Anda di halaman 1dari 15

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI

GEOKIMIA
“Geokimia Metamorfik”

DIBUAT OLEH : KEL III


Yefta Rapa Palulun F 121 14 061
Bayu Gilang Ramadhan F 121 14 057
Zurulruh Dabaranus F 121 14 017
Muh Imran Syam F 121 14 036
Moh Rizal S. Ente F 121 15 003
Andi Azis Rusdi F 121 15 001
Ahmar Jabir F 121 14 048
La Gusland Budyanto Salenda F 121 15 031
Riski Firdaus F 121 15 021

TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

Magma yang membeku membentuk batuan beku. Batuan beku ini dapat
mengalami pengangkatan, tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan
dan erosi. Batuan ini terurai menjadi fragmen atau sedimen yang tertransportasi
dan terendapkan pada suatu cekungan pengendapan. Sedimen ini kemudian
mengalami litifikasi (pembatuan) melalui proses kompaksi (penekanan massa
sedimen yang terendapkan di atasnya), atau proses sementasi alamiah dari
presipitasi mineral di dalam air, kemudian membentuk batuan sedimen.
Bila batuan sedimen mengalami tekanan dan temperature yang tinggi,
batuan ini akan berubah (bentuk, warna, densitas dan komposisi) menjadi batuan
metamorf. Bila batuan metamorf ini mengalami pemanasan hingga titik leburnya,
maka akan kembali membentuk magma. Seperti itulah gambaran ideal suatu
siklus batuan.
Struktur – struktur yang biasa dikenal pada batuan metamorf adalah :
a) Slaty cleavage : merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai
bibang – bidang belah pada batu sabak.
b) Granulose / hornfelsik : struktur yang tidak menunjukkan cleavage,merupakan
bmozaik yang terdiri dari mineral yang equidimensional, hasil dari
metamorphosis thermal
c) Filitik : terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari slaty cleavage, sudah mulai
terjadi pemisahan mineral granular (segregasi) tetapi belum sempurna, lebih
kilap daripada batu sabak.
d) Schistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral
equigranular, mineralnya pipih orientasi tidak terputus – putus.10Petrologi
batuan metamorf
e) Gneistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral
equigranular, orientasi mineral pipih terputus – putus oleh mineral granular.
f) Milonitik : berbutir halus, menunjukkan gerusan – gerusan akibat granulation
yang kuat.
BAB II
BATUAN METAMORFOSIS

1. Definisi Batuan Metamorfosis


Batuan metamorfosis adalah batuan yang terbentuk dari proses
metamorfisme batuan-batuan sebelumnya karena perubahan temperatur dan
tekanan. Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi
proses kristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru serta
terjadi dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan
asalnya terbentuk. Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan
tertentu yang jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas
tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan membentuk
mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan
temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O)
dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang
pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses
metamorfisme.

2. Karakteristik Batuan Metamorfosis


Batuan metamorfosis memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut ;
- Komposisi mineral batuan asal
- Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme
- Pengaruh gaya tektonik
- Pengaruh fluida

3. Klasifikasi Batuan Metamorfosis


Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
- Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari
pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme.
- Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan
penjajaran mineral-mineral dalam batuan tersebut.
-
4. Macam-macam Batuan Metamorfosis
4.1. Slate
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme
batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan
suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun
atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).

Gambar 1 Slate
Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone
Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah
Ukuran butir : Very fine grained
Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)
Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite
Derajat metamorfisme : Rendah
Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

4.2. Filit
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite
mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari
Slate.
Gambar 2 Filit
Asal : Metamorfisme Shale
Warna : Merah, kehijauan
Ukuran butir : Halus
Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)
Komposisi : Mika, kuarsa
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate
Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang

4.3. Gneis
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku
dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh
rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.

Gambar 3 Gneis
Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
Warna : Abu-abu
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Foliated (Gneissic)
Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling
dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.

4.4. Sekis
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika,
grafit, horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi
berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang
mengkilap.

Gambar 4 Sekis
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang,
terkadang terdapat kristal garnet

4.5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga
mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari
kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.

Gambar 5 Marmer
Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
Warna : Bervariasi
Ukuran butir : Medium – Coarse Grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang
terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.

4.6. Kuarsit
Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika
batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi.
Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa
mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada
batupasir terhapus oleh proses metamorfosis.

Gambar 6 Kuarsit
Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir)
Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah
Ukuran butir : Medium coarse
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Lebih keras dibanding glass

4.7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh
rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan
pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus
dan dapat dibelah seperti schistose.
Gambar 7 Milonit
Asal : Metamorfisme dinamik
Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Dapat dibelah-belah

4.8. Filonit
Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi
dari Slate. Umumnya terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan
Mudstone. Filonit mirip dengan milonit, namun memiliki ukuran butiran
yang lebih kasar dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain
itu, filonit merupakan milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika)
Asal : Metamorfisme Shale, Mudstone
Warna : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Beragam (kuarsa, mika, dll)
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Permukaan terlihat berkilau

4.9. Serpentinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine
dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization).
Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang
menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic
teroksidasi dan terhidrolize dengan air menjadi serpentinit.

Gambar 8 Serpentinit
Asal : Batuan beku basa
Warna : Hijau terang / gelap
Ukuran butir : Medium grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Serpentine
Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

4.10. Hornfels
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis
oleh temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas
seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi.

Gambar 9 Hornfels
Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone
Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa, mika
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak
Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata
5. Mineral dalam Batuan Metamorfosis
1. Kwarsa : bentuk agak pipih atau mengkristal tak teratur berwarna agak
mengkilap, putih jernih atau putih kehijauan.
2. Klorit : berwarna hijau, coklat, atau coklat kehitaman,bentuk terpilin atau
bengkok, seperti tanah. Kilab viterous, kekerasan 1-2,5.
3. Feldsfar : Bentuk dan sifatnya sama dengan feldsfar dalam batuan beku
atau agak pipih akibat tekanan.
4. Mika : bentuk lembar-lembar halus, dapat memberikan warna mengkilap.
Terdapat banyak pada sekis dan gneis.
5. Andalusit : prismatik kasar, berwarna pudar, merah jambu sampai violet.
Kilab viterous, kekerasan 5-7.
6. Glaukofan : kristal monoklin, perismatik seperti serat, batang atau butiran,
pecahan konkoidal, warna biru abu-abu, biru kehitaman.
7. Kianit : bentuk kristal triklin, memanjang atau lempeng-lempeng, warna
biru laut, kilab viterous, kekerasan 4-7.
8. Aktinolit : menjarum halus atau serupa serat-serat, warna hijau atau abu-
abu kehijauan, kilab viterous seperti sutra.
9. Garnet : kristal sistem reguler, berbentu kubus, warna merah jambu
hingga merah kecoklat atau merah tua, kilab viterous, transparan hingga
opak.
10. Serpentin : bentuk seratan pipih atau seratan fleksibel warna merah
kecoklatan dan hijau kekuningan,
11. Talk : berbentuk granular, tipis-tipis semacam serabut, fleksible, warna
hijau muda sampai hijau tua, kilab mutiara, kekerasan 1-2.
12. Kordierit : perismatik pendek, kompak atau granular, warna abu-abu
kebiruan, hijau kuning atau tak berwarna, kilab viterous.
13. Silimatit : panjang-panjang tipis seperti jarum kadang-kadang bengkok,
warna abu-abu, putih atau kuning pucat. Kilab viterous.
14. Tremolit : lempeng-lempeng berserat seperti asbes, granular. Warna
putih, abu-abu, hijau, atau kuning, belahan prismatik, kilab viterous.
15. Wolanstonit : tabular atau prismatik, berserat-serat paralel, menyebar atau
granular. Warna putih keabu-abuan atau tidak berwarna, kilab sutera.
16. Piroksin : perismatik pendek, warna coklat hingga hitam, belahan dua
arah.
17. Olivine : berwarna hijau, kuning kecoklatan. Kekerasan 6 hingga 7.
18. Amphibole : perismatik panjang bersisi 6, warna hijau kehitaman, kilab
viterous, kekerasan 5-6.
BAB III
METAMORFISME

Jenis-jenis Metamorfisme :
1. Metamorfisme kontak/termal
Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi magma atau ekstrusi lava.
2. Metamorfisme regional
Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur yang sedang, dan terjadi
pada daerah yang luas.
3. Metamorfisme Dinamik
Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi akibat pergerakan
patahan lempeng.
4. Facies Metamorfisme
Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik
berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan
metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia.

Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat


dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam
facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana
semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin
berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.
3.2 Mobilitas Unsur

Mobilitas unsur adalah kemudahan unsur bergerak dalam lingkungan geokimia


tertentu. Beberapa unsur dalam proses dispersi dapat terpindahkan jauh dari
asalnya, ini disebut mudah bergerak atau mobilitasnya besar, contohnya: unsur
gas mulia seperti radon. Rn dipakai sebagai petunjuk dalam prospeksi endapan
Uranium.

Mobilias unsur akan berbeda dalam lingkungan yang berbeda, contohnya: F


bersifat sangat mobil dalam proses pembekuan magma (pembentukan batuan
beku), cebakan pneumatolitik dan hidrotermal, namun akan sangat tidak mobil
(stabil sekali) dalam proses metamorfose dan pembentukan tanah. Bila F masuk
ke air akan menjadi sangat mobil kembali.

Unsur yang berbeda yang ditemukan dalam suatu endapan bisa memiliki mobilitas
yang sangat berbeda, sehingga mungkin tidak memberikan anomali yang sama
secara spasial. Misalnya: Pb dan Zn sangat sering terdapat bersama-sama
(berasosiasi) di dalam endapan bijih (di dalam lingkungan siliko-alumina),
sedangkan dalam lingkungan pelapukan Zn yang jauh lebih mobil daripada Pb
akan mudah mengalami pelindian, sehingga Pb yang tertinggal akan memberikan
anomali pada zona mineralisasinya. Contoh lainnya:

 Emas yang tahan terhadap larutan akan tertinggal dalam gossan


 Galena terurai perlahan dan menghasilkan serusit dan anglesit yang relatif tidak
larut. oleh karena itu Pb cenderung tahan dalam gossan
 Mineral sulfida Cu, Zn dab Ag mudah terurai dan bermigrasi ke level yang
lebih rendah membentuk bijih oksida yang kaya atau bijih supergen
3.3 Unsur Penunjuk

Karena unsur-unsur memperlihatkan mobilitas yang berbeda (dikontrol oleh


perbedaan stabilitas dan oleh lingkungan tempat mereka bermigrasi) sering
dilakukan penggunaan unsur penunjuk dalam prospeksi suatu unsur. Unsur
penunjuk adalah suatu unsur yang jumlahnya atau pola penyebarannya dapat
dipakai sebagai petunjuk adanya mineralisasi. Alasan penggunaan unsur penunjuk
antara lain:
 Unsur ekonomis yang diinginkan sulit dideteksi atau dianalisis
 Unsur yang diinginkan deteksinya mahal
 Unsur yang diinginkan tidak terdapat dalam materi yang diambil (akibat
perbedaan mobilitas)
Contohnya : Emas kelimpahannya kecil dalam bijih, oleh karena itu pola
dispersinya hanya mengadung kadar emas yang sangat rendah,
kurang dari batas minimal yang dapat dianalisis. Di lain pihak, Cu,
As, atau Sb dapat berasosiasi dengan emas dalam kelimpahan yang
relatif besar.

3.4 Anomali Geokimia

Bijih mewakili akumulasi dari satu unsur atau lebih diatas kelimpahan yang kita
anggap normal. Kelimpahan dari unsur khusus di dalam batuan barren disebut
background. Penting untuk disadari bahwa tak ada unsur yang memiliki
background yang seragam, beberapa unsur memiliki variasi yang besar bahkan
dalam jenis batuan yang sama. Contohnya background nikel:

 dalam granitoid kira-kira 8 ppm dan relatif seragam


 dalam shale berkisar antara 20 - 100 ppm
 dalam batuan beku mafik Ni rata-rata sekitar 160 ppm dan relatif tidak
seragam
 dalam batuan beku ultramafik Ni rata-rata sekitar 1200 ppm dengan variasi
yang besar.
Tujuan mencari nilai background adalah untuk mendapatkan anomali geokimia,
yaitu nilai di atas background yang sangat diharapkan berhubungan dengan
endapan bijih. Karena sejumlah besar conto bisa saja memiliki nilai di atas
background, maka ada nilai ambang/nilai batas yang digunakan untuk
menentukan anomali, yang dikenal dengan sebutan threshold, yaitu nilai rata-rata
plus dua standar deviasi dalam suatu populasi normal. Semua nilai di atas nilai
threshold didefinisikan sebagai anomali.
Teknik-teknik interpretasi baru melibatkan grafik frekuensi kumulatif, analisis
rata-rata yang bergerak, analisis regresi jamak banyak menggantikan konsep
klasik background dan threshold.
DAFTAR PUSTAKA

Chaussier, J.B, and Jean Morer., Mineral Prospecting Manual., North Oxford Academic
Publisher Ltd., 2000

Fletcher, W.K., S.J Hoffman., M.B Mehtens., Exploration Geochemistery : Design and
Interpretation of Soil Surveys., Society of Economic Geology, 1986.

Joyce, A.S., Exploration Geochemistry., Techpress, Australia, 1974

Reedman, J.H., Techniques in Mineral Exploration., Applied Science Publisher Ltd.,


1979

Anda mungkin juga menyukai