Anda di halaman 1dari 93

Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test

Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E. URAIAN PENDEKATAN, METODOLOGI, DAN


PROGRAM KERJA
Guna mencapai maksud, tujuan, dan sasaran pekerjaan seperti yang tertuang di dalam KAK maka
aspek teknis dan non teknis harus diperhitungkan dengan cermat. Oleh karena itu, Konsultan dalam
melaksanakan pekerjaan “Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test Bendungan Merangin
Kab. Merangin” ini akan menggunakan metode pendekatan umum dan pendekatan teknis.

E.1 PENDEKATAN UMUM

Pendekatan yang dilakukan oleh konsultan dalam menangani pekerjaan ini berangkat dari
pemahaman konseptual bahwa seluruh rangkaian kegiatan baik teknis maupun non teknis, sejak
awal studi perencanaan hingga masa desain, pembangunan, operasional, pemeliharaan, dan
monitoring merupakan bagian dari suatu rangkaian kegiatan besar (grand scenario) yang tiap-tiap
kegiatannya saling berhubungan dan berkaitan, sehingga dalam proses kegiatannya dipastikan akan
dilakukan secara PROFESIONAL, INTEGRATED, SISTEMATIS, TERPADU, EFISIEN, EFEKTIF, TERBUKA
(KOORDINASI), dan BERTANGGUNG JAWAB, yang harus mengacu kepada kaidah keilmuan yang
berlaku dan selalu mengikuti standar.

Pendekatan konseptuan tersebut akan dipadukan dengan aspek pengalaman dan kemampuan
penyedia jasa disamping kemampuan dan kepemilikan peralatan dalam menangani pekerjaan
dimaksud, baik secara teknis maupun non teknis seperti kemampuan menyelesaikan hambata-
hambatan di lapangan.

Pekerjaan perencanaan sangat memerlukan data dan informasi yang diproses dari kegiatan survei
dan investigasi, selanjutnya, perlu dipahami bahwa setiap kajian kebijakan dalam pekerjaan
pembangunan akan lebih bermanfaat apabila dilaksanakan dengan pendekatan dari bawah ke atas
(bottom-up approach) yang dilakukan melalui proses mendengar aspirasi masyarakat secara
partisipatif dengan komunikasi yang dialogis. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menempatkan
masyarakat sebagai salah satu pihak yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan dan
menjadikannya sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan.

E.2 PENDEKATAN TEKNIS

Rencana pendekatan teknis dan metode pelaksanaan pekerjaan sangat diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan ini, agar dapat dicapai suatu hasil analisis yang cermat, teliti, dan optimal.
Rencana pendekatan teknis dan metode pelaksanaan ini disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja

E-1
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

yang telah ditetapkan oleh pemberi kerja dalam hal ini adalah BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA
VI.

Pada pendekatan dan metodologi ini Konsultan akan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan dalam
suatu kegiatan “Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test Bendungan Merangin Kab.
Merangin” meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Kegiatan Persiapan, terdiri dari:


 Persiapan Administrasi
 Mobilitasi Personel dan Peralatan
 Survei Pendahuluan/Orientasi Lapangan
2. Pengumpulan dan Analisis Data Sekunder, terdiri dari:
 Pengumpulan Data Sekunder dan Studi Terdahulu
 Evaluasi Data Sekunder
 Kajian Studi Terdahulu
3. Survei Neotektonik, terdiri dari:
 Studi Seismotektonik
 Pemetaan Sesar Aktif
 Survei Geolistrik 2D
 Uji Paritan
 Penanggalan Radiokarbon (Radiocarbon Dating)
 Pengolahan Data dan Analisis
4. Survei Gempabumi Mikro, terdiri dari:
 Penentuan Lokasi Penempatan Seismometer
 Mobilisasi dan Instalasi Seismometer
 Pengambilan Data Seismometer
 Pengolahan Data dan Analisis
5. Studi Analisis Bahaya Gempa, terdiri dari:
 PSHA dan DSHA
 Investigasi Parameter Tanah
 Site Specific Response Analysis
6. Studi Analisis Stabilitas Dinamik 2D
7. Diskusi dan Pelaporan

E-2
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-1. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan Studi Potensi Longsor

E-3
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3 METODOLOGI PEKERJAAN

Untuk mencapai hasil pekerjaan yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test Bendungan Merangin Kab. Merangin, Konsultan
merancang suatu metodologi yang tepat berupa:

 Langkah-langkah teknis dalam melakukan pekerjaan survei


 Tata cara perhitungan (analitis) beserta persamaan-persamaan yang akan digunakan dalam
analisis stabilitas dinamik 2D
 Metode Analisis

E.3.1. Kegiatan Persiapan

Kegiatan persiapan yang dilakukan dalam pekerjaan ini terdiri atas:

 Mobilisasi personel, peralatan, dan bahan;


 Persiapan kantor proyek, base camp lapangan, dan perlengkapan lainnya;
 Menyusun schedule program kerja (personel, peralatan, dan bahan) secara rinci;
 Mengkaji studi-studi terdahulu, Norma-standard-kriteria-pedoman-peraturan dan
perundang-undangan terkait;
 Orientasi lapangan untuk setiap item pekerjaan pokok untuk pengumpulan data lapangan
(kondisi dan permasalahan).

E.3.1.1. Pengumpulan Peta dan Data

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh teknis yang berkaitan dengan potensi gempa yang
terjadi di sekitar area bendungan, yaitu publikasi yang menyangkut kondisi geologi regional, peta
RBI, dan data kegempaan. Publikasi-publikasi tersebut umumnya dari instansi pemerintah dan
swasta, maupun dari luar negeri seperti: Pengembang dan Pengelolaan Air Tanah (P2AT)
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Geologi Tata Lingkungan (DGTL) Bandung, LAPI-ITB
Bandung, Dinas Pertambangan dan Energi, Perusahaan pengebor ABT, PDAM, BMKG, USGS, dan ISC.

E.3.1.2. Penyiapan Bahan, Peralatan, dan Personel

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan dan pencapaian dan penyelesaian setiap
tahapan kegiatan, konsultan akan dengan sungguh-sungguh mempersiapkan segala sesuatu baik segi
manajemen pengelolaan dan dari segi teknis.

Pembuatan jadwal keterlibatan personel sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Dengan
jumlah dan jadwal personel tersebut mampu menyelesaikan tahapan pekerjaan dengan baik dan
tepat waktu. Penyusunan jadwal penggunaan peralatan harus disesuaikan dengan fungsi dan

E-4
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

ketelitiannya. Dengan jumlah dan jadwal peralatan tersebut akan menunjang kepada
terselesaikannya pekerjaan dengan baik dan tepat waktu.

Untuk memudahkan dalam monitoring maka kantor harus ditempatkan dekat dengan lokasi proyek
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Kantor lapangan ditempatkan pada daerah yang strategis


b. Jika memungkinkan letak kantor lapangan dekat dengan jalan raya yang dilewati kendaraan
umum
c. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik
d. Dapat menampung seluruh personel yang ditugaskan di proyek

E.3.1.5. Review Hasil Identifikasi

Pada tahapan ini akan dilakukan pengecekan ulang dari langkah awal hingga persiapan ke lapangan.

E.3.2. Survei Lapangan

E.3.2.1. Survei Seismotektonik

Studi meja seismotektonik merupakan salah satu kegiatan yang dikerjakan dalam survei neotektonik.
Studi seismotektonik ini akan membahas hal-hal sebagai berikut:

a. Evaluasi seismotektonik regional

Dalam bagian ini, akan dibahas mengenai kerangka tektonik aktif Indonesia secara
keseluruhan.

b. Evaluasi seismotektonik daerah pekerjaan

Bagian ini akan membahas analisis data kegempaan/seismisitas yang dikumpulkan dari
katalog-katalog gempa BMKG, USGS, dan ISC. Data kegempaan yang dikumpulkan akan
mencakup daerah dengan radius 200 km dan berpusat di lokasi bendungan yang ditinjau
sesuai acuan dari Pd T-14-2004-A tentang Analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat
beban gempa.

c. Sejarah gempa besar

Akan dibahas juga sejarah gempa-gempa besar yang pernah terjadi di sekitar daerah
bendungan (<200 km). pembahasan ini akan diuraikan sedetail mungkin dan jika
memungkinkan akan mencakup: koordinat episentrum gempa, magnitudo gempa, tanggal
dan waktu kejadian, kedalaman pusat gempa, mekanisme pusat gempat, daerah
terpengaruh, efek pada permukaan tanah, dan pengaruh intensitas di lokasi
bendungan/rencana bendungan.

E-5
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

d. Evaluasi sesar aktif – shallow crustal fault

Sesar aktif yang dievaluasi merupakan sesar aktif yang sudah diidentifikasi sebelumnya oleh
PUSGEN (2017). Sesar-sesar yang dibahas merupakan sesar yang tercakup dalam radius
minimal 200 km dari bendungan/rencana bendungan. Pembahasan mengenai sesar
diharapkan mencakup informasi tentang geometri sesar (lokasi, panjang, sudut dip,
kedalaman, dan jarak ke lokasi), slip rate, mekanisme pergeseran, Mmax, dan potensi gempa
oblique.

Salah satu contoh produk dari studi meja seismotektonik merupakan peta plot episenter gempa
yang dapat dilihat pada Gambar E-2. Contoh produk lainnya adalah table data dan parameter sesar
aktif disekitar bendungan/rencana bendungan yang dapat dilihat pada Tabel E-1.

Gambar E-2. Plot episentrum gempa yang terekam dalam buletin ISC-EHB dari tahun 1960-2014

Tabel E-1. Data dan Parameter Sesar Gorontalo (PUSGEN, 2017)

E-6
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.2. Survei Neotektonik

E.3.2.1.1. Sesar Aktif

Sesar adalah retakan atau sistem retakan yang mengalami pergeseran. Sekumpulan sesar yang saling
berhubungan disebut zona sesar. Sesar aktif berdasarkan klasifikasi tingkatan aktivitas sesar
(California State Mining and Geology Board Classification, 1973; dalam Keller dan Pinter, 2002) yaitu
sesar yang pernah bergerak dalam kurun waktu 10.000 tahun yang lalu (Tabel E.). Sementara itu
menurut IBC (2003) dan FEMA-USA, sesar aktif merupakan sesar yang memiliki sejarah rata-rata
geser /slip rate 1 mm/tahun atau lebih dengan diikuti indikasi proses geologi berikut aktivitas
kegempaan dalam kurun waktu Holosen. IAEA (2002 dan 2008) menyatakan bahwa sesar kapabel
adalah suatu sesar yang memilik potensi utama/penting untuk bergerak/bergeser relatif di sekitar
atau di dekat permukaan tanah.

Tabel E.2. Klasifikasi Klasifikasi tingkatan aktivitas suatu sesar (California State Mining and Geology
Board, 1973; dalam Keller dan Pinter, 2002)

UBC (1997) membagi sesar aktif menjadi tiga jenis berdasarkan jenis sumber seismik ( Tabel E.).
Ketiga jenis sesar aktif itu adalah:

a. Sesar aktif yang dapat menghasilkan gempabumi berkekuatan besar dan memiliki laju
aktivitas seismik yang tinggi. Kekuatan gempabumi yang dapat dihasilkan melebihi 7 skala
Richter atau 8 skala MMI. Sesar ini menghasilkan laju pergeseran lebih dari 5 mm/tahun.

b. Sesar aktif yang dapat menghasilkan gempabumi berkekuatan sedang. Besaran gempabumi
yang dihasilkan dari jenis sesar ini berkisar 6,5-7 Skala Richter atau setara 7-8 Skala MMI.
Laju pergeseran sesar ini 2-5mm per tahun.

E-7
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

c. Sesar yang tidak kapabel menghasilkan gempabumi yang besar dan laju aktivitas seismiknya
kecil. Gempabumi yang dihasilkan lebih kecil dari 6,5 Skala Richter dan laju pergeserannya
lebih kecil dari 2 mm per tahun.

Tabel E.3. Klasifikasi sesar aktif berdasarkan (UBC, 1997)

Suatu zona sesar aktif dapat tersegmentasi menjadi beberapa segmen. Menurut Keller dan Pinter
(1996), hal ini dapat diketahui dari beberapa konsep dasar seperti:

1. Pada dasarnya, untuk sesar yang sangat panjang, gempabumi jarang meretakkan seluruh
panjang sesar tersebut, tetapi hanya satu atau dua segmen yang retak selama kejadian yang
besar.

2. Segmentasi sesar ini didasarkan pada sejarah aktivitas kegempaan.

3. Segmentasi struktural dapat diketahui oleh perubahan geomorfologi atau orientasi dari
sesar di zona sesar seperti adanya bends, step-overs, separasi atau gap.

4. Segmentasi struktural juga dapat terjadi apabila terpotong oleh sesar lainnya atau adanya
lipatan.

5. Segmentasi sesar ini juga dapat dihasilkan dari perubahan material geologi sepanjang zona
sesar atau heterogenitas lokal sepanjang bidang sesar.

Konsep segmentasi sesar ini cukup penting karena mempunyai beberapa implikasi yaitu untuk:

E-8
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

1. Meramal (forecasting) gempabumi jangka panjang termasuk kajian probabilistik dari seismic
hazard. Analisis probabilitas membutuhkan informasi slip rate, slip setiap kejadian, dan
interval perulangan dari gempabumi pada masing-masing segmen.

2. Mengestimasi maksimum gempabumi yang mungkin terjadi dari suatu sesar.

3. Mengestimasi pergerakan tanah (ground motion) yang dihasilkan dari suatu gempabumi.

4. Mengidentifikasi area sepanjang zona sesar dimana gempabumi akan berawal. Area ini akan
berlaku sebagai barrier atau pembatas dari retakan gempabumi.

5. Pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme fundamental yang berasosiasi dengan
pembentukan gempabumi.

6. Pemahaman yang lebih baik mengenai kekompleksitasan besarna gempabumi merusak yang
menghasilkan retakan sepanjang geometri dan segmentasi struktural dari suatu zona sesar.

E.3.2.1.2. Identifikasi dan Metodologi Penentuan Sesar Aktif

Untuk menentukan potensi aktifnya suatu sesarbergantung pada tiga kriteria, yaitu historis, geologi,
dan seimologi (Cluff, dkk, 1972). Secara geologi, zona sesar aktif diindikasikan oleh bentukan
geomorfik muda seperti gawir sesar, triangular facets, fault scarplets, fault rifts, punggungan yang
terpotong sesar, shutter ridges, offset streams, amblesan, depresi tertutup, sag ponds dan lembah
terban, palung sesar, sidehill ridges, fault saddles, dan kenampakan gejala sesar di tanah seperti
retakan terbuka, jejak dan alur timbulan tanah, perpindahan arus, hubungan antar teras, perlipatan
atau pelengkungan endapan berumur muda, dan lereng di endapan alluvial muda, sesar en echelon
di endapan alluvial, dan jejak sesar di permukaan berumur muda dengan penghalang air tanah yang
ditandai oleh deretan mata air dan perbedaan kontras vegetasi. Biasanya kombinasi gejala diatas
hadir sebagai penciri aktifnya suatu sesar. Indikasi-indikasi geomorfik tersebut ditafsirkan pada citra
satelit atau foto udara. Bentukan erosi tidak selalu berhubungan dengan aktivitas suatu sesar. Offset
endapan berumur Kuarter yang diebabkan oleh sesar merupakan salah satu penciri adanya aktivitas
sesar.

E-9
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E.3. Bentukan morfologi yang berkaitan dengan sesar aktif (McCalpin, 1996)

E-10
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E.4. Bentukan morfologi berkaitan dengan sesar turun aktif di Yunani (Goldsworthy, 2000)

E-11
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E.5. Bentukan lahan berkaitan dengan sesar geser aktif (Keller dan Pinter, 1996)

Kriteria selanjutnya adalah sejarah dari suatu sesar. Kriteria ini dapat diketahui melalui manuskrip
sejarah, buku atau berita, catatan, komunikasi verbal, dan legenda yang mungkin dapat
menceritakan gempabumi sebelumnya, permukaan yang tersesarkan, longsor, retakan, ataupun
fenomena yang berkaitan dengan kejadian gempabumi di masa lalu. Biasanya terdapat beberapa
catatan historis yang merekam adanya kejadian gempabumi. Indikasi rayapan sesar dapat ditunjukan
oleh offset pagar, jalan, bangunan, dll, atau dengan pergerakan geodetik yang terkonsentrasi
sepanjang sesar. Analisis geodetik lebih digunakan untuk menunjang data rekaman pra-gempabumi,
gempabumi, dan pasca-gempabumi berupa pergerakan tanah yang berhubungan dengan tektonik
deformasi.

Secara seismologi, aktivitas suatu sesar dipantau melalui distribusi episenter gempa bumi,
didasarkan oleh metoda instrumental. Gempabumi yang jarang tidak dapat menyatakan bahwa
sesar tersebut tidak aktif. Studi detil mengenai distribusi episenter gempabumi dapat
mengindikasikan aktivitas, kontinuitas, lokasi, kedudukan bidang sesar, kedalaman, dan fokal
mekanisme suatu sesar. Kegunaan utama kegiatan ini adalah untuk mengindikasikan zona sesar aktif
yang harus dilakukan survei geologi atau untuk mengetahui seismic gaps.

Studi tambahan dibutuhkan untuk menentukan aktivitas sesar, dikarenakan keberadaan data yang
dicantumkan pada ketiga kriteria tersebut seringkali tidak hadir secara bersamaan. Cluff, dkk (1972)
membagi aktivitas sesar menjadi empat kategori yaitu aktif, berpotensi aktif, tidak pasti aktif (dibagi
lagi menjadi aktif tentatif dan tidak aktif tentatif), dan tidak aktif (Tabel E.). Di dalam kategori
tersebut terdapat studi tambahan yang dibutuhkan untuk masing-masing kategori.

E-12
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Tabel E.4. Klasifikasi aktivitas sesar berdasarkan data (Slemmons, 1977)

Aktivitas sesar aktif didefinisikan sebagai sesar tektonik dengan sejarah gempabumi yang kuat atau
pensesaran permukaan, atau suatu sesar dengan perulangan kejadian gempabumi relatif pendek.
Interval pengulangan gempabumi menentukan laju aktivitas bervariasi tergantung pada akibat dari
aktivitas. Aktivitas ini memiliki kriteria secara historis yaitu pensesaran permukaan dan gempabumi
kuat yang berhubungan dan rayapan sesar tektonik atau bukti geodetik dari pergeseran sesar.
Sementara kriteria geologi dari tipe ini adalah endapan muda terpotong oleh sesar secara geologi,
bentukan geomorfik muda merupakan ciri dari pergeseran muda secara geologi sepanjang jejak
sesar, dan groundwater barriers di endapan muda atau tidak terkonsolidasi. Menurut kriteria
seismologi, episenter gempabumi berhubungan dengan sesar. Studi lanjut perlu dilakukan untuk
mengetahui:

E-13
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

1. Lokasi tepat dari jejak sesar.

2. Interval perulangan gempabumi.

3. Besaran gempabumi yang diperkirakan di masa depan.

4. Jenis deformasi permukaan dihubungkan dengan pensesaran permukaan.

5. Episenter yang diperkirakan pada gempabumi yang akan datang.

Sesar yang berpotensi aktif merupakan sesar yang tidak memiliki sejarah offset permukaan, tetapi
memiliki interval kejadian gempa bumi yang berulang yang cukup pendek dan berdampak signifikan.
Tipe ini secara historis tidak memiliki laporan yang baik mengenai sejarah pensesaran permukaan.
Dipandang dari geologi, tipe ini memiliki bentukan geomorfik yang mirip dengan bentukan sesar
aktif, tetapi sudah tererosi, tidak jelas, dan diskontinu. Selain itu sesar tidak diketahui secara pasti
memotong endapan alluvial paling muda, tetapi memiliki offset endapan Kuarter. Bukti lainnya
adalah air tanah terhalang di lapisan yang lebih tua dan memiliki geometri yang hampir sederajat
dengan aktivitas kondisi geologi setempat. Menurut sudut pandang seismologi, tipe ini memiliki
episenter gempabumi di sekitar sesar dan tingkat kepercayaanya rendah. Studi tambahan
dilaksanakan untuk mengetahui:

1. Umur kejadian gempabumi sebelumnya

2. Interval perulangan gempabumi

3. Lokasi kemungkinan jejak sesar

Sesar yang tidak tentu aktif merupakan sesar yang memiliki bukti yang kurang dalam menerangkan
kegiatan di masa lalu dan perulangan kejadian gempabumi. Umumnya tipe ini dipakai pada saat
bukti suatu sesar aktif belum cukup definitif. Sehingga perlu investigasi lebih mendalam. Kurangnya
informasi merupakan ciri dari tipe ini.

Sementara sesar aktif tentatif adalah sesar yang diduga aktif melalui sedikit bukti serta interval
perulangan gempabuminya tidak jelas. Sesar tidak aktif tentatif merupakan kebalikan dari sesar aktif
tentatif. Bukti yang mendukung sesar tidak aktif sedikit sekali.

Sesar tidak aktif didefinisikan sebagai sesar yang tidak memiliki pensesaran permukaan di masa kini,
dan interval perulangan gempabuminya sangat panjang dan tidak cukup signifikan menjadi bukti
adanya aktivitas sesar. Jenis ini tidak memiliki catatan historis mengenai aktivitas sesar. Bentukan
geomorfiknya mencirikan sesar tidak bergerak di umur Kuarter. Secara seismologi, tipe ini ditemukan
bukti adanya gempabumi.

E-14
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Beberapa metode yang umum digunakan untuk menentukan sesar tergeolong ke dalam sesar aktif
adalah morfotektonik, morfometer, GPS (Global Positioning System), kegempaan, dan trenching.

E.3.2.1.3. Trenching

Jika indikasi secara geologi tersebut diketahui, umumnya dilakukan metoda paritan ( Gambar ) untuk
mengetahui kegiatan atau rekaman gempabumi di masa lalu. Mengetahui sejarah gempa masa lalu
merupakan cara terbaik untuk memprediksi lokasi, besaran, dan frekuensi gempabumi di masa
depan (Keller dan Pinter, 1996). Gempabumi di masa lalu terekam secara baik ketika pensesaran
bersamaan dengan pengendapan aktif. Dari hasil metoda paritan dapat dilihat hubungan stratigrafi
struktur pada suatu sesar (Gambar ). Metoda ini dilakukan dengan cara menghilangkan rayapan
tanah atau mengupas permukaan yang menjadi indikasi offset berumur Resen di permukaan. Sesar
yang berada dibawah permukaan dapat memiliki kenampakan horison tanah monoklin, tetapi
menunjukkan offset sesar lapisan yang lebih dalam. Metoda ini diperlukan kehati-hatian dan
ketelitian dalam mengupas permukaan sesar, hal ini digunakan untuk melihat diskontinuitas halus
pada endapan tak terkonsolidasi dan tanah (Taylor dan Cluff, 1974).

Gambar E-6. Contoh paritan sesar (Keller dan Pinter, 1996)

E-15
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-7. Penampang stratigrafi struktur pada paritan sesar (Slemmons, 1977)

Menurut Slemmons (1977) dan Keller dan Pinter (1996), paritan di zona sesar dapat menunjukan
bukti pergeseran sesar, seperti:

a. Offset tanah atau endapan Kuarter (Gambar a).

b. Gouge, lempung, urat yang terisi, kumpulan sisa akar, atau retakan terisi (Gambar c).

c. Retakan terbuka atau pockets sepanjang sesar (Gambar c).

d. Bentukan monoklin pada sedimen muda.

e. Variasi muka air tanah di sesar.

f. Mata air, mata air panas, atau alterasi hidrotermal di endapan kuarter atau tanah.

g. Variasi litologi selintas sesar.

h. Ketebalan unit stratigrafi atau tanah yang berbeda-beda selintas sesar.

E-16
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

i. Adanya timbulan pasir (Gambar b). Hal ini dikarenakan sesar mengalami kebocoran di atau
dekat sedimen basah atau tidak terkonsolidasi.

j. Terdapat prisma kolluvial (Gambar d). Prisma kolluvial terbentuk akibat adanya longsoran
sedimen tidak terkonsolidasi pada sesar.

Gambar E-8. Bukti stratigrafi pada paritan sesar (Keller dan Pinter, 1996)

E.3.2.3. Geolistrik

E.3.2.2.1. Dasar Teori Dasar

Pendugaan geofisika didasarkan pada prinsip pengukuran sifat fisika tanah/batuan. Salah satu
metode geofisika yang praktis dengan harga relatif murah yang dapat digunakan untuk pendugaan
geofisika pada studi potensi longsor adalah metode geolistrik. Dari survei geolistrik 2D, dapat
diperoleh data bawah permukaan, seperti susunan lapisan tanah/batuan, kondisi air tanah, dan
pendugaan kedalaman bidang keruntuhan lereng. Metode ini digunakan untuk keruntuhan lereng
yang mencakup daerah yang luas. Hasil yang diperoleh dari survei geolistrik 2D nantinya akan
digunakan untuk stratifikasi lereng yang akan dilakukan analisis stabilitas lereng.

Teknik pengukuran resistivity lapisan bumi dilakukan dengan mengalirkan arus DC ke dalam bumi
dan mengukur voltase (beda tegangan) yang ditimbulkan di dalam bumi. Arus Listrik dan Tegangan
disusun dalam sebuah susunan garis linier. Beberapa susunan garis linier yang umum dipakai
adalah: dipole-dipole, pole-pole, schlumberger, dan wenner Gambar E-9. Metode ini merupakan
salah satu metode geofisika dinamis yang memanfaatkan sifat kelistrikan batuan. Pada metode ini
diinjeksikan arus ke dalam bumi melalui sepasang elektroda arus dan mencatat beda potensial yang
terjadi melalui sepasang elektroda potensial. Besar kuat arus (I) dan beda potensial yang terjadi pada
saat injeksi dicatat kemudian dihitung nilai rho (resistivity)-nya. Mengingat bahwa nilai rho sangat

E-17
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

dipengaruhi sifat fisis batuan di bawah permukaan bumi maka dengan melakukan kalibrasi antara
data bor dengan penampang resistivity hasil pengukuran geolistrik nilai rho dalam penampang
resistivity ini dapat dipergunakan untuk melakukan interpretasi kondisi lapisan batuan di bawah
permukaan bumi meliputi bentuk serta kedalamannya.

Gambar E-9. Susunan elektroda arus dan potensial serta faktor geometri pada tiap
konfigurasi geolistrik 2D

Besaran yang diukur pada metode geolistrik adalah potensial listrik dan kuat arus, sedangkan yang
dihitung adalah tahanan jenis. Potensial listrik didefinisikan sebagai energi potensial (U) per satuan
muatan uji (Q), secara matematisnya adalah:

r
1 Q
U =  E.dr =

4πε r ................................................................................(i)

Dengan: U = Energi potensial

 E = medan listrik

 Q = gaya coloumb

E-18
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

 π, ε = konstanta

 r = jarak antar muatan

Arus listrik adalah gerak muatan negatif (elektron) pada materi dalam proses mengatur diri menuju
keseimbangan. Peristiwa ini terjadi bila materi mengalami gangguan karena adanya medan listrik.
Bila medan listrik arahnya selalu tetap menuju ke satu arah, maka arus listrik yang mengalir akan
tetap juga arahnya. Arus listrik yang mengalir searah disebut DC (direct current) sedangkan yang
mengalir bolak-balik disebut AC (alternating current). Hubungan antara arus listrik dengan
muatannya, secara matematis diekspresikan sebagai berikut:

I = (dQ / dt) ......................................................................................................(ii)

Menurut Hukum Ohm, hubungan antara besarnya beda potensial listrik (V), kuat arus (I) dan
besarnya tahanan kawat penghantar adalah:

V = R I .............................................................................................................(iii)

Pada metode geolistrik ini, pembahasan mengenai aliran listrik dalam bumi didasarkan pada asumsi
bahwa bumi merupakan medium homogen isotropis. Jadi, lapisan batuan di bawah permukaan bumi
diasumsikan berbentuk berlapis-lapis. Pada kondisi demikian, maka potensial listrik di sekitar arus
listrik yang berada dalam bumi dan di permukaan bumi adalah sebagai berikut di bawah ini. Pusat
arus listrik di letakkan di dalam bumi. Pada Gambar E-10 berikut ini diperlihatkan arah aliran arus
dan garis ekuipotensialnya.

Permukaan bumi

Arah arus

equipotensial

Gambar E-10. Arah arus listrik dan garis ekuipotensial untuk sumber arus berada di dalam
bumi.

E-19
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Perhatikan Gambar E-10 arus keluar secara radial dari titik arus sehingga jumlah arus yang keluar
melalui permukaan bola dengan jari-jari r adalah:

I = J A = J 4 r 2

 dV 
 4 r
2
= σ
 dr  ....................................................................................(iv)

σ= 1
Karena  , maka:

 1 V(r)  2
I=   4πr
ρ r  ............................................................................................(v)

Sehingga:

Iρ V
V(r) = 2
ρ = 4πr
4πr dan I ............................................................................(vi)

Apabila titik arus pada pembahasan tersebut di atas terletak di permukaan bumi, maka arah arus
listrik dan garis ekuipotensial nya dapat dilihat pada Gambar E-11 berikut:

Gambar E-11. Arah arus listrik dan garis ekuipotensial untuk sumber arus di permukaan bumi.

Pada Gambar E-11, area sebaran arah arus adalah setengah bola, sehingga permukaan luas = 2πr.
Dengan demikian persamaan (vi) menjadi:

I V
V (r) =  = 2 r
2 r dan I .........................................................................(vii)

Pada survei geolistrik dipakai 2 (dua) sumber arus. Dengan demikian arah arus listrik dan
ekuipotensialnya menjadi seperti digambarkan pada Gambar E-12.

E-20
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Pada Gambar E-12, dua sumber arus digambarkan sebagai titik S1 dan S2, sedangkan pengukuran
beda potensial dilakukan di titik M dan N. Beda potensial antara MN yang disebabkan arus S1 dan
S2, adalah:

V = VM - VN

I ρ  1 1   1 1 
=  -  - - 
2π  AM BM   AN BN   ...................................................... (viii)

1
ΔV  1 1   1 1 
ρ= 2π  -  - - 
I  AM BM   AN BN   ..................................................(ix)

Pada persamaan ini:

AM = jarak A ke M; BM = jarak B ke M

AN = jarak A ke N; BN = jarak B ke N

∆V = beda potensial, diukur di lapangan

I = kuat arus, diukur di lapangan

ρ = tahanan jenis, dihitung kemudian dipergunakan untuk interpretasi

Gambar E-12. Arah arus listrik dan garis ekuipotensial untuk dua sumber arus berada di
permukaan bumi.

E.3.2.2.2. Pemodelan Geofisika

Dalam geofisika, data pengukuran lapangan merupakan respon dari kondisi geologi bawah
permukaan. Respon ini terjadi karena parameter fisika (seperti: rapat massa, tahanan jenis, sifat
kemagnetan, dll). Model merupakan representasi keadaan geologi oleh parameter-parameter fisika

E-21
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

hasil pengukuran sehingga permasalahan dapat disederhanakan dan responnya dapat


diinterpretasikan dengan benar sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Terdapat dua cara pemodelan geofisika, yaitu pemodelan kedepan (forward modeling) dan
pemodelan inversi. Pemodelan kedepan adalah pemodelan yang digunakan untuk mengetahui
respon pengukuran jika parameter fisika dan struktur geologi bawah permukaan bawah permukaan
diketahui. Untuk metode tahanan jenis, pemodelan kedepan digunakan untuk mengetahui nilai
potensial pada tiap titik pengukuran sebagai fungsi dari konduktivitas, geometri, dan arus listrik
(Oldenburg, 1998).

Gambar E-13. Alur proses pemodelan ke depan.

Pemodelan inversi adalah pemodelan yang dilakukan untuk merekonstruksi kondisi bawah
permukaan (distribusi parameter fisika) berdasarkan data hasil pengukuran. pemodelan inversi
sering dikatakan sebagai kebalikan dari pemodelan kedepan karena dalam pemodelan inversi
parameter model diperoleh secara langsung dari data. Pemodelan inversi sering pula disebut sebagai
data fitting karena dilakukan dengan mencari parameter model yang menghasilkan respon yang
cocok dengan pengamatan lapangan.

Gambar E-14. Skema alur pemodelan inversi (Arsyad, 2003).

E.3.2.2.3. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data resistivity ini adalah sebagai berikut:

1. Masagi multi-channel resistivity system.

2. Elektroda dan kabel.

3. Sumber arus (aki).

E-22
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

a b

Gambar E-15. Peralatan yang digunakan untuk mengambil data resistivity: (a) multi-channel
resitivitimeter, (b) elektroda dan kabel, (c) aki.

E.3.2.2.4. Teknis Pengukuran

Pengambilan data penelitian ini menggunakan Masagi multi-channel resistivity system yang
mengukur nilai resistivity bawah permukaan. Alat ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan mampu
meminimalisir noise pada data pengukuran. Dengan kemudahan pengoperasian dan dilengkapi
dengan system multi-channel, membuat alat ini digunakan pada penelitian ini.

Adapun teknis pengukurannya (Gambar E-16) meliputi:

1. Pemasangan alat, sebelum melakukan pengukuran, tim survei melakukan penandaan


titik-titik yang akan diletakan elektroda dengan patok, agar memudahkan pemasangan
elektroda dan pembentangan kabel ketika hari dilakukannya pengukuran. Setelah
elektroda terpasang disepangjang lintasan kemudian dihubungakan dengan alat
pengukuran melalui kabel untuk masing-masing elektroda. Jangan lupa untuk
pemasangan accu terhadap alat ukur yang digunakan.

2. Pengukuran, setelah semua elektroda di sepanjang lintasan terhubung dengan alat


pengukuran melalui kabel pada masing-masing elektroda, maka pengukuran dapat
dimulai. Karena alat yang dipakai pada penelitian ini merupakan alat multi-channel,
ketika alat di run maka alat pengukur akan mengukur secara otomatis mulai dari
konfigurasi yang dipakai, hingga tahap pengukuran pada n=1 hingga n=26.

E-23
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-16. Contoh kegiatan pengambilan data.

E.3.2.2.5. Metode Analisis Potensi Longsoran

Salah satu penyebab terjadinya peristiwa longsoran adalah adanya retakan (cracks) dalam tanah.
Dengan adanya cracks, air hujan yang masuk akan menambah beban lereng sehingga mempercepat
proses terjadinya bencana longsor. Metode geofisika yang mampu mendeteksi adanya cracks adalah
metode resistivity (geolistrik), dimana dengan metode ini zona yang memiliki kandungan air jenuh
dapat dijadikan acuan tentang adanya cracks dalam tanah.

Secara umum terdapat tiga cara arus listrik dapat mengalir dalam batuan, yaitu konduksi elektronik,
konduksi elektrolitik, dan konduksi dielektrik. Konduksi elektronik terjadi jika banyak terdapat ion-
ion bebas dalam mineral yang akan berfungsi sebagai media konduksi arus listrik. Konduksi
elektrolitik terjadi jika batuan bersifat porous dan pori-pori batuan tersebut diisi oleh fluida yang
mengandung ion-ion yang bersifat elektrolit. Konduksi dielektrik terjadi pada batuan yang
mempunyai konduktivitas yang lemah (bersifat isolator) ketika dialiri arus listrik dari luar yang
menyebabkan elektron mengalami pergeseran.

Sebaran nilai tahanan jenis batuan dan mineral dapat dilihat pada Gambar E-17. batuan beku dan
metamorfik pada umumnya mempunyai nilai tahanan jenis yang tinggi, nilai tahanan jenis batuan ini
biasanya bergantung pada porositas, kandungan fluida, derajat rekahan, dan presentase rekahan
yang diisi fluida. Sehingga batuan tersebut memiliki kisaran nilai tahanan jenis 1000 Ωm sampai 10 7
Ωm. Batuan sedimen yang sifatnya lebih porous daripada batuan beku dan mempunyai kandungan
air yang lebih banyak, memiliki kisaran nilai tahanan jenis yang lebih rendah yaitu antara 10 Ωm
sampai 103 Ωm.

E-24
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Tahanan jenis air tanah bervariasi dari 10 Ωm sampai 100 Ωm, bergantung pada konsentrasi garam
terlarut didalamnya. Satu persamaan sederhana yang dapat menjelaskan hubungan antara batuan
yang bersifat porous dan derajat saturasi adalah Hukum Archie, hukum ini dapat diterapkan pada
beberapa tipe batuan. Hukum Archie dipenuhi oleh persamaan berikut:

ρ=a ρw ∅−m

Dengan: ρ = Tahanan jenis batuan (Ωm)

ρw = Tahanan jenis fluida (Ωm)

Ø = Fraksi batuan yang diisi oleh fluida (%)

a dan m = Parameter empiris

Untuk kebanyakan batuan, nilai a sekitar 1 dan nilai m sekitar 2.

Berdasarkan Hukum Archie, batuan dengan porositas tinggi akan memiliki nilai resistivitas rendah
yang disebabkan oleh keberadaan fluida yang mengisi celah batuan, begitu sebaliknya. Hukum
Archie akan membantu menganalisis distribusi nilai resistivitas pada model hasil pengukuran.

Gambar E-17. Nilai resistivity batuan dan mineral (Loke, 1996).

Dugaan awal dari model hasil inversi dapat dilakukan dengan mengelompokan nilai resistivitas yang
tinggi dan rendah. Pengelompokan berdasarkan korelasi antara hukum Archie dengan nilai

E-25
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

resistivitas batuan. Jika batuan memiliki porositas yang tinggi maka nilai resistivitas rendah dan
batuan yang memiliki porositas rendah akan memiliki nilai resistivitas yang tinggi. Pengelompokan ini
dapat membantu dalam analisis struktur geologi yang ada di lokasi pengambilan data, seperti
sesar/patahan, cracks, dan bidang kontak antar formasi batuan. Struktur sesar/patahan, cracks, dan
bidang kontak antar formasi batuan dapat disebut dengan zona lemah.

Gambar E-18. Range nilai resistivitas.

Adanya zona lemah ditandai dengan adanya anomali nilai tahanan jenis yang relatif rendah
dibandingkan sekitarnya yang membentuk pola yang kontinu atau adanya diskontinuitas zona
tahanan jenis yang relatif tinggi secara lateral disebabkan oleh adanya zona yang memiliki nilai
tahanan jenis yang lebih rendah. Hal inilah yang menjadi dasar dalam penentuan keberadaan crack
atau potensi longsoran dalam studi ini (Gambar E-19).

Gambar E-19. Contoh cracks pada penampang resistivity (Agustin dkk, 2017)

Pada Gambar E-19 diketahui bahwa cracks berada pada bentangan 12-13 meter dengan kedalaman
2-3 meter di bawah permukaan. Letak cracks ditunjukkan oleh nilai resistivity yang rendah yaitu
sekitar 0.1-1.6 Ωm. Hal ini diinterpretasikan pada daerah tersebut memiliki kandungan air yang
cukup tinggi. Air tersebut tersimpan pada retakan yang terbentuk sebelumnya.

E-26
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.4. Uji Parit/Uji Pit

Uji pit atau uji parit dapat digunakan untuk membantu pemeriksaan secara terperinci kondisi tanah
dan batuan dangkal. Uji pit merupakan bagian penting dari penyelidikan geoteknik apabila terjadi
perubahan kondisi tanah yang signifikan (horizontal dan vertikal), adanya volume tanah yang besar
dana tau material bukan tanah (bongkahan, kerakal, debris) yang contohnya tidak dapat diambil
dengan menggunakan metode konvensional, atau bentuk tanah tertanam yang harus diidentifikasi
atau diukur.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan uji pit adalah sebagai berikut:

1. Kedalaman parit uji ditentukan berdasarkan penyelidikan, tetapi secara tipikal sekitar 2-3 m. Di
daerah yang mempunyai elevasi muka air tanah tinggi, kedalaman parit dibatasi oleh muka air.
Galian uji pit umumnya tidak aman dan tidak ekonomis untuk kedalaman lebih dari 5 m

2. Pada waktu penggalian, dasar parit harus dijaga agar permukaan tanah relatif rata mendatar.
Material galian harus ditempatkan secara teratur berdampingan dengan parit, dan terpisah dari
tumpukan material lain di permukaan, untuk memudahkan identifikasi kedalaman material. Tepi
parit dalam potongan vertikal dibersihkan secara kontinu sehingga menampilkan permukaan
batuan atau tanah yang bersih

3. Survei pengontrolan uji pit harus dilakukan dengan menggunakan metode survei optic untuk
menentukan secara teliti elevasi muka tanah dan lokasi rencana uji pit. Pengukuran harus
dilakukan dan dicatat dalam dokumentasi orientasi, ukuran rencana, dan kedalaman parit, serta
kedalaman dan tebal masing-masing lapisan yang muncul dalam parit

4. Pada umumnya pit uji dapat diurug kembali dengan material buangan yang dihasilkan pada
waktu penggalian. Material urugan tadi harus dipadatkan untuk mencegah terjadinya penurunan
berlebihan

Sedangkan tata cara pelaksanaan Uji Pit atau uji parit berdasarkan SNI 03-6376-2000, mengenai tata
cara pembuatan sumur uji dan parit uji secara manual. Uji pit dilaksanakan utuhan untuk
mengetahui kondisi lapisan tanah dalam yang ada dan utilitas di bawah permukaan tanah. Uji pit
menggunakan metoda penggalian lubang secara manual dangkal dengan ukuran uji pit (1 x 1,5 x 2)
m. peralatan yang digunakan antara lain:

1. Alat gali seperti cangkul, sekop, linggis, belincong, dan alat mesin pemecah batu apabila dijumpai
tanah keras atau batu

E-27
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

2. Alat ukur berupa pita ukur

3. Alat angkut tanah berupa wadah atau tempat untuk mengangkut tanah dari lubang galian ke
atas permukaan tanah

Dengan bahan-bahan yang digunakan diantaranya papan atau balok kayu sebagai penyangga, patok
kayu atau bamboo, dan tali secukupnya. Sedangkan prosedur pelaksanaan dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Beri tanda dipermukaan tanah ukuran lubang yang akan digali

b. Penggalian pada tanah yang sesuai dengan tanda yang telah dibuat

c. Meletakkan tanah hasil galian disekitar sumuran uji atau paritan uji agar tidak menganggu
pelaksanaan pekerjaan

d. Penyanggaan apabila tanah yang digali mudah lepas dan runtuh

e. Merapikan dinding sumuran uji atau puritan

f. Pencatatan uji log menggunakan skala yang sesuai dengan kompleksitas struktur geologi tanah
yang terungkap dalam pit dan ukuran pit

g. Pencatatan vertikal sejajar dengan salah satu dinding pit. Bidang kontak antara batuan harus
diidentifikasi dan digambarkan profil serta diambil contoh formasi lapisannya

h. Pencatatan perubahan lapisan geologi, lokasi stasiun, elevasi, dan muka air tanah

i. Perekaman menggunakan foto berdasarkan saran tenaga ahli geoteknik

Hasil uji pit selanjutnya dituangkan ke dalam pit log seperti pada Gambar E-20.

E-28
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-20. Form untuk pengisian uji pit

E-29
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.5. Penanggalan Radiokarbon

Penanggalan radiokarbon adalah salah satu metode yang memberikan estimasi umur obyektif
berdasarkan kandungan material karbon yang terdapat pada makhluk hidup. Umur lapisan dapat
diestimasi dengan menghitung jumlah karbon-14 pada sampel dan membandingkannya dengan
referensi standar yang digunakan oleh internasional.

Prinsip dasar metode ini yaitu menggunakan isotop dari karbon (C-14) yang tidak stabil dan
mempunyai tingkat radioaktivasi rendah. Sementara isotop karbon yang stabil umumnya C-12 dan C-
13. Secara umum, C-14 secara kontinu terbentuk di atmosfer bagian atas akibat dari gelombang
kosmik neutron pada atom nitrogen 14. Unsur ini secara cepat teroksidasi di udara untuk
membentuk karbon dioksida dan berperan dalam siklus global karbon. Tumbuhan dan hewan
berasimilasi dengan carbon-14 sepanjang hidupnya. Ketika makhluk hidup tersebut mati, siklus
karbon akan berhenti kemudian C-14 akan mulai meluruh dengan kecepatannya.

Penanggalan umur stratigrafi atau penanggalan radiokarbon atau radiocarbon dating dilakukan
terhadap sampel tanah yang terletak pada event horizon pergerakan terakhir sesar yang teramati
pada dinding parit untuk menentukan kapan terakhir kali sesar tersebut bergerak. Dengan
mengetahui jumlah C-14 yang tersisa pada sampel, maka umur sesar akan diketahui.

Sampel tanah yang didapatkan oleh Konsultan kemudian dimasukkan ke dalam fasilitas laboratorium
milik Beta Analytics di Miami, Florida, Amerika Serikat yang telah tersertifikasi untuk melakukan
pengujian radiokarbon dan dipercaya oleh kalangan akademisi dan profesional.

Dokumentasi contoh sampel tanah yang pernah dilakukan penanggalan radiokarbon sebelumnya
oleh Konsultan dapat dilihat pada Gambar E-21. Sementara contoh hasil analisis penanggalan
radiokarbon dari Beta Analytics yang pernah dimasukkan oleh Konsultan dapat dilihat pada Gambar
E-22.

E-30
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-21. Dokumentasi contoh sampel tanah yang pernah dimasukkan oleh Konsultan untuk
dilakukan penanggalan radiokarbon

Gambar E-22. Contoh hasil analisis penanggalan radiokarbon dari Beta Analytics yang pernah
dimasukkan oleh Konsultan pada pekerjaan sebelumnya

E-31
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.6. Survei Gempa Bumi Mikro

E.3.2.6.1. Gempa Mikro di Wilayah Sesar Aktif

Rencana Bendungan Merangin yang akan dibuat merupakan salah satu solusi yang dapat bermanfaat
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terkait irigasi, pengendali banjir, dan juga dalam
memastikan ketersediaan air untuk kehidupan sehari-hari. Namun dalam proses pembangunannya,
rencana Bendungan ini juga harus dipastikan bebas dari resiko bencana alam seperti gempa bumi,
terlebih jika gempa bumi tersebut berasal dari sesar aktif yang berada di sekitar area bendungan.
MEQ (microearthquake) monitoring merupakan salah satu metoda geofisika yang memanfaatkan
aktivitas kegempaan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Aplikasi metoda ini banyak
digunakan untuk eksplorasi geothermal, mengetahui resiko bencana pada wilayah vulkanik dan sesar
aktif, serta investigasi kerak dan struktur interior bumi seperti kerak dan mantel, dengan
mengindentifikasi gempa kecil dengan skala magnitudo ± ≦ 3 dan durasi kurang dari 5 detik. Jadi
survei mikroseismik ini bertujuan untuk mempelajari sesar aktif yang ada di sekitar area rencana
bendungan dengan mengetahui distribusi event gempa bumi secara horizontal (episenter) dan juga
secara vertikal (hiposenter), magnitudo dan juga mekanisme fokus dari gempabumi yang terjadi.

Sesar adalah suatu rekahan pada batuan dimana bagian yang dipisahkan oleh rekahan akan bergerak
satu terhadap yang lain. Bidang sesar (fault plane) adalah sebuah bidang yang merupakan bidang
tektonik antara diantara dua blok tektonik yang terpisah akibat adanya sesar tersebut. Dalam
penentuan orientasi bidang sesar perlu diperhatikan beberapa parameter umum (Gambar E-23),
yaitu:

a. Strike (Φ) = sudut yang dibentuk antara jurus sesar dengan arah utara, siukur searah jarum
jam (0°≤Φ≤360°).

b. Dip (δ) = sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang horizontal diukur dari
permukaan horizontal (0°≤ δ ≤90°).

c. Rake = sudut yang dibentuk oleh arah strike dengan arah slip. Slip angle (λ), dimana arah slip
didasarkan pada arah gerak hangingwall, (-180 ≤ λ ≤ 180). Jika patahan berupa thrust fault λ
> 0°, sedangkan jika patahan normal fault maka λ < 0°.

E-32
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-23. Parameter umum sesar (Instituto Nazionale di Geofisica e Vulcanologia)

Untuk mengetahui keaktifan suatu sesar, salah satu caranya adalah dengan melalui monitoring MEQ.
Suatu sesar yang aktif akan menimbulkan sumber gelombang dari setiap pergerakannya dan sumber
gelombang ini akan menghasilkan gelombang seismik yang direkam oleh seismometer dan dilakukan
pengolahan lebih lanjut untuk mengetahui keadaan bawah permukaan. Umumnya dalam identifikasi
keaktifan sesar, dilakukan penentuan lokasi gempa, pengukuran besar gempa di sumber
menggunakan inversi magnitudo serta mengetahui mekanisme fokus sumbernya menggunakan
metoda focal mechanism.

E.3.2.6.1.1. Akusisi Data

Akuisisi merupakan proses pengambilan data dilapangan yang ingin dilakukan penelitian. Dalam
metoda seismik pasif, alat yang digunakan berupa seismometer yang ditanam tersebar di beberapa
titik tertentu dan kemudian akan merekam seluruh pergerakan yang terjadi, dan akan diterjemahkan
dalam bentuk seismogram. Seismogram inilah yang nantinya akan diolah sesuai keperluan
penelitian. Seismometer yang digunakan selama proses monitoring adalah Guralp 6TD (Gambar E-
24). Alat ini sudah terdiri dari sensor seismometer triaxial dan juga termasuk dengan digitisernya.
Guralp 6TD ini dibekali dengan flash memory hingga 32 GB. Velocity output dari Guralp mulai dari 30
s (0.03 Hz) sampai 100Hz. Namun untuk mendapatkan data seismogram yang baik, maka terdapat
hal-hal yang penting untuk dipertimbankan pada saat penanaman seismometer agar kualitas data
yang diambil pun dapat maksimal. Beberapa hal utama yang harus diperhatikan adalah:

a. Lokasi yang digunakan harus mudah dijangka agar mempermudah proses akomodasi
seismometer. Hal ini dikarenakan seismometer merupakan perangkat yang sangat sensitif

E-33
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

akan getaran. Selain itu lokasi juga harus aman (tidak rawan pencurian) dan juga bebas
banjir.

b. Menghindari wilayah dengan tingkat gangguan (noise) tinggi, seperti jalan raya, perumahan
penduduk, tiang listrik, dan akar pohon.

c. Dilakukan penanaman seismometer atau dibuatkan bunker untuk meminimalisir noise.

d. Pemberian bantalan beton didasar seismometer untuk menguatkan sinyal yang didapatkan,
sehingga faktor amplifikasi tanah dapat dperkecil.

e. Melakukan penentuan lokasi seismometer tersebut berdasarkan prinsip penjalaran


gelombang seismik dengan perhitungan sederhana. Perhitungan tersebut mengasumsikan
bahwa kondisi bawah permukaan homogen dengan nilai perbandingan kecepatan

vp
gelombang primer dan sekunder ( )
vs
yakni 1.73 km/s. Pada data mikroseismik selisih waktu

tiba gelombang sekunder dan gelombang primer ( t s−t p ) adalah sekitar 2-7 detik. Sehingga

dari perhitungan kecepatan dikalikan dengan waktu ini, jarak antarseismometer yang
optimum adalah sekitar 12 km.

Gambar E-24. Seismometer Guralp 6TD

E.3.2.6.1.2. Pengolahan Data

Picking Gelompang P dan S

Picking gelombang P dan S berkaitan dengan pengukuran waktu tiba gelombang dan permulaan fase
seismik. Penentuan waktu tiba gelombang P dan S merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menetukan lokasi gempa.

Tahap yang diperlukan untuk menentukan gelombang P dan S, sebagai berikut:

E-34
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

1. Lakukan filtering (bandpass filter) untuk meningkatkan S/N ratio data. Nilai rentang bawah
dan atas yang digunakan pada bandpass filter didapatkan setelah melakukan analisis nilai
frekuensi dominan pada semua data. Untuk studi kasus dengan data mikroseismik, dapat
digunakan nilai rentang bandpass filter dari 0.1 – 50 Hz (Gambar E-25).

Gambar E-25. Contoh hasil gelombang sebelum (atas) dan sesudah (bawah) proses filtering

2. Urutkan berdasarkan waktu tiba gelombang P. Waktu tiba gelombang P biasanya ditandai
dengan adanya suatu nilai amplitudo sinyal meningkat dengan tajam. Pengurutan ini
dilakukan dengan maksud untuk memudahkan kita melakukan picking gelombang P. Dalam
proses penentuan waktu tiba (picking) gelombang P biasanya terjadi picking yang tidak
konsisten dan ambiguitas yang disebabkan kompleksitas pola gelombang (waveform). Pada
umumnya bentuk wavelet seismik dipengaruhi oleh fungsi sumber waktu, pola radiasi,
dispersi, atenuasi, scattering, dan interferensi dengan fasa lain. Superposisi dari komponen
tersebut mungkin menyebabkan bentuk waveform yang kompleks. Sehingga dalam
penentuannya sebaiknya dilakukan dalam dua jenis observasi visual (Diehl & Kissling, 2007)
yaitu:

a. Perubahan amplitudo

Fasa dapat ditentukan jika terdapat suatu amplitudo melebihi amplitudo background
noise kira – kira 1.5 kalinya. Seperti dicontohkan pada Gambar E-26.

E-35
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-26. Pendekatan fase picking berdasarkan perubahan ASNR. Kemungkinan picking ‘earliest’
berkaitan dengan tE, kemungkinan picking ‘latest’ berkaitan dengan tL. Sebagian besar waktu tiba tA
terletak pada interval ini. Perubahan amplitudo digunakan untuk menentukan tE dan tL (Diehl &
Kissling, 2007)

b. Perubahan frekuensi

Perubahan frekuensi domain mengindikasikan waktu tiba fasa seismik. Perubahan


frekeunsi ini dikenal dengan frequency based signal to noise ratio (FSNR). Walaupun
lebih sulit diidentifikasi secara visual namun khusus untuk broad time windows, FSNR
dapat membantu untuk menentukan aproksimasi posisi dari suaru fase seperti
ditunjukkan pada Gambar E-27.

Gambar E-27. Pendekatan fase picking berdasarkan perubahan FSNR. Kemungkinan picking ‘earliest’
berkaitan dengan tE, kemungkinan picking ‘latest’ berkaitan dengan tL. Sebagian besar waktu tiba tA
terletak pada interval ini. Perubahan amplitudo digunakan untuk menentukan tE dan tL (Diehl &
Kissling, 2007)

E-36
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

3. Picking waktu tiba gelombang P. Biasanya gelombang P akan terlihat jelas pada komponen
vertikal (z). Namun demikian, pada beberapa kasus gelombang P kadang-kadang terlihat
jelas pada komponen horizontal. Hal ini bisa terjadi apabila elevasi daerah penelitian
berundulasi, sehingga ada event yang kedalaman hiposenternya sejajar terhadap posisi
stasiun. Gambar E-28 menampilkan seismogram-seismogram yang berasal dari event yang
sama, sedangkan Gambar E-29 menampilkan seimogram yang telah di-pick kehadiran
gelombang P-nya.

Gambar E-28. Contoh hasil tampilan data waveform gempa dengan yang telah diurutkan
berdasarkan kemunculan fasa gelombang P yang “menonjol”

Gambar E-29. Contoh hasil picking gelombang P pada data waveform gempa yang telah diurutkan
berdasarkan kemunculan fasa gelombang P yang “menonjol”

E-37
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

4. Picking waktu tiba gelombang S. Berikut ini beberapa catatan yang perlu diperhatikan untuk
menentukan waktu kejadian gelombang S:

a. Pada umumnya nilai ts-tp gempa akan semakin besar pada stasiun yang waktu tiba
gelombang P lebih lambat (Gambar E-30).

b. Pada umumnya fasa gelombang P lebih jelas pada komponen vertikal dan S pada
komponen horizontal (NS atau EW). Namun demikian, pada kasus tertentu bisa terjadi
hal sebaliknya.

Gambar E-30. Contoh hasil picking helombang S pada data waveform gempa dengan ID
201103220044 yang telah diurutkan

Diagram Wadati

Diagram Wadati mengasumsikan bahwa :

1. Poisson’s ratio (Vp/Vs) sepanjang raypath untuk hiposenter dari rekaman stasiun adalah
konstan.

2. Gelombang P dan S dimulai pada waktu yang sama dari sumber.

Perbedaan waktu tiba gelombang S dan P (ts – tp) di plot terhadap waktu tiba gelombang P. Karena
di hiposenter ts – tp diasumsikan nol, maka titik potong garis lurus pada diagram wadati dengan
sumbu tp adalah pendekatan waktu terjadinya gempa (to) dan dari kemiringan kurva didapatkan
Vp/Vs seperti dilihat pada Gambar E-31 (Havskov & Ottomoler, 2010).

E-38
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-31. Contoh diagram wadati perpotongan sumbu x yang menunjukkan origin time.
Kemiringan garis yaitu 0,77 sehingga ratio Vp/Vs adalah 1,77. Event ini diambil dari Jaringan
Andalucian dengan origin time 2006 0122 04:21 (Havskov & Ottomoler, 2010)

Penentuan Hiposenter

Lokasi gempa didefinisikan oleh tiga koordinat ruang dan waktu terjadinya gempa (origin time).
Dalam koordinat kartesian dinyatakan sebagai (x o,yo,zo,to). Hiposenter atau fokus adalah titik didalam
bumi tempat bermulanya gempa bumi sedangkan episenter adalah proyeksi episenter pada
permukaan bumi yang dinyatakan (x o,yo) (Gambar E-32). Ketika hiposenter dan waktu asal yang
ditentukan oleh waktu kedatangan fase seismik dimulai oleh gempa pertama, lokasi akan dihitung
sesuai dengan titik dimana gempa dimulai.

Gambar E-32. Ilustrasi titik hiposenter dan episenter

Untuk menghitung jarak episenter dan hiposenter gempa bumi, dihitung dari persamaan (Havskov &
Ottemoleer, 2010) sebagai berikut:

 Jarak episenter untuk gempa lokal

∆=√ ¿ ¿

E-39
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

 Jarak hiposenter untuk gempa lokal

∆=√ ¿ ¿

Dalam proses penentuan lokasi gempa bumi parameter yang telah diketahui adalah waktu tiba
gelombang dan posisi stasiun yang merekam gempa. Adapun parameter yang belum diketahui
adalah waktu terjadinya gempa, hiposenter, raypath, dan model kecepatan bawah permukaan.
Untuk mempermudah perhitungan, model kecepatan gelombang seismik yang digunakan
merupakan model kecepatan 1-D dimana kecepatan homogen secara lateral dan hanya bervariasi
tiap kedalaman. Selanjutnya, waktu tempuh merupakan waktu yang ditempuh gelombang dari awal
terjadinya gempa sampai terekam pada seismogram, yang ditunjukkan oleh persamaan berikut ini:

T ij =t j−τ i

Adapun waktu tempuh antara sumber i dan stasiun pengamat j dapat diformulasikan melalui
persamaan berikut ini:

T ij =√¿ ¿ ¿

Dengan keterangan sebagai berikut :

𝑡𝑗 = waktu tiba (arrival time) di stasiun pengamat j,

𝜏𝑖 = waktu terjadinya gempa (origin time) dari sumber i,

𝑇𝑖𝑗 = waktu tempuh antara sumber i dan stasiun pengamat j,

𝑥𝑖,, = koordinat posisi dari sumber i,

𝑥𝑗,, = koordinat posisi dari stasiun pengamat j,

𝑉 = kecepatan gelombang seismik

Penentuan lokasi hiposenter melibatkan suatu proses inversi untuk mencari suatu lokasi hiposenter
yang mempunyai error minimum antara waktu tempuh observasi dengan waktu tempuh kalkulasi.
Metoda inversi pada umumnya memiliki tujuan untuk mencari nilai minimum global, bukan untuk
mengetahui secara keseluruhan bentuk permukaan fungsi objektif pada ruang model. Untuk
meningkatkan efisiensi pencarian acak, pemilihan model dimodikasi sehingga model pada daerah
tertentu yang mengarah atau dekat dengan solusi memiliki probabilitas lebih besar untuk dipilih.
Metoda ini disebut sebagai metoda pencarian acak terarah atau guided random search yang salah
satunya dapat menggunakan Simulated Annealing.

Pada proses Simulated Annealing ini ruang model harus didefinisikan terlebih dahulu dengan
menentukan secara “a priori” interval harga minimum dan maksimum parameter model. Pemilihan

E-40
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

harga parameter model atau perturbasi model ditentukan secara acak sebagai bilangan sembarang
dalam interval nilai model minimum dan model maksimum. Hal ini dilakukan dengan cara
mengambil bilangan acak R dengan probabilitas uniform antara 0 sampai 1 yang dipetakan menjadi
harga parameter model menggunakan persamaan berikut:

model i=model min max


i + R(modeli −model min
i )

Proses pembentukan kristal (annealing) dalam termodinamika diadopsi dalam penyelesaian masalah
inversi dengan menggunakan parameter model untuk mendefinisikan konfigurasi sistem dan fungsi
obyektif (misfit) sebagai energi. Faktor temperatur merupakan faktor pengontrol dengan satuan
sama dengan fungsi objektif. Hubungan antara probabilitas suatu sistem dan temperatur T dengan
energi E sebagai fungsi obyektif dinyatakan oleh persamaan berikut:

P ( ∆ E )=exp ( −∆kTE )
Apabila Δ𝐸≤0, perturbasi model diterima dan iterasi dilanjutkan dengan menggunakan model
tersebut. Namun, bila Δ𝐸>0, penentuannya ditentukan secara probabilistik seperti pada persamaan
(2.6) dengan menggunakan bilangan acak R yang terdistribusi uniform pada interval [0,1]. Ketika R<
P(Δ𝐸) maka perubahan model diterima sebaliknya jika 𝑅 ≥𝑃(Δ𝐸), perubahan ditolak dan kembali ke
model sebelumnya.

Proses iterasi dimulai dengan temperatur cukup tinggi sehingga hampir semua perturbasi model
diterima. Ketika temperatur turun secara perlahan, perturbasi yang menghasilkan fungsi objektif
yang lebih kecil (Δ𝐸<0) akan lebih dominan dalam menentukan model dan perturbasi model yang
diterima akan mengecil jika Δ𝐸≥0. Hal ini bertujuan agar algoritma memungkinkan keluar dari
minimum lokal. Mekanisme penurunan temperatur merupakan faktor yang perlu dilakukan secara
coba-coba agar sesuai dengan permasalahan yang ditinjau. Penurunan temperatur ini tidak boleh
terlalu cepat atau terlalu lambat. Penurunan temperatur terlalu cepat akan menyebabkan proses
mudah terjebak pada minimum lokal. Sedangkan penurunan temperatur terlalu lambat juga akan
menyebabkan lamanya mencapai konvergensi. Skema penurunan temperatur dapat menggunakan
fungsi linier ataupun logaritmik. Skema penurunan secara linier dan logaritmik berturut turut
ditunjukkan oleh persamaan dibawah ini:

T0
T n=
log ⁡(n)

T n=∝T n−1 atau T n=T 0 ∝n

E-41
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Diagram alir dari proses ini dapat dilihat pada Gambar E-33.

Gambar E-33. Diagram alir SA (Simulated Annealing) untuk inversi non linear (Grandis, 2009)

Relokasi Hiposenter

Relokasi dilakukan menggunakan metoda Joint Hypocenter Determination (JHD) dengan diagram alir
seperti pada Gambar E-34. Merupakan teknik relokasi hiposenter yang walaupun sederhana namun
efisien untuk menghitung variasi kecepatan lateral yang tidak terdeteksi pada model kecepatan 1D
yang digunakan pada saat penentuan lokasi awal. Relokasi dianggap dapat memperbaiki kesalahan
model kecepatan 1D yang digunakan pada SA dan menghasilkan lokasi hiposenter yang lebih akurat
dengan seperangkat koreksi stasiun sebagai koreksi terhadap kesalahan model kecepatan 1D yang
digunakan.

Seperti halnya menentukan satu hiposenter dan waktu tiba gelombang awal (origin time), kita akan
menentukan bersama-sama m hiposenter, origin time, dan n koreksi stasiun (untuk
penyederhanaan, diasumsikan terdapat satu observasi per stasiun). Hal ini dilakukan dengan
menambahkan residual stasiun Δ𝑡𝑖 dan menuliskan persamaan untuk seluruh m gempa bumi (index
j) (Havskov & Ottomoller, 2010).

E-42
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

∂ t tra
i ∂t tra
i ∂t tra
i S
r ij = ∆ x+ ∆ y+ ∆ z+ ∆ t i +∆ t j
∂ x ij ∂ y ij ∂ z ij

Gambar E-34. Diagram alir metoda JHD

E.3.2.6.1.3. Inversi Magnitudo

Magnitudo

Ketika suatu gempa terjadi, hal pertama yang menjadi pertanyaan adalah berapa kekuatan dari
gempa tersebut dan yang kedua adalah lokasi dari gempa. Magnitudo merupakan suatu nilai yang
menunjukkan kekuatan dari suatu gempa. Perhitungan nilai manitudo merupakan hal yang penting
untuk mengetahui:

a. Energi yang terlepaskan untuk mengestimasi potensi kerusakan yang terjadi oleh suatu
gempa.

b. Ukuran fisik dari gempa.

c. Perkiraan pergerakan tanah (ground motion) dan seismic hazard.

Richter mengembangkan skala magnitudo lokal yang pertama untuk gempa di California dan
menggunakan seimograf Anderson sebagai perekamnya. Skala magnitudo kemudian semakin meluas
dan berkembang untuk wilayah, instrumen, dan jarak source- receiver yang berbeda-beda. Skala-

E-43
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

skala ini menggunakan rekaman maksimum amplitudo A , dari gelombang seismik sebagai ukuran
gempa. Bentuk umum dari skala magnitudo adalah:

M =log ( TA )+ F ( h , ∆ )+C
T merupakan periode dominan, F merupakan koreksi variasi amplitudo dengan kedalaman h dan
jarak ∆ dari instrumen perekam, dan C merupakan skala faktor dependen pada region. Dalam
penggunaannya, magnitudo memiliki skala yang berbeda-beda berdasarkan pada jarak dari event
gempa. Skala magnitudo untuk pengukuran global, menurut IASPEI (2005), dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:

1. Local Magnitude( M L ), untuk event dengan nilai magnitudo kurang dari 6-7 dan jarak kurang
dari 1.500 km. Besar frekuensi antara 1 – 20 Hz.

2. Coda Magnitude( M C ), untuk event dengan magnitudo kurang dari 5 dan jarak kurang dari
1.500 km.

3. Body Wave Magnitude( M B ), untuk teleseismic event dan memiliki nilai magnitudo kurang
dari 7 dan jarak 20°-100°. Frekuensi antara 0.3 Hz – 1 Hz.

4. Broadband Body-Wave Magnitude( M B ), dengan definisi asli dari Guttenberg dan Richard

(1956) mengukur V max dan hubungan perioda T pada kisaran perioda 0.2 – 30 s di jarak yang
sama dengan range MB.

5. Surface Wave Magnitude( M S ), untuk teleseismic event dengan nilai magnitudo diatas 8 dan
jarak 20°-160° dan periode 18 – 22 s.

6. Broadband Surface-Wave Magnitude( M S ), mengukur V max pada event seismic dangkal


(kedalaman sumber < 60 km) dan dihubungkan dengan periode (T) pada kisaran periode
anatara 2 – 60 s dan jarak yang sama dengan M S pada skala magnitudo diantara 4< MS(BB)
<9.

7. Moment Magnitudo( M W ), untuk berbagai gempa bumi dengan jarak berapapun.

Besar jarak dan magnitudo yang diterangkan di atas bukanlah nilai absolut, hanya sebagai
acuan standard.

Analisis Spektral

Spektra dari sinyal seismik dapat digunakan untuk melakukan beberapa hal (Havskov dan
Ottemoller, 2010), antara lain:

E-44
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

a. Menghitung seismic moment, source radius dan stress-drop menggunakan gelombang P atau
gelombang S.

b. Mendapatkan moment magnitude dari seismic moment.

c. Mengukur background noise.

d. Menghitung atenuasi seismik (Q ) pada body waves atau coda waves.

e. Menghitung atenuasi dekat permukaan (k ).

f. Mendapatkan estimasi dari soil amplification.

Gelombang gempa yang menjalar di dalam bumi akan kehilangan amplitudo karena teredam dan
teratenuasi. Atenuasi di dalam seismogram ditunjukkan oleh amplitudo getaran yang terlihat
meluruh. Terdapat dua jenis atenuasi, yaitu atenuasi intrising dan atenuasi hamburan. Atenuasi
intrising adalah hilangnya energi di dalam medium karena ada sifat kekentalan (viscousity), porositas
(porosity), dan permeabilitas (permeability). Semakin tinggi sifat-sifat tersebut maka akan semakin
tinggi atenuasinya. Atenuasi hamburan adalah terdistribusinya energi getaran di dalam medium
akibat adanya fluktuasi acak kecepatan, efek geometri (pantulan, pembelokan, dan penghamburan
gelombang), dan heterogenitas batuan. Semakin beragam batuan maka akan semakin tinggi
atenuasinya.

Seismic Source Model

Spektrum model displacement yang dipakai dalam penelitian ini adalah perkalian antara spektrum
sumber dengan spektrum atenuasi medium.

M ( f )=D ( f ) . B ( f )

Dimana D ( f ) merupakan spektrum sumber dan B ( f ) merupakan spektrum atenuasi. Model source
time function akan ditransformasi Fourier sehingga didapatkan model dalam domain frekuensi.
Dalam sumbu linier, amplitudo akan meluruh pada frekuensi lebih besar dari f c. Amplitudo pada
f <f c berkaitan dengan ukuran seismic moment ( M 0 ). Model spektrum displacement dituliskan
dengan persamaan:

f cn
D ( f ) =Ω0 n n
f c +f

Dimana Ω 0 adalah low frequency spectral level, f c adalah corner frequency, f adalah frekuensi, dan n
adalah pangkat bilangan bulat pada frekuensi penyebab amplitudo spektral meluruh pada frekuensi

E-45
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

lebih besar daripada f c . Penelitian ini menggunakan spektrum Brune dengan n bernilai 2 sehingga
modelnya menjadi

f c2
D ( f ) =Ω 0 2 2
f c +f

Pengaruh medium pada penjalaran gelombang dari sumber ke alat perekam adalah adanya
penyerapan energi gelombang oleh medium. Model spektrum atenuasinya adalah

t
(
B ( f )=exp −πf
Q )
=exp ⁡(−πf t ¿ )

Q merupakan fraksi energi yang terserap per siklus atau disebut sebagai quality factor. Kebalikan
dari harga Q disebut atenuasi. Adanya nilai Q menyebabkan waktu tempuh gelombang dari sumber

¿ t
ke stasiun perekam t terbobotkan menjadi t = . Spektrum model kemudian menjadi:
Q

f c2 ¿
M ( f )=Ω 0 2 2
exp ⁡(−πf t )
f c +f

Moment Magnitude

Sebagian besar skala magnitudo didasarkan pada pengukuran amplitudo dalam domain waktu.
Untuk mendapatkan hasil yang general, digunakan estimasi spektral. Dengan menghubungkan
seismograph accordance dengan actual physical displacement yang muncul selama gempa bumi,
maka akan didapatkan suatu skala magnitudo berupa Moment Magnitude ( M w ). Penentuan
magnitudo tidak hanya dilihat dari nilai amplitudo, namun menggunakan informasi parameter-
parameter gempa yang terdapat dalam data rekaman gempa.

Moment Magnitude didapatkan melalui hubungan antara radiated seismic energy dan seismic
moment, dan energy dan surface wave magnitude. Menurut Kanamori (1977), nilai estimasi dari
Radiated Energy ( E s) adalah:

∆σ
E s= M
2μ 0

Dengan ∆ σ adalah earthquake stress-drop dan 2 μ adalah shear modulus. Nilai konstan dari stress-
drop untuk gempa dangkal (Aki, 1972) adalah:

1
E s= M0
2 x 104

Dan hubungan antara E s dan M s menurut Guttenberg-Richter adalah:

E-46
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

log E s=1.5 M s +11.8

E sdan M s dalam formula Guttenberg-Richter memiliki nilai yang bounded. Namun, apabila E s
diambil secara independen dari persamaan E s kemudian disubstitusikan pada bagian kiri dan M w

disubstitusikan untuk menggantikan M s di bagian kanan dari persamaan log E s, maka nilai M w yang
tidak tersaturasi akan dapat ditentukan dengan perhitungan:

log E s=1.5 M w +11.8

1
log M 0=1.5 M w +11.8
2 x 104

log M 0=1.5 M w +16.1

Sehingga didapatkan (Kanamori dan Hanks, 1979):

2
M w = log M 0−10.7
3

Dengan M 0 dalam dyne cm atau

2
M w = log M 0−6.07
3

Dengan M 0 dalam Nm.

Seismic Moment (Mo)

Seismic moment didefinisikan sebagai besarnya force yang dibutuhkan untuk menghasilkan rekaman
gelombang. Gambar E-35 merupakan ilustrasi dari perhitungan nilai seismic moment.

Gambar E-35. Ilustrasi seismic moment

Persamaan seismic moment adalah:

E-47
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

M o=μ D́ A

Dengan μ adalah shear modulus, D́ adalah average slip, dan A adalah area rupture. Seismic moment
dapat dihitung menggunakan analisis spektral maupun inversi waveform. Parameter gempa ini dapat
diestimasi dari seismogram menggunakan persamaan dalam domain waktu maupun dalam domain
frekuensi. Pengolahan data lapangan ini menggunakan metoda analisis spektral dan persamaan
dalam domain frekuensi sebagai berikut:

4 πρ v 3 Ω0
M 0=
R ×G ( ∆ , h )

Dengan ρ adalah densitas (kg/m3), v adalah kecepatan gelombang (m/s), G ( ∆ , h ) adalah geometrical

spreading, Ω 0 adalah low frequency level (ms) dari spectrum amplitude yang ekuivalen dengan area
di bawah displacement pulse. R merupakan nilai koreksi dari radiation pattern dan free surface.
Faktor 0.6 merupakan rata-rata efek radiation pattern untuk gelombang S dan 0.6 untuk gelombang
P (Boore dan Boatwright,1984). Faktor 2.0 merupakan rata-rata efek dari free surface (Aki dan
Richard, 2002). Nilai M w dapat diestimasi menggunakan efek radiation pattern yang dihitung dari
solusi focal mechanism maupun menggunakan nilai rata-rata untuk radiation pattern. Penelitian ini
akan menggunakan nilai rata-rata dari efek radiation pattern dan efek free surface.

Identifikasi Mekanisme Fokus

Mekanisme fokus adalah parameter yang dapat menunjukkan orientasi dari bidang sesar serta arah
pergerakaannya yang mengacu pada sistem koordinat geografis. Mekanisme fokus ini dapat
diperoleh dengan beberapa cara yaitu menggunakan polaritas yang dapat diketahui melalui gerakan
pertama gelombang P pada data analog, melalui amplitudo atau rasio amplitudo bersamaan dengan
polaritas dari data gelombang P dan gelombang S, atau dengan cara menggunakan complete
wafevorm, baik forward modeling maupun inverse modeling. Salah satu penyebab terjadinya gempa
bumi adalah adanya pergerakan pada permukaan sesar. Pada Gambar E-36 dapat dilihat bahwa
geometri pada bidang sesar ini dibagi menjadi tiga parameter yaitu strike, dip dan rake. Strike
menunjukkan arah bidang sesar relatif terhadap utara, sudut strike dihitung searah jarum jam
dengan rentang 0° - 360°. Dip merupakan orientasi sesar terhadap bidang horizontal dengan rentang
sudut antara 0° - 90°. Sedangkan rake adalah arah pergerakkan hanging wall terhadap foot wall.

Pada saat sebuah sesar mengalami pergerakan, dua sisi dari sesar bergerak berlawanan arah akan
menciptakan polaritas yang berbeda untuk gerakan awal gelombang P pada arah yang berbeda.

E-48
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Sebagai penggambaran sederhananya, permukaan bumi yang datar akan dibagi menjadi empat
kuadran yang tiap daerahnya akan mengalami perbedaan polaritas (Gambar E-37). Jika sisi pada
sesar bergerak menuju ke arah stasiun maka disebut kompresi (C) sedangkan yang bergerak
sebaliknya menjauhi stasiun disebut dilatasi (D). Pada komponen vertikal, hanya terekam gerakan
Up – Down saja.

Gambar E-36. Gambaran mengenai radiasi sumber gelombang (Stein & Wysession, 2003)

Untuk mengetahui arah bidang sesar (fault plane) sendiri membutuhkan informasi tambahan. Pada
gempa yang memiliki energi cukup besar, akan memungkinkan jika mencoba mengestimasi bidang
sesar (fault plane) melalui informasi geologi, arah retakan yang didapat dari permodelan waveform,
dan orientasi aftershock. Namun, secara umum terdapat cara untuk mengetahui arah bidang sesar
(fault plane) secara sederhana. Telah diketahui bahwa polaritas yang dihasilkan oleh fault plane dan
auxiliary plane adalah sama pada suatu event, hal ini kemudian menjadi dasar bagi perhitungan yang
digunakan pada amplitudo radiasi gelombang dari dua pasangan pergerakan atau yang biasa disebut
double couple (Gambar E-37) yang dapat mencegah terjadinya rotasi pada sistem sesar (fault
system).

Gambar E-37. Perbandingan single couple dan double couple (Stein & Wysession, 2003)

FOCMEC adalah suatu perangkat lunak yang dapat digunakan dalam menentukan mekanisme fokus.
Data yang diperlukan sebagai input adalah polaritas (P, SV, dan SH) dan atau rasio amplitudo (SV/P,
SH/P, SV/SH). Metoda yang digunakan dalam FOCMEC ini berdasarkan grid search. Proses yang
dilakukan adalah menghitung polaritas secara teoritis dengan menggunakan parameter stasiun yang
didapat dari hasil observasi pada titik grid tertentu (strike, dip dan rake), sehingga secara sistematis
mencari kombinasi nilai strike, dip, dan rake dengan nilai error polaritas terkecil. Aplikasi ini dapat
digunakan untuk menentukan solusi bidang sesar yang cukup akurat untuk gempa bumi lokal dan
regional, analisis gempa bumi teleseismik, dan menghasilkan waveform synthetics dari polaritas dan
amplitudo relatif yang terekam (Snoke, 2000).

Variasi amplitudo merupakan fungsi dari orientasi sumber gempa (Havskov dan Ottemöller, 2010)
atau secara persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

ur ∼ F(Φ, δ, λ, x, x0)

E-49
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Keterangan:

Ur = Variasi amplitudo gelombang P (amplitudo SV dan SH dapat diganti dengan USV dan USH)
Φ = Strike
Δ = Dip
Λ = Rake
x = Posisi stasiun
x0 = Posisi event

E.3.2.7. Studi Analisis Bahaya Gempa

Secara umum, diagram alir pengerjaan analisis kegempaan terlihat pada Gambar E-38.

Studi Kegempaan Bendungan


Mulai

Pengumpul
an data Filtering data Penyiapan parameter
kegempaan tiap-tiap Perhitungan
kejadian gempa dan Penyiapan fungsi
Analisis Bahaya Kegempaan

sumber gempa: Probabilistik dan


gempa, dan kelengkapan data atenuasi yang
megathrust, background, deterministik
sumber gempa digunakan untuk
sesar/patahan bahaya gempa
gempa tiap-tiap sumber
(PSHA dan
gempa
DSHA)

PSHA 50% dalam PSHA 10% dalam PSHA 2% dalam 100


DSHA
100 th (RP 145 th) 100 th (RP1000 th) th (RP 5000 th)

PSHA 19% dalam PSHA 3% dalam PSHA 1% dalam 100


100 th (RP 475 th) 100 th (RP 3000 th) th (RP 10000 th)
Deagregasi Magnitude dan

18 Conditional Mean Spectrum


(CMS) pada beragam periode dan CMS PGA 0.2 1
Deagregasi pada Periode
Jarak Kegempaan

kala ulang di tiap sumber tipe


PGA, 0.2 detik, 1 detik
sumber gempa
145 CMS 1 CMS 2 CMS 3
untuk tiap-tiap return period
(kala ulang) dan jenis Didapatkan Magnitude 500 CMS 4 CMS 5 CMS 6
sumber gempa dan Jarak Gempa
yang paling 1000 CMS 7 CMS 8 CMS 9
berpengaruh terhadap
lokasi 2500 CMS 10 CMS 11 CMS 12
5000 CMS 13 CMS 14 CMS 15
10000 CMS 16 CMS 17 CMS 18

Time histories Shallow Crustal Megathrust Background


Matching Spektra

Kejadian Gempa)

Mencari data gempa (time Spectral matching


(Spektra Sintetis

histories) paling cocok data seismogram Time histories Sintetik (pada sintetik PGA 0.2 1 PGA 0.2 1 PGA 0.2 1
dengan magnitude, jarak gempa yang batuan dasar) untuk skenario 145 TS 1 TS 2 TS 3 TS 4 TS 5 TS 6 TS 7 TS 8 TS 9
dengan lokasi. Dicari cocok dengan tiap kala ulang, perioda dan
pada katalog seismogram CMS yang telah sumber gempa 500 TS 10 TS 11 TS 12 TS 13 TS 14 TS 15 TS 16 TS 17 TS 18
yang ada dihasilkan 1000 TS 19 TS 20 TS 21 TS 22 TS 23 TS 24 TS 25 TS 26 TS 27
2500 TS 28 TS 29 TS 30 TS 31 TS 32 TS 33 TS 34 TS 35 TS 36
5000 TS 37 TS 38 TS 39 TS 40 TS 41 TS 42 TS 43 TS 44 TS 45
10000 TS 46 TS 47 TS 48 TS 49 TS 50 TS 51 TS 52 TS 53 TS 54
gempa (gempa sintetik)
ke permukaan tanah
Skenario Penjalaran

Akuisisi data
Shear Wave (VS) Data VS
di lokasi tapak Penjalaran time Time histories gempa sintetik di
Permukaan (12 skenario psha Data input time histories yang
(dengan down histories sintetik
dan 1 skenario DSHA (opsional)) siap digunakan untuk analisis
hole seismik) batuan dasar ke
dinamik bendungan
Data lapisan permukaan
tanah dan
batuan (log
bor)

Gambar E-38. Diagram alir analisis bahaya gempa

E-50
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.7.1. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Analisis Bahaya Gempa (seismic hazard assessment selanjutnya disebut SHA) pada suatu lokasi
memerlukan semua data kejadian gempa yang muncul pada lokasi tersebut untuk suatu jangka
pengamatan (perekaman) tertentu. Pada studi ini sejarah kegempaan yang mempengaruh Lokasi
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test Bendungan Merangin, Kab. Merangin, disusun dari
beberapa sumber, yaitu:

1. Katalog gempa oleh NEIS-USGS (National Earthquake Information Service, U.S. Geological
Survey).

2. Katalog gempa oleh BMKG (Badan Meteorologi dan Kegempaan Indonesia).

3. Katalog Newcomb dan McCann, yang mencatat kejadian-kejadian gempa besar di Indonesia
yang telah direlokasi.

4. Katalog Pacheco dan Sykes, dengan kejadian gempa yang telah dikoreksi terhadap
heterogenitas perubahan dan seting dari instrumen, pelaporan, dan kemampuan akurasi
deteksi kejadian dari alat.

Semua basis data katalog gempa tersebut terlebih dahulu diproses melalui proses statistik sebelum
digunakan untuk menganalisa risiko kegempaan. Prosedur ini dilakukan untuk meminimalisasi bias
ataupun error sistematis dan akhirnya dihasilkan data yang lebih akurat. Prosedur tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Analisis Ketergantungan Kejadian Gempa (Dependency of Earthquake Events)

Analisis risiko seismik (kegempaan) di dalam metode PSHA (Probabilistic Seismic Hazard
Assessment) umumnya didasarkan pada kejadian gempa tunggal (kejadian utama). Sementara
itu gempa-gempa yang tergantung pada gempa utama yaitu seperti gempa awal (foreshocks)
dan gempa susulan (aftershocks) harus diindentifikasi sebelum memperkirakan risiko
kemungkinan kejadian gempa. Kejadian gempa-gempa ikutan yang dimasukkan dalam analisis
akan menghasilkan peningkatan perkiraan bahaya gempa (Pacheco dan Sykes, 1992).

Analisis risiko seismik dalam metode PSHA biasanya didasarkan pada gempa tunggal atau
dengan kata lain gempa utama saja. Beberapa gempa, seperti gempa awal dan gempa susulan,
dalam satu kesatuan kejadian gempa harus diidentifikasi sebelum memperkirakan risiko gempa.
Keikutsertaan gempa lain selain gempa utama dalam analisis akan menghasilkan peningkatan
dalam perkiraan bahaya gempa (Pacheco dan Sykes, 1992).

E-51
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Banyak kriteria empiris telah diusulkan oleh para peneliti untuk mengidentifikasi kejadian
tertentu, seperti Arabasz dan Robinson (1976), Gardner dan Knopoff (1974), Uhrhammer (1986).
Kriteria ini digunakan untuk mengidentifikasi urutan gempa yang berhubungan dengan rekahan
sesar. Kriteria ini dikembangkan berdasarkan faktor temporal dan spasial di sekitar kejadian
gempa terbesar. Hanya peristiwa yang terletak di zona hampir atau sejajar dengan sesar atau
disekitar kejadian utama yang dianggap memiliki potensi memiliki gempa awal atau gempa
susulan. Gempa bumi dapat diidentifikasi sebagai kejadian tertentu jika ditandai oleh kriteria
empiris seperti yang ditunjukkan pada Gambar E-39 dan Gambar E-40.Error: Reference source
not found

Gambar E-39. Skala waktu untuk menentukan kejadian tertentu

E-52
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-40. Skala jarak untuk menentukan kejadian tertentu

b. Analisis Kelengkapan Katalog Gempa

Pengetahuan tentang sejarah kegempaan dan homogenitas katalog gempa adalah faktor penting
dalam evaluasi interval perulangan gempa dan evaluasi risiko bahaya seismik untuk situs
tertentu. Catatan sejarah kegempaan biasanya lebih lengkap untuk gempa yang besar
dibandingkan gempa yang kecil. Hal ini disebabkan oleh jumlah keterdapatan stasiun seismograf
atau, pada catatan awal, kepadatan penduduk. Biasanya, interpretasi lebih parah pada periode
pelaporan diawal waktu. Jika data yang tidak lengkap digunakan untuk mendapatkan parameter
risiko seismik (nilai a-b) dengan menggunakan rumus seperti hukum Guttenberg-Richter,
hasilnya tidak akan dapat digunakan untuk mewakili kejadian perulangan jangka panjang.
Parameter akan lebih rendah untuk gempa kecil dan terlalu tinggi untuk gempa besar.

Stepp (1973) membahas penggunaan periode dari pengamatan yang tidak sama untuk berbagai
jenis besaran gempa dan mengajukan sebuah tes untuk melengkapi katalog gempa. Menurut
Stepp (1973), periode kelengkapan untuk kejadian tunggal dari berbagai jenis besaran gempa
dapat diperkirakan dengan memplot frekuensi kejadian yang teramati dari kejadian tunggal
kedalam interval besaran yang berbeda, sebagai fungsi waktu lampau. Frekuensi kejadian yang
diamati dapat diartikan sebagai jumlah kejadian (N) yang tercatat pada tahun T terakhir. Karena
tingkat seismik diasumsikan konstan untuk periode waktu yang lama, saat tingkat pengamatan
mulai menurun secara signifikan, sehingga bisa mewakili waktu kejadian ketika katalog tersebut
masih tidak lengkap.

E-53
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.7.2. Nilai-b dan Tingkat Kejadian Tahunan

Parameter a-b dibutuhkan dalam analisis probabilitas risiko seismik untuk menentukan frekuensi
gempa bumi yang beracuan pada perhitungan Guttenberg-Richter:

log N(m) = a – b.M

Selain parameter a-b besaran gempa (magnitudo) maksimal juga dibutuhkan, besaran gempa
tersebut bisa diperoleh berdasarkan sejarah kejadian gempa bumi atau secara kondisi geologi.
Dalam penelitian ini, parameter a-b diperoleh dengan menggunakan model Weichert (1980) dan
Kijko & Sellevol (1989). Metode tersebut dijelaskan secara singkat di bawah ini.

a. Model Wichert

Model ini cocok digunakan untuk sumber gempa dengan yang menghasilkan kejadian gempa
dalam jumlah besar (lebih besar dari 100), dimana estimasi parameter a-b yang stabil dapat
diperoleh sebagai berikut.

 t i .mi . exp(.mi )  ni .mi


i  i m
 t i . exp(.mi ) N
i

N = jumlah total kejadian gempa bumi


Ni = jumlah kejadian gempa bumi dalam interval waktu tertentu
Mi = pusat magnitudo untuk interval waktu tertentu
Ti = perioda pengamatan
 = tingkat kejadian gempa bumi per tahun= 2.303 b

b. Model Kijko & Sellevol Model

Model ini menggabungkan informasi gempa yang signifikan dengan informasi gempa bumi yang
tercatat selama 50 tahun terakhir dalam katalog gempa.

1 E C
  1  1

1 E C  E C
 X   2   2    3   3 
  

1 T

 n

E-54
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

1  m . A  m0 . A1 
 X  max 2
  A2  A1 
Dengan :

A1 = exp(-.m0)
A2 = exp(-.mmax)
A(x) = exp(-.m(x))
v0 =  [1-F(m0)]

E.3.2.7.3. Magnitudo Maksimal dan Laju Pergeseran

Estimasi besaran gempa (magnitude) maksimum dan laju pergeseran dilakukan melalui evaluasi data
dan daerah tektonik yang ada dalam upaya mengidentifikasi besaran gempa (magnitude) maksimum
yang wajar untuk sumber seismik potensial yang diberikan, dan laju pergeseran yang paling masuk
akal di lingkungan tektonik saat ini.

E.3.2.7.4. Fungsi Atenuasi

Ada sejumlah fungsi atenuasi yang dihasilkan dalam dua dekade terakhir. Sebagian besar berasal
dari daerah yang memiliki catatan percepatan puncak batuan dasar (Peak Ground
Acceleration/PGA). Karena kurangnya data PGA untuk mendapatkan fungsi atenuasi, tidak ada fungsi
atenuasi yang dikembangkan di wilayah Indonesia. Satu-satunya cara adalah mengadaptasi fungsi
atenuasi yang berasal dari wilayah lain, yang serupa dengan wilayah Indonesia baik secara tektonik
dan geologisnya. Kriteria tersebut penting dalam pemilihan mekanisme gempa, Indonesia pada
umumnya dikategorikan ke dalam gempa zona subduksi dan gempa kerak dangkal.

Fungsi Atenuasi yang dapat digunakan untuk kondisi di Indonesia:

1. Atkinson - Boore (2003)

Fungsi ini bisa digunakan untuk kejadian seismik yang berlokasi di sekitar area subduksi.

log Y = fn(M) + c3h + c4R – g log R + c5 sl SC + c6 sl SD + c7 sl SE,

Keterangan:

M = moment magnitude ; M 8.5 for M > 8.5 and M 8.0 for M  8

fn (M) = c1 + c2 M

h = kedalaman pusat gempa (km), gunakan h = 100 km untuk h > 100 km

2 2
R = √( D fault +Δ ) ; Dfault jarak terdekat ke sesar (km);  = 0.00724 x 100.507M

E-55
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

SC = 1 untuk NEHRP type C (360 <   760 m/sec), SC = 0 untuk tipe lainnya

SD = 1 untuk NEHRP type D (180 <   360 m/sec), SD = 0 untuk tipe lainnya

SE = 1 untuk NEHRP type E (  < 180 m/sec), SE = 0 untuk tipe lainnya

g = 10(1.2 – 0.18M) untuk gempa permukaan, 10(0.301 – 0.01M) untuk gempa dalam

sl = 1 – (f – 1) untuk PGA  100 cm/det2 atau frekuensi  1 Hz

= 1 – (PGA – 100)/400 untuk 100 <PGA < 500 cm/det 2 atau frekuensi  2 Hz

= 0 untuk PGA  500 cm/det2 atau frekuensi  2 Hz

Tabel E-5. Koefisien untuk fungsi atenuasi Atkinson-Boore (2003)

ATKINSON BOORE CASCADIA INTERFACE (2003-1)


Sigma
Period Source type C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 ltype PGArx C1 PGArx C2 PGArx C3 PGArx C4 (log(y))
PGA Subduction -0.2 0.04 0.008 -0 0.2 0.2 0.3 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.23
0.04 Subduction -0.39 0.07 0.01 -0 0.2 0.2 0.2 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.26
0.1 Subduction -0.49 0.1 0.01 -0 0.2 0.2 0.2 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.27
0.2 Subduction -0.45 0.12 0.009 -0 0.2 0.3 0.3 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.28
0.4 Subduction -0.49 0.15 0.007 -0 0.1 0.4 0.4 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.29
1 Subduction -0.81 0.14 0.005 -0 0.1 0.3 0.6 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.34
2 Subduction -0.66 0.07 0.002 0 0.1 0.3 0.4 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.34
3.03 Subduction -0.63 0.02 1.00E-04 0 0.1 0.3 0.4 0 -0.2 0.03525 0.0076 -0.00206 0.36

average = 0.296

2. Youngs (1997) Rock

Fungsi ini bisa digunakan untuk kejadian seismik yang berlokasi di sekitar area subduksi.
Untuk batuan:

Ln (y) = 0.2418 + 1.414 M + C1 + C2(10 – M)3 + C3 ln(rrup + 1.7818 e0.554M) +


0.00607 H + 0.3846 ZT

Untuk tanah:

E-56
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Ln (y) = -0.6687 + 1.438 M + C1 + C2(10 – M)3 + C3 ln(R + 1.097 e0.617M) +


0.00648 H + 0.3643 ZT
Keterangan:

y = Percepatan dalam g
M = momen magnitude
H = Kedalaman (km)
R or rrup = jarak terdekat ke sesar
ZT = tipe sumber gempa(0 untuk permukaan dan 1 untuk dalam)

Tabel E-6. Koefisien untuk fungsi atenuasi Youngs (1997)

Interface & Intraslab Rock


Period Source type C1 C2 C3 C4 C5 ZT
PGA Subduction 0 0 -2.56 1.45 -0.1 0
0.1 Subduction 1.188 -0.001 -2.66 1.45 -0.1 0
0.2 Subduction 0.722 -0.003 -2.53 1.45 -0.1 0
0.3 Subduction 0.246 -0.004 -2.45 1.45 -0.1 0
0.4 Subduction -0.115 -0.004 -2.4 1.45 -0.1 0
0.5 Subduction -0.4 -0.005 -2.36 1.45 -0.1 0
0.75 Subduction -1.149 -0.006 -2.29 1.45 -0.1 0
1 Subduction -1.736 -0.006 -2.23 1.45 -0.1 0
1.5 Subduction -2.634 -0.007 -2.16 1.5 -0.1 0
2 Subduction -3.328 -0.008 -2.11 1.55 -0.1 0
3 Subduction -4.511 -0.009 -2.03 1.65 -0.1 0

3. Boore - Atkinson (2006) NGA

Fungsi ini bisa digunakan untuk kejadian seismik yang berlokasi di sekitar area kerak dangkal.

E-57
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Ln Y = FM (M) + FD (rfb M) + FS (V30 rfb M) + T’

For M  Mh : F(M) = e1U + e2S + e3N + e4R + e5 (M – Mh) + e6 (M – Mh)2

For M  Mh : F(M) = e1U + e2S + e3N + e4R + e7 (M – Mh) + e8 (M – Mh)2

FD (rjb,M) = [c1 + c2 + (M – Mref)] ln (r/rref) + [c3 + c4 + (M – Mref)] (r/rref)

r= ( r 2jb +h2 )

dengan .

FS = FLIN + FNL

FLIN = blin ln (V30 / Vref)

pga4nl  a1 : FNL = bnl ln(pga_low/0.1)

a1 < pga4nl  a2 : FNL = bnl ln(pga_low/0.1)+c[ln(pga4nl / a1)]2+d[ln(pga4nl / a1)]3

a2 < pga4nl : FNL = bnl ln(pga4nl/0.1)

Tabel E-7. Koefisien untuk fungsi atenuasi Boore – Atkinson 2006

E-58
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

4. Campell - Bozorgnia (2006) NGA

Fungsi ini bisa digunakan untuk kejadian seismik yang berlokasi di sekitar area kerak dangkal.

Ln Y = fmag + fdis + fflt + fhng + fsite + fsed

dengan:

fmag (tergantung pada besar magnitude) bisa didapatkan dari:

c0+ c1 M M ≤5. 5

{
f mag = c0 +c 1 M +c 2 ( M −5 . 5)
c0 +c 1 M + c 2 ( M −5 . 5)+c 3 ( M −6 .5 )
5 .5< M ≤6 .5
M >6 . 5 }
fdis (tergantung pada jarak antara sumber seismik dan situs) bisa diperoleh dari:

f dis=( c 4 +c 5 M ) ln ( √ R 2rup+c 26 ) .

fflt (tergantung jenis sesar) bisa didapatkan dari:

fflt = c7 FRV fflt.2 + c8 FNM

fhng (tergantung pada pengaruh hanging wall) bisa didapatkan dari:

fhng = c9 fhng,R fhng,M fhng,Z fhng,

dengan:

1 RJB =0

{[
f hng , R = max ( R RUP , √ R 2JB + 1 ) −R JB ] /max ( R RUP , √
( R RUP−R JB ) / R RUP
R 2JB +1 )
} R JB > 0 , Z TOR <1
RJB >0 , Z TOR ≥1

0 M≤6 . 0
{ }
f hng, M = 2( M−6 .0 ) 6 . 0<M≤6 . 5
1 M >6 . 5

E-59
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

0 Z TOR ≥20
f hng, Z =
{ }
( 20−Z TOR ) /20 0≤Z TOR <20

1 δ≤70
f hng, δ =
{ }
( 90−δ ) /20 δ>70

E-60
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Tabel E-8. Koefisien fungsi atenuasi untuk Campell-Bozorgnia 2006 NGA

E-61
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

5. Chiou - Youngs (2006) NGA

Fungsi ini bisa digunakan untuk kejadian seismik yang berlokasi di sekitar area kerak dangkal.

c2 −c3 c n ( C M −M i )
ln ( 1+ e )
Ln(SA1130ij) = c1 + c1a FRvi + c1bFNmi + c7 (ZTORi – 4) + c2 (Mi – 6) + cn + c4

ln(RRUPij + c5 cosh(c6(Mi – cHM,0)max)) + (c4a – c4)ln ( √ R 2RUPij +c 2RB ) +

cγ 2
{ cγ 1+
cosh (( M f −c γ 3 , 0 )max ) } R RUPij
+ c9 cos2 I tanh
R RUPij
( ) 2 tan-1

W i cos δ i R JBij
( 2 ( Z TORi +1 ) ) 1
π /2
( 1−
R RUPij+0 .001 ) +  . zi

Keterangan:

RRUP = jarak terdekat ke sesar (km)

RJB = jarak terdekat ke area sesar (km)

 = sudut dip pada sesar

W = Lebar sesar (km)

ZTOR = kedalaman sesar (km)

FRV = 1 untuk 30    150, 0 untuk yang lainnya (campuran reverse dan reverse
oblique)

FNM = 1 untuk -120    -60, 0 untuk yang lainnya (pada gempa normal, normal
oblique dianggap sama dengan sesar geser).

VS30 = nilai rata-rata dari kecepatan gelombang geser untuk kedalaman 30 meter dari
permukaaan

E-62
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Tabel E-9. Koefisien untuk fungsi atenuasi Chiou – Youngs, 2006 NGA

E-63
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.7.5. Analisis Kemungkinan Bahaya Gempa

Menentukan tingkat guncangan tanah sangat penting untuk keperluan disain struktural. Tingkat
guncangan tanah seringkali diekspresikan dalam bentuk percepatan puncak batuan dasar (PGA),
bahaya spektra seragam (uniform hazard spectra) dan sejarah waktu. Percepatan tanah untuk suatu
situs tertentu yang memiliki rata-rata periode pengulangan harus didefinisikan melalui prosedur
analisis bahaya seismik.

Teorema probabilitas total yang dikembangkan oleh McGuire (1976) didasarkan pada konsep
probabilitas yang dikembangkan oleh Cornell (1968), teori tersebut mengasumsikan besarnya gempa
(M) dan jarak pusat gempa (R) sebagai variabel acak tunggal yang kontinu.

Berikut adalah teorema probabilitas total dalam bentuk paling sederhana:

P I  i    P I  i; m, r  f M (m). f R ( r ).dm.dr

Keterangan :

fM = fungsi probabilitas dari magnitude

fR = fungsi probabilitas dari jarak antara sumber gempa dan situs

E-64
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

P I  i; m, r  = Probabilitas bersyarat dari intensitas I yang lebih besar atau sama dengan
intensitas I di suatu lokasi dengan M dan R tertentu.

Nilai intensitas I yang berhubungan dengan M dan R tertentu dapat diperoleh dengan fungsi
atenuasi.

P I  i; m, r  bisa dihubungkan dengan fungsi distribusi kumulatif (CDF) dengan menggunakan

persamaan P I  i; m, r   1  FI (i ) .

Nilai FI (i) bergantung pada distribusi nilai probabilitas yang digunakan untuk mewakili intensitas
gempa dan parameter gerak tanah, biasanya dianggap terdistribusi normal.

Peristiwa gempa tahunan umumnya memperhitungkan kejadian gempa minimal yang diartikan
sebagai batas kerusakanran minimal suatu wilayah tertentu. Batas besarnya magnitude dapat
dihitung menurut Mc Guire dan Arabasz (1990) dengan mempertimbangkan kejadian gempa
tahunan, sebagai berikut:

exp    m  m0    exp    mmax  m0  


N ( m)  
1  exp    mmax  m0   m  m  mmax
, 0

Keterangan:

  exp    .m0 

m0 = magnitude minimal, biasanya bernilai 5

Dari frekuensi kejadian gempa tahunan, kita bisa mendapatkan persamaan fungsi kemungkinan
densitas:

d  exp    m  m0  
f M ( m)  FM ( m) 
dm 1  exp    mmax  m0  

Keterangan:

N  m 0   N ( m)
FM (m) 
N  m0   N (mmax )

Fungsi kemungkinan densitas untuk jarak fR sangat bergantung pada geometri sumber seismik, serta
kondisi geologi dan sumber seismik secara seismologikal. Dalam model analisis, geometri sumber
dapat digambarkan berupa titik, garis, atau area.

E-65
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.7.5.1. Analisis Bahaya Gempa

Perhitungan risiko bahaya seismik yang dilakukan menggunakan model sumber seismik 2D dan 3D.

a. Model Sesar (3-Dimensi)

Model geometri 3D sebagai data masukan bisa digambarkan sebagai berikut.

Gambar E-41. Model 3D dari sesar (Risk Engineering, 2007)

Gambar E-42. Sistem masukan untuk model 3D (Risk Engineering, 2007)

Modifikasi pada perhitungan model 3D bisa dituliskan sebagai berikut:

E-66
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

P I  i    f M (m)  f LR ( I )  P I  i : m, r . f R ,M , LR (r , m, l )dr.dl.dm

dengan fLR adalah kemungkinan dari panjang rekahan sesar dan f R,M,LR adalah kemungkinan dari jarak
tertentu pada fungsi magnitude dan faktor panjang rekahan sesar. Proses integrasi ke-r dilakukan
dengan dua kali tahap integrasi numerikal berarah horizontal dan vertikal dari lokasi rekahan sesar.
Pengukuran rekahan sesar dapat digambarkan sebagai berikut:

Log LR = Log WR = AL + BL x m + 

Keterangan :

LR = panjang rekahan sesar

WR = lebar rekahan sesar

AL, BL = konstanta

M = magnitude

 = N (0, SIGL2)

SIGL = Deviasi standar

b. Model sumber area (2 Dimensi)

Model geometri 2D sebagai data masukan bisa digambarkan sebagai berikut.

Gambar E-43. Model 2D sumber sesar (Risk Engineering, 2007)

Modifikasi perhitungan model 2D bisa dituliskan sebagai berikut:

P I  i   
arc ( p )
Area
 P I  i; m, r ( p) f M (m).dm.dp

E-67
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

dengan p adalah jarak horizontal antara situs ke titik sumber seismik, arc(p) adalah jarak antara titik
perpotongan area poligon dengan lingkaran beradius sebesar p dari situs, dan area sumber seismik =

 arc( p).dp . Pada model ini diasumsikan sumber seismik memiliki kedalaman yang konstan di
semua area.

E.3.2.7.5.2. Pohon Logika (Logic Tree)

Pohon logika adalah kerangka kerja untuk mengatasi ketidakpastian dalam parameter data masukan.
Pendekatan ini harus mendefinisikan faktor-faktor yang mewakili kemungkinan dari keakuratan
model. Jumlah total semua faktor harus sama dengan 1. Berikut contoh dari sistem pohon logika
yang digunakan pada analisis risiko bahaya seismik.

Gambar E-44. Contoh dari sistem pohon logika pada analisis risiko bahaya seismik (Kramer, S.L,
1996)

E.3.2.7.6. Analisis Penjalaran Kejadian Gempa (Time Histories Synthetic Earthquake)

Gempa bisa didefinisikan sebagai beban yang bersifat dinamis, sehingga beban tersebut harus
dianalisis dalam bentuk sejarah waktu. Di Indonesia, data rekam kejadian gempa pada umumnya
berupa lokasi sumber, besar kekuatan gempa, dan mekanismenya, sedangkan catatan waktu
sejarahnya jarang tersedia. Untuk mengatasi kekurangan data sejarah waktu, biasanya kita
menggunakan metode alternatif, seperti:

1) Menggunakan sejarah waktu dari daerah lain yang memiliki kondisi geologi dan seismologi
yang sama.

2) Menggunakan sejarah waktu dari daerah lain dan mengatur skalanya hingga mendapatkan
percepatan dan periode maksimum.

E-68
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Sejarah waktu dari gerakan sintetik dapat direka ulang dengan berdasarkan teori getaran acak.
Pembuatan sejarah waktu sintetis membutuhkan data masukan seperti:

1) Respon Spektra dari target (Spectrum response target)

2) Fungsi intensitas material pembungkus (Intensity Envelope Function)

3) Puncak Percepatan Batuan Dasar (PGA)

4) Interval waktu dari sejarah waktu (time interval of time histories)

5) Rasio Redaman (damping ratio)

Program ini akan menganalisis sejarah waktu berdasarkan teori bahwa masing-masing fungsi
periodik dapat dibentuk dengan jumlah rangkaian fungsi sinusoidal, sehingga dapat digambarkan
sebagai:

n
X (t )   Ai . sin i t  i 
i 1

Keterangan :

Ai = Amplitudo gelombang i

i = Frekuensi gelombang i

i = diferensiasi fasa

Hubungan antara apmlitudo (Ai) dengan fungsi dari spektrum densitas G(i) bisa dituliskan sebagai
berikut:

A2
G (i )..  i
2

Sementara hubungan antara fungsi dari spektrum densitas G(i) dan respon spektrum bisa
dituliskan sebagai berikut:

1/ 2
  2  Sv 2 i 
1 s, p
G  i    G   
i
  

2  
i   1  r s, p 0 
 4 Ss 

Keterangan :

   
rs, p  2 log 2n 1  exp   y  s   log 2n 1 / 2

E-69
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

 s 
  y  s  o   log p  1
n = 2 

Sv = Respon Spektra dari target

Respon spektra dari terget (Sv) ditentukan oleh hasil analisis bahaya seismik pada periode
pengembalian tertentu sedangkan fungsi intensitas material pembungkus dan durasi gempa dapat
diperoleh dengan mengikuti prosedur dari Kuda (1996).

td  100.31M  0.774 (second)

tb dan tc bisa didapatkan dari hubungan dibawah ini:

M tb tc
6 0.16td 0.54td
7 0.12td 0.50td
8 0.08td 0.46td
1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.1

0.0
tb tc td

Gambar E-45. Sejarah waktu material pembungkus by Kuda (Kramer, S.L, 1996)

E.3.2.7.7. Respon Dinamika Tanah

Percepatan maksimum dan respon spektrum pada permukaan tanah dipengaruhi oleh kondisi tanah
seperti jenis tanah dan ketebalan lapisan tanah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Idris (1991) dan
Seed (1976), keberagaman dari faktor amplifikasi sangat bergantung pada jenis tanah. Hasil
penelitian mereka ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

E-70
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-46. Pengaruh jenis tanah pada percepatan gempa bumi (Kramer, S.L, 1996)

Gambar E-47. Pengaruh jenis tanah pada bentuk respon spektrum (Kramer, S.L, 1996)

E.3.2.7.7.1. Teori Perambatan Gelombang Satu Dimensi

Respon tanah yang dinamis dapat digambarkan sebagai hasil perambatan gelombang dari batuan
dasar ke permukaan tanah. Perambatan gelombang dari sumber seismik berubah arah menjadi
vertikal yang disebabkan oleh lapisan tanah yang memiliki kerapatan lebih kecil dibandingkan lapisan
di atasnya. Berdasarkan kondisi tersebut, perambatan gelombang dapat dimodelkan sebagai

E-71
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

gelombang vertikal 1 dimensi, sehingga kita asumsikan bahwa arah horizontal memiliki panjang yang
tak terbatas.

Analisis dengan metode ekuivalen linier. Hubungan antara tegangan dan regangan dapat disajikan
sebagai berikut:


  G   

Keterangan :

 = Tegangan
 = regangan
G = modulus geser (shear modulus)
 = viskositas
o
 = laju peregangan

Perpindahan horizontal pada kedalaman dan waktu tertentu yang disebabkan oleh perambatan
gelombang dapat dituliskan menjadi persamaan berikut: u = u(z,t)

Regangan dan laju peregangan sebagai fungsi dari perpindahan horisontal dapat dituliskan menjadi
persamaan berikut:

u ( z , t ) o  ( z , t )  2u ( z , t )
   
z dan t zt

Persamaan dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan dasar dari perambatan gelombang

 2 u 
  
t 2 z dan hubungan antara tegangan dan regangan   G   
. Senihgga kita dapatkan:

 2 u   2u  3u
   G  
t 2 z z 2 zt

dengan  = densitas massa

Langkah selanjutnya membutuhkan penyederhanaan model, model tersebut diasumsikan terdiri dari
lapisan horizontal N tak terbatas dan lapisan bawah diasumsikan sebagai sistem setengah ruang.
Setiap lapisan diasumsikan bersifat isotropik dan homogen dengan parameter seperti densitas

massa (  ); Modulus geser (G); Dan rasio redaman () terlihat pada gambar di bawah.

E-72
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-48. Model perambatan gelombang satu dimensi (J.P. Bardet & T Tobita, 2001)

Kita asumsikan bahwa gelombang bersifat harmonis, sehingga kita dapat menjelaskan perpindahan
(u) sebagai berikut:

U(z,t) = U(z)eit

Kemudian kita substitusikan persamaan tersebut, sehingga didapatkan persamaan berikut:

 2U
 G  i  2   2U
z

Persamaan umum:

U(z) = Eeikz + Fe-ikz

dengan:

 2  2
k 
2
 *
G  i G

G* = modulus geser komplek = G(1+2i) untuk  = /2G

Sehingga, perpindahan dan tekanan berarah horizontal pada waktu dan kedalaman tertentu dapat
ditulis sebagai berikut:

u ( z , t )  Ee i  kz t   Fe  i ( kz t )

E-73
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

  z , t   ik * G * ( Ee ikz  Fe ikz )e i


i  kz t 
Dari persamaan Ee memperlihatkan bahwa perambatan gelombang berarah ke atas
sedangkan pantulan gelombang berarah bawah pada sumbu z. Untuk mengatasi persamaan tersebut
kita bisa menggunakan program NERA (Non-Linear Earthquake Rensponse Analysis) sebagai alat
bantu.

E.3.2.7.7.2. Kondisi Tanah yang Tidak Linear

Hubungan tegang-regang akibat perubahan kekakuan tanah pada beban kerja bersifat tidak linier.
Tren ini menambah tingkat kesulitan dalam pemecahan persamaan respon tanah. Untuk
memudahkan, sebuah pendekatan diambil untuk menentukan persamaan yang bersifat linear.

Gambar E-49. Hubungan tegang-regang pada beban siklik (Bardet & Tobita, 2001)

Modulus geser memiliki nilai yang sama dengan nilai secant dari modulus geser:
c
Gs 
Perbandungan modulus geser
c dengan c mewakili tegangan geser dan c mewakili
regangan geser. Sehingga persamaan rasio redaman bisa didapatkan dengan:

WD 1 Aloop
 
4 .Ws 2 Gs. c 2
Keterangan:

WD = energi penjalaran
WS = energi pada regangan maksimum

E-74
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Aloop = area dari hysteresis loop

Model dari hubungan antara Gs dan  terhadap amplitudo regangan geser bisa di gambarkan
sebagai berikut.

Gambar E-50. Model hubungan antara Gs dan  terhadap Amplitudo regangan geser (Bardett, dkk,
2000)

Pada program NERA,  diasumsikan konstan dan tidak bergantung terhadap , dan modulus geser
yang kompleks (G *) juga tidak bergantung terhadap . Pengurangan energi pada beban siklik dapat
ditulis sebagai berikut:

WD  4 .Ws.  2 . .G. c   .. c .


2

Modulus geser komplek bisa dituliskan sebagai berikut:

G *  G 1  4

Program NERA (Idris dan Sun, 1992) mengasumsikan bahwa modulus geser komplek adalah fungsi
dari , yang dapat di tuliskan sebagai berikut:

 
G*  G 1  2 2  2i 1   2 
Jumlah energi dalam 1 beban siklik adalah:

t  2
1

2 2
WD  . c . 2G 1   2 dt  2G 1   2  c
2 t

E-75
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Dua model diatas memberikan hasil yang sama dengan  kurang dari 25%. Pada kenyataannya nilai
rasio redaman pada umumnya sebesar 5% sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa dua model di
atas memberikan hasil yang sama.

E.3.2.7.7.3. Parameter Dinamika Tanah

Parameter dinamika tanah dapat diperoleh dengan uji tanah langsung di lapangan atau di
laboratorium. Uji tanah langsung di lapangan yang umum dilakukan adalah tes seismik lubang silang
(seismic cross hole test) dan seismik lubang menurun (seismic down hole), sedangkan uji
laboratorium meliputi tes kolom resonan, tes siklus triaksial and tes siklus geseran langsung bersifat
sedarhana (cyclic direct simple shear test). Parameter ini juga dapat diperoleh dengan menggunakan
korelasi empiris dengan terhadap data SPT. Parameter dinamika tanah pada tanah kohesif
dipengaruhi oleh jenis tanah, tekanan pengekangan efektif, indeks plastisitas, rasio
overconsolidated, dan rasio kekosongan (void). Sementara tanah tanpa kohesi, parameternya
dipengaruhi oleh jenis dan ukuran butiran tanah serta kepadatan relatif tanah.

Berikut adalah beberapa persamaan parameter dinamika umum.

a. Tanah tanpa kohesi

Berdasarkan Hardin dan Richard (1963)

___ ___
Vs  (19.7  9.06e) 0 0.25 untuk  0  95.8 kN/m2

___ ___
Vs  (11 .39  5.35e) 0 0.3 untuk  0  95.8 kN/m2

Berdasarkan Hardin and Black (1969)

6908( 2.17  e) 2 ___ 0.5


G max  0
1 e untuk butiran membulat

3230( 2.17  e) 2 ___ 0.5


G max  0
1 e untuk butiran menyudut

Gmax bisa didapatkan dengan menggunakan persamaan dari Seed and Idris (1970), yaitu:

___
G  1000 K 2 ( 0 ) 0.5

dengan G dan  dalam pcf

___
G max  1000 K 2 max ( 0 ) 0.5

E-76
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

K2max bisa didapat dari diagram dibawah ini.

Tabel E-10. Nilai Konstanta K2max (Kramer, S.L, 1996)

Relative Density (%) K2max


32 34
40 40
45 43
60 52
75 61
90 70
Beberapa hubungan empiris menggunakan data N-SPT:

Tabel E-11. G max dan Vs berdasarkan nilai N-SPT

References Correlation
Seed et al (1983) Gmax = 6220 N (kPa)
Gmax = 1000K2max (’m)0.5 (psf)
Seed et al (1984)
K2max =
20( N 1 ) 060.34

Seed et al (1986) Gmax ≈


0.34
35 x1000 N 60 ( 0 ) 0.4 (lb / ft 2 )

Gmax ≈
325( N ) 060.68 (ksf )
Imai and Tonouchi (1982)
Vs =
350( N ) 060.314 ( fps )

Sykora and Stokoe (1983) Vs =


350( N ) 060.27 ( fps )

b. Tanah kohesif

Berdasarkan Hardin and Drnevich (1972) :

1230(2.97  e) 2 0.5
G max  (OCR) Ko  0 (lb / ft 2 )
1 e

3230(2.97  e) 2 0.5
G max  (OCR) Ko  0 (lb / ft 2 )
1 e

Untuk tanah NCC (Brooker dan Ireland, 1965) yaitu:

E-77
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Ko = 0.4 + 0.007 (PI) for 0% ≤ PI ≤ 40%

Ko = 0.68 + 0.001 (PI-40) for 40% ≤ PI ≤ 80%

Rasio redaman bisa diperoleh menggunakan persamaan Hardin dan Drnevich (1972), yaitu:

 G 
1  G max 
D = Dmax

0.05

Dmax = 31-(3-0.03f) 0
 15 f 0.5
 15(log N )

Dengan f = frekuensi (in/det) dan N = nomor beban siklik

Gmax dan Vs pada tanah kohesi bisa diperoleh dari hubungan empirikal menggunakan data kekuatan
geser tanpa pengeringan (undrained shear strength, untuk selanjutnya disebut Su).

Tabel E-12. G max berdasarkan Su (Kramer, S.L, 1996)

References Correlation
Seed and Idriss (1970) Gmax = 1000 to 3000 Su
Hara et al (1974) Gmax = 516 Su Gmax and Su in kg/cm2
Arango (1978) Gmax = 1790 Su From UCS

Gmax = 1163 Su From Triaxial UU

Gmax = 813 Su From Triaxial CU


Anderson et al (1978) Gmax = 1200 to 1800 Su
Locat &Beausejour (1987) Gmax = 0.379 Su1.05 Gmax dalam MPa dan Su
dalam kPa
Paolini et al (1989) Gmax = 500 to 600 Su From Triaxial UU and Vane
shear lab
Bouckovalas et al (1989) Gmax = 800 Su Vane Shear insitu

Gmax = 1800 Su From Triaxial UU


Beberapa hubungan empirikal menggunakan data N-SPT:

Tabel E-13. G max dan Vs berdasarkan pada nilai N-SPT

Correlation Gmax Correlation


References Correlation Vs (m/s)
(kPa) coefficient
Ohsaki & Iwasaki (1973) Gmax = 11500N0.8 0.888
Ohta dan Goto (1978) Vs = 85.3N0.341 0.72
Imai dan Tonouchi (1982) Gmax = 14070N0.68 0.867

E-78
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Vs = 96.9N0.314 0.868

E.3.2.7.7.4. Faktor Amplifikasi Tanah

Faktor amplifikasi tanah adalah perbandingan antara intensitas deformasi permukaan tanah
maksimum dengan intensitas deformasi batuan dasar maksimum. Faktor ini hanya bergantung pada
tingkat kekakuan batuan dasar. Persamaan umum untuk perpindahan berarah horisontal pada
waktu dan kedalaman tertentu dapat ditulis sebagai berikut:

u ( z , t )  Ee i  kz t   Fe  i ( kz t )

Bila diberikan batasan parameter seperti kedalaman di permukaan atau z = 0, tegangan geser = 0
dan regangan geser = 0, kita dapatkan:

e ikz  e  ikz it


u ( z, t )  2 E e  2 E cos kz.e it
2

Fungsi amplifikasi pada batuan dasar yang keras dan bersifat homogen dan isotropik adalah:

1
F     Re F  w  2   lm F     2 
cos 2  .H / Vs     .H / Vs  
2

Untuk batuan dasar dengan elastisitas tertentu, fungsi amplifikasinya bisa didefinisikan dengan
menambah batasan nilai seperti:

u s ( z s  H )  u r ( z r  0)
 ( z s  H )   r ( z r  0)

Sehingga faktor amplifikasi untuk batuan dasar tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

1
F ( ) 
 H   H 
cos *   i z* sin  * 
 Vss   Vss 

dengan :

 sVss*
 
*
z
 Vsr* = rasio impedansi komplek

Vss*  Vss 1  i ; Vsr*  Vsr 1  i 

E-79
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

 s = densitas massa tanah dan  r = densitas massa batuan dasar

Amplifikasi akan mencapai maksimum pada nilai kH=/2 + n, dengan k = /Vs.

Frekuensi normal pada lapisan ke-n, yaitu:

Vs  
n    n 
H 2  n = 0,1,2,....,

Frekuensi dasar adalah faktor amplifikasi maksimum yang terjadi pada frekuensi natural terendah (n
= 0), dan bisa dituliskan sebagai berikut:

Vs
0 
2H

Periode getaran pada frekuensi dasar disebut periode spesifik, dan bisa dituliskan sebagai berikut:

2 4 H
Ts  
 0 Vs

Lokasi periode spesifik bergantung pada ketebalan lapisan dan kecepatan gelombang geser.

E.3.2.7.7.5. Klasifikasi Situs

Ada beberapa metode untuk mengklasifikasikan jenis tanah di lokasi situs. Metode yang paling
umum adalah mengklasifikasikan jenis tanah dengan menggunakan kecepatan gelombang geser
sampai kedalaman 30 meter di bawah permukaan tanah. Metode seperti ini digunakan oleh NEHRP
atau Borcherdt. Persamaan berikut digunakan untuk menentukan nilai rata-rata kecepatan
gelombang geser, nilai N-SPT dan Su.

 di
V s , N, S u  n
i 1
di di di
 , ,
i 1 V si N i S ui

a. Klasifikasi Berdasarkan NEHRP 97

Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai rata-rata kecepatan gelombang geser, nilai N-SPT dan Su.

Tabel E-14. Klasifikasi berdasarkan NEHRP 97

E-80
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Soil type Description Vs (m/s) N-SPT Su (kPa)


SA Hard Rock >1500 - -
SB Rock 760 – 1500 - -
Very Dense Soil
SC 360 – 760 >50 >100
and Soft Rock
SD Stiff Soil 180 – 360 15 – 50 50 – 100
SE Soft Soil <180 <15 <50
Soil Requiring
SF Site-spesific
Evaluation

b. Klasifikasi Berdasarkan Borcherdt (1994)

Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai rata-rata kecepatan gelombang geser dan N-SPT.

Tabel E-15. Klasifikasi berdasarkan Borcherdt (1994)

Vs Minimum
Site classes Description
(m/s) thickness (m)
SC-I Firm and Hard Rock
SC-1a (A0) Hard Rock 1620
SC-1b (A) Firm to Hard Rock 1050
Gravelly Soils and Soft to
SC-II (B) 540 10
Firm Rock
SC-III (C) Stiff Clays and Sandy Soils 290 5
SC-IV Soft Soils 150
Non Special-Study Soft
SC-IVa (D) Soils (N-SPT<5 and Silty - 3
Clays <37m)
Special-Study Soft Soils
SC-IVb(E) - 3
(PI>75%, Soft Soils > 37m)

c. Klasifikasi Berdasarkan SNI-1726-2012

Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai rata-rata kecepatan gelombang geser, nilai N-SPT dan Su.

Tabel E-16. Klasifikasi berdasarkan SNI-1726-2012

E-81
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Site Class Vs (m/sec) N-SPT Su (kPa)


SA (hard rock) > 1500 N/A N/A
SB (rock) 750 - 1500 N/A N/A
SC (hard soil, very stiff, amd soft rock) 350 - 750 > 50  100
SD (medium soil) 175 - 350 15 - 50 50 - 100
< 175 < 15 < 50
Or soil profile which contain more than 3 meter thick with
characteristic as follows :
SE (soft soil)
Plasticity Index PI > 20%
Water content w  40%
Undrained shear strength Su <25 kPa
Every soil profile that indicates one or more of these
characteristic :
- very weak cemented soil
- liquefable
SF (special case)
- sensitive clay
- organic clay or peat soil (more than 3 m thick)
- highly plastic soil (PI > 75% more than 7.5 m thick)
- clay layer with Su < 50 kPa (more than 35 m thick)

d. Klasifikasi Berdasarkan IBC (2006)

Tanah diklasifikasikan berdasarkan nilai rata-rata kecepatan gelombang geser, nilai N-SPT, dan Su.

Tabel E-17. Klasifikasi berdasarkan IBC (2006)

E-82
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

E.3.2.7.7.6. Respon Spektra

Respon spektra adalah grafik yang mewakili reaksi maksimum setiap satu sistem derajat kebebasan
terhadap beban dinamika (gempa) sebagai fungsi dari frekuensi natural dan sistem rasio redaman.
Reaksi tersebut berbentuk percepatan, kecepatan, dan pergeseran. Respon spektra bisa disebut juga
tripartite spectrum yang terdiri dari percepatan, kecepatan, dan pergeseran dalam satu grafik yang
dikenalkan oleh Newmark dan Rosenblueth.

Gambar E-51. Selubung Desain Respon Spektra

E.3.2.8. Seismic Downhole

Uji downhole dapat dilakukan dengan menggunakan hanya satu lubang bor yang diberi pipa lindung.
Gelombang S dirambatkan ke bawah pada geofon dari titik tetap di permukaan. Survei inklinometer
tidak diperlukan, karena jarak vertikal (R) dihitung langsung pada kedalaman. Dalam uji downhole,
papan horisontal di permukaan dibebani secara statik dengan kendaraan beroda (untuk menambah
tegangan normal) dan ditarik searah panjangnya untuk menimbulkan sumber gelombang geser yang
baik/tepat, seperti ditunjukkan dalam Gambar E-52.

E-83
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Gambar E-52. Skema dan prosedur reduksi data untuk melaksanakan uji downhole.

Hal yang perlu diperhatikan dalam uji downhole adalah orientasi sumbu-sumbu geofon downhole
harus sejajar dengan papan horisontal (sebab gelombang geser dipolarisasi dan diarahkan). Hasil-
hasil ini dipasangkan menurut urutan kejadian (umumnya pada interval kedalaman 1 m) dan
gelombang geser terkait pada tengah-tengah interval dihitung dengan Vs = DR/ Dt, dengan R adalah
jarak hipotesa dari papan ke geofon, dan t adalah waktu terjadinya gelombang geser. Ketelitian
tambahan dapat diperoleh dengan melakukan kedua pukulan kanan dan kiri pada kedalaman yang
sama dan memantul ke atas seperti cermin dalam mengikuti perambatan gelombang atau crossover
(Campanella, 1994).

Gambar E-53. Contoh rangkuman rentetan gelombang geser dari uji downhole

E.3.2.9. Uji Laboratorium Kegempaan

Dalam kegiatan ini dilakukan juga dua buah uji laboratorium kegempaan, yaitu uji triaksial siklik
(cyclic triaxial) dan uji kolom resonansi (resonant column).

E.3.2.9.1. Uji Triaksial Siklik

E-84
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Hasil pengujian kekuatan triaksial siklik (cyclic triaxial strength test) dapat digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan sebuah material tanah untuk menahan shear stress yang disebabkan oleh
gempabumi atau pembebanan siklik lainnya.

Dalam banyak aspek, peralatan yang digunakan untuk pengujian kekuatan triaksial siklik banyak
memiliki kesamaan dengan alat yang digunakan untuk pengujian kompresi triaksial UU dan triaksial
CU. Namun, terdapat beberapa fitur khusus/tambahan yang dibutuhkan untuk melakukan uji
triaksial siklik yang sesuai standar. Skematik contoh dari sebuah pengujian kekuatan triaksial siklik
pada umumnya dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar E-54 Penggambaran skema dari peralatan uji kekuatan triaksial siklik.

Pengambilan dan persiapan sampel uji, peralatan yang digunakan, dan prosedur pengujian dari uji
kekuatan triaksial siklik pada pekerjaan ini akan mengacu kepada ASTM D5311 / D5311M – 13.

E.3.2.9.2. Uji Kolom Resonansi

Uji kolom resonansi adalah uji laboratorium yang dilakukan untuk menentukan modulus elastis geser
dan damping properties dari tanah. Parameter tersebut penting diketahui dan diperlukan dalam
analisis daya dukung pondasi dinamik dan interaksi struktur dengan tanah pada waktu gempa.
Demikian juga dalam menganalisis efek getaran yang ditimbulkan oleh sebuah sumber getar
terhadap suatu peraltan sensistif di sekitarnya.

E-85
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Dalam uji ini, sampel tanah berbentuk silindris diletakkan diantara dua penutup. Salah satu penutup
akan bersifat pasif dan penutup yang lainnya akan bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk
mengeksitasi sampel dengan memberikan getaran torsional dan longitudinal serta mampu
mengukur respon yang diberikan oleh sampel tanah. Getaran yang dikenakan kepada sampel
dihasilkan oleh sebuah sistem penggerak elektromagnetik dengan frekuensi bervariasi. Skematik dari
uji kolom resonansi ini dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar E-55. Penggambaran skema dari alat uji kolom resonansi.

Pengambilan dan persiapan sampel uji, peralatan yang digunakan, dan prosedur pengujian dari uji
kolom resonansi pada pekerjaan ini akan mengacu kepada ASTM D4015 – 15e1.

E.3.3. Analisis Stabilitas Dinamik 2D

E.3.3.1. Umum

Secara umum, metodologi dari pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan serta evaluasi data yang tersedia berupa data investigasi tanah, kondisi
geologi, data material timbunan, topografi lokasi pekerjaan, dan layout usulan desain tubuh
waduk.

E-86
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

b. Menentukan parameter tanah desain pada lapisan tanah dasar serta material tanah
timbunan. Hal ini meliputi penentuan parameter tanah yang digunakan dalam analisis
pembebanan statik maupun pembebanan dinamik. Kegiatan ini dilakukan dengan
mempertimbangkan data hasil investigasi tanah yang tersedia serta korelasi empiris yang
bersumber dari literatur baku mekanika tanah.

c. Melakukan permodelan numerik dalam 2D dan 3D. Analisis stabilitas lereng dilakukan
berdasarkan metode elemen hingga dengan bantuan program komputer Plaxis.

d. Melakukan variasi analisa kestabilan lereng dan menghitung angka faktor keamanan dan
deformasi.

Gambar E-56. Contoh hasil analisis stabilitas dinamik 2D bendungan pada salah satu bendungan di
Indonesia.

E.3.3.2. Parameter Tanah Desain

Parameter tanah desain dibentuk berdasarkan hasil penyelidikan tanah aktual pada lokasi rencana
pekerjaan Merangin, Kab. Merangin. Selain itu, korelasi empiris yang baku dan standar digunakan
dalam literature mekanika tanah digunakan untuk membentuk parameter tanah desain ini.
Parameter tanah desain yang dimasukkan dalam perhitungan numerik merupakan parameter
karakteristik properti umum tanah, kuat geser tanah, dan karaketeristik kekakuan tanah.

Hasil pengeboran dievaluasi untuk menentukan profil lapisan tanah bawah permukaan. Hasil seismic
downhole serta korelasi empiris kecepatan gelombang geser solid medium digunakan untuk
menentukan kecepatan gelombang geser tanah (shear wave velocity). Nilai ini selanjutnya dapat

E-87
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

diubah dan digunakan untuk menentukan karakteristik kekakuan tanah dan site classification pada
lokasi rencana pembangunan Bendungan Merangin, Kab. Merangin.

Karakteristik kuat geser tanah ditentukan berdasarkan hasil pengujian lapangan dan laboratorium
pada sampel tanah yang relatif mewakili kondisi lapisan tanah bawah permukaan pada lokasi
rencana pekerjaan. Korelasi empiris juga diperlukan untuk mengambil suatu keputusan nilai kuat
geser tanah yang diaplikasikan dalam rangkaian perhitungan numerik.

Sifat properti umum tanah juga didasarkan terhadap seluruh hasil investigasi lapangan. Dari
observasi secara visual, serta hasil pengujian properti umum tanah akan didapatkan suatu klasifikasi
jenis tanah atau batuan penyusun lapisan bawah permukaan di lokasi rencana pekerjaan. Sifat
properti umum tanah diwakili oleh hubungan berat-volume tanah atau batuan, sifat permeabilitas,
serta sifat plastisitas tanah bawah permukaan.

Parameter tambahan yang diperlukan dalam melakukan perhitungan numerik stabilitas lereng
Bendungan Merangin adalah nilai viscous damping atau rayleigh damping. Nilai ini merupakan suatu
fungsi dari kekakuan dan massa dari suatu material. Dalam melakukan perhitungan numerik dengan
kondisi pembebanan dinamik, nilai viscous damping ini sangat penting dalam proses perambatan
gelombang (wave propagation) dari batuan dasar hingga permukaan tanah.

E.3.3.3. Analisis Stabilitas Lereng

Tujuan dari dilakukannya analisis stabilitas lereng pada desain waduk adalah untuk memastikan
bahwa tidak adanya risiko kegagalan geser pada material tanah lereng yang dapat mengakibatkan
keruntuhan. Pada umumnya, lereng mengalami kegagalan dalam beberapa mekanisme yaitu
kegagalan daya dukung, kegagalan rotasional, kegagalan gelincir, dan kegagalan sebaran.
Keruntuhan pada lereng dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah perubahan
topografi, aliran air tanah, kehilangan kekuatan tanah, perubahan tegangan, seismik, dan juga cuaca.

Secara mendasar, kegagalan lereng disebabkan oleh gaya geser yang melebihi kapasitas geser tanah
pada bidang gelincirnya. Analisa stabilitas lereng yang dilakukan mencakup penentuan potensi
bidang gelincir, besaran gaya yang menyebabkan kegagalan, besaran gaya penahan, dan penentuan
angka keamanan. Salah satu kondisi kritis stabilitas waduk yang harus teridentifikasi adalah ketika
fenomena rapid drawdown terjadi. Rapid drawdown adalah suatu peristiwa terjadinya laju
penurunan muka air waduk yang relatif lebih cepat dibandingkan laju penurunan head pressure di
tubuh waduk. Hal ini seolah-olah menimbulkan suatu tambahan beban baru yang menyebabkan
gaya geser pada hulu struktur waduk.

E-88
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Stabilitas lereng juga perlu ditinjau tidak hanya pada kondisi pembebanan statik namun juga pada
kondisi pembebanan dinamik. Pada kondisi pembebanan dinamik, pendekatan yang dapat
digunakan dalam melakukan analisis stabilitas lereng adalah dengan metode statik ekivalen
(pseudostatik) atau metode non-linear time histories.

Evaluasi stabilitas global lereng dilakukan berdasarkan data topografi dan batimetri sungai, data
hasil-hasil penyelidikan tanah lapangan dan uji laboratorium dan gambar desain struktur waduk.
Perhitungan analisis stabilitas global lereng dilakukan dengan menggunakan program komputer
elemen hingga PLAXIS (PLAXIS BV, 2012) dan berdasarkan metode-metode analisis yang sudah baku.

Angka keamanan (FS, Safety Factor) dari lereng dihitung menggunakan prosedur ”phi-c reduction”
yang disediakan oleh PLAXIS. Metode “phi-c reduction” akan menghitung perbandingan antara
beban yang menyebabkan lereng tersebut runtuh dengan beban yang bekerja. Secara umum angka
keamanan dinyatakan sebagai berikut:

S max available
Safety Factor 
S needed for equilibrium

dimana S merupakan kuat geser dari tanah.

Dalam mekanika tanah, angka keamanan didefinisikan sebagai perbandingan antara kuat geser
tanah yang ada dengan kuat geser minimum yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan, dan
dapat dituliskan sebagai berikut:

c   n tan 
Safety Factor 
c r   n tan  r

dimana c dan φ adalah parameter kuat geser tanah, dan σn adalah tegangan normal. Parameter cr
dan φr adalah reduksi parameter kuat geser tanah sampai keseimbangan tercapai.

Prinsip di atas adalah dasar dari metode ”phi-c reduction” yang digunakan PLAXIS untuk menentukan
angka keamanan global. Dalam hal ini, kohesi (c), dan (φ) direduksi dengan porsi yang sama, dapat
dituliskan sebagai berikut:

c tan 
 Msf  
c r tan  r

Reduksi parameter kuat geser dikontrol oleh total multiplier ΣMsf. Parameter ini direduksi setahap
demi setahap sampai keruntuhan terjadi. Angka keamanan kemudian didefinisikan sebagai nilai ΣMsf
saat keruntuhan.

E-89
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Namun demikian, tinjauan analisis stabilitas lereng tidak berhenti pada tinjauan terhadap kriteria
desain minimum angka keamanan saja. Pada perhitungan numerik stabilitas lereng dengan kondisi
pembebanan dinamik, metode non-linear time histories memberikan hasil keluaran respon
deformasi pada struktur waduk yang selanjutnya perlu dievaluasi terhadap suatu kriteria desain
tertentu.

E.3.3.4. Aliran Air Tanah

Air tanah adalah salah satu faktor penting dalam masalah stabilitas lereng. Air tanah dapat
mempengaruhi stabilitas lereng beberapa diantaranya adalah karena dapat mengurangi kekuatan
tanah, merubah kandungan mineral tanah, merubah berat isi tanah, meningkatkan tekanan air pori,
menyebabkan erosi.

Gaya-gaya yang dihasilkan dari seepage air melalui timbunan mempunyai efek terhadap stabilitas
bendungan. Untuk itu distribusi tinggi hidrolik (hydraulic head) air beserta muka air bebas pada
badan bendungan (phreatic line), dan jika relevan, titik dimana air mengalir dari lereng bendungan
(area keluaran aliran air) harus ditentukan dan dijadikan basis untuk perhitungan angka keamanan.

Model perhitungan air tanah juga harus memperhitungkan geometri bendungan, konduktivitas
hidrolik dari lapisan tanah bendungan dan tanah dasar, kondisi batas hidrolik keseluruhan.

Secara umum, perhitungan aliran hirolik dilakukan untuk kondisi steady-state (kondisi yang tidak
tergantung terhadap waktu/time-dependent). Ini juga berlaku untuk bendungan dengan beban air
kondisi banjir dimana perhitungan seepage harus berdasarkan kepada kondisi batas hidrolik yang
relevan pada setiap situasi desain. Ketika kondisi banjir, kondisi steady-state pada seepage
bendungan akan tercapai bila level banjir konstan selama periode waktu yang panjang. Oleh karena
itu, perhitungan kondisi steady-state memberikan hasil yang konservatif untuk beban hidrolik pada
lereng bendungan bagian bawah (downstream) akibat seepage melalui bendungan.

E.3.3.5. Kondisi Pembebanan Dinamik

Struktur lereng bendungan disyaratkan agar mampu menjaga kestabilan selama proses bencana
gempa terjadi. Bencana gempa yang dipertimbangkan dalam analisis stabilitas lereng mencakup
jenis gempa desain dan gempa kuat. Pendekatan dalam melakukan analisis pembebanan dinamik
dapat dilakukan dengan pseudostatic analysis dan non-linear time-histories analysis.

Pada statik ekivalen (pseudostatic) analysis, percepatan gempa pada permukaan didefinisikan dan
suatu kofisien reduksi sebesar 0.5 diaplikasikan pada nilai percepatan gempa tersebut. Analisis
dilakukan pada kondisi kosong ataupun kondisi muka air bendungan penuh. Analisis stress-
deformation di hitung dengan pendekatan full time-histories analysis. Walapun analisis stress-

E-90
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

deformasi terhadap bencana gempa tidak begitu umum diaplikasikan, namun demikian
mempertimbangkan dampak atau resiko bahaya yang mungkin terjadi maka analisis stress-
deformasi dianggap penting dilakukan.

Hasil perhitungan seismic hazard analysis dan wave propagation analysis dijadikan dasar dalam
melakukan perhitungan numerik stabilitas lereng waduk. Seismic hazard analysis dapat dilakukan
dengan pendekatan probabilistik dan deterministik. Hal yang membedakan dari kedua metode ini
adalah metode probabilistik turut mempertimbangkan faktor ketidakpastian dari sumber gempa
yang relatif berpengaruh pada lokasi. Hasil seismic hazard analysis dengan pendekatan probabilistik
berupa hasil hazard curve dan uniform hazard spectra di level batuan dasar pada suatu periode
ulang tertentu. Resiko gempa yang diperhitungkan berupa gempa dengan periode ulang 145-y, 475-
y, 3000-y, dan 10000-y. Berbeda dengan hasil seismic hazard analysis dengan metode probabilistik,
metode deterministik memberikan hasil pada level maximum considered earthquake.

E.3.3.6. Kriteria Desain Pembebanan Dinamik

Berdasarkan ICOLD (2010), kriteria desain untuk tubuh bendungan adalah sebagai berikut:

a) Pada kejadian gempa OBE (operation based earthquake), tidak terdapat kerusakan struktural
pada tubuh bendungan yang dapat mengganggu fungsi operasional bendungan. Kerusakan
struktur bersifat minor dan dapat diperbaiki. Komponen ataupun peralatan yang
berhubungan dengan fungsi keamanan bendungan harus tetap terjaga dan beroperasi
selama dan setelah kejadian gempa OBE. Periode ulang gempa OBE adalah sebesar 145-y

b) Pada kejadian gempa SEE (Safety Evaluation Earthquake), tubuh bendungan diizinkan untuk
mengalami kerusakan struktural namun secara keseluruhan struktur bendungan tidak
mengalami kegagalan dalam mengontrol terjadinya pelepasan sejumlah volume air ke arah
hilir. Komponen ataupun peralatan yang berhubungan dengan fungsi keamanan bendungan
harus tetap terjaga dan beroperasi selama dan setelah kejadian gempa SEE. Secara garis
besar, karakter gempa SEE dapat dianggap sebagai kejadian gempa MCE (Maximum Credible
Earthquake) ataupun MDE (Maximum Design Earthquake).

ICOLD (2010) memberikan persyaratan bahwa pada area dengan aktivitas kegempaan yang relatif
tinggi, parameter ground motion dari gempa maksimum yang diperhatikan adalah gempa dengan
periode ulang (RP) tidak kurang dari 10000-y. Komponen dan peralatan terkait berhubungan dengan
fungsi keamanan bendungan adalah berupa sistem outlet, spillway, control panel, power supply,
software, atau komponen lainnya yang diperlukan untuk mengatur muka air setelah terjadinya
gempa SEE.

E-91
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Dalam analisis stabilitas dinamik untuk pekerjaan ini, kriteria perancangan gempa yang digunakan
adalah berdasarkan SNI 8460:2017 tentang Persyaratan perancangan geoteknik. Di mana dijelaskan
bahwa untuk infrastruktur berupa bendungan dengan umur rencana selama 100 tahun, maka
digunakan dua gempa rancangan, yaitu gempa dengan periode ulang 10.000 tahun (probabilitas
terlampaui 1% dalam 100 tahun) atau disebut juga dengan gempa safety evaluation earthquake
(SEE) dan gempa dengan periode ulang 145 tahun (probabilitas terlampaui 50% dalam 100 tahun)
atau disebut juga dengan gempa operating basis earthquake (OBE) (Tabel E-18).

Untuk gempa SEE, disebutkan bahwa kriteria kemanan yang harus terpenuhi oleh desain setelah
terjadi gempa adalah:

 Tidak terjadi aliran air yang tidak terkendali


 Deformasi tidak melebihi 0,5 dari tinggi jagaaan
 Deformasi pada filter tidak boleh melebihi 0,5 tebal filter
 Spillway tetap berfungsi setelah terjadi gempa rencana

Sementara untuk gempa OBE, kriteria keamanan yang harus dipenuhi oleh desain adalah hanya
boleh terjadi kerusakan minor setelah terjadi gempa rencana.

Perlu diketahui juga bahwa SNI 8460:2017 ini mengacu kepada ICOLD Bulletin No. 148 khusus untuk
gempa rancangan yang diperuntukkan pada infrastruktur berupa bendungan.

Tabel E-18. Kriteria perancangan gempa berdasarkan peruntukan infrastruktur (SNI 8460:2017)

E-92
Investigasi Geologi Tambahan dan Model Test
Usulan Teknis Bendungan Merangin Kab. Merangin

Tabel E-19. Summary hasil full-time histories analysis bendungan kondisi muka air normal

E-93

Anda mungkin juga menyukai