Anda di halaman 1dari 194

1

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL I

STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP)


GEOLOGI LAPANGAN

Disusun oleh:

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

LABORATORIUM
GEOLOGI LAPANGAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PEMETAAN GEOLOGI
2

A. Pendahuluan

Geologi Lapangan merupakan sebuah kegiatan perkuliahan yang memerlukan tingkat


stamina dan konsentrasi tinggi. Pelaksanaannya yang lebih banyak dilakukan di alam
bebas membuat kegiatan ini mempunyai tingkat resiko yang tinggi. Oleh karena itu, bagi
mahasiswa yang belum mempunyai pengalaman, sangat penting untuk mengetahui dan
mengikuti semua prosedur standar dari setiap rangkaian kegiatan geologi lapangan.
Sasaran pembelajaran dari modul ini yaitu agar mahasiswa mengetahui dan mengikuti
standar operating procedure (SOP) pelaksanaan kuliah lapangan.

B. Materi Pembelajaran

Dalam Kurikulum Program S-1 Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin yang berlaku (Kurikulum 2015) tercantum syarat bahwa untuk memperoleh
gelar sarjana, mahasiswa harus melakukan Kuliah Kerja Lapangan dalam bentuk kegiatan
Geologi Lapangan (Field Geology).
Tujuan dari Kuliah Geologi Lapangan tersebut adalah agar seluruh peserta dapat secara
mandiri melakukan kerja lapangan dan dapat memahami kondisi lapangan dengan baik
sehingga yang bersangkutan dapat melakukan pemetaan geologi yang baik, teliti,
berdasar atas data yang cukup dan obyektif. Hasil dari pemetaan geologi tersebut
diwujudkan dalam bentuk peta dan laporan geologi

Tahap pekerjaan kuliah geologi lapangan adalah berupa rangkaian kegiatan perkuliahan
yang dilaksanakan di Dusun Daccipong, Desa Anabanua, Kecamatan Barru, Kabupaten
Barru dengan pangkalan kerja di Kampus Geologi Lapangan Geologi UNHAS. Tahap ini
terdiri dari:
a. Orientasi (Reconnaissance) disertai dosen pembimbing
b. Profil Lintasan dan Koreksi Peta
c. Latihan pemetaan geologi berkelompok
d. Latihan pemetaan individu
e. Latihan pembuatan laporan hasil pemetaan individu
f. Penilaian presentase laporan hasil pemetaan individu
g. Tes peraga batuan
h. Penilaian hasil keseluruhan kegiatan kuliah geologi lapangan

Tujuan Prosedur Operasi Standar

Tujuan pembuatan Prosedur Operasi Standar mata kuliah Kuliah Geologi Lapangan yaitu
antara lain:

PEMETAAN GEOLOGI
3

- Sebagai panduan dalam tahapan pelaksanaan kegiatan pembelajaran


- Sebagai acuan teknis dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan pembelajaran pada
mata kuliah Geologi Lapangan

Informasi Umum

Kuliah Geologi Lapangan adalah mata kuliah wajib yang bernilai 4 sks yang
pelaksanaannya dilakukan di kampus lapangan geologi Universitas Hasanuddin yang
terletak di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Pelaksanaan kegiatan ini memakan waktu
selama 3 minggu yang dibagi menjadi beberapa acara lapangan. Kegiatan kuliah lapangan
ini dimaksudkan untuk mempelajari tata cara pembuatan profil lintasan, pengambilan data
geomorfologi, stratigrafi terukur dan struktur geologi dan kemudian melakukan pemetaan
geologi baik secara kelompok maupun individu. Setiap peserta diwajibkan untuk membuat
laporan akhir dan akan mempresentasekan hasil kegiatan pemetaan geologi mereka
masing masing didepan panel penguji. Pada kuliah geologi lapangan ini juga dilakukan
pengenalan topik khusus tentang kelompok konsentrasi yang ada di Jurusan Teknik
Geologi Universitas Hasanuddin, yaitu antara lain; 1) Energi dan Sumberdaya Mineral, 2)
Geologi Teknik dan Lingkungan, 3) Geologi Laut dan Tektonik.
Setiap peserta diwajibkan untuk memiliki asuransi kesehatan selama mengikuti proses
kuliah dilapangan. Hal ini untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan dikarenakan
kegiatan perkuliahan merupakan kegiatan luar ruangan yang penuh dengan resiko.

PEMETAAN GEOLOGI
4

Alur Mata Kuliah Geologi Lapangan

Administrasi Fakultas Mahasiswa mendaftar mata kuliah (KRS) Mata kuliah Geologi Lapangan harus di programkan
pada KRS semester berjalan
Peserta harus melulusi 90 sks.
Pemeriksaan syarat syarat mata kuliah Mata kuliah yang harus dilulusi: petrologi, stratigrafi,
struktur geologi, metode geologi lapangan
Administrasi
Jurusan - Panitia dari peserta sudah harus terbentuk pada
- Pengumuman peserta Geologi Lapangan
minggu ke-2 pertemuan.
yang memenuhi syarat secara administrasi - Panitia bertanggung jawab untuk pembuatan proposal
- Pembentukan panitia dari peserta dan persiapan teknis lapangan lainnya seperti peta dan
peralatan lainnya.

Kuliah ceramah dalam bentuk blok: meliputi kuliah dari - Kuliah dilakukan sesuai dengan jadwal perkuliahan
dosen petrologi, geomorfologi, stratigrafi, struktur yang telah ditentukan oleh dosen koordinator geologi
geologi lapangan
- Pengiriman proposal sponshor harus dilakukan 4 bulan
sebelum pelaksanaan kegiatan
- Tes kemampuan teori dan skill lapangan
Tes kemampuan teori dan skill lapangan dilakukan 1 bulan
Dosen - Pengumuman hasil test dan remedial bagi sebelum keberangkatan
penanggungjawab yang tidak lulus
- Pemeriksaaan alat lapangan personal maupun tim
dilakukan 1 minggu sebelum keberangkatan
- Semua masalah administrasi (perizinan, rekomendasi
- Pemeriksaan alat lapangan dll) harus sudah selesai 1 minggu sebelum
- Safety induction keberangkatan. Surat izin ditujukan kepada Bupati
- Penyelesaian masalah administrasi dan Barru, Camat Barru, Polsek Barru dan Kepala Desa
Anabanua.
finansial - Safety induction keberangkatan dan pengumpulan
- Pengumpulan hasil general medical check surat pernyataan dilakukan 3 hari sebelum
- Surat kesehatan dari dokter harus dikumpulkan ke
Panitia dan Tim dosen penanggung jawab 3 hari sebelum
Dosen keberangkatan
Pemberangkatan - Masalah transportasi sudah harus fix 3 hari sebelum
keberangkatan

PEMETAAN GEOLOGI
5

Daftar Peralatan

Peralatan Wajib untuk Lapangan


1. Palu geologi (Eastwing atau yang standar)
2. Kompas Geologi (Brunton atau Sylva).
3. Hand Lens Loupe (perbesaran 10x)
4. Botol yang berisi larutan asam (HCl)
5. Grain size comparator
6. Buku Lapangan
7. Meteran atau pita ukur (1.5 meter)
8. Alat tulis menulis (pulpen dan pensil minimal 3 set).
9. Pensil warna (beberapa set)
10. Pensil mekanik 0.5 mm atau pensil dengan kualitas yang bagus (minimal 3, jenis HB dan
2H). Pensil 2H sangat cocok untuk digunakan menulis pada buku dan peta lapangan.
11. Penggaris 30 cm
12. Busur (minimal 2; full dan half).
13. Penghapus yang berkualitas baik
14. Kantong sampel (1 kg ke atas)
15. Spidol permanen (minimal 3 buah)
16. Clip Board
17. Tempat makan siang dan botol minuman
18. Kotak Obat-obatan.
19. Global Positioning System (GPS) jika ada
20. Jas hujan (ponco)

Tambahan peralatan wajib untuk di base camp

21. Lem (Isolasi tape).


22. Penggaris panjang (60 cm – 1 meter)
23. Plain white paper (kertas ukuran A4) minimal 2 rim
24. Kertas grafik
25. Tempat pencil
26. Spidol permanen dan non permanen (masing2 minimal 6 buah)
27. Karung untuk sampel minimal 2 buah.
28. Senter dan baterai

PEMETAAN GEOLOGI
6

29. Roll meter (50 meter) untuk perlatan perkelompok


30. Tali plastik dan tali rapia
Seluruh peserta diwajibkan untuk membawa 1 atau lebih tas pundak (ransel atau back pack)
yang bisa memuat peralatan lapangan wajib lapangan.

Peralatan tambahan
1. Obat obatan pribadi
- Obat luka luar (obat merah, betadine dll)
- Obat diare
- Obat Malaria
- Obat sakit kepala (parasetamol)
- Obat tetes mata
- Obat gosok
- Perban gulung
- Kain kasa pembalut steril
- Obat khusus sesuai dengan riwayat penyakit

2. Kamera dan baterai cadangan


3. Buku text book
4. Personal music device
5. Sunglasses

Pakaian Lapangan
1. Safety boot (sepatu Lapangan)
2. Sepatu boot
3. Sepatu kuliah
4. Baju lapangan
5. Celana Panjang

Tata tertib Kuliah Geologi Lapangan :


a. Sebelum pelaksanaan Geologi Lapangan

1. Setiap peserta harus terdaftar pada Kartu Rencana Studi Semester berjalan.
2. Setiap peserta harus mengikuti kegiatan perkuliahan pra-geologi lapangan yang
dilaksanakan oleh tim dosen

PEMETAAN GEOLOGI
7

3. Setiap peserta harus menyelesaikan seluruh persyaratan administrasi dan teknis sebelum
berangkat ke lapangan.
4. Peserta diwajibkan untuk mempersiapkan peralatan pelindung diri (PPD) yang telah
ditetapkan sebelum pelaksanaan geologi lapangan.

b. Selama pelaksanaan Geologi Lapangan


1. Setiap peserta diwajibkan untuk mengikuti semua acara dalam kuliah lapangan tanpa
kecuali.
2. Setiap peserta harus menggunakan atribut lapangan selama berada di lapangan.

3. Setiap peserta tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang dapat mengganggu ataupun
meresahkan masyarakat di sekitar lokasi kuliah lapangan.
4. Setiap peserta tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang dapat merugikan peserta
lainnya. Bilamana hal ini dilakukan secara sengaja, maka peserta bersangkutan
dinyatakan gugur pada kuliah lapangan ini.
5. Setiap peserta bertanggungjawab penuh terhadap seluruh peralatan lapangan yang
digunakan, baik secara tim maupun perorangan. Apabila karena sesuatu hal peralatan
lapangan tersebut rusak atau hilang, maka peserta secara tim mengganti biaya kerusakan
dan atau kehilangan peralatan tersebut kepada Jurusan Teknik Geologi Unhas.
6. Peserta diwajibkan untuk berkumpul setiap pagi jam 07.00 untuk mengikuti apel pagi di
base camp (kampus lapangan) sebelum berangkat kelapangan untuk mengambil data
atau pada saat ingin memulai pembuatan laporan.
7. Setiap peserta harus berpakaian lengkap dan resmi setiap akan berangkat ke lapangan
dan terlebih dahulu harus mempersiapkan dan memeriksa semua peralatan lapangan
yang akan dibawa ke lapangan agar peralatan tersebut lengkap dan tidak ada yang
ketinggalan. Pemeriksaan peralatan akan dilakukan oleh asisten pada saat apel pagi
sebelum berangkat dari kampus lapangan.
8. Setiap peserta harus melaporkan kondisi kesehatan setiap saat kepada asisten ataupun
dosen penanggung jawab acara. Dosen dan asisten penanggung jawab acara akan
menanyakan kondisi kesehatan setiap peserta setiap pagi sebelum proses pengambilan
data dilapangan dilakukan.
9. Apabila ada peserta yang karena sakit yang sangat parah sehingga tidak dapat mengikuti
kuliah lapangan yang sedang berlangsung, maka peserta harus segera melaporkan
kepada asisten dan dosen penanggung jawab acara agar segera ditindaklanjuti. Peserta

PEMETAAN GEOLOGI
8

yang sakit akan diminta untuk beristirahat di base camp atau apabila sakitnya keras akan
segera dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.
10. Peserta yang tidak dapat mengikuti proses pengambilan data dilapangan diwajibkan untuk
mengganti acara tersebut pada kesempatan lain setelah kuliah lapangan berakhir atau
sesuai dengan kebijakan dosen penanggungjawab kegiatan Geologi Lapangan.
11. Apabila pada saat pengambilan data dilapangan peserta mengalami kecelakaan atau
penyakit yang diderita kambuh agar segera melapor ke base camp atau menghubungi
asisten untuk segera dievakuasi ke base camp atau rumah sakit dan puskesmas terdekat.
12. Peserta dilarang tidur di lapangan pada saat pengambilan data lapangan sedang
berlangsung. Apabila peserta didapati tidur dilapangan maka peserta akan dipulangkan
dan tidak diperkenankan untuk melanjutkan proses kuliah lapangan.
13. Setiap peserta dilarang keras berada diluar lokasi pengambilan data selama waktu
pengambilan data kecuali dengan alasan yang tertentu.
14. Dalam setiap acara diusahakan agar semua peserta kuliah lapangan sudah tiba di
basecamp kampus lapangan paling lambat jam 17.00 wita atau jam 5.00 sore hari.
15. Semua peserta yang muslim diwajibkan untuk shalat maghrib berjamaah.
16. Semua peserta harus berkumpul diruang makan untuk bersama-sama makan malam
pada pukul 18.30 malam.
17. Kuliah setiap malam dimulai pada pukul 19.30 wita – 24.00, setelah pelaksanaan sholat
Isya bagi peserta muslim/ Peserta muslim diwajibkan membawa sajadah.
18. Pada saat kuliah malam sedang berlangsung, semua peserta diwajibkan memakai
pakaian yang sopan yaitu kemeja yang berkrah atau baju kaos berkrah, celana panjang,
dan sepatu, serta membawa peralatan perkuliahan serta buku lapangan.
19. Setiap peserta tidak diperbolehkan terlambat memasuki ruang perkuliahan pada saat
kuliah malam dimulai yaitu pada pukul 20.00 wita.
20. Setiap petugas kurvey baik pagi, siang, malam, dan break harus melaksanakan tugasnya
dengan baik bila jadwal kurvey sudah tiba.
21. Setiap peserta tidak diperkenankan memasuki ruang asisten tanpa izin terlebih dahulu.
22. Setiap peserta hanya diperbolehkan menerima tamu paling lama 30 menit pada saat
kuliah berlangsung, setelah itu peserta harus bekerja kembali. Waktu penerimaan tamu
disarankan pada sore hari menjelang magrib atau sehabis sholat magrib sebelum
dimulainya kuliah malam.
23. Setiap peserta tidak boleh terlambat untuk menghadiri acara makan pagi, siang, dan
malam setiap hari.

PEMETAAN GEOLOGI
9

24. Setiap peserta harus mematuhi semua petunjuk yang diberikan oleh koordinator acara
dan dosen pembimbing acara di setiap acara.
25. Setiap peserta diwajibkan memelihara kebersihan ruang kelas dan kampus lapangan dan
harus membersihkan ruang perkuliahan setiap selesai kuliah malam dan pembuatan
laporan berakhir.
26. Batas waktu pembuatan laporan di malam hari diusahakan paling lambat pukul 24.00 dini
hari agar setiap peserta dapat beristirahat dengan cukup dan baik untuk melaksanakan
tugas pada keesokan harinya, kecuali pada saat malam pembuatan laporan akhir dan
pengumpulan laporan (malam terakhir setiap acara) yang disesuaikan dengan kondisi.
Adapun dalam kondisi tertentu, kebijakan waktu istirahat ditentukan oleh dosen
penanggungjawab acara.
27. Setiap peserta diwajibkan membawa buku lapangan dan buku penuntun kuliah lapangan
serta buku-buku teks geologi, terutama jurnal atau hasil penelitian yang memuat tentang
kondisi geologi daerah Barru dan sekitarnya sebagai referensi. Masing masing peserta
bertanggung jawab untuk memelihara buku-buku tersebut. Jika ada kehilangan buku agar
segera dilaporkan kepada asisten penanggung jawab acara.
28. Peserta mata kuliah dilarang membawa perhiasan seperti perhiasan emas, cincin, kalung,
permata dan lainnya yang berharga tinggi. Panitia kuliah geologi lapangan tidak
bertanggungjawab atas kehilangan barang barang pribadi tersebut diatas.
29. Peserta diperkenankan untuk membawa HP tetapi hanya digunakan pada saat diluar
waktu kuliah malam.
30. Jika ada peserta yang merasa kehilangan barang berharga, maka hal tersebut agar
segera dilaporkan ke asisten penanggung jawab acara dan dosen yang ada untuk segera
dikoordinasikan dengan pihak keamanan setempat.
31. Ketentuan lain yang belum tercantum dalam peraturan ini akan diatur kemudian.
32. Setiap peserta harus bekerja dengan tekun dan teliti serta meningkatkan pemahaman
yang lebih baik dalam setiap proses pembelajaran acara kulap.
33. Setiap peserta harus senantiasa berdo’a kehadirat Allah SWT Tuhan yang maha
pelindung sebelum belajar dan atau berangkat ke lapangan.

PEMETAAN GEOLOGI
10

Alur kegiatan Acara Mata Kuliah Geologi Lapangan


1. Lintasan S. Ule – P. Lampe - S. Umpung – Ralla – Watu
Orientasi Medan Pengenalan unsur unsur geomorfologi Lintasan S. Lagolla – S. Dengenge – B. Palakka
Pengenalan unsur unsur stratigrafi 2. Lintasan S. Lagolla – S. Dengenge - Sikapa
Pengenalan unsur unsur struktur geologi 1. Lintasan B.Palakka – Banga-bange - Panga
Profil Lintasan & MS 2. Lintasan Lisu
Pembuatan profil lintasan & measuring section 3. Lintasan Ralla/Pacciro

- Koordinator acara menentukan lintasan untuk melakukan


Koreksi Peta koreksi peta geologi
Koreksi peta

- Pembagian lokasi pemetaan dilakukan pada kuliah


Pemetaan Kelompok Pemetaan geologi permukaan dengan cara malam pertama acara pemetaan berkelompok oleh
berkelompok di daerah atau lokasi yang telah koordinator acara dengan jumlah anggota 4-5 orang/klp
ditentukan - Luas daerah ditentukan oleh koordinator 3 x 4 grid
- Overlap maksimal 30% dari semua arah (total)
- Overlap disesuaikan dengan topografi dan kesampaian
daerah
Pemetaan Individu Pemetaan geologi permukaan secara individu di
- Pembagian lokasi pemetaan dilakukan pada kuliah
daerah/lokasi yang telah ditentukan malam pertama acara pemetaan individu oleh
koordinator acara
- Luas daerah ditentukan oleh koordinator Kuliah Geologi
Lapangan 2 x 3 grid
Ujian Koordinator Ujian membuat teknis ujian dengan - Overlap maksimal 25% dari semua arah (total)
koordinasi tim dosen
- Ujian terbagi menjadi tertulis, alat peraga dan
presentase
Topik khusus
Aplikasi peta geologi berdasarkan KBK - Materi ujian berupa laporan dan peta geologi (hasil
pemetaan individu)
- Kriteria kelulusan ditentukan oleh koordinator ujian
- Pembagian topik khusus mahasiswa didasarkan oleh dengan pertimbangan dosen koordinator acara dan
minat mahasiswa dosen pembimbing lainnya
- Dosen pembimbing memberikan arahan kepada - Waktu ujian tertulis dan peraga 4 jam, waktu untuk ujian
mahasiswa yang belum menentukan pilihan presentase 10 menit dan 30 menit untuk tanya
- Distribusi peminatan mahasiswa diusahakan normal jawab/peserta
- Tim penguji terdiri dari 1-2 dosen dibantu 1 asisten

PEMETAAN GEOLOGI
11

CATATAN:

PEMETAAN GEOLOGI
1

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL II

PENGENALAN PETA DAN GEOLOGI UMUM DAERAH BARRU

Disusun oleh:

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

LABORATORIUM
GEOLOGI LAPANGAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PEMETAAN GEOLOGI
2

A. Pendahuluan

Salah satu hal yang sangat penting diketahui dalam kegiatan Geologi Lapangan adalah
peta. Pengetahuan akan jenis-jenis dan fungsi peta akan sangat membantu dalam
kegiatan Geologi Lapangan. Dalam modul ini akan dibahas macam-macam jenis peta dan
peta geologi serta fungsinya. Selain itu, untuk memudahkan mahasiswa dalam melakukan
kegiatan pemetaan geologi, modul ini juga akan memberikan informasi tentang kondisi
geologi umum daerah Daccipong dan sekitarnya.

B. Materi Pembelajaran

Pengertian Peta
Peta adalah suatu gambaran bentang alam yang diperkecil pada suatu lembar kertas
dengan skala tertentu sehingga dapat dengan mudah dikenal, dilihat dan dibaca serta
mudah untuk dibawa.
Peta dapat dipetakan menjadi:
- Peta situasi
- Peta tematik
- Peta topografi

Peta situasi adalah peta yang menggambarkan situasi alam daerah yang bersangkutan
yaitu berupa keberadaan sungai, letak puncak bukit, gunung, danau, laut yang dapat
ditemui dan dilihat langsung dilapangan. Selain itu peta situasi juga memuat keadaan yang
merupakan hasil rekayasan dari manusia berupa jalan, selokan, desa, batas wilayah dan
sejenisnya.

Peta tematik adalah peta yang memberikan gambaran tentang suatu terma tertentu,
antara lain:
- Peta tematik aliran sungai (peta pola aliran sungai), menunjukkan peta pola aliran
sungai pada daerah tertentu
- Peta tematik bentang alam (peta geomorfologi), menunjukkan jenis-jenis bentang alam
yang dijumpai pada suatu daerah
- Peta tematik penyebaran bahan galian, menunjukkan jenis, keterdapatan dan
penyebaran suatu bahan galian yang ada pada suatu daerah
- Peta tematik geologi (yang kemudian disebut dengan peta geologi) yaitu peta yang
memberikan gambaran tentang jenis litologi, penyebaran dan batas-batasnya serta
macam jenis struktur geologi yang berkembang di dalamnya.. Dalam hal tertentu, peta
geologi dapat dilengkapi dengan informasi keterdapatan bahan galian ekonomis yang
terdapat pada daerah tersebut.

PEMETAAN GEOLOGI
3

Peta topografi atau sering disebut dengan peta rupa bumi, yaitu peta yang memuat
garis-garis kontur yang memperlihatkan unsur-unsur alam (asli) dan unsur-unsur buatan
manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut diusahakan untuk diperlihatkan
pada posisi yang sebenarnya. Garis kontur tidak dijumpai dilapangan tetapi hanya dapat
dilihat di kertas dimana peta topografi tersebut digambarkan yang merupakan manifestasi
dari tempat kedudukan titik-titik yang berdekatan dan mempunyai ketinggian yang sama
dilapangan. Peta topografi di laut disebut dengan peta bathymetri.

Peta Topografi disebut juga sebagai peta umum (bersifat umum). Karena dalam peta
topografi menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi, tentu saja
dengan memperhitungkan skala yang sangat terbatas. Jadi peta topografi
dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Selain itu peta topografi
dapat digunakan juga sebagai dasar (base map) dalam pembuatan peta tematik,seperti :
peta kehutanan, peta turis, peta tata guna tanah dan sebagainya.

Peta topografi menyediakan data yang diperlukan tentang sudut kemiringan, elevasi,
daerah aliran sungai, vegetasi secara umum dan pola urbanisasi. Peta topografi juga
menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu kawasan tertentu dalam
batas-batas skala. Peta topografi dapat jugai diartikan sebagai peta yang menggambarkan
kenampakan alam (asli) dan kenampakan buatan manusia, diperlihatkan pada posisi yang
benar. Selain itu peta topografi dapat diartikan peta yang menyajikan informasi spasial dari
unsur-unsur pada muka bumi dan dibawah bumi meliputi, batas administrasi, vegetasi dan
unsur-unsur buatan manusia. Peta topografi mempunyai garisan lintang dan garisan bujur
dan titik pertemuannya menghasilkan koordinat. Koordinat ialah titik persilangan antara
garisan lintang dan bujur.

PEMETAAN GEOLOGI
4

Gambar 1.1 Contoh peta topografi

Peta Geologi
Peta geologi merupakan salah satu jenis peta tematik yang pada dasarnya merupakan
suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur
struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum berbagai data
lainnya. Peta geologi juga merupakan gambaran teknis dari permukaan bumi dan
sebagian bawah permukaan yang mempunyai arah, unsur-unsurnya yang merupakan
gambaran geologi, dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang pasti.
Pada dasarnya peta geologi merupakan peta rangkaian dari hasil berbagai kajian
lapangan yang disebut dengan pemetaan geologi. Hal ini pula yang menyebabkan
mengapa pemetaan geologi diartikan sama dengan geologi lapangan.
Pengertian Pemetaan Geologi adalah suatu pekerjaan atau kegiatan pengumpulan data
geologi, baik darat maupun laut, dengan berbagai metode yang hasil akhirnya dituangkan
dalam bentuk peta geologi dan peta-peta tematik lainnya dan laporan geologi. Adapun
jenis-jenis peta Geologi dan peta lainnya yang berkaitan dengan geologi adalah sebagi
berikut:

1. Peta geologi permukaan (surface geological map), adalah peta yang memberikan
berbagai formasi geologi yang langsung terletak di bawah permukaan. Skala peta ini
bervariasi antara 1 : 50.000 dan lebih besar, berguna untuk kegiatan eksplorasi mineral
eknomois, menentukan lokasi bahan bangunan, drainase, pencarian air, pembuatan
lapangan terbang, maupun pembuatan jalan.

PEMETAAN GEOLOGI
5

2. Peta Geomorfologi, adalah peta yang menngambarkan kondisi morfologi atau bentang
alam suatu daerah. Peta geomorfologi pada hakekatnya memberi informasi secara
visual mengenai bentuk, geometri, serta proses-proses yang telah maupun sedang
terjadi, baik proses endogenik maupun eksogenik.
3. Peta struktur, adalah peta dengan garis-garis kedalaman yang dikonstruksikan pada
permukaan sebuah lapisan tertentu yang berada di bawah permukaan. Peta ini
memiliki skala sedang hingga besar.
4. Peta singkapan (outcrop map), adalah peta yang umumnya berskala besar,
mencantumkan lokasi ditemukannya batuan padat, yang dapat memberikan sejumlah
keterangan dari pemboran beserta sifat batuan dan kondisi strukturalnya. Peta ini
digunakan untuk menentukan lokasi, misalnya material yang berupa pecahan batu,
dapat ditemukan langsung di bawah permukaan.
5. Peta sebaran bahan galian adalah peta yang menyajikan informasi tentang
keterdapatan dan sebaran bahan galian ekonomis dan/atau potensi sumber daya
mineral dan/atau energi untuk tujuan tertentu
6. Peta ikhtisar geologis, adalah peta yang memberikan informasi langsung berupa
formasi-formasi yang telah tersingkap, mapun ekstrapolasi terhadap beberapa lokasi
yang formasinya masih tertutup oleh lapisan Holosen. Peta ini kadang agak skematis,
umumnya berskala sedang atau kecil, dengan skala 1 : 100.000 atau lebih kecil.
7. Peta isopach, yaitu peta yang menggambarkan garis-garis yang menghubungkan
titik-titik suatu formasi atau lapisan dengan ketebalan yang sama. Dalam peta ini tidak
ditemukan konfigurasi struktural. Peta ini berskala sedang hingga besar.
8. Peta fotogeologi, adalah peta yang dibuat berdasarkan interpretasi foto udara. Peta
fotogeologi harus selalu disesuaikan dengan keadaan yang sesungguhnya di
lapangan.
9. Peta hidrogeologi, adalah peta yang menunjukkan kondisi airtanah pada daerah yang
dipetakan. Pada peta ini umumnya ditunjukkan formasi yang permeabel dan
impermeabel.

Informasi pada suatu peta geologi


Peta geologi memberikan petunjuk tentang susunan lapisan batuan dan pada umumnya
memberikan informasi tentang formasi apa saja yang ada di daerah yang dipetakan. Dasar
untuk peta geologi biasanya adalah peta topografi. Peta geologi adalah bentuk ungkapan
data dan informasi geologi suatu daerah / wilayah / kawasan dengan tingkat kualitas yang
tergantung pada skala peta yang digunakan dan menggambarkan informasi sebaran, jenis
dan sifat batuan, umur, stratigrafi, struktur, tektonika, fisiografi dan potensi sumber daya

PEMETAAN GEOLOGI
6

mineral serta energi yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak
atau gabungan ketiganya.

Peta geologi sebagai peta yang menggambarkan sebaran berbagai jenis batuan dan
struktur geologi dalam suatu peta dan merupakan sumber informasi geologi dari suatu
wilayah akan bermanfaat bagi para perencana maupun pelaksana dalam bidang:
1. Keteknikan (Pembangunan Pondasi Bendungan, Jalan Raya, Daya Dukung Lahan,
Daerah Rawan Longsor, Daerah Rawan Banjir, dll)
2. Perencanaan Wilayah dan Kota (Perencanaan Tata Ruang)
3. Pertambangan (Potensi Bahan Galian Ekonomis)
4. Perminyakan (Potensi Sumberdaya Gas dan Minyakbumi)
5. Industri (Potensi Sumberdaya Air dan Mineral).

Geologi Umum Daerah Barru dan sekitarnya

Dalam melakukan pekerjaan lapangan, pengetahuan awal tentang kondisi geologi umum
suatu daerah akan sangat membantu dalam menentukan efektifitas pekerjaan lapangan
geologi. Dengan mengetahui geologi umum, seseorang dapat menentukan lintasan
pengamatan dan pengambilan sampel yang lebih efektif, dimana pada umumnya lintasan
dibuat tegak lurus dengan arah kemiringan atau dip batuan.
Selain itu, informasi geologi umum suatu daerah akan sangat membantu dalam melakukan
interpretasi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi.

Berikut merupakan gambaran kondisi geologi umum daerah Barru dan sekitarnya.

Geomorfologi
Lokasi kuliah lapangan (Daccipong dan sekitranya) termasuk dalam lembar Pangkajene
dan Watampone bagian Barat, Sulawesi, dimana pada lembar tersebut terdapat dua baris
pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara –baratlaut dan terpisahkan
oleh lembar Sungai Walanae. Daerah kuliah lapangan menempati baris pegunungan
bagian barat.

Pegunungan barat melebar di bagian selatan dan menyempit di bagian utara. Puncak
tertinggi 1694 meter dengan ketinggian rata-ratanya 1500 meter. Pembentuknya sebagian
besar batuan gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat
topografi kras, pencerminan adanya batugamping. Diantara topografi kras di lereng barat
terdapat daerah perbukitan yang dibentuk oleh batuan Pra Tersier. Pegunungan ini di

PEMETAAN GEOLOGI
7

bagian barat daya dibatasi oleh daratan Pangkajene Maros yang luas sebagai lanjutan dari
dataran di sekitarnya.

Stratigrafi
Qac : Endapan Aluvium, Danau dan Pantai; lempung, lanau, lumpur, pasir dan kerikil di
sepanjang sungai sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa
kerang dan batugamping koral.
Qpt : Endapan Undak; kerikil, pasir dan lempung membentuk dataran rendah
bergelombang di sebelah utara Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara morfologi
dari endapan aluvium yang lebih muda.
Tmc : Formasi Camba; batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi;
batupasir tufa berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung;
konglomerat dan breksi gunungapi, dan setempat dengan batubara; berwarna putih,
coklat, kuning, kelabu muda sampai kehitaman; umumnya mengeras kuat dan sebagian
kurang padat; berlapis dengan tebal antara 4 – 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga
lapili; tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat
dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm – 40
cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung pecahan koral dan
mollusca ; batulempung gampingan kelabu tua dan napal mengandung foram kecil dan
mollusca. Fosil-fosil yang ditemukan pada satuan ini menunjukkan kisaran umur Miosen
Tengah-Miosen Akhir (N.9–N.15) pada lingkungan neritik. Ketebalan satuan sekitar 5.000
meter, menindih tidak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan Formasi Mallawa
(Tem), mendatar berangsur berubah jadi bagian bawah dari Formasi Walanae (Tmpw);
diterobos oleh retas, sill dan stock bersusunan basal piroksin, andesit dan diorit.
Tmcv : Anggota Batuan gunungapi; batuan gunungapi bersisipan batuan sedimen laut;
breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga lapilli;
bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung mengandung sisa
tumbuhan, batugamping dan napal. Batuannya bersusunan andesit dan basal, umumnya
sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan, amigdaloidal dan berlubang-lubang, diterobos
oleh retas, sill dan stock bersusunan basal dan diorit; berwarna kelabu muda, kelabu tua
dan coklat. Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal oleh Indonesian Gulf Oil berumur
17,7 juta tahun, dasit dan andesit berumur 8,93 juta tahun dan 9,92 juta tahun
(J.D.Obradovich, 1972), dan basal dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun (T.M. van
Leeuwen, 1978).

Beberapa lapisan batupasir dan batugamping pasiran mengandung moluska dan koral.
Sisipan tufa gampingan, batupasir tufa dan batupasir gampingan, batupasir lempungan,
napal dan batugamping mengandung fosil foraminifera. Berdasarkan atas fosil tersebut

PEMETAAN GEOLOGI
8

dan penarikan radiometri menunjukkan umur satuan ini adalah Miosen Tengah – Miosen
Akhir.
Batuannya sebagian besar diendapkan dalam lingkungan neritik sebagai fasies gunungapi
Formasi Camba, menindih tidak selaras batugamping Formasi Camba dan batuan
Formasi Mallawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi gunugapi
mengandung sebagian batugamping, tebal diperkirakan tidak kurang dari 4.000 meter.
Temt: Formasi Tonasa; batugamping koral pejal, sebagian terhablurkan, berwarna putih
dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih, coklat muda
dan kelabu muda, sebagian berlapis, berselingan dengan napal Globigerina tufaan; bagian
bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi
batugamping dan batugamping pasiran; di daerah Ralla ditemukan batugamping yang
mengandung banyak serpihan sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis
sebagian mengandung banyak foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran
mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar. Batugamping
pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di daerah Tanete Riaja terdapat tiga jalur napal
yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis.
Berdasarkan atas kandungan fosilnya, menunjukkan kisaran umur Eosen Awal (Ta.2)
sampai Miosen Tengah (Tf) dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan laguna.
Tebal Formasi diperkirakan tidak kurang dari 3000 meter, menindih tidak selaras batuan
Formasi Mallawa, dan tertindih tak selaras oleh Formasi Camba, diterobos oleh sill, retas
dan stock batuan beku yang bersusunan basal, trakit dan diorit.
Tem : Formasi Mallawa; batupasir, konglomerat, batulanau, batu-lempung, napal dengan
sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung; batupasirnya sebagian besar
batupasir kuarsa adapula yang arkose, graywacke dan tufaan, umumnya berwarna kelabu
muda dan coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya
sebagian kompak; batulempung, batugamping dan napal umumnya mengandung
mollusca yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara
berupa lensa setebal beberapa centimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 meter.
Berdasarkan atas kandungan fosil menunjukkan kisaran umur Paleogen dengan
lingkungan paralis sampai laut dangkal. Tebal Formasi ini tidak kurang dari 400 meter;
tertindih selaras oleh batugamping Temt, dan menindih tak selaras batuan sedimen kl dan
batuan gunungapi Tpv.
Kb: Formasi Balangbaru; sedimen tipe flysch ; batupasir berselingan dengan batulanau,
batulempung, dan serpih; bersisipan konglomerat, tufa dan lava; batupasirnya bersusunan
grewake dan arkosa, sebagian tufaan dan gampingan, pada umumnya menunjukkan
struktur turbidit; di beberapa tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal,
andesit, diorit, serpih, tufa terkesikkan, sekis, kuarsa dan bersemen batupasir; pada

PEMETAAN GEOLOGI
9

umumnya padat dan sebagian serpih terkesikkan. Formasi ini ketebalannya sekitar 2000
meter, tertindih tidak selaras batuan formasi Mallawa dan batuan gunungapi terpropilitkan,
dan menindih tidak selaras kompleks tektonik Bantimala.
Ub: Batuan Ultrabasa; peridotit, sebagian besar terserpentinitkan, berwarna hijau tua
sampai kehitaman, kebanyakan terbreksikan dan tergerus melalui sesar naik ke arah barat
daya; pada bagian yang pejal terlihat struktur berlapis, dan di beberapa tempat
mengandung lensa kromit; satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2500 meter, dan
mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya.
D : Diorit – Granodiorit; terobosan diorit dan granodiorit, terutama berupa stok dan
sebagian berupa retas, kebanyakan bertekstur porfiri, berwarna kelabu muda sampai
kelabu. Diorit yang tersingkap di sebelah Timur Barru menerobos batupasir Formasi
Balangbaru dan batuan ultramafik. Penarikan kalium/Argon pada biotit menghasilkan 9,03
juta tahun (J.D.Obradovich, 1974).
T : Trakit; terobosan trakit berupa stok, sil dan retas; bertekstur porfiri kasar dengan
fenokris sanidin 3 cm panjangnya; berwarna putih keabuan sampai kelabu muda. Di
Tanete Riaja trakit menerobos batugamping Formasi Tonasa dan di utara Soppeng,
batuan ini menerobos batuan gunung api Soppeng ( Tmsv). Penarikan kalium/argon trakit
menghasilkan; pada feldspar 8,3 juta tahun dan pada biotit 10,9 juta tahun (Indonesia Gulf
Oil, 1972).
S : batuan malihan; sebagian besar sekis dan sedikit genes; secara megaskopis terlihat
mineral diantaranya glaukopan, garnet, epidot, mika dan klorit. Batuan malihan ini
umumnya berpedaunan miring ke arah timur laut, sebagian besar terbreksikan dan
tersesar naikkan ke arah barat daya. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2000 meter dan
bersentuhan sesar dengan satuan batuan disekitarnya. Penarikan kalium/argon pada
sekis diperoleh umur 111 juta tahun ( J.D. Obradovich, 1974).
Tmsv : batuan gunungapi Soppeng; breksi gunungapi dan lava, dengan sisipan tufa
berbutir pasir sampai lapili dan batulempung; di bagian utara lebih banyak tufa dan breksi,
sedangkan di bagian selatan lebih banyak lavanya; sebagian bersusunan basal piroksin
dan sebagian basal leusit, kandungan leusitnya semakin banyak ke arah selatan; sebagian
lavanya berstruktur bantal dan sebagian terbreksikan; breksinya berkomponen antara
5 – 50 cm, warnanya kebanyakan kelabu tua sampai kelabu kehijauan.
Batuan gunungapi ini umumnya terubah kuat, amigdaloidal dengan mineral sekunder
berupa urat karbonat dan silikat, diterobos oleh retas ( 0,5 – 1,0 m ) menindih tak selaras
batugamping Formasi Tonasa dan ditindih selaras batuan Formasi Camba; diperkirakan
berumur Miosen Bawah.

Struktur Geologi

PEMETAAN GEOLOGI
10

Batuan tua yang masih dapat diketahui kedudukan stratigrafi dan tektoniknya adalah
sedimen flysch Formasi Balangbaru. Formasi ini menindih secara tidak selaras batuan
yang lebih tua, dan di bagian atasnya ditindih tidak selaras oleh batuan yang lebih muda.
Formasi Balangbaru merupakan endapan lereng di dalam sistem busur-palung pada
zaman Kapur Akhir.

Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada kala Paleosen. Pada kala Eosen Awal,
daerah barat merupakan tepi daratan yang dicirikan oleh endapan darat serta batubara di
dalam Formasi Mallawa. Pengendapan Formasi Mallawa kemungkinan hanya
berlangsung selama awal Eosen.
Pengendapan batuan karbonat yang sangat tebal dan luas di barat berlangsung sejak
Eosen Akhir hingga Miosen Awal. Gejala ini menandakan bahwa selama waktu itu terjadi
paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun sejalan dengan adanya
pengendapan. Proses tektonik di bagian barat ini berlangsung sampai Miosen Awal.

Akhir kegiatan gunungapi Miosen Awal itu diikuti oleh tektonik yang menyebabkan
terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat
pembentuk Formasi Walanae. Menurunnya terban Walanae dibatasi oleh dua sistem
sesar normal, yaitu sesar Walanae dan sesar Soppeng.

Sesar utama yang berarah utara-baratlaut terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh
sampai setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar utama
diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya tekanan mendatar berarah kira-kira
timur-barat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya
sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan Pra-Kapur Akhir. Perlipatan dan
pensesaran yang relatif lebih kecil di bagian barat di pegunungan barat yang berarah barat
laut-tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke
kanan sepanjang sesar besar.

PEMETAAN GEOLOGI
11

Gambar 1.2 Peta Geologi Regional Sulawesi Selatan (Wilson, 1995)

PEMETAAN GEOLOGI
Gambar 1.3 Geologi Regional daerah Barru dan sekitarnya
(Sukamto, 1982)

PEMETAAN GEOLOGI
12
13

Gambar 1.4 Stratigrafi Regional Sulawesi Selatan (Sukamto, 1982)

PEMETAAN GEOLOGI
14

Gambar 1.5 Geologi Lokal Daerah Daccipong dan sekitarnya (Maulana, dkk
2015)

C. Latihan

1. Sebutkan jenis-jenis dan kegunaan dari peta


2. Jelaskan secara singkat stratigrafi daerah Barru dan sekitarnya.

PEMETAAN GEOLOGI
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL III

PERLENGKAPAN LAPANGAN

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

PEMETAAN GEOLOGI
i
2

A. Pendahuluan

Salah satu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan pemetaan geologi
adalah peralatan atau perlengkapan lapangan. Dalam modul ini akan diuraikan
mengenai jenis-jenis perlengkapan dan kegunaannya yang digunakan dalam
pelaksanaan geologi lapangan. Selain itu juga dijelaskan mengenai tata cara
penggunaan dari perlengkapan tersebut.

B. Materi Pembelajaran

1. Perlengkapan Dasar dan Kegunaannya


Dalam kegiatan lapangan, selain perlengkapan pribadi yang disesuaikan dengan
kondisi lapangan, misalnya pakaian, sepatu, topi, obat-obatan dan sebagainya,
diperlukan juga perlengkapan yang dipakai di lapangan atau di pangkalan kerja.
Beberapa perlengkapan dasar yang penting diantaranya adalah :
 Kompas, dilengkapi dengan clinometer dan horizontal leveling

Gambar 2.1 Kompas geologi tipe brunton serta Palu geologi dengan
bentuk “chisel point”(a), “pick point”(b), “chisel point”, dan “Crack” (c)

Kompas yang diperlukan di dalam kegiatan geologi lapangan adalah kompas yang
dapat dipakai untuk mengukur besaran arah (azimuth) dan besaran sudut
kecondongan. Selain itu, komponen untuk menentukan posisi horizontal
(horizontal leveling) secara tepat juga mutlak diperlukan.

PEMETAAN GEOLOGI
3

 Palu Geologi dan Pahat


Terdapat dua jenis palu geologi yang sering digunakan, yaitu jenis yang berujung
runcing (pick-point), umumnya dipakai untuk batuan yang relatif massif, atau jenis
yang berujung seperti pahat (chisel point), umumnya dipakai untuk batuan yang
berlapis atau berfoliasi. Untuk mendapatkan contoh batuan yang baik, dapat
dipergunakan pahat yang berukuran sedang.
.
 Lensa Pembesar (loupe/hand-lens)

Lensa pembesar (loupe) yang umum dipakai adalah perbesar 10 sampai 20 kali.
Tidak dianjurkan pemakaian lensa untuk keperluan teknis, seperti lensa untuk
rajut benang dan sejenisnya.

 Buku catatan lapangan, alat-alat tulis, mistar dan busur derajat

Buku catatan lapangan pada dasarnya adalah buku tulis yang cukup baik,
berukuran sedang, yang praktis dipakai di lapangan, dan sebaiknya dengan kulit
buku yang tebal dan kedap air. Alat-alat tulis meliputi; pensil (HB atau 2H), pena
atau ballpen, pensil berwarna, penghapus, mistar segitiga, busur derajat,
peruncing pensil, dan “marker pen”, yang sangat berguna untuk menandai contoh
batuan.

Ukuran dan bentuk dan bagian daripada buku lapangan yaitu :


 Berukuran saku, dapat dengan mudah dibawa-bawa ke lapangan dan dikemas
dalam tas atau saku yang dengan mudah dapat diraih.
 Berbentuk buka samping, sampul keras dan kedap air, tidak mudah terkoyak
dan tembus oleh air.
 Halaman muka sampul dan halaman awal, berisi daftar isian identitas.
 Halaman isi; muka kanan bergaris untuk diskripsi, muka kiri bergaris grafik.

PEMETAAN GEOLOGI
4

Gambar 2.2 Lensa pembesar (loupe 10X) dan Buku catatan lapangan

 Peta dasar topografi dan foto udara, atau citra indera jauh yang lain.
Pada umumnya peta dasar topografi yang dipakai adalag peta berskala 1:25.000
atau 1: 50.000, tergantung pada wilayah yang telah dipetakan. Foto udara atau
citra pengindraan jauh yang lain (pada skala yang kurang lebih sama), sangat
membantu dalam kegiatan geologi lapangan. Disamping dapat menentukan
lokasi lebih tepat, juga sangat membantu dalam penyebaran jenis batuan. Perlu
diingat bahwa gambaran pada foto udara tidak tepat benar seperti pada peta
topografi (belum dikoreksi), dan untuk melihat secara sempurna beberapa
pasangan foto udara diperlukan stereoscope.
 Clipboard atau Map.
Untuk memudahkan dalam pencatatan atau memberi tanda di peta atau pada
foto udara, sebaiknya digunakan alas clipboard atau map untuk peta, yang juga
berfungsi untuk menyimpan peta atau foto tersebut
 Pita atau Tali Ukur.
Pita atau tali ukur berukuran besar (25 – 50 m) dimaksudkan untuk dipakai pada
saat melakukan lintasan atau pengukuran terinci. Pita ukur gulung (“roll-meter”),
berukuran pendek (3–5 m) juga seringkali dipakai untuk mengukur tebal
perlapisan batuan.
 Komparator atau skala
Terdapat beberapa jenis komparator yang dipakai untuk membantu dalam
pemerian batuan, misalnya komparator besar butir, pemilahan (sorting) dan
persentase komposisi mineral, atau skala.

PEMETAAN GEOLOGI
5

Gambar 2.3 Contoh komparator atau skala penentuan ukuran butir


Wentwoth’s
 Larutan asam hidrokhlorik (HCl)
Larutan asam HCl digunakan untuk menguji kandungan karbonat, sebaiknya
tidak terlalu pekat, umumnya adalah 0,1 M.

Gambar 2.4 Contoh tempat HCL yang baik dan aman

 Kantong untuk contoh batuan


Untuk contoh batuan dapat digunakan kantong plastik yang kuat atau kantong
jenis lain yang dapat dipakai untuk membungkus dengan baik contoh batuan
dengan ukuran kurang lebih (13 x 9 x 3) cm. Beberapa instansi/ perusahaan
menggunakan kantong dari kain blacu, atau bahan khusus yang kedap air.
Penulisan Label pada sampel
1. No. Sampel :
2. No. Stasiun/Lokasi :
3. Jenis/Nama Batuan :
4. Hari/Tgl sampling :
(Label tidak boleh di tulis langsung pada batuan)

 Tas lapangan
Untuk membawa perlengkapan ini perlu diperhatikan mengenai Tas yang
dipakai di lapangan. Sebaiknya dibedakan antara tas yang dipakai untuk
membawa alat-alat dan peta, dan yang dipakai untuk perbekalan dan contoh
PEMETAAN GEOLOGI
6

batuan. Selain itu juga perlu dipertimbangkan ukurannya, sebaiknya disesuaikan


dengan kepentingan dan kondisi lapangan. Pada umumnya tas punggung
berukuran sedang akan lebih sesuai untuk melakukan kegiatan geologi lapangan
dimana kamera, perbekalan, dan alat tulis dapat disimpan, serta tidak
mengganggu dalam melakukan pekerjaan dalam melakukan pengamatan
singkapan di medan yang sulit. (Gambar 2.5)

Gambar 2.5 Contoh tas lapangan dan tas untuk peta dan alat-alat tulis
serta Contoh GPS (Global Positioning System)

Kamera
Kamera sudah menjadi suatu kelengkapan yang umum pada hampir semua
kegiatan lapangan, dan selalu terbawa sepanjang perjalanan. Untuk ini, kamera
sebaiknya kompak dan kuat dengan tempat pelindung yang baik. Saat ini
sangat banyak pilihan kamera dari berbagai jenis dan merk. Sebagai pertimbangan
bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik, kamera sebaiknya mempunyai
pengaturan kecepatan, cahaya dan titik api, dan bahkan akan lebih apabila
lensanya dapat diganti sesuai dengan kebutuhan atau dilengkapi dengan
pengaturan lensa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Fotografi yaitu :
o Gunakan camera waterproof dan film kepekaan sesuai dengan kondisi
lapangan
o Pengambilan gambar harus sesuai antara gambar perspektif atau close up
dengan luas bidang gambar(zooming) dan exposure
o Gunakan skala pembanding
o Daftarkan Nomor kutipan pada buku catatan lapangan.

PEMETAAN GEOLOGI
7

 GPS (Global Positioning System)


GPS, adalah suatu alat elektronik yang berfungsi untuk menentukan kedudukan
suatu titik di atas permukaan bumi atau di udara, yang menggunakan sarana
beberapa buah satelit tertentu yang akan mengirim pesan penting, misalnya :
Saya adalah satelit #X, posisi saya berada pada Y, dan berada pada waktu Z.
secara singkat receiver GPS anda akan membaca pesan dan mengamankan
data ephemeris dan almanac untuk digunakan secara berkelanjutan

2. Pemakaian Kompas Geologi

Dikenal beberapa macam/ tipe kompas geologi, antara lain tipe kompas brunton,
yang dilengkapi dengan pengukur sudut vertikal yang disebut sebagai clinometer.
Kompas dengan alat klinometer (pengukur kecondongan) dan hand level (penentu
posisi horizontal) merupakan alat-alat yang umum dipakai dalam berbagai kegiatan
survei.

Kompas geologi yang dimaksud merupakan gabungan dari ketiga fungsi alat
tersebut, yaitu selain digunakan untuk menetukan arah, juga dapat dipakai untuk
mengukur besarnya sudut kemiringan dan menentukan posisi horizontal. Salah
satu jenis kompas ini, yang akan dibahas adalah tipe Brunton dari berbagai merek.
Tipe compass tersebut dilengkapi dengan :
 Compass needle (Jarum Magnet)
 Graduate Circle (Lingkaran pembagian derajat)
 Valve yang dilengkapi dengan Cermin dan jendela intip (Sighting windows)
dan axial line, Folding sight,
 Sighting arm, Peep sight,
 Clinometer
 Bull’s eyes dan clinometer level.

Komponen utama kompas geologi

Jarum magnet
Ujung jarum utara umumnya diberi tanda warna (merah, biru atau kuning). Ujung
jarum ini selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi, bukan kutub utara geografi
sebenarnya. Perbedaan kedua posisi utara ini dikenal sebagai deklinasi. Perlu
diperhatikan, bahwa pada posisi horizontal jarum magnet harus dapat berputar

PEMETAAN GEOLOGI
8

dengan bebas atau mendekati horizontal. Kecondongan jarum ini adalah akibat
perbedaan lokasi pemakaian kompas terhadap garis katulistiwa yang dikenal
sebagai inklinasi.

Gambar 2.6 Kompas tipe Brunton dan komponen utamanya

Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)

Pada umumnya dikenal dua jenis pembagian derajat pada kompas geologi

(Gambar 2.7), yaitu kompas Azimuth dengan pembagian derajat dimulai O o pada

arah Utara (N) sampai 360o, tertulis berlawanan dengan arah perlawanan jarum

jam dan kompas kuadran dengan pembagian derajat Oo pada arah Utara (N) dan

arah Selatan (S), sampai 90o pada arah Timur (E) dan arah Barat (W).

Gambar 2.7 Jenis Pembagian derajat “Azimuth O-360o “ dan “Kuadran”.


O-90o

PEMETAAN GEOLOGI
9

Klinometer
Klinometer yaitu komponen kompas untuk mengukur besarnya kecondongan/
kemiringan suatu bidang atau lereng. Letaknya di dasar kompas bagian dalam,
dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal (clinometer level) dan
pembagian skala pada satu piringan yang bebas bergerak.

Gelembung pengatur horizontal untuk posisi kompas normal (bull’s eye level) juga
terletak pada bagian ini. Pada bagian luar terdapat pengumpil untuk mengatur
posisi piringan tersebut. Pembagian skala kemiringan dinyatakan dalam derajat
dan persen.

Kompas tipe Brunton ini dilengkapi dengan penunjuk (sighting arm) dan tanda
bidikan yang kesemuanya merupakan satu arah (lurus) dengan garis yang tertera
pada cermin. Cermin dipakai untuk melihat objek bidikan di depan pengamat, dan
dapat dipakai untuk membantu melihat pembacaan pada lingkaran derajat.

Gambar 2.8 Bagian klinometer pada kompas, terdiri dari bul’s eye dan
clinometer level

Deklinasi dan Inklinasi

Deklinasi (magnetic) adalah besarnya perbedaan antara arah Utara jarum kompas
(Utara magnetic) dan arah Utara sebenarnya (Utara geografi). Besarnya deklinasi
berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dan selalu berubah secara teratur
sepanjang waktu. Deklinasi di suatu wilayah umumnya ditunjukkan pada peta
topografi yang standar.

Untuk menyesuaikan agar kompas yang akan dipakai menunjukkan arah Utara
sebenarnya, lingkaran derajat pada kompas harus digeser dengan cara memutar
PEMETAAN GEOLOGI
10

adjusting screw yang terdapat pada sisi kompas sebesar deklinasi yang
disebutkan..

Contoh : Deklinasi di suatu daerah adalah 15o artinya, Utara magnetik


berada 15o di sebelah timur dari Utara geografi. Dalam hal ini
lingkaran derajat harus diputar, sehingga penunjuk (“index pin”) akan
menunjuk angka 15o pada sisi lingkaran derajat bertanda E.

Approximate mean declination 1943.


For center of sheet
Annual magnetic change 31 increase

GN
MN
GN : Grid North

MN : Magnetic North

Sudut yang dibantuk antara


GN dan MN = besarnya deklinasi

Untuk memeriksa kembali, apabila kompas diarahkan sehingga jarum Utara


menujukkan angka 0o, artinya arah bidikan (sighting arm) menunjukkan arah Utara
sebenarnya, dapat dilihat apakah jarum Utara kompas menunjuk 17 o ke arah
kanan dari index pin, arah yang secara geografis diketahui sebagai arah timur dari
Utara sebenarnya.

Inklinasi adalah kecenderungan jarum kompas yang disebabkan oleh perbedaan


letak geografi suatu daerah terhadap kutub bumi. Sudut kecondongan akan
hampir 0o (horizontal) apabila kita berada di dekat atau di sekitar khatulistiwa, dan
semakin besar apabila mendekati kutub bumi. Dengan demikian, maka tiap tempat
di atas bumi ini akan mempunyai sudut inklinasi yang berbeda – beda.

Untuk mengatasi hal ini, biasanya pembuat kompas sudah menyesuaikan


kesetimbangan jarum kompas untuk daerah tertentu, untuk melengkapi jarum
kompas dengan beban yang dapat digeser sepanjang jarum kompas untuk
mengimbangi pengaruh inklinasi.

PEMETAAN GEOLOGI
11

Sehubungan dengan ini, perlu diingatkan, sebelum kompas digunakan di lapangan,


hendaknya diperiksa dahulu apakah kompas tersebut telah disesuaikan dengan
deklinasi dan inklinasi suatu daerah tempat bekerja.

3. Menentukan arah dan lokasi

Pada dasarnya penentuan arah dengan memakai kompas, dapat dilakukan


dengan memakai semua jenis kompas, dalam hal ini akan dibahas pemakaian
kompas yang mempunyai pembagian derajat 0o – 360o. Tata cara pemakaian
dengan baik agar supaya diperoleh suatu nilai pengukuran yang bermutu tinggi,
dan dianjurkan supaya mengikuti langkah-langkah pemakaian kompas sebagai
berikut :
1. Keluarkan kompas dari sarungnya, dan periksalah dengan baik kelincahan
gerak jarum kompas dengan posisi gelembung udara nivo (‘bull’s eye level’)
berada tepat di tengah lingkaran merah. Apakah tidak ada hambatan gerak
jarum kompas oleh karena bersentuhan dengan gelas penutup.
2. Apabila kompas dalam keadaan sulit untuk bergerak bebas, jangan langsung
dibuka sendiri gelas penutup kompas (konsultasi pembimbing).
3. Apabila sudah seimbang sempurna, peganglah kompas pada posisi kompas
diletakkan di atas telapak tangan dan dilengketkan pada perut agar supaya
tidak mudah goyah sambil meluruskan pengarah ke objek dengan tetap
mempertahankan posisi gelembung di tengah-tengah nivo.
4. ‘Sighting arm’ (lengan pengarah) dibuka horizontal dan ‘peep sight’ ditegakkan
dan diarahkan ke objek, keadaan kompas tetap seimbang.
5. Setel cermin pengarah sehingga titik objek terlihat pada cermin masuk ke
lubang pengarah dan terletak pada garis poros cermin sambil tetap
mempertahankan kompas (perhatikan gelembung udara pada nivo, harus tetap
berada di tengah lingkaran)
6. Pembacaan dilakukan apabila jarum sudah diam.
7. Catat nilai/angka yang ditunjuk pada kertas blanko yang disiapkan (tabel)
8. Dapat juga dengan meletakkan kompas sejajar atau setinggi dengan posisi
mata, kedudukan kompas terbalik dimana ‘sighting arm’ pada posisi belakang
dekat dengan mata dan didepan valve dibuka kurang lebih 45o sehingga
pembacaan nilai arah kompas tampak pada bayangan cermin.

PEMETAAN GEOLOGI
12

Gambar 2.9 Cara membidik dengan pandangan obyek secara langsung

Menentukan lokasi pada peta topografi

Langkah pertama adalah mengenai bentang alam sekitarnya seperti yang


digambarkan pada peta topografi. Pembidikan dapat dilakukan ke beberapa obyek
yang lokasinya diketahui dengan pasti di peta (sebaiknya tiga obyek) kemudian
arah-arah tersebut ditarik pada peta dengan menggunakan busur derajat dan
mistar segitiga. Titik potong ketiga garis tersebut, yang bila pembacaannya tepat
akan hanya berpotongan di satu titik, adalah titik lokasi dimana pengamat berdiri .

Gambar 2.10 Cara menentukan lokasi dari tiga obyek yang dikenal pada peta

topografi

PEMETAAN GEOLOGI
13

4. Cara mengukur kemiringan dan ketinggian

Untuk mengukur besarnya sudut lereng dilakukan beberapa tahapan sebagai


berikut :
1. Tutup kompas dibuka kurang lebih 45o, sighting arm dibuka dan ujungnya
ditekuk 90o.
2. Kompas dipegang dengan posisi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.14
skala klinometer harus di sebelah bawah.
3. Melalui lubang “peep-sight” dan “sighting-window” dibidik titik yang dituju.
Usahakan agar titik tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan jarak antara
mata pengamat dengan tanah tempat berdiri.
4. Klinometer kemudian diatur dengan jalan memutar pengatur di bagian belakang
kompas, sehingga gelembung udara dalam “clinometer level” berada tepat di
tengah.
5. Baca skala yang ditunjukkan klinometer. Satuan kemiringan dapat dinyatakan
dalam derajat maupun dalam persen.

Apabila jarak antara tempat berdiri dan titik yang dibidik diketahui, misalnya
dengan mengukurnya di peta maka perbedaan tinggi antara kedua titik tersebut
dapat dihitung. Perbedaan tinggi tersebut dapat juga diketahui dengan cara seperti
yang diperlihatkan dalam Gambar 2.14. Dalam hal ini, ikutilah prosedur sebagai
berikut :
1. Letakkan angka 0o kliniometer berimpit dengan angka 0o pada skala.
2. Pegang kompas seperti pada Gambar 2.11 gerakkan dalam arah vertikal
sedemikian rupa sehingga gelembung udara berada di tengah.
3. Bidiklah melalui lubang pengintip sehingga : pandangan mata, lubang
pengintip dan garis pada jendela pandang, berada dalam satu garis lurus.
Perpanjangan dari garis lurus tersebut akan “menembus” permukaan tanah di
depan pada suatu titik tertentu. Ingat-ingatlah titik “tembus” ini.
4. Beda tinggi antara pengamat berdiri dan “titik tembus” tadi sama dengan tinggi
pengamat dari telapak sepatu sampai mata.
5. Berpindahlah ke “titik tembus” tadi dan ulangilah prosedur no.2 dan 3 di atas
sampai daerah yang akan anda ukur selesai.

PEMETAAN GEOLOGI
14

Gambar 2.11 Posisi kompas pada pembacaan kemiringan

Gambar 2.12 Cara membaca kemiringan dan menentukan beda tinggi

Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam pengukuran arah dan sudut lereng,
dapat digunakan kaki-tiga (tripod) seperti pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Penggunaan Tripod pada pengukuran dengan Kompas

PEMETAAN GEOLOGI
15

5. Cara Pencatatan Hasil Pengukuran Kompas

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
Proyek : Hari / Tgl :
Lokasi :
Diukur oleh :
Tujuan : Disetujui oleh :

Jarak Jarak
No. Arah/Azimuth Slope
Lap Hor Ket.
Sta. (...0) (...0)
(… m) (… m)

Sketsa :

PEMETAAN GEOLOGI
16

C. Latihan

1. Sebutkan jenis –jenis perlengkapan utama yang digunakan dalam kegiatan


pemetaan geologi
2. Sebutkan bagian-bagian dari sebuah kompas geologi
3. Sebutkan 3 jenis palu geologi
4. Jelaskan tata cara menentukan lokasi dilapangan dengan menggunakan
kompas
5. Jelaskan tata cara mengukur kemiringan dan ketinggian

PEMETAAN GEOLOGI
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL IV

ORIENTASI LAPANGAN

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan

Tujuan yang diharapakan dari pelaksanaan acara Orientasi Lapangan adalah


sebagai berikut :
▪ Peserta dapat menggunakan peta topografi dan peralatan lapangan geologi.
▪ Peserta dapat melakukan pencatatan secara benar dan lengkap dari setiap
gejala yang dijumpai di lapangan.
▪ Peserta dapat mendapatkan gambaran tentang perubahan batuan di permukaan
dan pengaruh relief terhadap perubahan batuan.

B. Materi Pembelajaran
1. Pelaksanaan

Adapun metode pelaksanaan acara Orientasi Lapangan secara garis besar adalah
sebagai berikut :
Pembimbingan ditekankan kepada latihan ;
▪ Pembacaan peta topografi
▪ Kebenaran pemakaian peralatan kompas, palu dan loupe
▪ Teknik penentuan lokasi di lapangan dan penempatannya dalam peta topografi
▪ Pencatatan kenampakan gejala geologi lapangan secara lengkap dan benar
▪ Pembuatan gambar/sketsa dari kenampakan geologi penting.
▪ Cara pengambilan contoh (sampel) dan cara memberi label pada contoh
tersebut.

Pada lokasi-lokasi awal, sebelum mahasiswa melakukan pencatatan, dosen


pembimbing menerangkan gejala-gejala geologi apa yang nampak dan
menunjukkan apa-apa yang perlu diukur, digambar dan dicatat serta apa
sebabnya.
1. Setiap regu diberi kesempatan untuk melaporkan hasil pencatatannya
pada satu lokasi pengamatan lewat juru bicara. Anggota lain dari regu tersebut
memberi tambahan pada kekurangan-kekurangan yang ada. Selanjutnya
anggota regu lain dan para pembimbing memberikan komentar serta pembetulan
pada kesalahan-kesalahan yang ada. Prosedur ini diulang hingga seluruh regu
memperoleh kesempatan.

PEMETAAN GEOLOGI
3

2. Setelah semua regu memperoleh kesempatan, maka untuk lokasi


selanjutnya pada mahasiswa harus secara aktif melakukan pencatatan sendiri.
Para pembimbing akan mengecek hasil pencatatan setiap mahasiswa.

Pelaksanaan orientasi lapangan bertujuan untuk mengenal kenampakan kondisi


medan, kenampakan gejala geologi, penggunaan peralatan geologi serta
pembiasaan kerja lapangan. Orientasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu Orientasi
Tanpa Peralatan dan Orientasi dengan Peralatan.

Orientasi Lapangan Tanpa Peralatan

a. Maksud :
▪ Menunjukkan kenampakan gejala geologi umum di lapangan.
▪ menunjukkan hal-hal yang perlu diperhatikan dan diamati selama kerja di
lapangan.
▪ Memberi pengalaman kerja di lapangan.

b. Tujuan :
▪ Untuk menimbulkan kesadaran tentang pentingnya kerja lapangan.

c. Pelaksanaan :
▪ Acara diikuti oleh seluruh mahasiswa peserta dan seluruh staf pembimbing
yang bertugas, tanpa membawa peralatan.
▪ Pembimbingan dilakukan dengan jalan memberikan keterangan pada
kenampakan geologi yang ada pada jalur lintasan kerja, tanpa
melakukan pencatatan, pembacaan peta dan plotting lokasi.
▪ Setelah beberapa lokasi pengamatan awal diselesaikan, pada setiap
lokasi berikutnya, setiap regu harus mencoba untuk melakukan
pengamatan bersama dan kemudian menunjuk juru bicara untuk
melaporkan hasilnya secara lisan dihadapan regu lain dan dosen
pembimbing. Anggota lain dari regu yang sama berkewajiban untuk
menambah keterangan yang diperlukan. Setelah itu anggota regu lain
memberi tambahan atau komentar. Setelah selesai dosen pembimbing/

PEMETAAN GEOLOGI
4

asisten memberi komentar dan memberikan pembetulan pada


keterangan yang kurang tepat.

d. Diskusi :
▪ Diskusi diiukuti oleh semua mahasiswa dan semua dosen pembimbing/ asisten
dan dipimpin oleh koordinator acara, dilaksanakan pada titik pengamatan
terakhir sebelum tiba kembali di kampus lapangan (base camp).
▪ Setiap regu menunjuk juru bicara untuk mengemukakan apa yang dilihat pada
hari itu. Anggota lain dari regu tersebut supaya menambah keterangan yang
diperlukan. Prosedur ini diulang sehingga semua regu memperoleh giliran.
▪ Dosen-dosen pembimbing kemudian memberikan koreksi dan menambah
hal-hal yang kurang.
▪ Diskusi diakhiri dengan penyimpulan oleh koordinator acara tentang hasil kerja
hari itu serta penekanan tentang perlunya alat-alat lapangan dan peta dalam
pekerjaan geologi.

e. Laporan yang harus disiapkan tidak ada


f. Peralatan tidak di bawa kecuali senter dan tali

Orientasi Lapangan Dengan Peralatan


a. Maksud :
▪ Sama dengan maksud a sampai dengan c pada orientasi tanpa peralatan.
▪ Memberikan keterampilan dalam :
1. Membaca peta dan menentukan lokasi
2. Melakukan pemplotan data lapangan
3. Menggunakan peralatan lapangan
▪ Memberikan kemampuan untuk mencatat secara betul dan lengkap dari
data-data lapangan.

b. Tujuan

Agar para mahasiswa tahu menggunakan peta topografi dan peralatan lapangan
dan mempunyai kemampuan mencatat secara betul dan lengkap dari kenampakan
gejala geologi di lapangan.

c. Pelaksanaan

PEMETAAN GEOLOGI
5

▪ Acara diikuti oleh seluruh mahasiswa peserta dan seluruh staf pembimbing
yang bertugas, dengan peralatan berupa palu, kompas, loupe, HCl dan peta
topografi.
▪ Pembimbing terutama ditekankan pada latihan :
1. Pembacaan peta topografi
2. Kebenaran pemakaian peralatan kompas, palu dan loupe
3. Teknik penentuan lokasi di lapangan dan penempatannya dalam peta
topografi.
4. Ketajaman dan kelengkapan dalam mengamati gejala geologi lapangan
secara benar
5. Pencatatan kenampakan gejala geologi lapangan secara benar dan
lengkap
6. Pembuatan gambar/ sketsa dari kenampakan-kenampakan geologi yang
penting
7. Cara pengambilan contoh (sampel) dan cara memberi label pada contoh
tersebut.
▪ Pada lokasi-lokasi awal, sebelum mahasiswa melakukan pencatatan dosen
pembimbing menerangkan gejala-gejala geologi apa yang nampak dan
menunjukkan apa-apa yang perlu diukur, digambar dan dicatat serta apa
sebabnya.
▪ Setiap regu diberi kesempatan untuk melaporkan hasil pencatatnnya pada 1
(satu) lokasi pengamatn lewat juru bicara, anggota lain dari regu tersebut
memberi tambahan pada kekurangan-kekurangan yang ada. Selanjutnya
anggota regu lain dan para pembimbing memberikan komentar serta
pembetulan pada kesalahan-keselahan/ kekurangan yang ada. Prosedur ini
diulang, sehingga seluruh regu mendapat kesempatan
▪ Setelah semua regu memperoleh kesempatan, maka untuk lokasi selanjutnya
para mahasiswa harus secara aktif melakukan pencatatan sendiri. Para
pembimbing akan mengecek hasil pencatatan setiap mahasiswa.

d. Diskusi di Kelas

▪ Diskusi dilakukan per regu di bawah bimbingan dosen/ asisten yang


bertanggung jawab pada regu tersebut
▪ Catatan akan diperiksa tentang hal :
1. Ketepatan lokasi dan kelengkapan deskripsi lokasi

PEMETAAN GEOLOGI
6

2. Ketepatan dan kelengkapan pemerian singkapan dan gejala lainnya.


3. Kelengkapan lain, misal gambar sketsa dan sebagainya.
▪ Contoh-contoh yang diambil akan didiskusikan.

e. Laporan yang harus disiapkan dan diserahkan

▪ Peta yang memuat lokasi-lokasi pencatatan dilengkapi dengan tanda-tanda


gejala geologi, yang merupakan pindahan dari peta lapangan, disertai
dengan peta lapangannya. Peta tersebut diberi judul sebagi berikut :

PEMETAAN GEOLOGI
7

PETA LOKASI PENGAMATAN


ACARA ORIENTASI LAPANGAN DENGAN PERALATAN
GEOLOGI LAPANGAN Angkatan XXXII 2011
(Peta tersebut dilengkapi dengan Legenda yang diperlukan)

▪ Hasil-hasil pencatatan lapangan beserta sketsa/gambarnya, yang


dipindah pada Formulir yang disediakan. Hasil-hasil pindahan tersebut
sudah harus merupakan hasil pembetulan dari catatan lapangan.

Pelaksanaan Profil Lintasan

Metode umum pelaksanaan pengambilan data dengan menggunakan cara Profil


Lintasan adalah :
1. Perjalanan mengikuti suatu lintasan dengan batuan yang berbeda-beda.
Mahasiswa melakukan pengamatan, pengukuran dan pencatatan dari
masing-masing litologi, unsur struktur yang ada serta mencoba untuk meneliti
posisi batuan yang satu dengan yang lain.
2. Setelah melewati beberapa lokasi pengamatan dibuat profil kasar. Relief
disesuaikan dengan kondisi di lapangan atau melihat pada peta dasar yang
dibawa. Hasil profil ini didiskusikan dengan dosen pembimbing.
3. Pada peta yang dibawa, diplotkan semua data geologi yang diamati dalam
bentuk simbol dan atau warna.
4. Pada titik atau lokasi terakhir pada lintasan pada setiap hari kerja, profil secara
kasar harus sudah selesai dibuat.
Penyusunan Laporan

Metode penyusunan laporan yang sistematis dengan tetap memperhatikan kaidah


di bawah ini :
▪ Peta yang memuat lokasi-lokasi pencatatan dilengkapi dengan tanda-tanda
gejala geologi, yang merupakan pindahan dari Peta Lapangan, disertai dengan
peta lapangannya.

PEMETAAN GEOLOGI
8

Peta tersebut diberi judul sebagai berikut :


PETA LOKASI PENGAMATAN
ACARA ORIENTASI MEDAN
GEOLOGI LAPANGAN Ang. XXXII 2011

Dan peta profil lintasan diberi judul :

PETA DAN PROFIL LINTASAN


ACARA ORIENTASI MEDAN
GEOLOGI LAPANGAN Ang. XXXII 2011

▪ Hasil-hasil pemetaan lapangan beserta sketsa/gambarnya, yang


dipindahkan dalam bentuk laporan. Hasil-hasil pindahan tersebut sudah
harus merupakan hasil pembetulan dari catatan lapangan.

Profil yang dibuat berdasarkan pindahan dari profil yang dibuat di lapangan.

C. Latihan

1. Sebut dan jelaskan tujuan dari pelaksanaan orientasi lapangan

2. Jelaskan metode umum pelaksanaan orientasi lapangan

PEMETAAN GEOLOGI
MATA KULIAH

PEMETAAN GEOLOGI

MODUL V

PENGENALAN BATUAN

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan

Modul pengenalan batuan ini bertujuan agar mahasiswa mendapatkan gambaran


tentang cara mendeterminasi batuan.

B. Materi Pembelajaran

Pengenalan Batuan

Di dalam kegiatan pengamatan atau observasi, pengenalan batuan adalah bagian


yang sangat penting. Batuan harus dikenal di lapangan, agar dapat mempelajari
dan menafsirkan gejala geologi lain. Pengenalan batuan secara langsung di
lapangan sangat membantu dalam kajian geologi karena kita melihat secara
langsung hubungan struktur antara satu dengan yang lain. Beberapa jenis batuan
memang memerlukan pengamatan mikroskopis untuk mengidentifikasikannya,
akan tetapi adakalanya kita masih dapat melihat dengan bantuan lensa pembesar
(Loupe).
Unsur utama sebagai pembeda jenis batuan adalah tekstur dan komposisi mineral.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa tekstur adalah aspek batuan yang
dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan keteraturan dari butirannya, sedangkan
kemas (fabrik) adalah komponen tekstur yang merupakan hubungan ukuran dan
bentuk dari butir.

1. Batuan Sedimen

Ada tiga kategori yang utama pada batuan sedimen yaitu tekstur klastik
(fragmental) dan nonklastik, dan tekstur kristalin karena proses diagenesa.
Kebanyakan batuan sedimen dikelompokkan berdasarkan tekstur klastik,
walaupun yang lain juga penting untuk diamati secara langsung di lapangan.

1.1 Tekstur Batuan Sedimen Klastik


Besar butir (grain size)
Besar butir adalah unsur utama dari tekstur klastik, yang berhubungan dengan
tingkat energi pada saat transportasi dan pengendapan.

GEOLOGI LAPANGAN
3

Derajat pemilahan (Sorting)


Pemilahan adalah derajat kesamaan atau keseragaman antar butir. Gambar 4.1
menunjukan tingkat pemilahan yang masih dapat diamati dengan menggunakan
lensa pembesar.

Tabel 4.1 Klasifikasi batuan sedimen klastik berdasarkan ukuran butir


(Wentworth, 1922)

Kebundaran Butir (Rounding)

Merupakan aspek bentuk butir yang menyatakan ketajaman sudut butiran.


Aspek ini mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi.

GEOLOGI LAPANGAN
4

Gambar 4.1 Pemilahan dan tingkat penamaan keseragaman butir

Gambar 4.2 Derajat Kebundaran (Powers M.C, 1953)

Kemas (fabrik)
Merupakan sifat hubungan antara butir sebagai fungsi orientasi butiran dan
packing. Secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam
sedimenasi serta keadaan porositas dan permeabilitas.

1.2 Tekstur batuan sedimen kristalin

Beberapa tekstur lain, yaitu tekstur yang terbentuk karena pertumbuhan mineral
setelah pengendapan (misalnya Oolitik) dan tekstur biogenetik, hasil pengendapan
organik karbonat (misalnya stromatolit). Tekstur dari hasil diagenesa misalnya
pressure-solution atau stylolite

1.3 Tekstur Batuan Sedimen Karbonat

GEOLOGI LAPANGAN
5

Dalam pengamatan lapangan tekstur batuan karbonat yang mampu diamati adalah
tekstur primer. Secara umum tekstur batuan karbonat terdiri dari:
▪ Butiran/ klastik : - Kerangka organik,
- Non organik
▪ Matriks
▪ Semen

Jenis butiran
Batuan karbonat sangat didukung oleh keberadaan organisme sebagai unsur
penyusun. Jenis butir batuan karbonat dapat dibagi menjadi :
 Kerangka organik
Biasanya ditunjukan oleh kerangka koral baik dalam posisi tumbuh maupun
tidak.
 Bioklastik
Terdiri dari fragmen-fragmen atau cangkang binatang yang lepas-lepas.
 Litoklastik , yang terdiri dari : Intraklastik dan Ekstraklastik
Adanya fragmen non-organik yang menunjukkan hasil rombakan dari
batugamping sebelumnya ataupun material terrigen.

Matriks (Mikrit)
Butiran yang terbentuk ditempat sedimenasi karena proses presipitasi dan
biasanya menampakkan warna yang keruh kekuningan

Semen
Hasil proses pesipitasi yang mengisi pori-pori dalam batuan karbonat, dan
biasanya menampakkan warna yang bening transparan.

1.4 Tekstur Batuan Vulkanik


Tekstur batuan vulkanik cukup rumit karena pada tipe tertentu tidak dapat
dipisahkan dengan tekstur batuan beku. Secara umum batuan vulkanik dapat
dibagi menjadi epiklastik dan piroklastik. Dari segi tekstur maupun proses yang
mengontrol batuan epiklastik menunjukkan kesamaan dengan sedimen klastik,
sehingga biasanya klasifikasi yang digunakan sama dengan yang dipakai untuk
batuan sedimen klastik.

GEOLOGI LAPANGAN
6

Berbeda halnya dengan batuan piroklastik, kesan material asalnya masih sangat
jelas. Batuan piroklastik terbagi ke dalam pyroclastic fall, pyroclastic flows,
dan pyroclastic suges. Tekstur kristal mineral masih sangat jelas dan susah
dipilah (welding)

Besar butir
Istilah pemilahan butir piroklastik juga berbeda dengan sedimen klastik lainnya.
Menurut Fisher, 1961, cenderung menggunakan istilah bomb untuk berukuran di
atas 64 mm dan lapili berukuran 2–64 mm. Jenis piroklastik jatuhan juga masih
dapat dipisahkan ukuran butirnya, tetapi secara genetik komponen penyusunnya
dapat dipisahkan menjadi pumice at au scoria dengan lithic atau kristal. Sedang
piroklastik aliran dan surge sama sekali tidak dapat dipisahkan butirnya karena
menganut tekstur welding.

Tabel 4.2 Klasifikasi butir batuan piroklastik ( Fisher, 1961 dan


Schmidt,1981 )

Bloc k and Bomb


> 64 mm
0.100

Pyroclastic
breccia 25.75

Tuff-breccia

75.25

Lapilli-tuff
Lapillistone Tuff
100.0
64-2 mm < 2 mm
Lapilli Ash

Gambar 4.3 Klasifikasi Fisher (1966) berdasarkan persentase ukuran butir

GEOLOGI LAPANGAN
7

Tabel 4.3 Klasifikasi batuan piroklastik aliran (a) dan piroklastik jatuhan (b)

(A) Pyroclastic flows and surges

Type of flow or surge Essential components Other components

Vesicular Non-vesiculer

Pumice flow and surge Pumice Crystals Accessory and


Accidental lithics

Scoria flow and surge Scoria Crystals Cognate, accessory and


Accidental lithics

Poor to moderately Cognate lithics Accidental lithics


(Nuee ardente) And crystals

(B) Pyroclastic falls

Predominant Type of fall Essential components Other components


grain size

Vesicular Non-vesiculer

> 64 mm Agglomerate Pumice or scoria Cognate and accessory


lithics
Breccia Cognate or accessory
Lithics or both
> 2 mm Pumice or scoria Cognate or accessory Crystals
Lithics or both

< 2 mm Ash deposite Pumice or scoria Crystals and/ or cognate


And/ or accessory lithics

1.5 Penamaan Batuan Sedimen

Batuan sedimen diklasifikasikan terutama berdasarkan komposisi dan besar


butirnya. Berdasarkan ukuran butirnya dapat dikatakan batupasir, batulempung
konglomerat, atau kombinasi dari sifat kedua komponen utamanya misalnya
batulempung konglometaran dan sebagainya.
Pada batupasir yang kaya akan silika, berdasarkan teksturnya dapat dibedakan
antara wack, yaitu yang mengandung lempung dan lanau di antar butirnya, dan
arenite, yang tidak atau sedikit sekali kandungan lempungnya
Penamaan batupasir juga didapat dari perbandingan komponen kwarsa, feldspar,
dan komponen batuan (lithic), misalnya batupasir litic, batupasir kwarsa, dan
sebagianya.
Sifat semennya juga dipakai sebagai kelengkapan nama batuan misalnya
batupasir gampingan atau kersikan (silika).
Penamaan batuan karbonat dapat diklasifikasi berdasarkan perbandingan butir
dan lempung karbonat, hubungan antar butir (Dunham, 1962) serta jenis kerangka

GEOLOGI LAPANGAN
8

organisme khusus untuk tipe gamping kerangka seperti yang telah di buat oleh
Embry and Klovan (1971). Sementara klasifikasi batuan karbonat yang melibatkan
unsur semen seperti klasifikasi Folk (1962) sulit digunakan di lapangan lebih cocok
untuk penamaan melalui pengamatan petrografis di laboratorium.

Tabel 4.4. Klasifikasi ukuran butir batuan karbonat menurut Folk, 1962

GEOLOGI LAPANGAN
9

Gambar 4.4. Klasifikasi Batuan karbonat berdasarkan kerangka organiknya


(Embry and Klovan 1971)

Tabel 4.5 Klasifikasi batuan sedimen karbonat (Dunham, 1962)

2. Batuan Beku

Batuan beku adalah hasil kristalisasi magma dan kehadirannya pada kerak
bumi akan mengikuti aturan kristalisasi dari suatu komposisi larutan asalnya. Oleh
karena itu komposisi dan teksturnya juga merupakan pencerminan dari sifat larutan
silikatnya.

GEOLOGI LAPANGAN
10

2.1 Tekstur Batuan Beku

Berdasarkan teksturnya, secara umum batuan beku dapat dikelompokkan menjadi;


batuan fanerik, batuan afanitik dan batuan bertekstur gelas (glassy). Dalam uraian
disini lebih ditekankan pada batuan yang dapat dikenal di lapangan (batuan
fanerik).

Batuan fanerik dengan tekstur granular terdiri dari butiran mineral atau kristal.
Tekstur ini dapat berupa porfiritik, yaitu terdiri dari butiran kristal yang lebih besar
(fenokrist/ phenocryst) pada masa yang lebih halus. Istilah kesempurnaan bentuk
kristal ditunjukkan pada tabel berikut:

Gambar 4.5 Sketsa bentuk butir (mineral) (a) euhedral (b) subhedral, dan
(c) anhedral

Tabel 4.6 Bentuk kristal/ mineral batuan beku berbutir sedang sampai
kasar

GEOLOGI LAPANGAN
11

Gambar 4.6 Beberapa contoh tekstur pada batuan fanerik A.


Ipidiomorfik granular, B. Alotriamorfik granular, C. Porfiritik.

2.1.1Petunjuk Pemerian Batuan Beku di Lapangan

1. Dari singkapan yang baik, ambilah contoh batuan yang segar yang mewakili.
Apabila pada singkapan sebagian batuan telah lapuk, perhatikanlah tekstur
dan warna pelapukan batuan tersebut. Kadang-kadang hasil lapukan batuan
tersebut dapat menunjukkan kekerasan relatif mineral pembentuk batuan dan
komposisi batuan segarnya, misalnya lapukan batuan yang banyak
mengandung ortopiroksin dan olivin dapat berwarna coklat kemerahan.
2. Amatilah bagaimana besar butir, bentuk butir serta hubungan antara butir.
Pergunakanlah loupe atau pembesar 10X sampai 20X untuk deskripsi lebih
detail dan perhatikanlah hal-hal di bawah ini :

Jika besar butir relatif homogen (Aphryc) dan teramati dengan mata telanjang atau
dengan bantuan lensa pembesar, catatlah kenampakan (bentuk kristal/mineral)
butirannya, apakah euhedral, subhedral atau anhedral dan bagaimana komposisi
mineral-mineral terang dan gelapnya. Simpulkan apakah termasuk batuan felsik,
intermedit atau mafik (lihat tabel).
Bila besar butir tidak homogen (Porphyritic) amatilah besar butirnya dan
bagaimana hubungan tekstur antar fenokris dan massa dasar.
Selanjutnya amatilah derajat homogenitas pada singkapan dan batuan serta
kehadiran laminasi, vesikular dan tekstur khas lainnya, misalnya kehadiran
fragmen batuan asing (xenolith) atau batuan samping yang terbawa intrusi atau
aliran lava.
Kombinasikanlah seluruh pengamatan anda pada singkapan ini untuk
menghasilkan nama satuan batuan dan hubungan struktur dengan batuan di

GEOLOGI LAPANGAN
12

sekitarnya. Untuk membantu menentukan komposisi mineral, terutama untuk


mineral yang utama dan sangat menyolok dapat dipakai komparator.

2.1.2 Penamaan Batuan Beku

Penamaan batuan beku didasarkan pada komposisi mineral dan teksturnya.


Penamaan batuan beku juga dapat menggunakan dasar klasifikasi yang
dikeluarkan oleh IUGS, 1973.

Gambar 4.7 Komparator untuk memperkirakan prosentase mineral gelap


(Mafik) dan terang (Felsik)

Gambar 4.13 Beberapa tesktur khusus batuan beku

Gambar 4.8 Klasifikasi Batun Beku Secara Megaskopik

GEOLOGI LAPANGAN
13

Plutonic Rocks
1. quartzolit Q + A + P = 100
M<
Atau
2. alkalin feldspar granit 90
F + A + P = 100
3. granit Q
4. granodiorit M < 90
5. tonalit 90 90
6. alkalin feldspar syenit
7. syenit 1
8. monzonit
60 60
9. monzodiorit
10. monzodiorit, 2 3 4
11. monzogabro 5
12. diorit,gabro,anorthosit 20 20
13. feldspatoid syenit 5 7 8 9
14. essexite 6 10 35 65 90 10
15. theralite A 10 50 10
16. foidit 11
12 13 14
17. ultramafic

Volcanic Rocks 60 60
1. alkaline feldspar rhyolit
2. rhyolit 15
3. dacite
4. plagiodacite
5. alkaline feldspar trachyte 16
6. trachyte F
7. latite M = 90 - 100
8. latite-andesite,mugearite
9. andesite,basalt
10. phonolite
11. tephritic phonolite
12. phonolitic tephrite
13. tephrite,basanite
14. foidite, nephelinite,
15. leucitite
16. ultramafic rocks

Gambar 4.9 Klasifikasi batuan beku menurut IUGS, 1973

Secara megaskopik kelompok batuan beku dapat dibagi atas dua kelompok besar
yaitu :
1. Golongan Fanerit

Batuan bertekstur fanerik, dapat teramati secara megaskopik (mata biasa),


berbutir sedang-kasar (lebih besar dari 1 mm).
Golongan/kelompok fanerik dapat dibagi atas beberapa jenis betuan, seperti
terlihat pada diagram segitiga 1a, 1b dan 1c.

GEOLOGI LAPANGAN
14

Dasar pembagiannya adalah kandungan MINERAL KWARSA (Q) atau


MINERAL FELDSPATOID (F), FELDSPAR ALKALI (A) serta kandungan MINERAL
PLAGIOKLAS.
Cara penentuan nama batuan dihitung dengan menganggap jumlah
ketiga mineral utama (Q + A + P) atau (F + A + P) adalah 100%.

Contoh :
Suatu batuan diketahui Q = 50%, A = 30%, P = 10% dan mineral opak =
10%. Jadi jumlah masing-masing mineral Q, A dan P yang dihitung
kembali untuk diplot di diagram adalah sebagai berikut (Gambar 4.8) :
Jumlah mineral Q + A + P =
50% + 30% + 10% = 100% - 10% (jumlah mineral opak) = 90%
Jadi mineral Q = 50/90 x 100% = 55,55%
A = 30/90 x 100% = 33,33%
P = 100% - (Q+A) = 11,12%
Bila diplot pada diagram a, hasilnya adalah :
Batuan Granit ( Granitoid )

2. Golongan Afanitik

Bertekstur afanitik, tidak dapat dideskripsikan secara megaskopik, berbutir


halus (lebih kecil dari 1 mm). Jenis batuan ini tidak dapat ditentukan persentasenya
secara megaskopik. Cara yang terbaik untuk memperkirakan komposisi
mineralnya adalah didasarkan atas warna batuan, karena warna batuan umumnya
mencerminkan proporsi kandungan mineral-mineral felsik (Feldspar berwarna
terang) dan mineral mafik (berwarna gelap). Semakin banyak mineral mafik batuan,
semakin gelap warna batuan.

GEOLOGI LAPANGAN
15

Gambar 4.10. Diagram klasifikasi batuan beku fanerit (IUGS, 1973)


a. Klasifikasi umum, b. Batuan ultramafik, gabroik dan
anortosit, c. Batuan ultramafik.
I. Granitoid, II. Syenitoid, III. Dioritoid, IV. Gabroid, V. Syenitoid
(fold), VI. Dioritoid (fold), VII. Fldolit, VIII. Anortosit, IX. Peridotit, X.
Piroxenit, XI. Hornblendit,
II-IV qualifier fold = bearing, bila fold hadir, IX-XI. Batuan ultramafik.

Apabila batuan mempunyai tekstur porfiritik, dimana fenokris masih dapat terlihat,
sehingga dapat ditentukan jenisnya. Dengan menghitung prosentase mineral
fenokris, serta didasarkan pada warna batuan atau massa dasarnya, maka dapat
diperkirakan prosentase masing-masing mineral Q/F, A, P ; maka nama batuan
dapat ditentukan.

GEOLOGI LAPANGAN
16

Gambar 4.11. Diagram klasifikasi batuan beku fanerit


Q-kwarsa, A. Feldspar Alkali (termasuk ortoklas, sanidin, pertit dan
anortoklas, P-plagioklas, F-feldspatoid, Mel-melilit, Ol-olivin, Px-piroksin,
M-mineral mafik

3. Batuan Metamorf

3.1 Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur batuan metamorf merupakan hasil pertumbuhan di dalam fasa padat,


seringkali sejalan dengan proses deformasi. Hal ini yang menyebabkan
pencerminan tekstur atau bentuk kristal akan mudah menjadikan petunjuk jenis
batuannya.

Tabel 4.7 Beberapa bentuk mineral karakteristik

Staurolit, Silimanit, Rutil, Klhororit,


Bentuk kristal Ilemenit, Turmalin, Pirit, Lowsonit
Euhedral Andalusit, Garnet, Sphene, Epidot,
Zoisit, Magnetit, Spinel, Ankerit,
Idokras
Mika dan Khlorit (bentuk memipih),
Bentuk kristal Amfibol dan Piroksin (prismatik),
Subhedral Wollastonit, Dolomit dan Apatit
Bentuk kristal Kuarsa, Felspars, Kalsit, Aragonit,
Anhedral Olivin, Kordierit, Scapolit, Humites

GEOLOGI LAPANGAN
17

Jenis tektur batuan metamorf ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 4.12. Beberapa tesktur batuan metamorfik


A. Granoblastik (butir tak teratur), C. Schistose, D. Schistose dengan granoblastik
lentikuler, E. Filitik, G. Milonitik, H. Milonitik, I. Granoblastik dalam milonit.

3.2 Penamaan Batuan Metamorfik

Untuk penamaan Batuan Metamorf haruslah memperhatikan kenampakan ciri fisik,


kemudian komposisi atau kandungan mineralnya. Adapun jenis-jenis batuan
metamorfik utama dapat dilihat pada klasifikasi batuan metamorf pada tabel 4.8.

GEOLOGI LAPANGAN
18

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL VI

PENGENALAN GEOMORFOLOGI

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan

Sasaran pembelajaran modul ini adalah untuk mengetahui pengertian


geomorfologi, aspek-aspek geomorfologi, mengetahui tata cara pemetaan
geomorfologi, mengetahui interpretasi geomorfologi dari peta topografi dan peta
citra serta mengetahui hubungan antara geomorfologi dengan kondisi litologi dan
struktur geologi yang berkembang pada suatu daerah..

B. Materi Pembelajaran

1. Pengertian
Geomorfologi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari geologi,dimana ilmu ini
mempelajari bentang alam (landscape); bagaimana bentang alam itu terbentuk
secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen : aktivitas
tektonik/struktur geologi), dan bagaimana bentang alam tersebut dipengaruhi oleh
pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti iklim, sungai dan lainnya yang bersifat
destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat tertentu (landform).
Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi,
ketidakselarasan, termasuk di dalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat
konstruksional, dan proses yang bersifat destruksional (pelapukan, longsoran kerja
air, angin, gelombang, pelarutan, dll), sudah diakui oleh para ahli geologi dan
geomorfologi sebagai dua buah parameter yang sangat penting dalam
pembentukan rupa bumi. Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan
tahapan proses geologi merupakan faktor yang cukup penting.
Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset geomorfologi
terutama ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja, dengan menganalisa
bentang alam dan bentuk-bentuk alam yang mengarah pada kecurigaan pada
unsur-unsur struktur geologi tertentu atau jenis-jenis batuan, seperti pembelokan
atau kelurusan sungai, bukit-bukit dan bentuk-bentuk alam lainnya. Tetapi dalam 4
dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan pada studi tentang
proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap dipakai
dan diperlukan.
Selain itu pembangunan fisik memerlukan informasi mengenai geomorfologi yang
menyangkut antara lain :

GEOLOGI LAPANGAN
3

a. Geometri bentuk muka bumi


b. Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta
besaran-besarannya, dan antisipasi terhadap perubahan bentuk muka bumi
di waktu yang akan datang; prubahan bentuk muka bumi dalam skala detail
dapat mempengaruhi pembangunan.

Dengan berkembangnya teknologi penginderaan jauh, seperti foto udara, citra


landsat, SPOT, radar dan lainnya, maka geomorfologi semakin menarik untuk
diteliti, baik karena lebih mudahkan interpretasi geologi maupun lebih jelas dan
aktualnya data mengenai proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi
yang diamati. Pengamatan terhadap gejala struktur, batuan serta prosesnya,
adalah sangat penting dalam menganalisa bentang alam, baik dengan cara
menganalisa melalui peta topografi, foto udara dan citra, maupun di laboratoirum
terhadap alat bantu yang berupa peta topografi, foto udara, citra satelit, citra radar
akan membuat pembuatan peta geomorfologi menjadi cepat dan menarik.
Pembuatan peta geomorfologi tidak dapat lepas dari skala peta yangf digunakan.
Pembuatan satuan geomorfologi selain berdasarkan bentuk, proses maupun
tahapan sangat tergantung pada skala peta yang digunakan. Makin besar skala
peta, makin banyak satuan yang dapat dibuat.

2. Pemetaan Geomorfologi

Peta geomorfologi pada hakekatnya memberi informasi secara visual mengenai


bentuk, geometri serta proses-proses yang telah maupun sedang terjadi, baik
proses endogenik maupun eksogenik. Ada sedikit perbedaan penekanan antara
informasi geomorfologi untuk sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.
a. Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi
mengenai geometri dan bentuk muka bumi seperti tinggi, luas, kemiringan
lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya.
b. Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih banyak memberi
informasi mengenai proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran
dari proses seperti :
▪ Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimenasi, longsoran, pelarutan, dsb)
▪ Besaran dari proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa
intensitasnya, dan sebagainya.

GEOLOGI LAPANGAN
4

Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta


geomorfologi yang disajikan harus menunjang hal-hal tersebut di atas, demikian
pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta diutamakan yang menunjang
kondisi parametris (yang dapat diukur) serta proses-proses eksogen yang berjalan
pada masa kini dan yang akan datang.

2.1. Skala Peta dan Peta Geomorfologi

Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta geomorfologi.


Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang dibuat
berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta yang
digunakan.
Di Indonesia, peta topografi yang umum tersedia adalah dengan skala 1:1.000.000,
1:500.000, 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000 dan beberapa daerah (terutama Jawa)
telah terpetakan dengan skala 1:25.000 untuk kepentingan-kepentingan khusus.
Sering dibuat peta berskala besar dengan pembesaran dari peta yang sudah ada,
atau dibuat sendiri untuk keperluan teknis, antara lain peta 1:10.000, 1:5.000, dan
skala – skala yang lebih besar lagi. Untuk penelitian, sesuai dengan RUTR,
dianjurkan menggunakan peta 1:250.000, 1:100.000 untuk regional upraisal,
1:50.000 - 1:25.000 untuk survey dan 1:10.000 dan yang lebih besar untuk
investigasi. Untuk mudahnya penggunaan peta-peta tersebut dapat kita lihat pada
tabel 5.1.

Tabel 5.1 Skala peta, sifat dan tahap pemetaan, serta proses dan unsur
dominan
Sifat Tahap Proses dan unsur geologi
Skala
pemetaan pemetaan yang dominan
<1:250.000 Klimat,Geoteknik,Geofisik
<1:250.000 Global Regional
Tektonik,
1:100.000 Regional
Formasi (batuan utama)
Struktur jenis batuan/
1:50.000 Lokal Survey
satuan batuan
Batuan, struktur, pengulang
1:25.000 Lokal dan bentuk/relief, proses
eksogen
Batuan, proses eksogen,
1:10.000 Detail Investigasi sebagai unsur utama,
bentuk akibat proses
Sangat Proses eksogen, dan hasil
>1:10.000
detail proses

GEOLOGI LAPANGAN
5

Dari skala peta yang digunakan akhirnya dapat kita buat satuan peta geomorfologi,
sebagai contoh pada Tabel 5.2.

3. Interpretasi Untuk Geomorfologi

Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder,


berupa peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta
pengamatan langsung di lapangan.

Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan


satuan dan batas satuan geomorfologinya. Beberapa jenis interpretasi akan
diuraikan seperti berikut.

Tabel 5.2 Contoh skala peta dan satuan geomorfologi

Skala Contoh satuan geomorfologi


Zona fisiografi : geoantiklin Jawa, Pegunungan
1:250.000
Rocky, Zone patahan Semangko
Sub fisiografi : Komplek Dieng, Perbukitan kapur
1:100.000
selatan, Plateau Rongga
Perbukitan karst Gn. Sewu, perbukitan lipatan
1:50.000 karangsambung, Delta Citarum, Dataran Tingi
Bandung, dan lain-lain.
Lembah antiklin Welaran, Hogback Brujul –
1:25.000 Waturondo, Bukit sinklin Paras, Kawah Upas, dan
lain-lain.
Lensa gamping Jatibungkus, Sumbat lava Gn.
1:10.000
Merapi, longsoran Cikorea
Aliran lumpur di …., rayapan di km….. Erosi alur di
>1:10.000
…. dan sebagainya

4. Interpretasi Peta Topografi

Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang
digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia
umumnya mempunyai skala 1:25.000 atau 1:50.000 (atau lebih kecil). Acapkali
skala yang lebih besar, seperti skala 1:25.000, atau 1:12.500 merupakan
pembesaran dari skala 1:50.000, dengan demikian, relief bumi yang seharusnya
muncul pada skala 1:25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja
dengan peta skala 1:50.000. Dengan demikian, sasaran atau objek interpretasi
akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan.

GEOLOGI LAPANGAN
6

Tabel 5.3. Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap sasaran/
objek geomorfologi
Skala
1 : 2.500 1 : 10.000
Objek Geomorfologi s/d s/d < 1:
1: 1: 30.000
10.000 30.000
Regional/ lanskap/
bentang alam (contoh: Baik
jajaran pegunungan, Buruk Baik -Sangat
perbukitan lipatan, dan Baik
lainnya)
Lokal/ bentuk alam darat
Baik -
(contoh: korok, gorong Baik Sedang –
Sangat
apsir, cuesta dan -Sedang Buruk
Baik
lainnya)
Detail/ proses geomorfik
Sangat Sangat
(contoh: longsoran kecil, Buruk
Baik Buruk
erosi parit dan lainnya)

Walau demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk


menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada
daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup
efektif adalah :
1. Menarik semua pola kontur yang menunjukkan adanya lineament/
kelurusan.
2. Mempertegas (dengan mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta.
3. Mengelompokkan pola kerapatan kontur sejenis.

Pada cara 1, penarikan bisa dengan garis panjang, bisa juga terpatah-patah dalam
bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan
garis-garis pendek selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend
dengan arah yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini.

Pada cara 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (di satu peta
mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai bisa
mencerminkan keadaan struktur yang mempengaruhi daerah ini.

GEOLOGI LAPANGAN
7

Pada cara 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif


yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara
kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng
adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang
lerengnya itu sendiri.

Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery
(1972) untuk keperluan lingkungan Binan, Desaunettes (1977) untuk
pengembangan pertanian, ITC (1986) yang bersifat lebih umum dan
melihat proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu (tabel 5.4)

Tabel 5.4 Hubungan antara persentase sudut lereng dan beda tinggi dalam
klasifikasi relief (van Zuidam, 1983).

KLASIFIKASI BEDA
RELIEF S TINGGI (M)
Datar atau Hampir datar 0-2 u <5
Bergelombang / Miring landai 3-7 d 5 - 50
u
Bergelombang / Miring 8 - 13 t 25 - 75
Berbukit bergelombang / Miring 14 - 20 L 50 - 200
Berbukit tersayat tajam / Terjal 21 - 55 e 200 - 500
r
Pegunungan tersayat 56 - 140
e 500 - 1000
tajam/Sangat terjal
Pegunungan / Sangat curam > 140 n > 1000
g

Tabel 5.5 Klasifikasi ITC, 1986 (


%
Satuan Warna/ Simbol )
Struktural Ungu
Vulkanik Merah
Denudasional Coklat
Marine Hijau
Fluvial Biru tua
Glasial Biru muda
Kras Oranye
Eolian Kuning

GEOLOGI LAPANGAN
8

5. Interpretasi Batuan

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati
adalah pola kontur dan aliran sungai.
▪ Pola kontur rapat menunjukkan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukkan batuan lunak atau lepas.
▪ Pola kontur yang menutup (melingkar) di antara pola kontur lainnya
menunjukkan lebih keras dari batuan di sekitarnya.
▪ Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan
keras
▪ Kerapatan sungai yang besar, menunjukkan bahwa sungai-sungai itu berada
pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak).
▪ Kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai
yang berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran
sungai-sungai itu sendiri).

Tabel 5.6 Kelas lereng dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah
yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara
umum (disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)

Kelas Sifat-sifat peoses dan kondisi


Warna
Lereng alamiah
00 - 2 0 Datar hingga hampir datar, tidak
Hijau
(0–2%) ada proses denudasi yang berarti
Agak miring, gerakan tanah
0 0
2 - 4 kecepatan rendah, erosi lembar Hijau
( 2 – 7 % ) dan erosi alur (sheet and rill Muda
erosion). Rawan erosi.
40 - 8 0 Miring, sama dengan diatas, tetapi
Kuning
( 7 – 15 % ) dengan besaran yang lebih tinggi
80 - 160 Agak curam, banyak terjadi
( 15 – gerakan tanah dan erosi, terutama Jingga
30 % ) longsoran yang bersifat mendatar
0 0
16 - 35 Curam, proses denudasional
Merah
( 30 – intensif, erosi dan gerakan tanah
Muda
70 % ) sering terjadi
Sangat curam, batuan umumnya
0 0
35 - 55 mulai tersingkap, proses
(70 – denudasional sangat intensif, Merah
140% ) sudah mulai menghasilkan bahan
rombakan
Curam sekali, batuan tersingkap,
> 550
proses denudasional sangat kuat Ungu
( > 140 % )
dan rawan jatuhan batu, tanaman

GEOLOGI LAPANGAN
9

jarang tumbuh (terbatas)

6. Interpretasi Struktur Geologi

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah
pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau
pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai,
bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
 Sesar, umumnya ditunjukkan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus,
kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan
perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai paralel atau rektangular.
 Perlipatan, umumnya ditunjukkan oleh pola aliran sungai trellis atau paralel, dan
adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat di bagian depan
dan merenggang makin ke arah belakang.
 Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, maka
sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope
seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan
perlapisannya.
 Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan
kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
 Intrusi umumnya dicirikan oleh pola kontur melingkar dan rapat, sungai-sungai
mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau angular.
 Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang
dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
 Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai
kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba
oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
 Daerah melange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur yang melingkar
berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relatif luas, terdapat beberapa
pergeseran bentuk-bentuk topografi kemungkinan juga terdapat beberapa
kelurusan dengan pola aliran sungai rektangular atau concorted.

GEOLOGI LAPANGAN
10

 Daerah slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dan


penyebarannya yang tidak menunjukkan pola pelurusan tetapi lebih berkesan
“acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukkan kelurusan yang
menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
 Gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut atau pola aliran radial, serta
kawah pada puncaknya untuk gunungapi muda; sementara untuk gunungapi tua
dan sudah tidak aktif dicirikan oleh pola aliran angular serta pola kontur melingkar
rapat atau memanjang yang menunjukkan adanya jenjang volkanik atau
korok-korok.
 Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran yang
luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur
yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibasinal. Pola
karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada
kaki gunungapi. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan
penyebaran cukup luas tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola
melingkar dengan lainnya dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi
banyak.

7. Interpretasi Foto Udara/Citra Inderaja

Pada prinsipnya interpretasi foto udara atau citra mempunyai prosedur yang sama
dengan yang dilakukan pada peta topografi, yaitu menarik setiap liniament yang
ada, identifikasi sungai-sungai, mengelompokkan suatu daerah yang mempunyai
karakter foto/citra yang sama.

Stone, yang pertama mempelajari interpretasi foto secara sistematik dan


metodologi memperkenalkan empat aturan prosedur umum interpretasi, yaitu :
1. Harus bertahap
2. Harus mulai dari yang umum, kemudian baru kepada yang bersifat khusus.
3. Harus mulai dari hal-hal yang mudah diketahui, baru pada hal-hal yang tidak
diketahui atau sulit diinterpretasikan.
4. Foto harus dianalisa berdasarkan kualitas foto itu sendiri.

Stone pada aturan-1 memperkenalkan 8 tahap interpretasi foto secara umum,


tetapi ITC memperkenalkan 5 tahap interpretasi geomorfologi, yaitu :

GEOLOGI LAPANGAN
11

1. Identifikasi aliran-aliran sungai, termasuk di dalamnya pola aliran sungai,


arah aliran, bekas-bekas aliran sungai danau dan lainnya. Pola aliran sungai
merupakan dasar bagi orientasi umum dan studi detail terhadap litologi, struktur
geologi, bentuk alam darat, jenis tanah, jenis vegetasi dan situasi hidrologi.
2. Identifikasi relief dan morfologi, termasuk didalamnya ketinggian, garis
pemisah air, kecuraman, panjang lereng, lekuk lereng, bentuk lereng, dll.
3. Analisa vegetasi dan tata guna lahan, secara tidak langsung berguna untuk
mengklasifikasikan terrain dari litologi, dengan melihat jenis vegetasi ada atau
tidak adanya tumbuhan, kerapatan tumbuhan, pola dan lainnya.
4. Analisa litologi dan struktur geologi, yaitu dengan memanfaatkan informasi
yang telah didapat pada tahap 1, 2, dab 3 serta interpretasi dip-slopes,
kelurusan, intrusi, basal volkanik dan lain-lain.
5. Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan geomorfologi,
berdasarkan pada bentuk alam darat litologi, struktur, dan proses.

Perbedaan foto udara/citra dari peta topografi tentu terletak pada kualitas dan
kejelasan “feature” alam yang diamati. Kelurusan akan tampak lebih jelas dan lebih
detail bahkan pada daerah yang kelihatan “mulus” pada peta topografi. Begitu pula
sungai, tampak jelas, mana yang berair mana yang bukan lembah kering. Selain itu
pola kontur pada peta topografi akan tampak lebih bervariasi dan lebih detail pada
foto udara atau citra, yang selain akan berupa variasi litologi juga berupa tutupan
vegetasi, lingkungan binaan manusia, dll.

Dalam interpretasi foto udara dan atau citra (dalam bentuk cetakan/ paper print)
dalam hal yang paling penting adalah mengamati karakter-karakter fotografi yang
muncul pada hasil cetakan yaitu warna (pada citra warna), rona/tone (pada citra
pankromatik), pola, tekstur, bentuk, ukuran, bayangan dan situasi geografi.
 Warna adalah warna yang tercetak pada citra, yang umumnya berupa warna
palsu (false color composite); misalnya daerah hutan yang seharusnya
berwarna hijau pada citra warna akan tampak berwarna merah atau lainnya
(tergantung pada band gelombang yang dipilih).
 Rona adalah nuansa hitam-ke-putih pada foto atau citra pankromatik
(hitam-putih). Cetakan foto/citra yang berbeda kemungkinan dapat juga
memberikan warna atau rona yang berbeda walau pada obyek yang sama.

GEOLOGI LAPANGAN
12

Tetapi umumnya beberapa fenomena akan ditunjukkan oleh warna atau rona
yang berbeda misalnya hutan berona abu-abu gelap, air berona hitam,
alang-alang berona abu-abu, endapan pasir lepas tanpa vegetasi berona putih,
batulempung berona abu-abu gelap, batugamping berona putih sampai
abu-abu terang.
 Pola adalah susunan ruang beberapa obyek alam dalam urutan dan susunan
tertentu misalnya pola belang-belang, selang-seling antara punggungan pasir di
pantai dengan rawa belakang, pola perkebunan karet yang lurus dan teratur,
pola aliran sungai, pola lingkungan binaan manusia dan sebagainya.
 Tekstur, adalah kekasaran suatu obyek pada hasil cetakan. Misalnya pada
daerah padang rumput akan tampak halus dibandingkan dengan hutan
heterogen atau daerah batulempung akan tampak lebih halus dibandingkan
dengan daerah endapan vulkanik, walaupun mungkin mempunyai rona yang
sama.
 Bentuk adalah ekspresi topografi yang teramati dalam bentuk dua dimensi,
misalnya kerucut gunungapi, kubah, punggungan, meander, dsb.
 Ukuran adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga dimensional.
Secara praktis dapat diperkirakan dengan membandingkan antara objek yang
telah dikenal; atau dengan membandingkan terhadap peta topografi daerah
yang sama (jika tersedia).
 Bayangan adalah bagian yang gelap dari objek karena arah datang sinar
terhalangi oleh obyek lain. Bayangan kadangkala menjadi faktor yang membuat
sulit interpretasi (misalnya tertutup bayangan awan) tetapi bayangan, terutama
bayangan obyek itu sendiri, justru sangat berguna untuk menolong kita
mendapatkan gambaran tiga dimensional, walau tanpa stereoskop. Dalam
geologi, bayangan ini cukup penting, terutama pada saat kita bekerja di daerah
perlipatan yang memerlukan kesan perlapisan melalui interpretasi
“dip-slopes” .Dengan adanya bayangan, kesan perlapisan akan tampak
menonjol.
 Situasi geografi adalah tempat dan posisi daerah pada peta yang bergunan
untuk mengetahui orientasi mata angin.

Untuk mempermudah pembuatan peta Geomorfologi, disertakan simbol-simbol


yang umum dipakai dalam pembuatan peta tersebut.

GEOLOGI LAPANGAN
13

C. Latihan

1. Sebut dan jelaskan kegunaan interpretasi geomorfologi dalam kegiatan


pemetaan geologi
2. Gambarkan klasifikasi satuan morfologi berdasarkan ITC

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL VII

PENDAHULUAN

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan
Sasaran belajar dari modul ini adalah untuk mengetahui pengertian singkapan
sebagai objek penelitian dan pemetaan geologi, mengetahui tata cara penentuan
lokasi pengamatan dilapangan serta mengetahui tata cara pengukuran
unsur-unsur dalam singkapan dilapangan.

B. Materi Pendahuluan
Singkapan (outcrop) adalah bagian dari tubuh batuan yang masih belum
mengalami ubahan (pelapukan dan proses eksogen lainnya) yang tersingkap
dipermukaan yang dapat dipelajari di tempatnya. Pengamatan terhadap suatu
singkapan merupakan hal yang sangat fundamental di dalam kegiatan geologi
lapangan dan mempunyai sasaran yang cukup luas di dalam lingkungan pekerjaan
geologi. Pembuatan penampang-penampang geologi, peta geologi dan sampai
pada tahap akhir sebagai laporan geologi yang lengkap, kesemuanya berdasar
pada hasil pengamatan dari berbagai singkapan.

Kegiatan pengamatan akan meliputi dari melihat keadaan wilayah, mencari dan
mengumpulkan lokasi, lokasi penting singkapan, melakukan pengamatan pada
singkapan dan deskripsi dengan seksama, kemudian merekam apa yang diamati
ke dalam buku catatan lapangan secara lengkap, sistematis dan informatif.

7.1 Menentukan Lokasi Pengamatan


Sebelum melakukan pengamatan secara seksama pada suatu singkapan, seorang
ahli geologi akan selalu melihat situasi, keadaan wilayah dan harus mengetahui
posisi di mana dia berada. Ketepatan penentuan lokasi akan mempengaruhi nilai
tentang apa yang akan dan telah didapatkan dari hasil pengamatan terhadap suatu
singkapan. Hal ini juga akan mempengaruhi nilai peta atau
penampang-penampang yang dihasilkan dari rangkaian pengamatan dari banyak
lokasi, apabila seseorang sedang melakukan pemetaan.

Pada umumnya, sepanjang kegiatan pengamatan digunakan peta topografi atau


foto udara untuk membantu menentukan lokasi secara tepat. Di samping itu,
pengamatan terhadap obyek geografi, penentuan arah dengan kompas juga
diterapkan. Dalam keadaan tertentu, misalnya untuk pengamatan yang terinci atau

GEOLOGI LAPANGAN
3

skala besar, dituntut suatu ketelitian yang maksimal, sehingga diperlukan tumpuan
untuk membidikkan kompas, yaitu dengan menggunakan tripod, bahkan bila
diperlukan dapat digunakan alat ukur seperti theodolith, atau pemetaan dengan
plane table.
Di dalam pelaksanaannya, pertimbangan untuk menggunakan metode tertentu
akan tergantung banyak hal, misalnya tujuan dan sifat penyelidikan, serta sarana
peta yang ada, keadaan medan dan sebagainya. Dalam hal ini, akan selalu dipilih
cara yang paling tepat, efisien dan cepat.
Dari segi praktisnya, penggunaan peta topografi, foto udara dan kompas masih
dianggap efesien dan cepat. Hal ini tentu akan tergantung pada akurasi peta yang
ada dan kondisi medan. Berikut ini beberapa pedoman yang dapat
dilakukan untuk membentu menentukan lokasi secara tepat yaitu :
1. Melihat dan mengamati keadaan atau bentuk bentangalam di sekitar titik
pengamatan dan disesuaikan dengan peta, misalnya: kelokan sungai, bukit
yang menonjol, pertemuan dua sungai, jalan dan sebagainya.
2. Apabila ketinggian tempat kita berada dapat diketahui misalnya dengan
altimeter, arah yang didapatkan dari suatu obyek pasti dapat membantu untuk
menentukan lokasi yaitu dengan memotongkan garis tersebut dengan garis
Kontur pada ketinggian yang diketahui.
3. Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan hutannya yang lebat, seringkali
dengan cara-cara orientasi arah sulit untuk diterapkan. Untuk itu, bisa
diterapkan penentuan posisi dengan menggunakan tali dan kompas, yang
dimulai dari titik yang mudah dikenali dalam peta topografi, misalnya : muara
sungai, puncak bukit, belokan sungai besar, dan lain-lain. Cara ini juga biasa
dilakukan untuk daerah-daerah dimana peta dasar belum ada yang berskala
besar.

7.2 Mengukur Kedudukan Unsur Struktur


Kedudukan unsur struktur geologi dinyatakan dalam besaran arah/azimuth dan
kecondongan (sudut). Secara geometri dikenal dua jenis unsur struktur, yaitu
struktur bidang (planar) dan struktur garis (linear).

GEOLOGI LAPANGAN
4

7.2.1Struktur Bidang (planar)


Pada dasarnya komponen yang diukur adalah arah jurus (strike), besar kemiringan
(dip), dan perlu dinyatakan ke arah mana kemiringan tersebut. Beberapa unsur
struktur yang termasuk struktur bidang diantaranya adalah bidang perlapisan,
kekar, sesar, foliasi dan sejenisnya. Kedudukan umumnya dinyatakan dengan
jurus dan kemiringan, akan tetapi ada sebagian orang yang menyatakannya
dengan kemiringan dan arah kemiringan. Dalam hal ini, cara menyatakan
kemiringan dan arah kemiringan dapat dilihat dari segi praktisnya, akan tetapi
dengan segi kekuranannya tidak menyatakan arah jurus, yang seringkali
diperlukan untuk mendapatkan gambaran penyebaran lateral batuan.
Cara Mengukur Jurus dan Kemiringan
Untuk mengukur jurus dan kemiringan dengan kompas dapat diikuti prosedur :
1. Buka cermin kompas sehingga membentuk sudut tumpul dengan dasarnya.
2. Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W pada bidang yang
akan diukur.
3. Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horizontal dengan bantuan
bull’s eyes (mata lembu). Tetapi harus dijaga agar sisi kompas tetap
menempel pada bidang yang diukur. Bila bidangnya tidak rata, lakukanlah itu
dengan bantuan clipboard atau sejenisnya.
4. Baca jarum utara dan segera catat agar tidak lupa (pengunci jarum pada
kompas dapat digunakan agar bila kompas diangkat jarum tidak
akan bergerak). Angka yang anda baca adalah jurus bidang yang diukur.
5. Tandailah garis potong antara bidang yang diukur dengan bidang datar
kompas/ bidang horizontal (>> Jurus).
6. Ubahlah posisi kompas, tegak pada sisi samping kompas dan tegak lurus
terhadap jurus (no. 5)
7. Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah.
Kemudian bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat
diangkat). Hasil yang diperoleh adalah besarnya kemiringan (dip).
8. Untuk mengetahui arah kemiringan letekkan sisi belakang kompas (tanda S)
sedemikian sehingga posisinya menjadi seperti dalam gambar 7.1c . Aturlah
posisinya menjadi horizontal dan bacalah arah (kuadran) yang ditunjukkan
jarum Utara. Hasil pembacaan adalah arah kemiringan. Misalnya : N, NE, E, SE,
S, SW, W, dan NW.

GEOLOGI LAPANGAN
5

Cara Pembacaan
cara pembacaan kedudukan struktur bidang dan dicatat sebagai berikut :
N 450 E/ 200 SE, artinya jurus bidang adalah Timur Laut dan kemiringan 200
ke arah Tenggara. Bidang N 450 E /200 SE dapat pula dibaca dan dicatat
sebagai N 2250 W /200 SE.

Angka yang pertama diperoleh karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda E
sedang angka yang kedua ditempel adalah sisi yang bertanda W.
Untuk kompas yang berskala kuadran, prosedur yang dilakukan, hanya
pembecaan arah akan ditunjukkan dengan N-E atau N-W. Dianjurkan agar selalu
membaca angka yang ditunjukkan pada arah belahan Utara kompas (atau bagian
dengan tanda M). Dengan demikian kita akan mempunyai bacaan-bacaan sebagai
berikut N-E atau N-W (tidak akan terjadi S-E atau S-W).
Contoh : N 30 E/ 150 NW N 400 W/ 200 NW
0
N 400 W/ 250 SW
Untuk mendapatkan pembacaan kemiringan dan arah kemiringan sebagai ganti
jurus dan kemiringan, prosedur pembacaan jurus tidak perlu dilakukan. Pada saat
membaca arah kemiringan (butir h), pengaturan horizontal hendaknya dengan
seksama (dengan bantuan bull’s eye), dan besarnya derajat yang ditentukan oleh
jarum Utara dan arah (kuadran) harus dibaca.
Umumnya hasil pembacaan akan dinyatakan sebagai kemiringan dan arah
kemiringan. Contoh : N 200 , N 450 E, artinya bidang itu miring 200 ke arah Timur
Laut.

Gambar 7.1 Cara pengukuran jurus dan kemiringan lapisan.

GEOLOGI LAPANGAN
6

7.2.2 Struktur Garis (linear) Arah Penunjaman

Struktur garis yang dimaksud diantaranya adalah sumbu lipatan, lineasi


mineral, gores garis (striation) pada cermin sesar dan lainnya. Kedudukannya
dinyatakan dengan arah (bearing/trend) dan besarnya penunjaman (plunge). Satu
komponen yang lain yaitu ‘pitch’, adalah besaran sudut yang dibentuk oleh struktur
garis terhadap jurus bidang dimana struktur tersebut terletak dan diukur pada
bidang tersebut. Pada dasarnya pengukuran komponen arah dan kecondongan
sama seperti yang telah dibahas pada 7.2.1.

Gambar 7.2 Cara Pengukuran Arah dan Penunjaman Lineasi (struktur


garis)

Cara mengukur arah, dapat dilakukan dengan meletakkan langsung kompas itu
pada struktur yang diukur, atau sambil berdiri seperti pada (gambar 7.2a).
Letakkan atau arahkan kompas dalam posisi horizontal sedemikian rupa sehingga
salah satu sisinya berimpit dengan lineasi yang diukur dan ‘sighting arm’ sejajar
dengan arah garis pada cermin, kemudian baca Jarum Utara.
Plunge adalah besaran sudut penunjaman garis yang dibentuk oleh struktur garis
tersebut dengan bidang horizontal diukur pada bidang vertikal yang melalui garis
tersebut (Gambar 7.2b).
Cara menentukan besarnya penunjaman atau plunge adalah dengan membaca
klinometer seperti pada gambar 7.2c, akan tetapi harus dianggap bahwa garis
tersebut berdiri sendiri, dengan kata lain yang diukur bukan kemiringan bidang
(tempat dimana garis itu terletak) dalam hal ini kedudukan kompas pada saat
pengukuran adalah vertikal.

GEOLOGI LAPANGAN
7

Mencantumkan Hasil Pengukuran Pada Peta atau Catatan


Hasil pengukuran unsure struktur, selain dinyatakan sebagai hasil pembacaan,
juga digambarkan (plot) sebagai simbol pada peta atau catatan dengan
membubuhkan besaran derajat.

Gambar 7.3 Cara memplot hasil pengukuran pada peta

7.3. Pengamatan atau Observasi pada suatu Singkapan

Singkapan atau outcrop adalah bagian dari batuan dasar yang masih asli dan
belum mengalami ubahan karena pelapukan. Oleh karena itu, singkapan biasanya
terbatas dan tidak menerus. Untuk itu diperoleh prinsip-prinsip geologi untuk dapat
menghubungkan singkapan yang satu dengan singkapan yang lainnya, sehingga
akhirnya menghasilkan suatu gambaran yang lengkap dan menyeluruh tentang
keadaan geologi daerah tersebut.
Di daerah tropis seperti di Indonesia, singkapan relatif jarang karena tertutupi oleh
tanah pelapukan yang tebal, hutan tropis yang lebat, tanah garapan (sawah, kebun,
dan sebagainya). Dengan demikian, agar suatu kegiatan pengamatan geologi
dapat tercapai dengan hasil yang optimal, maka perlu dipertimbangkan tentang
dimana saja suatu singkapan pada umumnya dapat dijumpai untuk kemudian
dapat dilakukan pengamatan.

Salah satu gejala yang dapat di lihat di alam bahwa batuan tersingkap oleh proses
pengikisan. Karena itu tempet-tempat di atas muka bumi di mana
singkapan-singkapan terutama dapat ditemukan adalah ;

GEOLOGI LAPANGAN
8

a. Di sungai (terutama di kelokannya, dimana pengikisan cukup intensif).


b. Pada puncak-puncak bukit.
c. Dapat juga di tempat-tempat dimana terjadi kegiatan oleh manusia, seperti :
pembuatan bagunan-bangunan teknik sipil seperti jalan, jalan kereta api,
bendungan dan sebagainya, penggalian baik itu untuk sumur, bahan galian
atau bahkan untuk berkebun.

Karena sifatnya yang tidak menerus dan jarang atau sukar dijumpai, maka sekali
kita mendapatkan singkapan, pengamatan terhadapnya hendaknya dilakukan
seteliti mungkin sehingga setiap gejala yang teramati harus dapat dimamfaatkan.
Dengan keterangan yang lengkap dan dilandasi oleh konsep-konsep geologi yang
berlaku, dengan sendirinya akan mempermudah menafsirkan hubungan geologi
antara satu singkapan dengan yang lainnya, sehingga sasaran pengamatan itu
dapat tercapai.
Sikap yang perlu ditempuh dalam melakukan pengamatan singkapan :
a. Jelajahi daerah sekitar singkapan, kemudian pilih bagian yang paling baik,
paling segar kondisi singkapannya.
b. Karena untuk melakukan pengamatan diperlukan perhatian yang penuh, maka
hal-hal yang dapat mengganggu sebaiknya diletakkan dulu (ransel yang berat,
dan sebagainya).
c. Mulailah dengan mengetahui jenis singkapan (batuan beku, sedimen, atau
malihan) kemudian mengarah pada segi-segi yang detail dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan bagaimana dan kapan terbentuknya.
d. Melakukan pengukuran-pengukuran yang perlu dan mendeskripsi batuan
dengan lebih seksama (>> lihat bagan Check-List pada lampiran 19-24).

7.3.1 Deskripsi

Setelah batuan dapat dikenali secara umum, mulailah melakukan pemerian lebih
terinci pada jenis batuan yang ada. Beberapa hal yang utama harus diperhatikan
adalah :
1. Untuk batuan sedimen, mengukur jurus dan kemiringan lapisan, arah arus
purba bila. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui arah sedimenasi batuan
tersebut, mengukur ketebalan masing-masing lapisan untuk mengetahui urutan
vertikal dan lain-lainnya.

GEOLOGI LAPANGAN
9

2. Untuk batuan beku, penyebaran batuan ‘outcrops’ adalah penting untuk


memperkirakan bentuk batuan beku dan macamnya (ekstrusif atau intrusif)
mengetahui batas kontak dengan batuan di sekitarnya, bukti-bukti kontak (kalau
ada), pengukuran struktur khusus pada batuan beku seperti struktur bantal,
struktur aliran, perlapisan semu dan juga unsur-unsur struktur geologi (kalau
ada) misalnya kekar-kekar.
3. Untuk batuan malihan (metamorf), perhatikan adanya foliasi, liniasi dan lakukan
pengukuran pada gejala tersebut.
Lakukan pengamatan dengan tenang, tanpa tergesa-gesa, karena ini dapat
menimbulkan adanya bagian-bagian yang terlewatkan.
Bila diperlukan, ambil conto batuan, buat foto, sketsa dan tentukan lokasi dimana
pengamatan itu dilakukan, kemudian mencantumkan di dalam peta (hal ini
dilakukan pada tahap awal sebelum memulai dengan pengamatan).

7.3.2 Membuat Sketsa dan Foto Singkapan


Sketsa adalah salah satu cara untuk menyatakan gambaran dari singkapan yang
diamati, ini sangat efesien karena suatu keadaan singkapan yang menarik, rumit
dan sulit untuk hanya diterjemahkan ke dalam kalimat. Adakalanya membuat
sketsa dimaksudkan untuk menonjolkan sesuatu dengan penting, misalnya
hubungan struktur pada batuan, mineralisasi dan sebagainya. Pada beberapa
kondisi, pembuatan foto singkapan akan lebih sempurna, akan tetapi apabila kita
ingin menunjukkan atau membuat analisa tentang singkapan yang tidak mudah
terekam pada foto, sketsa akan lebih bermanfaat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pembuatan foto singkapan diantaranya


adalah skala, terutama untuk foto yang dekat dan obyek yang ingin ditonjolkan.
Pengetahuan minimal tentang fotografi tentu diperlukan, misalnya jenis kamera
yang dipakai, pengaturan cahaya, kecepatan dan sebagainya.

7.4 Interpretasi

Pada dasarnya, untuk seorang pengamat dituntut berpengetahuan geologi


(petrologi, paleontologi, struktur geologi, stratigrafi, sedimenologi) yang luas. Di
samping dia juga harus dibekali dengan teori-teori hipotesa, apabila bekerja di
lapangan. Kondisi ini akan tercipta apabila seseorang mempunyai keingintahuan

GEOLOGI LAPANGAN
10

yang besar dan daya imajinasi yang luas. Kemampuan- kemampuan tersebut
diatas adalah mutlak, karena seringkali masalah-masalah geologi yang dijumpai di
lapangan harus dipecahkan ketika mengamati singkapan, mengingat beberapa
sifat singkapan tidak mungkin untuk dibawa dan dipelajari di laboratorium. Untuk itu
dituntut bagi seorang pengamat untuk melakukan penafsiran atau interpretasi
berdasarkan teori dan hipotesa yang ada. Juga bertitik tolak bahwa sebaiknya kita
tidak kembali lagi untuk melihat dan mempelajari singkapan berulang kali. Oleh
karena itu kita harus melakukan suatu dialog dengan singkapan. Dialog atau
diskusi tersebut pada dasarnya akan menjawab pertanyaan berikut :
1. Apa yang sedang kita amati (jenis batuan).
2. Bagaimana bentuk serta hubungannya satu sama lain (struktur).
3. Bagaimana mereka terbentuk (intrusi, ekstrusif, lingkungan dan
mekanisme pengendapannya, fasies, dan sebagainya).
4. Kapan terbentuknya (umur, hubungan kejadiannya).

Cara yang ditempuh pemeta dapat berlainan, disamping itu kemampuan untuk
mengamati dan menginterpretasi dapat juga berbeda. Interpretasi kemungkinan
tidak benar, akan tetapi ini merupakan dasar berpikir untuk melihat persoalan
lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pribadi masing- masing, antara lain : latar
belakang pengetahuan Geologi, pengalaman dan ketelitian pelaku dalam
pengamatan di lapangan.

7.5 Cara Merekam Dalam Buku Catatan

Suatu laporan Geologi yang lengkap, akan memuat didalamnya keadaaan bentang
alam (geomorfologi), stratigrafi, struktur Geologi, kemudian mengevaluasi kondisi
geologi yang ada dikaitkan dengan tujuan utama penelitian, misalnya pencarian
minyak bumi, batubara, geologi teknik, dan bahan galian lainnya. Pada laporan ini
kemudian juga akan dilampirkan peta-peta Geologi, penampang, gambar-gambar,
dan foto. Kesempurnaan dari ini semua akan sangat bergantung kepada
kelengkapan pengamatan dan kemampuan untuk merekam data. Oleh karena itu
pencatatan dalam buku catatan hendaknya selengkap mungkin walaupun ringkas,
sistematik dan informatif, karena catatan ini juga akan dipakai peneliti lain.

GEOLOGI LAPANGAN
11

Untuk dapat mencapai sasaran tersebut, maka di dalam melakukan pengamatan


terhadap suatu singkapan, hendaknya diperhatikan petunjuk :
 Setiap hari selalu memulai dengan halaman baru, dengan mencantumkan :
▪ Tanggal/hari
▪ Keadaan cuaca pada hari
▪ Daerah atau lintasan yang akan ditempuh
▪ Nama-nama pengamat dan pembantunya
Untuk setiap pengamatan diberikan nomor (sesuai dengan nomor
lokasi pengamatan (LP) yangh dicantumkan dalam peta) nomor-nomor
lokasi pengamatan sebaiknya merupakan nomor urut.
 Cara penulisan sebaiknya disingkat tetapi jelas dan sebaiknya pula
menggunakan singkatan-singkatan yang dipakai, misalnya (>>lihat lampiran) :
DG = dengan, BPS = batupasir, AND = andesit, BX = breksi, HBL =
hornblende, BSL = basalt, dan lain-lain.
 Semua observasi lapangan harus dicatat dalam buku lapangan. Tetapi
biasanya kemampuan observasi seseorang tergantung pada interest nya.
Meskipun demikian harus diusahakan mencatat selengkap mungkin apa yang
diamati dan dideskripsi di lapangan. Sangat diutamakan adalah hal-hal yang
tidak mungkin diamati dalam contoh batuan di base camp atau di laboratorium.
Paling tidak dapat diamati pada potret singkapan secara terbatas.

Tatacara pencatatan data geologi pada buku lapangan


 Dimulai dengan mencatat kondisi harian:
▪ Hari/Tgl :
▪ Tujuan/Orientasi :
▪ Rute Lintasan :
▪ Anggota tim : (lengkap dengan jabatan)
 Catat kondisi cuaca harian pada umumnya pada saat akan berangkat ke
lapangan hari ini.
(pencatatan diatas harus dilakukan tiap hari)
Pencatatan Diskripsi / Pemerian:
1. Untuk baris paling atas,
Acara : Cuaca :
Hari/Tgl : Jam :
No.Sta : Lokasi : (koord titik/nama
daerah)

2. Untuk Kondisi/ Kenampakan,

GEOLOGI LAPANGAN
12

▪ Jenis singkapan
▪ Letak/posisi singkapan tehadap topografi tertentu
▪ Ukuran parametrik penyebaran singkapan (panjang, lebar, tinggi/tebal
singkapan)
▪ Posisi stratigrafi singkapan
3. Untuk Pencatatan diskriptif Litologi Singkapan (Lihat Lampiran)
▪ Jenis batuan
▪ Warna segar batuan
▪ Warna lapuk batuan
▪ Tekstur batuan
▪ Struktur internal batuan
▪ Karakteristik khusus (al: kandungan fosil, sisipan, mineralisasi, dll)
▪ Nama batuan
4. Untuk Pencatatan diskriptif Struktur Batuan
▪ Kedudukan singkapan batuan
▪ Ukuran parametrik struktur singkapan batuan
▪ Kenampakan permukaan singkapan yang diakibatkan oleh pengaruh
struktur tersebut
Kondisi Geomorfologi
 Kondisi relief (pada permukaan lereng, pada dasar lembah, pada puncak atau
punggung bukit)
 Kondisi hidrologi, meliputi :
▪ Kondisi air permukaan, jenis sungai, tipe sungai, bentuk memanjang
sungai, tipe aliran dll.
▪ Kondisi air tanah dan kelembaban tanah/ soil
 Kondisi Soil meliputi :
▪ Jenis soil, warna, tektur, struktur (Lengkap gambar)
▪ Ketebalan (jangan lupa catat tebal humus)
 Kondisi Perubahan Geomorfologi akibat aktifitas manusia/ Kultur
Kondisi Lingkungan, meliputi :
1. Kondisi Fisik:
 Cuaca dan kelembaban, termasuk tipe angin
 Tutupan Lahan, termasuk tataguna lahan
2. Kondisi Sosial Budaya sekitar lokasi pengamatan (catatlah terutama bangunan

GEOLOGI LAPANGAN
13

budaya/ modern atau penggunaan teknologi tepatguna, pola pemukiman /


perumahan, penggarapan tanah atau penanganan irigasi)
3. Kondisi Fauna/ Flora (terutama binatang liar dilindungi, unggas dll.)

7.5.1 Pemerian (Deskripsi)

Urut-urutan yang perlu dilakukan pada pemerian singkapan dan pencatatan pada
buku catatan :
1. Catatan singkat mengenai lokasi dan keadaan geografi dari singkapan,
umpanya di selokan sungai, dibukit, pinggir jalan kereta api, sebagainya. Hal ini
sangat penting terutama untuk singkapan – singkapan menunjukkan data-data
yang kritis, seperti adanya bukti ketidakselarasan, bukti-bukti sesar, tempat
terdapatnya fosil, atau gejala-gejala geologi yang mengandung sifat
pembuktian, apalagi yang mempunyai nilai regional. Maksudnya adalah agar
yang ingin mengutik-mengutiknya kembali data tersebut tidak terlalu susah
untuk menemukan kembali singkapan tersebut.
2. Fakta-fakta mengenai singkapan: ini adalah sangat penting mengenai yang
harus diamati dari suatu singkapan. Pada umunya hal tersebut akan memuat
pemerian yang lengkap tentang :
a. Keadaan singkapan : besar (luas)/ kecilnya, derajat pelapukan (jika tidak
segar), apakah “insitu” atau tidak, massif, hancur, pecah-pecah, sheared,
keadaan normal atau terbalik, dan sebagainya.
b. Susunan litiologi; apakah terdiri dari satu jenis batuan atau lebih, dalam
batuan sedimen dan metamorf; apakah selang-seling antar dua batuan,
sisipan satu litologi dalam litologi lain; dalam batuan beku, dilihat adanya
dike/ retas, inklusi-inklusi, xenolith, atau perubahan susunan mineral/tekstur,
dan lain-lain.
c. Batas antara berbagai jenis litologi (jika ada), kemungkinan kontak intrusi,
batas erosi, kontak patahan. Dalam hal batuan sedimen kontak antar
lapisan.
d. Struktur primer batuan dari masing-masing litologi. Untuk batuan beku,
misalnya massif, adanya penghalusan kesatu arah, konsentrasi mineral
tertentu. Untuk batuan metamorf, adalah sifat foliasi, schistosy, apakah ada
perlapisan asli, apakah bergelombang, terlihat dalam perlipatan kecil atau
tidak. Untuk batuan sedimen dibahas setiap lapisan, massif, berlapis tebal,

GEOLOGI LAPANGAN
14

berlapis tipis, laminasi, struktur sedimen seperti graded bedding, cross


bedding, gelembur gelombang, dan sebagainya untuk setiap jenis litologi,
dan jika mungkin dibahas untuk urutan profil.
e. Pemerian detail masing-masing litologi (susunan utama sisipan interkalasi,
xenolith). Pemerian lebih ditekankan pada hal-hal yang sifatnya menonjol
daripada pemerian rutin (yang dapat dilakukan di Base Camp atau di
laboratorium dari contoh), seperti misalnya glaukonitan, khas berbutir kasar,
warna khas, warna phophyrite dsb). Pemerian litologi lapangan ini
dimaksudkan untuk pengenalan batuan sebagai satuan peta (map unit).
f. Kandungan khusus dari batuan (jika ada) seperti kandungan fosil,
mineralisasi, dan sebagainya.
g. Keadaan struktur geologi dari singkapan : (diikuti pengukuran) apakah
terganggu secara tektonik, joint, keadaan, lapisan/ foliasi, tegak, landai,
terbalik, terlipat, lipatan minor (ukur arah dan penumjaman sumbu), apakah
jenis Z atau jenis S (dragfold), sesar, dan sebagainya.
3. Usahakan untuk selalu membuat penafsiran lapangan (meskipun sifatnya
sementara), umpamanya meliputi :
 nama batuan (klasifikasi lapangan).
 Lingkungan pembentuknya.
Paling tidak, disarankan untuk memberikan sugesti, yang didasarkan
pada hipotesa-hipotesa. Bagian ketiga ini tidak mutlak dilaksanakan
sebab kadang-kadang atau bahkan sering sekali karena data yang kurang,
tidak satu kesimpulan pun dapat ditarik dari suatu singkapan.

7.6 Mengambil contoh batuan


Contoh batuan/ sampel diambil untuk keperluan analisa lebih lanjut, misalnya
analisa petografi, kandungan fosil dan sebagainya. Contoh tersebut harus diambil
pada bagian yang masih segar dan utuh. Faktor pelapukan atau pelarutan oleh air
akan sangat mempengaruhi kualitas contoh batuan. Ukuran yang diperlukan bisa
bervariasi, tergantung kepentingannya. Ukuran yang ideal kurang lebih adalah ( 12
x 9 x 3 ) cm.
Untuk analisa yang lebih khusus misalnya untuk batuan metamorfik, diperlukan
contoh batuan yang terarah (oriented samples). Untuk itu perlu dilakukan pemilihan
dan pemberian tanda kedudukan pada contoh batuan tersebut (Gambar 7.4).

GEOLOGI LAPANGAN
15

Gambar 7.4 Pengambilan contoh terarah, A batuan dengan struktur bidang


dan B tanpa struktur bidang

Arti suatu buku lapangan


1. Buku lapangan dengan isinya merupakan dokumen yang sangat penting dan
harus dilestarikan, dijaga, dan diamankan. Buku tersebut memuat semua hasil
pengamatan, analisa dan penafsiran sementara berdasarkan data lapangan,
dan kadang-kadang juga pemecahan masalah lapangan yang dilandasi oleh
hipotesa-hipotesa, yang merupakan bahan guna menyusun laporan. Buku
tersebut merupakan hasil kerja selama beberapa hari, minggu atau bahkan
bulan, dan telah menyita waktu, tenaga dan pikiran, serta mungkin juga biaya
yang sangat besar (apabila pekerjaan penelitian itu melibatkan sejumlah tenaga
seperti halnya suatu ekspedisi). Dapat dibayangkan kerugian yang timbul
apabila benda yang berharga itu kemudian hilang, rusak atu keadaannya
sedemikian tidak terawat sehingga tidak dapat dibaca.
2. Buku lapangan bukan hanya milik pribadi semata, tetapi milik instansi yang
memberi pekerjaan dan juga ahli-ahli geologi lainnya yang berminat atau harus
melanjutkan penelitian anda. Karena itu, sebuah buku lapangan bukan saja
harus mudah di baca oleh pembuatnya tetapi juga oleh orang lain, juga bahasa
harus dimengerti sehingga tidak menimbulkan salah tafsir terhadap apa yang
dimuat. Dengan demikian, dianjurkan untuk menulis dengan huruf cetak dan
menggunakan alat tulis yang akan hilang akan luntur dimakan hari atau air
(tinta akan hilang terkena air). Untuk lebih jelas membuat pemerian, dianjurkan
agar dilengkapi dengan sketsa-sketsa pada halaman yang disediakan.
3. Bentuk dari buku lapangan dapat berbeda-beda tergantung dari selera instansi
yang menggunakan. Tetapi pada dasarnya mempunyai persamaan-persamaan
umum, misalnya :
▪ Dibuat atau dilengkapi dengan bahan yang tahan terhadap kerusakan.

GEOLOGI LAPANGAN
16

▪ Terbuat dari dua bagian, yaitu bagian kiri dipergunakan untuk membuat
sketsa (dengan pola sketsa tegak lurus seperti keras mm), sedangkan
bagian kanan bergaris biasa untuk menuliskan catatan.
▪ Mempunyai tanda pengenal yang jelas, antara lain, instansi atau badan
yang menggunakan, nama, pemeta, daerah, hari, dan tanggal pelaksanaan
pekerjaan lapangan, dengan demikian apabila buku tersebut hilang, akan
dapat dikembalikan pada yang berhak.

C. Latihan

1. Sebutkan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan lokasi


dilapangan tanpa menggunakan GPS?
2. Sebutkan sikap yang perlu ditempuh dalam melakukan pengamatan singkapan
3. Sebtukan urut-urutan yang perlu dilakukan pada pemerian singkapan dan
pencatatan pada buku catatan

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL VIII

PENGENALAN STRUKTUR GEOLOGI

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan

Sebelum melakukan kegiatan analisis struktur geologi diperlukan pemahaman


dasar mengenai teori yang berkembang dalam ilmu geologi struktur dan kondisi
struktur geologi regional. Kegiatan pengamatan lapangan akan sangat didukung
oleh kedua hal tersebut yang akan dilengkapi dengan pengamatan lapangan,
pengukuran obyek struktur geologi, pencatatan, sketsa dan pengambilan foto.
Seluruh data-data tersebut kemudian digunakan untuk penafsiran struktur geologi
yang berkembang.

B. Materi Pembelajaran

1. Tahapan Mempelajari Struktur Geologi

Cara mempelajari dan menganalisa struktur geologi dapat dibagi menjadi


beberapa tahap :

Tahap pertama adalah tahap pengenalan atau identifikasi struktur-struktur yang


diamati, misalnya struktur lipatan (antiklin atau sinklin), rekahan, sesar, ataupun
struktur lainnya. Pada tahap ini syarat utama yang dibutuhkan selain dapat
menghasilkan, mengenali/mengidentifikasi setiap jenis struktur, juga kemampuan
untuk mengetahui bentuk tiga dimensi dari semua struktur yang diamati yang
sebagian besar di lapangan tersingkap dalam bentuk dua dimensi. Kemampuan ini
akan mempengaruhi kualitas data struktur yang dikumpulkan sehingga akan
mempengaruhi pula hasil analisanya.
Tahap kedua adalah tahap pencatatan atau perekaman data. Bentuk ukuran dan
kedudukan semua jenis struktur yang diamati diperikan menurut masing-masing
jenis struktur. Data struktur yang dikumpulkan kemudian dikelompok-kelompokkan.
Tahap ketiga adalah tahap analisa. Karena data struktur itu umumnya berupa data
hasil berpuluh-puluh bahkan ratusan pengamatan dan pengukuran, maka data
yang terkumpul tersebut dianalisa dengan metode-metode geometri dan statistik
untuk mendapatkan pola ataupun kedudukan umumnya. Hasil analisa ini kemudian
disajikan dalam peta-peta, diagram atau maket.
Tahap keempat atau tahap sintesa merupakan tahap akhir dari struktur geologi,
yakni menafsirkan dan membahas bagaimana cara-cara dan mekanisme
pembentuk struktur-struktur yang diamati dan yang diutamakan dalam praktek

GEOLOGI LAPANGAN
3

adalah menempatkan tempat dan kedudukan yang sebenarnya dari


struktur-struktur tersebut.

1. Dikenal di lapangan Identifikasi unsur-unsur struktur


primer dan sekunder, bentuk,
ukuran, kedudukan dideskripsi dan
diukur

Data-data struktur geologi


2. Pencatatan atau dikumpulakan dan
dikelompokkan
perekaman

Pengolahan data dengan


metode geometri dan statistik

3. Analisa
- Litologi
- Stratigrafi
Peta geologi, - Sedimenologi
diagram blok, - Paleontologi
maket - Geokimia
- Radiometrik

Sintesis Perkembangan Tektonik

Gambar 6.1. Bagan yang memperlihatkan tahapan untuk mempelajari


struktur geologi

2. Pengamatan Struktur Geologi di Lapangan.

Didalam pengamatan struktur di lapangan perlu diperhatikan dan dilakukan hal-hal


berikut :
1. Pengukuran secara tepat, pengamatan dan pencatatan semua unsur
struktur. Di dalam pengambilan data, sebaiknya tidak dilakukan pemilihan
untuk data tertentu, karena kemungkinan dsata ini akan berguna untuk
membantu interpretasi lebih lanjut.
2. Interpretasi selama pengamatan, misalnya membuat sketsa singkapan,

GEOLOGI LAPANGAN
4

penampang peta dan sebagainya. Hal ini akan sangat membantu untuk
memecahkan masalah dan untuk menemukan lokasi kunci untuk penelitian
lebih lanjut bila diperlukan.
3. Data sebaiknya selalu diplot pada peta atau penampang pada saat
pengamatan di lapangan .dengan demikian interpretasi di lapangan akan
lebih mudah dilakukan.
4. pengumpulan data struktur harus disertai dengan pengamatan lain misalnya
litologi, stratigrafi dan lainnya.

3. Struktur sedimen dan tektonik

Struktur batuan dapat terbentuk pada saat pembentukannya (struktur primer), yaitu
sejalan dengan proses sedimenasi sebelum mengalami litifikasi atau struktur aliran
pada batuan beku. Bidang perlapisan pada batuan sedimen merupakan struktur
yang utama,sebagai kerangka untuk memerikan struktur perlipatan dan sesar.
Beberapa jenis struktur sedimen yang penting di dalam pengamatan struktur,
misalnya perlipatan bersilang struktur pembebanan (load cast), flute cast, rekah
kerut (mud crack) dan sebagainya baik secara langsung sebagai ciri posisi dasar
lapisan atau secara tidak langsung sebagai pertimbangan untuk interpretasi
lingkungang pengendapan. Struktur batuan yang terjadi setelah pembentukan
batuan (struktur sekunder) merupakan akibat dari proses deformasi atau tektonik,
kekar, sesar, lipatan, belahan, foliasi merupakan struktur utama sebagai hasil dari
proses deformasi.

Pada daerah dimana batuan sedimen telah mengalami deformasi yang kuat
seringkali sulit dibedakan antara yang terbentuk pada saat sedimenasi dan struktur
yang terbentuk akibat tektonik. Contoh umum adalah membedakan antara struktur
pelengseran (slump) dengan lipatan atau perlipatan acak (contorted bedding)
dengan perlapaisan yang hancur pada jalur sesar.

GEOLOGI LAPANGAN
5

Gambar 6.2. Struktur yang terbentuk pada saat sedimenasi (f), bersifat
regangan dengan pengisian sedimen (w)

Gambar 6.3 struktur pelengseran (slump) dengan bidang belahan


(cl=cleavage).

4. Pencatatan Data Struktur Geologi

Selain peta dasar, buku lapangan merupakan salah satu elemen terpenting bagi
seorang Geologist, oleh karena itu seluruh data-data tentang obyek yang diamati di
lapangan seharusnya dapat dipindahkan ke buku lapangan. Penyajian data dalam
buku lapangan seharusnya dapat dibaca dan mudah dimengerti oleh orang lain.
Pencatatan pada buku catatan lapangan sebaiknya selengkap mungkin, dengan
disertai hasil interpretasi sementara di lapangan. Walaupun foto sangat membantu
dalam mengemukakan data, tetapi sketsa dan penjelasan tentang gejala struktur
akan lebih baik dilakukan secara langsung. Gambar 6.4. dan 6.5 contoh
pengamatan dan interpretasi di lapangan.

GEOLOGI LAPANGAN
6

Gambar 6.4 Sketsa struktur lipatan dan gejala sesar minor, kekar dan
bidang belahan.

GEOLOGI LAPANGAN
7

Gambar 6.5 Beberapa contoh interpretasi jejak sesar di lapangan.

Hal-hal yang perlu dicatat dalam buku lapangan adalah sebagai berikut :
▪ Tanggal, waktu dan lokasi pengamatan
▪ Kondisi dan data singkapan, termasuk pengambilan sampel.
▪ Kondisi data struktur geologi yang seharusnya disertai pengukuran.
▪ Sketsa singkapan dan kenampakan struktur geologi yang ada.
▪ Melakukan interpretasi awal (sementara) mengenai keadaan dan genesa
struktur geologi yang terlihat pada suatu singkapan.

GEOLOGI LAPANGAN
8

Data struktur geologi yang dapat dijumpai di lapangan adalah :


 Strike/dip, Mengukur perlapisan batuan dengan menggunakan kompas
geologi adalah mendasar yang harus diketahui dan dicatat oleh seorang
pemeta. Kedudukan lapisan batuan dapat membantu dalam menafsirkan
apakah terdapat suatu gejala perlipatan di daerah pemetaan. Strike/dip
dapat digunakan untuk penafsiran jenis lipatan, yang dapat diklasifikasikan
berdasarkan bentuknya, yaitu antiklin, sinklin, monoklin dan homoklin.
 Kekar adalah suatu rekahan yang relatif sedikit atau tidak bergeser sama
sekali. Data ini menjadi sangat penting untuk menafsirkan mekanisme struktur
geologi yang berkembang di daerah pemetaan. Guna menganalisa data kekar
maka perlu diperhatikan apakah kekar tersebut terbentuk karena tektonik atau
non tektonik, yang didasarkan pada pola kekar yang ada. Kekar dapat
diklasifikasikan berdasarkan genesanya sebagai berikut :
 Shear joint
 Gash joint
 Release joint
Dalam menganalisa kekar yang digunakan dalam hal ini, diperlukan
rangkaian data yang dapat dianalisis secara statistik, sehingga dibutuhkan
minimal 30 data pengukuran kedudukan bidang kekar.
 Sesar, merupakan suatu bidang yang telah mengalami pergerakan. Keadaan
ini dapat diamati mengenai gejala-gejala yang diakibatkannya, sedangkan
bentuk pergeseran blok yang nyata sulit diamati.

5. Pengukuran Unsur Struktur

Cara penggunaan kompas dan pengukuran struktur bidang maupun garis, serta
beberapa cara penulisannya telah ditunjukkan pada bab 2. ada kalanya untuk
struktur bidang yang dicantumkan sebagai besaran kemiringan dan arah
kemiringan (seperti pada struktur garis). Perlu diperhatikan bahwa unsur struktur
berkaitan satu sama lain didalam suatu singkapan struktur, dan dapat diukur
sebagai komponen yang terpisah, sebagai contoh, gores garis pada cermin sesar,
sumbu lipatan pada bidang sumbunya dan sebagainya.

GEOLOGI LAPANGAN
9

Gambar 6.6. Cara pengukuran unsur struktur garis di lapangan dengan


bantuan clipboard dan pensil.

6. Cara Pengukuran Struktur Bidang dengan Kompas

a. Pengukuran Jurus
Bagian sisi kompas (sisi “E”) ditempel pada bidang yang diukur. Kedudukan
kompas dihorizontalkan, ditunjuk oleh posisi level dari nivo kotak (gambar 6.7a),
maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang
yang diukur. Berilah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah
jurusnya.

b. Pengukuran Kemiringan
Kompas pada posisi yang tegak, tempelkan sisi “W” kompas pada bidang yang
diukur dengan posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat
pada pengukuran jurus diatas. Kemudian clinometer (nivo tabung) diatur sehingga
gelembung udaranya tepat berada di tengah (posisi level). Harga yang ditunjukkan
oleh penunjuk pada skala clinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari
bidang yang diukur.(gambar 6.7a)

GEOLOGI LAPANGAN
10

c. Pengukuran Arah kemiringan


Tempelkan sisi “S” kompas pada bidang yang diukur. Posisikan kompas sehingga
horizontal (nivo kotak), baca angka yang ditunjuk oleh jarum utara kompas. Harga
ini merupakan arah kemiringan (dip direction) dari bidang yang diukur. (gambar
6.7c)

Gambar 6.7 Cara pengukuran jurus, kemiringan dan arah kemiringan

7. Cara Pengukuran Struktur Garis dengan Kompas Geologi

Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang sesar,
arah arus pembentukan struktur sedimen dan garis sumbu lipatan. Metode
pengukuran yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Pengukuran arah (Trend)


1. Tempelkan alat Bantu (buku lapangan atau clipboard) pada posisi tegak dan
sejajar dengan arah struktur garis yang akan diukur (gambar 6.8a)
2. Tempelkan sisi “W” atau “E” kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu
dengan visir kompas (sighting arm) mengarah kepenunjaman struktur garis
tersebut
3. Levelkan/ horizontalkan kompas (nivo tabung), maka harga yang ditunjuk oleh
jarum utara kompas adalah harga arah penunjamannya.
b. Pengukuran Plunge (sudut penunjaman)
1. Tempelkan sisi “W” kompas pada sisi alat Bantu yang masih dalam keadaan
vertical
2. Levelkan clinometer dan baca besaran sudut vertical yang ditunjukkan oleh
penunjuk pada skala clinometer (gambar 6.8b)

GEOLOGI LAPANGAN
11

c. Pengukuran Pitch (rake)


1. Buat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis tersebut terdapat
(sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang
akan diukur “rake” nya
2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horizontal dengan struktur
garis tersebut menggunakan busur derajat (gambar 6.8c)

d. Pengukuran Bearing (arah kelurusan)


1. Arah visir kompas sejajar dengan unsure-unsur kelurusan struktur garis yang
akan diukur, misalnya sumbu memanjang fragmen breksi sesar, arah
kelurusan sungai, arah kelurusan gawir sesar, dsb.
2. Levelkan kompas (nivo kotak dalam keadaan horizontal) maka harga yang
ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga bearingnya.

Jurus Jurus Jurus

Bearing Rake
Plunge

Busur
derajat

(a) (B) (C)

Gambar 6.8 Cara pengukuran trend, plunge dan rake

Gambar 6.9 Cara pengukuran bearing (arah kelurusan)

GEOLOGI LAPANGAN
12

7. Proyeksi Stereografis

Proyeksi stereografi merupakan cara didalam geologi strktur untuk menampilkan


data orientasi 3-D didalam gambaran garis 2-D. Proyeksi ini digunakan untuk
memecahkan masalah hubungan sudut dari garis dan bidang di dalam ruang.
Ada dua jenis proyeksi stereografi yang umum yaitu jaring Wulf atau Equal Net dan
jaring Schmidt atau Equal Area Net (Gambar 6.10). Kegunaan kedua jaring ini
pada dasarnya sama, hanya untuk jumlah struktur yang besar dan untuk
mengevaluasi statistik dengan membuat diagram kontur dari kutubnya, umumnya
dipakai jaring Schmidt.
Untuk membuat diagram kontur dilakukan perhitungan presentase kerapatan
datanya dengan menggunakan jaring Kalsbeek (Gamabar 6.11a.).
Didalam proyeksi stereografi, struktur bidang akan diplot sebagai lingkaran besar
(stereogram) atau dapat ditampilkan sebagai kutub dari bidangnya yang diplot
sebagai titik. Struktur garis akan diplot sebagai titik (Gambar 6.12). Pada umumnya
proyeksi sferis yang dipakai adalah bagian bawah (lower hemisphere).

Gambar 6.10. Jaring stereografi Wulf dan Schmidt

GEOLOGI LAPANGAN
13

(11.a) (11.b)

Gambar 6.11.a. Jaring Kalsbeek. Perhitungan persentasenya dilakukan dengan


menghitung jumlah titik-titik proyeksi Schmidt yang berada pada
setiap segmen hexagonal (1 % dari luas jaring) pada setiap titik
pusatnya.

11.b. Kutub suatu bidang dan proyeksi stereografi permukaan bola


bagian bawah dari bidang dan kutubnya

8. Lipatan

8.1. Istilah dan defisini dasar

1. Hinge line atau sumbu lipatan adalah garis tempat kedudukan dan
pelengkungan maksimum.
2. Bidang sumbu (axial plane) adalah bidang yang memuat garis-garis sumbu.
Bidang ini dapat berbentuk lengkung, oleh karena itu istilah yang tepat adalah
axial surface.
3. Sifat simetri menggambarkan hubungan kesamaan sayap lipatan (limb)
terhadap bidang sumbunya.
4. Sifat silindris menggambarkan hubungan kesamaan dari penampang lipatan
pada setiap titik lipatan.

Gambar 6.13. Beberapa definisi lipatan dan prinsip geometrinya pada


proyeksi stereografi

GEOLOGI LAPANGAN
14

8.2 Jenis lipatan

Lipatan dapat dikelompokkan Berdasarkan kedudukan garis sumbunya (lipatan


horizontal, menunjam), bidang sumbunya (lipatan tegak, rebah), besarnya sudut
antara sayap (lipatan terbuka, ketata, isoklin)) atau berdasarkan bentuknya
(dengan dasar isogon kemiringan, sifat harmoniknya).
Beberapa jenis lipatan yang karasteristik (gambar 6.14) diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Lipatan parallel, adalah lipatan dengan ketebalan lapisannnya tetap.
2. Lipatan similar, adalah lipatan dengan jarak antara lapisan sejajar dengan
bidang sumbu.
3. Lipatan harmonik atau disharmonic didasarkan pada sifat menerus atau tidak
menerusnya bidang sumbu lipatan memotong lapisan.
4. Lipatan petigmatik (petymagnetic) atau lipatan elastic adalah lipatan ketat,
dengan sayapnya yang terlipat berbalik terhadap bidang sumbunya.
5. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang sayap planar dan
puncak yang tajam.
6. Isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar.
7. Kink bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh
permukaan-permukaan planar (umumnya bidang foliasi).

8.3. Lipatan parasit dan arah gerak (vergence)

Sifat simetri dideskripsikan dengan mempertimbangkan panjang relatif dan


kedudukan dari sayap-sayap lipatan parasit minor. Dikenal bentuk Z, S dan M,
yang merupakan sifat simetri, panjang-pendek-panjang dari sayap lipatan minor,
dan posisinya terhadap lipatan utamanya (Gambar 6.15). Bentuk ini penting untuk
menentukan posisi lipatan utamanya dari tempat dimana lipatan minor diamati.
Dengan demikian akan diketahui apakah pengamatan terletak pada sayap antiklin
atau sinklin dari lipatan utamanya.
Vergence adalah istilah untuk menunjukkan arah pergerakan dan perputaran yang
terjadi pada saat deformasi. Konsep vergence ini dapat diterapkan pada lipatan
asimetris dan hubungan antar bidang belahan.

GEOLOGI LAPANGAN
15

Gambar 6.14 Beberapa contoh jenis lipatan. (a) Lipatan parallel, (b) Lipatan
similar, (c) Lipatan disharmonic, (d) Lipatan chevron, (e) Lipatan
isoklin, (f) Kink band

Gambar 6.15 Bentuk lipatan minor dan posisinya terhadap lipatan utamanya
Arah vergence ditunjukkan pada sayap panjang kearah pendek
paad bentuk Z, atau sebaliknya pada bentuk S.

9. Sesar dan Struktur Penyerta


Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Secara
geometris sesar merupakan struktur bidang, walaupun keberadaannya di lapangan
dapat berupa bidang atau jalur sesar. Sesar umumnya berhubungan dengan
struktur yang lain terutama rekahan secara umum, lipatan, bidang belahan dan
sebagainya.

GEOLOGI LAPANGAN
16

9.1. Klasifikasi dan deksripsi.


Klasifikasi sesar didasarkan terutama pada kedudukan bidang sesar dan sifat
pergeseran sebenarnya. Berdasarkan dinamika pergerakan sesar, yang
dihubungkan dengan prinsip tegasan utama (Anderson, 1951), dikenal tiga (3)
jenis sesar yang utama, yaitu sesar normal, sesar mendatar dan sesar naik
(Gambar 6.16). Secara deskriptif geometri, yang didasarkan pada sifat gerak
(separation) dan arah pergerakan sebenarnya (slip) pada bidang sesar, ketiga
jenis sesar tersebut dapat dikelompokkan ke dalam sesar regangan (extension),
strike–slip dan sesar kontraksi atau kompresi (contraction). Beberapa klasifikasi
yang lain yang digunakan umumnya mengacu pada variasi dari sifat utama ini,
misalnya oblique slip-fault (gerak miring), thrust fault (sesar kompresi dengan sudut
kecil) dan sebagainya.

Gambar 6.16 Klasifikasi dnamik dari Anderson (1951) dengan proyeksi


stereografi dari bidang sesar dan tegasan utamanya

9.2. Pengenalan Sesar

Sesar dapat dikenali dari foto udara atau peta topografi yang berupa ;
kelurusan, atau gawir pada suatu perbukitan atau lembah, kelurusan atau
pembelokan arah alur sungai yang menyolok.
Gejala sesar secara umum dapat dikenal dan dijumpai di lapangan adalah
sebagai berikut :
 Gawir sesar atau bidang sesar
 Jalur terbreksikan, perlapisan yang terganggu atau hancuran (gouge, milonit)
 Deretan sumber-sumber air panas
 Penyimpangan yang menyolok dari kedudukan lapisan
 Pergeseran batas lapisan batuan, perulangan/ hilangnya suatu satuan batuan.

GEOLOGI LAPANGAN
17

 Adanya gejala struktur minor lainnya seperti kekar, baik yang bersifat gerus
(shear) atau tarikan (tension), cermin sesar (slickenside), gores-garis (striation),
breksi sesar, struktur lipatan dan sebagainya.

9.3. Menentukan sifat pergeseran sesar

Untuk mempelajari sesar di lapangan, seringkali diperlukan bermacam data. Hal


yang paling penting, disamping menentukan jalur atau kedudukan sesar, adalah
menentukan sifat pergeseran sebenarnya (slip). Sifat pergeseran sesar dapat
dikenali langsung di lapangan, misalnya bidang sesar disertai dengan cermin sesar
yang jelas memperlihatkan sifat pergeserannya, atau lipatan seretan yang
menyertai sesar. Di dalam kenyataannya, hal ini tidak selalu atau jarang
dijumpai. Oleh karena itu pentingnya untuk mengamati, memerikan
dan mengukur gejala struktur sesar selengkap mungkin, sehingga akan membantu
didalam analisa untuk menentukan sifat pergeserannya.

Kekar, Urat-urat (vein) dan Stilolit

Kekar adalah rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran, atau sedikit


mengalami pergeseran. Kekar dapat dibedakan Berdasarkan kejadiannya yaitu
kekar regangan (dilational/ extensional), kekar gerus (shear) atau kombinasi dari
keduanya (hybrid) (Gambar 6.17). Hubungan kejadian kekar dengan prinsip
tegasan utama identik dengan sesar (lihat Gambar 6.15).
Suatu sisitem kekar umumnya mempunyai keteraturan dengan sistem
sesar dan lipatan. Hubungan ini secara umum diringkaskan pada Gambar 6.18.
Kekar regangan umumnya sejajar atau tidak lurus sumbu lipatannya.
Urat (vein) adalah rekahan yang telah diisi oleh mineral secara umum mempunyai
sifat kejadiannya yang sama dengan kekar. Enechelon vein merupakan salah satu
jenis urat yang penting yang sering dijumpai pada jalur sesar (shear zone).

GEOLOGI LAPANGAN
18

Gambar 6.17 Jenis-jenis kekar, (a) Kekar regangan, (b) Kekar gerus, (c)
Hybrid

Kekar atau rekahan pada umumnya sangat sulit dibedakan jenisnya di lapangan.
Akan tetapi kehadirannya didalam jalur sesar seringkali menunjukkan pola yang
karasteristik., yang dapat dipakai untuk menentukan gerak relatif dari sesar
(Gambar 6,18; 6.19; 6.20 dan 6.21)
Stilolit (stylolith) adalah bentuk permukaan akibat pelarutan akibat kompresi atau
shear strain. Stilolit mempunyai bentuk bergelombang yang beragam, umumnya
merupakan normal (tegak lurus) terhadap arah tegasan utama.

Gambar 6.18 Pola rekahan, kekar. sesar minor yang berkembang pada
lipatan.

GEOLOGI LAPANGAN
19

Gambar 6.19 Jalur sesar (brittle shear zone) yang memperlihatkan


perkembangan kekar gerus Riedel, R1, R2, dan P shear, pada gerak dekstral.

Gambar 6.20 Jalur sesar (semi-brittle-ductile shear zone) yantg


memperlihatkan perkembangan en-echolen tention gash vein pada gerak
vein pada gerak destral.

Gambar 6.21 Jalur sesar (ductile shear zone) yang memperlihatkan


perkembangan foliasi 45 derajat terhadap shear zone.

GEOLOGI LAPANGAN
20

Kesemua jenis struktur penyerta ini sangat penting sebagai acuan untuk
mengidentifikasikan sifat pergerakan sesar, baik jalur sesar ataupun pada bidang
sesar. Cermin sesar merupakan bagian dari bidang atau jalur sesar secara umum,
atau merupakan rekahan yang dapat diidentifikasikan sifat gerak relatifnya dengan
mempertimbangkan sifat struktur minor yang lain. Beberapa tanda yang
menunjukkan sifat gerak pada bidang (cermin) sesar ditunjukkan pada Gambar
6.22

Gambar 6.22 Tanda-tanda yang menunjukan sifat gerak pada bidang cermin
sesar.
(a) Gores garis dengan “scouring”; (b) groove; (c) struktur tangga
dengan mineralisasi; (d) gores garis dengan stilolit; (e) dan (f) rekah
regangan (tension gashes); (g) rekah Riedel’s fracture; (h) struktur
tangga

GEOLOGI LAPANGAN
21

Gambar 6.23 Sistem rekahan, kekar, sesar dan struktur penyerta yang lain
dan hubungannya dengan prinsip tegasan utama.

C. Latihan

1. Sebut dan jelaskan tahap mempelajari dan menganalisa struktur geologi ?


2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sesar dan sebutkan pembagian sesar
secara geometris ?
3. Sebutkan dan jelaskan beberapa istilah dasar lipatan?
4. Sebutkan pembagian jenis-jenis kekar ?

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL IX

LINTASAN KOMPAS

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL


2

A. Pendahuluan

Sasaran pembelajaran dalam modul ini adalah agar mahasiswa mengetahui tata
cara pembuatan lintasan dengan menggunakan kompas terutama kaitannya
dengan pembuatan peta dasar di lapangan.

B. Materi Pembelajaran

9.1 Lintasan Geologi

Lintasan geologi merupakan rangkaian pengamatan, yang didapatkan dengan cara


melintasi suatu wilayah, yang hasilnya akan disajikan ke dalam penampang
geologi atau peta lintasan geologi. Cara ini ditempuh apabila peta dasar yang
diperlukan tidak tersedia, atau apabila diinginkan suatu detail dari singkapan yang
penting yang tidak dapat disajikan dalam peta dasar dengan skala yang ada. Cara
ini umumnya juga dipakai untuk menyelidiki atau pemetaan geologi yang bersifat
pendahuluan (Reconnaissance Mapping).

Salah satu cara yang digunakan ialah melakukan lintasan pengukuran kompas,
menggunakan tali ukur atau dengan perhitungan langkah (pace & compass). Arah
lintasan umumnya tidak mengikuti aturan tertentu, tergantung keadaan medan dan
geologinya. Lintasan dapat dilakukan secara tertutup, artinya titik pengamatan
terakhir akan kembali ke titik pengamatan pertama, atau lintasan terbuka, dimana
titik pengamatan berakhir pada lokasi lain, umumnya sudah ditentukan koordinat
dan ketinggian atau dapat dikenal pada peta topografi.

Setiap Pemetaan Lintasan Geologi (‘Compass Traverse’) harus bisa


mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :
 Apakah sekwen batuan monoton/ sama saja sepanjang lintasan atau dapat
dibagi ke dalam dua atau lebih satuan, apakah masing-masing mempunyai
karakteristik atau ciri-ciri litologi tertentu ?
 Skala yang bagaimana yang dipakai untuk menampilkan satuan batuan yang
tertipis untuk kepentingan studi ?
 Apabila data dari studi yang akan disajikan dalam suatu cross section atau
columnar section, seberapa besar batas ukuran gambar koleksi data dan
skala kerja dari pada lintasan ?

GEOLOGI LAPANGAN
3

Peralatan :
Peralatan yang digunakan dalam melaksanakan pengambilan data dengan
Lintasan Geologi adalah :
 Kompas Brunton,
 Palu Geologi,
 Clipboard dan/ atau ‘notebook’
 Pocket knife,
 Medium-hard pencil dengan clip dan eraser untuk plotting, protractor
(busur derajat), penggaris,
 Ballpoint pen atau pensil medium untuk mencatat,
 Hand lens,
 Rangsel (knapsack),
 Specimen bags,
 Beberapa lembar cross-ruled paper utk plotting.

9.2 Perencanaan lintasan.

Perencanaan lintasan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan medan dimana


lintasan tersebut akan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Lintasan sebaiknya memotong arah umum penyebaran batuan.
2. Lintasan diusahakan melalui tempat yang diduga banyak singkapan, misalnya
sungai, potongan jalan (road cut), dan lain sebagainya.
3. Lintasan diusahakan tidak melalui daerah-daerah yang sulit ditempuh.
4.

9.3 Pelaksanaan Lapangan


Dalam pelaksanaan di lapangan, patok-patok/ titik-titik pengamatan ditentukan
sesuai dengan keadaan medan dan singkapan. Untuk membantu memperoleh
gambaran kerangka/pola lintasan, pada saat melintas perlu dibuat sketsa lintasan,
sehingga pada saat pembuatan peta di pangkalan tidak mengalami kesulitan.

Pada dasarnya, melakukan lintasan adalah cara yang paling penting di dalam
melakukan pengamatan geologi, terutama di dalam melakukan pemetaan. Cara
yang ditempuh dapat berbeda, akan tetapi intinya adalah mengamati singkapan
sepanjang lintasan yang ditempuh. Hal ini perlu ditekankan bahwa dengan
melakukan lintasan, secara langsung dapat diketahui gambaran penampang

GEOLOGI LAPANGAN
4

geologinya.

9.3.1 Lintasan Kompas (Compass Traverse)

Lintasan adalah sejumlah titik-titik pengamatan dengan cara melakukan


pengukuran terhadap arah dan jarak dari satu titik ke titik kedua dan dari titik kedua
ke titik ketiga dan seterusnya. Arah tertentu dari sejumlah pengukuran pada
umumnya tidak teratur, apabila pengukuran kembali ke titik pertama, traverse
disebut ‘lintasan tertutup’. Titik lintasan disebut stasiun (‘station’).
Langkah pertama dalam pekerjaan Lintasan Kompas Geologi dan prosedur di
dalam lintasan kompas :
 Penentuan dan pengamatan stasiun dan jalur lintasan,
 Pengukuran profil sepanjang lintasan tertentu,
 Plotting stasiun dan kenampakan geologi pada lembaran/kertas lapangan,
 Mendeskripsi/memerikan kenampakan geologi (‘geological features’) pada
buku catataan lapangan.

Pengukuran Lintasan Kompas (Compass Traversing) dimulai dan atau diakhiri


pada tanda pasti (permanen) berupa ;
 Bench marks, Titik Triangulasi
 Tanda kilometer jalan,
 Patok-patok batas administratif,
 Tembok-tembok bangunan permanen yang tidak mudah hilang/ bergeser.

Pengukuran terhadap jarak antara dua station, disebut ‘leg’ daripada lintasan
(traverse). Traverse berguna sebagai peta kerangka dimana data geologi
terplotkan sepanjang atau dekat dengan ‘traverse leg’.
Kegunaan Leg yaitu :
o Untuk membuat peta geologi lengkap,
o Rekonstruksi vertical cross section dan columnar section untuk memperlihatkan
satuan-satuan batuan dan kondisi struktur sepanjang lintasan.
Lintasan pada umumnya digunakan untuk :
 Mendapatkan hasil pengukuran ketebalan satuan-satuan batuan,
 Mengcompile deskripsi detail sekwen batuan sedimen dan volkanik, dan

GEOLOGI LAPANGAN
5

 Studi deformasi pada singkapan batuan yang memiliki perlipatan dan patahan
yang kompleks

Gambar 9.1. Contoh suatu lintasan geologi yang tertutup dan lintasan
terbuka.

Skala Peta Lintasan (Traverse Map Scale)


1. Dipilih skala yang dapat memplot dengan mudah memuat / memperlihatkan
hasil pengukuran satuan-satuan yang terkecil
2. Tergantung kepada kebutuhan projek yang sedang dilaksanakan
3. Pada umumnya dipakai skala detail.
Metoda Traverse (Lintasan)
 Tergantung kepada akurasi yang diprioritaskan
 Waktu dan ketersediaan waktu
 Beberapa proyek merekomendasikan pemakaian
 Kompas geologi untuk mengukur ‘bearing’ (arah) legs dan klinometer untuk
mengukur slope.
 Legs dapat diukur dengan pita (‘tape’) atau dengan langkah (‘pace’).
 Catatan : Pakai pita ukur untuk pengambilan data yang akurat (lebih tepat).

9.3.2 Pemetaan Lintasan dengan langkah (‘Determining Pace’)

Dalam studi lapangan geologi, seringkali digunakan pengukuran dengan langkah.


Akurasi pengukuran dengan langkah pada daerah yang agak rata hanya kurang
lebih 50 cm. Sebelum pengukuran, harus diukur panjang langkah normal personal

GEOLOGI LAPANGAN
6

tertentu yang bertugas melakukan pekerjaan mengukur langkah.


Contoh :
Untuk menempuh jarak 50 meter, berapa langkah yang diperlukan. Jadi tiap
langkah dapat dinyatakan jaraknya dalam satuan cm atau meter. Koreksi pada
langkah, apabila medannya naik atau turun dapat diperhitungkan dengan faktor
koreksi pada table koreksi langkah (>> lihat Tabel 9.3). Pada dasarnya, langkah
akan berbeda jaraknya apabila harus melalui lereng yang curam dibandingkan
dengan lintasan datar.
Memilih Lintasan
 Pilih singkapan yang terbaik dan melalui banyak singkapan
 Usahakan tegak lurus terhadap struktur, antara lain jurus perlapisan
singkapan batuan atau struktur yang lain,
 Pilih lintasan yang mudah untuk diukur,
 Pengukuran jarak dengan langkah hanya dilakukan oleh satu orang saja,
usahakan tidak diganti-ganti.

9.3.3 Pengamatan

Pengamatan singkapan pada setiap titik pengamatan atau disekitarnya dilakukan


tahapan seperti yang telah diterangkan dalam bab pengamatan singkapan, seperti
jenis batuan, struktur dan hubungan batas satuan dan sebagainya. Selain itu perlu
diamati situasi di sekitar lintasan, misalnya sungai, jalan dan sebagainya, untuk
membantu orientasi lokasi dan juga pembuatan kerangka peta lintasan kompas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengamatan singkapan pada


lintasan adalah :
■ Arah dan jarak dari titik-titik dimukanya,
■ Besarnya sudut lereng,
■ Pengamatan geologis batuan, batas/kontak batuan, pengukuran struktur dsb,
■ Pengamatan situasi dan bila perlu dibuat sketsa, kenampakan ‘umum’ (sungai,
jalan dsb).

Hal-hal yang tercantum dalam pencatatan data lintasan kompas adalah sebagai
berikut :
 Tujuan orientasi

GEOLOGI LAPANGAN
7

 Daerah / lokasi dimana lintasan kompas dilakukan,


 Stasiun dan lokasi,
 Tanggal/hari dan Nama,
 Catatan nilai parameter ukur,
 Diskripsi data kenampakan geol.
Jalur Lintasan Kompas selanjutnya diplot dengan metode sebagai berikut :
 Menggunakan kertas cross-ruled,
 Untuk menggambar garis arah,
 Garis tegak dianggap grid utara-selatan &
 Garis datar dianggap grid timur-barat
 Atur permulaan penggambaran dengan menyesuaikan ukuran- kertas
dengan arah dan panjang lintasan- pengukuran di lapangan

Gambar 9.2 Contoh plot lapangan lintasan kompas

9.4. Penggambaran Peta Lintasan

Pada peta lintasan, hal-hal yang akan dicantumkan antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Nomor titik pengamatan dan lintasannya
2. Jurus dan kemiringan unsure struktur (perlapis, kekar, sesar, foliasi, dsb)
3. Batuan dan batas satuan batuan
4. Situasi (apabila diperlukan)
Cara penggambaran lintasan :
1. Ploting titik stasiun dan lintasan,
2. Gambarkan garis dan bidang kenampakan umum (Jalan, sungai, lapangan),
3. Plot dan gambar data kenampakan geologi
4. Interpretasi & gambarkan garis kontak batuan,

GEOLOGI LAPANGAN
8

5. Plot dan gambarkan kenampakan struktur strike/ dip; bidang perlapisan, bidang
gawir sesar, bidang kekar dan kenampakan struktur minor.

Data-data rekaman geologi yang digambarkan dalam gambar/ peta lintasan :


a. Plot jenis/ nama batuan dekat titik dan atau legs,
b. Plot dan gambarkan kedudukan strike/dip batuan,
c. Gambarkan batas kontak antar satuan batuan,
d. Plot dan dan gambarkan unsur struktur geologi,
e. Plot dan gambarkan situasi lingkungan apabila diperlukan.
Jarak yang digambarkan dalam peta adalah jarak datar, setelah diperhitungkan
dengan besarnya lereng. Rumus yang digunakan untuk menentukan jarak yang
digambarkan dalam peta (Jarak Peta) adalah sebagai berikut :

Jarak peta = jarak terukur x cos. Sudut lereng

Jarak terukur yang dipergunakan adalah jarak yang sudah dikalikan dengan faktor
koreksi langkah.

9.5. Koreksi

Bila pada lintasan tertutup titik amat terakhir tidak bertemu dengan titik
pengamatan pertama atau pada lintasan terbuka tidak berimpit secara tepat
dengan titik yang telah ditentukan, maka perlu diadakan koreksi pada lintasan
tersebut.

GEOLOGI LAPANGAN
9

Gambar 9.3. Contoh hasil peta lintasan dan penampang geologi

Koreksi-koreksi dalam lintasan kompas adalah :


1. Koreksi Langkah, dilakukan dengan memakai tabel koreksi langkah
2. Koreksi Jarak Lereng, dilakukan untuk mendapatkan
Rumus yang digunakan untuk menghitung Jarak Lereng adalah :

Jarak lereng = jarak langkah yang ditempuh X faktor koreksi langkah

Tabel 9.3 Reducing paces on slopes to their equivalent in terms of horizontal

paces

Factor for
Angle Of Gradient Factor for
paces
Slopes of paces going
going up
(..o) slopes down hill
hill
0 -- 1.000 1.000
5 1/11,4 0.907 0.959
10 1/5,7 0.799 0.929
15 1/3,7 0.717 0.905
20 ½,7 0.625 0.860
25 ½,1 0.542 0.753
30 1/1,7 0.413 0.591

9.5.1. Koreksi Lintasan Tertutup

Koreksi pembagian jarak


Misalnya kita mempunyai 4 titik amat dari suatu lintasan tertutup A, B, C, D
(gambar 9.4). Lintasan yang akan ditempuh adalah mulai dari A, B, C, D, dan
kembali ke titik A, tetapi dalam pelaksanaannya hal tersebut sulit dicapai dan
biasanya terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Penyimpangan dapat terjadi karena kurang teliti membaca kompas, menghitung
langkah dan menentukan besarnya lereng. Kesalahan-kesalahan seperti ini
memang tidak mungkin dapat dihindari, tetapi dapat dikurangi seminimal mungkin
dengan cara seteliti mungkin.
Dalam contoh di bawah (Gambar 9.4) misalnya titik terakhir tidak berakhir di titik A,
melainkan di titik E, yang seharusnya berimpit dengan A.
Untuk melakukan koreksi jarak, ditempuh beberapa tahapan sebagai berikut :

GEOLOGI LAPANGAN
10

1. Hubungkanlah titik E dan A.


2. Bagilah garis ini menjadi n bagian yang sama dimana n = jumlah segmen
lintasan yang hendak dikoreksi. Dalam contoh ini n = 4, yaitu segmen AB, BC,
CD, DA.
3. Buatlah dari titik-titik B, C, dan D garis-garis yang sejajar dengan garis EA.
4. Dalam contoh ini, untuk titik E harus digeser agar berimpit dengan A. Demikian
pula dengan titik B, C, dan D. Titik B digeser 1/4 EA, titik C digeser 2/4EA, dan
titik D digeser 3/4EA.
5. Dengan demikian, lintasan A-M-N-O-A adalah lintasan yang telah dikoreksi.
(Gambar 9.4).

Gambar 9.4. Cara koreksi pembagian jarak pada lintasan tertutup

Koreksi sudut

Lintasan yang salah (A-B-C-D-A) dapat juga dikoreksi dengan koreksi sudut.
Prosedur yang digunakan dalam upaya koreksi sudut adalah :

1. Hubungkanlah titik D dan A. Ternyata garis DE membuat penyimpangan


sebesar ao dari DA searah dengan jarum jam (Gambar 9.5).
2. Bila ternyata bahwa DE lebih pendek dari pada DA. Hitunglah persentase
kependekan tersebut. Ini berarti bahwa segmen lintasan harus diperpanjang
sebesar kependekan tadi.
3. Buatlah sudut sebesar ao di titik A, B dan C, juga searah dengan jarum jam dan
tariklah garis AA’, BB’ dan CC’ dengan panjang sembarang.
4. Ukurlah garis AM dari titik A sepanjang garis AA’ (AB x koreksi panjang). Buatlah
dari M garis yang sejajar BB’ dan ukurkan MN (sepanjang BC x koreksi). Buatlah
dari N garis sejajar CC’ dan ukurkan NO (sepanjang CD + koreksi) Terakhir,
hubungkanlah o dengan A.

GEOLOGI LAPANGAN
11

A-M-N-O-A adalah lintasan yang telah dikoreksi.

Gambar 9.5. Cara koreksi sudut pada lintasan tertutup.

9.5.2 Koreksi Lintasan Terbuka

Misalnya kita akan melakukan lintasan kompas dari titik A ke titik F yang
dua-duanya dapat dikenal dalam peta. Ternyata setelah pengukuran kita tidak
sampai di titik F melainkan di titik E.
Koreksi jarak

Untuk koreksi jarak, langkah-langkah yang dilakukan sesuai dengan


prosedur sebagai berikut (gambar 9.6a) :
1. Hubungkanlah titik E dan F
2. Bagilah garis-garis EF menjadi n bagian yang sama panjang; n= jumlah
segmen jarak yang akan dikoreksi,dalam contoh ini n = 4, yaitu AB, BC, CD,
dan DE.
3. Buatlah garis-garis dari titik B,C,dan D yang sejajar dengan EF. Oleh karena itu
titik E berada di utara titik F, maka titik harus digeser ke selatan.
4. Ukurkanlah BM sebesar 1/4EF, CN = 2/4EF dan DO = 3/4EF. Dengan
demkikian A-M-N-O-F adalah lintasan yang telah dikoreksi.

Koreksi sudut

Untuk koreksi sudut, langkah-langkah yang dilakukan sesuai dengan


prosedur sebagai berikut (gambar 9.6b) :
1. Hubungkanlah titik A dan E. Ternyata garis AE ini membuat penyimpangan
sudut sebesar ao pada arah yang berlawanan jarum jam terhadap AF. Oleh
karena itu semua segmen lintasan harus dikoreksi ke arah yang se arah jarum

GEOLOGI LAPANGAN
12

jam.
2. Bila ternyata bahwa AE lebih panjang dari pada AF. Oleh , maka semua
segmen harus dikurangi sebesar persentase kepanjangan AE terhadap AF.
3. Buatlah dari A, B, C, dan D garis-garis AA’, CC’, dan DD’ yang menyimpang
dari garis-garis AB, BC, CD dan DE sebesar ao searah jarum jam.
4. Ukurlah AM digaris AA’sepanjang AB x koreksi.
5. Buatlah dari M garis MN yang sejajar dengan BB’ dan panjang MN = BC x
koreksi
6. Buatlah dari N garis No yang sejajar dengan CC’, di mana panjang NO = CD x
koreksi.
7. Demikian juga untuk garis OF sejajar DD’ dimana OF = DE x koreksi.
8. Hubungkanlah O dan f. dengan demikian a-M-N-O-F adalah lintasan yang telah
dikoreksi.

Dengan sendirinya hasil koreksi jarak dan sudut akan memberikan perbedaan
bentuk lintasan (Gambar 9.6c) karena koreksi-koreksi tersebut dilakukan
dengan mengacu terutama terhadap koordinat titik akhir pengamatan.

Gambar 9.6. Cara koreksi pada lintasan kompas

GEOLOGI LAPANGAN
13

C. Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan lintasan geologi


2. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengamatan
singkapan pada lintasan
3. Sebutkan data-data rekaman geologi yang digambarkan dalam gambar/ peta
lintasan
4. Sebutkan rumus untuk menentukan jarak lereng

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL X

SKETSA

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan
Sasaran pembelajaran dari modul ini adalah untuk menetahui pengertian sketsa
lapangan dan kegunaan dari sketsa lapangan dalam pemetaan geologi.

B. Materi Pembelajaran

8.1 Sketsa Lapangan

Sketsa lapangan merupakan salah satu dari pengambilan atau perekaman data
secara langsung di lapangan dengan cara mengambil data gambar dengan tangan
bebas pola dasar objek yang diteliti dengan memakai pensil gambar dan atau
alat gambar lainnya sebagai alat gambar lapangan.

Kegunaan sketsa lapangan dalam penelitian geologi sangatlah banyak,


diantaranya yaitu :
 Sebagai salah satu data utama dalam penyelidikan atau pemetaan geologi,
 Berguna untuk lebih menjelaskan ungkapan dengan data diskriptif,
 Diperlukan untuk lebih menjelaskan atau memperjelas data fotografi,
 Melatih seseorang untuk teliti dalam melihat gejala lapangan, baik pada saat
melakukan pengamatan maupun saat membuat analisis.
 Mengambil makna yang penting dari apa yang dilihatnya, gambaran yang tidak
mudah ditonjolkan pada foto, dapat ditunjukkan pada sketsa.
 Memiliki rekaman pengganti bila terjadi kegagalan pada pembuatan foto.

Pembuatan Sketsa untuk tujuan Penyelidikan dan/atau pemetaan geologi

1. Sketsa keadaan mayor Bentangalam dan proses geomorfologi,


2. Sketsa keadaan mayor Hubungan stratigrafi antar satuan batuan secara
langsung di lapangan,
3. Sketsa keadaan mayor kedudukan struktur geologi sebenarnya di lapangan
4. Sketsa keadaan minor singkapan batuan, antara lain:
▪ Bentuk-bentuk morfologi
▪ Kenampakan stratum masing-masing batuan (termasuk intrusi, vein)
▪ Kenampakan struktur batuan pada singkapan. (termasuk ciri sesar; gawir
sesar, breksi sesar, struktur kekar, dll.)

GEOLOGI LAPANGAN
3

5. Sketsa Keadaan kondisi geologi makro, antara lain:


▪ Kandungan fosil, fragmen batuan/mineral khas, veinlett, dll.

Gambar Proyeksi Perspektif Keadaan Geologi


Teknik Penggambaran dengan menggunakan proyeksi perspektif dipergunakan
untuk mengambil data sketsa gambar kondisi geologi yang nampak jauh terlihat di
depan, yang memperlihatkan garis cakrawala (tergantung kedudukan pengambilan
gambar dan keadaan medan).

Pengertian Gambar Perspektif

Gambar perspektif adalah gambar sketsa kenampakan objek yang meperlihatkan :


 Latar depan adalah bidang kenampakan obyek bagian paling dekat
terlihat lebih besar dan nampak lebih jelas,
 Bidang Kenampakan obyek bagian tengah,
 Latar belakang adalah bidang kenampakan obyek paling jauh terlihat
lebih kecil dan nampak agak kabur.

 Teknik menggambar proyeksi perspektif (1)


 Tentukan luas bidang gambar,
 Tentukan luas cakupan objek lapangan yang akan digambar (batas kiri &
kanan),
 Tentukan bidang muka (latar depan), bidang tengah (merupakan gambar
sketsa obyek), bidang latar belakang (bidang terjauh dan dibuat kabur),
 Sesuaikan kondisi lapangan yang paling cocok digambar sebagai latar
depan dan latar belakang
 Pastikan Objek gambar yang tergambar pada bidang tengah proyeksi
gambar.
 Teknik menggambar proyeksi perspektif (2)
 Gambarkan terlebih dahulu Sketsa gambar latar belakang dengan cara :
▪ Buatlah garis khayal letak garis cakrawala,
▪ Kemudian gambarkan garis-garis rangkaian pegunungan dengan garis
dan dengan arsiran sangat tipis.
▪ Tidak perlu digambar detail.
 Teknik menggambar proyeksi perspektif (3)
 Kenampakan Objek, digambar yang paling jelas dengan tarikan garis yang

GEOLOGI LAPANGAN
4

lebih tebal. Apabila struktur geologi yang menjadi objek gambar, maka
perjelas dengan tarikan garis-garis yang lebih tebal dan detailkan setiap
unsur yang memperkuat penjelasan objek geologi yang digambar. Jika
perlu dibuat garis-garis bantu atau dibuat keterangan untuk lebih
memperjelas gambar detail obyek.
 Perhatian dalam Pembuatan Sketsa perspektif kondisi geologi
 Tentukan macam kondisi geologi yang akan ditekankan dalam gambar,
apakah yang akan digambar :
o Jenis bentangalam dan proses geomorf.
o Macam batuan penyusun dan unsur-unsur litologi,
o Struktur geologi dan ciri-ciri lapangan yang menyertai
o Kondisi khusus, antara lain kenampakan karakteristik lapangan bahan
galian, keteknikan dan bencana geologi dan lain-lain,
o hubungan kenampakan lapangan antara bentangalam dan litologi atau
dengan struktur geologi atau kenampakan khas dari hubungan
aspek-aspek geologi umum tersebut diatas.
o Tentukan tema/ judul gambar sketsa.
 Bidang muka (latar depan) adalah bidang yang paling dekat dengan
pengamat, boleh digambar dengan tarikan garis-garis arsiran tebal tetapi
tidak boleh digambar lebih menonjol dan tidak lebih detail daripada sketsa
gambar objek.
 Sketsa keadaan (minor) singkapan batuan merupakan sketsa singkapan
yang memperlihatkan kenampakan detail dan menonjolkan unsur-unsur
litologi, struktur batuan dan menggambar gejala-gajala urutan dan
kedudukan batuan pada singkapan.
 Posisi gambar terhadap kedudukan di sekitarnya (kedudukan singkapan
terhadap sungai atau jalan).
 Kenampakan dari arah tertentu (yaitu kenampakan vertikal pada dindidng
tebing jalan, atau kenampakan lateral pada dasar sungai dll,
 Memuat dimensi unsur-unsur singkapan, bisa dengan skala gambar.
 Judul dan keterangan gambar juga harus diperhatikan.
8.2 Sketsa Bentang Alam

Pada sketsa bentang alam, untuk mencapai kesan perspektif dilakukan tahapan
sebagai berikut :

GEOLOGI LAPANGAN
5

1. Menentukan letak garis cakrawala


a. Letak cakrawala tinggi terhadap gambar, didapat pada penglihatan
“pandangan burung terbang”.
b. Letak cakrawala lebih kurang 2/3 dari batas bawah gambar. Pengamatan
seolah-olah berada di suatu ketinggian dan memandang ke bawah.
c. Letak cakrawala membagi dua bidang gambar (“pandangan horisontal”).
Penggambar letaknya rata terhadap yang digambar.
d. Letak cakrawala lebih rendah terhadap gambar, didapat pada penglihatan
“pandangan katak”. Letak cakrawala lebih kurang 1/3 dari batas bawah
gambar, penggambar seolah-olah berada pada suatu kaki bukit atau
gunung dan memandang ke atas.

Dengan memakai letak berbagai cakrawala ini dapat diperoleh kesan akan
perspektif terhadap arah pandangan ke bawah horisontal atau ke atas.

2. Membagi bidang pandangan


Bidang muka (fore ground) adalah bidang yang paling dekat dengan sisi
penggambar, dapat ditimbulkan dengan garis-garis yang lebih tebal, perbandingan
yang lebih besar, atau warna-warni yang tegas. Dalam penggambaran tidak perlu
detail, untuk tidak “menutupi” sasaran gambar yang sesungguhnya (bidang
gambar). Bidang gambar merupakan bidang utama di mana sasaran gambar
diletakkan, Gambar terperinci terletak di sini.

Garis-garis jelas, teliti dan bermakna. Utamakan garis-garis yang mengandung arti
geologi, seperti bentuk bukit, “tekstur” lereng dan batas-batas litologi. Timbulkan
suatu kesan dalam gambar yang mencerminkan karakter morfologi daerah
tersebut. Proporsi dimensi bukit dan lembah sangat penting.

Latar belakang (back ground) merupakan bidang yang letaknya terjauh. Garis-garis
dibuat tipis dan agak kabur. Pada umumnya dapat dikatakan permukaan bentang
alam yang halus dapat dinyatakan dengan titik yang merata atau garis-garis yang
menerus, sedangkan permukaan kasar dengan titik-titik kasar tak merata atau
garis putus-putus.

GEOLOGI LAPANGAN
6

Hasil terbaik dalam mebuat sketsa dengan bayangan pada pagi hari pada antara
jam 09oo–11oo pada saat matahari condong terhadap bentang alam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sketsa bentang alam
adalah :

Pemilihan batas-batas pada bentang alam yang akan digambarkan dengan
mengingat faktor-faktor geologi dan sketsa gambar.

Pengamatan bentuk bentang alam

Perbandingan (proporsi) dari unsur-unsur bentang alam (gunung, bukit, gawir,
lembah) dan lain-lain.

Unsur-unsur geologi yang tampak pada bentang alam tersebut (perlapisan
batuan, kekar, nada warna, vegetasi).

Perbedaan keterjalan lereng yang disebabkan oleh macam batuan, struktur
geologi dan erosi.

Interpretasi gejala geologi yang penting seperti rekonstruksi garis utama lapisan,
batas kontak instruksi, bidang sesar dan lain-lain.

Lokasi pandangan dan arah gambar.

Gambar 8.1. Sketsa bentang alam Gunung Bukitunggul, perhatikan struktur


sesar sungkup dan lipatan rebah pada batupasir.

8.3 Sketsa Singkapan


Sketsa singkapan dimaksudkan untuk menonjolkan dan memperinci arti yang
penting dari suatu singkapan. Dalam sketsa ini dapat juga dikemukakan penafsiran
mengenai gejala geologi yang ada.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sketsa singkapan adalah :
 Pengamatan gejala struktur (bidang perlapisan, bidang sesar, bidang dan
sumbu-sumbu sesar kolom).
 Macam-macam batuan (batuan sedimen berlapis, batuan beku dengan
kekar kolom, batuan metamorfis berfoliasi).

GEOLOGI LAPANGAN
7

 Dimensi singkapan dan gejala struktur.


 Lokasi singkapan dan skala gambar.
 Skala garis, suatu sketsa singkapan yang tidak dilengkapi dengan skala
garis akan menjadi tidak berarti.

Gambar 8.2. Sketsa singkapan yang menunjukkan gejala struktur sedimen


dan ketidak selarasan (unconformity)

C. Latihan
1. Sebutkan kegunaan sketsa lapangan dalam penelitian geologi
2. Sebutkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sketsa
bentang alam adalah

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL XI

PENGENALAN STRATIGRAFI

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan

Sasaran pembelajaran modul ini adalah mahasiswa mengetahui pengertian


penampang stratigrafi, tujuan membuat penampang stratigrafi dan mengetahui tata
cara pembuatan penampang stratigrafi.

B. Materi Pembelajaran

10.1 Pengertian Penampang Stratigrafi

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertikal lapisan-lapisan


batuan sedimen pada lintasan yang dipilih. Setiap titik dalam aturan mengikuti
kaidah hukum superposisi.
Dalam penelitian geologi suatu daerah yang merupakan bagian dari suatu
cekungan sedimentasi, data mengenai jenis litologi, variasinya secara vertikal,
lateral serta ketebalan masing-masing satuan stratigrafi merupakan data yang
penting untuk diketahui. Setiap lokasi yang menunjukkan urutan dan kontak batuan
yang jelas dianjurkan untuk mengadakan pengukuran penampang terukur.

Pengukuran penampang stratigrafi secara umum bertujuan untuk :


1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urutan-urutan perlapisan suatu
satuan stratigrafi (Formasi, kelompok, anggota dan sebagainya ).
2. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi atau lapisan
yang menjadi objek penelitian (misalnya batubara).
3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan
dan urutan-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detail.
4. Untuk menafsirkan lingkungan pengendapan dengan memperhatikan profil dan
pola urutan vertikal batuan.

Data tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk gambar yang disebut sebagai
kolom stratigrafi. Berhubungan dengan keadaan singkapan, pengukuran suatu
penampang stratigrafi secara langsung kadang agak sulit dilakukan di Indonesia,
dalam keadaan tersebut ketebalan ditentukan dengan pembuatan penampang
struktur. Tetapi mengingat pentingnya data tersebut, maka disarankan untuk
berusaha mengukur penampang pada singkapan-singkapan yang menerus
terutama yang meliputi satu atau lebih satuan-satuan stratigrafi yang resmi.

GEOLOGI LAPANGAN
3

10.2 Prosedur Pelaksanaan Lapangan

Idealnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada tahap akhir pemetaan


geologi, dimana informasi mengenai penyebaran satuan batuan dan struktur
geologi sudah diketahui, sehingga dapat pilih lintasan-lintasan yang ideal (lintasan
menerus, tidak terganggu struktur da lain-lain). Namun dalam prakteknya,
mengingat efesiensi waktu dan biaya, pengukuran penampang stratigrafi seringkali
dilakukan bersamaan dengan waktu pemetaan, terutama pada daerah-daerah
yang sulit dijangkau.

Ada empat tahapan utama yang harus ditempuh dalam pengukuran penampang
stratigrafi yaitu : perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian.

10.2.1 Perencanaan Lintasan

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, setelah satuan urut-urutan singkapan


secara keseluruhan diperiksa untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Kedudukan lapisan (strike/dip), apakah curam. Landai, vertikal atau horizontal.
Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus terhadap jurus.
2. Harus diperiksa apakah jurus atau kemiringan lapisan itu menerus tetap atau
berubah-ubah. Hal tersebut di atas adalah penting dalam menentukan metode
dan perhitungan pengukuran. Kemungkinan adanya struktur sepanjang
penampang seperti sinklin, antiklin, sesar, perlipatan dan sebagainya.
3. Penentuan superposisi dari lapisan, sesuatu yang sangat penting, tetapi
kadang-kadang tidak diperhatikan. Kriteria untuk superposisi ini umumnya
diperoleh dari struktur sedimen yang ada.
4. Meneliti akan adanya lapisan petunjuk (keybeds) yang dapat diikuti di seluruh
daerah ( misalnya lapisan batubara, lapisan bentonit).

Lapisan penunjuk ini penting sebagai referensi untuk mengikat (to tie in)
penampang stratigrafi ini pada system wilayah (region) yang resmi. Adalah sangat
baik jika dapat diikat pada jalur-jalur biostratigrafi.

10.2.2 Pengambilan Data

GEOLOGI LAPANGAN
4

Ada dua hal penting dalam tahapan ini yaitu pengukuran tidak langsung maupun
langsung ketebalan perlapisan batuan dari pemerian pada tiap-tiap langkah
pengukuran.

10.2.2.1 Pengukuran
Cara-cara pengukuran penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya, dan
metode yang digunakan sangat tergantung pada keadaan medan dan singkapan
yang ada, namun pada dasarnya pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan
data ketebalan satuan stratigrafi. Disini hanya akan dibahas salah satu cara yang
sering diterapkan di Indonesia, yaitu pengukuran dengan memakai pita ukuran dan
kompas. Metode ini diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah
singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi satu penampang. Pengukuran
ini sebaiknya dilakukan minimal dua orang.

Cara mengukur ini dapat dilihat dalam gambar 10.1. Sebaliknya diusahakan agar
arah pengukuran tegak lurus pada jurus lapisan, untuk menghidari koreksi-koreksi
yang rumit. Perletakan posisi patok satu terhadap patok berikutnya seharusnya
mempertimbangkan perubahan jenis litologi, dan bukan ketersediaan panjang tali.
Adapun data yang harus dicatat akan dipakai untuk menghitung ketebalan adalah :
- Jarak terukur antar patok - Azimuth (arah) lintasan
- Kemiringan lereng - Jurus dan kemiringan lapisan

Tahapan-tahapan pelaksanan pengukuran penampang stratigrafi adalah :


1. Mulailah pengukuran dari dasar penampang yang akan diukur
2. Tentukan satuan-satuan litologi yang akan diukur. Berilah patok-patok atau
tanda lainnya pada batas-batas satuan litologi ini. Jika satuan-satuan litologi ini
tebal semuanya kurang dari 5 meter, lebih praktis jika membentangkan pita
ukuran dari alas satuan sampai atap satuan tersebut. Ini dibentangkan
sepanjang-panjangnya, kemudian tebal semu diperoleh dengan mengurangkan
pembacaan pada alas. Jika satuan litologi yang diukur tebal semuanya 5 m
atau lebih, ambillah pengukuran satuan demi satuan dengan membentangkan
pita ukuran dari alas satuan sampai atap satuan tersebut.
3. Baca azimuth arah pengukuran (arah bentangan pita ukuran), dan besarnya
sudut lereng (slope = s°)

GEOLOGI LAPANGAN
5

4. Ukur kedudukan lapisan (jurus dan kemiringan), jika jurus dan kemiringan dari
tiap satuan berubah-ubah sepanjang penampang, sebaiknya pengukuran jurus
dan kemiringan (Az, dip) dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan
dalam perhitungan dipergunakan rata-ratanya.
5. Baca jarak terukur = dt (tebal semu) dari satuan yang sedang diukur pada pita
meter.

Gambar 10.1. Cara pengukuran penampang stratigrafi (Compton, 1985)

Kemudian buatlah pemerian litologinya, untuk teknik pemerian lihat sub bab
selanjutnya yaitu pengamatan dan deskripsi.

10.2.2.2 Pengamatan dan Deskripsi

Pada pengukuran startigrafi setiap satuan litologi harus dideskripsi secara detail
dan harus diingat bahwa satuan litologi disini tidak sama dengan satuan peta.
Semua fakta yang menurut pengamatan lapangan dapat digambarkan dikolom
pada skala 1 : 1000 atau pada skala yang lebih besar lagi harus diperiksa secara
teliti dan terperinci. Dalam pembuatan deskripsi ini sebaiknya dilakukan mulai dari
kenampakan yang pada skala singkapan kemudian dipertajam dengan
pengamatan yang lebih detail.
Satuan stratigrafi atau satuan sedimenasi dapat terdiri dari satu jenis batuan atau
lebih dari selang-seling beberapa lapisan litologi berlainan, atau satu litologi utama
dengan sisipan-sisipan (interkalasi tipis sebagai litologi). Pembagian satuan sangat
tergantung pada skala yang akan digunakan sewaktu menggambar kolom. Pada
skala 1 : 1000, satu satuan batuan tebal minimumnya 10 m (10 mm pada kolom).

Setiap satuan litologi yang diukur harus diberi pemerian selengkapnya. Dianjurkan
supaya cara pemerian dilakukan secara beraturan dan sistematik dari kenampakan

GEOLOGI LAPANGAN
6

yang lebih besar (singkapan) yang lebih detail (tekstur komposisi). Di bawah ini
diberikan urutan susunan pemerian yang dianjurkan.
1. Nama satuan batuan (jika bisa ditentukan di lapangan)
2. Batuan utama dan sisipan atau perselingan serta organisasi antar lapisan
begitu pula struktur sedimen.
3. Pemerian litologi setiap lapisan (warna, tekstur, komposisi)
4. Hubungan dengan satuan di bawahnya.

Nama satuan batuan


Nama untuk satuan batuan sebaiknya memakai cirri umum dari satuan batuan.
Dalam hal ini perlu diperhatikan sifat sisipan atau perselingan antara batuan yang
dominant (main litholoy) dan batuan yang merupakan sisipan atau selingan.
Kadang karena sulitnya medan, penentuan nama ini dilakukan setelah
pengeplotan lintasan selesai. Batuan utama dan sisipan atau perselingannya serta
organisasi antar lapisan begitu pula struktur sedimen.

Untuk mendeskripsi masalah tersebut dapat dibantu dengan mengajukan


pertanyaan-pertanyaan misalnya :
a. Apakah terdiri dari satu jenis litologi atau lebih.
b. Jika lebih dari satu litologi apakah bersifat perselingan atau sisipan.
c. Apakah sisipan atau perselingan hanya terdiri atas satu litologi atau lebih.
d. Jika lapisan utama atau sisipan itu adalah klastik kasar (konglongmerat, breksi
batupasir/ lanau atau karbonat) maka pertanyaan yang penting adalah : apakah
lapisan bersifat massif, tebal, tipis atau berlaminasi. Keadaan perlapisan
sebaiknya diberikan secara kuantitatif, misalnya dengan klasifikasi Mc. Kee dan
Weir (1953). Istilah “bedding”, dalam bahasa Indonesia dapat digunakan :
berlapis tebal, berlapis tipis, dan sebagainya, sedangkan “lamination” dapat
dipakai istilah : berlapis halus atau berlapis sangat halus.
Kemudian perhatikan organisasi antar lapisan yang ada. Yang dimaksud
dengan organisasi perlapisan adalah bagaimana sifat perselingan lapisan atau
sisipan lapisan itu dari bawah ke atas apakah bersifat :
1. Sisipan makin menebal ke atas (thickening upward sequence).
2. Menipis ke atas (thinning upward sequence).
3. Seragam.
]

GEOLOGI LAPANGAN
7

Pada tahap ini perlu dicatat tebal lapisan selang-seling rata-rata berapa tebal
rata-rata batuan sisipan dan beberapa spasinya. Pengamatan organisasi vertikal
lapisan-lapisan ini menjadi sangat penting karena berkembangnya konsep
stratigrafi sikuen (sequen stratigraphy). Pada konsep tersebut pengenalan “system
tract” diidentifikasi dengan acara analisis urutan vertikal. Kemudian juga penting
untuk diamati sifat batas atas batas bawahnya lapisan, apakah bersifat :
1. Batas berangsur (transisi)
2. Batas tegas
3. Batas erosi

Untuk mengamati organisasi lapisan ini disarankan menggunakan teknik


pengamatan agak menjauh dari singkapan (3-5 meter dari objek yang diamati).
Pada tahap ini juga perlu dicatat struktur sedimen yang berkembang pada batuan
utama dan pada perselingan atau sisipan. Struktur sedimen yang umum dijumpai
adalah : perlapisan, perlapisan bersilang (cross bedding), perlapisan bersusun
(graded bedding), gelembur gelombang, rekah kerut (mud crack), kikisan erosi,
jejak organisme, bekas erosi (scour mark), struktur pembebanan (load cast)
struktur imbrikasi, struktur distorsi (slump, convolute), dan lain-lain. Struktur non
sedimen, misalnya konkresi (rijang, lempung gampingan, nodule, bola batubara
(styllonit), struktur organik dan lain-lain.

Deskripsi litologi setiap lapisan.


Jika satuan terdiri dari selang-seling beberapa macam batuan, periksalah dulu
batuan utama secara lengkap dan kemudian baru batuan lainnya. Sebutkan
hubungan batuan pertama terhadap kedua, ketiga dan seterusnya.
Pengamatan ini untuk mendapatkan gambaran sifat litologi dari masing-masing
penyusun singkapan yaitu meliputi warna, tekstur, fragmen pembentuk, semen
atau massa dasar, mineral sedikit, kandungan fosil, porositas dan kekerasan.
1. Warna : Warna batuan merupakan hal yang paling awal dapat dikenali. Dalam
hal ini berikanlah warna yang paling cocok. Kadang-kadang terdapat warna
campuran, beraneka warna, berbintik-bintik atau garis, dan lain-lain.
2. Tekstur
Pengamatan tekstur, terutama mengenai besar butir, bentuk butir, pemilahan dan
kemas.

Besar Butir (ukuran butir)


GEOLOGI LAPANGAN
8

Besar butir atau ‘grain size’ hanya dapat dibedakan pada klastik kasar dan
kadang-kadang pada karbonat. Untuk konglongmerat dan breksi dinyatakan dalam
ukuran rata-rata sebagai millimeter atau sentimeter dan juga ukuran
maksimumnya.
Istilah-istilah yang dipakai untuk ukuran batupasir :
 berbutir sangat kasar (BSK) (2 – 1 mm)
 berbutir kasar (BK) (1 – ½ mm)
 berbutir sedang (BS) (1/2 – ¼ mm)
 berbutir halus (BH) (1/4 – 1/8 mm)
 berbutir sangat halus (BSH) (1/8 -1/16 mm)

Untuk batuan karbonat, jika macam fragmen/butir pembentuk adala sublitogragi


maka besar butir tidak perlu diberikan lagi.
Dalam hal besar butir ini sering terjadi veriasi secara vertical dalam satu lapisan
klastik kasar, dalam hal ini dikenal istilah :
1. Seragam (tidak ada perubahan)
2. Menghalus ke atas (fining upward sequence)
3. Mengkasar ke atas ( coarsening upward sequence)

Bentuk butir (grain shape)

Sifat ini hanya dimiliki batuan klastik kasar. Pakailah istilah membundar,
membundar baik, membundar tanggung, bersudut tanggung dan menyudut.

Pemilahan (sorting)

Pemilihan hanya dapat diteliti pada batuan klastik kasar. Pakailah istilah-istilah :
terpilah sangat baik jika butiran sama besar, terpilah baik jika terdapat kisaran
besar butir tetapi suatu besar butir rata-rata masih dapat dilihat, terpilah buruk
apabila tidak dapat dilihat adanya besar butir rata-rata.

Kemas (fabric)

Untuk klastik halus kemas tidak diamati. Untuk breksi dan konglomerat pakailah
istilah kemas terbuka atau kemas tertutup atau imbrikasi.
GEOLOGI LAPANGAN
9

Fragmen Pembentuk

Bermacam-macam fragmen/butir pembentuk adalah berlainan untuk tiap macam


batuan. Sebagai contoh :
1. Konglomerat, breksi dan aglomerat : sebutkan macam batuannya (andesit,
basalt, kuarsa dan sebagainya)
2. Batupasir, sebutkan susunan mineral utama yang menyolok seperti : kuarsa,
feldspar, fragmen batuan, glaukonit dan lain-lain.
3. Tufa :
a. Jenis butir ( kristal, gelas, fragmen batuan, batuapung)
b. Petrologi / mineralogy (andesit, basalt, hornblende, dsb)
4. Karbonat, gamping dan dolomite. Kerangka (skeletal), fragmental, cocquina,
oolit, kristalin atau bias disebutkan macam kerangka fosil pembentuk koral,
foram, ganggang dan sebagainya.

Semen atau massa dasar (matriks)


Untuk batuan seperti konglongmerat dan breksi, dapat hadir sebagai semen
karbonat atau berupa massa dasar batupasir, lempung atau tufa. Untuk batupasir,
macam semen adalah gampingan, kersikan, breksian dan macam massa dasar
adalah lempungan, detritus; kadang-kadang tak dapat dibedakan dari campuran.

Kandungan fosil

Kandungan fosil sedapat mungkin diidentifikasi sampai ke genus atau spesies.


Kadang-kadang cukup dengan menyebut mengandung bryozoa, mollusca,
foraminifera dan sebagainya.

GEOLOGI LAPANGAN
10

Gambar 10.2 Contoh pengambilan data fosil di lapangan (Pringgoprawiro dan


Kapidd, 1999)

Mineral-mineral sedikit
Adanya mineral-mineral sedikit tetapi masih bisa teramati dengan kaca pembesar
(loupe) kadang-kadang sangat penting sebagai penunjuk lingkungan pengendapan
sedimen atau batuan asal. Mineral-mineral ini misalnya pirit, gloukopit,
keeping-keping karbon dan mika. Kadang-kadang mineral sedikit ini begitu
menyolok dan menjadi sangat penting dalam pemetaan batuan, sehingga
ditempatkan di muka sebagai macam fragmen atau butir pembentuk.

Porositas
Menyatakan porositas dapat dilakukan dengan menggunakan istilah porositas
istimewa, porositas sedang, porositas dapat diabaikan. Untuk menduga porositas
dapat diketahui dengan menetaskan air diatas batuan. Beda halnya dengan
porositas yang digunakan dalam batuan karbonat, lebih cenderung menggunakan
istilah genetik (gambar 10.3) terutama dalam batuan karbonat reef.

Tabel 10.1 Daftar batuan Sedimen yang Umum (Harsolumakso, 2001)


Sebagai Sebagai
Nama Name
Campuran Campuran
Konglomerat an Conglomerate ic,pseph
Breksi an Breccia ous

GEOLOGI LAPANGAN
11

Aglomerat an Agglomerate ic
Batupasir an Sandstone sandy,
arenaceous
Tufa an Tuff aceous
Batulanau an Siltstone silty
Serpih an Shale ey
Lempung an Clay ey
Napal an Marl y
Gamping an Limestone limy,
calcareous
Dolomit an Dolomite ic
Batubara an Coal y
Karbonan Chert y

Kekompakan dan kekerasan


Pakailah istilah-istilah, Lembek, lunak, dapat diremas, keras, padat, getas dan
kompak.

Hubungan dengan satuan di atasnya.


Hubungan dengan satuan diatasnya juga harus disebutkan dengan jelas, misalnya
hubungan yang tegas atau tajam, berangsur, batas erosi atau ketidak selarasan,
kontak patahan, dsb.

10.2.3 Menghitung ketebalan

Dari data mentah berupa pengukuran di lapangan untuk menjadi kolom stratigrafi
harus melaui tahapan perhitungan satuan-satuan yang diukur untuk mendapatkan
data ketebalan sebenarnya. Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara bidang
alas/ bottom dan bidang atas/top. Ada berbagai variasi cara pengukuran, namun
pada dasarnya, perhitungan ketebalan lapisan yang tepat harus dilakukan dalam
bidang yang tegak lurus jurus lapisan.

GEOLOGI LAPANGAN
12

Gambar 10.3. Contoh porositas khusus pada batuan karbonat (Choquette


and Pray, 1970)

GEOLOGI LAPANGAN
13

Gambar 10.4 Sketsa kolom stratigrafi terukur yang menunjukkan sifat


perlapisan dan struktur sedimen.

Bila pengukuran di lapangan tidak dilkukan dalam bidang yang tegak lurus maka
jarak terukur yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu dengan rumus sebagai
berikut :
D = jarak terukur x cosinus ß

Dimana :
ß = sudut antara arah kemiringan dengan arah pengukuran
(azimuth).

Demikian juga halnya dengan sudut lereng (“slope”). Dalam menghitung ketebalan
lapisan, sudut lereng yang dipergunakan adalah sudut yang terukur pada arah
pengukuran yang tegak lurus jurus perlapisan. Untuk mengembalikan besaran
sudut lereng yang tegak lurus jurus. Koreksi tersebut antara lain dapat dilakukan
dengan menggunakan tabel “koreksi dip” untuk pembuatan penampang.

GEOLOGI LAPANGAN
14

Gambar 10.5. Cara penggambaran penampang terukur, simbol-simbol yang


umum digunakan dalam pembuatan penampang terukur (Withnall,1993)

Sudut lereng terukur dapat disamakan dengan “apperent dip” dan adalah penyiku
sudut antara jurus dan arah penampang.

10.2.3.1 Pengukuran pada daerah datar (lereng 0°)

Pengukuran di daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tagak lurus (gambar
10.6a) ketebalan T langsung didapat dengan perhitungsn : T = dt x sin δ (gambar
10.6b), dimana dt = jarak terukur di lapangan dan δ = sudut kemiringan lapisan.
GEOLOGI LAPANGAN
15

Gambar 10.6 Posisi pengukuran pada daerah datar

10.2.3.2 Pengukuran pada medan berlereng

Terdapat dua kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng yaitu berlawanan dan
searah dengan lereng (gambar 10.7 dan 10.8).

Gambar 10.7. Posisi pengukuran pada lereng yang searah dengan


kemiringan

Kemiringan lapisan searah dengan lereng

Bila kemiringan jelas (δ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan
tegak lurus jurus maka perhitungan ketebalan adalah :

GEOLOGI LAPANGAN
16

T = d sin (δ – s) (gambar 10.7b)

Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada lereng perhitungan ketebalan adalah :
T = d sin (s – δ) (gambar 10.7c)

Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan kemiringan lereng.

Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 90° (lereng
berpotongan tegak lurus dengan lapisan) maka T = d (gambar 10.8c)

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng maka :

T = d sin (δ + s) (gambar 10.8b)

Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng maka :

T = d sin ( 180° - δ – s) (gambar 10.8d)

Bila lapisannya mendatar maka :

T = d sin s

GEOLOGI LAPANGAN
17

Gambar 10.8 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan dengan


kemiringan

10.3 Penggambaran

Hasil suatu pengukuran penampang stratigrafi dapat disajikan dalam bentuk


gambar kolom yang lazim disebut kolom stratigrafi atau penampang stratigrafi.
Gambar 10.5 merupakan contoh penampang stratigrafi sedangkan gambar 10.9
merupakan contoh kolom hasil pengukuran penampang stratigrafi.
Dalam penggambaran kolom ada dua bagian penting yang harus ada yaitu :
keterangan gambar dan kolom stratigrafi.

10.3.1 Keterangan gambar


Gambar ini terdiri dari beberapa jalur dari yang umumnya meliputi kolom berikut
ini : (gambar 10.9)

Kolom Umur
Kolom ini dimaksudkan untuk memberikan keterangan umur batuan, untuk mengisi
kolom ini biasanya harus dilakukan analisa umur baik berdasarkan fosil maupun
radiometri. Untuk keperluan tersebut yang standar biasanya dilakukan analisis
paleontologi untuk itu harus dipilih contoh batuan yang mengandung fosil
(biasanya lempung, serpih atau batugamping). Sebaiknya penentuan umur paling

GEOLOGI LAPANGAN
18

tidak dilakukan pada tiga level lapisan, yaitu (bagian bawah, tengah, dan bagian
atas) dari lapisan satuan batuan.

Kolom Satuan Batuan


Kolom ini diisi dengan penamaan resmi (Kelompok, Formasi, Anggota, dll),
ataupun tak resmi (berdasarkan ciri umumya) dari satuan yang ada.

Kolom Ketebalan
Diisi berdasarkan data hasil perhitungan ketebalan, untuk menghindari kekeliruan
plotting yang berulang disarankan untuk mengeplot secara kumulatif dari suatu
datum tertentu.

Kolom besar butir dan struktur sedimen


Diisi berdasarkan hasil deskripsi lapangan mengenai besar butir dan struktur
sedimen perlu diperhatikan letak persisi dari perubahan besar butir dan struktur
sedimen. Gunakan simbol struktur sedimen yang sudah baku.

GEOLOGI LAPANGAN
19

Gambar 10.9. Kolom stratigrafi terukur umum suatu daerah penelitian (Comptom,
1985)

Simbol litologi
Simbol litologi digambarkan berdasarkan data litologi yang diamati di lapangan.
Ikutilah simbol-simbol yang sudah baku kalau ada simbol-simbol yang perlu
ditambahkan, misalnya adanya fosil foram, sisa tumbuhan, dan lain-lain sebaiknya
diletakkan pada bagian ini.

Ekspresi Topografi
Ide pencantuman ekspresi topografi barangkali untuk memberikan gambaran yang
identik antara besar butir yang simetris terhadap ekspresi topografi mirip dengan

GEOLOGI LAPANGAN
20

bentuk log SP yang biasanya simetris terhadap log resistivity. Hal ini biasanya
digunakan dalam industri minyak bumi untuk mengetahui geometri batuan
reservoir.

Kolom Deskripsi
Kolom deskripsi seyogyanya diberikan menurut kebutuhan. Hal ini bisa sangat
detail pada masing-masing lapisan yang dianggap penting, namun juga deskripsi
yang bersifat umum yng mewakili ciri satuan batuan. Hal ini biasanya digunakan
untuk keperluan pemetaan.

Kandungan Fosil
Kandungan fosil yang dicantumkan pada kolom ini sebaiknya hanya fosil-fosil yang
diagnostik atau untuk umum dan lingkungan pengendapan, hal tersebut untuk
memperkuat penafsiran umur dan lingkungan pengendapan.

Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan dapat ditentukan setelah melalui analisis baik yang
berdasarkan urutan vertikal/ analisis stratigrafi atau analisis fosil bentos.

C.Latihan
1. Sebutkan tujuan dari pengukuran penampang stratigrafi
2. Sebutkan tahapan-tahapan pelaksanan pengukuran penampang stratigrafi
3. Sebutkan tahapan utama yang harus ditempuh dalam pengukuran penampang
stratigrafi
4. Gambarkan bagian dari kolom stratigrafi yang umum

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL XII

PEMETAAN GEOLOGI

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
140

A. Pendahuluan
Sasaran pembelajaran modul ini adalah agar mahasiswa mengetahui pengertian
pemetaan geologi, tata cara melakukan pemetaan geologi, pembuatan lintasan
geologi dan penampang geologi. Selain itu mahasiswa juga dikenalkan dengan
peta geologi.

B. Materi Pembelajaran

11.1. Tinjauan Umum

Salah satu pekerjaan pokok bagi seorang geologiwan adalah membuat peta
geologi. Peta geologi diartikan sebagai bentuk ungkapan data geologi suatu
daerah atau wilayah yang ketelitiannya didasarkan pada skala petanya. Peta
geologi tersebut menggambarkan atau memberikan informasi segala hal mengenai
keadaan geologi wilayah tersebut antara lain sebaran, jenis, sifat batuan, umur,
stratigrafi, struktur, fisiografi, sumberdaya alam dan energi. Ada beberapa cara
penggambaran informasi tersebut antara lain dengan warna, simbol dan corak atau
gabungan dari ketiganya. Nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada si
pemeta, seperti ketelitiannya di lapangan, pengetahuan dasar ilmu geologi dan
tentunya pengalamannya. Peta geologi dapat dipergunakan untuk bermacam
keperluan, sehingga pembuatannya harus disesuaikan dengan keperluan tersebut.
Walaupun pada dasarnya semua peta geologi adalah sama, tetapi untuk tiap-tiap
macam peta mempunyai penekanan-penekanan tertentu sesuai dengan tujuan
atau keperluan pembuatan peta tersebut.
Karena kompleksnya pekerjaan pembuatan peta geologi tersebut maka selain
dituntut pengetahuan dasar geologi, diperlukan juga managemen pengumpulan
data di lapangan. Hal ini dimaksudkan agar pekerjaan di lapangan dapat dilakukan
seefisien mungkin dengan waktu sesingkat dan biaya yang sekecil mungkin.

11.2. Pemetaan Geologi

Pemetaan adalah suatu kegiatan pengumpulan data lapangan, yang


memindahkan keadaan sesungguhnya di lapangan (‘fakta’) ke atas kertas gambar
atau ke dalam peta dasar yang tersedia, yaitu dengan menggambarkan
penyebaran dan merekonstruksi kondisi alamiah tertentu secara meruang, yang
dinyatakan dengan titik, garis, simbol dan warna.
GEOLOGI LAPANGAN
141

Peta Geologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh


penyebaran dan susunan dari lapisan-lapisan batuan dengan memakai warna atau
simbol, sedangkan tanda-tanda yang terlihat di dalamnya dapat memberikan
pencerminan dalam tiga dimensi mengenai susunan batuan di bawah permukaan.
Nilai dari peta geologi tergantung dari ketelitian pada waktu pengambilan di
lapangan.
Pelaksanaan pekerjaan pemetaan dapat dilakukan secara langsung di lapangan
dan dengan bantuan interpretasi dan analisa foto udara (‘citra’).
Skala yang dipilih, tergantung dari ketelitian dan tujuan. Berdasarkan atas ketelitian
yang diinginkan harus disesuaikan dengan besar kecilnya skala, makin teliti data
yang diinginkan, makin besar skala yang dipakai, sehingga dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok peta :
 Peta Detail
 Peta Semi Detail
 Peta Pendahuluan.

11.3. Tahapan Pelaksanaan Pemetaan Geologi

Prosedur pemetaan geologi dapat dibagi dalam tiga tahap utama, yaitu:
1. Tahap perencanaan
2. Pemetaan di lapangan
3. Penyusunan laporan

11.3.1 Tahap perencanaan

Tahap perencanaan ini meliputi kegiatan di kantor dan perencanaan kerja setelah
berada di base camp. Perencanaan yang dilakukan ini meliputi :
a. Kumpulan data-data mengenai keadaan daerah (medan), laporan-laporan
geologi yang pernah ada dan data lainnya yang berhubungan dengan daerah
yang akan dipetakan.
b. Mencari peta topografi untuk peta dasar.
c. Membuat peta dasar : tenaga, perlengkapan dan biaya
d. Menyusun program kerja dan jadwal

GEOLOGI LAPANGAN
142

Berhasil atau tidaknya pekerjaan lapangan nanti akan ditentukan oleh baik
tidaknya perencanaan ini. Setelah tiba di pangkalan yang telah direncanakan di
studio, sebelum langsung melakukan pemetaan, dilakukan penyelidikan
pendahuluan (reconaisence) yang bertujuan untuk :
o Mengetahui medan, jalan-jalan, nama-nama kampung, sungai, bukit-bukit, dsb,
termasuk juga membiasakan diri dan mempelajari adat istiadat penduduk
setempat.
o Secara sepintas dapat mengetahui jenis-jenis litologi, sehingga mungkin sudah
dapat diperkirakan beberapa macam batuan dan bagimana cara
mengelompokkannya .

Setelah itu baru membuat perencanaan mengenai lintasan-lintasan atau rute-rute


yang akan ditempuh disesuaikan dengan jadwal waktu yang dibuat dalam program
kerja (perencanaan di studio). Peta dasar yang akan disiapkan lebih dari satu
untuk di lapangan dan yang lain disimpan dipangkalan. Tiap sore atau malam
harinya dibiasakan memindahkan hasil-hasil pengamatan hari itu dari peta
lapangan ke peta yang di base camp. Tindakan ini dilakukan untuk menjaga agar
jika peta hilang atau peta lapangan sudah kotor dan tidak dapat dibaca lagi masih
ada peta yang disimpan dipangkalan (base camp).

11.3.2 Tahap Pemetaan di Lapangan

Persiapan Umum

a. Biasakan mulai bekerja di lapangan pagi-pagi dan kembali tidak terlalu sore.
Pergi pagi-pagi dapat menghindari hujan yang umumnya turun pada waktu
siang dan sore hari di daerah tropis.
b. Membawa air yang cukup dan kebutuhan makan siang
c. Persoalan-persoalan geologi yang tidak dapat dibawa ke base camp selalu
harus dipecahkan di lapangan.

Keberhasilan pekerjaan seorang geologist lebih banyak tergantung dari


kemampuannya memecahkan masalah di lapangan.

GEOLOGI LAPANGAN
143

Pengamatan di lapangan
Semua yang dapat dilihat bagi pemeta mempunyai arti tertentu adalah kewajiban
bagi para pemeta untuk mencatat segala yang diamati walaupun yang ada pada
saat itu mungkin tampaknya remeh sebab siapa tahu diwaktu yang akan datang
hal tersebut merupakan kunci atau keterangan tambahan bagi hal-hal yang belum
terpecahkan.
Ada tiga hal pokok yang harus direkam oleh para pemeta di dalam buku
lapangannya yaitu :
a. Unsur-unsur struktur berupa jurus dan kemiringan untuk struktur bidang
(misalnya bidang lapisan, sesar, kekar, foliasi, dll) serta arah dan penunjaman
untuk struktur garis (misalnya sumbu mikrofold, gores garis, liniasi mineral,dll).
b. Deskripsi litologi di lapangan harus diusahakan pada singkapan yang baik serta
diharapkan dapat mewakili suatu satuan (cara deskripsi yang lengkap) lihat bab
III.
c. Membuat sketsa atau potret mungkin keduanya perlu dilakukan sebab dengan
foto saja ada kemungkinan gagal dan sketsa dapat memperjelas hal-hal yang
ingin ditonjolkan.

11.4. Pemetaan di Lapangan

Pemetaan secara langsung di lapangan pada umumnya dapat dilakukan dengan 2


(dua) cara, sebagai berikut :
1. Cara pengukuran lapangan
2. Cara plotting pada peta dasar.

11.4.1 Pemetaan dengan cara Pengukuran Lapangan


Teknik pemetaan ini, didukung oleh peralatan atau pesawat ukur, yang mendeteksi,
mengambil dan memindahkan data ukur ke dalam daftar tabulasi dan dengan
menggambarkan langsung titik, garis, bidang dan ruang dan juga data lain yang
sehubungan dengan kebutuhan ke atas kertas gambar.
Peralatan yang sering dipakai dalam pengukuran, adalah kompas geologi,
theodolite, WP, dan Plane Table.

GEOLOGI LAPANGAN
144

Pemakaian Kompas dalam Pengukuran / Pemetaan


Cara pemetaan dengan memakai kompas, biasanya dilakukan pada daerah yang
tidak memiliki peta dasar, yang dilaksanakan pada pemetaan pendahuluan.
Sebagaimana pemetaan dengan menggunakan peralatan lainnya, maka cara
pemetaan dengan menggunakan kompas geologi; adalah dengan membuat
lintasan-lintasan, dimana tiap-tiap lintasan dihubungkan satu sama lain secara
teratur maupun dengan random. Lintasan dapat dilakukan dengan cara membuat
Polygon tertutup maupun dengan Polygon terbuka secara teratur dan tidak
beraturan.

Lintasan Polygon
Lintasan polygon adalah suatu lintasan pengukuran yang dibuat berdasarkan
kondisi lapangan dan terbagi atas 2 (dua) jenis, sebagai berikut :
 Lintasan terbuka, adalah suatu pengambilan litasan pengukuran yang dimulai
dari titik awal yang diikatkan dengan titik pasti dan lintasan pengukuran diakhiri
dengan tidak kembali ketitik awal berupa titik akhir yang terikat dengan titik
pasti maupun titik lepas.
 Lintasan tertutup, adalah suatu pengukuran, dimana titik akhir pengukuran
berimpit dengan dengan titik awal pengukuran yang terikat dengan titik pasti.
Detail pengukuran dapat dilakukan dengan membuat jaring-jaring pengukuran
secara random membentuk garis sarang laba-laba, maupun dengan menggunakan
metode Grid.

Pengukuran/ Pemetaan detail dengan cara grid


Pemetaan/ pengukuran detail lapangan dengan tata cara membuat grid, adalah
cara pemetaan yang didahului dengan mengadakan orientasi lapangan, untuk
menentukan arah memanjang dan lebar bidang tanah yang akan dipetakan,
apabila bentuk bidang tanah telah diketahui melalui gambar peta sketsa,
pertama-tama dibuat Base Line memanjang membagi dua bidang memanjang
bidang tanah. Base line ini adalah patokan untuk membuat garis-garis berikutnya
yang diperlukan dalam analisis suatu keadaan tertentu, garis-garis berikutnya
dibuat sejajar dan melintang base line (disebut, cross line) dengan interval tertentu
sesuai dengan akurasi kebutuhan analisis.

GEOLOGI LAPANGAN
145

11.4.2 Pemetaan Dengan Plotting Pada Peta Dasar

Cara lain pelaksanaan pemetaan, dapat dilakukan dengan pemetaan secara


langsung di lapangan dengan menentukan titik-titik pengamatan yang kemudian
titik-titik pengamatan tersebut, di plotkan ke dalam peta dasar atau foto udara.
Setiap data unsur yang diamati di plotkan ke atas kertas peta berupa
simbol-simbol titik, garis, arsiran dan penawaran. Titik-titik pengamatan yang telah
ditentukan dinyatakan sebagai Titik Lokasi Pengamatan.
Pelaksanaan pemetaan secara langsung, akan menghasilkan peta lapangan yang
akan dipergunakan untuk melakukan analisis data dan interprestasi yang dapat
digunakan dalam berbagai tujuan aplikasi, sehingga akurasi / mutu suatu penelitian
akan sangat tergantung pada kecermatan dan ketetapan pemindahan data
lapangan dan penentuan lokasi pengamatan ke dalam peta dasar. Ketidak
cermatan didalam ploting data lapangan ke dalam peta dasar akan memberikan
kesalahan dalam interprestasi.
Cara pelaksanaan pemetaan dengan penentuan titik lokasi pengamatan, dilakukan
dengan menggunakan peta topografi sebagai peta dasar, dan didukung oleh
instrumen: kompas geologi, GPS serta peralatan tulis dan gambar secara
langsung di lapangan.
Bagian yang penting dan harus dipetakan adalah batas-batas litologi dan struktur
geologi. Pemetaan geologi pada dasarnya adalah menarik batas-batas pada peta
antara bermacam-macam batuan yang dikelompokkan menjadi satuan. Batas
tersebut yang disebut batas litologi merupakan garis-garis atau lengkung dalam
peta yang akan memisahkan satuan yang satu terhadap yang lainnya bila satuan
tersebut ternyata mempunyai sifat litologi yang berbeda.
Batas-batas litologi pada beberapa singkapan dapat jelas (pasti), diperkirakan
karena letaknya tertutup pelapukan atau dapat juga diduga adanya batas. Tugas
seorang ahli geologi sering kali memetakan apa yang tidak ia lihat jadi kebalikan
tugas seorang ahli topografi.
Dengan demikian tugas dari seorang pemeta geologi adalah memetakan apa-apa
yang tidak kelihatan dengan jalan mempelajari singkapan-singkapan yang terbatas
dan kemudian menghubungkannya satu dengan yang lain.

GEOLOGI LAPANGAN
146

Sebagai suatu pegangan dalam mempelajari dan mencari batas-batas litologi


dapat dikemukakan hal-hal sebagi berikut :

a. Singkapan dan bongkahan


Kadang-kadang beruntung kita mendapatkan suatu singkapan dan dari
singkapan tersebut banyak yang dapat diceritakan tetapi kita harus hati-hati
apakah singkapan tersebut pada tempatnya (insitu) dan bukan merupakan
bongkahan yang berpindah tempat (eksitu).

b. Fungsi dari sungai


Terutama di daerah yang ditutupi oleh vegetasi yang lebat atau mempunyai
lapisan penutup (pelapukan) yang tebal satu-satunya kemungkinan untuk
mendapatkan singkapan-singkapan adalah di sungai yang menyudut dalam
walaupun tebingnya tertutup, kadang-kadang arus sungai itu akan memotong
lapisan-lapisan batuan yang keras yang menimbulkan terjadinya riam-riam atau
“rapids” sehingga tersingkap batuannya.

Pengamatan batu-batu guling di sungai


Mempelajari jenis-jenis dan penyebaran batu-batu guling pada suatu cabang
sungai seringkali membantu dalam pendugaan batas litologi. Sebagai contoh, bila
kita temukan dua macam batu guling yang terdiri dari batu A dan B. Ini sudah
menjelaskan bahwa kedua batuan ini tesingkap di tempat-tempat yang tidak begitu
jauh dari sana. Bila ikuti ke hulu, batu guling itu akan menjadi lebih besar dan
runcing, dan bila diikuti terus mungkin hanya batu guling A saja yang kita jumpai.
Ini menunjukkan bahwa kita telah melampaui singkapan B dan juga batas satuan A
dan B. Jadi kita bisa kembali dan menyelidiki lebih teliti lagi.

c. Bentuk Lembah
Perubahan bentuk lembah juga dapat menunjukkan perubahan jenis litologi,
dengan asumsi : - Batuan lemah – lembah melebar
- Batuan keras – lembah sempit dan curam
d. Bekas Galian
Jika memperhatikan tempat-tempat yang pernah dicapai atau digali orang,
seringkali banyak faedahnya. Banyak infomasi yang akan kita dapat dari

GEOLOGI LAPANGAN
147

penggalian-penggalian sumur, fondasi rumah, tiang dan lain-lain. Juga


lubang-lubang yang digali binatang (kelinci).
e. Jurus Perlapisan
Perhatikan jurus perlapisan, apakah kita berjalan searah atau tegak lurus jurus
perlapisan.

f. Soil (tanah pelapukan)


Tiap batuan umumnya akan memberikan hasil pelapukan yang berlainan yang
dapat diinterpretasi batuan asalnya (source rock).

g. Sumber-sumber air
Banyak sekali faedahnya karena kerap kali menunjukkan batas antara
lapisan-lapisan yang porous dan yang kedap air. Selain itu, dapat juga
menunjukkan adanya bidang-bidang patahan yang kadang-kadang dapat diikuti
beberapa jauh.

Batas litologi dan tanda-tanda struktur dapat merupakan gejala geologi yang paling
penting yang dipetakan dalam peta dasar. Karena kedua gejala geologi ini kita
anggap sebagai bidang-bidang yang teratur maka bentuknya dalam peta akan
berupa garis-garis lurus atau lengkung yang ditentukan oleh : bentuk topografi,
jurus dan kemiringan dari bidang-bidang tersebut.
Bentuk dari garis atau batas tersebut di dalam peta dengan demikian akan
memberikan arti terhadap stratigrafi dan struktur dari daerah itu. Dengan perkataan
lain, garis tersebut akan menyatakan kepada kita : formasi mana yang di atas dan
di bawah, dan kecuraman dari kemiringan.
Sangat dianjurkan, bahwa para pemeta hendaknya teliti dan hati-hati dalam
menarik batas ini. Karena suatu batas yang dibuat secara sembarangan akan
menyebabkan interpretasi yang salah terhadap peta tersebut.
Untuk melukiskan batas-batas di dalam peta kita harus memperhatikan hukum “V”
sebagaiman yang terdapat pada gambar 11.1 berikut.

GEOLOGI LAPANGAN
148

Gambar 11.1. Gambar kaidah hukum V (Ragan, 1973)

11.5 Jenis Lintasan Geologi

Jenis lintasan yang dapat kita ikuti di lapangan dapat bermacam-macam,


tergantung dari kemampuan dan perencanaan yang dilakukan. Adapun jenis
lintasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Lintasan sungai (river traverse-river opname)


2. Lintasan jalan (road traverse)
3. Lintasan kompas (compass traverse), atau lazim disebut : potong kompas.

Sebagian besar dari lintasan yang akan dilakukan merupakan lintasan sungai,
sebab di sungailah terdapat banyak singkapan-singkapan. Untuk menentukan

GEOLOGI LAPANGAN
149

lokasi titik pengamatan di lintasan-lintasan ini dapat ditempuh dengan 2 (dua) cara,
yaitu :
1. Dengan jalan orientasi, yaitu menyamakan keadaan topografi sekeliling titik
pengamatan dengan keadaan di dalam peta.
2. Mengukur dengan tali ukur dan kompas atau menghitung langkah sejak titik
permulaan sampai titik terakhir dari lintasan.

11.5.1. Lintasan Sungai

Karena sungai-sungai sudah digambarkan dalam peta dasar, tidak usah diadakan
pengukuran kompas, cukup dengan memperhatikan dan mencatat
belokan-belokan sungai yang terpenting saja (misalnya berapa kali belok kanan
dan belok kiri sesudah titik pengamatan terakhir).

Lokasi titik itu didapatkan dengan jalan mengukur dengan mistar dalam peta
sepanjang garis sungai, dengan memperhitungkan berapa kali beloknya. Tetapi
kadang-kadang ada hal-hal yang kurang tepat (peta sudah tua dan sebagainya)
sehingga perlu sekali dicek kebenarannya. Terutama sekali kalau kita pergunakan
peta yang dibesarkan. Kadang-kadang cara yang kedua harus dilakukan jika
sungai-sungai itu tertutup dalam hutan, sehingga tidak mungkin untuk berorientasi.
Tetapi sebaiknya dalam semua lintasan sungai (river traverse) saudara
menghitung langkah dari permulaan langkah sebab saudara tidak selalu tahu
keadaan yang bagaimana yang akan dihadapi.

11.5.2. Lintasan Jalan

Traverse atau lintasan yang dilakukan di jalan-jalan tidak berbeda dengan traverse
di sungai, hanya tentunya akan lebih mudah. Tetapi sebelumnya, pemeta harus
yakin bahwa jalan yang akan pemeta ikuti itu tergambar dalam peta dengan nyata
dan jelas. Ada kalanya, malah seringkali terjadi, bahwa jalan-jalan setapak ataupun
jalan besar itu sudah pindah sehingga akan mengacaukan pemeta. Lebih baik
dicek dahulu dengan penduduk setempat, jika ternyata jalan itu sudah berubah,
maka terpaksa saudara harus melakukan “compas opname” seperti yang
dijelaskan di bawah ini.

GEOLOGI LAPANGAN
150

11.5.3. Lintasan Kompas dengan tali ukur / langkah


Lintasan kompas atau “potong kompas”
Istilah yang terakhir ini lazim digunakan dalam kalangan militer. Seperti
lintasan-lintasan lainnya, traverse ini pun harus direncanakan terlebih dahulu
dengan teliti. Kita harus yakin bahwa lokasi terakhir dari lintasan yang
direncanakan mudah dikenal dan dicari di lapangan. Sebaiknya direncanakan juga
setibanya di lapangan dari titik mana pemeta akan memulai traverse-nya.
Pemeta harus menghubungkan dua lokasi dalam peta, yang di antara kedua lokasi
tersebut pemeta akan mengadakan pengamatan. Semua singkapan-singkapan
yang pemeta jumpai di depan atau kiri kanan garis lintasan, hanya ditentukan
dengan hitungan langkah, atau menarik tali ukur.
Catatan mengenai topografi lintasan perlu dilakukan, hal ini dapat membantu untuk
melokalisir titik pengamatan, misalnya : berapa kali naik gunung, dan atau berapa
kali turun ke lembah.
Setibanya dekat lokasi yang dituju, harus dicek apakah terlalu ke kiri atau ke kanan
dari titik yang dituju. Bahwasanya lintasan ini dapat dilakukan, ternyata dengan
adanya istilah “potong kompas” dalam ketentaraan. Traverse semacam ini
dilakukan pada keadaan sungai-sungai dan jalan-jalan tidak tergambar pada peta,
atau tak ada sama sekali. Misalnya pemeta akan datang ke puncak bukit dimana
dengan jelas kelihatan dari jauh adanya singkapan, tetapi hutan lebat berada di
antara pemeta dan bukit tersebut. Maka inilah satu-satunya cara yang paling aman
untuk dipakai di hutan tersebut, dengan mengikuti prosedur di atas pemeta tak
akan tersesat.
Lintasan ini juga dipakai jika pemeta kehilangan orientasi sama sekali. Dengan
mengarahkan kompas ke unsur topografi yang memanjang, misalnya jalan, maka
pemeta akan selamat, dan titik pengamatan terakhir akan dapat ditentukan
kembali.

Pengukuran dengan tali kompas / rotan kompas


Metoda ini sama dengan yang disebut mengukur stratigrafi (MS). Selain dilakukan
untuk keadaan tersebut di atas juga dilakukan untuk membuat suatu peta profil
secara detail dari suatu singkapan yang menerus.

GEOLOGI LAPANGAN
151

Gambar 11.2. Unsur-unsur yang ada pada peta geologi (Compton, 1985)

GEOLOGI LAPANGAN
152

Gambar 11.3 Cara pembuatan penampang geologi berdasarkan peta dasar


(Ragan, 1973)

GEOLOGI LAPANGAN
153

Caranya adalah dengan mempergunakan tali ukur (50 m, 30 m), dan kompas ;
jarak, azimuth dan lereng diukur, kemudian dilakukan koreksi seperlunya.

Variasi lain dari pengukuran dengan metode ini adalah dapat dilakukan yang
disesuaikan dengan kondisi lapangan, diantaranya :
a. Dengan menggunakan dua perahu di sungai yang masing-masing memegang
ujung tali, atau
b. Satu perahu dan satu orang mengambang dengan pelampung, masing-masing
memegang ujung tali.

11.6. Ketepatan Metode Traverse

Jika peta dasar yang dipakai 1 : 25.000, maka 1 mm di peta berarti 25 m di


lapangan. Menentukan, mengeplot atau membedakan 1 mm dalam peta adalah
sukar, karena setiap 35 langkah yang pemeta lakukan di lapangan berarti pemeta
maju 1 mm dalam peta. Jelas bahwa jika ada singkapan-singkapan dalam jarak
sampai 50 m, itu harus dianggap satu singkapan saja.

Pemeta harus ingat bahwa untuk mengeplot simbol jurus dan kemiringan saja
dibutuhkan ruangan kira-kira 10 x 5 mm. Jelas pula bahwa singkapan-singkapan
yang berada di garis lintasan. (Tetapi dalam buku catatan harus dinyatakan
jarak-jarak singkapan yang demikian).

Jelaslah bahwa untuk pemetaan dengan memakai peta dasar skala 1 : 25.000 atau
lebih kecil lagi, metode-metode yang di atas tadi cukup tepat. Lain halnya dengan
skala yang besar.

11.7. Penampang Geologi


Peta geologi yang lengkap adalah peta geologi yang dilengkapi dangan
penampang geologi. Penampang geologi penting dibuat untuk menunjukkan
hubungan urutan batuan dan rekontruksi struktur geologi. Biasanya penampang
geologi dibuat tegak lurus dengan jurus batuan dan diusahan dapat melewati
semua satuan batuan yang ada dalam peta geologi.

GEOLOGI LAPANGAN
154

Dalam kondisi tertentu kadang sayatan pada peta tidak tegak lurus dengan jurus
lapisan batuan, maka hal ini dapat dikoreksi dengan menggunakan rumus :

Tg  = tg  x Sin 
 = arctg (tg  x sin  )
dimana :  : Dip di penampang
 : Dip dipeta
 : Sudut yang dibentuk oleh sayatan dengan jurus

Penampang geologi sangat tergantung pada peta dasar yang digunakan.


Untuk membuat penampang geologi terlebih dahulu membuat penampang
berdasarkan peta berkontur untuk memperjelas beda tinggi penampang geologi
(gambar 11.2). Kemudian memasukkan unsur-unsur batuan dan struktur geologi
yang terdapat pada peta Geologi.

11.8. Penggolongan Batuan

Setiap negara mempunyai aturan tersendiri dalam penggolongan batuan. Di


Indonesia penggolongan satuan batuan berdasarkan pada Sandi Stratigrafi
Indonesia (1975, 1996). Dalam pemetaan geologi permukaan umumnya digunakan
pembagian satuan stratigrafi berdasarkan litostratigrafi.

11.9 Peta Geologi

Peta Geologi pada dasarnya dapat menunjukkan urutan umur batuan tetapi tidak
bisa menunjukkan urutan umur yang dilengkapi dengan umur relatif serta
gambaran deskriptif batuan, lingkungan pengendapan/ pembentukan. Setiap hasil
pemetaan geologi selalu diharuskan membuat kolom stratigrafi.
Syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk menentukan suatu satuan batuan
adalah sebagai berikut :
 Harus dapat dipetakan (mapable) berdasarkan skala peta dasar
 Satuan peta dapat terdiri satu macam batuan atau beberapa macam batuan
 Penggolongan satuan batuan disesuaikan dengan sandi stratigrafi indonesia.
Harus menggunakan satu pembagian satuan stratigrafi. Misalnya : satuan
litostratigrafi tidak perlu digabungkan dengan satuan litodemik.

GEOLOGI LAPANGAN
155

Gambar 11.4. Pembagian satuan stratigrafi Internasional (ISSC,1976)

11.10. Kolom Stratigrafi

Kolom stratigrafi yang dibuat dari peta geologi berbeda dengan kolom stratigrafi
yang dibuat berdasarkan penampang terukur. Unsur-unsur yang tergambar di
dalamnya sama saja seperti yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya.
Perbedaanya adalah kolom stratigrafi peta memuat urutan batuan secara
keseluruhan, sedangkan penampang terukur penekanannya pada lingkungan
pengendapan dan kotak satuan batuan.
Kolom stratigrafi juga sangat tergantung penampang stratigrafi terukur yang
biasanya dibuat pada tempat-tempat yang menunjukkan urutan yang ideal, daerah
yang menunjukkan kontak tegas.

Unsur-Unsur Kolom Stratigrafi Peta


Tidak ada format yang baku mengenai gambar kolom stratigrafi, yang pasti suatu
kolom stratigrafi memuat unsur yang tidak dapat ditampilkan dalam peta geologi.
Unsur-unsur yang ada pada penampang stratigrafi terukur tentunya sebagai dasar
pembuatan kolom stratigrafi peta.

GEOLOGI LAPANGAN
156

Unsur-unsur yang harus ada dalam kolom stratigrafi, adalah :


Kolom Umur : Kolom ini memuat umur satuan batuan, baik umur relatif maupun
umur absolut. Dasar pengambilan umur satuan batuan antara lain :
a. Berdasarkan kedudukan batuan di lapangan yang tergambar dalam peta
geologi dan penampang geologi.
b. Umur relatif berdasarkan kandungan fosil
c. Umur absolut berdasarkan radiometri
d. Berdasarkan hasil kesebandingan umur satuan resmi. Tentunya harus
membandingkan kesamaan ciri fisik (litotype), lebih bagus lagi mengerti
stratotipe-nya sehingga dapat memposisikan satuan batuan lokasi penelitian
terhadap urutan satuan resminya.
Kolom Satuan Batuan : Kolom ini terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu :
 Kolom satuan tidak resmi yang merupakan hasil penggolongan satuan batuan
murni hasil penelitian.
 Kolom satuan batuan resmi penelitian geologi yang telah di lakukan di daerah
penelitian baik hasil pemetaan geologi maupun hasil penelitian geologi khusus.
Kolom Ketebalan
Ketebalan kolom stratigrafi peta didapatkan dari hasil rekontruksi penampang
geologi serta hasil stratigrafi terukur. Kadang menjadi persoalan apakah batuan
yang tidak berlapis seperti batuan beku dan metamorf perlu juga di masukkan
dimensi lebarnya dalam kolom ketebalan.
Kolom Litologi
Banyak versi dalam penggambaran kolom litologi, hal ini disebabkan keinginan
geologist untuk menampilkan hubungan stratigrafi hasil pemetaannya.
Unsur-unsur yang penting ditampilkan dalam kolom litologi adalah :
 Simbol litologi
 Simbol batas ketidaselarasan
 Simbol perubahan fasies seperti menjemari, melensa, melidah
 Simbol kandungan mineral, kandungan fosil
 Ekspresi ukuran butir dan ekspresi tingkat pelapukan batuan
 Kontak intrusi; perlu ditekankan batuan beku intrusi dengan batuan beku yang
tergolong pyroklastic flow. Kadang-kadang sulit digambarkan.

GEOLOGI LAPANGAN
157

Kolom Deskripsi
Walaupun yang diberikan dalam kolom ini adalah deskripsi batuan, tetapi
dianjurkan memperhatikan terlebih dahulu penggolongan batuan kemudian
menguraikan deskripsi batuan.

Kolom Kandungan Fosil


Sebutkan semua fosil yang dianggap representatif dan yang dianggap memperkuat
penentuan umur batuan serta lingkungan pengendapannya

Kolom Lingkungan Pengendapan/ Pembentukan :


Dasar penempatan kolom ini sangat tergantung proses pembentukan suatu batuan.
Kadang pula dipengaruhi oleh penekanan pemetaan geologi (misalnya penekanan
tektonik, basin, proses sedimenasi, fasies dsb).
Unsur-unsur yang perlu dicantumkan dalam kolom lingkungan pengendapan/
pembentukan adalah :
a. Lingkungan pengendapan ;
Dapat diambil dari ke dalaman batimetri fosil (transisi, laut dangkal, laut dalam),
lingkungan fasies batuan karbonat (lingkungan reef, platform lebar), lingkungan
pengendapan batuan silisiklastik (seperti aluvial fan, channel/ braidded sungai,
lakustrin, delta, sub marine fan). Perlu di ingat bahwa lingkungan pengedapan
tidak bisa berdiri sendiri hanya dengan parameter struktur sedimen tertentu,
mineral tertentu, satu jenis fosil tetentu tetapi harus mempertimbangkan
urutan vertikal hasil pengukuran stratigrafi terukur.
b. Pembentukan batuan ;
Kadang lokasi penelitian terdapat batuan metamorf, sehingga harus
dipertimbangkan jenis proses metamorfisme yang mempengaruhi terbentuknya
batuan, kadang pula even tektonik yang dijadikan patokan lingkungan
pembentukan (seperti pre-rift, syn-rift, post rift dll.).

GEOLOGI LAPANGAN
158

Gambar 11.5. Kolom stratigrafi Daerah Biru, Sulawesi Selatan (Leeuwen,


1981)

GEOLOGI LAPANGAN
159

Gambar 11.6. Peta Geologi Daerah Biru, Sulawesi Selatan (Leeuwen, 1981)

GEOLOGI LAPANGAN
160

C. Latihan

1. Sebutkan tahapan dalam pelaksanaan suatu kegiatan pemetaan geologi


2. Sebutkan syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk menentukan suatu satuan
batuan
3. Sebutkan unsur-unsur yang ada pada penampang stratigrafi terukur

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

GEOLOGI LAPANGAN

MODUL XIII

EKSPLORASI GEOKIMIA

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL

GEOLOGI LAPANGAN
2

A. Pendahuluan

Sasaran pembelajaran dari modul ini adalah mahasiswa diharapkan mampu


mengetahui pengertian eksplorasi geokimia, tata cara dan tahapan eksplorasi
geokimia serta bagaimana melakukan presentase data.

B. Materi Pembelajaran

Salah satu metode eksplorasi atau pemetaan Geologi yang tidak hanya
berpatokan pada pemetaan geologi permukaan, akan tetapi lebih menekankan
pada pemetaan berdasarkan sifat-sifat kimia permukaan baik batuan, soil, air
permukaan dan lain-lain adalah metode Eksplorasi Geokimia.
Metode ini lazim digunakan dalam pemetaan Geologi dalam usaha pencarian
bahan galian tertentu. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai berbagai hal dalam
proses eksplorasi geokimia.

12.1 Penyontohan

Dari sejumlah metode penyontohan dalam eksplorasi geokimia, dalam penuntun ini
akan diberikan gambaran tentang dua metode :
1. Penyontohan sedimen sungai
2. Penyontohan tanah

12.1.1 Penyontohan Sedimen Sungai

Penyontohan ini merupakan penyontohan pendahuluan dan bersifat regional, yang


bertujuan untuk mempersempit area pencontohan detail. Prinsip utamanya adalah
melokalisasi gejala mineralisasi yang ada dengan melacaknya melalui kandungan
unsur terbawa secara fisik/ mekanik dan kimia oleh aliran sungai, dimana dispresi
mekanik lebih cenderung diwakili oleh fraksi kasar, sedangkan fraksi halus
cenderung mewakili dispresi kimiawi. Pelaksanaanya dilakukan dengan selang
(interval) tertentu dan pada titik temu antara dua sungai utama dengan anak
sungai.

GEOLOGI LAPANGAN
3

Prosedur pengambilan contohnya dapat dilakukan dengan berbagai cara


tergantung keperluannya :
 Pencontohan mineral berat
 Pencontohan konsentrat mineral berat dari sedimen sungai
 Pencontohan fraksi halus dari sedimen sungai
 Pencontohan beberapa fraksi lain selain terhalus dalam sedimen sungai

Pengambilan Contoh
a. Contoh diambil dari bagian sungai yang beraliran aktif (biasanya mendekati
bagian tengah), jika tidak mungkin, dapat dilakukan agak ke tepi tetapi perlu
diperhatikan adanya kemungkinan tercampur dengan guguran material dari
tebing sungainya curam.
b. Banyaknya contoh yang diambil tergantung prosedur penyontohannya secara
umum dari penyontohannya mulai dari fraksi terhalus sampai mineral berat
berkisar antara 50 – 100 gram sampai 1 – 20 kg.
c. Hindarkan terjadinya kontaminasi (hadirnya unsur/ material asing yang dapat
mempengaruhi hasil analisa). Misalnya pada pengambilan contoh untuk
tembaga (Cu), hindarkan penggunaan peralatan dari bahan tembaga (sekop,
sendok, stepler, dsb) atau lokasi pengambilan contoh yang mungkin terjadi
kontaminasi (dekat/ dibawah jembatan, rel kereta api dsb) karena dapat
memberikan tambahan konsentrasi tembaga pada contoh.

12.1.2 Penyontohan Tanah

Penyontohan tanah dilakukan di suatu daerah yang diketahui terdapat mineralisasi.


Biasanya dilakukan dengan sistem grid (kisi), yaitu antara 25 – 100
meter untuk survey tindak lanjut dan antara 300 – 1500 meter untuk survey tinjau.
Kerapatan kisi sebenarnya tergantung pada keadaan geologi (topografi, ukuran
dan bentuk urat, dsb), sehingga untuk daerah yang mempunyai bentuk urat yang
tidak homogen atau tidak menerus, atau ukuran kecil maka diperlukan selang kisi
yang lebih rapat.
Pengambilan contoh sebaiknya dilakukan pada horizon B, dimana terjadi
akumulasi maksimum dari unsur akibat dispersi sekunder. Horizon B dapat dikenali
dari kenampakan fisik yang secara umum berwarna coklat kemerahan, tidak atau
sedikit tercampur dengan komponen organik (akar tumbuhan), kondisi tanah liat,

GEOLOGI LAPANGAN
4

dan belum dijumpai adanya fragmen-fragmen batuan asal. Kedalaman horizon B


bervariasi tiap daerah tergantung tingkat pelapukan, peranan air permukaan dan
air tanah serta sudut lereng.

Pengambilan Contoh Tanah


a. Contoh sebaiknya diambil dari horizon tanah B, kedalaman sekitar 30 cm.
b. Usahakan selalu konsisten untuk mengambil contoh di horizon yang sama
(misalnya horizon B) walaupun kedalaman berbeda, karena pengambilan
contoh dari horizon yang berbeda akan memberikan pola penyebaran unsur
yang berbeda dan akan mempengaruhi penafsiran kita.
c. Banyaknya contoh yang diambil sekitar 100 gram
d. Contoh kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari
e. Hindarkan terjadinya kontaminasi
Catatan:
Untuk analisa Hg sebaiknya contoh tidak dikeringkan dengan pemanasan (dijemur),
proses pengeringannya dilakukan dalam ruangan beratap.

12.2. Analisa Kimia

Analisa contoh tanah dilakukan dengan metoda kolorimetri (pembandingan warna


yang mencerminkan warna unsur) untuk unsur Cu (juga unsur Pb dan Zn, bila
memungkinkan).

12.2.1 Penyiapan contoh

Contoh tanah dari lapangan dikeringkan dibawah sinar matahari atau oven.
Setelah kering, saring dengan saringan berukuran 80 mesh (dapat digunakan kain
nilon) sejumlah kira-kira 1 gram.

12.2.2 Pembuatan larutan buffer Cu

 Larutkan 400 gram Sodium Asetat (NaCaH3O2. 3H2O), 100 gram Sodium
Tatrat (Na2C2H4O6.2H2O) dan 20 gram Hidroksilamin Hidroklorida
(NH2OH.HCl) dalam 1 liter air bebas logam. Atur pH larutan antara 6-7 dengan
menambahkan HCl atau NaOH, periksa dengan kertas pH.

GEOLOGI LAPANGAN
5

 Periksalah apakah larutan ini mengandung Cu atau tidak, tambahkan lagi


larutan sejumlah larutan 2-2- biquinoline sehingga diperoleh larutan bebas
Cu yang tidak berwarna.

12.2.3 Pembuatan larutan standar Cu

 Timbang 0,200 gram CuSO4 2H2O dan larutkan dalam 500 ml. HCl 0,10 M
untuk memperloleh larutan standar Cu 100 mgr/ml. Dengan pengenceran
dapat kita peroleh larutan standar dengan konsentrasi yang lebih rendah,
misalnya menjadi 10 mgr/ml dan 1 mg/ml.
 Pipetkan 0,0 m, 0,8 ml, 1,6 ml 2,4 ml dst (sesuai dengan keperluan) dalam
tabung reaksi yang berbeda untuk mendapatkan suatu seri larutan standar
dengan konsentrasi yang bervariasi.
 Dalam tiap tabung reaksi tadi tambahklan 8 ml larutann buffer Cu dan 2 ml. 2-2
biquinoline, kocok masing-masing tabung selama 15 – 30 detik untuk
memperoleh warna yang mencerminkan konsertasi Cu yang ada.
 Simpan seri larutan standar ini hanya tahan disimpan maksimal selama 1 bulan

12.2.4 Pembuatan larutan Contoh

1. Contoh yang sudah halus ditimbang 0,1 gram, gunakan sendok kimia yang
sudah ditentukan ukurannya, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi
(yang sudah diberi tanda batas volume 10 ml)
2. Tambahkan (dengan sendok kimia) 0,5 gram bubuk K 2S2O, kemudian aduk
dengan batan pengaduk sampai tercampur baik (homogen).
3. Panaskan di atas api sampai campuran meleleh homogen. Pada saat
memanaskan usahakan selalu memutar tabung reaksi agar pemanasan
merata dan untuk menghindari pecahnya tabung reaksi.
4. Bila campuran sudah meleleh semua, dinginkan tabung beberapa saat, lalu
tambahkan 3 ml HCl 3 M, kemudian masukkan ke dalam pemanas air
selama 0,5 jam supaya terjadi reaksi sempurna.
5. Setelah 0,5 jam keluarkan tabung reaksi dari pemanas air, encerkan dengan
menambahkan air (aquadest) sampai 10 ml. (sesuai batas tanda pada
tabung reaksi).
6. Tentukan kadar Cu ( atau Pb, atau Zn).

GEOLOGI LAPANGAN
6

12.2.5 Penentuan kadar Cu

1. Pipet 2 ml larutan contoh dan masukkan kedalam tabung reksi lain (yang
sudah diberi nomor contoh).
2. Tambahkan 8 ml larutan Buffer Cu.
3. Tambahkan juga larutan 2 ml larutan 2,2-Biquinoline.
4. Tutup tabung dengan gabus (atau karet ), dan kocok kuat-kuat selama 15 –
30 detik.
5. Perhatikan perubahan warna pada larutan tersebut. Dan tentukan kadar
unsur pada contoh kita sesuai kesamaan warna dengan larutan standar.
6. Hitung kadar Cu
Perhitungan : K = (V x Y) /(BxZ)
Dimana :
K = kadar unsur dalam contoh (ppm)
V = Volume larutan setelah diencerkan (= 10 ml.)
Y = Konsentrasi unsur pada larutan standar yang memberikan kesamaan
warna dengan larutan contoh (Microgram/ml)
Z = Volume larutan contoh (=2 ml).
B = Berat contoh yang ditimbang (=0,1 gram)
Sehingga diperoleh ; K = (10 x Y)/(0,1x2) = 50.Y ppm

12.3. Interpretasi Data

12.3.1 Penentuan Harga Ambang

Intrepetasi data dalam eksplorasi geokimia pada prinsipnya adalah untuk


mengetahui harga latar-belakang dan harga ambang unsur tertentu di suatu
daerah. Untuk dapat melokalisasi secara jelas dimana dijumpai adanya anomali
geokimia.

Latar belakang ialah kandungan normal suatu unsur dalam material bumi di suatu
daerah tertentu yang tidak terpengaruh adanya mineralisasi.

Harga Ambang adalah batas antara harga latar belakang dan harga anomali
(anomali adalah suatu penyimpangan dari normal).

Anomali Geokimia ialah kandungan unsur diatas harga ambang yang diharapkan
mempunyai hubungan dengan tubuh biji
GEOLOGI LAPANGAN
7

Penentuan harga latar belakang, harga ambang, dan harga anomali didekati
dengan perhitungan statistik. Mengingat bahwa harga ambang merupakan antara
latar belakang dan anomali, maka perhitungan sering ditujukan untuk mencari
harga ambang ialah dengan cara menentukan harga rata-rata populasi ditambah
dua atau tiga kali harga simpangan baku (yang sering digunakan ialah x = 2s, atau
2,5% harga teratas).
Suatu populasi seringkali terdiri atas lebih dari satu kelompok. Misalkan suatu
populasi terdiri dari dunia kelompok : kelompok latar belakang dan anomali, maka
untuk menentukan harga ambangnya diambil 2,5 % harga teratas dari kelompok
latar belakang setelah dilakukan pemisahan dengan grafik probabilitas.

Prosedur Pemisahan

1. Ubah data menjadi logaritma bila perlu.


2. Kelompokkan menjadi 10 – 20 kelas, dengan jumlah paling sedikit 5 contoh
dalam setiap kelas.
3. Hitung persen kumulatif, dimulai dari konsentrasi tinggi sampai konsentrasi
terendah pada harga 100%.
4. Plot persen kumulatif vs batas bawah kelas pada kertas probabilitas dan
gambarkan suatu kurva melalui titik yang diplotkan.
5. Jika plot peta berbentuk “s” tentukan titik beloknya (Gambar VI.1). Pada
gambar ini didapatkan harga titik belok pada 16%. Titik belok ini merupakan
batas dua kelompok (kelompok latar-belakang dan kelompok anomali).
6. Untuk kelompok anomali, hitung P(A) = P(1)/f(A), dengan P(1) = salah satu
(sembarang) titik pada kurva kelompok anomali (16% = 16/100).
7. Plot titik baru, P(A) dari hasil hitungan tahap 6 di atas dan dilanjutkan
perhitungan dengan mengambil titik sembarang lainnya pada kurva kelompok
anomali sampai diperoleh sejumlah titik yang dapat dihubungkan membentuk
suatu garis lurus. Garis yang didapat tersebut merupakan garis yang mewakili
populasi kelompok anomali.
8. Hitung dengan cara seperti tahap 6 kelompok latar-belakang dan gunakan
rumus P(B) = P(2)-x / f(b), dengan P(2) adalah sembarang titik pada kurva
kelompok latar-belakang; x = jumlah proporsi kelompok anomaly (16%) ; dan
f(b) proporsi contoh kelompok latar-belakang ((100%-16%=84%) = 84/100).
9. Plot titik baru, P(B), dan lanjutkan perhitungan seperti tahap 8 untuk titik lain
pada kurva kelompok latar-belakang untuk mendapatkan sejumlah titik P(B),

GEOLOGI LAPANGAN
8

kemudian tarik garis yang menghubungkan titik-titik P(B) tersebut sehingga


didapatkan garis lurus populasi kelompok latar-belakang.
10. Untuk menentukan harga ambang, tarik garis vertikal dari 2,5% frekuensi
kumulatif sampai memotong kurva kelompok latar-belakang. Baca
konsentrasi kandungan unsurnya, misalnya pada contoh adalah log 1,78
(ppm), maka harga ambang yang diperoleh adalah log 1,78 ppm atau 60
ppm.

12.3.2 Presentasi Data

Lokasi anomali geokimia perlu digambarkan pada peta pengambilan contoh tanah.
Cantumkan harga kandungan unsur (hasil analisa) pada titik pengambilan contoh
pada peta dan buatlah kontur kandungan unsur dengan interval tertentu yang
dapat diperlihatkan pada distribusinya (misalnya 10, 50, 100 atau 200 ppm).
Kemudian diantara kontur tersebut gambarkan pula kontur harga ambang yang
harganya didapat dari perhitungan statistik, untuk dapat mengetahui daerah
dengan kandungan unsur yang anomali (daerah diarsir atau diberi warna yang
berbeda), agar terlihat dengan jelas daerah anomali dibandingkan daerah
latar-belakang. Buatlah penampang kandungan unsur yang melintasi daerah
anomali tersebut sehingga jelas terlihat kandungan unsur yang bersifat
latar-belakang, ambang dan anomali. Lengkapi peta anomali geokimia ini dengan
interpretasi yang berhubungan dengan kondisi setempat (geologi, topografi, dan
sebagainya).

C. Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan 2 jenis penyontohan dalam kegiatan eksplorasi
geokimia
2. Sebutkan syarat-syarat untuk pengambilan sampel dalam kegiatan
pengambilan contoh sedimen sungai
3. Sebutkan syarat-syarat untuk pengambilan sampel dalam kegiatan
pengambilan contoh tanah

GEOLOGI LAPANGAN
MATA KULIAH

PEMETAAN GEOLOGI

MODUL XIV

PENYUSUNAN LAPORAN

Dr.Eng. ADI MAULANA, ST.M.PHIL


2

A. Pendahuluan

Sasaran pembelajaran dari modul ini adalah mahasiswa diharapkan mengetahui


tata cara penyusunan laporan pemetaan geologi yang berstandar.

B. Materi Pembelajaran

Menyusun suatu laporan pekerjaan, seperti misalnya pemetaan geologi,


sebenarnya merupakan mata rantai terakhir dari suatu kegiatan yang
mendahuluinya yaitu pemetaan geologi itu sendiri. Maka dari itu sangat diperlukan
pengetahuan yang baik mengenai pekerjaan itu sendiri sebelum menulis suatu
laporan.

13.1. Hal hal penting dalam penyusunan laporan pemetaan geologi


Hal-hal yang diperlukan pada pemetaan geologi dan penyusunan laporannya
adalah :

1. Kejelasan tujuan dan perumusan pemetaan geologi


2. Kejelasan akan pemilihan dan pendekatan pemecahan masalah, metodanya
dan landasan teorinya.
3. Kejelasan mengenai pembatas terhadap pekerjaan yang dilakukan.
4. Memahami proses pengolahan data menuju tujuan pemetaan geologi.
5. Kemampuan menyimpulkan dan menyarikan hasil pemetaan geologi.

Menulis laporan pemetaan geologi, seperti halnya menulis laporan yang lain. Tidak
mungkin dapat dibuat sekali jadi, meskipun telah dipahami hal-hal tersebut diatas.
Menulis laporan selalu melalui proses yang berulang-ulang untuk memantapkan,
bahan dan bahasa, skema, ditulis, dibaca, diubah dan ditulis lagi dan seterusnya.
Menulis laporan adalah mengulang tulis.

13.2. Susunan laporan Pemetaan Geologi

Secara umum laporan pemetaan geologi, sesuai dengan tujuannya akan terdiri
dari pokok-pokok sebagai berikut :

GEOLOGI LAPANGAN
3

Kata Pengantar
Intisari
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Foto
Bab 1. Pendahuluan
Bab 2. Geomorfologi
Bab 3. Stratigrafi
Bab 4. Struktur Geologi
Bab 5. Sejarah Geologi
Bab 6. Geologi Terpakai
(Mineral Energi, Bahan Galian, Geologi Teknik, Geohidrologi, Geologi
Tata Lingkungan dan lainnya)

Bab 7. Kesimpulan dan Saran


Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
o Peta Geologi, Peta Geomorfologi, Peta Pola Struktur, dll
o Data Pengukuran Struktur : Kekar, Lipatan dan lain-lain
o Sketsa-Sketsa Morfologi, Singkapan, dll
(Judul untuk Bab 6 tidak selalu tertulis Geologi Terpakai melainkan
disesuaikan dengan topik yang akan dibahas).

13.3 Penjelasan

Hal-hal utama yang perlu diuraikan dalam masing-masing bab adalah


sebagaimana yang dijelaskan dibawah ini. Tetapi perlu diingatkan bahwa ini
bukanlah hal yang mutlak. Kreasi dan inovasi ilmiah penulis dapat mewarnai
laporan yang dibuatnya.

13.3.1 Kata Pengantar

Kata pengantar biasanya mengandung faktor yang minimal diperlukan untuk


membangkitkan perhatian pembaca, berisi antara lain :
1. Landasan yang dilakukan dalam pemetaan dan penyusunan laporan, untuk
apa dan atas permintaan siapa.
2. Identifikasi masalah.
3. Ruang lingkup dan batas-batas masalah, dimana dan bagaimana
memperoleh informasinya atau bagaimana pemetaan geologi dilakukan di
daerah tersebut,

GEOLOGI LAPANGAN
4

4. Waktu mengerjakan pemetaan, hal-hal yang mendukung dan yang


menghambat pelaksanaan pemetaan.
5. Ucapan terimakasih kepada mereka yang telah membantu pelaksanaan
pemetaan.
6. Harapan tentang manfaat hal-hal yang di laporkan (ditulis).
7. Diakhiri dengan tempat dan tanggal penulisan, nama dan tanda tangan
penulis laporan.

13.3.2 Intisari
Merupakan bagian dari tulisan yang menyampaikan suatu informasi singkat dari
laporan tetapi tidak sesingkat abstrak. Sifat intisari berdiri sendiri, mengandung
informasi yang khas, kuantitatif. Isi dari intisari berkisar antara 200 – 400 kata.

13.3.3 Daftar Isi


Memuat rekapitulasi dari semua judul-judul penting dalam laporan dan
lampiran-lampirannya, yang juga dilengkapi dengan penjelasan halaman pada
daftar tabel, daftar gambar dan daftar foto.

13.3.4 Pendahuluan
1. Latar belakang pemetaan geologi
2. Topik dan masalah yang diteliti , maksud dan tujuannya
3. Batas-batas wilayah pemetaan, geografi, aksesbilitas
4. Kerangka teoritis, metoda pemetaan dan analisa
5. Susunan dan sistematika pembahasan.

13.3.5 Geomorfologi

Mengulas bentang alam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti litologi,


struktur, proses-proses geologi. Hal-hal yang dibahas antar lain :
1. Fisiografi regional
2. Geografi fisik (gunung, elevasi, sungai, kota / desa, jalan, dsb.)
3. Satuan-satuan morfologi:
Daerah pegunungan :
 Klasifikasi
 Geometri perbukitan.

GEOLOGI LAPANGAN
5

 Geometri sungai
 Lainnya (kaitan morfologi dengan batuan dan struktur geologi dan
proses geologi)
Daratan:
 Klasifikasi
 Geometri
 Lain-lain (kaitan morfologi dengan batuan dan struktur geologi dan
proses geologi)
4. Kesimpulan geomorfologi
Disertai sketsa geomorfologi, foto-foto, di lampiri peta satuan morfologi.

13.3.6 Stratigrafi

Menjelaskan berbagai jenis batuan dan satuan-satuannya, formasi, berupa tabel,


hubungan satu sama lainnya, proses pembentukannya, lingkungan pengendapan,
waktu (geologi) pembentukannya.
1. Gambaran umum mengenai stratigrafi regional
2. Gambaran detai stratigrafi lokal
 jenis batuan yang ada
 satuan-satuan dan morfologinya
 tebal satuan (rata-rata, maksimum, minimum)
 struktur-struktur sedimen
 tafsiran lingkungan pengendapan
 umur satuan atau formasi
 hubungan satuan dengan lain (selaras, tidak selaras menyudut, non
conformity, disconformity, dsb.)

Disertai kolom stratigrafi dan tafsiran lingkungan pengendapan. Foto-foto lapangan,


sketsa, foto fosil, bagan penentuan umur, dan sebagainya.

13.3.7 Struktur geologi


Menjelaskan keadaan dan peta struktur geologi daerah pemetaan, tafsiran
akan mekanisme gaya tektonik, waktu dan urutan-urutan kejadiannya.
1. Gambaran struktur geologi regional
2. Gambaran struktur geologi detail

GEOLOGI LAPANGAN
6

 Unsur-unsur struktur dan penyebarannya


 Bukti-bukti lapangan yang memperkuat adanya struktur geologi tersebut
 Penafsiran waktu pembentukannya dan urut-urutan kejadiannya
 Penafsiran mekanisme pembentukannya
Disertai sketsa-sketsa struktur geologi, foto-foto dilampiri Peta Pola Struktur
Geologi.

13.3.8 Sejarah Geologi


Pada hakekatnya merupakan kesimpulan atau sintesa dari seluruh
pembahasan sebelumnya. Bermaksud memberi rekonstruksi kejadian-kejadian
geologi secara kronologis dalam ruang dan waktu geologi. Sejarah geologi dibahas
menurut urut-urutan waktu dari yang tertua ke yang paling muda, disusun secara
naratif.
1. Proses sedimentasi yang bagaimana, dimana, dan membentuk apa.
2. Proses tektonik apa yang mengikutinya, kapan, dan apa akibatnya.
3. Proses geologi muda apa, bagaimana yang selanjutnya, kapan, dan apa
bentuknya.

13.3.9 Daftar pustaka


Merupakan daftar dari buku dan atau majalah yang digunakan sebagai
referansi dalam pemetaan lapangan, laboratorium, penyusunan laporan.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam menyusun Daftar Pustaka antara
lain :
1. Disusun menurut abjad dari atas ke bawah.
2. Mencakup unsur-unsur (bagian buku) : nama pengarang, tahun penerbitan,
judul buku, penerbit, jumlah halaman.
Contoh :
Van Bemmelen, 1949, The Geology Of Indonesia, Vol. IA, General Geology of
Indonesia, Government Printing Office, The Hague, 732 hal.

13.4 Lampiran
Setiap laporan Pemetaan Geologi perlu diikuti dengan lampiran sebagai
pelengkap dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari laporan itu sendiri.
Adapun lampiran tersebut adalah :
1. Catatan harian
2. Daftar-daftar data dan analisa (batuan, fosil, mineral dsb.)

GEOLOGI LAPANGAN
7

3. Peta Satuan Morfologi


4. Peta Geologi dan Penampang Geologi
5. Peta Pola Struktur Geologi
6. Diagram blok
7. Foto-foto (yang tidak termasuk dalam teks laporan)

GEOLOGI LAPANGAN

Anda mungkin juga menyukai