya kesempatan untuk aktor yang
mempengaruhi berolahraga kekuasaan.
f) Alat kekuasaan. Bagaimana para aktor yang mempengaruhi menengahi
antara dasar kekuasaan dan pilihan aktor dipengaruhi.
g) Jumlah dan arah kekuasaan: ukuran kekuatan aktor yang mempengaruhi
lebih aktor dipengaruhi.

(Dahl 1957) mengusulkan untuk mengadopsi kemungkinan aktor dipengaruhi


mengirimkan ke upaya dipengaruhi sebagai langkah yang tepat. (Harsanyi,
Measurement Of Social Power, Opportunity Cost, and The Theory Of Two-
Person Bargaining Game 1962a) menekankan kekuatan daya relatif terhadap
biaya tenaga sebagai ukuran yang bersangkutan. Konsep diuraikan kekuasaan
berlaku conceives kekuasaan sebagai hubungan unilateral: perilaku Kontrol B.

Ini merupakan perbedaan penting untuk itu waran cara yang berbeda dari
pemodelan dua interaksi sosial yang berbeda. Dalam situasi kekuasaan sepihak,
aktor dipengaruhi ditandai dengan fungsi reaksi yang menggambarkan respon
aktor dengan instrumen kebijakan sementara aktor yang mempengaruhi
memilih nilai-nilai variabel kebijakan sehingga dapat menarik reaksi aktor
dipengaruhi paling diinginkan oleh pihak mempengaruhi. Dalam situasi
kekuatan timbal balik, di sisi lain, semua pihak yang terlibat dalam suatu
hubungan tawar bersama, yang resolusi menentukan aktor setuju tindakan.
Dalam istilah teoritis permainan, relasi kekuasaan sepihak termasuk pemimpin
Stackelbergian dan pengikut sedangkan ower hubungan timbal balik pada

67
dasarnya adalah permainan tawar-menawar (Harsanyi, Rational Behavior And
Bargaining Equilibrium in Games And Social Situations 1977).

4.4.2 Sistem Organisasi Politik

Sebuah sistem politik, atau pemerintahan suatu, muncul setiap kali


dikoordinasikan pasar tindakan individu digantikan oleh beberapa bentuk
tindakan kolektif non-pasar. Hal ini berlaku bahkan ketika satu-satunya
motivasi untuk kegiatan kolektif adalah untuk mengubah hubungan pasar. Agar
efektif, setiap organisasi untuk tindakan kolektif harus memenuhi imperatif
organisasi tertentu; khususnya, harus fitur pembuatan kebijakan dan koordinasi
pusat dan peserta pheripheral yang tindakannya dikendalikan oleh pusat.
Dalam politik-ekonomi minimal pusat terdiri dari pembuat kebijakan dalam
pemerintahan sementara semua agnets ekonomi lainnya (rumah tangga,
produsen, dan lain-lain) adalah peserta perifer. Keputusan yang diambil oleh
pusat menentukan alokasi sumber daya dan distribusi pendapatan di tingkat
sehingga peserta perifer kesejahteraan politik-ekonomi dan, karenanya, bunga
yang yang terakhir memiliki dalam pilihan kebijakan pusat ini (Olson and Jr
1965).

kelompok-kelompok tertentu dari peserta perifer individu berbagi kepentingan


bersama dalam pilihan kebijakan pusat ini untuk alasan yang jelas. kelompok
kepentingan dengan demikian didefinisikan. Seperti aksi bersama mungkin
enchance tindakan kelompok dapat enchance kekuatan kelompok dari
keputusan kebijakan pusat, beberapa kelompok kepentingan mendapatkan
terorganisir untuk kegiatan lobi kolektif dalam mengejar kepentingan bersama
mereka. Pengorganisasian untuk aksi politik terhambat oleh kecenderungan
individu yang kuat untuk “tumpangan gratis” dan pada umumnya mahal. Oleh
karena itu, beberapa kelompok kepentingan mungkin tidak pernah
mendapatkan terorganisir. Empat jenis kelompok demikian dapat dibedakan
dalam-ekonomi politik. kelompok-kelompok tertentu dari peserta perifer
individu berbagi kepentingan bersama dalam pilihan kebijakan pusat ini.
kelompok kepentingan dengan demikian didefinisikan. Seperti aksi bersama
mungkin enchance tindakan kelompok dapat enchance kekuatan kelompok dari

68
keputusan kebijakan pusat, beberapa kelompok kepentingan mendapatkan
terorganisir untuk kegiatan lobi kolektif dalam mengejar kepentingan bersama
mereka.

Empat jenis kelompok demikian dapat dibedakan dalam-ekonomi politik


(Olson and Jr 1965), yaitu :

a. Sebuah pusat yang terdiri dari pembuat kebijakan.


Mengasumsikan bahwa hanya satu pusat ada, tetapi sering struktur
polisentris, yang melibatkan beberapa pusat, secara konstitusional
ditetapkan. Setiap pusat diasumsikan memiliki fungsi tujuan baik-devined
dan kapasitas untuk bernegosiasi dan masukkan perjanjian mengikat (tacit
maupun eksplisit) wirh kelompok terorganisasi lainnya, termasuk pusat-
pusat lainnya.
b. Terorganisir kelompok kepentingan.
Kelompok-kelompok seperti khas berevolusi mekanisme pilihan kelompok
termasuk struktur pemerintahan tertentu dan kepemimpinan yang efektif
mampu menggalang anggota kelompok dan negosiasi dan masuk ke dalam
mengikat perjanjian dengan kelompok-kelompok terorganisasi lainnya,
termasuk pusat-pusat kebijakan.
c. Terorganisir tapi responsif kelompok kepentingan.
Kelompok tersebut gagal berevolusi mesin setiap untuk pilihan kolektif,
tetapi anggota kelompok individu secara aktif menanggapi pilihan kebijakan
pusat ini.
d. Politik lembam kelompok kepentingan.
Anggota kelompok tersebut memiliki kepentingan politik-ekonomi yang
sama. Namun, tidak hanya kelompok-kelompok seperti kekurangan
mekanisme untuk aksi bersama yang terkoordinasi, anggota mereka juga
tidak responsif terhadap pilihan kebijakan pusat ini. Kita akan menggunakan
kekuatan istilah kelompok kekurangan mekanisme untuk aksi bersama yang
terkoordinasi, anggota mereka juga tidak responsif terhadap pilihan
kebijakan pusat ini. Kita akan menggunakan kelompok istilah kekuasaan di
mengacu pada pertama tiga jenis kelompok dan kelompok yang terorganisir
dalam merujuk ke pusat-pusat pembuatan kebijakan dan kelompok
69
kepentingan terorganisir. Seperti yang ditunjukkan, kelompok terakhir ini
ditandai dengan mekanisme pilihan kelompok dan kapasitas untuk
bernegosiasi dan masukkan perjanjian yang mengikat.

Klasifikasi kelompok menentukan sifat dari proses politik. Sebagai kelompok


kepentingan terorganisir mampu bernegosiasi dan memasuki perjanjian yang
mengikat dengan pusat, hubungan antara dua kelompok terorganisir ini
mendefinisikan situasi kekuatan timbal balik di mana masing-masing pihak
mempekerjakan cara nya kekuasaan dalam proses tawar-menawar. Ketika ada
n-terorganisir kelompok kepentingan dan pusat tunggal, keseimbangan politik-
conomic mencapai adalah solusi untuk (n + 1) -person permainan tawar-
menawar. Dalam konfigurasi kelompok polisentris, setiap pusat yang
berkepentingan dengan hasil politik yang relevan mengambil bagian aktif
dalam yang sesuai, (g + n) permainan tawar-menawar -person mana g adalah
jumlah pusat kebijakan tertarik dan n adalah jumlah bunga yang terorganisir
kelompok (Nagel 1968).

Pertimbangkan-ekonomi politik yang terdiri atas pusat pembuatan kebijakan


tunggal dan kelompok kepentingan tunggal terorganisir tapi reaktif. Hubungan
antara kedua mendefinisikan situasi kekuasaan sepihak. Artinya, pembuatan
kebijakan pusat menyadari fungsi reaksi kelompok terorganisir dan memilih
kebijakan yang akan memaksimalkan fungsi tujuan kebijakan pusat yang
diberikan pola reaksi kelompok kepentingan terorganisir (Nagel 1968).Tetapi
bagaimana keseimbangan politik-ekonomi yang ditetapkan dalam konfigurasi
kelompok yang melibatkan semua bentuk kelompok kekuatan, yaitu, kelompok
kepentingan pembuatan kebijakan pusat (s), teratur, dan terorganisir tapi
responsif kelompok kepentingan? Dalam keadaan ini, fungsi reaksi kelompok
terorganisir ini diperlakukan sebagai hubungan struktural, tidak berbeda
dengan hubungan struktural ekonomi, dan permainan tawar-menawar di antara
kelompok-kelompok terorganisir dilakukan seperti sebelumnya, yang
memperhitungkan fungsi Reaction kelompok terorganisir sebagai diberikan.

Politik kelompok kepentingan lembam tidak memainkan peran-mempengaruhi


politik hasil politik-ekonomi hanya melalui tanggapan ekonomi mereka yang

70
tercermin dalam hubungan struktural ekonomi. Akhirnya, perlu dicatat bahwa
basis kekuatan kelompok, terutama basis ekonomi dan politik kekuasaan,
tergantung pada kemampuan kepemimpinan kelompok untuk mengatasi
kecenderungan anggota untuk “tumpangan gratis” dan untuk memobilisasi
sumber daya anggota untuk kegiatan lobi bersama (Dahl 1957) .

4.4.3 Politik-Ekonomi Struktur

Formulasi ini berkaitan dengan pembentukan kebijakan kuantitatif. Kita akan


membatasi analisis sistem statis, tetapi versi dinamis dapat bekerja tanpa
mengubah implikasi utama dari analisis ini (Harsanyi, Rational Behavior And
Bargaining Equilibrium in Games And Social Situations 1977).

Mewakili struktur ekonomi, di mana y adalah vektor variabel endogeneous, z


adalah vektor dari variabel eksogen, dan x0 adalah vektor instrumen kebijakan.
Nilai x0 ditentukan oleh pembuat kebijakan di pusat. Bagaimana nilai-nilai
instrumen kebijakan, x0, ditentukan? (Nash dan Jr 1953). Sejalan dengan
tujuan pembentukan kebijakan endogen, model berikut dari politik-ekonomi
pertama dianggap. Biarkan politik-ekonomi terdiri dari pusat pembuatan
kebijakan tunggal dan n kelompok kepentingan terorganisir, sehingga hanya
hubungan kekuasaan timbal balik menang.

Biarkan X0 adalah himpunan nilai-nilai yang secara politis dari x0. X0


dibatasi dalam beberapa cara: Beberapa variabel harus nonnegatives (harga,
output, dan lain-lain); orang lain dibatasi oleh pertimbangan administratif dan
teknis; dan, akhirnya, ada, oleh karena itu, dikesampingkan sebagai politik
tidak dapat diterima. Dengan demikian, sumber daya politik utama di
pembuangan pembuat kebijakan adalah kekuasaan yang sah, kekuasaan koersif
dari negara, dan kemampuan teknis dan administratif untuk melaksanakan
berbagai kebijakan. dasar ini kekuasaan menentukan X0. conctraint politik lain
yang penting adalah transfer pendapatan diasumsikan-lump-sum tidak
diperbolehkan (Tocqueville 1994).

71
Hal tersebut tergantung pada kemampuan anggota untuk mengatur untuk
tindakan politik bersama, kekayaan mereka, status sosial ekonomi, representasi
politik, dan lain-lain, masing-masing kelompok kepentingan mengontrol
sumber daya ekonomi dan politik tertentu yang merupakan basis kekuasaan.
Biarkan xi menunjukkan tindakan (alat kekuasaan) yang diambil oleh
kelompok-i. Ini dapat terdiri dari tindakan seperti akan mogok, mendukung
individu tertentu dalam perjuangan internal partai, menghalangi langkah-
langkah legislatif disukai oleh pembuat kebijakan, memberikan kontribusi
untuk dana pemilu, menetapkan harga di bawah kontrol kelompok pada tingkat
tertentu, dll Mari Xi menjadi mengatur kemungkinan tindakan terbuka untuk
kelompok kepentingan-i. Jelas, Xi tergantung pada basis kelompok kekuasaan
(Olson dan Jr 1965).

Karena variabel endogeneous, y, tergantung pada instrumen kebijakan, x0,


keadaan sistem politik-ekonomi sepenuhnya ditentukan oleh vektor.

Untuk menyederhanakan presentasi, kita akan, selanjutnya, mengabaikan


variabel eksogen. Hal ini diasumsikan bahwa urutan preferensi negara dari
sistem politik-ekonomi oleh masing-masing kelompok kepentingan dapat
diwakili oleh fungsi tujuan suatu kelompok. Karena tindakan setiap kelompok
kepentingan yang ditujukan pada para pembuat kebijakan, dan dalam rangka
untuk menyederhanakan analisis, kita akan mengasumsikan fungsi tujuan aditif
sebagai berikut (Nagel 1968).

Indeks i = 0 dicadangkan untuk para pembuat keputusan, dan I = 1, 2, ..., n


untuk n terorganisir kelompok-kelompok kepentingan. Jadi,

72
Ui ini adalah fungsi skalar dinyatakan dalam sebuah numeraire umum,
katakanlah, dolar atau pound. ui (x0) adalah kelompok' evolusi keadaan
sistem ekonomi; ui dapat disamakan dengan jumlah ekonomi seperti
pendapatan, surplus konsumen ini, pengeluaran pemerintah, dan sejenisnya.
Fungsi, vi, akan disebut sebagai fungsi kekuatan kelompok-i selama pembuat
kebijakan; vi positif ketika kelompok-i mengejar “reward) kebijakan, dan
negatif ketika‘hukuman’kebijakan diadopsi. Biaya subjektif kepada kelompok-
i mencoba untuk mempengaruhi kebijakan diberikan oleh fungsi, wi, yang
positif setiap kali pengaruh upaya aktif yang dibuat oleh kelompok. Sekarang,
setiap kelompok kepentingan akan berusaha untuk meminimalkan biaya
tenaga, wi, untuk tingkat tertentu tekanan (kekuatan) itu diberikannya pada
pembuat kebijakan. Hal ini dicapai dengan pilihan yang tepat dari tindakan, xi.
Biarkan xi0 menjadi “biaya tenaga” meminimalkan kombinasi tindakan oleh
kelompok i. fungsi berikut kemudian dapat didefinisikan (Nagel 1968):

Persamaan (2a) dan (2b) dapat ditulis sebagai:

Notasi U (x) dan u (x0) untuk menunjukkan n + 1 vektor fungsi dihargai [Ui
(x)], dan [ui (x0)], masing-masing. Hal ini diasumsikan bahwa ui (i = 0,1, ..., n)
adalah sedemikian rupa sehingga set layak u (x0) (yaitu, x0 ε X0) adalah
kompak dan cembung, si ini yang cekung di ci, dan semua fungsi dua kali
terdiferensialkan. Untuk selanjutnya, kita akan mengadopsi nomenklatur
berikut. Fungsi tujuan, Ui (I = 0,1,2, ..., n) akan diarahkan sebagai kelompok

73
fungsi tujuan i diperpanjang, dan Ui dapat terdiri dari beberapa atau semua dari
tiga komponen berikut: (i) fungsi tujuan kebijakan , ui (x0); (Ii) fungsi tekanan,
Σin = 1 si (ci, δi); dan (iii) biaya tenaga, ci. Perhatikan bahwa dalam
konfigurasi kelompok ini fungsi tekanan dan biaya tenaga tidak pernah
dimasukkan dalam fungsi tujuan tunggal diperpanjang.

Berikut ini, dua konsep perbatasan efisiensi akan dibedakan: (a) efisiensi
ekonomi perbatasan-himpunan titik-titik efisien u (x0), x0 ε X0, 8 dan (b)
efisiensi politik perbatasan-set efisien poin U (x), x ε X. set pertama terdiri dari
kombinasi efisien fungsi tujuan kebijakan dicapai di bawah kendala yang
dikenakan oleh struktur ekonomi dan kelayakan politik. Di sini, hadiah politik,
atau denda, tidak diperbolehkan. Set kedua diperoleh dari pertama dengan
memungkinkan kelompok kepentingan untuk menghargai para pembuat
kebijakan. Efisiensi politik, dengan demikian, berarti efisiensi ekonomi.
Mengingat beberapa sifat cekung masuk akal dari berbagai fungsi, dua efisiensi
set batas luar dari set kelayakan sesuai kompak dan cembung.

Inti dari masalah politik adalah resolusi dari konflik yang timbul antara
berbagai kelompok berusaha untuk mempengaruhi pembuat kebijakan untuk
mengadopsi x0 kebijakan ε X0 yang akan memaksimalkan fungsi tujuan
kelompok. Dengan demikian, x0 adalah lingkup semua kelompok kepentingan.
Domain dari masing-masing kelompok kepentingan terdiri dari aktor-single
pembuat kebijakan. Dalam pengaruh upayanya, kelompok dapat karyawati
basis kekuatan untuk mengerahkan tekanan politik oleh menjanjikan “imbalan”
untuk kebijakan disukai oleh kelompok dan mengancam “hukuman” dalam
menanggapi kebijakan dianggap berbahaya untuk penyebabnya kelompok.

Bagaimana konflik diselesaikan? Sejak kerjasama, daripada konfrontasi, adalah


fenomena yang mengatur sistem politik-ekonomi, kita harus mencari solusi
koperasi. Berikut (Harsanyi, Measurement Of Social Power, Opportunity Cost,
and The Theory Of Two-Person Bargaining Game 1962a), kita akan, oleh
karena itu, mengadopsi solusi Nash untuk dua orang game (Nash and Jr 1953)
dan generalisasi Harsanyi untuk n-orang game (Harsanyi, A Simplified
Bargaining Model For n-Person Coopertive Game 1963). Keseimbangan

74
politik-economi sekarang didefinisikan sebagai solusi bersama untuk
permainan kooperatif dan persamaan ekonomi struktural. Ada beberapa poin
penting yaitu:

4.4.3.1. Resolusi Konflik dan Hubungan Equilibrium

Pada bagian ini kita mengeksplorasi sifat utama dari solusi keseimbangan dan
implikasinya terhadap hubungan kekuasaan analisis od. Kasus dua pemain-
pusat kebijakan dan satu kepentingan kelompok-diselidiki pertama, akan
diikuti oleh analisis (n + 1) kasus pemain. Pusat Kebijakan dan satu kelompok
kepentingan yang terorganisir. Permainan koperasi didahului oleh permainan

nonkooperatif, di mana pembayaran perselisihan ditentukan oleh


strategi ancaman para pemain (Nash and Jr 1953). Mengingat
ketidaksepakatan payofsss, solusi untuk game koperasi adalah strategi
bersama yang memaksimalkan produk [U0 (x) - t0] [U1 (x) - t1] sehingga
(I = 1, 2). Sekarang, telah ditunjukkan oleh (Harsanyi, A
Simplified Bargaining Model For n-Person Coopertive Game 1963) bahwa

strategi keseimbangan ancaman adalah seperti yang

Dimana H1 adalah seperti konstan yang

dan adalah strategi solusi koperasi. H1 demikian kemiringan efisiensi


perbatasan politik pada titik solusi, yaitu,

menjadi

75
Sebuah kondisi yang diperlukan adalah

Dimana kesetaraan yang ketat memegang setiap kali . Perhatikan bahwa,


karena aditivitas dari fungsi tujuan, kelompok kepentingan akan selalu

mengadopsi strategi menghukum ancaman di bawah perselisihan, yaitu, .

Ternyata, karena aditivitas, maksimalisasi U0 + H1 U1 di mentega permainan


kooperatif terdiri dari:

(i) Kelompok kepentingan mengadopsi kebijakan reward, yaitu,


(ii) dipilih untuk memaksimalkan
(iii) dipilih untuk memaksimalkan

Itu adalah, adalah dalam efisiensi frontier ekonomi. Akibatnya, kondisi


berikut berlaku:

Dengan diadakannya ketat jika Nash solusi dari permainan untuk kasus
digambarkan pada Gambar 1.

Dalam Gambar 1 kurva AB merupakan efisiensi perbatasan politik, sementara


kurva AC mewakili efisiensi frontier ekonomi.

Kurva FG menggambarkan reward untuk para pembuat kebijakan dan biaya


untuk kelompok kepentingan. Ini adalah lokus dari pasangan.

untuk diberikan dan di mana c1 adalah biaya tenaga emban oleh strategi
reward. Kurva DE adalah himpunan semua kemungkinan hadiah perselisihan

terkait dengan kebijakan memperlakukan, , Pada bagian dari pembuat


kebijakan, yaitu, itu adalah lokus dari pasangan

76
Dimana c1 adalah biaya tenaga emban oleh strategi penalti. Himpunan semua
hadiah perselisihan sesuai dengan solusi koperasi diberikan garis seperti GI.
The gorup bunga akan, oleh karena itu, pilih strategi ancaman yang melibatkan
biaya, dan menghasilkan hadiah ketidaksepakatan (t0, t1). Perhatikan bahwa
pada G, solusi koperasi,

Nash Solusi dari Sistem Terdiri dari pembuat kebijakan dan Satu Interest
Group.

Pada F,

Dan pada (t0, t1),

Satu mengharapkan bahwa dalam sistem yang paling realistis beberapa

ancaman ada, dan dengan demikian .

77
Dengan kata lain, keseimbangan dari sistem politik-ekonomi, yang terdiri dari
pusat kebijakan satu kelompok kepentingan yang terorganisir, terkait eith
memaksimalkan jumlah fungsi tujuan kebijakan dan fungsi tujuan kelompok
kepentingan, ditimbang dengan kekuatan marjinal kekuasaannya atas para

pembuat kebijakan, Berat kesetimbangan adalah hal konstan. Perlu


dicatat bahwa nilai ekuilibrium dari x0 adalah invarian dalam rangka
melestarikan transformasi linear dari fungsi objektif. Kami mengacu pada W
(x0) sebagai fungsi pemerintahan politik. Pusat kebijakan dan kelompok
kepentingan n-terorganisir. Kasus kelompok interset n-terorganisir dianalisis
dengan bantuan konsep solusi yang diusulkan oleh Harsanyi (1963). Kami
harus menahan diri dari mengulangi pengembangan penuh konsep dan akan
membatasi presentasi untuk set terakhir kondisi mendefinisikan solusi
(Harsanyi, A Simplified Bargaining Model For n-Person Coopertive Game
1963).

Menurut Harsanyi, solusi untuk permainan secara keseluruhan tergantung pada


solusi untuk subgames antara semua koalisi mungkin. The subgames
menentukan hasil koperasi untuk masing-masing anggota koalisi, yang, pada
gilirannya, mempengaruhi hadiah ketidaksepakatan sebagai anggota dalam
koalisi yang lebih tinggi. Biarkan N semua pemain, yaitu, N = (0,1,2, ..., n), S
subset dari N dan , Komplemen dari S di N. membiarkan Usi dan tsi

menunjukkan, masing-masing, pemain hasil saya ketika S dan menggunakan


strategi ancaman mereka dan hadiah perselisihan pemain saya dari koalisi S di
mana ia adalah anggota. Mari juga menjadi strategi ancaman koalisi, di mana
xs menunjukkan variabel di bawah kendali koalisi dan Xs ruang strategi layak
S. Larutan tersebut kemudian diberikan oleh kondisi berikut:

78
Dimana untuk tujuan operasi maksimin yang quantites Hi, Hk, Hj, Hm, dan tis,
tks, tj , tm dianggap sebagai konstanta. Simbol-simbol dan r mengacu pada
jumlah anggota dalam koalisi S dan R, masing-masing. Perhatikan juga bahwa
UIN = U ( )adalah hasil kerjasama dari permainan secara keseluruhan.
Konstanta Hi dinormalisasi dengan menetapkan H0 = 1.

(i) kelompok kepentingan mengadopsi kebijakan reward:

(ii) dipilih sehingga maksimalkan

(iii) dipilih untuk memaksimalkan

Artinya, u ( ) adalah pada efisiensi perbatasan ekonomi.

Akibatnya, conditons berikut memegang:

Dimana kesetaraan yang ketat memegang setiap kali

Pertimbangkan, saat ini, subgame antara S = {i} dan {i } dan kemudian,


karena aditivitas kondisi asumsi menyiratkan, kebijakan menghukum ancaman
pada bagian jika i, yaitu, dan

79
Dimana kesetaraan terus ketat setiap kali . Kebijakan ini berlaku untuk
semua kelompok kepentingan ketika menghadapi koalisi semua kelompok
lainnya.

Untuk alasan yang telah dibahas, salah satu mengharapkan subgame untuk

melibatkan ancaman positif, yaitu, , Dan kesetaraan dalam (10)


memegang. Menggabungkan (10) dan (iii) di atas, ditemukan bahwa solusi
secara keseluruhan dikaitkan dengan maksimalisasi

Dengan kata lain, keseimbangan dari sistem politik-ekonomi dikaitkan dengan


maksimalisasi jumlah dari kebijakan fungsi tujuan dan kelompok-kelompok
kepentingan fungsi tujuan ditimbang oleh kekuatan marginal kekuasaan
mereka atas kebijakan. Bobot keseimbangan dianggap sebagai konstanta,
meskipun nilai-nilai mereka endogen ditentukan.

Teori ini sehingga memprediksi perilaku memaksimalkan sistem politik-


ekonomi. Namun, kuantitas yang dimaksimalkan (yaitu, fungsi pemerintahan
politik tunggal pusat-n kelompok-kelompok kepentingan politik-ekonomi)
belum tentu pembuat kebijakan fungsi tujuan. Hal ini, sebaliknya, sebuah
refleksi dari struktur kekuasaan sosial dan kepentingan berbagai kelompok
kekuatan. Teori kebijakan endogen diuraikan di atas dapat digunakan Saya
memperkirakan paramaters dari struktur kekuasaan politik di politik-ekonomi
yang sebenarnya berdasarkan keteraturan perilaku yang diamati . Tidak juga
bahwa, untuk diberikan hadiah perselisihan Tin individu, solusi untuk tawar-
menawar permainan sederhana pilihan strategi koperasi (Harsanyi, Rational
Behavior And Bargaining Equilibrium in Games And Social Situations 1977)

Ada dua konfigurasi kelompok tambahan daya ekonomi politik: (i) struktur
polycentrict dan (ii) konfigurasi yang melibatkan kelompok-kelompok
terorganisir tapi responsif.

80
(a) Sebuah konfigurasi polycentrict. Pertimbangkan konfigurasi kelompok
yang terdiri g pembuatan kebijakan pusat dan n kelompok kepentingan
terorganisir. Mari j (j = 1,2, ..., g) indeks pusat pembuatan kebijakan dan i (i =
1,2, ..., n) Indeks kelompok kepentingan yang terorganisir. Mari, juga, x0 =
(x01, ..., x0g) menjadi vektor instrumen kebijakan yang dikendalikan oleh
berbagai pusat pembuatan kebijakan. Artinya, kita mengasumsikan bahwa
setiap pusat pembuatan kebijakan secara konstitusional vested dengan
kewenangan untuk menentukan nilai dari beberapa instrumen kebijakan
tertentu. Selain itu, diandaikan bahwa hubungan kekuasaan timbal balik
berlaku di antara berbagai pusat sehingga setiap pusat memiliki beberapa
kekuatan atas semua pusat lainnya. Oleh karena itu, fungsi tujuan diperpanjang
dari conters pembuatan kebijakan yang

Mana uj (x0) adalah fungsi tujuan kebijakan refleksi pusat j preferensi atas
ruang kebijakan seluruh, X0; sij (cij, δij) adalah kekuatan kekuasaan kelompok
kepentingan-i di atas pusat-j; Skj (CKJ, δkj) adalah kekuatan pusat k ini
kekuasaan atas pusat j; cij, CKJ dan Ckj masing-masing adalah, biaya kekuatan
kelompok kepentingan-i di atas pusat-j, pusat k-th atas pusat j'-th, dan pusat-j
selama k- yang pusat th. δij dan δkj adalah variabel indikator yang menunjukkan
apakah suatu “hadiah” atau “hukuman” strategi telah diadopsi dalam interaksi
strategis antara grouos daya yang sesuai. fungsi tujuan diperpanjang dari
kelompok kepentingan yang terorganisir yang

Mana ui (x0) adalah kelompok kepentingan fungsi tujuan kebijakan i


didefinisikan lebih X0.

Sejak hubungan kekuasaan timbal balik berlaku di antara semua kelompok


kekuasaan, sokution keseimbangan politik-ekonomi adalah solusi untuk game
yang sesuai (g + n) tawar-menawar -person. Dalam Lampiran, solusi untuk ini
(g + n) -person permainan tawar-menawar sederhana (mana semua hadiah
perselisihan, tio, diperlakukan seperti yang diberikan) dieksplorasi.
81
Temuan utama dari analisis ini adalah bahwa, keseimbangan dari sistem
politik-ekonomi yang confguration kelompok terdiri kelompok kepentingan n
terorganisir dan g tertarik pusat membuat kebijakan-dikaitkan dengan
maksimalisasi fungsi pemerintahan kebijakan, W (x0).

W (x0)adalah jumlah tertimbang fungsi tujuan kebijakan kelompok kekuatan


yang sesuai. Dua interpretasi alternatif dari bobot termasuk dalam fungsi
pemerintahan kebijakan yang disarankan dalam Lampiran: (i) rasio berat, BilBj
dan BklBj, yang strenghts marjinal kekuasaan relatif terjadi peningkatan biaya
tenaga; dan (ii) rasio berat, BilBj dan BklBj, adalah keuntungan relatif dari
kelompok kekuatan yang sesuai dalam keseimbangan politik-ekonomi koperasi
dibandingkan dengan situasi konflik.

(b) Satu pembuatan kebijakan pusat, n-terorganisir kelompok-kelompok


kepentingan dan m terorganisir tapi responsif kelompok kepentingan. Di bawah
konfigurasi kelompok dianggap sampai sekarang, hubungan kekuasaan antar
kelompok yang semua timbal balik. Dengan memperkenalkan terorganisir tapi
responsif kelompok kepentingan, hubungan kekuasaan sepihak ditambahkan ke
struktur kekuasaan. Kita akan berasumsi bahwa reaksi dari kelompok
kepentingan terorganisir tapi responsif k-th mempengaruhi kesejahteraan para
pembuat kebijakan saja, n terorganisir kelompok kepentingan diasumsikan
acuh tak acuh terhadap reaksi kelompok terorganisir. Asumsi ini dan asumsi
pusat tunggal-kebijakan yang dibuat untuk kepentingan kesederhanaan dan
singkatnya; mereka bisa dengan mudah santai. Seperti yang akan menjadi jelas,
kemudian, perubahan yang diperlukan dalam analisis dibenarkan oleh relasi
minimal dan jelas.
(c) Mari rh (x0) menunjukkan fungsi reaksi terorganisir tapi responsif
kelompok kepentingan h, dan biarkan r (x0) = [r1 (x0), ..., rm (x0)]. Di bawah
asumsi ini, fungsi reaksi mempengaruhi pusat membuat kebijakan sendiri.
Kami kemudian dapat mengekspresikan (indeks i = 0) pusat kebijakan fungsi
tujuan sebagai berikut

82
Menerima prinsip dasar doktrin individualisme metodologis, interpretasi
teleologis dari hasil ini harus dihindari-politik-ekonomi, sebagai agregat sosial,
tidak memiliki tujuan sendiri. Hasil maksimisasi secara ketat sebuah “seolah-
olah” hasil yang berasal dari interaksi strategis antara aktor ratonal individu.
Kedua, kuantitas dimaksimalkan tentu bukan fungsi tujuan kebijakan; bukan,
itu adalah jumlah tertimbang dari kepentingan tertentu kelompok kekuatan, di
mana bobot tergantung pada struktur kekuasaan yang berlaku. Oleh karena itu,
ada kasus prima facie untuk “kepentingan umum” maksimisasi tersirat; tidak
bisa sebuah pernyataan wajar tanpa pengecualian dibuat mengenai efisiensi
ekonomi dari keseimbangan politik-ekonomi.

4.4.3.2. Efisiensi ekonomi dari keseimbangan politik-ekonomi


Pendekatan analitik untuk politik-ekonomi terutama parsial, dengan fokus pada
sektor tertentu dari ekonomi. Evaluasi ekonomi harus, karena itu, mengatasi
aktor luar politik-ekonomi dianalisis serta orang-orang yang berpartisipasi di
dalamnya.

1. Dua pertanyaan mendasar harus dibahas dalam setiap analisis normatif:


2. adalah nilai-nilai keseimbangan instrumen kebijakan sosial yang optimal?
3. Apakah biaya politik-ekonomi-transaksi minimal?

Dalam menjawab pertanyaan pertama, kita akan menggunakan kriteria


ekonomi kesejahteraan standar (kondisi pareto optimal). Pertanyaan kedua
mengacu pada fenomena yang jauh lebih kompleks. Setiap sistem sosial yang
nyata di mana aktor individu angage dalam pertukaran memerlukan kerugian
kesejahteraan tertentu ditunjuk sebagai biaya transaksi. Biaya transaksi sulit
untuk menentukan; tapi, secara umum, mereka mengacu pada perbedaan antara
tingkat utilitas individu dicapai di bawah teknologi dan ketersediaan sumber
daya kendala yang ada dan tingkat utilitas sebenarnya dicapai di bawah
organization.that sosial tertentu, “biaya transaksi” yang merujuk pada “nilai”
semua keberangkatan dari pemanfaatan sumber daya “terbaik pertama” karena
ketidaksempurnaan-sistem deskripsi yang agak tautologis. Dalam konteks ini,
kita tidak mengejar berbagai terkait biaya masalah transaksi; bukan, analisis
83
kami berfokus pada struktur yang sesuai informasi dan insentif. Komponen
biaya utama adalah “biaya tawar” yang “biaya tenaga” yang disebutkan di atas
dan jenis biaya ditekankan dalam literatur rent-seeking [misalnya, biaya yang
aktor individu incure ketika mencari bagian yang lebih besar dari kuota impor
serta administrasi Program dan penegakan biaya (Dahl 1957).

Perlu ditekankan bahwa perbedaan antara kerugian kesejahteraan karena


tingkat nonoptimal sosial dari instrumen politicy (kategori (i) di atas) dan
mereka karena biaya transaksi politik-ekonomi (kategori (ii) di atas) sebagian
besar sewenang-wenang. Hal ini diadopsi dalam rangka memfasilitasi eksposisi
tetapi, pada prinsipnya, intervensi politik optimal adalah salah satu minizing
jumlah semua biaya. Selain itu, karena berbagai kelompok terorganisir tidak
bisa mengabaikan biaya transaksi politik-ekonomi yang signifikan, komponen
biaya ini juga penentu relevavnt dari biaya transaksi politik-ekonomi, dengan
demikian, unsur-unsur penting dari teori positif (Nagel 1968).

Apa kondisi yang diperlukan secara ekonomi nilai-nilai keseimbangan yang


efisien dari instrumen kebijakan? Apakah itu heuristik dikatakan bahwa
keberangkatan dari kondisi berikut ini mungkin menginduksi pilihan kebijakan
ekonomi tidak efisien.

a) Semua aktor individu yang kesejahteraan dipengaruhi oleh pilihan


instrumen kebijakan harus terwakili dalam nilai-nilai yang dipilih dari
instrumen kebijakan, pilihan seperti dapat mempengaruhi tingkat
perpajakan; dan pembayar pajak harus, karena itu, diwakili dalam proses
politik. Perhatikan bahwa wajib pajak yang biasanya constitude kelompok
kepentingan lembam politik mungkin, pada kenyataannya, diwakili dalam
proses politik oleh otoritas fiskal yang kebijakan Tujuan berfungsi untuk
meminimalkan defisit pemerintah bersih. Pembayar pajak seperti harus tetap
dianggap sebagai kelompok kepentingan lembam politik.
b) Semua kelompok yang terorganisir' fungsi tujuan kebijakan harus
sepenuhnya dan dengan setia mencerminkan anggota kelompok preferensi
atas ruang kebijakan, X0. Dengan kata lain, efek kebijakan harus
diinternalisasi sepenuhnya. Dua jenis utama dari distorsi yang serius, atau

84
eksternalitas, cenderung accur dalam sistem politik-ekonomi: bunga (i)
anggota kelompok mungkin terdistorsi dalam proses politik; dan (ii)
kelompok mungkin menganggap aspek-aspek tertentu dari sistem sebagai
barang kolektif / bads dari yang efeknya anggota kelompok tidak bisa
dikesampingkan.
c) Bobot yang melekat pada fungsi tujuan kebijakan kelompok terorganisir
harus sama (yaitu, b1 = b2 = ... = bn = 1 dan Bi = Bj = Bk = B untuk semua
I, j, k). tergantung pada interprelation disukai seseorang dari bobot, kondisi
(c) dapat diartikan pemerataan kekuasaan atau sisi diperbolehkan
pembayaran. Penafsiran terakhir ini dapat diperoleh dari lampiran dengan
mencatat bahwa, di bawah pembayaran sisi diperbolehkan, kita dapat

menulis dan . Dengan implikasi,


keuntungan dari keseimbangan politik-ekonomi coorperative kemudian
sama bagi semua kelompok terorganisir.

Perlunya kondisi efisiensi ekonomi (a) sampai (c) dapat diilustrasikan dengan
contoh sederhana yang terdiri dari pasar untuk komoditas bersubsidi. Pasokan
dan permintaan hubungan dijelaskan pada gambar 2 dengan kurva SS 'dan DD',
repectively. Suatu relasi struktural ketiga adalah persamaan harga subsidi

Pp = Pc + s,
Dimana Pp menunjukkan harga produsen, Pc menunjukkan harga konsumen,
dan s adalah subsidi per unit komoditas. Ketiga hubungan struktural ekonomi
bersama-sama menentukan variabel endogeneous, Pp, Pc, dan q untuk tingkat
subsidi yang diberikan, s. dengan demikian,

Pc = Pc (s), Pp = Pp (s), dan q = q (s).


Konfigurasi kelompok diasumsikan terdiri dari pembuatan kebijakan pusat atau
pemerintah (diindeks oleh i = 0) dan dua kelompok kepentingan yang
terorganisir; konsumen (i = 1) dan produsen (i = 2). Mengenai nol subsidi
keseimbangan, E, sebagai referensi menyatakan, fungsi tujuan kebijakan
adalah sebagai berikut. Pemerintah ingin meminimalkan biaya
subsidireoresented pada gambar 2 dengan luas persegi panjang PcPp DB;
konsumen tertarik surplus konsumen maksimal diwakili dalam gambar 2 oleh

85
adalah dari trapeza Pe EB Pc, sementara produsen berusaha untuk
memaksimalkan surplus produsen diwakili dalam gambar 2 dengan daerah
trapeza Pe EA Pp.

politik-ekonomi dari komoditas yang kompetitif bersubsidi

Perhatikan bahwa daerah segitiga ABE merupakan hilangnya subsidi bobot


mati. Tingkat ekuilibrium politik-ekonomi dari subsidi adalah salah satu
memaksimalkan kebijakanFungsi govermance:

W (s) = u0 (s) + b1u1 (s) + b2u2 (s),


dimana b1 0 dan B2 0 adalah bobot yang berhubungan dengan konsumen dan
produsen kelompok, masing-masing:

Bila daya merata (Atau payements sisi diperbolehkan), b1 = b2 = 1. Kemudian


W (s) adalah jelas surplus sosial bersih; itu adalah sama dengan nilai negatif
dari daerah segitiga ABE dalam gambar 2. Oleh karena itu, s = 0 adalah solusi
keseimbangan politik-ekonomi; itu adalah,

86
Solusi efisien ekonomi memperoleh karena pembayar pajak, kelompok
kepentingan hanya politicaly inert, diwakili dengan membuat kebijakan-pusat
[codition (a)]; fungsi tujuan kebijakan setia mewakili preferensi kelompok
terhadap tingkat subsidi [kondisi (b)], dan kekuasaan politik didistribusikan
merata [kondisi (c)]. Sangat mudah untuk melihat bahwa keberangkatan dari
kondisi ini akan menghasilkan tingkat-meskipun subsidi keseimbangan
nonoptimal kemungkinan saling kompensasi penyimpangan, namun tidak
mungkin, tidak dapat dikesampingkan.

Setelah menganalisa efisiensi ekonomi politik-ekonomi kesetimbangan untuk


confirgurations kelompok terdiri dari kelompok yang terorganisir saja, kami
berharap sekarang untuk mengeksplorasi implikasi kesejahteraan memperluas
konfigurasi untuk memasukkan kelompok terorganisir juga. Hal ini segera jelas
bahwa masuknya kelompok kepentingan lembam politik, tanpa perwakilan
dalam proses politik, menurut definisi melanggar kondisi efisiensi ekonomi (a)
dan, dengan demikian, kondusif untuk fungsi yang sama sekali berbeda pada
kelompok terorganisir yang berpartisipasi. Jadi, jika uo (xo) dalam persamaan
(15) dapat dinyatakan sebagai beriku

Di mana h (r (xo)), efek dari fungsi kelompok terorganisir pada pusat itu baik
baing, setia mencerminkan preferensi kelompok terorganisir atas ruang

kebijakan maka kondisi yang diperlukan (a) dan


(b) terpenuhi. Sebagai akibat wajar, kita sekarang menambahkan kondisi satu
lagi yang diperlukan untuk efisiensi ekonomi dari politik-ekuilibrium, yaitu:

jika konfigurasi kelompok politik-ekonomi termasuk kelompok kepentingan


teroganisir tapi responsif, maka dampak total fungsi reaksi kelompok
terorganisir pada kelompok terorganisir yang berpartisipasi harus setia
mencerminkan preferensi kebijakan kelompok terorganisir tapi responsif. Jika
87
konfigurasi kelompok meliputi beberapa terorganisir tapi responsif kelompok
kepentingan, maka (d) harus berlaku untuk setiap kelompok tersebut. Hal ini
tidak mungkin bahwa cindition (d) tepatnya memperoleh. Namun, itu tidak
masuk akal untuk mengharapkan bahwa kelompok-kelompok terorganisir
responsif dapat meningkatkan kinerja politik-ekonomi lebih inersia murni.

Set kondisi yang diperlukan untuk efisiensi politik-ekonomi menyediakan tolok


ukur untuk evaluasi normatif dari politik-ekonomi. Karena kondisi ini sering
dilanggar, inefisiensi ekonomi yang pervasif; biaya sosial petugas tergantung,
tentu saja, pada sifat dan ukuran deparatures dari optimalitas. Namun, analisis
sebelumnya tidak menguras implikasi kesejahteraan yang relevan, dan setiap
upaya mengevaluasi kinerja sistem politik-ekonomi tidak harus gagal untuk
mempertimbangkan engkau biaya transaksi politik-ekonomi terkait. Dari
sekian banyak kategori yang mungkin dari biaya tersebut, kita mengeksplorasi
hanya dua (Dahl 1957):

(i) Biaya transaksi politik-ekonomi yang terjadi selama proses politik di mana
nilai-nilai dari variabel instrrumental ditentukan.
(ii) Biaya transaksi yang terjadi selama pelaksanaan kebijakan phase.these
terdiri costof mengelola program kebijakan, biaya emban oleh struktur
informasi yang tidak sempurna, dan biaya karena sistem insentif
terdistorsi.

Biaya tawar timbul selama fase pembentukan kebijakan sebagai kelompok


kekuasaan dengan berkeberatan bertentangan mencari kebijakan yang
disepakati yang akan melayani kepentingan terbaik setiap kelompok.
Kesepakatan tercapai melalui negosiasi, tawar-menawar, dan saling persuasi
yang biasanya mahal dalam hal waktu dan hubungan manusia. Sementara teori
tawar nash-Harsanyi mengandaikan dominasi solusi kooperatif dengan
situastion konflik melayani hanya sebagai ancaman unimplemented sering
dilakukan. Terbukti, kesenjangan persepsi para pihak dari hasil konflik sering
memicu tes mahal kekuasaan. Secara umum, biaya tawar yang besar lebih
beragam kepentingan, semakin besar taruhannya invvolved, dan kurang
mengorbankan pemimpin kelompok kelompok sikap.

88
Biaya tenaga, terutama di bawah ketidaksetujuan, sebagian diwujudkan dalam
biaya tawar-menawar. Tetapi bahkan dalam larutan coorperative ketika
kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir terlibat dalam strategi
reward, socety mungkin menimbulkan kerugian sosial bersih. Ini akan salah
untuk menganggap biaya penuh dari pembuat kebijakan bermanfaat sebagai
biaya sosial bersih, untuk biaya ini menciptakan manfaat dihargai oleh agen
keputusan politik. Sebagai yang terakhir juga anggota masyarakat, nilai-nilai
reward harus dimasukkan dalam kalkulus kesejahteraan sosial. Dengan
demikian, dalam konfigurasi pusat singel n terorganisir kelompok-kelompok

kepentingan, kuantitas dimaksimalkan dalam


kesetimbangan politik-ekonomi sehingga kondisi effeiciency ekonomi (c) juga
diperlukan untuk kebijakan reward politik keseimbangan optimal.

Jenis terakhir biaya transaksi politik-ekonomi yang terjadi di fase pembentukan


kebijakan adalah biaya keputusan kebijakan. Istilah ini mengacu pada resours
dikeluarkan pada pengumpulan informasi dan perhitunganketika mencapai
keputusan kebijakan serta kerugian wefare karena pilihan keliru. Meskipun
sulit untuk membedakan dari biaya tawar yang sudah disebutkan, biaya
keputusan merupakan kategori biaya yang berbeda.

Dua jenis biaya transaksi politik-ekonomi mendominasi fase implementasi


kebijakan: (i) biaya administrasi Program dan (ii) biaya rente. Komposisi dan
luasnya kategori pertama tergantung pada sifat dari program kebijakan.
Terbukti, pemberian program pembangunan infrastruktur tidak pemungutan
pajak tidak rememble, dll kepentingan tertentu dari sudut pandang penelitian
ini ini adalah hubungan antara pilihan kebijakan, biaya administrasi, dan biaya
rent-seeking. Sebagai contoh, kebijakan yang memerlukan intervensi publik di
ekonomi mikrotingkat (misalnya, pasokan contol melalui penjatahan produksi,
sumber daya penjatahan oleh dalam pelaksanaan program publik) akan
cenderung memerlukan biaya administrtion berat, berbeda dengan kebijakan
ekonomi makro (misalnya, kontrol publik dari suku bunga pasar dan kurs mata
uang asing pertukaran) di mana biaya administrasi yang minimal.

89
Sebuah biaya rent-seeking terdiri dari sumber daya yang dikeluarkan oleh
agen-agen ekonomi individu berusaha untuk meningkatkan pangsa mereka dari
hak sewa-menghasilkan dibuat secara politik dan dialokasikan. Demikian pula,
jatah produksi dan dialokasikan secara politik pemanfaatan sumber daya dan
perdagangan hak memerlukan perilaku rent-seeking dan biaya. Biaya sewa-
mencari mencakup semua keberangkatan dari alokasi sumber daya “terbaik
pertama” yang disebabkan oleh sewa dibuat secara politik. Karena sewa sering
mencari melibatkan menyuap dan kegiatan terlarang lainnya, biaya sosial
penuh terkait dengan rente mungkin lumayan melebihi biaya sumber daya
ekonomi secara langsung. Jumlah biaya sewa-mencari diproduksi di politik-
ekonomi tergantung pada struktur pasar untuk hak sewa-bearing dibuat secara
politis. Sebagai Krueger telah menunjukkan, dalam kondisi pasar yang
kompetitif, kerugian sosial adalah sama dengan total nilai sewa dibikin politik
yang mungkin memang cukup besar (Allan 2011).

Mengontrol pengiriman melintasi perbatasan internasional adalah biaya murah


dari kepolisian kuota produksi dometistically memproduksi dan komoditas
comsumed mungkin agak tinggi. Dengan demikian, biaya total transaksi
politik-ekonomi di sebagian besar program politicy mungkin substaintial dan
harus dimasukkan dalam penentu kebijakan karena adayang cukup potensial
trade-off antara biaya transaksi politik-ekonomi dan tujuan kebijakan
kelompok lain. Dengan demikian, rent-seeking dan biaya administrasi dapat
dikurangi secara substansial dengan memilih pembatasan kuantitatif kurang
ketat dan bawah harga sewa memproduksi. Sampai saat ini, analisis normatif
kami telah difokuskan pada evaluasi kebijakan, sebagian besar menghindari
pernyataan preskriptif. Namun, resep normatif disarankan sebagai oleh-produk
dari analisis di atas. Dalam konteks pembentukan kebijakan endogen,
pernyataan preskriptif tentu merujuk pilihan konstitusional.

Biaya sosial dari tindakan politik mungkin melebihi manfaat sosialnya sebagai
analisis kesejahteraan kita menyarankan. Dikatakan selanjutnya bahwa
tindakan politik yang tidak diinginkan sosial tersebut dapat, pada
kenyataannya, dibawa oleh orang-orang yang berdiri untuk mendapatkan dari
keterlibatan negara sementara hampir mekanisme setiap ada untuk mencegah
90
beralasan balik “selubung ketidaktahuan” ketika sikap individu dan kelompok
yang lebih universal , mungkin bar intervensi pemerintah beralasan mendatang
dalam proses ekonomi. Oleh karena itu, pilihan konstitusional yang dilakukan
di balik “selubung ketidaktahuan” ketika sikap individu dan kelompok yang
lebih universal, mungkin bar intervensi pemerintah beralasan mendatang.
pilihan konstitusional dan institusional lainnya harus mencari untuk
memastikan efisiensi yang kondisional dan struktur kelembagaan yang
diharapkan dalam-terbaik kedua dunia.

Ringkasan

Distribusi pendapatan adalah pembagian penghasilan di dalam masyarakat.


Dalam proses produksi, para pemilik faktor produksi akan menerima imbalan
seharga faktor produksi yang disumbangkan dalam proses produksi. Distribusi
pendapatan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi. Distribusi
pendapatan nyatanya bertujuan: (i) Meningkatkan taraf hidup masyarakat
menjadi lebih baik. Masyarakat bisa membangun kesejahteraan umum; (ii)
Memberikan hak dan keadilan bagi setiap warga negara. Setiap orang dapat
menikmati fasilitas yang sama dan setara; (iii) Menghindarkan dari resiko
kriminalitas. Setiap orang mampu memenuhi kebutuhannya sehingga tindak
kejahatan bisa dihindari; (iv) Menumbuhkan rasa solidaritas dan sosial yang
tinggi antar lapisan masyarakat. Sebagai contoh berupa penyaluran zakat
kepada yang membutuhkan. Kebijakan Perdagangan Internasional adalah
segala tindakan negara/pemerintah, baik langsung ataupun tidak langsung
untuk memengaruhi struktur, arah, komposisi, serta bentuk perdagangan luar
negeri atau kegiatan perdagangan. Tujuan kebijakan p[erdagangan adalah: (i)
Menambah pendapatan dari suatu negara; (ii) Meningkatkan devisa negara
melalui kegiatan ekspor produk ke negara lain; (iii) Meningkatkan
pertumbuhan sektor ekonomi, menstabilkan harga barang; (iv) Menyerap
banyak tenaga kerja.

Tugas

1. Jelaskan dan analisis tentang teori kesejahteraan sosial? Bagaimana


mekanismenya?

91
2. Jelaskan dan analisis sistem sewa? Bagaimana mekanismenya?
3. Mengapa ada kepentingan dan peran kelompok kepentingan? Bagaimana
mekanismenya?
4. Coba Anda analisis teori kebijakan endogen untuk kasus yang ada?.

Praktikum

Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,


mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Coba Anda selesaikan kasus tersebut dengan teori kesejahteraan sosial?
2. Bagaimana sistem sewa dalam kasus tersebut?
3. Bagaimana kepentingan dan peran kelompok kepentingan dalam kasus
tersebut?

4. Bagaimana menyelesaikan kasus tersebut dengan teori endogen?

Daftar Pustaka

Bellù, Lorenzo Giovanni, and Paolo Liberati. 2006. "Social Welfare, Social
Welfare Functions and Inequality Aversion." EasyPol-FAO 1-13.

Rodri´guez, Juan Gabriel. 2015. "A CLASS OF SOCIAL WELFARE


FUNCTIONS THAT DEPEND ON MEAN INCOME AND INCOME
POLARIZATION." The Review of Income and Wealth 422-439.

Allan, J Cigler, & Burdet A Loomis. 2011. Interest Group Politics.


Washington: D.C.:CQ Press, a Division of Congressional Quarterly Inc.

Almond, Gabriel and Powell, Bingham. 1980. Comparative Politics: A


Developmental Approach. Boston: MA: Little, Brown and Co.

—. 2000. Kelompok Kepentingan dan Partai Politik. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Ashari, Oktavera. 2016. RENT SEEKING DI INDONESIA. Oktober 17.


Accessed Oktober 25, 2019.
https://oktaveraashari.wordpress.com/2016/10/17/mengupas-rent-
seeking/.

92
Benditt, Theodore M. 1975. "The Concept of Interest in Political Theory."
Political Theory.

cintamhyrach. 2014. PENGARUH PEMBURU RENTE (RENT-SEEKING)


DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA. November 11. Accessed
Oktober 25, 2019. http://cintamhyrach.blogspot.com/2014/11/rent-
seeking-dalam-perekonomian.html.

Claude d’Aspremont, and Louis Gevers. 2002. "Social welfare functionals and
interpersonal comparability." In Handbook of Social Choice and
Welfare, by Claude d’Aspremont and Louis Gevers, 5-19. Amsterdam:
CORE, Louvain-University, Louvain-la-Neuve, Belgium ‡University of
Namur and CORE.

Cummings, Wise. 1981. Democracy Under Pressure: An Introduction to The


American Political System. New York: NY: Harcourt Brace
Jovanovich, Inc.

Dahl, R. 1957. The Concept of Power. New Haven And London: Yale
University Press.

Dubey, Ram Sewak , and Tapan Mitra. 2010. On Equitable Social Welfare
Functions Satisfying the Weak Pareto Axiom: A Complete
Characterization. USA: CAE.

Harsanyi, John C. 1963. "A Simplified Bargaining Model For n-Person


Coopertive Game." International Economic Review 194-220.

Harsanyi, John C. 1962a. "Measurement Of Social Power, Opportunity Cost,


and The Theory Of Two-Person Bargaining Game." Behavioral Science
67-80.

—. 1977. Rational Behavior And Bargaining Equilibrium in Games And Social


Situations. Cambridge: Cambridge University Press.

Hays, Michael T. 2011. Interest Groups: Pluralism or Mass Society?


Washington : D.C.:CQ Press, a Division of Congressional Quarterly
Inc.

Horowitz, Donald L. 2014. Perubahan Konstitusi dan Demokrasi di ndonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Janda, K Berry, J & Goldman, J. 1997. The Challenge of Democracy. Boston:


Houghton Mifflin.

93
Jordan, G & Malanoey, W. 2007. Democracy and Interest Groups: Embracing
democacy? California: University Press.

Kakwani, Nanak , and Hyun Hwa Son. 2012. SOCIAL WELFARE


FUNCTIONS AND DEVELOPMENT Measurement and Policy
Applications. Sydney: Palgrave Macmillan.

Lively, J. 2005. Democracy. Oxford: Blackwell.

Maiwan, Mohammad. 2016. "Kelompok Kepentingan (Interest Group),


Kekuasaan dan Kedudukan Dalam sistem Politik." Jurnal Ilmiah
Mimbar demokrasi 15(2): 75-91.

Mukhopadhaya, Pundarik . 2001. Efficiency Criteria and the Sen-type Social


Welfare Function. Working Paper, Departemen Ekonomi, National
University of Singapore, Singapore: National University of Singapore,
1-14. Accessed Oktober 25, 2019.
http://www.fas.nus.edu.sg/ecs/pub/wp/wp0114.pdf.

Nagel, Jack H. 1968. "Some Questions About The Concept Of Power."


Behavioral Science 129-137.

Nash, John F, and Jr. 1953. "Two-Person Cooperative Games." Econometrica


128-140.

Nurohman, Dede. 2010. "Konsep Self-Interest Dan Masalah Dalam


Rasionalitas Ekonomi Islam." Jurnal Islamica 5(1): 100-115.

Olson, Mancur, and Jr. 1965. The Logic Of Collective Action. Cambridge,
Massachusetts: Harvard University Press.

Pal, Deepali. 2016. Distribution of Income and Social Welfare Function (With
Diagram). http://www.economicsdiscussion.net/welfare-
economics/distribution-of-income-and-social-welfare-function-with-
diagram/16624.

Solihah, Ratnia . 2016. "POLA RELASI BISNIS DAN POLITIK DI


INDONESIA MASA REFORMASI:KASUS RENT SEEKING."
Jurnal Wacana Politik - Jurnal Ilmiah Departemen Ilmu Politik 1 (1):
41-52.

Stark, Oded , Grzegorz Kosiorowski, and Marcin Jakub. 2017. An adverse


social welfare consequence of a rich-to-poor income transfer: A
relative deprivation approach. Discussion Paper, Center for
Development Research Univerisity of Bonn, Univerisity of Bonn,
Bonn: Zentrum für Entwicklungsforschung (ZEF), 1-38.
94
Syamsul Ma'arif, S.IP.,M.Si. n.d. ""rent seeking behaviour" dalam relasi
birokrasi dan dunia bisnis." jati diri ilmu administrasi negara 263-277.

Tocqueville, Alexis de. 1994. Democracy in America. London: David


Campbell Publishers, Ltd.

Yunita, Uki . 2015. "Ekonomi Politik ‘Rent-Seeking’ Dalam Jaringan


Kepentingan Pertambangan Emas Di Jember (Studi : Pertambangan
Emas Di Gunung Manggar DesaKesilir Kecamatan Wuluhan
Kabupaten Jember - Jawa Timur)." Jurnal Politik Muda 4 (3): 276 -
284.

95
BAB 5
TUGAS ANTI-DUMPING DAN
COUNTERVAILING

Bab Tugas Anti-Dumping Dan Countervailing menguraikan tentang Industri


yang Menurun dan Kebijakan Industri; dan Lingkungan Hukum dan
Perlindungan.

Tujuan kegiatan belajar adalah mampu memahami, menjelaskan, dan


menganalisis Industri yang Menurun dan Kebijakan Industri; dan Lingkungan
Hukum dan Perlindungan.

5.1. Pendahuluan

5.1.1. Dumping
Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah
suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga
lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.

Defenisi dumping yaitu sebagai tindakan menjual barang di luar negeri lebih
murah daripada dalam negeri, atau menjual barang di suatu Negara lebih murah
dari pada Negara lain atau menjual barang keluar negeri yang lebih rendah dari
biaya produksi dan transportasinya. Tindakan tersebut akan melanggar
ketentuan perdagangan internasional apabila mengakibatkan injuri kepada
produksi dalam negeri (Rajaguguk, 2011).

Dengan melihat defenisi di atas, maka dapat diketahui bahwa sesuatu yang
dapat dikatakan dumping yang melanggar ketentuan WTO memiliki kreteria
sebagai berikut:

a) Produk dari satu Negara yang diperdagangkan oleh Negara lain dijual
dengan harga yang lebih rendah dari harga normal.

1
b) Akibat dari diskriminasi tersebut yang menimbulkan kerugian materiel
terhadap industri yang telah berdiri atau menjadi halangan terhadap
pendirian industri dalam negeri.
c) Adanya hubungan sebab-akibat antara harga dumping dengan kerugian yang
terjadi.

Para ahli ekonomi pada umumnya mengklasifikasikan dumping dalam tiga


kategori, yaitu dumping yang bersifat sporadis (sporadic dumping), dumping
yang bersifat menetap (persistent dumping) serta dumping yang bersifat
merusak (predatory dumping). Disamping itu dalam perkembangannya muncul
istilah diversionary dumping dan down streem dumping (Sukarni, 2002).

a) Sporadic Dumping
Sporadic dumping adalah dumping yang dilakukan dengan menjual barang
pada pasar luar negeri pada jangka waktu yang pendek dengan harga di bawah
harga dalam negeri Negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghapuskan barang yang tidak diinginkan.
Dumping jenis ini bisa mengganggu pasar domestik Negara pengekspor karena
ketidakpastian permintaan dari luar yang bisa berubah secara tiba-tiba.

b) Persistent Dumping
Persistent dumping adalah penjualan barang pada pasar luar negeri dengan
harga di bawah harga domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara
menetap dan terus menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang
yang telah dilakukan sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen
barang yang mempunyai pasar monopolistic di dalam negeri dengan maksud
untuk memaksimalkan total keuntungannya dengan menjual barang tersebut
dengan harga yang lebih tinggi dalam pasar domestiknya.

c) Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan
tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan
monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini
adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.

d) Diversionary Dumping
2
Diversionary dumping adalah dumping yang dilakukan oleh produsen luar
negeri yang menjual barangnya ke dalam pasar Negara ketiga dengan harga di
bawah yang adil dan barang tersebut nantinya diproses dan dikapalkan untuk
dijual ke pasar negara lain.

e) Down Streem Dumping


Down streem dumping adalah dumping yang dilakukan apabila produsen luar
negeri menjual produknya dengan harga di bawah normal kepada produsen
yang lain di dalam pasar negerinya dan produk tersebut diproses lebih jauh dan
dikapalkan untuk dijual kembali ke pasar Negara lain.

Klasifikasi jenis dumping ditinjau dari segi tujuan eksportir dapat dilihat
sebagai berikut:

a) Market Expansion Dumping Perusahaan pengeksport bisa meraih untung


dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar impor karena
menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang
ditawarkan rendah.
b) Cyclical Dumping Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya
marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya
produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang
terpisah dari pembuatan produk terkait.
c) State Trading Dumping Latar belakang dan motivasinya mungkin sama
dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.
d) Strategic Dumping Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang
merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis
keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor
maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara
pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen
cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh
keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-
pesaing asing.

3
5.1.2. Anti-Dumping
Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan
perdagangan internasional guna mewujudkan terciptanya fair trade. Mengenai
hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping
Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT
1994). Tarif yang mengikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama
kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran
arus perdagangan.

Peraturan-peraturan WTO memegang tegas prinsip – prinsip tertentu tetapi


tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada
didalamnya adalah:

a) Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah
secara tidak adil),
b) Subsidi dan tindakan-tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi
(countervailing measures),
c) Tindakan-tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor
secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).

WTO dalam menanggapi masalah dumping memutuskan tindakan – tindakan


yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping.
Persetujuan ini dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping
Agreement) atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT
1994.

Karena dampak negatif bagi negara pengimpor dari praktek dumping yang
dilakukan negara pengekspor terhadap jenis barang yang sama, maka
dibutuhkan aturan dan pembatas serta pengendali tehadap praktek dumping
tersebut. Aturan mengenai larangan dumping (peraturan anti dumping)
bertujuan memberikan proteksi terhadap industri dalam negeri dari praktek
dumping yang diduga dilakukan eksportir atau produsen luar negeri.

Praktek dumping dapat dikenakan tindakan anti dumping bila merugikan


industri atau produsen negara pengimpor. Perbedaan antara harga ekspor ini
dan nilai normal dikenal sebagai margin of dumping. Secara umum dinyatakan
4
sebagai persentase dari harga ekspor. Dalam kegiatan perdagangan biasa, nilai
normal adalah harga yang sebanding di mana barang-barang yang dikomplain
dijual di pasar domestik negara atau wilayah pengekspor. Jika nilai normal
tidak dapat ditentukan dengan cara ini, dua metode alternatif berikut disediakan
untuk:

a) Harga ekspor representatif yang sebanding dengan negara ketiga yang


sesuai
b) Biaya produksi di negara asal dengan tambahan yang wajar untuk
administrasi, penjualan dan biaya umum dan untuk keuntungan.

Keterbelakangan material terhadap pendirian suatu industri juga dianggap


sebagai cedera. Untuk tindakan anti dumping, hubungan sebab akibat antara
cedera material yang diderita oleh industri India dan impor dumped bertemu
harus dibentuk. Dampak ekonomi dan finansial dari impor dumping pada
industri India yang bersangkutan dapat ditunjukkan, antara lain, dengan
penurunan ion output, kehilangan penjualan, kehilangan pangsa pasar,
berkurangnya laba, penurunan produktivitas, penurunan pemanfaatan kapasitas,
berkurangnya efek harga investasi, dan efek buruk pada arus kas, inventaris,
pekerjaan, upah, pertumbuhan, investasi, kemampuan untuk meningkatkan
modal dll.

Tindakan anti dumping tidak berlaku jika margin dumping tidak signifikan
kecil (kurang dari dua persen dari harga ekspor) atau volume impor dapat
diabaikan (yaitu, volume dari satu negara kurang dari tiga persen dari total
impor produk itu), asalkan impor agregat dari negara-negara tersebut tidak
memperhitungkan lebih dari tha dan tujuh persen dari total impor. Hukuman
bagi negara yang terbukti melakukan praktek dumping dan merugikan industri
atau produsen dalam negeri akan dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD)
sebesar marjin dumping (selisih hargaekspor dengan harga di pasar asal
eksportir) yang ditemukan, guna mengeliminir kerugian dari barang dumping
sehingga industridalam negeri tetap terlindungi dan dapat tetap bersaing
dengan barang impor.

5
Pengenaan BMAD tentunya melalui beberapa tahap proses penyelidikan.
Ketika lembaga pemerintahan (komite anti dumping) yang terkait menerima
laporan dari produsen bahwa terdapat dumping atas barang yang diimpor
tersebut maka komite tersebut barulah bisa melalui proses penyelidikan praktek
dumping negara pengekspor tersebut. Untuk mencegah kerugian selama
penyelididkan, komite dapat mengusulkan kepada departemen terkaituntuk
melakukan tindakan sementara seprti tindakan berupa pengenaan Bea Masuk
anti Dumping Imbalan Sementara (BMADS).

Pengenaan BMADS ditetapkan oleh menteri keuangan berupa pembayaran


jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan dari perusahaan
asuransi paling besar sama dengan BMAD.

Selama proses penyelidikan terbukti negara pengekspor melakukan praktek


dumping maka negara pengekspor harus melakukan tindakan penyesuaian
berupa penyesuaian harga atau penghentian ekspor barang tersebut. Tujuan dari
tindakan penyesuaian tersebut adalah untuk menghilangkan kerugian industri
negara pengimpor. Namun jika negara pengekspor terbukti melakukan
dumping dan tidak melakukan penyesuaian harga dari produsen Negara
pengekspor, maka BMAD akan dikenakan sebesar marjin dumping terhadap
barang tersebut.

Anti-dumping, juga menjadi bagian dari Trade Defense Mechanisme, yaitu


suatu perangkat hukum internasional yang disediakan oleh World Trade
Organization (WTO) bagi para pihak yang sedang berperkara untuk
menggunakan Forum WTO terhadap sengketa dumping dengan tujuan
menyelesaikan perkara yang ada dan menangnai kerugian yang dialami negara
tujuan akibat adanya perlakuan dumping di negara tujuan (Tjahjono, 2010).

Mekanisme anti-dumping merupakan kewenangan yang dimandatkan kepada


Komite Anti Dumping di masing-masing negara. Cara kerjanya melalui
permohonan penyelidikan, pelaksanaan penyelidikan dan keputusan penetapan
bea masuk sesuai hasil investigasi. Dalam hal para pihak yang bersengketa
merasa tidak puas dalam penyelesaiannya, dapat mengajukan banding ke WTO

6
Dispute Settlement Body (DSB) melalui suatu mekanisme keputusan yang
bersifat final (Tjahjono, 2010).

Untuk menghadapi barang-barang dumping negara pengimpor diperkenankan


untuk menyimpang dari asas MFN (Most Favoured Nations) dengan
memberlakukan tarif yang diskriminatif dan diatas "bound rates" (komitmen
suatu negara anggota WTO untuk mengikat tingkat tarif tertinggi untuk
suatu produk pada tingkat tertentu) bilamana:

a) Ada bukti barang impor itu dijual dengan harga dumping.


b) Barang impor yang masuk dengan harga dumping tersebut menyebabkan
“injury” (kerugian) bagi industri dalam negeri.
c) Ada "causal link" antara dumping yang dilakukan dengan akibat "injury”
yang terjadi.

Injury sendiri dapat dihitung dengan beberapa indikasi, misalnya terdapatnya


penurunan pesanan, terjadinya PHK, berkurangnya jam kerja,menurunnya
kapasitas mesin pabrik.

Causal Link, dalam hal ini pemohon harus dapat membuktikan akibat yang
ditimbulkan berkaitan dengan dengan adanya dumping yang menyebabkan
injury, dengan kata lain, akibat masuknya produk barang tertentu yang sejenis
maka terjadilah dumping dengan injury sehingga menimbulkan kerugian bagi
suatu pabrik di daerah tertentu dan pada masa tertentu. Penyelidikan pasar
dilakukan bersamaan baik di negara asal maupun negara tujuan pasar agar
mendapat perbandingan yang jelas (Tjahjono, 2010).

5.1.3. Tindakan Bea Masuk (Countervailing Dutie)


Dalam Pasal 6 GATT 1994 mengizinkan para anggota WTO untuk
menerapkan apa yang dikenal dengan “bea masuk” (Countervailing duties).
Countervailing Duties adalah tambahan bea masuk yang dikenakan untuk
mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara pengekspor untuk
perusahaan eksportir. WTO memungkinkan negara untuk menempatkan
Countervailing Duties pada impor ketika pemerintah asing mensubsidi produk
ekspornya yang pada gilirannya menyebabkan cedera pada perusahaan-
perusahaan impor yang bersaing.
7
Terlepas dari kenyataan bahwa subsidi ekspor menghasilkan keuntungan bersih
bagi negara pengimpor, negara pengimpor diperbolehkan di bawah aturan
WTO untuk melindungi diri dari manfaat ini. Countervailing Duties
ditempatkan jika dapat ditunjukkan bahwa subsidi memang menyebabkan
cedera untuk mengimpor perusahaan yang bersaing.

Perlu penekanan bahwa Countervailing Duties dalam hal ini tidak melindungi
negara juga tidak melindungi konsumen. Hukum ini dirancang untuk
membantu perusahaan domestik. Tidak ada evaluasi efek pada konsumen dan
tidak ada evaluasi dari efek kesejahteraan nasional diperlukan oleh hukum.
Satu-satunya persyaratan adalah bahwa cedera disebabkan kepada perusahaan
impor yang bersaing.

Countervailing Duties dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya


sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut,
perhitungan tersebut sama dengan Pasal 19 Tentang Bea Masuk Anti-dumping
dikenakan terhadap barang impor yang terkena dumping.

Jelasnya suatu Negara dapat mengenakan Countervailing Duties apabila


subsidi yang diberikan memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a) Subsidi tersebut harus mengakibatkan “be level pricing” di Negara


pengimpor.
b) Subsidi produk primer yang telah mengakibatkan membanjirnya barang
melampaui “equitable shere” di pasar inetrnasional.
c) Subsidi tersebut menimbulkan kerugian terhadap industri yang telah ada.
d) Subsidi tersebut menghambat pendirian industri.

Subsidi eksport merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara
pengimpor, subsidi eksport akan memicu timbulnya dumping sehingga terjadi
kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan
terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih
murah daripada barang dalam negeri yang akan mengakibatkan barang sejenis
kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis
dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan

8
hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis
dalam negeri.

5.1.4. Safeguards
Safeguards adalah suatu tindakan pengamanan industri dalam negeri yang
berupa larangan impor dan atau menaikkan tarif atau menetapkan kuota selama
periode waktu tertentu. Tindakan ini dilakukan karena terjadinya kerugian
serius (serious injury) atau terancam kerugian serius (threaten to cause serious
injury) pada industri dalam negeri yang disebabkan karena meningkatnya
impor dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba. Akibat dari lonjakan impor
tersebut berdasarkan WTO agreement diperkenankan untuk diambil tindakan
pemulihan yang dinamakan dengan tindakan safeguard (safeguard measures).

Suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara pengimport terhadap


industri dalam negerinya. Alasan diberlakukannya safeguard: membantu
industri dalam negeri agar dapat menyesuaikan diri dengan kompetisi yang
baru,supaya dapat meningkatkan efisiensi (Bratva, 2011).

5.2. Industri yang Menurun dan Kebijakan Industri

5.2.1. Industri yang Menurun

Industri yang menurun merupakan industri yang pertumbuhannya negatif atau


tidak tumbuh dengan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih luas. Ada banyak
alasan untuk industri yang menurun, diantaranya adalah permintaan konsumen
mungkin terus menguap, penipisan sumber daya alam atau ada pengganti yang
muncul karena inovasi teknologi. Suatu industri dikatakan mengalami
penurunan ketika tidak mengimbangi pertumbuhan ekonomi negara lainnya,
atau ketika laju pertumbuhannya berkontraksi dalam berbagai periode
pengukuran. Biasanya, tingkat pertumbuhan ekonomi negara diukur dengan
produk domestik bruto (PDB). Ketika suatu industri banyak digunakan dalam
pasar, diharapkan akan tumbuh sebagai fungsi dari pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan (Halton, 2019).

De-industrialisasi adalah proses dimana manufaktur menurun dalam


masyarakat atau wilayah sebagai proporsi dari total kegiatan ekonomi. Ini

9
adalah kebalikan dari industrialisasi, dan karena itu kadang-kadang mewakili
langkah mundur dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat (Crossman, 2019).

Industri dapat menurun karena produk mereka telah digantikan oleh produk
baru dan lebih baik, atau industri dapat menurun karena apa yang dulunya
paling murah diproduksi di suatu negara (negara A), namun kemudian paling
murah diproduksi di negara lainnya (negara B) dan diekspor kembali ke negara
asal (negara A). Dengan bergeser dari satu produk ke produk lainnya, jelas bagi
semua orang bahwa untuk mencegah penurunan seperti itu adalah
mempertahankan standar hidup seseorang di bawah yang seharusnya. Produk
baru dan pekerjaan yang lebih baik yang menyertainya harus ditahan untuk
mempertahankan pasar untuk produk lama dan pekerjaan lama. Paling sering
para produsen yang kehilangan pekerjaannya menderita pengurangan langsung
yang besar dalam pendapatan mereka tetapi jumlahnya kecil, sementara
konsumen dalam jumlah besar tetapi hanya menuai keuntungan kecil dalam
pendapatan riil. (Thurow, 1991)

Ada sejumlah alasan mengapa masyarakat mungkin mengalami pengurangan di


bidang manufaktur dan industri berat lainnya. Diantaranya adalah (Crossman,
2019):

1. Penurunan yang konsisten dalam pekerjaan di bidang manufaktur, karena


kondisi sosial yang membuat kegiatan seperti itu tidak mungkin (keadaan
perang atau pergolakan lingkungan). Manufaktur membutuhkan akses ke
sumber daya alam dan bahan baku, yang tanpanya produksi menjadi tidak
mungkin. Pada saat yang sama, kebangkitan kegiatan industri telah sangat
merugikan sumber daya alam yang menjadi sandaran industri.
2. Pergeseran dari sektor manufaktur ke sektor jasa ekonomi. Ketika negara
berkembang, manufaktur sering menurun karena produksi dialihkan ke
mitra dagang di mana biaya tenaga kerja lebih rendah.
3. Defisit perdagangan yang pengaruhnya menghalangi investasi di bidang
manufaktur. Ketika suatu negara membeli lebih banyak barang daripada
yang dijualnya, ia mengalami ketidakseimbangan perdagangan, yang dapat
mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung manufaktur

10
dalam negeri dan produksi lainnya. Dalam kebanyakan kasus, defisit
perdagangan harus menjadi parah sebelum mulai berdampak negatif pada
manufaktur.

Di Indonesia penyebab deindustrilaisasi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu


penyebab eksternal dan internal. Penyebab deindustrialisasi secara ekternal
karena adanya krisis ekonomi global yang menyebabkan daya serap produk
ekspor dari produk-produk industri Indonesia terutama ke Jepang, Amerika
Serikat dan Eropa menjadi menurun dratis, sementara itu serbuan pangsa pasar
produk-produk industri terutama dari China terus makin memperburuk pasar
domestik produk industri dalam negeri Indonesia sendiri. Sedangkan, penyebab
deindustrialisasi dari sisi internal adalah masih rendahnya kualitas ketrampilan
SDM di sektor industri, sehingga berdampak pada rendahnya tingkat
produktivitas dan daya saing industri. Penyebab lainnya yaitu, kebijakan
pemerintah yang kurang mendukung, masih rendahnya daya dukung sektor
kredit perbankan, lemahnya dukungan riset dari lembaga riset dan akademisi,
terutama terhadap trasfer teknologi tepat guna dan hak paten serta stabilitas
ekonomi dan keamanan (terutama ancaman terosis terhadap investasi)
(Prasetyo, 2014).

Ada beberapa pendekatan berbeda.

1. Pendekatan Pasar Bebas

Joseph Schumpeter pada tahun 1942 menciptakan istilah Creative Destruction


yaitu gagasan bahwa dalam sistem kapitalis ada proses inovasi yang tak henti-
hentinya di mana metode produksi baru menggantikan yang sudah ketinggalan
zaman. Fakta bahwa industri tua menurun adalah baik karena memungkinkan
sumber daya untuk pindah ke area ekonomi yang lebih produktif. Dalam
jangka panjang, ini memungkinkan standar kehidupan yang lebih tinggi dan
upah yang lebih tinggi.

2. Kegagalan Pasar

Pendekatan lain adalah mengatakan bahwa industri yang menurun dapat


menyebabkan kegagalan pasar - pengangguran regional - pengangguran

11
struktural, penurunan regional. Karena itu, ada kebutuhan untuk memenuhi
masalah jangka pendek dari perubahan struktural ini.

Contoh dari industri yang menurun adalah industri kereta api yang telah
mengalami penurunan permintaan, sebagian besar disebabkan oleh sarana
transportasi barang yang lebih baru dan lebih cepat (terutama transportasi udara
dan truk) dan telah gagal untuk tetap kompetitif dalam penentuan harga,
setidaknya dalam kaitannya dengan manfaat dari transportasi yang lebih cepat
dan lebih efisien yang disediakan oleh maskapai dan layanan angkutan truk.

Layanan penyewaan video adalah contoh lain dari industri yang menurun.
Munculnya Internet bersama dengan layanan streaming video, seperti Netflix
dan Youtube, telah menarik pelanggannya dari toko dan kios ke platform
online.

Namun dalam beberapa kasus, industri yang menurun dapat pulih dan mulai
tumbuh lagi. Contohnya adalah industri rekaman vinil di Amerika. Vinyl
adalah salah satu jenis format audio tertua dan telah menopang penjualan
melalui berbagai perubahan dalam industri, dari radio ke Internet. Setelah
mencatat beberapa penjualan tertinggi dalam sejarah selama awal 1990-an,
penjualan untuk industri rekaman vinil mulai turun dan pengamat industri
berasumsi bahwa itu ada di ranjang kematiannya. Namun, permintaan untuk
rekaman bekas mulai meningkat selama Resesi Hebat dan sejak itu terus naik
ke atas. Para ahli menghubungkan daya tahan vinyl dengan kualitas audio yang
unik dan nilai nostalgia (Halton, 2019).

Apakah deindustrialisasi selalu negatif ? Dalam beberapa kasus, fenomena ini


sebenarnya adalah hasil dari ekonomi yang matang. Di Amerika Serikat,
misalnya, "pemulihan pengangguran" dari krisis keuangan tahun 2008
menghasilkan deindustrialisasi tanpa penurunan aktual dalam kegiatan
ekonomi.

Ekonom Christos Pitelis dan Nicholas Antonakis menyarankan bahwa


peningkatan produktivitas dalam manufaktur (karena teknologi baru dan
efisiensi lainnya) mengarah pada pengurangan biaya barang; barang-barang ini
kemudian menjadi bagian relatif yang lebih kecil dari ekonomi dalam hal PDB
12
keseluruhan. Dengan kata lain, deindustrialisasi tidak selalu seperti apa.
Pengurangan yang nyata mungkin sebenarnya hanya merupakan hasil dari
peningkatan produktivitas relatif terhadap sektor ekonomi lainnya.

Demikian pula, perubahan dalam ekonomi seperti yang disebabkan oleh


perjanjian perdagangan bebas dapat menyebabkan penurunan manufaktur
domestik. Namun, perubahan ini biasanya tidak memiliki efek buruk pada
kesehatan perusahaan multinasional dengan sumber daya untuk melakukan
outsourcing manufaktur (Crossman, 2019).

Untuk mengatasi industri menurun maka diperlukannya peran dari beberapa


pihak, yaitu peran dari pemerintah, akadenis, dan pelaku ekonomi itu sendiri.
Dari akademik adalah aplikasi dari hasil-hasil riset dan pengembangan (R&D)
yang bermanfaat bagi industri secara nyata. Peran dari pemerintah adalah
tentang kebijakan investasi pembangunan infrastruktur dan iklim investasi
yang sehat serta stabilisasi ekonomi dan kemanan serta dukungan lembaga
kredit investasi dari perbankan untuk pengembangan dan pembangunan sektor
industri. Peran masyarakat bisnis dalam khususnya industri terkait adalah
membuat produk-produk industri yang berkualitas, murah dan terjangkau
masyarakat serta bekerjasama dalam Triple Helix untuk melakukan promosi
secara gencar pada kemasyarakat agar cintra produk dalam negeri sendiri
(Prasetyo, 2014).

Dalam industri yang menurun, beberapa opsi strategi tersedia untuk para
manajer. Berikut beberapa strategi yang dimaksud (Kangal, 2016):

1. Strategi Pemanenan

Perusahaan dalam industri yang menurun dapat memilih untuk menggunakan


strategi panen untuk mendapatkan jumlah uang tunai maksimum yang mungkin
dari bisnis. Strategi ini melibatkan pengorbanan posisi pasar sebagai imbalan
atas arus kas jangka pendek yang lebih besar atau profitabilitas saat ini. Ketika
suatu perusahaan mengadopsi strategi panen, itu mengurangi anggaran secara
substansial. Juga, investasi ulang jarang dilakukan, peralatan baru tidak dibeli
(bukan yang lama digunakan selama mungkin), dan prioritas diberikan pada
penggunaan luas fasilitas yang ada di perusahaan. Untuk mendapatkan arus kas
13
yang lebih besar, biaya iklan dikurangi, kualitasnya adalah. berkurang dengan
hati-hati dan layanan pelanggan yang kurang penting dibatasi.

2. Strategi Divestasi

Pilihan strategi lain untuk perusahaan dalam industri yang menurun adalah
menjualnya. Perusahaan dapat melepaskan atau menjual sebagian asetnya
seperti peralatan, tanah, stok bahan, dll. Hasil tunai dapat digunakan untuk
meningkatkan bisnis inti. Atau, perusahaan dapat membuang bisnis
sepenuhnya.

3. Ceruk atau Strategi Fokus

Setiap industri, baik yang sedang tumbuh atau yang jatuh tempo atau menurun,
mungkin memiliki beberapa ceruk (segmen kecil dari pasar yang umumnya
tidak terlayani atau tidak dilayani oleh pesaing). Sebuah perusahaan dalam
industri yang menurun dapat mencari ceruk pasar di mana ia dapat
menjalankan bisnis secara menguntungkan. Beberapa ceruk pasar ini mungkin
tumbuh meskipun mengalami stagnasi dalam industri secara keseluruhan.

4. Perbedaan strategi

Suatu perusahaan dapat lebih menekankan pada diferensiasi produk


berdasarkan peningkatan kualitas dan inovasi. Diferensiasi dapat meremajakan
permintaan melalui pelanggan yang memikat dengan diferensiasi berbasis
produk inovasi perusahaan juga membantu perusahaan dalam industri yang
stagnan/menurun untuk bertahan dari imitasi yang mudah oleh pesaing.

5. Strategi Berbiaya Rendah

Perusahaan juga dapat mengikuti strategi biaya rendah dengan menurunkan


biaya. Jika biaya dapat dikurangi secara terus-menerus dengan cara yang
inovatif, hal itu dapat membantu perusahaan meningkatkan margin
keuntungannya dan pengembalian investasi. Pengurangan biaya dapat berupa
menjatuhkan kegiatan bisnis yang kurang penting, mengalihtugaskan beberapa
fungsi ke perusahaan luar yang mampu melakukan kegiatan tersebut dengan
murah tetapi dengan cara yang lebih baik, mendesain ulang proses bisnis

14
internal, mengkonsolidasikan fasilitas produksi yang tidak digunakan, menutup
ritel berbiaya tinggi gerai, dan pemangkasan produk marginal.

5.2.2. Kebijakan industri

Kebijakan didefinisikan sebagai suatu daftar tujuan cita-cita (goals) yang


memiliki urutan prioritas atau pernyataan umum tentang maksud dan tujuan.
(Starling, 1998).

Kebijakan bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau sekelompok masalah


yang kompleks. Kebijakan publik didefinisikan sebagai serangkaian tindakan
(action) atau diamnya (in-action) otoritas publik (pemerintah) untuk
memecahkan suatu masalah (Pal, 1997).

Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi


suatu kebijakan industrialisasi, yaitu (Dumairy, 1998):

a) Keunggulan kompraratif. Negara-negara yang menganut basis teori


keunggulan komparatif (comparative advantage) akan mengembangkan sub
sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif
baginya.
b) Keterkaitan industrial. Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan
industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan
bidang-bidang industri yang paling luas mengait perkembangan bidang-
bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
c) Penciptaan kesempatan kerja. Negara yang industrialisasinya dilandasi
argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) niscaya akan
lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak
tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri
padat karya dan industri-industri kecil.
d) Loncatan teknologi. Negara-negara yang menganut argumentasi loncatan
tekhnologi (tekhnologi jump) percaya bahwa industri-industri yang
menggunakan tekhnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah
yang sangat best, diiringi dengan kemajuan bagi ekbologi bagi industri-
industri dan sektor lain.

15
Teori keunggulan komparatif kelebihannya dalam hal efisien alokasi sumber
daya demean mengembangkan industri-industri yang secara komparatif unggul.
Sumber daya ekonomi akan teralokasi ke penggunaan yang paling
mens.’.untungkan kelebihannya terletak pada pendekatannya yang
menyadarkan pada sisi produk yang memiliki keunggulan komparatif boleh
jadi barang yang kurang diminati konsumen, sehingga meskipun efisien
diproduksi. Mungkin sulit dipasarkan.

Teori keterkaitan industrial sangat peduli akan kemungkinan-kemungkinan


berkembangnyasektor lain, yaitu terletak pada keterkaitannya kedepan
(forward linkage). Maupun keterkaitan kebelakang (backward linkage). Sektor
industrial diharapkan bisa berperan sebagai motor penggerak perkembangan
sektor lain. Kelemahan teori ini kurang memperlihatkan pertimbangan
efisiensi. Industri yang dikembangkan memiliki kaitan luas. Sehingga
diprioritaskan, dan boleh jadi merupakan industri-industri yang memerlukan
modal besar atau menyerap banyak devisa, atau industri yang tidak memiliki
keunggulan komparatif.

Teori penciptaan kesempatan kerja unggul karena titik tolaknya yang sangat
manusiawi. Dengan menempatkan manusia sebagai subyek (bukan objek)
pembangunan. Teori ini sangat populis dan cocok bagi negara-negara
berkembang yang memiliki jumlah penduduk dalam jumlah besar. Namun
industri-industri yang dikembangkan berdasarkan penciptaan kesempatan
kerja, mungkin saja industriindustri yang tidak memiliki kaitan luas dengan
sektor-sektor lain. Sehingga tidak dapat berperan sebagai sektor yang
memimpin (leading sector).

Teori loncatan tekhnologi merupakan pandangan bare dalam jajaran teori


industrialisasi. Kekuatan teori ini terletak pada optimisme tekhnologi, bahwa
pengembangan industry berteknologi tinggi akan memacu kemajuan teknologi
di sektor-sektor lain. Kelemahannya teori ini ”tidak perlu biaya”, tidak
menghiraukan masalah ketersediaan modal, sehingga potensial boros devisa.
Selain itu, teori ini juga kurang peduli akan kesiapan kultur masyarakat dalam
menghadapi loncatan teknologi yang dikembangkan.

16
Faktor-faktor penting dari proses pembuatan kebijakan terdiri dari identifikasi
masalah, formulasi usulan kebijakan adopsi, implementasi program, dan
evaluasi, sebagaimana yang terdapat pada Gambar 1. (Starling, 1998).

Identifikasi Formulasi Adopsi Operasi Evaluasi


masalah usulan Program
kebijakan Implementasi

Gambar 2. Faktor-faktor dalam Proses Pembuatan Kebijakan


Gambar di atas menjelaskan bahwa identifikasi beberapa masalah atau peluang
(opportunity) akan mengarah pada formulasi sebuah kebijakan. Usulan
kebijakan berisi penjelasan mengenai apa yang sebaiknya dilakukan untuk
mengatasi masalah atau bagaimana menggunakan peluang yang ada.

Secara ideal, usulan kebijakan terdiri dari sebuah daftar tujuan utama (goal)
berdasarkan prioritas dan sebuah pernyataan mengenai alternatif-alternatif
(atau program-program) untuk mencapai tujuan utama. Selanjutnya usulan
kebijakan harus diadopsi atau dilegitimasi. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap
implementasi, masalah birokrasi sudah mulai mendominasi (Starling, 1998).

5.3. Lingkungan Hukum dan Perlindungan

5.3.1. Hukum Internasional

Bagi banyak orang, badan tertinggi adalah Mahkamah Internasional, yang


terletak di Den Haag, Belanda. Di sini sejumlah sengketa internasional dapat
diambil untuk putusan akhir. Namun, ada serangkaian badan dan undang-
undang lainnya (Carter, 1997).
a) FCN (Persahabatan, Perdagangan dan Navigasi) dan Perjanjian Pajak
terutama berbasis di AS dan berkaitan dengan memberikan perlindungan
terhadap hak perdagangan dan menghindari pajak berganda.
b) IMF dan GATT sudah dibahas di bagian sebelumnya dan berkaitan dengan
pembatasan perdagangan dan dumping negara-negara anggota.
c) Komisi hukum perdagangan internasional UNCITRAL (PBB) dibentuk
dengan maksud untuk memberikan kode komersial yang seragam untuk
17
seluruh dunia, khususnya penjualan dan pembayaran internasional, arbitrase
komersial dan undang-undang pengiriman. Bekerja dengan kamar dagang
dan pemerintah internasional.
d) ISO (Organisasi Standar Internasional) sering bekerja dengan ILO, WHO
dll. dan berisi komite teknis yang bekerja pada standar yang seragam.
e) Paten dan Merk dagang tidak ada yang namanya paten internasional.
Perjanjian paten yang paling penting adalah Konvensi Internasional untuk
Perlindungan Properti Industri, pertama kali ditandatangani pada tahun 1983
dan sekarang dihormati oleh 45 negara. Perjanjian itu menyatakan bahwa
jika file file di negara penandatangan dalam waktu satu tahun sejak
pengajuan pertama, file akan diberikan tanggal pengajuan pertama untuk
tujuan prioritas. Perjanjian kerja sama paten (PCT) dan Konvensi Paten
Eropa juga berlaku. PCT memiliki 39 negara termasuk Amerika Serikat,
Jepang, dan Brasil. Konvensi UE mencakup 15 negara dan memberikan
perlindungan paten di 15 negara jika ditanda tangani di satu negara.
f) Transportasi udara dicakup terutama oleh IATA (Otoritas Transportasi
Udara Internasional), ICAA (Otoritas Penerbangan Sipil Internasional) dan
ITU (Perusahaan Telekomunikasi Internasional).
g) Kode Etik, seperti yang ada dalam OECP, bukan hukum teknis tetapi
penting. Negara-negara anggota menghasilkan pedoman untuk perusahaan
multinasional yang mencakup aspek kebijakan umum, pengungkapan
informasi, persaingan, pembiayaan, perpajakan, pekerjaan dan hubungan
industri.
h) Arbitrase jalan adalah upaya untuk mengurangi perselisihan melalui
konsultasi. Beberapa yang paling banyak digunakan adalah Kamar Dagang
Internasional, American Arbitration Association, London Court of
Arbitration dan Liverpool Cotton Exchange.

5.3.2. Multilateralism: The General Agreement on Tariffs and Trade

Setelah perang dunia II berakhir, Amerika Serikat dan negara besar lainnya
meningkatkan kerjasama multilateral untuk mendorong perbaikan ekonomi.

18
Ada 4 lembaga yang mendukung dalam hal proses perbaikan setelah PDII ini,
yaitu (Bratva, 2011):
a) PBB, Lembaga untuk menyelesaikan permasalahan politik
b) IMF(International Monetery Fund), Membantu negara yang memiliki
kesulitan dalam hal keuangan dan makro ekonomi.
c) Bank Dunia (International Bank of Reconstruktion and Development),
Memberikan pinjaman bagi negara yang sedang berkembang.
d) Organisasi Perdagangan dunia (ITO), yang akan kita bahas secara terperinci
pada kesempatan kali ini.
Kemudian dari keempat institusi tersebut maka terbentuk sebuah lembaga yaitu
Internasional Trade Organization (ITO). Prinsip-prinsip dari ITO ini
didasarkan kepada piagam Havana (Havana Chapter). Dokumen yang
mengatur ITO sangat berambisi, tidak hanya menetapkan tarif (bea masuk)
perdagangan tetapi juga beberapa kebijakan peraturan nasional di bidang jasa,
hak kekayaan intelektual, dan bidang terkait. Sebagai organisasi multilateral
yang diakui, ITO juga menguasai pelaksanaannya. Pada kenyataannya ITO
melakukan pemerasan terhadap sektor pertanian dan bisnis di AS dan negara
lainnya.

Setelah diadakan perundingan ITO untuk mengatasi masalah tersebut, pada


akhirnya Amerika Serikat dan 22 negara lainnya menyepakati 2 komponen
yaitu:

a) Membicarakan tentang penurunan tarif bea masuk secara timbal balik.


b) Meniadakan general obligation dari perdagangan international.
Kedua kesepakatan tersebut lebih dikenal dengan istilah Perjanjian Umum
mengenai Tarif dan Perdagangan, atau GATT. GATT dapat diterima oleh
Amerika Serikat dan 22 negara lainnya karena:
a) GATT tidak ada mencampuri kebijakan pemerintah dalam negeri suatu
negara,tidak seperti yang dilakukan ITO melalui piagam Havana.
b) Dalam pelaksanaannya mudah diterima oleh semua negara,artinya proses
tidak rumit.

19
Pada dasarnya fungsi utama Fungsi utama Perjanjian Umum mengenai Tarif
dan Perdagangan, atau GATT ini adalah:
a) Setiap anggota negara mesti mematuhi kebijaksanaan perdagangan yang
mereka buat.
b) Mengadakan perundingan secara berkala untuk membahas penurunan tarif
multilateral.

Landasan dari GATT adalah General Obligation, keistimewaan dari konsep ini
adalah:

a) Nation Treatment, prinsipnya bea masuk dan peraturan tidak menyebabkan


ketidakadilan terhadap barang asing.
b) Bea masuk yang rendah tidak hanya terbuka bagi negara anggota GATT
saja,tetapi juga dari negara yang bukan anggota dikenakan tarif yang rendah
tanpa adanya diskriminasi.
Konsep dari MFN adalah gagasan para ahli ekonomi agar perbedaan
kebijaksanaan antara 2 negara (bilateral) menjadi sebuah keuntungan dalam
perdagangan. Keuntungan kooperatif menjadi kunci penentu dari pola
perdagangan,dimana hal ini akan mempengaruhi agar terciptanya efisiensial
global. Konsep MFN ini berguna agar tidak terjadi penetapan tarif secara
bebas.

Ada tiga pengecualian penting untuk aturan MFN yaitu diantaranya adalah:

a) Pada area perdagangan bebas.


b) Develop nation.
c) Barang-barang dari negara berkembang dikenakan tarif kusus oleh sebuah
lembaga yang disebut Generalized System Of Dreferences ( GSP).

Fungsi utama GATT:

a) Menyediakan sebuah forum bagi negara anggotanya untuk menyeleseikan


persengketaan/perselisian yang terjadi sesama anggota.
b) Mengadakan perundingan perdagangan multilateral (MTN) antar bangsa.
Dalam hal ini, GATT telah berhasil menurunkan tarif secara global.

20
GATT mempresentasikan dua hal pokok yang melatarbalakangi lahir
perdagangan bebas, yaitu:
a) Multilateralism, dimana banyak negara yang menyetujui untuk
dilakukannya penurunan/pengurangan hambatan perdagangan.
b) Kebijaksanaan aturan dasar perdagangan, dimana setiap negara
berkomitmen untuk memenuhi norma-norma internasional yang mengatur
regulasi perdagangan.

5.3.3. Proteksionisme Perdagangan

Proteksionisme perdagangan didefinisikan sebagai suatu bangsa, atau kadang-


kadang sekelompok negara yang bekerja di dalamnya bersama sebagai blok
perdagangan, menciptakan hambatan perdagangan dengan tujuan spesifik
untuk melindungi nya ekonomi dari kemungkinan bahaya dari perdagangan
internasional. Ini adalah kebalikan dari perdagangan bebas di di mana
pemerintah mengizinkan warganya untuk membeli barang dan jasa dari negara
lain atau untuk menjual barang dan jasa mereka ke pasar lain tanpa batasan
pemerintah, gangguan, atau gangguan. Tujuan dari proteksionisme
perdagangan adalah untuk melindungi vital suatu bangsa kepentingan ekonomi
seperti industri utamanya, komoditas, dan pekerjaan para pekerja. Perdagangan
bebas, bagaimanapun, mendorong tingkat konsumsi barang domestik yang
lebih tinggi dan lebih banyak lagi penggunaan sumber daya yang efisien, baik
alam, manusia, maupun ekonomi. Perdagangan bebas juga berupaya
merangsang pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kekayaan dalam batas-batas
suatu negara. Ada berbagai metode proteksionisme perdagangan yang
tujuannya adalah melindungi kesejahteraan ekonomi suatu negara (Guarino,
2018):

a) Tarif yang merupakan pajak impor dari negara lain dan pasar luar negeri.
Di sini, itu pemerintah memaksakan tarif mencari untuk membatasi impor
barang dan jasa asing, melindungi industrinya sendiri dan perusahaan yang
memproduksi barang-barang seperti itu dan meningkatkan pendapatan
pajak. Tarif bisa spesifik di mana ada tarif atau biaya pajak tetap untuk
setiap unit produk atau komoditas dibawa ke suatu bangsa. Ada juga tarif ad

21
valorem yang ditetapkan sebagai bagian dari nilainya dari produk yang
diimpor.
b) Kuota adalah batasan langsung pada jumlah barang, produk, dan komoditas
tertentu itu dapat diizinkan untuk diimpor ke suatu negara. Kuota impor ini
umumnya diberlakukan oleh penerbitan lisensi impor kepada sekelompok
orang atau perusahaan tertentu. Ada juga yang sukarela export restraint
(VER) yang bertindak sebagai kuota perdagangan yang diberlakukan oleh
negara pengekspor. VER juga bisa dalam bentuk tekanan politik pada suatu
negara oleh negara lain untuk menghentikan ekspor barang atau komoditas
c) Subsidi adalah pembayaran pemerintah kepada produsen dalam negeri. Ini
bisa dalam bentuk uang tunai pembayaran, pinjaman berbunga rendah
hingga tanpa bunga, keringanan pajak, dan kepemilikan saham biasa oleh
pemerintah perusahaan dalam negeri. Subsidi membantu produsen dalam
negeri dengan menyediakan uang tunai tambahan produksi barang dengan
demikian menurunkan biaya produksi dan memungkinkan perusahaan yang
sama ini untuk mendapatkan pasar asing.
d) Persyaratan Konten Lokal dapat dikenakan oleh suatu negara yang ingin
mengurangi impor oleh menetapkan persyaratan manufaktur di mana bagian
atau bagian dari suatu produk harus dibuat di dalam negeri. Ini terjadi
dengan memiliki persen dari produk yang diproduksi di dalam negeri atau di
istilah nilai, seperti 85 persen dari nilainya, harus dibuat secara lokal.
e) Kebijakan Perdagangan Administratif terdiri dari aturan birokrasi,
hukum, dan peraturan yang dirancang untuk menciptakan kesulitan serius
bagi importir barang atau komoditas ke negara tertentu. Resmi hambatan
perdagangan dapat datang dalam bentuk peraturan yang memberatkan,
peraturan, persyaratan administrasi, dan dokumen yang harus diselesaikan.
Hambatan perdagangan informal termasuk inspeksi setiap produk, baik, dan
komoditas memasuki suatu negara untuk memeriksa penyakit atau konten
yang mencurigakan. Ini dapat memakan waktu, tenaga, dan mungkin sering
merusak item yang sedang diperiksa. Administratif kebijakan juga dapat
melibatkan penetapan standar kesehatan dan keselamatan tingkat tinggi dan
sulit diperoleh lisensi impor untuk produsen asing.

22
f) Kebijakan Anti-dumping diberlakukan oleh suatu negara untuk mencegah
penjualan barang di pasar asing dengan harga yang jauh di bawah biaya
produksi mereka untuk mendapatkan bagian yang besar pasar negara itu.
Aturan anti-dumping juga dapat mencakup peraturan yang melarang
penjualan barang, produk, atau komoditas di bawah nilai pasar wajarnya.
g) Kontrol Nilai Tukar dapat digunakan untuk membuat produk suatu negara
lebih murah di luar negeri dengan menurunkan nilai mata uangnya di pasar
valuta asing. Premisnya adalah bahwa suatu bangsa dapat menjual mata
uangnya di pasar valuta asing ke titik di mana nilainya kehilangan terhadap
mata uang lainnya mata uang. Ini akan menyebabkan harga impor naik
sementara menurunkan biaya ekspornya. Ini akan membantu suatu negara,
baik maju atau berkembang, meningkatkan peluang untuk menjual produk-
produknya dan barang di pasar luar negeri.

Number Of Measure Indtroduced Since 2008 And Still Force


1200

1000

800

600

400

200

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Trade Defend Measure Non-Eksport Subsidies and Bail -Outs


Tariff Increases Localization Barriers to Trade
Trade Finance Measure

Gambar 3. The Top Five Protectionist Measures


Sumber : (Guarino, 2018)
5.3.4. Kebijakan Proteksionisme Perdagangan

Ada banyak alasan mengapa suatu negara akan mengadopsi kebijakan


proteksionis perdagangan. Mereka umumnya dianggap sebagai intervensi
pemerintah karena itu adalah pemerintah yang memiliki kontrol atas

23
perbatasannya dan aliran barang, produk, dan komoditas masuk dan keluar dari
suatu negara (Guarino, 2018). Diantaranya:

a) Melindungi Pekerjaan dan Industri adalah argumen politik untuk


proteksionisme perdagangan dari sudut pandang bahwa melindungi mata
pencaharian pekerja dan industri serta perusahaan yang mempekerjakan
mereka sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu
negara. Premisnya adalah bahwa tanpa proteksionisme perdagangan suatu
negara dapat kehilangan industri dan perusahaan yang telah lama berdiri
yang pertama kali membuat produk di negara tertentu. Ini pada akhirnya
akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, meningkatnya pengangguran, dan
akhirnya terjadi penurunan produk domestik bruto (PDB) suatu negara.
b) Keamanan Nasional digunakan untuk kebijakan proteksionis perdagangan
karena industri yang terlibat termasuk perusahaan yang terkait dengan
pertahanan, perusahaan teknologi tinggi, dan produsen makanan. Argumen
di sini adalah bahwa industri seperti dirgantara, elektronik canggih, dan
semi-konduktor adalah komponen penting dari kebijakan pertahanan
nasional dan bahwa mengandalkan pabrikan asing akan secara serius
mempengaruhi pertahanan suatu negara pada saat perang. Dengan memiliki
manufaktur untuk barang-barang pertahanan yang dilindungi dari
persaingan asing, proteksionisme perdagangan diperlukan untuk keberadaan
suatu bangsa.
c) Melindungi Konsumen adalah argumen yang digunakan oleh pembuat
kebijakan untuk melindungi konsumen dari produk impor yang tidak aman.
Pendukung konsumen, produsen dalam negeri, dan pembuat kebijakan
tertentu mengklaim bahwa barang buatan asing mungkin gagal mengikuti
persyaratan untuk keamanan produk dalam proses pembuatan dan distribusi.
Ini dapat mengakibatkan penyakit serius, produk yang tidak aman, dan
bahkan mungkin kematian konsumen. Produsen dalam negeri berpendapat
bahwa jika mereka harus mengikuti persyaratan keselamatan dan produksi
yang diberlakukan pemerintah, maka produsen asing juga harus
melakukannya.

24
d) Argumen Industri Bayi pertama kali dikemukakan oleh Alexander
Hamilton pada tahun 1792. Gagasan ini menyatakan bahwa produsen baru
memiliki waktu yang sangat sulit bersaing dengan perusahaan mapan, yang
didanai dengan baik, dan sangat menguntungkan di negara-negara maju.
Pabrik baru di negara berkembang mungkin tidak memiliki sumber daya
ekonomi dan keuangan, serta teknologi, peralatan fisik, dan keahlian
penelitian dan pengembangan untuk bersaing dengan perusahaan lama yang
sudah mapan. Agar industri bayi dan perusahaan baru mendapatkan pangsa
pasar dan daya saing terhadap perusahaan yang sudah mapan, pemerintah
harus menerapkan mekanisme dukungan jangka pendek untuk industri bayi
ini sampai mereka mencapai tingkat tertentu sehingga mereka dapat
bersaing dengan perusahaan asing. Dapat juga dikatakan bahwa negara
berkembang dalam upaya mendiversifikasi ekonominya, harus melindungi
industri-industri kecilnya. Intervensi pemerintah terhadap industri bayi
dapat datang dalam bentuk tarif, subsidi, kebijakan perdagangan
administratif, atau kuota.

5.3.5. Dampak Dari Proteksionisme Perdagangan

Terlepas dari maksud para ekonom dan pembuat kebijakan tertentu,


proteksionisme perdagangan memiliki efek jangka panjang dan jangka pendek
pada ekonomi makro suatu negara dan seringkali berdampak pada ekonomi
global (Guarino, 2018). Efek-efek ini termasuk:
a) Pilihan terbatas konsumen dan membayar lebih untuk barang dan jasa.
Efek utama proteksionisme perdagangan adalah bahwa konsumen akan
memiliki pilihan produk dan barang yang terbatas karena mungkin ada
kuota tentang berapa banyak yang dapat diimpor. Karena kuota ini,
konsumen akan memiliki pilihan yang sangat terbatas mengenai jumlah,
kualitas, dan jenis produk yang akan tersedia bagi mereka tanpa proteksi
perdagangan. Kebijakan proteksionis yang dimaksudkan untuk melindungi
industri, perusahaan, dan pekerjaan sebenarnya berarti bahwa konsumen
terbatas dalam ketersediaan produk dan barang dan mungkin harus puas
dengan kualitas yang buruk. Masalah lain yang akan dihadapi konsumen
adalah mereka harus membayar lebih untuk jumlah barang dan produk yang
25
terbatas, sehingga menyebabkan inflasi kemungkinan besar akan meningkat.
Jika konsumen memiliki pilihan terbatas, harus puas dengan kualitas yang
lebih rendah, dan membayar lebih untuk produk tertentu, maka mereka
dapat membayar jumlah itu, membeli lebih sedikit dari produk itu, atau
tidak melakukan pembelian sama sekali. Perusahaan-perusahaan dalam
negeri juga dapat terluka secara finansial karena mereka mungkin harus
membeli suku cadang untuk membuat produk mereka dan kemudian
meneruskan kenaikan biaya kepada konsumen. Secara keseluruhan,
persaingan global adalah faktor kunci dalam menjaga harga banyak barang
dan produk turun dan memberi konsumen kemampuan untuk berbelanja.
b) Industri bayi mungkin tidak akan pernah tumbuh karena kebijakan
perlindungan perdagangan pemerintah. Pertanyaan kuncinya adalah: Kapan
industri bayi tidak lagi membutuhkan perlindungan dari pemerintah
pusatnya? Kapan itu akan dianggap sebagai perusahaan yang matang yang
memiliki keunggulan komparatif terhadap perusahaan asing dan di pasar
luar negeri? Suatu negara dapat menggunakan kebijakan untuk melindungi
industri bayinya, tetapi untuk berapa lama merupakan masalah utama.
Perlindungan industri bayi sebenarnya dapat berakhir dengan biaya
sejumlah besar uang dan sumber daya keuangan pemerintah untuk
melindungi industri bayinya. Ini sebenarnya dapat mendorong inefisiensi
oleh industri bayi dan tidak memiliki insentif untuk melakukan investasi
jangka panjang yang efisien, cerdas, dengan meminjam dana atau
menerbitkan saham biasa dari pasar modal internasional domestik. Jenis
proteksionisme ini dapat menghambat pertumbuhan rasa sakit dan proses
pematangan yang penting bagi industri bayi untuk mengalami dalam jangka
pendek dan jangka panjang jika ingin sukses dan kompetitif di pasar global
dan akhirnya memiliki keunggulan komparatif.
c) Kontrol nilai tukar yang menyebabkan inflasi jangka panjang karena
negara domestik menjaga nilai mata uangnya tetap rendah. Dengan
penurunan nilai mata uang sehingga dapat menjual produk dan barangnya
dengan harga lebih murah di pasar luar negeri, produk asing yang dijual di
pasarnya akan benar-benar melihat kenaikan harga. Konsumen akan dipaksa

26
untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk barang, produk, dan
komoditas yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Masalahnya adalah
bahwa suatu negara mungkin memiliki niat baik untuk membantu
industrinya bersaing di luar negeri sementara warganya membayar harga
yang lebih tinggi di dalam negeri.
d) Perang dagang antar negara. Masalah serius dengan proteksionisme
perdagangan adalah bahwa negara-negara akan mengambil tindakan timbal
balik jika ada kebijakan perlindungan perdagangan yang diberlakukan.
Masalahnya di sini adalah bahwa negara akan membalas jika mereka tidak
dapat menjual barang dan produk mereka di pasar di mana mereka biasanya
bisa. Tidak masalah jika negara-negara itu adalah sekutu politik dan militer,
negara-negara akan mengenakan tarif yang berlawanan, kuota, subsidi, dan
kontrol nilai tukar, untuk beberapa nama, untuk menghadapi tindakan
negara lain. Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Jepang, sekutu lama, baik
secara politik maupun militer sejak akhir Perang Dunia II, telah mengajukan
tarif dan kebijakan perdagangan administratif terhadap satu sama lain. Ini
pada akhirnya menyebabkan konsumen di negara masing-masing miliaran
dolar meningkatkan biaya dan pilihan konsumen yang terbatas. Perang
dagang pada akhirnya akan berarti peningkatan biaya impor karena
produsen dan produsen harus membayar lebih untuk peralatan, komoditas,
dan produk setengah jadi dari pasar luar negeri. Ini juga akan
mempengaruhi pertumbuhan PDB riil suatu negara. Menurut sebuah studi
oleh Dana Moneter Internasional (IMF), kenaikan permanen 10 persen
dalam tarif Amerika untuk impor dari semua bagian dunia akan
menghasilkan penurunan permanen 1 persen dalam PDB riil. Pembalasan
perang dagang paling terkenal yang terjadi dalam sejarah Amerika Serikat
adalah Smoot-Hawley Act pada Juni 1931. Di sini, Presiden Herbert Hoover
menandatangani undang-undang tarif yang menaikkan pajak pada banyak
produk pertanian dan barang yang menyebabkan pembalasan oleh negara
lain. Sementara undang-undang itu dimaksudkan untuk melindungi
perusahaan dan industri Amerika, ia menaikkan tarif rata-rata 20 persen
untuk lebih dari 20.000 produk dan barang impor. Ini pada akhirnya

27
menyebabkan perdagangan global turun 67 persen dan ekspor Amerika
turun hingga 75 persen.

5.3.6. Definisi Prosedur Administrasi

Prosedur administrasi berkaitan dengan metode dan proses sebelum lembaga


administrasi, namun untuk prosedur peradilan itu dibedakan, karena
administarasi pengadilan hanya berlaku untuk pengadilan. Prosedur
administrasi dapat didefinisikan sebagai sukses dalam tindakan dan operasi
yang dikeluarkan atau dilakukan oleh badan administratif atas geraknya sendiri
atau atas permintaan, untuk memutuskan hak, kepentingan, dan kewajiban para
pihak dari prosedur atau memutuskan berdasarkan publik bunga, sesuai dengan
hukum dan peraturan lainnya yang berlaku. Tidak ada definisi yang diakui
secara luas tentang prosedur administrasi, banyak dari General Administrative
Procedure Acts (GAPA) hanya merujuk pada istilah tersebut dan tidak
mendefinisikan "prosedur administratif" seperti itu kecuali GAPA Jerman dan
GAPA Portugis (Dragos, 2016).

5.3.7. Tahapan Prosedur Administratif

Tahapan prosedur administrasi mengikuti lintasan permintaan dari formulasi


hingga penyelesaiannya dan seterusnya. Bergantung pada cara penyusunan
undang-undang prosedur administrasi, isi prosedur dapat bervariasi, tetapi
secara umum tahapan berikut ini dianggap sebagai bagian dari semua prosedur
administrasi (Dragos, 2016):
a) Inisiasi/Permulaan. Secara umum, prosedur administrasi dimulai oleh
petisi/permintaan yang ditujukan oleh perorangan atau badan hukum kepada
badan administratif atau secara ex officio oleh badan administratif.
Terkadang, kewajiban untuk memulai prosedur administrasi mengalir dari
hukum atau norma-norma hukum lain yang mengikat badan administratif.
b) Pihak Dari Prosedur. Aturan tentang bagaimana menafsirkan gagasan
"pihak dalam prosedur," "badan administratif" atau "otoritas publik," "orang
hukum," atau "individu" harus diperhatikan, jika mereka diabadikan dalam
GAPA, karena perbedaan fitur dari sistem administrasi mungkin

28
memerlukan interpretasi yang berbeda. Juga, aturan tentang perwakilan
pihak selama prosedur itu penting, serta komunikasi dengan pihak tersebut.
c) Insiden Kompetensi/Yurisdiksi. Badan administratif harus memverifikasi
kompetensinya untuk menangani masalah administrasi yang ada atau yang
lain untuk mentransfer masalah tersebut ke badan yang kompeten. Aturan
tentang konflik kompetensi dan pendelegasian kompetensi juga diatur dalam
bagian khusus dari GAPA.
d) Investigasi/Bukti. Badan administratif melakukan penyelidikan untuk
menetapkan fakta-fakta dari kasus tersebut, apakah kasusnya bersifat ex
officio atau atas permintaan para pihak. Bukti dapat terdiri dari pernyataan
dari pihak atau orang lain, dokumen, dan kunjungan lapangan. Jika badan
administratif membutuhkan pendapat ahli tentang objek penyelidikan,
pendapat tersebut dimasukkan dalam file prosedur. beban pembuktian ada
pada pihak yang telah memprakarsai prosedur ini, tetapi badan-badan
administratif memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi bagi pihak
tersebut di bawah kepemilikan mereka.
e) Konsultasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan atau pihak-pihak yang
mungkin terpengaruh oleh keputusan akhir diperlukan untuk menetapkan
semua fakta dan implikasi hukum dari kasus tersebut.
f) Hak Untuk Didengar. Keputusan-keputusan yang berpotensi merugikan
harus diadopsi hanya setelah para pihak yang mungkin terpengaruh oleh
keputusan tersebut didengar dan pernyataan-pernyataan mereka dicatat
dalam arsip. Semua pihak yang berkepentingan harus diberi akses ke file
mereka dan kemungkinan untuk mengomentari cara prosedur dilakukan dan
pada temuan.
g) Prinsip-Prinsip Yang Memandu Kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh
badan publik selama prosedur administrasi dan pelaksanaan prosedur itu
sendiri termasuk legalitas, transparansi, akses ke informasi, keadilan,
ketidakberpihakan, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif,
objektivitas, kerahasiaan dan perlindungan data pribadi, proporsionalitas,
informalitas, kontrol dan pertanggungjawaban, konflik kepentingan, dan
rekonsiliasi pihak.

29
h) Batas Waktu Untuk Pelaksanaan Prosedur harus diperhatikan oleh
semua pihak dalam prosedur. Perpanjangan, pengembalian batas waktu, dan
perhitungan batas waktu adalah insiden dalam prosedur. Biasanya,
keheningan administratif (kegagalan untuk mematuhi batas waktu untuk
menjawab permintaan oleh badan publik) berarti penolakan terhadap
permintaan tersebut, tetapi kadang-kadang anggapan dibalik, dan untuk
tindakan yang diidentifikasi secara jelas, keheningan administratif mungkin
berarti penerimaan.
i) Tindakan Administratif. Mendefinisikan dan menafsirkan gagasan
tindakan administratif adalah penting untuk menetapkan ruang lingkup
tinjauan yudisial. Keputusan sementara diperlukan jika bahaya kerusakan
yang tidak dapat diperbaiki terjadi, dan mereka dapat ditantang secara
terpisah di tingkat administrasi atau di pengadilan. Tindakan administratif
akhir adalah tindakan yang memiliki efek hukum dan dapat ditantang
melalui banding administratif atau uji materi. Bentuk dan isi tindakan
administratif ditentukan alam GAPA atau dalam hukum lain atau dalam
hukum kasus pengadilan ketika tidak ada kodifikasi prosedur administrasi.
Kisah perlu dipikirkan untuk membenarkan solusi yang digambarkan di
dalamnya dan untuk memberi tahu penerima. Tindakan administratif
mungkin memiliki efek hanya untuk masa depan atau bahkan untuk masa
lalu (efek retroaktif), di bawah kondisi yang ditetapkan oleh hukum. Mereka
mulai berlaku dengan publikasi (pembuatan peraturan, tindakan umum) atau
komunikasi dengan penerima manfaat/penerima (tindakan
pengadilan/individu).
j) Operasi Administrasi. Terkadang prosedur administrasi tidak berakhir
dengan dikeluarkannya tindakan administratif, tetapi dengan bentuk lain
dari kegiatan administrasi, yang disebut operasi administrasi umum. Mereka
adalah tindakan yang tidak memiliki efek hukum sendiri, tetapi melayani
penerbitan tindakan administratif atau berfungsi sebagai mode pelaksanaan
tindakan tersebut.
k) Kontrak Administratif. Hasil dari prosedur administrasi dapat juga
merupakan kontrak administratif, yang disimpulkan antara badan publik dan

30
pribadi atau badan publik lainnya, untuk pelaksanaan pekerjaan dan
penyediaan layanan atau barang, dibiayai seluruhnya atau sebagian oleh
dana publik, di bawah publik rezim hukum hukum misalnya, pengadaan
publik dan konsesi.
l) Banding Administratif adalah obat administratif untuk pelanggaran hukum
atau ketidakmampuan tindakan administratif atau untuk penolakan
menyelesaikan permintaan. Banding administratif mungkin wajib sebelum
pergi ke pengadilan untuk peninjauan yudisial, atau opsional, dengan
manfaat tertentu untuk pemohon banding seperti perpanjangan tenggat
waktu untuk tindakan pengadilan. Kompetensi untuk menyelesaikan
banding administratif terletak pada badan penerbit, badan administratif
unggul, atau badan kontrol. Banding ke pengadilan adalah hybrid, prosedur
quasi-yudisial, tetapi masih berbeda dari perse prosedur pengadilan.
Beberapa GAPA juga menyediakan cara alternatif penyelesaian sengketa -
arbitrase, mediasi, konsiliasi, atau hanya merujuk pada kemungkinan untuk
menggunakan alat ADR tersebut.
m) Eksekusi Tindakan Administratif. Setelah mulai berlaku, tindakan
dieksekusi baik sukarela atau paksa, dan aturan untuk eksekusi paksa
diberikan oleh GAPA atau oleh hukum lainnya.
n) Penangguhan Tindakan Administratif mengacu pada penundaan eksekusi
untuk tindakan yang dapat menghasilkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki. Penangguhan dapat diputuskan oleh otoritas penerbit atau oleh
lembaga peninjau. Dalam beberapa yurisdiksi, banding administratif
menunda de jure pelaksanaan tindakan, dan otoritas penerbit dapat
membalikkan efek ini dengan memohon kepentingan publik dalam eksekusi.
Dalam sistem lain, penangguhan hanya dapat diberikan atas permintaan dan
alasan yang wajar.
o) Pembukaan Kembali Prosedur. Beberapa GAPA memberikan contoh di
mana prosedur administrasi dapat dibuka kembali - keadaan baru
memerlukan hasil yang berbeda muncul, keputusan pengadilan yang
bertentangan dengan solusi yang diadopsi oleh badan publik dikeluarkan,

31
tindakan yang sebelumnya sah dengan eksekusi berkelanjutan menjadi
melanggar hukum, dll.

Inilah fase utama dari prosedur administrasi. Dalam mengidentifikasi yang


paling relevan dari mereka, kami melihat yang paling dirujuk ke GAPA (AS,
Jerman, Austria, Belanda) dan yang lebih baru, yang dikembangkan oleh
SIGMA OECD untuk negara-negara di Eropa Tengah dan Timur - Kroasia
(2009) dan Albania (2014) serta di Jaringan Penelitian tentang Hukum
Administratif Eropa (ReNEUAL) aturan Model Prosedur Administrasi (2014)
yang akan menjadi dasar untuk kodifikasi prosedur administrasi di UE.
Terlepas dari tahapan yang dibahas di atas, GAPA biasanya juga mencakup
ketentuan tentang manajemen informasi dan masalah kelembagaan (konflik
kepentingan, pengambilan keputusan oleh badan kolektif) (Dragos, 2016).

5.3.8. Hambatan Teknis dan Administratif Terhadap Perdagangan

Technical barriers to trade (TBT) muncul karena negara memiliki peraturan


teknis dan standar nasional yang berbeda. Beberapa dari standar yang berbeda
ini dikembangkan sejak lama dan merepresentasikan hambatan dalam
perdagangan yang ada selama berabad-abad dan bahwa para pedagang belajar
cara mengelak. Tetapi sekarang semakin banyak negara memperkenalkan
standar dan peraturan teknis baru karena ada lebih banyak produk yang
dipertukarkan secara global. Prinsip utama dalam regulasi hambatan teknis
untuk perdagangan di WTO adalah bahwa negara tidak dapat memperkenalkan
peraturan teknis baru yang menghambat perdagangan internasional. Tetapi
pemerintah anggota WTO terus mengadopsi norma teknis baru, setiap hari
(Bjelić, Mitrović, & Petrović, 2013).

Banyak langkah-langkah yang dianggap non-tarif teknis atau administratif


diperlukan untuk memfasilitasi transfer barang dan jasa dalam perdagangan
internasional untuk melindungi kesehatan, kesejahteraan dan keamanan orang
dan lingkungan dan mereka diakui sebagai sah langkah-langkah oleh WTO.
Tetapi beberapa langkah-langkah ini dapat disalahgunakan untuk melindungi
produsen dalam negeri dari pesaing asing. Keberadaan langkah-langkah
kebijakan perdagangan WTO yang tidak diatur ini menciptakan risiko dalam

32
bisnis internasional bahwa barang dan jasa tidak dapat bergerak melintasi
perbatasan nasional, atau bahwa mereka bergerak secara tidak efisien dan
dengan biaya yang jauh lebih tinggi (Bjelić, Mitrović, & Petrović, 2013).

Hambatan administratif terhadap perdagangan (ABT) adalah kelompok


hambatan non-tarif yang heterogen terhadap perdagangan internasional,
terutama terlihat pada awal abad baru. Meskipun penggunaannya diintensifkan
dalam dua puluh tahun terakhir, banyak penulis telah melihat pengaruhnya
terhadap perdagangan internasional beberapa dekade yang lalu. Baldwin pada
tahun 1970 menamakan mereka “hambatan administrasi untuk berdagang”,
mendefinisikannya sebagai banyak formalitas yang muncul dalam kaitannya
dengan penerapan prosedur bea cukai. Dalam praktiknya mereka muncul
sebagai tuntutan yang meningkat untuk dokumentasi yang berlebihan dan
dalam bentuk penundaan prosedur bea cukai. Keberadaan mereka terhubung
dengan birokrasi yang rumit dan tidak perlu dan biaya transaksi yang tinggi,
yang meningkat dengan mempercepat prosedur bea cukai (Bjelić, Mitrović, &
Petrović, 2013).

Secara umum, hambatan ini terhubung dengan prosedur perbatasan dalam


perdagangan internasional, tetapi juga dapat diadministrasikan di negara
tersebut. Negara-negara berkembang biasanya memiliki bea cukai dan lembaga
perbatasan lainnya yang kurang efisien, tetapi negara-negara maju dapat
menyebabkan hambatan administratif untuk beberapa jenis barang dengan
alasan proteksionis. Hambatan administratif dalam perdagangan internasional,
menurut UNCTAD, dapat diklasifikasikan dalam banyak kelompok,
menunjukkan semua heterogenitas hambatan ini: persyaratan untuk sejumlah
besar dokumen dalam bentuk kertas, prosedur yang rumit dan memakan waktu
dalam realisasi perdagangan eksternal, kurangnya aturan dan kewajiban
transparan bagi para peserta dalam perdagangan internasional, berbagai kontrol
di penyeberangan perbatasan, serta koneksi transportasi yang tidak memadai.
Biasanya hambatan administratif untuk perdagangan diklasifikasikan dalam
dua kelompok besar: hambatan prosedural dan hukum untuk perdagangan
(UNCATAD, 2009).

33
Hambatan administratif dalam perdagangan internasional diamati oleh
beberapa organisasi internasional, tetapi yang paling populer adalah Indikator
Perdagangan Lintas Batas yang diterbitkan setiap tahun di World Bank Doing
Business Report. Kita dapat melihat bahwa negara-negara maju pada umumnya
(negara-negara berpendapatan tinggi OECD) sangat efektif dalam prosedur
ekspor dan impor, di mana bea cukai hanya berlangsung selama beberapa hari.

Hambatan prosedural administratif non-tarif untuk perdagangan, menurut


beberapa penulis dikaitkan dengan memperlambat arus perdagangan karena
penerapan beberapa formalitas bea cukai yang tidak perlu. Mereka biasanya
terkait erat dengan prosedur bea cukai yang bisa sangat tidak efisien.
Hambatan-hambatan ini muncul sebagai akibat dari tidak cukup efisien dan
efektifnya pekerjaan layanan kepabeanan dan layanan lain yang pekerjaannya
juga dikaitkan dengan prosedur kepabeanan. Masalah dengan pekerjaan
mereka muncul sebagai hasil dari dua faktor: tingkat kapasitas perdagangan
yang rendah di beberapa negara dan karena adanya niat yang jelas untuk
membuat barang impor menjadi tidak kompetitif. Salah satu contoh adalah
keluhan pada klasifikasi pabean yang dilakukan oleh petugas bea cukai. Tetapi
klasifikasi hambatan administratif non-tarif prosedur prosedural biasanya
mencantumkan hambatan-hambatan ini: penerapan aturan asal, prosedur untuk
menerbitkan izin impor, inspeksi barang pra-pengapalan, praktik penilaian
barang pabean, penerapan tindakan sanitasi dan fitosanitasi, dan formalitas
pabean khusus (Fliess & Lejarraga, 2005).

Jika realisasi ekspor, atau prosedur impor menjadi lebih lambat, atau lebih
mahal dari yang seharusnya, itu menjadi kerugian besar bagi pedagang lokal
untuk menjadi kompetitif di pasar internasional. Penurunan penggunaan
prosedural hambatan administratif non-tarif, berarti meningkatkan proses
perdagangan dan memberikan peluang besar, terutama untuk negara-negara
berkembang, untuk mengintegrasikan diri dalam arus perdagangan
internasional. Dalam WTO inisiatif Fasilitasi Perdagangan diluncurkan untuk
mengatur hambatan administratif terhadap perdagangan dan ini adalah salah
satu masalah utama yang dinegosiasikan pada babak baru negosiasi
perdagangan multilateral (Bjelić, Mitrović, & Petrović, 2013).
34
Ringkasan

Salah satu permasalahan Indonesia dalam perdagangan internasional adalah


praktik dumping karena membanjinya produk-produk impor dengan harga
penjualan jauh lebih murah dari harga barang dalam negeri sehingga
mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing dan lebih lanjut dapat mematikan
pasar barang sejenis dalam negeri, dan muncul dampak ikutannya seperti
pemutusan hubungan kerja, terjadinya pengangguran serta bangkrutnya industri
barang sejenis dalam negeri. Oleh sebab itu, upaya perlindungan diperlukan
terhadap industri dalam negeri melalui penerapan ketentuan anti dumping, baik
secara Internasional maupun nasional. Penerapan ketentuan anti dumping
sangat esensial karena Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat
strategis sebagai market bagi produk impor. Dumping merupakan adalah
praktik dagang yang dilakukan oleh eksporter dengan menjual komodity di
pasar Internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah
dari harga barang tersebut di negerinya sendiri, atau dari harga jual kepada
negara lain pada umumnya. Praktik dumping dinilai tidak adil karena dapat
merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor,
sedangkan”Anti dumping” adalah sanksi balasan yang berupa bea masuk
tambahan yang dikenakan atas suatu produk yang dijual di bawah harga normal
dari produk yang sama di negara pengekspor maupun pengimpor. Sementara
itu, countervailing duties merupakan instrumen perdagangan berupa bea masuk
imbalan yang dikeluarkan untuk memulihkan kerugian industri domestik di
negara importir akibat impor barang subsidi berdasarkan suatu penyelidikan
anti-subsidi.

Tugas

1. Jelaskan dan mengapa kebijakan industri dan kebijakan industri yang


menurun?
2. Jelaskan dan mengapa terkait lingkungan hukum dan perlindungan?

Praktikum

35
Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,
mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Coba Anda tunjukkan kebijakan anti dumping dan anti subsidi pada industri
yang mengalami penurunan?
2. Coba Anda uraikan bagaimana proses penyelesaian hukum perlindungan
lingkungan dalam kasus tersebut?

Daftar Pustaka

Bjelić, P., Mitrović, R. D., & Petrović, ,. I. (2013). Administrative Barriers To


Trade As Predominant Non-Tariff Barriers In The Western Balkans
Trade. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/281282978_Administrative_B
arriers_to_Trade_as_Predominant_Non-
tariff_Barriers_in_the_Western_Balkans_Trade
Bratva. (2011). Adminitered Protection. Retrieved Oktober 29, 2019, from
https://speunand.blogspot.com/2011/12/administered-protection.html#
Carter, S. (1997). Global Agricultural Marketing Management. Roma: The
FAO Regional Office. Retrieved from
http://www.fao.org/3/W5973E/w5973e00.htm#Contents
Crossman, A. (2019, Juli 14). Reasons For Deindustrialization. Retrieved
Oktober 27, 2019, from Thoughtco:
https://www.thoughtco.com/reasons-for-deindustrialization-3026240
Dragos, D. (2016). Administrative Procedure. doi:https://doi.org/10.1007/978-
3-319-31816-5_1020-1
Dumairy. (1998). Perekonomian Indonesia . Jakarta: Erlangga.
Fliess, B., & Lejarraga, I. (2005). Analysis of Non-Trade Barriers of Concern
to Developing Countries. Paris: OECD. Retrieved Oktober 28, 2019,
from http://dx.doi.org/10.1787/223281783722
Guarino, A. (2018). The Economic Effects of Trade Protectionism. Retrieved
Oktober 27, 2019, from www.focus-economics.com:
https://www.focus-economics.com/blog/effects-of-trade-protectionism-
on-economy
Halton, C. (2019, 7 22). Econonics Macroeconomics. Retrieved 10 27, 2019,
from Investopedia:
https://www.investopedia.con/terms/d/decliningindustry.asp

36
Kangal, S. (2016). Declining Industry: Strategies For Declining Industry.
Retrieved Oktober 27, 2019, from Iedunote:
https://iedunote.com/declining-industry
Pal, L. A. (1997). Beyond Policy Analysis. Canada: ITP Nelson A Division.
Prasetyo, P. E. (2014). Deindustrialisasi Sebuah Ancaman Kegagalan Tripel
Track Strategy Pembangunan Di Indonesia. 1-13.
Rajaguguk, E. (2011). Butir Butir Hukum Ekonomi. Jakarta: Lembaga Studi
Hukum dan Ekonomi FHUI.
Starling, G. (1998). Strategies for Policy Making. Chcago, Chicago: The
Dorsey Press.
Sukarni. (2002). Regulasi Antidumping dibawah bayang-bayang pasar bebas.
Sinar Grafika.
Thurow, L. C. (1991). Declining Industries. In J. E. (eds.), The World of
Economics (pp. 160-161). Palgrave Macmillan.
Tjahjono, A. (2010). Anti Dumping di Indonesia. OPINIO JURIS.
UNCATAD. (2009). Report of the Multi-year Expert Meeting on Transport
and Trade Facilitation on its second session. Ganeva:
TD/B/C.I/MEM.1/6.

37
BAB 6
WTO, STANDAR, DAN LINGKUNGAN

Bab WTO, Standar, dan Lingkungan menguraikan tentang Eksternalitas Lintas


Batas dan Kepentingan Bersama Global; Persaingan Industri untuk Proses Vs.
Produk.

Tujuan kegiatan belajar adalah mampu memahami, menganalisis, mensintensis


Eksternalitas Lintas Batas dan Kepentingan Bersama Global; Persaingan
Industri untuk Proses Vs. Produk.

6.1. Pendahuluan

6.1.1. Sejarah WTO

World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi


internasional yang mengatur perdagangan internasional. Terbentuk sejak tahun
1995, WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan
dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui
parlemen. Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu
produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam melakukan
kegiatannya. Pendirian WTO berawal dari negosiasi yang dikenal dengan
"Uruguay Round" (1986 - 1994) serta perundingan sebelumnya di bawah
"General Agreement on Tariffs and Trade" (GATT). WTO saat ini terdiri dari
154 negara anggota, di mana 117 di antaranya merupakan negara berkembang
atau wilayah kepabeanan terpisah. Saat ini, WTO menjadi wadah negosiasi
sejumlah perjanjian baru di bawah "Doha Development Agenda" (DDA) yang
dimulai tahun 2001.

Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus


oleh seluruh negara anggota. Badan tertinggi di WTO adalah Konferensi
Tingkat Menteri (KTM) yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Di antara
KT, kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan WTO dilakukan oleh General
Council. Di bawahnya terdapat badan-badan subsider yang meliputi dewan,

1
komite, dan sub-komite yang bertugas untuk melaksanakan dan mengawasi
penerapan perjanjian-perjanjian WTO oleh negara anggota.

Prinsip pembentukan dan dasar WTO adalah untuk mengupayakan keterbukaan


batas wilayah, memberikan jaminan atas "Most-Favored-Nation principle"
(MFN) dan perlakuan non-diskriminasi oleh dan di antara negara anggota, serta
komitmen terhadap transparansi dalam semua kegiatannya. Terbukanya pasar
nasional terhadap perdagangan internasional dengan pengecualian yang patut
atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan mendorong dan membantu
pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan kesejahteraan,
mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas. Pada saat
yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan nasional
dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
setiap negara anggota.

Terkait dengan DDA, KTM Doha pada tahun 2001 memandatkan negara
anggota untuk melakukan putaran perundingan dengan tujuan membentuk tata
perdagangan multilateral yang berdimensi pembangunan. Tata perdagangan ini
akan memberikan kesempatan bagi negara berkembang dan LDCs untuk dapat
memanfaatkan perdagangan internasional sebagai sumber pendanaan bagi
pembangunan. Isu-isu utama yang dibahas mencakup isu pertanian, akses pasar
produk bukan pertanian (Non-Agricultural Market Access—NAMA),
perdagangan bidang jasa, dan Rules. Dalam perkembangannya, isu pertanian
khususnya terkait penurunan subsidi domestik dan tarif produk pertanian
menjadi isu yang sangat menentukan jalannya proses perundingan. Bagi
sebagian besar negara berkembang, isu pertanian sangat terkait dengan
permasalahan sosial ekonomi (antara lain food security, livelihood
security dan rural development). Sementara bagi negara maju, pemberian
subsidi domestik mempunyai dimensi politis yang penting dalam kebijakan
pertanian mereka.

Proses perundingan DDA tidak berjalan mulus. Hal ini diakibatkan oleh
perbedaan posisi runding di antara negara anggota terkait isu-isu sensitif,

2
khususnya pertanian dan NAMA. Setelah mengalami sejumlah kegagalan
hingga dilakukan "suspension" pada bulan Juni 2006, proses perundingan
secara penuh dilaksanakan kembali awal Februari 2007. Pada bulan Juli 2008,
diadakan perundingan tingkat menteri dengan harapan dapat menyepakati
modalitas pertanian dan NAMA, dan menggunakan isu-isu single-
undertaking seperti isu perdagangan bidang jasa, kekayaan intelektual,
pembangunan, dan penyelesaian sengketa. Namun perundingan Juli 2008 juga
mengalami kegagalan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong
kemajuan dalam perundingan, mulai dari pertemuan tingkat perunding, Pejabat
Tinggi, dan Tingkat Menteri; baik dalam format terbatas (plurilateral dan
bilateral) maupun multilateral. Namun semua upaya tersebut belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pihak-pihak utama yang terlibat
tampaknya belum dapat bergerak dari posisi awal mereka.

Target Program Kerja WTO di tahun 2011 adalah 9 (sembilan)


Komite/Negotiating Groups diharapkan mengeluarkan “final texts" atau teks
modalitas yang akan menjadi dasar kesepakatan single undertaking Putaran
Doha pada bulan April 2011. Selanjutnya, kesepakatan atas keseluruhan
paket Putaran Doha tersebut diharapkan selesai pada bulan Juli 2011; dan pada
akhirnya seluruh jadwal dan naskah hukum kesepakatan Putaran Doha selesai
(ditandatangani) akhir tahun 2011. Namun target tersebut tampaknya sudah
terlampaui batas waktunya dan belum ada perubahan terhadap Program Kerja
yang ada.

Pada bulan Desember 2011, telah diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri


(KTM) WTO di Jenewa. KTM menyepakati elemen-elemen arahan
politis (political guidance) yang akan menentukan program kerja WTO dan
Putaran Doha (Doha Development Agenda)dua tahun ke depan. Arahan
politis yang disepakati bersama tersebut terkait tema-tema sebagai berikut: (i)
penguatan sistem perdagangan multilateral dan WTO; (ii) penguatan aktivitas
WTO dalam isu-isu perdagangan dan pembangunan; dan (iii) langkah ke depan
penyelesaian perundingan Putaran Doha. Sebuah titik terang muncul
pada KTM ke-9 (Bali, 3 – 7 Desember 2013), di mana untuk pertama kalinya
dalam sejarah WTO, organisasi ini dianggap telah “fully-delivered". Negara-
3
negara anggota WTO telah menyepakati “Paket Bali" sebagai outcome dari
KTM ke-9 WTO. Isu-isu dalam Paket Bali—mencakup isu Fasilitasi
Perdagangan, Pembangunan dan LDCs, serta Pertanian—merupakan sebagian
dari isu perundingan DDA. Disepakatinya Paket Bali merupakan suatu capaian
historis. Pasalnya, sejak dibentuknya WTO pada tahun 1995, baru kali ini
WTO mampu merumuskan suatu perjanjian baru yaitu Perjanjian Fasilitasi
Perdagangan. Perjanjian ini bertujuan untuk melancarkan arus keluar masuk
barang antar negara di pelabuhan dengan melakukan reformasi pada
mekanisme pengeluaran dan pemasukan barang yang ada. Arus masuk keluar
barang yang lancar di pelabuhan tentu akan dapat mendukung upaya
pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing perekonomian dan
memperluas akses pasar produk ekspor Indonesia di luar negeri. Selain
itu, Paket Bali juga mencakup disepakatinya fleksibilitas dalam isu public
stokholding for food security. Hal ini akan memberikan keleluasaan bagi
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memberikan subsidi
bagi ketersediaan pangan yang murah bagi rakyat miskin, tanpa khawatir
digugat di forum Dispute Settlement Body WTO. Dengan Paket
Bali, kredibilitas WTO telah meningkat sebagai satu-satunya forum
multilateral yang menangani kegiatan perdagangan internasional, sekaligus
memulihkan political confidence dari seluruh negara anggota WTO mengenai
pentingnya penyelesaian perundingan DDA. Hal tersebut secara jelas
tercantum dalam Post Bali Work, di mana negara-negara anggota diminta
untuk menyusun work program penyelesaian DDA di tahun 2014. Selesainya
perundingan DDA akan memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang
dan LDCs dalam berintegrasi ke dalam sistem perdagangan multilateral.

Indonesia di WTO

Keterlibatan dan posisi Indonesia dalam proses perundingan DDA didasarkan


pada kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi
dan pengentasan kemiskinan. Dalam kaitan ini, untuk memperkuat posisi
runding Indonesia bergabung dengan beberapa koalisi. Koalisi-koalisi tersebut
antara lain G-33, G-20, NAMA-11, yang kurang lebih memiliki kepentingan
yang sama. Indonesia terlibat aktif dalam kelompok-kelompok tersebut dalam
4
merumuskan posisi bersama yang mengedepankan pencapaian development
objectives dari DDA. Indonesia juga senantiasa terlibat aktif di isu-isu yang
menjadi kepentingan utama Indonesia, seperti pembangunan, kekayaan
intelektual, lingkungan hidup, dan pembentukan aturan WTO yang mengatur
perdagangan multilateral. Indonesia selaku koordinator G-33 juga terus
melaksanakan komitmen dan peran kepemimpinannya dengan mengadakan
serangkaian pertemuan tingkat pejabat teknis dan Duta Besar/Head
of Delegations, Senior Official Meeting dan Pertemuan Tingkat Menteri; baik
secara rutin di Jenewa maupun di luar Jenewa. Hal ini bertujuan demi
tercapainya kesepakatan yang memberikan ruang bagi negara berkembang
untuk melindungi petani kecil dan miskin. Sebagai koalisi negara berkembang,
G-33 tumbuh menjadi kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam
perundingan pertanian; anggotanya saat ini bertambah menjadi 46 negara.
Indonesia menilai bahwa apa yang sudah disepakati sampai saat ini (draf
modalitas pertanian dan NAMA) merupakan basis yang kuat bagi perundingan
selanjutnya yang sudah mencapai tahap akhir. Dalam kaitan ini, adanya upaya
untuk meninjau kembali kesepakatan umum yang sudah dicapai diharapkan
tidak akan mengubah keseimbangan yang ada dan backtracking kemajuan yang
sudah berhasil dicapai. Negara-negara anggota diharapkan bersikap pragmatis
dan secepatnya menyelesaikan Putaran Doha berdasarkan tingkat ambisi
danbalance yang ada saat ini. Selanjutnya, diharapkan negara-negara anggota
ini membicarakan ambisi baru pasca-Doha, walaupun adanya dorongan dari
negara maju untuk meningkatkan level of ambition akses pasar Putaran Doha
melebihi Draf Modalitas tanggal 6 Desember 2008. Indonesia memiliki
kepentingan untuk tetap aktif mendorong komitmen WTO untuk melanjutkan
perundingan Doha. Indonesia terbuka atas cara-cara baru untuk menyelesaikan
perundingan dengan tetap mengedepankan prinsip single undertaking dan
mengutamakan pembangunan bagi negara berkembang dan LDCs.

6.1.2. Tujuan, Fungsi dan Prinsip WTO

Tujuan WTO sebagai berikut:

5
1. Mendorong arus perdagangan antar negara dengan mengurangi dan menghapus
berbagai hambatan yang dapat menganggu kelancaran arus perdagangan
barang dan jasa.

2. Memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih


permanen.

3. Penyelesaian sengketa dagang antar negara.

Adapun fungsi utama WTO sebagai berikut:

1. Untuk memberikan kerangka kelembagaan bagi hubungan perdagangan antar


anggota dalam implementasi perjanjian dan berbagai instrumen hukum
termasuk yang terdapat didalam Annex persetujuan WTO.

2. Untuk memberikan suatu forum tetap, guna melakukan perundingan di antara


negara anggota. Mencakup isu-isu yang terdapat maupun belum terdapat dalam
persetujuan WTO.

Pasal III Persetujuan WTO menegaskan bahwa 5 fungsi yaitu:

1. Implementasi dari persetujuan WTO

2. Forum untuk perundingan perdagangan

3. Sebagai administrasi sistem penyelesaian sengketa WTO.

4. Mekanisme tinjauan atas kebijakan perdagangan.

5. Melakukan kerja sama dengan organisasi-organisasi internasional dan


organisasi-organisasi non-pemerintah

Peran WTO dalam perdagangan internasional sebagai berikut:

1. Mendorong Persaingan yang Terbuka


WTO sering diartikan sebagai badan perdagangan bebas. Namun sebenarnya,
tarif dan beberapa bentuk proteksi masih diperbolehkan. Jadi, WTO tepatnya
merupakan sistem yang mengatur kompetisi yang terbuka, adil (fair) dan sehat.
Pemberlakuan prinsip MFN (most-favored nation) dan perlakuan nasional
dirancang untuk mempertahankan perdagangan yang adil, termasuk pada
masalah dumping dan subsidi. Pada intinya, persetujuan ditujukan untuk

6
mendukung kompetisi yang sehat di bidang perdagangan barang, pertanian,
hak atas kekayaan intelektual dan jasa.
2. Mendorong Reformasi Pembangunan dan Ekonomi
Para ahli ekonomi dan pembangunan mengakui bahwa sistem WTO dapat
memberikan kontribusi pada pembangunan. Persetujuan-persetujuan WTO
juga memuat aturan mengenai fleksibilitas yang diberikan kepada negara-
negara berkembang dalam menerapkan ketentuan-ketentuan WTO. Bahkan
persetujuan-persetujuan tersebut juga memuat ketentuan yang memungkinkan
negara-negara paling terbelakang (Least Developed Countries/LDCs)
mendapatkan bantuan khusus serta konsesi dagang seperti halnya peraturan-
peraturan GATT. Pada akhir Putaran Uruguay, negara-negara berkembang
seperti halnya negara-negara maju, telah siap menjalankan persetujuan-
persetujuan WTO walaupun dengan perbedaan tenggang waktu untuk masa
implementasinya. Negara-negara maju juga diharuskan untuk mempercepat
pelaksanaan komitmen akses pasarnya bagi ekspor dari negara berkembang
dan negara berkembang paling terbelakang serta meningkatkan bantuan teknis
bagi negara-negara tersebut.
3. Meningkatkan Prediktabilitas
Pembentukan sistem perdagangan multilateral merupakan usaha anggota WTO
untuk menciptakan lingkungan bisnis yang stabil dan dapat diprediksi. Dengan
stabilitas dan kebijakan yang diprediksi, maka investasi dapat dilakukan,
lapangan pekerjaan diciptakan dan konsumen dapat memperoleh keuntungan
dari sistem kompetisi yang fair. Contoh perdagangan multilateral ini mencoba
untuk meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas perdagangan internasional.
Salah satu cara adalah dengan mengurangi penggunaan kuota untuk membatasi
impor. Cara lain adalah dengan meningkatkan transparansi peraturan
perdagangan suatu negara. Melalui sistem ini, dapat pula dapat dibuat suatu
aturan perdagangan yang jelas dan transparan. Pemantauan secara regular
kebijakan nasional perdagangan melalui mekanisme peninjauan kebijakan
perdagangan (Trade Policy Review Mechanism), merupakan suatu sarana
untuk meningkatkan keterbukaan baik pada tingkat domestik maupun tingkat
multilateral.

7
Prinsip dasar GATT/WTO sebagai berikut:

1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations


Treatment-MFN).Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang
mensyaratkan semua komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka
GATT-WHOharus diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota
WTO(azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak
diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu
negara dibandingkan dengan negara lainnya Pengikatan Tarif (Tariff binding).

2. Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana setiap negara anggota
GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat beamasuk atau
tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarifini dimaksudkan
untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan
internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk
sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.

3. Perlakuan nasional (National treatment)Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT
1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk
memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam
negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi.Jenis-
jenistindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan
dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yangmempengaruhi
penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau
penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran,
pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri.

4. Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan
mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya
diperkenankan melalui tarif.

5. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special dan


Differential Treatment for developing countries – S&D). Untuk meningkatkan
partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan
internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO.
Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur
8
perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang
anggotaWTO untuk melaksanakan persetujuan WTO.

6.1.3. Aturan Dasar WTO

a. Non-diskriminasi
Apabila suatu anggota WTO memutuskan untuk memberikan suatu perlakuan
yang menguntungkan atau mengistimewakan salah satu anggota, keuntungan
atau keistimewaan tersebut juga harus diberikan kepada semua anggota WTO
tanpa terkecuali. Maka dari itu, anggota WTO tidak boleh memilih-milih dalam
memberikan konsesi dagang kepada salah satu anggota lainnya.
b. Aturan mengenai akses pasar
Negara-negara membutuhkan akses pasar agar perdagangan barang dan jasa
dapat berjalan lancar, tetapi akses pasar terhadap suatu negara seringkali
dihambat oleh berbagai cara, baik itu tarif maupun non-tarif Secara umum,
terdapat empat jenis aturan WTO yang terkait dengan akses pasar, yaitu
peraturan tentang bea masuk, peraturan tentang bea dan pungutan-pungutan
keuangan lainnya, peraturan tentang pembatasan secara kuantitatif, serta
peraturan tentang hambatan non-tarif lainnya.
c. Aturan mengenai praktik perdagangan yang tidak adil
Hukum WTO memiliki aturan-aturan khusus mengenai praktik-praktik
perdagangan tertentu yang dianggap tidak adil, yaitu subsidi dan dumping.
Subsidi diatur oleh Pasal XVI GATT dan juga Perjanjian tentang Subsidi dan
Tindakan Imbalan (Agreement on Subsidies and Countervailing Measures,
disingkat Perjanjian SCM). Menurut Perjanjian SCM, subsidi adalah kontribusi
keuangan dari pemerintah atau badan publik, atau bantuan pendapatan atau
harga dalam bentuk apapun sesuai dengan Pasal XVI GATT, yang memberikan
keuntungan.
Ketentuan ekspor dan impor di WTO sebagai berikut:
a. Pengecualian
Upaya untuk meliberalisasi perdagangan dapat bertabrakan dengan
kepentingan masyarakat, contohnya adalah pelestarian lingkungan hidup atau
kepentingan ekonomi lainnya. Maka dari itu, hukum WTO memiliki pasal-
9
pasal "pengecualian" yang membenarkan penyimpangan dari aturan-aturan
dasar WTO dalam keadaan tertentu demi kepentingan masyarakat.
Pengecualian secara umum terkandung dalam Pasal XX GATT dan XIV
GATS, contohnya adalah perlindungan moral masyarakat atau perlindungan
kehidupan manusia, hewan, atau tumbuhan. Kepentingan untuk melindungi
keamanan nasional juga dapat ditemui dalam Pasal XXI GATT dan Pasal XIV
bis GATS. Sementara itu, Pasal XII dan XIX GATT serta Pasal X dan XII
GATS mencantumkan kepentingan-kepentingan ekonomi, misalnya
perlindungan industri dalam negeri dari kerugian serius yang diakibatkan oleh
peningkatan impor secara tajam dan tak terduga.
b. Penyelesaian sengketa
WTO memiliki sistem penyelesaian sengketa yang bertindak layaknya
pengadilan dagang internasional. Sistem penyelesaian sengketa ini memiliki
yurisdiksi wajib (compulsory jurisdiction), atau dalam kata lain anggota WTO
harus menerima yurisdiksi sistem tersebut. Yurisdiksinya juga bersifat
eksklusif dalam artian anggota yang ingin menuntut pelanggaran kewajiban
hukum WTO yang dilakukan anggota lain harus membawa perkara ini ke
sistem penyelesaian sengketa di WTO. Selain itu, putusan yang dikeluarkan
oleh sistem penyelesaian sengketa ini mengikat secara hukum. Tujuan dari
sistem ini sendiri ditetapkan oleh Pasal 3.2 DSU, yaitu untuk "memberikan
kepastian dan prediktabilitas" terhadap sistem perdagangan multilateral,
sehingga badan yang menyelesaikan sengketa akan mengeluarkan putusan
yang sama untuk isu hukum yang sama kecuali jika ada alasan yang kuat.

6.1.4. Standarisasi Lingkungan dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia

Sejarah Standarisasi Lingkungan di Indonesia ada dua peristiwa sejarah yang


dipadang pentng dalam topik ini, yaitu pengelolaan lingkungan dan
standarisasi. Pengelolaan lingkungan sebenarnya telah terdapat dalam berbagai
bentuk selama beribu tahun, tetapi baru benar-benar dimulai pada tahun 1960-
an. Banyak hukumhukum dan kebijakan-kebijakan yang cepat terbentuk pada
tahun 1970-an dan 1980-an akibat diketemukannya pencemaran yang sangat
penting. Minimisasi limbah menjadi sangat popular dalam komponen
pengelolaan lingkungan di akhir tahun 1980-an dan diawal tahun 1990-an.
10
Standarisasi secara luas di seluruh dunia mulai berlangsung dengan pesat,
namun masih terlepas dari pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan dan gerakan standarisasi muncul pada awal tahun
1990-an. Hal ini melalui kerja keras dari banyak individu dan organisasi seperti
Internasional Organization for Standardization (ISO), British Standard Institute
(BSI), Amarican National Standard Institute (ANSI) dan banyak organisasi
lainnya di banyak Negara. Banyak standard yang diajukan dalam
penggabungan pengelolaan lingkungan.18 ISO (Internasional Organization for
Standarization) yang berkedudukan di Swiss adalah organisasi yang bertugas
mengembangkan standar dibidang industri, bisnis dan teknologi.
ISO juga merupakan sebuah organisasi dunia non pemerintah dan bukan bagian
dari PBB atau WTO (World Trade Organization) walaupun standar-standar
yang dihasilkan merupakan rujukan bagi kedua organisasi tersebut. Anggota
ISO, terdiri dari 110 negara, tidak terdiri dari delegasi pemerintah tetapi
tersusun dari institusi standarisasi nasional sebanyak satu wakil organisasi
untuk setiap negara. ISO 14000 series merupakan seperangkat standar
internasional bidang manajemen lingkungan yang dimaksudkan untuk
membantu organisasi di seluruh dunia dalam meningkatkan efektivitas kegiatan
pengelolaan lingkungannya.
Meski ISO adalah organisasi non pemerintah, kemampuannya untuk
menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau
standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan
organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya standarisasi
lingkungan menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-
pihak pemerintah. Seiring dengan perumusan Standar Internasional ISO seri
14000 untuk bidang manajemen lingkungan sejak 1993, maka Indonesia
sebagai salah satu negara yang aktif mengikuti perkembangan ISO seri 14000
telah melakukan antisipasi terhadap diberlakukannya standar tersebut. Dalam
hal tersebut, dilakukan berbagai pembentukan Kelompok Kerja Nasional ISO
14000 oleh Bapedal pada tahun 1995 untuk membahas draf standarisasi
lingkungan tersebut sejak tahun 1995. Anggota Kelompok Kerja tersebut

11
berasal dari berbagai kalangan, baik Pemerintah, Swasta, Lembaga Swadaya
Masyarakat, maupun pakar pengelolaan lingkungan.
Tujuan diadakannya Standarisasi Lingkungan di Indonesia Tujuan diadakannya
standarisasi lingkungan di Indonesia yaitu dapat membantu organisasi
mengurangi efek negatif terhadap lingkungan (baik darat, air ataupun udara)
atas seluruh operasional yang mereka jalankan.
Selain itu tujuan dari standarisasi lingkungan, dapat membantu organisasi
dalam rangka mentaati seluruh aturan tentang lingkungan yang berlaku,
regulasi ataupun persyaratan lain berkait dengan lingkungan. Tujuan lain dari
standarisasi lingkungan yaitu membantu organisasi meningkatkan kualitas dari
lingkungan kerja yang menjadi bagian wilayah industri suatu negara, industri
perusahaan atau lembaga. Standarisasi lingkungan tidak membatasi secara pasti
suatu organisasi dalam menentukan tujuan mereka dalam menjaga kelestarian
lingkungan, namun lebih ke arah bagaimana suatu organisasi dapat mencapai
tujuan kelestarian lingkungan yang mereka targetkan sendiri.
Pengaturan hukum tentang Standarisasi Lingkungan Menurut
Perundangundangan di Indonesia Kontribusi standardisasi terhadap negara
Indonesia, sangat besar. Kontribusi dalam melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia diberikan oleh sistem standardisasi dan
penilaian kesesuaian melalui penerapan SNI khususnya lingkungan hidup.
Memuat Pasal 3 point (a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bahwa Standardisasi dan penilaian
kesesuaian bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen,
pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara baik dari
aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup,
dan tanggung jawab sosial. Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bahwa SNI dirumuskan
selaras dengan standar internasional untuk kepentingan perekonomian nasional,
perdagangan global, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan tanggung jawab
sosial.
Pemberlakuan standarisasi nasional Indonesia atau persyaratan teknis
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek: keamanan, keselamatan,

12
kesehatan, dan lingkungan hidup; daya saing produsen nasional dan persaingan
usaha yang sehat; kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional; dan/atau
kesiapan infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian.19 Barang yang telah
diberlakukan standarisasi nasional Indonesia atau persyaratan teknis secara
wajib wajib dibubuhi tanda standarisasi nasional Indonesia atau tanda
kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah.
Barang yang diperdagangkan dan belum diberlakukan standarisasi nasional
Indonesia secara wajib dapat dibubuhi tanda standarisasi nasional Indonesia
atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan sertifikat produk
penggunaan tanda standarisasi nasional Indonesia atau sertifikat kesesuaian.21
Standarisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan,
menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku
Kepentingan.
Standarisasi dan penilaian kesesuaian bertujuan: meningkatkan jaminan mutu,
efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan
transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku
Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; meningkatkan perlindungan
kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta
negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian
fungsi lingkungan hidup; dan meningkatkan kepastian, kelancaran, dan
efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar
negeri.
Dalam hal terdapat standar internasional, standarisasi nasional Indonesia
dirumuskan selaras dengan standar internasional melalui: adopsi standar
internasional dengan mempertimbangkan kepentingan nasional untuk
menghadapi perdagangan global; atau modifikasi standar internasional
disesuaikan dengan perbedaan iklim, lingkungan, geologi, geografis,
kemampuan teknologi, dan kondisi spesifik lain.24 Standar Nasional Indonesia
yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh lembaga
yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standarisasi.

13
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan,
memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar bidang Industri yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku
kepentingan.
Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
secara wajib dilakukan untuk: keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia,
hewan, dan tumbuhan; pelestarian fungsi lingkungan hidup; persaingan usaha
yang sehat; peningkatan daya saing; dan/atau peningkatan efisiensi dan kinerja
Industri.27 Dalam Pasal 35 ayat (1) UU Perdagangan menyebutkan,
Pemerintah menetapkan larangan atau pembatasan perdagangan Barang
dan/atau Jasa untuk kepentingan nasional dengan alasan: melindungi
kedaulatan ekonomi; melindungi keamanan negara; melindungi moral dan
budaya masyarakat; melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan,
ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup; melindungi penggunaan sumber daya
alam yang berlebihan untuk produksi dan konsumsi; melindungi neraca
pembayaran dan/atau neraca perdagangan; melaksanakan peraturan perundang-
undangan; dan/atau pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas pemerintah.
Melalui Undang-undang No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan diatur
mengenai standarisasi perdagangan. Pengaturan ini dibuat karena Indonesia
telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO) yang mengatur
tentang code of good practice. Standarisasi perdagangan produk dahulu diatur
dalam Peraturan Pemerintah No 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional yang bersifat sukarela. Namun dalam UUP No 7 tahun 2014 tersebut
standarisasi produk menjadi wajib bagi produk barang maupun jasa yang
dipasarkan di Indonesia. Alasan diwajibkannya standarisasi produk tersebut
beberapa di antaranya untuk menjaga kepetingan banyak pihak : 1) Untuk
memberikan keamanan dan kenyaman bagi masyarakat yang menjadi
konsumen serta menjaga kelangsungan lingkungan hidup. 2) Membangun
industri yang produk perdagangannya mampu bersaing di dalam negeri mapun
di luar negeri. 3) Memberikan dasar hukum yang pasti bagi pemerintah untuk
melakukan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum terhadap proses
standarisasi tersebut.28 Masalah lingkungan menjadi pokok perhatian bangsa

14
Indonesia dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang no. 4 tahun 1982
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian direvisi
menjadi Undang- Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup kemudian perubahan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut diperlukan aturan dan instrumen
sebagai alat pengendali dengan tujuan sebagai pengendali kerusakan
lingkungan.
Standarisasi Kebijakan Lingkungan Kebijakan hukum pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia yaitu: Presiden RI mengeluarkan Perpres No. 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, dalam
ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak
Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa
peningkatan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan
lingkungan hidup dan sumber daya alam dilakukan melalui berbagai program.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah
pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005-2025
sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJP) telah ditetapkan oleh pemerintah. Pernyataan
standarisasi kebijakan lingkungan berkisar mulai dari yang paling umum
sampai ke hal-hal spesifik. Semua organisasi harus memiliki sekurangnya satu
kebijakan umum yang meliputi masalah-masalaha lingkungan yang utama.
Masalah-masalah tersebut tidak harus diberi nama secara spesifik. Namun
demikian tidak berarti bahwa mereka tidak diikutsertakan dalam konsep. Pada
dasarnya standarisasi kebijakan lingkungan harus memiliki stabilitas karena
sebagian besar unsur lain dalam sIstem pengelolaan lingkungan memerlukan
penyesuaian terusmenerus.

6.1.5. Standarisasi Lingkungan dalam Kerangka Perjanjian Perdagangan


WTO

1. Perjanjian Perdagangan WTO dan Implikasi Hukum

Perjanjian-perjanjian Perdagangan WTO ini terdiri atas:

15
- Perjanjian-perjanjian multilateral atas perdagangan barang selanjutnya disebut
GATT.

- Dua belas perjanjian mengenai aspek khusus dalam perdagangan barang seperti
perjanjian dalam bidang pertanian, perjanjian mengenai penerapan tindakan
sanitasi dan phystosanitasi, perjanjian mengenai hambatan-hambatan teknis
dalam perdagangan, perjanjian mengenai penerapan pasal VI GATT disebut
anti dumping agreement, perjanjian mengenai subsidi dan tindakan imbalan,
perjanjian mengenai safeguards dan perjanjian mengenai perdagangan di
bidang jasa.

- Perjanjian mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan perdagangan hak


kekayaan intelektual selanjutnya disebut TRIPS.

- Peraturan dan prosedur yang mengatur penyelesaian sengketa.

- Mekanisme penilaian kebijakan perdagangan selanjutnya disebut TPRM.

- Dua perjanjian plurilateral mengenai pengadaan pemerintah dan perdagangan


pesawat sipil.30 Implikasi Perdagangan globalisasi ekonomi itu terhadap
hukum tidak dapat dihindarkan.

2. Relevansi Isu Lingkungan dalam Kerangka Perdagangan WTO WTO


sebagai perwujudan dari the General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT), dikaitkan dengan tujuan memanfaatan sumber daya alam secara
maksimal, tampaknya sulit dikatakan bahwa badan ini tidak pro lingkungan.

Ada penilaian bahwa ketentuan tujuan ini dapat berarti izin untuk mendorong
Negara-negara anggota GATT untuk memaksimalkan eksploitasi sumber daya
alamnya. WTO berperan nyata dalam memberikan proteksi lingkungan. WTO
dalam ketentuannya menetapkan/menentukan, setiap anggota WTO harus
mempertimbangkan tujuan dari pembangunan berkelanjutan dan tercapainya
proteksi serta pelestarian lingkungan. Juga diakui hak-hak Negara WTO, untuk
memberlakukan hambatan perdagangan yang dikaitkan dengan isu proteksi
lingkungan. Berdasarkan ketentuan WTO, para anggota WTO dapat
menerapkan sistem pembatasan perdagangan dikaitkan dengan isu lingkungan.

16
Pemanfaatan sumber daya alam harus sesuai dengan tujuan pembangunan
berkelanjutan. WTO memberikan nuansa baru dalam perdagangan
internasional dengan terintegrasinya aspek lingkungan dalam perdagangan
internasional.

3. Kedudukan Standarisasi Lingkungan dalam Kerangka Perjanjian


Perdagangan WTO

Pemahaman negara berkembang bahwa isu lingkungan hidup dapat


mengancam perdagangan internasionalnya merupakan dampak dari pengaruh
global. Dalam hal ini lebih pada sistem perdagangan internasional yang
terangkum dalam peraturan WTO. Aturan dan kebijakan dalam WTO yang
sedemikian rupa dianggap dapat menghambat pelaksanaan pembangunan
perekonomian dan perdagangan Negara berkembang, maka dapat dikatakan
bahwa pemahaman konsepsi tentang keamanan (security) merupakan akibat
dari ancaman dari luar. Dapat dikatakan, aturan, kebijakan dan mekanisme
yang berlaku dalam rezim perdagangan internasional ini lebih didominasi oleh
kekuatan negara maju. Penolakan terhadap produk ekspor negara berkembang
oleh beberapa Negara maju dianggap tidak atau kurang memenuhi standar
mereka dalam hal perlindungan lingkungan hidup.

4. Globalisasi dan Pelanggaran Standarisasi Lingkungan dalam Perdagangan


WTO Globalisasi hukum terjadi melalui standarisasi hukum antara lain
perjanjian multilateral.

Dalam hal ini hukum berusaha untuk melintasi atau membongkar hambatan
ruang dan waktu, dengan menisbikan perbedaan sistem hukum. Gerbang era
globalisasi dunia telah terbuka, khususnya sejak awal millennium lalu, yang
ditandai dengan menisbinya batas-batas wilayah antar negara di dunia dalam
segala aspek sumber daya. Sebagaimana telah di siratkan dalam berbagai
perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang berawal dari perjanjian
perdagangan multilateral (GATT) pada perundingan Uruguay maupun
kesepakatan pelaksanaan wilayah perdagangan bebas di Asia (AFTA) bagi
negara-negara kawasan Asia. Pelanggaran standarisasi lingkungan di Indonesia
yaitu kasus dari PT Unilever yaitu efisiensi dalam produksi dampak lingkungan

17
tempat produksi Unilever terbagi atas dampak yang berasal dari luar (seperti
penggunaan sumber daya dan energi) dan dampak yang berasal dari dalam
(seperti limbah cair dan sampah). Untuk mengelola dampak ini sambil terus-
menerus menyempurnakan proses produksi, Unilever menerapkan Sistem
Pengelolaan Lingkungan atau Environmental Management Sytem (EMS)
berdasarkan ISO 14001. Dalam kerangka WTO, suatu negara berhak
memperkarakan negara lain yang dianggap melanggar prinsip dan aturan
perdagangan yang adil. Jika terbukti melanggar, maka negara yang dituntut
harus melaksanakan keputusan yang ditetapkan DSB-WTO tanpa melihat besar
kecilnya negara tersebut. WTO anggap sebagai organisasi paling demokratis
karena setiap anggota memiliki hak dan suara yang sama, termasuk dalam
mempertahankan hak di depan hukum dan aturan perdagangan yang adil.

6.1.6. Penerapan Standarisasi Lingkungan WTO dalam Suasana Hukum


Nasional

Sejarah Standarisasi Lingkungan di Tingkat Internasional Di tahun 1972:


Conference of Human Settlement and Environment oleh PBB di Brussel,
menghasilkan: “Perkembangan industri yang tidak terkontrol akan
mempengaruhI dunia usaha”. Tahun 1987 PBB membentuk UNEP (United
Nations Environment Programme) dan WCED (World Commission on
Environment and Development), menghasilkan:”Sustainable Development”.
Tahun 1991 (International Standardisation Organisation) ISO dan IEC
(International Electrotechnical Commission) membentuk SAGE (Strategy
Advisory Group on Environment). SAGE merekomendasikan International
Standardisation Organisation (ISO) membetuk TC (Technical Commettee),
yang bertugas merumuskan standar manajemen lingkungan yang berlaku
secara internasional. Di tahun 1992 Inggris mengeluarkan BS 7750 dan tahun
1993 Komisi Uni Eropa memberlakukan EMAS (Ecomanagement and Audit
Scheme), kemudian tahun 1993 International Standardisation Organisation
(ISO) membentuk TC 207, yang kemudian lahir ISO 14000. Jadi, International
Standardisation Organisation (ISO) berawal dari British Standard Institute
(BSI) yang membuat suatu standar pada akhir Th 1970-an (BS 5750) yang

18
selanjutnya menjadi ISO 9000 (1974), dan diterapkan pada pasar Uni Eropa
pada tahun 1987.

Selanjutnya, standar ini berlaku juga di Amerika dan pada akhirnya untuk
seluruh dunia. Pada tahun 1992 BSI mengeluarkan BS 7750 yang selanjutnya
menjadi ISO 14000. Jadi, ISO9000 berkaitan dengan manajemen usaha/mutu,
sedangkan ISO 14000 berkaitan dengan sistem manajemen lingkungan. Hukum
lingkungan internasional berkembang terutama sejak tahun 1945 (Perang
Dunia II) saat terjadi berbagai peristiwa penting. Pada tahun ini persepsi
manusia terhadap lingkungan dan new order of hazard in human affairs
berkembang (environmental hazard). Berbagai referensi tentang bahaya pada
lingkungan (environmental hazard) ini antara lain dalam Silent Spring, akibat
kimia pertanian (overuse of misuse). Oil Spills yang kemudian menjadi public
awareness tahun 1960-an, bahaya bagi terjadinya malapetaka, terutama pada
perairan pantai dan sebagaimana, merupakan pokok pembahasan yang luas.
Dalam kaitannya ini menarik pula untuk dibicarakan tentang perkembangan
teknologi pengeboran lepas pantai, tanki minyak, dan sebagainya.

6.1.7. Penerapan Standarisasi Lingkungan di beberapa Negara

Penerapan ekolabel bagi Indonesia masih terpusat pada produk hasil hutan.
Pada produk produk lain yang sebenarnya memerlukan penerapan konsep
ekolabel ini, belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini karena sifat ekolabel
yang masih bersifat suka rela, di Indonesia. Kegiatan sertifikasi Ekolabel di
mulai dari permohonan kepada lembaga sertifikasi Ekolabel untuk dievaluasi
atau dinilai sesuai dengan standar penilaian Ekolabel Pedoman KAN 804
Kriteria Kompetensi Evaluator Sertifikasi Ekolabel. Dengan memperoleh
sertifikasi Ekolabel, khususnya produk yang menggunakan hasil hutan sudah
diperhitungkan marketable di pasar internasional. Penerapannya melibatkan
seluruh proses, mulai dari penerimaan bahan baku hingga produk akhir,
termasuk limbah yang dihasilkan, baik itu limbah cair, gas, maupun limbah
padat. Artinya, penerapan sistem manajemen lingkungan ini dimaksudkan
sebagai antisipasi menjaga kepercayaan pasar yang ramah lingkungan serta
efek domino hubungan supplier customer environmental management. Alhasil,

19
industri dituntut mampu mengendalikan dan mencegah dampak lingkungan
dalam setiap aktivitasnya.

Penerapan Standarisasi Lingkungan WTO dalam Peraturan Perundang-


undangan Nasional di Indonesia Berbagai peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia saat ini menunjukkan
pendekatan command and control. Perkembangan Program Standarisasi
lingkungan WTO Dalam Suasana Hukum Nasional

6.1.8. Penerapan Standarisasi Lingkungan WTO Dalam Suasana Hukum


Nasional

Adalah potensi penerapan standarisasi lingkungan bagi peningkatan kualitas


pengelolaan lingkungan hidup Indonesia serta peningkatan peran serta dunia
usaha untuk secara proaktif mengelola lingkungan. Oleh karena itu, mendorong
dan memfasilitasi penerapan Standarisasi Lingkungan WTO di Indonesia,
Seiring dengan pertumbuhan populasi para praktisi dalam bidang tersebut serta
dengan pendekatan pemberdayaan pihak swasta yang kompeten, maka peran
motor penggerak penerapan Standarisasi Lingkungan WTO tersebut
dilanjutkan oleh pihak swasta. Hal ini konsisten dengan latar belakang
pengembangan Standarisasi Lingkungan WTO yang dimotori oleh dunia usaha
dan didukung oleh para praktisi berpengalaman.

Penyusunan Program Kebijaksanaan Standarisasi Lingkungan:

a) BAPEDAL menyampaikan informasi rencana pelaksanaan kegiatan dan


mengajukan usulan program standardisasi kepada DSN sebagai baban untuk
menyusun program dan/atau kebijaksanaan standarisasi nasional.

b) BAPEDAL memberikan tanggapan, masukan dan saran kepada DSN


terhadap konsep kebijaksanaan dan Standardisasi nasional khususnya
bidang lingkungan,

c) BAPEDAL menyusun kebijaksanaan dan/atau program staridardisasi sesuai


dengan kebijaksanaan dan program standardisasi nasional yang ditetapkan
DSN.

20
d) BAPEDAL mengkoordinasikan pelaksanaan perumusan standar bidang
lingkungan.

e) Rancangan standar bidang lingkungan disusun dengan memperhatikan: a.


Upaya menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan. b. Standar
internasional atau standar lain di bidang lingkungan. c. Efisiensi dan
efektifitas penggunaan standar dalam rangka mencapai tujuan pelestarian
fungsi lingkungan, d. Antisipasi diberlakukannya ketentuan-ketentuan
lingkungan dalam perdagangan.

6.2. Eksternalitas Lintas Batas dan Kepentingan Bersama Global

Eksternalitas adalah biaya atau manfaat yang timbul dari kegiatan atau
transaksi tertentu yang dibebankan atau diberikan ke berbagai pihak yang tidak
terlibat pada transaksi atau kegiatan tersebut. Kadang-kadang disebut efek
limpahan atau efek ketetanggaan. Adapun pengertian yang lain, yaitu:
eksternalitas (externality) muncul apabila seseorang melakukan kegiatan yang
memengaruhi kesejahteraan orang lain, namun tidak membayar ataupun
menerima kompensasi atau imbalan atas pengaruh itu. Pengaruh terhadap
orang lain itu disebut eksternalitas negatif jika bersifat merugikan. Sebaliknya,
disebut eksternalitas positif jika bersifat menguntungkan.

Eksternlitas merupakan bentuk pengaruh dan aktivitas-aktivitas prduksi dan


konsumsi yang tidak secara langsung terrefleksi di dalam pasar . Eksternalitas
(positif maupun negatif), atau dampak dari keberadaan suatu usaha, merupakan
keniscayaan yang perlu diketahui oleh para pelaku ekonomi. Masalah
eksternalitas berkaitan dengan masalah keadilan yang terjadi di masyarakat.
Dengan demikian, eksternalitas mempengaruhi perkembangan aktivitas
ekonomi masing-masing pelaku ekonomi, yang pada akhirnya mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Hadirnya eksternalitas merupakan gejala penting dalam kehidupan modern.


Berikut ini hanyalah beberapa contoh yang ada di mana-mana: polusi udara,
air, tanah, pemandangan, dan bumi; kemacetan lalu lintas; kecelakaan mobil;
perumahan yang ditinggalkan; kecelakaan nuklir; dan asap bagi perokok pasif.

21
6.2.1. Eksternalitas Positif atau Dampak Positif

Masyararakat akan merasakan adanya eksternalitas atau dampak positif dari


keberadaan suatu aktivitas (produksi atau konsumsi) bila kuantitas barang dan
jasa sangat sedikit dibandingkan kebutuhan masyarakat. Contoh aktivitas
produksi yang menimbulkan eksternalitas positif sebagai berikut:

a. Sebuah yayasan kemasyarakatan memberikan pendidikan kewirausahaan


kepada sekelompok pemuda (yang terpilih dengan kriteria tertentu) di suatu
daerah dalam rangka pemberdayaaan masyarakat setempat. Pendidikan yang
diberikan adalah tentang cara memulai dan menjalankan operasi perusahaan
sehari-hari, mulai dari perencanaan usaha, perencanaan produksi,
pemasaran, sampai masalah keuangan.
b. Sebuah perusahaan membangun taman yang indah di sekitarnya. Keindahan
dari taman yan dibangun oleh perusahaan tersebut tidak hanya dinikmati
oleh pemilik dan karyawan, tetapi juga dirasakan oleh masyarakat sekitar
yang melintas di kawasan tersebut.
c. Perusahaan listrik negara (PLN) membangun waduk (dam) untuk
pembangkit tenaga listrik (pembangkit listrik tenaga Air/ PLTA) semua
biaya pembuatan waduk tersebut menjadi beban dari PLN.

Contoh aktivitas konsumsi yang menimbulkan eksternalitas positif sebagai


berikut:

a. Seorang atau sekelompok pesohor (selebritas) menggunakan pakaian


produksi nasional, misalnya batik, dengan penuh kebanggaan di tempat
umum (misalnya saat pesta dan peringatan suatu peristiwa nasional).
b. Bila para petinggi dan pejabat publik di indonesia, seperti presiden, menteri,
gubernur, bupati, walikota, anggota parlemen, hakim dan lain-lain memiliki
gaya hidup sederhana, santun, dan tidak munafik, hal ini akan menimbulkan
eksternalitas positif bagi masyarakat. Masyarakat pun akan terdorong untuk
memiliki gaya hidup sederhana, santun, dan tidak munafik. Budaya korupsi
bisa dilenyapkan bila gaya hidup semacam itu ditumbuhkan dan dipelihara.

22
6.2.2. Eksternaitas Negatif atau Dampak Negatif

Masyarakat akan merasakan adanya eksternalitas negatif atau dampak negatif


dari aktivitas komunikasi maupun produksi bila kuantitas produksi atau
konsumsi barang dan jasa menghasilkan limpahakn kerugian atau kesulitan
bagi masyarakat. Dengan kata lain, eksternalitas negatif terjadi bila aktivitas
produksi maupun konsumsi menimbulkan beban, gangguan, penderitaan,
kerugian, atau biaya bagi masyarakat.
Contoh aktivitas produksi yang menimbulkan eksternalitas negatif:
a. Sebuah perusahaan berproduksi terus-menerus selama 24 jam (tiga shift)
dalam sehari, perusahaan ini tidak menggunakan bus antar jemput bagi
karyawannya. Akibatnya, di setiap pergantian shift (jam 07.00, 15.00, dan
23.00), terjadi pengelompokan atau penumpukan karyawan yang menunggu
angkutan umum di tepi jalan yang menjadi jalan masuk dan keluar pabrik
sehingga terjadi antrian kemacetan kendaraan. Hal ini menyebabkan
masyarakat yang tidak berkaitan dengan perusahaan tersebut mengalami
dampak negatif dari keberadaanya. Kondisi ini tentu merugikan masyarakat
dari segi waktu, tenaga, biaya, dan sebagainya. Kerugian yang ditimbulkan
oleh adanya aktivitas perusahaan ini seharusnya ditanggung atau menjadi
beban perusahaan yang bersangkutan. Jika justru beban itu ditanggung oleh
masyarakat, hal ini akan menghasilkan eksternalitas negatif bagi
masyarakat.
b. Sebuah perusahaan peternakan ayam berlokasi di sekitar pemukiman
penduduk sehingga bau dari peternakan itu tidak hanya mengganggu
karyawan perusahaan, tetapi juga masyarakat sekitar dan penduduk yang
melintas dikawasan tersebut.
c. PLN membangun Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk
mendistribusikan listrik ke konsumen, tanpa bermaksud mengganggu
masyarakat sekitar. Namun, dalam kenyataanya, jaringan kabel listrik
bertegangan tinggi yang melewati pemukiman penduduk akan menghasilkan
pengaruh negatif bagi mereka, yang sebelumnya tidak diperhitungkan pleh
PLN.

23
Contoh aktivitas konsumsi yang menimbulkan eksternalitas negatif sebagai
berikut:

a. Karena kemajuan peradaban dan meningkatnya kesadaran masyarakat


terhadap kesehatan, aktivitas merokok di tempat umum, misalnya rumah
ibadah, terminal, pelabuhan, bandar udara, sekolah, rumah sakit, kereta api,
dan angkutan umum sangat dibatasi atau dilarang.jika ada yang nekat
merokok di tempat-tempat itu, hal ini akan menimbulkan eksternalitas
negatif bagi masyarakat.
b. Masih banyak anggota masyarakat yang tidak peduli dengan adab dan etika
berkomunikasi menggunakan telepon genggam di tempat umum yang
memerlukan kenyamanan bersama, misalnya rumah ibadah, bioskop, kereta
api, pesawat terbang, bus, dam tempat-tempat lain. Jika ada yang
berkomunikasi di tempat-tempat itu menggunakan telepon genggam, bahkan
dengan suara keras, hal ini akan menimbulkan eksternalitas bagi
masyarakat.

6.2.3. Dampak Produsen Terhadap Produsen Lain

Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap


produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau
penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Dampak atau efek yang
termasuk dalam kategori ini meliputi biaya pemurnian atau pembersihan air
yang dipakai (eater intake clen-up costs) oleh produsen hilir (downstream
producers) yang menghadapi pencemaran air (water polution) yang diakibatkan
oleh produsen hulu (upstream producers). Hal ini terjadi ketika produsen hilir
membutuhkan air bersih untuk proses produksinya. Dampak kategori ini bisa
dipahami lebih jauh dengan contoh lain berikut ini. Suatu proses produksi
(misalnya perusahaan pulp) menghasilkan limbah residu produk sisa yang
beracun dan masuk ke aliran sungai, danau, atau semacamnya, sehingga
produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen lain yakni para
penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp tersebut
mempunyai dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan, dan

24
inilah yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi
komoditi lain .

6.2.4. Dampak Produsen Terhadap Konsumen

Suatu produsen dikatakan mempunyai eksternal efek terhadap konsumen, jika


aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen).
Dampak atau efek samping yang sangat populer dari kategori kedua yang
populer adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara
(noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena pertambangan,
bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang
semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Dalam
hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan-produsen) yang menghasilkan limbah
(wasteproducts) ke udara atau ke aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen
lain yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk.
Sebagai contoh, kepuasan konsumen terhadap pemanfaatan daerah-daerah
rekreasi akan berkurang dengan adanya polusi udara.

6.2.5. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain

Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas


seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi
utilitas konsumen yang lain. Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi
tidak hanya oleh efek samping dari kegiatan produksi tetapi juga oleh
konsumsi oleh individu yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu
seorang konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya,
bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau
musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan
sebagainya.

6.2.6. Dampak Konsumen Terhadap Produsen

Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen


mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu.
Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumah tangga terbuang ke
aliran sungai dan mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu

25
yang memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang
memanfaatkan air bersih.

6.2.7. Kebijakan Eksternalitas Publik

6.2.7.1. Regulasi atau Pengaturan

Mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku


tertentu dari pihak-pihak tertentu yang disebut regulasi atau pendekatan
komando dan kontrol untuk melenyapkan eksternalitas. Seperti pemerintah
dapat menindak pihak-pihak tertentu yang mencemari lingkungan dengan
limbah produksinya.

6.2.7.2. Pajak Pigovian dan Subsidi

Pajak Pigovian adalah pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak
dari suatu eksternalitas negatif. Disebut pajak pigou karena ditemukan oleh
ekonom yang bernama Arthur Pigou (1877-1959). Bentuk dari pajak tersebut
adalah ketika ada dua pabrik yaitu pabrik baja dan pabrik kertas yang masing-
masing membuang limbah 500 ton per tahun, maka hanya dua pilihan yang
mereka lakukan. Pertama, Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (EPA,
Environmental Protection Agency) akan mewajibkan semau pabrik untuk
mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun atau yang kedua, mereka akan
dikenai pajak sebesar $50,000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh
setiap pabrik.Memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan
eksternalitas positif.

6.2.7.3. Teori Perdagangan Lintas Batas

Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang wilayah negara Pasal 1


ayat 6 mendefinisikan kawasan perbatasan sebagai bagian dari wilayah negara
yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara
lain. Kawasan perbatasan negara meliputi kawasan perbatasan daratan dan
perbatasan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar. Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-
2009 menetapkan arah dan pengembangan wilayah Perbatasan negara sebagai
salah satu program prioritas pembangunan nasional. Paradigma baru

26
pengembangan kawasan perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan
pembangunan yang berorientasi inward looking, menjadi outward looking.
Dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach),
pendekatan keamanan (security approach), dengan tidak meninggalkan aspek
lingkungan (environment) tetap menjaga kedaulatan (sovereignity) negara.
Adanya akses perdagangan yang dimiliki, kawasan perbatasan dapat menjadi
pintu masuk mengalirnya devisa ke dalam negeri dan mendorong tumbuhnya
produksi di dalam negeri.

Perdagangan internasional adalah merupakan sarana untuk melakukan


pertukaran barang dan jasa internasional. Dalam lima puluh tahun terakhir,
perdagangan internasional telah tumbuh dan berkembang secara drastis dan
dalam ukuran yang besar. Hal ini disebabkan oleh adanya kerjasama yang
dilakukan oleh berbagai negara untuk menghilangkan proteksi perdagangan
dan adanya keinginan untuk mempromosikan perdagangan barang dan jasa
secara bebas.

Setiap negara yang melakukan perdaganandengan negara lain tentu


akanmemperoleh manfaat bagi negara tersebut antara lain:

1. Meningkatkan hubungan persahabatan antar negaraPerdagangan antar


negara dapat mewujudkan hubungan persahabatan.Jika hubungan initerjalin
dengan baik, ia dapat meningkatkan hubunganpersahabatan antar negara-
negara tersebut. Mereka dapat semakin akrabdan saling membantu
bulamana mengalami kesulitan dalam memenuhikebutuhan
2. Kebutuhan setiap negara dapat tercukupiDengan perdagangan internasional,
suatu negara yang masukkekurangan dalam memproduksi suatu barang
dapat dipenuhi denganmengimpor barang dari negara yang mempunyai
kelebihan hasilproduksi. Sebaliknya negara yang mempunyai kelebihan
hasil produksibarang dapat mengekspor barang tersebut ke negara yang
kekurangan.Dengan demikain kebutuhan setiap negara dapat tercukupi
3. Mendororng kegiatan produksi barang secara meaksimalSalah satu tujuan
suatu negara perdaganan internasional adalahmemprluas pasar di luar
negeri. Jika pasar luar negeri semakin luas, makaproduksi dalam negara

27
terdorong semakin meningkat. Dengan demikian,para pengusaha terdorong
semakin menghasilkan barang produksi secarabesar-besaran.
4. Mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologiPerdagangan antar
negara memungkinkan suatu negara untukmempelajari teknik produksi yang
lebih efisien. Perdaganan luar negerimemunkinkan negara terseut
mengimpor mesin-mesin atau alat-alatmodern untuk melaksanakan teknik
produksi dan cara produksi yanglebih baik. Dengan demikian, teknologi
yang lebih modern dapatmeningkatkan produktivitas dan dapat mengadakan
spesialisasi produksi.
5. Setiap negara dapat mengadakan spesialisasi produksiPerdagangan
internasional dapat mendorong setiap negara sumberdayaalam, tenaga kerja
modal dan keahlian secara maksimal. Suatunegara yang memiliki produk
unggulan, dapat bersaing dengan produkdari luar negeri.
6. Memperluas lapangan kerjaJika pasar luar negeri semakin meluas, maka
barang atau jasa yangdihasilkan juga semakin bertambah. Perningkatan hasil
produksimeningkatkan kebutuhan tenaga kerja bagi perushaan
sehinggamembukan kesempatan kerja baru dan mengurangi pengangguran.

Faktor penyebab perdagangan internasional antara lain sebagai berikut:

1. Revolusi informasi dan transportasiDitandai dengan berkembangnya


erainformasi teknologi, pemakaiansisitem berbasis komputer serta kemajuan
dalam bidang informasi,penggunaan satelit serta digitalisasi pemrosesan
data berkembangnyaperalatan komunikasi serta masih banyak lagi.
2. Interpendensi kebutuhanMasing-masing negaa memiliki keunggulan serta
kelebihan dimasing-masing aspek, bisa ditinjau dari sumber daya alam,
manusia,serta teknologi. Semuanya itu akan berdampak pada
ketergantungan antarnegara yang satu dengan yang lainnya.
3. Liberalisasi ekonomiKebebasan dalam melakukan transaksi serta
melakukan kerja samamemiliki implikasi bahwa masing-masing negara
akan mencari peluangdengan berinteraksi melalui perdagangan anata
negara.
4. Asas keunggulan komparatifKeunikan suatu negara tercermin dari apa yang
dimiliki oleh negaratersebut yang tidak dimiliki oleh negara lain. Hal ini
28
akan membuatnegara memiliki kenunggulan yang dapat diandalkan sebagai
sumberpendapatan bagi negara tersebut.

Faktor yang mendorong terjadinya perdagangan internasional, antara lain


sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri


2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam mengelola sumber daya ekonomi
4. Adanya kelebihan produk dalam negeri shingga perlu pasar baru
5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang
7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain

Perdagangan Internasional di Sebuah Negara Pengekspor Analisis terhadap


kasus negara pengekspor menghasilkan dua kesimpulan pokok sebagai berikut:

1. Jika suatu negara membuka hubungan dagang internasional dan menjadi


pengekspor atas suatu barang, maka produsen domestik barang itu akan
diuntungkan sedangkan konsumen domestik atas barang itu akan dirugikan
(Mankiw, 2003:227).
2. Pembukaan hubungan dagang tersebut akan menguntungkan negara yang
bersangkutan secara keseluruhan, karena keuntungan terjadi melebihi
kerugiannya.

Analisis terhadap kasus negara pengimpor menghasilkan dua kesimpulan


pokok sebagai berikut:

1. Jika suatu negara membuka hubungan dagang internasional dan menjadi


pengimpor atas suatu barang, maka produsen domestik barang itu akan
dirugikan sedangkan konsumen domestik atas barang itu akan diuntungkan.

29
2. Pembukaan hubungan dagang akan menguntungkan negara yang
bersangkutan secara keseluruhan, karena keuntungan yang terjadi melebihi
kerugiannya.

6.3. Persaingan Industri untuk Proses Vs. Produk

Di era perdagangan bebas seperti saat ini dimana terjadi persaingan yang ketat
maka perusahaan dituntut untuk dapat melakukan strategi didalam bersaing.
Salah satu faktor penentu peraingan adalah suatu proses perencanaan produksi
dan proses produksinya sendiri. Meningkatnya persaingan dalam dunia bisnis
akan membuat konsumen semakin memiliki banyak pilihan dalam memilih
produk. Karena itu, untuk memiliki daya saing dan bertahan terhadap
persaingan dengan produk lain, perusahaan harus memiliki taktik dan strategi
secara menyeluruh. Proses merupakan suatau cara maupun metode untuk
menyelengarkan menghadirkan, ataupun melaksanaka dari suatu hal yang
hasilnya merupakan tujuan dan harapan yang di inginkan (Setiawati 2014).
Proses lebih di tekan dan di persiapakan secara baik yaitu pada proses
perumusan perencanaan produksi hingga produksi dimulai. Dalam proses
produksi itu sendiri bisa melihat dan menentukan kualitas output dari hasil
proses (Setiawan 2018). Penjagaan kualitas merupakan salah satu bentuk
penyajin perusahaan untuk output yang baik.

Salah memilih strategi proses yang akan diterapkan akan berdampak besar
terhadap biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk itu perlu bagi
perusahaan untuk menganalisis kegiatan produksinya agar dapat mencapai
persyaratan perusahaan. Dalam menganalisis kegiatan proses yang dilakukan
oleh perusahaan, dapat menggunakan beberapa alat analisis salah satunya
adalah pemetaan fungsi waktu. Pemetaan fungsi waktu digunakan untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan dalam hal pengulangan, dan
keterlambatan yang tidak perlu terjadi dalam proses produksi agar mengurangi
kerugian yang ada dalam sebuah perusahaan (Bowo 2018). Jadi dapat
dikatakan, output atau product yang dihasilkan tersebut baik, tergantung pada
proses product tersebut.

30
6.3.1. Teori Kompetisi Industri

Persaingan industry merupakan rivalitas antara dua atau lebih industry yang
sejenis atau mirip untuk menyediakan produk, jasa, harga, produk, distribusi,
dana promosi kepada pelanggan (Yahya et al., 2018). Kompetisi adalah kata
kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban
kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over
(atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan
dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu. ompetisi adalah aktivitas
mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu
atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi
tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi (Deaux, Kay, Dane, 1993).

Persaingan/kompetisi bisa dikatakan berfungsi sebagai alat pengadaan seleksi


sosial. Jika persaingan yang terjadi antar pihak dapat disadari dengan
pemikiran-pemikiran sehat, persaingan yang terjadi akan berperan sebagai alat
penyeleksi antara individu maupun kelompok yang mempunyai kualitas lebih
baik (Anonim, 2010).

Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi


teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat
tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2)
Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau
makanan dari wilayah-wilayah buruan.

Kompetisi juga dapat dibagi menjadi: (1) kompetisi internal adalah kompetisi
pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah
kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat
positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat
negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam
ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi
ledakan populasi hewan yang berkompetisi (Wikipedia, 2021).

Kaitan kompetisi dan perdagangan internasional dengan pola hubungan anatar


ekspor dan pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan export led growth dan
growth driven export, yang menjadikan eksport sebagai penggerak
31
pertumbuhan ekonomi, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
pengembaangan industry yang kompetitif (Krisharianto, 2007; Rusydiana,
2009; Safitriani, 2014).

Studi kasus Relasi dagang Indonesia – Jepang pada produk Toyota pasca
kesepakatan IJEP

Pada kasus ini Indonesia memiliki ketergantungan ekonomi yang sangat tinggi
di sektor ekonomi, melalui perusahaan Toyota. Ketergantungan ini tidak hanya
terhadap perusahaan, tetapi juga terhadap Jepang sebagai sebuah negara.
Sementara itu, di tengah ketergantungan tersebut, kesepakatan IJEPA memiliki
beberapa masalah yang berimplikasi negative dengan keuntungan sepihak dari
korporasi Jepang, penurunan tarif bea masuk 0%, daya saing produk Indonesia
yang lemah sehingga jepang memproteksi diri. Diketahui bahwa tawaran
Jepang melalui program MIDEC dalam bentuk transfer teknologi belum
menunjukkan keseriusan.. MIDEC merupakan kompensasi bagi industry
domestic agar mampu memberikan peran dalam mendorong kegiatan
domestiknya. Sayangnya Jepang tidak menunjukkan keseriusannya dalam
transfer sector otomotif. Realitasnya Indonesia dalah dalam proses
implementasi kebijakan dan Jepang dianggap tidak patuh, kerena bisa jadi
Jepang menerapkan diplomasi ekonomi “ Kiken kaiki” yaitu diplomasi
menghindari resiko akibat pertimbangan sepihak dalam menilai dampak dan
keuntungannya bagi Jepang (Blaker, 1977). Alhasil, negosiasi kesepakatan
untuk mengimplementasikannya dapat dianggap sebagai kegagalan (Arifin
Rivai, 2017).

Studi kasus impor 28 jenis buah musiman di Indonesia

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman


sumberdaya alam, diantaranya buah-buahan tropis , sehingga berpeluang dalam
perdagangan dalam atau luar negeri untuk meningkatkan nilai tambah serta
pertumbuhan ekonomi. Karena tidak ada perdagangan internasional, pasar
untuk buah di Indonesia terdiri hanya pembeli dan penjual saja, sehingga
menunjukkan, harga domestik menyesuaikan untuk menyeimbangkan kuantitas
yang ditawarkan oleh penjual domestik dan kuantitas yang diminta oleh

32
pembeli domestik. Arus harga buah di Indoensia juga dipengaruhi oleh harga
domestic, jika harga buah dunia tinggi, maka Indonesia akan mengeksport buah
begitu pula sebaliknya. Sehingga impor kebijakan ISI akan berpengaruh
negative dan kebijakan AFTA berpengaruh positif terhadap produksi buah
lokal tahunan, produksi saat ISI (Industrialisasi Subtitusi Impor) lebih tinggi
dibanding tahun setelaahnya, sawo merupakan buah yang dipengaruhi adaanya
impor dan dampaak perdagangan bebas (Permana & Sukadana, 2012).

6.3.2. Teori Proses dan Produksi

6.3.2.1. Teori Proses

Teori proses adalah sistem ide yang menjelaskan bagaimana suatu entitas
berubah dan berkembang. Teori proses sering dikontraskan dengan teori
varians, yaitu sistem ide yang menjelaskan varians dalam variabel dependen
berdasarkan satu atau lebih variabel independen. Teori proses fokus pada
bagaimana sesuatu terjadi.

Teori Proses menyajikan seperangkat alat yang terintegrasi untuk memahami


evolusi kehidupan dan kesadaran yang mencakup tujuh fase proses sebagai
berikut:

PRINCIPLES IN THE
ARC OF PROCESS

• The universe is a process put in motion by


purpose.
• The development of process occurs in stages,
seven in all.
• Each stage develops a new power, retaining pow-ers
learned from prior stages.
• Powers evolve sequentially—in the natural worldas
kingdoms and substages.
• Early stages take on constraints until the “turn”;
later stages regain freedom.
• Levels of constraint are the same on both sidesof
the arc.
• Stages of process alternate between innovationand
recapitulation. 33
6.3.2.2. Teori Produksi

Teori produksi menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan perusahaan bisnis


untuk memutuskan berapa banyak dari setiap komoditas yang dijualnya
("keluarannya" atau "produknya") yang akan diproduksinya, dan berapa
banyak dari setiap jenis tenaga kerja, bahan mentah, barang modal tetap, dan
lain-lain., yang digunakannya ("input" atau "faktor produksinya") yang akan
digunakannya.

Teori ini melibatkan prinsip ekonomi yang paling mendasar, yaitu hubungan
antara harga barang-dagangan dan harga (atau upah atau sewa) dari faktor-
faktor produktif yang digunakan untuk memproduksinya dan juga hubungan
antara harga output dan faktor-faktor produktif, dan jumlah output serta faktor-
faktor produktif yang diproduksi.

Gambar 1. Teori Produksi

Berbagai keputusan perusahaan terkait kegiatan produktifnya diklasifikasikan


dalam tiga lapisan kompleksitas yang semakin meningkat. Lapisan pertama
mencakup keputusan tentang metode untuk memproduksi sejumlah output
tertentu di pabrik dengan ukuran dan peralatan tertentu. Ini melibatkan masalah
apa yang disebut minimalisasi biaya jangka pendek. Lapisan kedua, termasuk
penentuan jumlah produk yang paling menguntungkan untuk diproduksi di
pabrik tertentu, berkaitan dengan apa yang disebut maksimalisasi laba jangka
pendek. Lapisan ketiga, mengenai penentuan ukuran dan peralatan pabrik yang

34
paling menguntungkan, berkaitan dengan apa yang disebut maksimalisasi laba
jangka panjang.

Ringkasan

World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi


internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan dari perjanjian-
perjanjian WTO untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan
importir dalam melakukan kegiatannya. Pendirian WTO berawal dari negosiasi
yang dikenal dengan "Uruguay Round" (1986 - 1994) serta perundingan
sebelumnya di bawah "General Agreement on Tariffs and Trade" (GATT). Saat
ini, WTO menjadi wadah negosiasi sejumlah perjanjian baru di bawah "Doha
Development Agenda" (DDA) yang dimulai tahun 2001. Pengambilan
keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus oleh seluruh
negara anggota.

Eksternalitas adalah biaya atau manfaat yang timbul dari kegiatan atau
transaksi tertentu yang dibebankan atau diberikan ke berbagai pihak yang tidak
terlibat pada transaksi atau kegiatan tersebut. Eksternlitas merupakan bentuk
pengaruh dan aktivitas-aktivitas prduksi dan konsumsi yang tidak secara
langsung terrefleksi di dalam pasar. Eksternalitas mempengaruhi
perkembangan aktivitas ekonomi masing-masing pelaku ekonomi, yang pada
akhirnya mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Selanjutnya, di era perdagangan bebas seperti saat ini dimana terjadi


persaingan yang ketat maka perusahaan dituntut untuk dapat melakukan
strategi didalam bersaing. Proses merupakan suatau cara maupun metode untuk
menyelengarkan menghadirkan, ataupun melaksanaka dari suatu hal yang
hasilnya merupakan tujuan dan harapan yang di inginkan.

Tugas

1. Jelaskan dan analisis kasus teori perencanaan proyek?


2. Jelaskan dan analisis kasus ekternalitas lintas batas dan kepentingan
global?
3. Jelaskan dan analisis kasus teori kompetisi industri?

35
4. Jelaskan dan analisis kasus teori proses vs teori produk?

Praktikum
Untuk memahami secara lebih mendalam tentang konsep yang disampaikan,
mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan setiap kelompok terdiri
dari maksimum 2 orang. Tugas praktikum menyelesaikan kasus-kasus dalam
artikel internasional yang dipilih dan dosen memberikan penilaian terhadap
kelompok yang melakukan penilaian terhadap kasus tersebut.
1. Bagaimana teori perencanaan proyek digunakan dalam penyelesaian kasus
tersebut?
2. Jelaskan penyelesaian kasus dengan mempertimbangkan teori ekternalitas
lintas batas dan kepentingan global untuk menghasilkan keputusana yang
paling optimal?
3. Coba Anda seelesaaikan kasus tersebut dengan teori kompetisi industri?
Apa kelemahan dan kelebihannya?
4. Jelaskan perbedaan penyelesaian kasus tersebut dengan teori proses dan
teori produk?

Daftar Pustaka

Adreas Prabudianto SH., M.SI. hukum perjanjian lingkungan internasional.


Malang: Setara Press, 2014.
Faizal, Noor Hendry. Ekonomi Publik . Jakarta: PT Indeks Permata Putri
Media, 2005.
Kartadjoemena, H.S. GATT dan WTO. Jakarta: UI Press, 1996.
Mangkoesoebroto, Guritno. Ekonomi Publik. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
UGM, 1999.
Sawitri, Dyah. Ekonomi Mikro Dan Implementasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014.
Faizal, Noor Hendry. Ekonomi Publik . Jakarta: PT Indeks Permata Putri
Media, 2005.
Mangkoesoebroto, Guritno. Ekonomi Publik. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
UGM, 1999.

36
Sawitri, Dyah. Ekonomi Mikro Dan Implementasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2014.
Setiawan, Lilik, and Stie Dharmaputra Semarang. 2018. “ANALISIS
PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI DENGAN METODE
STATISTICAL QUALITY CONTROL PADA PT.ESTWIND
MANDIRI SEMARANG Lilik Setiawan* & Ida Martini Alriani**
STIE Dharmaputra Semarang,” no. 44.
Setiawati, Fitria, Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan, D A N Ilmu, and
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014. “Di Susun Oleh : FITRIA
SETIAWATI ( A 210100137 ).”

37

Anda mungkin juga menyukai