Anda di halaman 1dari 56

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

OLEH: Prof.Muljani A.Nurhadi,M.Ed.,M.S.,Ed.D

Anip Rochayatun (20167279030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungan. Dalam belajar yang terpenting adalah proses

bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha

sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam

kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik (Fathurrohman,

2011:6).

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru

dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun

secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.

Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran

dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model pembelajaran (Rusman,

2012:134).

Proses interaksi belajar mengajar adalah inti dari kegiatan pendidikan.

Sebagai inti dari kegiatan pendidikan, proses interaksi belajar mengajar adalah

suatu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tidak akan

tercapai bila proses interaksi belajar mengajar tidak berlangsung secara optimal

dalam pendidikan. Dengan demikian, belajar dan mengajar merupakan dua konsep

yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.


Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam proses

pendidikan. Peserta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa

mengajar tanpa peserta didik. Karenanya kehadiran peserta didik menjadi

keniscayaan dalam proses pendidikan formal atau pendidikan yang dilambangkan

dengan menuntut interaksi antara pendidik dan peserta didik.

Kemampuan awal (Entry Behavior) adalah kemampuan yang telah

diperoleh siswa sebelum dia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru.

Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan siswa

sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang diinginkan guru agar

tercapai oleh siswa. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan dari mana

pengajaran harus dimulai. Kemampuan terminal merupakan arah tujuan

pengajaran diakhiri. Jadi, pengajaran berlangsung dari kemampuan awal sampai

ke kemampuan terminal itulah yang menjadi tanggung jawab pengajar.

Minat belajar merupakan salah bentuk ketertarikan , keinginan siswa untuk

melakukan hal, tugas, latihan, yang berkaitan dengan pembelajaran. Dengan

meningkatnya minat siswa dalam belajar maka secara signifikan prestasi hasil

belajarpun secara otomatis akan baik. Dengan demikian peranan minat menjadi

sangat penting dominan berkaitan dengan upaya peningkatan hasil belajar siswa.

Kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran sering dijumpai hal-hal yang

tidak mendukung dalam rangka pencapaian hasil belajar seperti minat atau

keinginan siswa dalam belajar yang relatif masih rendah, beberapa kompetensi

dasar sebagai tujuan pembelajaran yang belum mampu tercapai sesuai dengan

standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang diharapkan dan sebagainya,


sehingga perlu dilakukan upaya atau langkah konkret untuk meningkatkan minat

belajar pada siswa. Minat belajar merupakan bentuk ketertarikan , keinginan siswa

untuk melakukan hal , tugas , latihan , yang berkaitan dengan pembelajaran.

Dengan meningkatnya minat siswa dalam belajar maka secara signifikan prestasi

hasil belajarpun secara otomatis akan baik. Dengan demikian peranan minat

menjadi sangat penting / dominan berkaitan dengan upaya peningkatan hasil

belajar siswa.

Permasalahan yang sama juga terjadi pada siswa kelas IX SMP Negeri 240

Jakarta, khususnya kelas IX.C (dibandingkan Enam kelas pararel lainnya).

Setidaknya hal ini tampak dari hasil tes materi Bangun Ruang Sisi Lengkung

khususnya dalam mencari luas permukaan bangun pada mata pelajaran

Matematika semester ganjil tahun 2017 - 2018 (ada 2 kali tes tertulis ). Dari data

yang ada diperoleh kesimpulan bahwa pada tes tertulis pertama hingga kedua,

hanya ada 20% hingga 40% dari 36 siswa yang mendapat nilai 72 ke atas (batas

ketuntasan), sedangkan sebagian besar siswa mendapat nilai di bawah 70, bahkan

ada yang mendapat nilai 40.

Rendahnya kemampuan para siswa menjadi petunjuk adanya kelemahan

sekaligus kesulitan belajar, yang dalam hal ini berarti ada kelemahan dan

kesulitan belajar memahami materi Bangun Ruang Sisi Lengkung khususnya

mencari luas permukaan bangun pada mata pelajaran Matematika . Mengenai

masalah ini, guru Matematika kelas IX mengidentifikasi penyebab siswa kelas

IX.C ‘gagal’ dalam belajar Matematika berkaitan dengan kesulitan mengenali

Bangun Ruang Sisi Lengkung terutama terutama tentang mencari luas permukaan.
Selain rendahnya minat mereka dalam belajar Matematika. Dari wawancara

dengan siswa diperoleh informasi mengenai penyebab siswa sulit memahami isi

dari materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Selain minat belajar siswa yang kurang

pendekatan mengajar guru merupakan faktor yang penting juga dalam

meningkatkan hasil belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang menarik akan

menumbuhkan minat belajar siswa sehingga hasil belajar juga bagus.

Langkah yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan atau

menumbuhkan minat dan hasil belajar siswa salah satunya adalah dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran peta konsep/model pembelajaran mind

map (pemetaan pikiran) dan kemampuan awal pada pembelajaran Matematika

khususnya Bangun Ruang Sisi Lengkung dalam mencari luas permukaan bangun

tersebut.

Model pembelajaran Concept Mapping merupakan pembelajaran

kolaboratif yang dapat digunakan untuk menentukan tujuan bersama dalam

pembelajarannya. peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang

bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi yang dihubungkan oleh

suatu kata. Pembelajaran ini dapat melatih kemampuan siswa pada materi

pembelajaran (Supriono, 2008, Vol 3, No 2).

Penggunaan model pembelajaran mind map ini diduga dapat

meningkatkan minat dan hasil belajar siswa karena pembelajaran dengan konsep

ini lebih didasarkan pada kemudahan untuk menggali informasi yang akan

menarik minat siswa terutama dalam hal penyajian materi / bahan ajar yang lebih
skematis, terperinci, dan lebih konkret dengan berbagai variasi gambar/tulisan

yang menarik perhatian siswa yang belajar.

Konsep pembelajaran mind map / peta konsep ini merupakan solusi

alternatif terbaik dan sangat tepat jika diterapkan dalam proses pembelajaran

karena memberikan berbagai kemudahan dalam belajar, seperti pemahaman

konsep, menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih menarik karena konsep

pengemasan yang lebih sederhana .

Pendekatan pembelajaran kedua sebagai pembanding yang bisa dilakukan

oleh guru dalam meningkatkan minat belajar siswa adalah Pembelajaran pada

metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di

depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal

kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran konvensional

antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode

penugasan. Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional

antara lain adalah ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana

kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan

pelajaran). Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal

disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan.

Guru bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik

bertanya kalau belum mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik

secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau

klasikal.
Salah satu materi yang dipelajari di sekolah menengah pertama adalah

materi bangun ruang sisi lengkung yang membutuhkan pendekatan pembelajaran

yang sesuai agar konsep yang dipelajari bisa dipahami dengan baik oleh siswa.

Salah satu pendekatan yang coba diterapkan peneliti dalam hal ini adalah metode

kovensional.

Berdasarkan uraian di atas, agar pembelajaran dapat meningkatkan minat

dan hasil belajar siswa, lebih bermakna, serta menyenangkan maka perlu diadakan

penelitian dengan judul “Penerapan pendekatan peta konsep (Concept Mapping)

dan kemampuan awal awal untuk peningkatan minat belajar siswa pada pokok

bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung dalam mencari luas permukaaan

bangun” ( Penelitian Eksperimen di kelas IX SMP N 240 Jakarta).

B. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut :

1. Apakah guru harus melibatkan segala tindakan dan kegiatan yang lebih baik

serta dibutuhkan suatu model dan kesiapan guru dalam mengajar?

2. Apakah kesulitan belajar yang dialami siswa akan mempengaruhi minat

belajar siswa?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi minat belajar siswa ?

4. Matematika bersifat komplek karena banyaknya keterkaitan antar materi,

apakah untuk memahaminya perlu pemahaman terhadap konsep mendasar

terlebih dahulu?
5. Apakah model pembelajaran masih dianggap sebagai hal yang penting dalam

meningkatkan prestasi belajar Matematika?

6. Strategi pembelajaran apa yang tepat digunakan untuk proses pembelajaran

Matematika pada tingkat Sekolah Menengah Pertama?

7. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap minat belajar

matematika?

8. Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran pendekatan peta konsep

(Concept Mapping) dalam pembelajaran ?

9. Apakah yang dimaksud dengan kemampuan awal dalam pembelajaran ?

10. Apakah ada perbedaan hasil belajar Matematika antara siswa yang diajarkan

menggunakan model pembelajaran pendekatan peta konsep (Concept

Mapping) dengan kemampuan awal?

11. Apakah terdapat pengaruh minat belajar siswa terhadap peningkatan hasil

belajar matematika pada siswa?

12. Pada siswa yang memiliki minat belajar tinggi, manakah yang lebih baik

dengan menggunakan model pembelajaran pendekatan peta konsep (Concept

Mapping) atau dengan kemampuan awal?

13. Pada siswa yang memiliki minat belajar rendah, manakah yang lebih baik

dengan menggunakan model pembelajaran pendekatan peta konsep (Concept

Mapping) atau siswa dengan kemampuan awal?

14. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pendekatan peta konsep (Concept

Mapping) dan siswa dengan kemampuan awal dalam mempengaruhi

peningkatan minat belajar pada siswa?


C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah tersebut, tidak seluruhnya dibahas

dalam penelitian ini, mengingat kemampuan, biaya, dan waktu yang terbatas.

Untuk itu perlu dibatasi permasalahannya antara lain sebagai berikut :

1. Model pembelajaran pendekatan peta konsep (Concept Mapping) dan

kemampuan awal siswa

2. Hasil belajar matematika adalah hasil belajar pokok bahasan Bangun

Ruang Sisi Lengkung dalam mencari luas permukaaan bangun

3. Hubungan kemampuan awal dengan minat belajar mata pelajaran

Matematika

4. Obyek penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri di Kota Jakarta

Dari keempat pembatasan masalah tersebut diatas, maka dapat diuraikan

satu persatu sebagai berikut :

1. Model pembelajaran peta konsep (Concept Mapping) adalah cara belajar yang

menggunakan konsep pembelajarankomprehensif Total-Mind-Learning

(TML). Pada konteks TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas.

Bahwasanya, di setiap saat dan di setiap tempat semua makhluk hidup di

muka bumi belajar, karena belajar merupakan proses alamiah. Semua

makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk

mempertahankan hidup. Metode Mind Mapping diharapkan dapat membantu

guru melakukan pembelajaran yang relatif mudah dipahami oleh siswa,

sehingga pembelajaran dapat berlangsung dalam situasi yang menyenangkan

dan dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Karena Mind Mapping


adalah salah satu dari strategi pembelajaran yang mengupayakan seorang

peserta didik mampu menggali ide-ide kreatif dan aktif dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran. Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan menjadi

lebih hidup, variatif, dan membiasakan siswa memecahkan permasalahan

dengan cara memaksimalkan daya pikir dan kreatifitas. Dengan demikian

tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan dapat tercapai.

2. Kemampuan awal siswa (prior knowledge) adalah kumpulan dari

pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan

hidup mereka, yang akan ia bawa kepada suatu pengalaman belajar yang

baru. Kemampuan awal berpengaruh penting dalam proses belajar dan apa

yang telah diketahui individu sedikit banyak mempengaruhi apa yang mereka

pelajari (Muhamad Nur, 2000). Salah satu faktor internal yang mempengaruhi

prestasi belajar siswa dapat disebabkan kemampuan awal yang dimiliki siswa.

Kemampuan awal siswa akan berpengaruh pada proses pembelajaran. Karena

kemampuan awal siswa merupakan prasyarat awal yang harus dimiliki siswa

agar proses pembelajaran yang dilakukan siswa dapat berjalan dengan baik.

Setiap siswa mempunyai kemampuana awal yang berlainan. Hal ini perlu

mendapatkan perhatian guru sebelum melaksanakan pembelajaran, karena

proses pembelajaran sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kemampuan awal

yang dimiliki oleh siswa..

3. Model pembelajaran konvensional merupakan model yang digunakan guru

dalam pembelajaran sehari-hari dengan menggunakan model yang bersifat

umum, bahkan tanpa menyesuaikan model yang tepat berdasarkan sifat dan
karakteristik dari materi pembelajaran yang dipelajari. Dalam proses belajar

mengajar guru lebih mendominasi. Bagi negara yang masih berkembang

pembelajaran konvensional tidak begitu menuntut sarana dan prasarana yang

memadai sehingga lebih mungkin dilaksanakan. Materi pelajaran yang

disajikan dapat bersifat klasikal sehingga tidak menuntut biaya tinggi.

Pembelajar dengan sendirinya dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh di

dalam kelas dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan sifat alami

manusia untuk menyesuaikan lingkungan kehidupannya.

4. Minat belajar merupakan suatu keadaan di dalam diri siswa yang mampu

mendorong dan mengarahkan perilaku mereka kepada pencapaian tujuan yang

ingin dicapainya dalam mengikuti pendidikan di sekolah. Dalam pencarian

identitas diri diharapkan siswa dapat membentuk konsep dirinya yang positif

karena akan berpengaruh terhadap pemikirannya, perilakunya, serta

pendidikan dalam pencapaian prestasi belajar. Minat terhadap sesuatu

dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi

penerimaan minat baru. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar

dan menyokong belajar selanjutnya walaupun minat terhadap sesuatu hal tidak

merupakan hal yang hakiki untuk dapat mempelajari hal tersebut.

Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu

siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk

dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini berarti

menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu


mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-

kebutuhannya.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran peta konsep (Concept

Mapping) terhadap Minat Belajar siswa SMP Negeri Di Kec. Kebayoran

Baru?

2. Apakah terdapat pengaruh Kemampuan Awal terhadap Minat Belajar siswa

SMP Negeri Di Kec. Kebayoran Baru?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran peta konsep

(Concept Mapping) dan Kemampuan Awal terhadap Minat Belajar siswa

SMP Negeri Di Kec. Kebayoran Baru?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh model pembelajaran peta konsep (Concept Mapping)

terhadap Minat Belajar.

2. Mengetahui pengaruh Kemampuan Awal terhadap Minat Belajar.

3. Mengetahui pengaruh interaksi model pembelajaran peta konsep (Concept

Mapping) dan Kemampuan Awal terhadap Minat Belajar.


F. Kegunaan Penelitian

Dalam hal ini penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi seluruh

elemen yang terlibat untuk memajukan pendidikan, baik bagi guru, siswa

maupun masyarakat umum. Keguanaan penelitian ada dua hal yaitu:

1. Kegunaan Teoritik

Sebagai bahan referensi sehingga hasilnya bisa digunakan untuk

memperkuat penelitian yang relevan serta menambah khasanah

perpustakaan untuk perguruan tinggi maupun sekolah yang membutuhkan.

2. Kegunaan Praktik

2.1 Sebagai acuan bagi tenaga pengajar agar dapat menerapkan model

pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa untuk meningkatkan

perannya dalam proses belajar mengajar, sehingga kemampuan

komunikasi matematika siswa dapat lebih ditingkatkan karena salah satu

keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah terjadi saling

membutuhkan antara pengajar dan siswa dan terjadi proses saling

ketergantungan antara guru dan siswa sehingga terjadi sinkronisasi siswa

dan guru. Sebagai sumbangan pada program studi Matematika dan IPA

Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.

2.2 Bagi kepala sekolah, penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam perencanaan kegiatan pembelajaran disekolah dengan

memperkaya para guru dengan model-model pembelajaran yang sesuai.


2.3 Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan alat untuk memperluas

wawasan dan informasi empirik serta dapat menjadi bahan rujukan dalam

penelitian lanjutan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan proposal tesis ini terdiri atas bagian-bagian sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN.

Pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN

HIPOTESIS.

Dalam bab ini berisi kajian pustaka, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai tempat dan waktu penelitian,

metodologi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, variabel

penelitian, instrumen penelitian serta teknik analisis data yang akan diteliti.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

Dalam bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan, meliputi

deskripsi data, uji persyaratan analisis data, pengujian hipotesis penelitian, dan

pembahasan hasil penelitian.


BAB V SIMPULAN DAN SARAN.

Dalam bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari keseluruhan penulisan dan

penelitian yang telah dilakukan disertai dengan saran-saran yang dapat

digunakan dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas pengajaran.

Pada bagian akhir ini memuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran sebagai

acuan dalam penelitian dan penulisan proposal tesis ini.


BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Pemahaman Konsep IPA

a. Pengertian Belajar

Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,

dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,

meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu

mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan

individu sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim kepadanya

oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh

seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.

Belajar merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam proses pendidikan.

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang pokok dalam keseluruhan proses pendidikan.

Dalam arti berhasil tidaknya pencapaian tujuan dalam pendidikan banyak bergantung

pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa, baik ketika ia berada di

lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang

merupakan hasil belajar dapat berbentuk :

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik


secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap
suatu benda, definisi, dan sebagainya.
2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan
interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol,
misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan
intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination),
memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan
ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan
pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran,
strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara
berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual
menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih
menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk
memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap
adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya
terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan
untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan
yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar

adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam

competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan

sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi

sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Purwanto (2010: 84-85) menjabarkan pengertian belajar berdasarkan definisi

dari para ahli, antara lain :

1) Higlard dan Brover, dalam buku Theoris of learning ( 1975 ) mengemukakan. “

Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi

tertentu yang disebabkan oleh pnegalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu,

dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan

respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang ( misalnya

kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya )”.

2) Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa “belajar

terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa

sedemikian rupa sehingga perbuatannya (Performance-nya ) berubah dari waktu

sebelum ia mengalami situasi itu kewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.


3) Morgan, dalam buku Introductionto psychology (1978) mengemukakan bahwa:

“Belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang

terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

4) Good dan Brophy, dalam bukunya Educational Psychology : A Realistic Approach

mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat

dengan nyata; proses situ terjadi didalam diri seseorang yang sedang mengalami

belajar.

Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengelolaan pemahaman.

Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar

merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian

menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan

oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan

semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan

akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

Sedangkan Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of

Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan

tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi

belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya

suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau

perilaku yang bersifat naluriah.

Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan
yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah

perubahan dari diri seseorang.

Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa semua

aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan

perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar..

Dari teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan didalam kepribadian dan tingkah laku manusia dalam bentuk kebiasaan,

penguasaan pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman

dalam mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan untuk

mengumpulkan pengetahuan–pengetahuan melalui pemahaman, penguasaan, ingatan, dan

pengungkapan kembali di waktu yang akan datang. Belajar akan menjadi lebih bermakna

jika pengetahuan yang dimiliki siswa adalah penemuan siswa itu sendiri.

b. Kemampuan Awal

Kemampuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat

kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat untuk

mengikuti pembelajaran sehingga dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.

Kemampuan seseorang yang diperoleh dari pelatihan selama hidupnya, dan apa yang

dibawa untuk menghadapi suatu pengalaman baru. Menurut Rebber (1988) dalam

Muhibbin Syah (2006: 121) yang mengatakan bahwa “kemampuan awal prasyarat awal

untuk mengetahui adanya perubahan”

Gerlach dan Ely dalam Harjanto (2006:128) “Kemampuan awal siswa ditentukan

dengan memberikan tes awal”. Kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar

dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

Kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.


Senada disampaikan Gagne dalam Nana Sudjana (1996:158) menyatakan bahwa

“kemampuan awal lebih rendah dari pada kemampuan baru dalam pembelajaran,

kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki

pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.” Jadi seorang siswa yang

mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi

dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal dalam proses

pembelajaran.

Kemampuan awal juga bisa disebut dengan prior knowledge (PK). PK merupakan

langkah penting di dalam proses belajar, dengan demikian setiap guru perlu mengetahui

tingkat PK yang dimiliki para peserta didik. Dalam proses pemahaman, PK merupakan

faktor utama yang akan mempengaruhi pengalaman belajar bagi para peserta didik. Dari

berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan belajar memerlukan suasana stabil,

nyaman dan familiar atau menyenangkan. Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus

memberikan suasana yang mendukung keingintahuan peserta didik, semangat untuk

meneliti atau mencari sesuatu yang baru, bermakna, dan menantang. Menciptakan

kesempatan yang menantang para peserta didik untuk ”memanggil kembali” PK

merupakan upaya yang esensial. Dengan cara-cara tersebut maka

pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah pola pikir, dari

mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna

dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis kejadian/peristiwa dan

bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisah-pisah. Dalam seluruh

proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi

sesuatu yang bermakna.

Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring

informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses
membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di mana peserta didik akan

mencapai tujuan belajarnya.

Menurut Sugiyarto (2009) dalam makalahnya tentang peningkatan kualitas

pembelajaran dalam bidang ekologi di perguruan tinggi melalui penerapan praktikum

mandiri yang disampaikan pada semiloka nasional menyatakan bahwa “kunci utama

tutorial adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang atau yang disebut dengan prior

knowledge. PK akan keluar dari simpanan para peserta didik apabila ada trigger atau

pemicu.” Dalam proses inkuiri terbimbing siswa dipacu dengan pertanyaan-pertanyaan

yang mengarah pada jawaban dari permasalahan yang dihadapi sehingga siswa dapat

dengan mandiri bisa menyimpulkan dan menmukan konsep-konsep dalam materi yang

sedang dipelajari.

Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Kemampuan

awal siswa adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa sebelum mengikuti

pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal ini menggambarkan kesiapan siswa

dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.

Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum ia memulai

dengan pembelajarannya, karena dengan demikian dapat di ketahui apakah siswa telah

mempunyai atau pengetahuan yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran.

Sejauh mana siswa telah mengetahui materi apa yang akan di sajikan.

Dengan mengetahui hal tersebut, guru akan dapat merancang pembelajaran

dengan lebih baik. Sebab apabila siswa di beri materi yang telah diketahui maka akan

merasa cepat bosan.


Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview atau cara2 lain

yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan2 secara acak dengan distribusi

perwakilan siswa yang representatif.

Dari uraian tersebut, maka kemampuan awal dapat diambil dari nilai yang sudah

didapat sebelum materi baru diperoleh. kemampuan awal merupakan prasyarat yang

harus dimiliki siswa sebelum memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang

lebih tinggi. Kemampuan awal dalam penelitian ini diambil dari nilai tes perkembangan

manusia sebelum memasuki materi yang baru yaitu materi sistem gerak manusia.

c. Kajian tentang Matematika

Matematika merupakan salah satu ilmu yang banyak di manfaatkan dalam

kehidupan sehari-hari. Baik secara umum maupun secara khusus. Secara umum

matematika di gunakan dalam transaksi perdangangan, pertukangan, dll. Hampir di setiap

aspek kehidupan ilmu matematika yang di terapkan. Karena itu matematika mendapat

julukan sebagai ratu segala ilmu. Matematika juga mempunyai banyak kelebihan

dibanding ilmu pengetahuan lain. Selain sifatnya yang fleksible dan dinamis, matematika

juga selalu dapat mengimbangi perkembangan zaman. Terutama di masa sekarang ketika

segala sesuatu dapat di lakukan dengan komputer. Matematika menjadi salah satu bahasa

program yang efektif dan efisien.

Matematika terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang yang merupakan suatu

disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan

alam. Namun sebagaimana halnya ilmu-ilmu lain seperti biologi, fisika, kimia dll, Ilmu

matematika juga memiliki cabang ilmu yang mempelajari bagian-bagian dari ilmu

matematika secara khusus.


Matematika pada tingkatan paling rendah hanya berhubungan dengan ilmu

hitung, ilmu ukur dan aljabar. Meski begitu, ketiga hal tersebut merupakan dasar dari

ilmu matematika yang kemudian di terapkan dalam ilmu-ilmu lain seperti Biologi, Fisika,

Kimia, Geografi, Sosiologi, Teknik, Komputer, Ekonomi, Kedokteran dan masih banyak

lagi. Semua disiplin ilmu yang ada di dunia ini pasti sedikit banyak membutuhkan

matematika.

Menurut Emnoeh (2011: 32-34) ada tujuh jenis kemampuan awal yang dapat

digunakan untuk memudahkan perolehan, pengorganisasian, dan pengungkapan kembali

pengetahuan baru serta terdapat tiga langkah yang perlu dilakukan dalam menganalisis

kemampuan awal siswa. Ketujuh jenis pengetahuan itu adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan bermakna tak terorganisasi (arbitraly meaningful knowledge)


sebagai tempat mengaitkan pengetahuan hapalan (yang tak bermakna;
b. Pengetahuan analogis (analogi knowledge), yang mengaitkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan lain yang amat serupa, dan berada di luar isi yang
sedang dibicarakan atau dipelajari;
c. Pengetahuan tingkat tinggi (superordinate knowlage), yang dapat berfungsi
sebagai kerangka kaitan lanjut bagi pengetahuan baru;
d. Pengetahuan setingkat (coordinate knowledge), yang dapat memenuhi
fungsinya sebagai pengetahuan asosiatif dan atau komparatif;
e. Pengetahuan tingkat yang lebih rendah (subordinate knowledge),yang
berfungsi untuk mengkonkritkan pengetahuan baru atau juga penyediaan
contoh-contoh;
f. Pengetahuan pengalaman (experienitial knowlage) yang memilikifungsi
sama dengan pengetahuan tinggi yang lebih rendah, yaitu untuk
mengkonkritkan dan menyediakan contoh-contoh bagi pengetahuan baru;
g. Strategi kognitif, yang menyediakan cara-cara mengolahpengetahuan baru
mulai dari penyimpanan sampai denganpengungkapan kembali pengetahuan
yang telah tersimpan dalam ingatan.

Menurut Russefendi (1988 : 23) Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur

yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-

dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika

sering disebut ilmu deduktif.

Menurut James dan James (1976) Matematika adalah ilmu tentang logika,

mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep – konsep yang berhubungan satu dengan
lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian

yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori

bilangan dan statistika.

Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972) Matematika adalah pola berpikir,

pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang

menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat , jelas dan akurat representasinya

dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai

bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-

teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma,

sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola

atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan

dan keharmonisannya.

Berdasarkan pada pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penyelidikan yang terorganisir untuk

mencari pola atau keteraturan alam untuk memberikan pengetahuan. Pengetahuan

tersebut dapat berupa fakta, konsep, teori, hukum, prinsip tentang gejala-gejala alam

dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

d. Hasil Kemampuan Awal

Hasil Kemampuan Awal matematika merupakan hasil belajar yang didapat

sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa merupakan

prasyarat untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat melaksanakan proses belajar

dengan baik. Kemampuan seseorang yang diperoleh dari pelatihan selama hidupnya, dan

apa yang dibawa untuk menghadapi suatu pengalaman baru. Menurut Rijal (2011: 1)
bahwa kemampuan awal adalah prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan.

Sedangkan menurut Tatang (2009: 1) kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa

dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka kemampuan awal siswa ini penting

bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan

tidak terlalu mudah. Kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah

yang diperlukan. Kemampuan awal lebih rendah dari pada kemampuan baru dalam

pembelajaran, kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum

memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.

Jadi, seorang siswa yang mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih

cepat memahami materi dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan

awal dalam proses pembelajaran. Kemampuan awal juga bisa disebut dengan prior

knowledge. Prior knowledge merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan

demikian setiap guru perlu mengetahui tingkat prior knowledge yang dimiliki para

peserta didik.

Secara tidak langsung prior knowledge akan dapat keluar dari simpanan para

peserta didik apabila ada trigger atau pemicu. Dalam proses pembelajaran kemampuan

awal dapat diambil dari nilai yang sudah didapat sebelum materi baru diperoleh.

Kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki

materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Kemampuan awal dapat juga diambil dari

nilai tes. Selain itu juga dapat menggunakan interview atau cara-cara lain yang cukup

sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi

perwakilan yang representatif.


2. Teori Model Pembelajaran

a. Pengertian Konsep

Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan. Salah satunya

adalah defenisi yang dikemukakan Carrol dalam Kardi (1997: 2) bahwa konsep

merupakan suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu

kelompok obyek atau kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian

seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta

mengabaikan elemen yang lain.

Tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari

konsep atau berbagai macam konsep-konsep yang diperoleh para siswa. Oleh karena itu

konsep-konsep itu merupakan penyajian internal dari sekelompok stimulus, konsep-

konsep itu tidak dapat diamati, dan harus disimpulkan dari perilaku.

Dahar (1988: 153) menyatakan bahwa konsep merupakan dasar untuk berpikir,

untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk memecahkan masalah. Dengan demikian

konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir dan belajar.

Pemetaan konsep merupakan suatu alternatif selain outlining, dan dalam

beberapa hal lebih efektif daripada outlining dalam mempelajari hal-hal yang lebih

kompleks. Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara

konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi merupakan dua atau lebih

konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik (Novak dalam Dahar

1988: 150).

George Posner dan Alan Rudnitsky dalam Nur (2001b: 36) menyatakan bahwa

peta konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan antar
ide-ide, bukan hubungan antar tempat. Peta konsep bukan hanya meggambarkan konsep-

konsep yang penting melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam

menghubungkan konsep-konsep itu dapat digunakan dua prinsip, yaitu diferensiasi

progresif dan penyesuaian integratif. Menurut Ausubel dalam Sutowijoyo (2002: 26)

diferensiasi progresif adalah suatu prinsip penyajian materi dari materi yang sulit

dipahami. Sedang penyesuaian integratif adalah suatu prinsip pengintegrasian informasi

baru dengan informasi lama yang telah dipelajari sebelumnya. Oleh karena itu belajar

bermakna lebih mudah berlangsung, jika konsep-konsep baru dikaitkan dengan konsep

yang inklusif.

Untuk membuat suatu peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide

kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu

pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hirarki, kadang peta konsep

itu memfokus pada hubungan sebab akibat. Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih

jelas, maka Dahar (1988: 153) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: Peta

konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan

proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi,

matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa “melihat” bidang

studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi

atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan

proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari

belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-

konsep.
Ciri yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-

konsep. Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa

konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain. Ciri keempat adalah hirarki.

Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif,

terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Peta konsep dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan yang dapat

ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam permasalahanya. Peta

konsep yang dibuat murid dapat membantu guru untuk mengetahui miskonsepsi yang

dimiliki siswa dan untuk memperkuat pemahaman konseptual guru sendiri dan disiplin

ilmunya. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk

memahami dan mengingat sejumlah informasi baru (Arends, 1997: 251)

b. Model Pembelajaran Peta Konsep

Dalam Novak and Gowin (1985) menyatakan bahwa peta konsep adalah alat atau

cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh siswa.

Gagasan Novak ini didasarkan pada teori belajar Ausabel. Ausabel sangat menekankan

agar guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki oleh siswa supaya belajar

bermakna dapat berlangsung. Dalam belajar bermakna pengetahuan baru harus dikaitkan

dengan konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif (otak) siswa. Bila

dalam struktur kognitif tidak terdapat konsep-konsep relevan, pengetahuan baru yang

telah dipelajari hanyalah hapalan semata.

Belajar bermakna membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak siswa

untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep yang relevan yang telah

mereka miliki. Untuk memperlancar proses tersebut, baik guru maupun siswa perlu

mengetahui “ tempat awal konseptual “. Dengan kata lain guru harus mengetahui

konsep-konsep apa yang dimiliki oleh siswa waktu pelajaran baru dimulai, sedangkan
para siswa diharapkan mampu menunjukkan dimana mereka berada, atau konsep-konsep

apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru tersebut. Dengan

menggunakan peta konsep, guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas,

dengan demikian pada siswa diharapkan akan terjadi belajar bermakna ( Willis Dahar,

1988:156-157 ). Menurut Ausubel dalam Willis Dahar (1988:161) ada dua dimensi

belajar yaitu dimensi belajar penerimaan/penemuan dan dimensi belajar bermakna/

hapalan. Berlangsung atau tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur-struktur

kognitif yang ada, serta kesiapan dan niat anak didik untuk belajar bermakna, dan

kebermaknaan materi pelajaran secara potensial.

Peta konsep sebagai instrumen dapat digunakan untuk analisis konsep ,mengenai

peta konsep itu sendiri berdasarkan definisinya sebagai berikut : Menurut Hudojo, et al

(2002) peta konsep adalah saling keterkaitan antara konsep dan prinsip yang

direpresentasikan bagai jaringan konsep yang perlu dikonstruk dan jaringan konsep hasil

konstruksi inilah yang disebut peta konsep. Sedangkan menurut Suparno (dalam Basuki,

2000, h.9) peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan suatu

pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan. Peta konsep bukan

hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan

antara konsep-konsep itu. Dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat

digunakan dua prinsip yaitu prinsip diferensial progresif dan prinsip penyesuaian

integratif.

Dahar (1989) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut :

a. Penyajian peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-

konsep dan proposisi-proposisi dalam suatu topik pada bidang studi.

b. Peta konsep merupakan gambar yang menunjukkan hubungan konsep-

konsep dari suatu topik pada bidang studi.


c. Bila dua konsep atau lebih digambarkan dibawah suatu konsep lainnya,

maka terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu.

Martin (dalam Basuki, 2000) mengungkapkan bahwa peta konsep merupakan

petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-ide yang penting

dengan rencana pembelajaran. Sedangkan menurut Arends (dalam Basuki, 2000)

menuliskan bahwa penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa

untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep

yang baik maka siswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.

Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep mempunyai banyak manfaat

diantaranya menurut Ausubel (dalam Hudojo, et al 2002) menyatakan dengan jaringan

konsep yang digambarkan dalam peta konsep, belajar menjadi bermakna karena

pengetahuan/informasi “baru” dengan pengetahuan terstruktur yang telah dimiliki siswa

tersambung sehingga menjadi lebih mudah terserap siswa. Sedangkan menurut Williams

(dalam Basuki, 2000) menuliskan bahwa peta konsep dapat dijadikan sebagai alat untuk

mengetahui pemahaman konseptual seseorang.

Dengan mengacu pada peta konsep maka guru dapat membuat suatu program

pengajaran yang lebih terarah dan berjenjang, sehingga dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar dapat meningkatkan daya serap siswa terhadap materi yang diajarkan.

Peningkatan daya serap siswa berdasarkan menyampaikan jenjang materi yang terstruktur

dapat membuat siswa akan lebih kuat lagi memorinya dan akan lebih mudah

mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajarinya.

Peta konsep selain digunakan dalam proses belajar mengajar, dapat diterapkan

untuk berbagai tujuan yaitu :

1) menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

2) Mempelajari cara belajar


3) Mengungkap miskonsepsi, dan

4) Sebagai alat evaluasi.

Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara

konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi merupakan dua

atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantic.

Dalam bentuk yang paling sederhana, peta konsep dapat berupa dua konsep yang

dihubungkan oleh kata penghubung untuk membentuk proposisi. Sebagai contoh : ”

langit itu biru” mewakili peta konsep sederhana yang membentuk proposisi yang sahih

tentang konsep ”langit” dan ”biru”. Dengan demikian siswa dapat mengorganisasi konsep

pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya.

Hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain disebut proposisi. Peta konsep

menggambarkan jalinan antar konsep yang dibahas dalam bab yang bersangkutan.

Konsep yang dinyatakan dalam bentuk istilah atau label konsep. Konsep-konsep dijalin

secara bermakna dengan kata-kata penghubung sehingga dapat membentuk proposisi.

Satu proposisi mengandung dua konsep dan kata menghubung. Konsep yang satu

mempunyai cakupan yang lebih luas daripada konsep yang lain. Dengan kata lain konsep

yang satu lebih inklusif daripada konsep yang lain. Keseluruhan konsep-konsep tersebut

disusun menjadi sebuah tingkatan dari konsep yang paling umum, kurang umum dan

akhirnya sampai pada konsep yang paling khusus. Tingkatan dari konsep-konsep ini

disebut dengan hierarki.

Pada peta konsep, konsep yang lebih inklusif diletakkan di atas. Konsep yang

kurang inklusif kemudian dihubungkan dengan kata penghubung. Konsep yang lebih

khusus ditempatkan di bawahnya dan dihubungkan lagi dengan kata penghubung. Konsep

yang inklusif dapat dihubungkan dengan beberapa konsep yang kurang inklusif. Konsep

yang paling inklusif diletakkan pada pohon konsep. Konsep ini disebut kunci konsep.
Konsep pada jalur yang satu dapat dihubungkan dengan konsep pada jalur yang lain

dengan kata penghubung. Hubungan ini disebut dengan kaitan silang.

Menurut Novak dan Gowin (1985) kriteria penilaian peta konsep adalah :

1) Proposisi, adalah dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung.

Proposisi dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap

proposisi yang sahih diberi skor 1

2) Hierarki, adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep

yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas dan

konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih jika urutan

penenmpatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5.

3) Kaitan silang, adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada

satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki yang lainnya. Kaitan silang dikatakan

sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua

konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih

jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua

konsep sehingga antara kedua konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan

silang yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih

diberi skor 2

4) Contoh, adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut

konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam kotak

karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi skor 1.

Berdasarkan uraian di atas, berikut ini dikemukakan beberapa ciri-ciri peta

konsep :

1) Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan

proposisi-proposisi dari suatu bidang studi. Jadi dengan membuat peta


konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajarinya

lebih bermakna.

2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang

studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan

hubungan-hubungan proporsional antar konsep-konsep.

3) Cara menyatakan hubungan antar konsep-konsep. Tidak semua mempunyai

bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih umum

dari pada konsep-konsep yang lain.

4) Hirarki, Bila dua atau lebih konsep yang digambarkan di bawah suatu

konsep yang lebih inklusif, terbentuklah hirarki pada peta konsep itu.

Langkah-langkah Pengembangan Peta Konsep oleh Guru sebagai berikut:

1) Menuliskan di atas kertas seluruh konsep atau nama topik yang berkaitan

dengan bidang umum yang akan diajarkan.

2) Memperhatikan adanya fakta-fakta (contoh-contoh) khusus yang penting

untuk dipelajari siswa.

3) Memilih konsep yang paling umum dan tempatkan di bagian atas kertas.

4) Menambahkan berikutnya konsep yang lebih khusus di bawah konsep umum

tadi. Hubungkan keduanya dengan garis penghubung yang diberi label

penghubung.

5) Setelah penulisan konsep yang lebih khusus di baris kedua, melanjutkan

penulisan konsep lain yang lebih khusus di baris ketiga, dan seterusnya.

6) Melengkapi dengan garis penghubung antar konsep sehingga seluruh hirarki

menyerupai piramida. Jangan lupa menuliskan label penghubung pada garis

tersebut untuk menunjukkan keteraturan antar konsep.


7) Setelah seluruh peta konsep terbentuk, menandai konsep khusus yang

terutama menarik bagi siswa atau tingkat kesulitannya tepat bagi siswa.

Ernest (dalam Basuki, 2000) berpendapat bahwa untuk menyusun suatu peta

konsep bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Tentukan dahulu topiknya,

2) Membuat daftar konsep-konsep yang relevan untuk konsep tersebut,

3) Menyusun konsep-konsep menjadi sebuah bagan,

4) Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata-kata supaya bisa terbentuk

suatu proposisi,

5) Mengevaluasi keterkaitan konsep-konsep yang telah dibuat.

Pendapat lain untu membuat peta konsep cukup dengan 5 langkah dengan

penjelasan sebagai berikut :

1) Lakukan Brainstorming selama 10-15 menit per sesi. Ketika Central

disebutkan maka konsep apa saja yang terlintas di benak dituliskan terlebih

dahulu. Jangan lakukan penilaian apakah relevan atau mau diletakkan di

mana.

2) Kategorisasikan/ kelompokkan sekumpulan ide itu kemudian tentukan

hirarki konsep mana yang menjadi dahan (umum), mana yang jadi ranting

dan mana yang jadi daun (detil).

3) Mulai layout / gambarkan konsep-konsep tersebut.

4) Tarik garis antar konsep tersebut.

5) Pergunakan warna, Ikon dan Asosiasi untuk menambah cantiknya Peta

Konsep yang dihasilkan.

Penggunaan warna, ritme (dari gambar ketebalan dahan, ranting ke daun), layout

(spasial), ikon dan asosiasi (menghubungkan Ikon dan Analogi) untuk menghubungkan
satu konsep dengan konsep yang sudah melekat di otak, membantu otak mengingat lebih

baik, karena melibat lebih banyak panca indra, juga otak melakukan proses Asimilasi

pengetahuan baru terhadap pengetahuan yang sudah mengendap sebelumnya.

Setelah peta konsep itu jadi, maka kemampuan otak kanan secara visual dan

holistik serta Gestalt yang memicu “Kayaknya ada yang kurang dan saya bisa tambahkan

lebih lanjut” akan meneruskan pengembangan peta tersebut. Kemampuan alami otak

kanan yang Random akan tersalurkan ketika ada sebuah konsep baru muncul, maka otak

kiri mulai bekerja menganalisa sebaiknya diletakkan di mana.

Ketika melihat peta secara keseluruhan dari jauh maka otak kanan bekerja

(seperti seseorang menilai/ mengagumi lukisan) dan ketika tertarik pada suatu lokasi

maka otak kiri mulai bekerja secara logis dan analitik.

Sinergis antara dua belahan otak kanan dan kiri inilah yang membuat mengapa

Peta Konsep itu sedemikian powerfulnya. Harus sering menggunakan baru bisa

merasakan manfaatnya. Karena sepintas peta konsep yang digambar secara manual

berantakan tidak beraturan.

c. Model Pembelajaran Konvensional

Di Model pembelajaran konvensional merupakan model yang digunakan guru

dalam pembelajaran sehari-hari dengan menggunakan model yang bersifat umum, bahkan

tanpa menyesuaikan model yang tepat berdasarkan sifat dan karakteristik dari materi

pembelajaran yang dipelajari. Trianto (2007:1) mengatakan pada pembelajaran

konvensional suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif,

siswa tidak diajarkan model belajar yang dapt memahami bagaimana belajar, berpikir dan

memotivasi diri.
Lebih lanjut, Wortham (dalam Wardarita, 2010:54) mengemukakan bahwa

pembelajaran konvensional memiliki karakteristik tertentu, yaitu: (1) tidak kontekstual,

(2) tidak menantang, (3) pasif, dan (4) bahan pembelajarannya tidak didiskusikan dengan

pembelajar. Wardarita (2010:54—55) menyimpulkan bahwa pembelajaran konvensional,

tradisional atau parsial ialah pembelajaran yang membagi bahan ajar menjadi unit-unit

kecil dan penyajian bahan ajar antara materi yang satu terpisah dengan materi yang lain,

antara fonem, morfem, kata, dan kalimat tidak dikaitkan antara yang satu dengan yang

lain tiap materi pelajaran berdiri sendiri sebagai bidang ilmu, termasuk pula sistem

penilainnya. Dalam proses belajar mengajar guru lebih mendominasi..

Bahan pengajaran konvensional sangat terbatas jumlahnya, karena yang menjadi

tulang punggung kegiatan instruksional di sini adalah pengajar. Pengajar menyajikan isi

pelajaran dengan urutan model, media dan waktu yang telah ditentukan dalam strategi

instruksional. Kegiatan instruksional ini berlangsung dengan menggunakan pengajar

sebagai satu-satunya sumber belajar sekaligus bertindak sebagai penyaji isi pelajaran.

Pelajaran ini tidak menggunakan bahan ajar yang lengkap, namun berupa garis besar isi

dan jadwal yang disampaikan diawali pembelajaran, beberapa transparansi dan formulir

isian untuk dipergunakan sebagai latihan selama proses pembelajaran.

Djamarah (2006:97) metode pembelajaran konvensional adalah metode

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu

metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pendidik dengan anak

didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan metode

konvensional, ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, pembagian

tugas, dan latihan.


Menurut Hermawan dkk ( 2007:58) Pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran yang dilakukan dengan menekankan pada guru sebagai ahli dalam bidang

ilmu yang diampunya. Guru berperan sangat dominan, ia menentukan isi, menyampaikan

materi,metode, dan evaluasi. Sedangkan siswa berperan pasif dan hanya sebagai penerima

informasi atau bahan yang sudah dirancang dengan terurut dan sistemik.

Menurut Ahmadi (2005: 53) Metode ceramah ialah suatu metode di dalam

pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi

pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas.

Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan

menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat

serta mencatat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru-guru. Dalam metode ceramah

ini peranan utama adalah guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah

bergantung pada guru tersebut.

Percival dan Ellington dalam Mukminan (1992) menamakan pendekatan

konvensional dengan pendekatan yang berpusat pada guru/lembaga (The

teacher/institution centered approach). Dalam pendekatan yang berpusat pada guru,

hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem

diarahkan pada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha

untuk mencari dan menerapkan strategi belajar yang berbeda sesuai dengan tingkat

kesulitan setiap individu. Rooijakkers dalam Mukminan mengemukakan bahwa belajar

dengan pendekatan konvensional adalah pendekatan belajar yang terutama dilakukan

dengan komunikasi satu arah sehingga situasi belajarnya terpusat pada pengajar. Ini

berarti guru mengajar untuk memberi informasi secara lisan dan data kepada anak tanpa

ada usaha mengembangkan keterampila. Guru juga mengajar hanya menggunakan dari
buku sumber atau buku paket sehingga selama proses belajar mengajar berlangsung anak

hanya berinteraksi dengan buku sumber dan guru.

Adapun ciri-ciri pembelajaran konvensional menurut Ruseffendi (2006:350)

sebagai berikut:

1. Guru dianggap gudang ilmu, bertindak otoriter, serta mendominasi kelas.


2. Guru memberikan ilmu, membuktikan dalil-dalil, serta memberikan contoh-
contoh soal.
3. Murid bertindak pasif dan cenderung meniru pola-pola yang diberikan guru.
4. Murid-murid yang meniru cara-cara yang diberikan guru dianggap belajar
berhasil.
5. Murid kurang diberi kesempatan untuk berinisiatif mencari jawaban sendiri,
menemukan konsep, serta merumuskan dalil-dalil.

Siswa mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional dengan cara mendengar

ceramah dari pengajar, mencatat, dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh

pengajar. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional menempatkan pengajar sebagai

sumber tunggal (Subaryana,2005:9). Pada pembelajaran konvensional tanggung jawab

pengajar dalam membelajarkan siswanya cukup besar, serta peranan pengajar dalam

merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Menurut Subaryana (2005:9) bahwa

pembelajaran konvensional dalam proses belajar mengajar dapat dikatakan efisien tetapi

hasilnya belum memuaskan. kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran

konvensional ini adalah sebagai berikut :

Kelebihan

1) Efisien.

2) Tidak mahal, karena hanya menggunakan sedikit bahan ajar.

3) Mudah disesuaikan dengan keadaan siswa.

Kelemahan

1) Kurang memperhatikan bakat dan minat siswa.


2) Bersifat pengajar centris.

3) Sulit digunakan dalam kelompok yang heterogen.

4) Gaya mengajar yang sering berubah-ubah atau perbedaan gaya mengajar dari

pengajar yang satu dengan yang lain dapat membuat kegiatan instruksional tidak

konsisten.

Kelemahan pembelajaran konvensional ialah: (1) pembelajaran kehilangan

sumber daya yang terdapat dalam dirinya untuk membuat keterpaduan antara konsep

yang bersamaan satu dengan yang lain, (2) terjadi konsep keterampilan, sikap yang

tumpang tindih dan tidak jelas antara bidang studi dan bidang yang lain, (3) pengalihan

pembelajaran terhadap situasi baru sangat jarang terjadi Wardarita (2010:56).

Model konvensional dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama.

1) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

2) Menyampaikan informasi dengan cepat.

3) Membangkitkan minat akan informasi.

4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

5) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa

kelemahan sebagai berikut.

1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.

2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang

dipelajari.

3) Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis.

4) Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak

bersifat pribadi.
5) Kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities).

6) Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru

pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

7) Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

8) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Berdasarkan keterangan mengenai pembelajaran konvensional, maka peneliti

menggunakan metode ceramah yang dianggap menjadi bagian dari pembelajaran

konvensional karena metode ceramah menurut Hamdayama (2014:167) ceramah adalah

penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Alat interaksi yang

terutama dalam hal ini adalah “berbicara”. Kegiatan utama siswa adalah mendengarkan

dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan guru bukan

menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa. Dalam lingkungan pendidikan modern sebagian

orang menolak sama sekali metode ceramah karena menganggap kurang efisien dan

bertentangan dengan cara belajar manusia, sebaliknya sebagian orang mempertahankan

berdalih ceramah lebih banyak dipakai sejak dulu.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran

konvensioanal adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa hanya

menerima pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Kegiatan pembelajaran didominasi

guru dari menjelaskan secara rinci tentang definisi, perbedaan, dan contoh soal kemudian

siswa mencatat dan mengikuti prosedur penyelesaian soal seperti yang telah diberikan

oleh guru. Selanjutnya guru memberikan latihan dan akhirnya guru memberikan jawaban

soal-soal tersebut agar siswa segera dapat mengetahui dari latihan yang dikerjakannya.
3. Teori Kemampuan Awal

a. Pengertian Kemampuan

Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi diikuti dengan

perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Untuk itu perlu

dipikirkan kreativitas manusia agar dapat bertahan menghadapi kehidupan karena

kreativitas dapat membantu manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Menurut Thoha, kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kematangan

berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan,

pelatihan dan suatu pengalaman.

Sesungguhnya kemampuan ditujukan seseorang baru sebagian dari potensi yang

terdapat pada dirinya sendiri. Dalam hal ini perlu adanya motivasi untuk menggerakkan

agar prestasi kerja semakin dapat dilihat dan dirasakan oleh pengguna jasa Pegawai

Negeri Sipil.

Kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau

pekerjaan. Kemampuan itu mungkin dimanfaatkan atau mungkin juga tidak. Kemampuan

berhubungan erat dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk

melaksanakan pekerjaan dan bukan yang ingin dilakukannya ( Gibson, 1994:104).

Berdasarkan uraian di atas bahwa apabila ingin mencapai hasil yang maksimal

seorang siswa harus belajar dengan sungguh-sungguh beserta segenap kemampuan yang

dimiliki ditunjang oleh sarana dan prasarana yang ada. Jika seorangsiswa belajar dengan

setengah hati maka pekerjaan yang dihasilkan tidaklah semaksimal yang diharapkan.

Artinya bahwa kemampuan seseorang bisa diukur dari tingkat keterampilan dan

pengetahuan yang dimiliki dalam melaksanakan tugas yang dibebankan. Dengan


keterampilan yang ada maka pegawai akan berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas

hasil kerjanya.

Ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk mendukung seseorang

dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil yang maksimal (Robert

R.Katz, dalam Moenir 2008), yaitu:

1. Technical Skill (Kemampuan Teknis) Adalah pengetahuan dan penguasaan

kegiatan yang bersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang

menyangkut pekerjaan dan alat-alat kerja.

2. Human Skill (Kemampuan bersifat manusiawi) Adalah kemampuan untuk

bekerja dalam kelompok suasana di mana organisasi merasa aman dan bebas

untuk menyampaikan masalah.

3. Conceptual Skill (Kemampuan Konseptual)

Adalah kemampuan untuk melihat gambar kasar untuk mengenali adanya unsur

penting dalam situasi memahami di antara unsur-unsur itu.

Menurut pengertian diatas, kemampuan teknis yang dimaksud adalah seorang

siswa di dalam mengorganisasi harus mampu dalam penguasaan terhadap metode pelajar

yang ada. Artinya bahwa seorang pegawai yang mempunyai kemampuan teknis yang

meliputi prosedur kerja, metode belajar dan alat-alat yang ada seperti yang telah dinilai

dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga lebih maksimal.

Secara kodrati, manusia memiliki potensi dasar yang secara esensial

membedakan manusia dengan hewan, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak. Sekalipun

demikian, potensi dasar yang dimilikinya itu tidaklah sama bagi masing-masing manusia.

Terdapat keunikan-keunikan yang ada pada diri manusia. Pertama, manusia berbeda

dengan makhluk lain, seperti binatang ataupun tumbuhan. Perbedaan tersebut karena
kondisi psikologisnya. Kedua, baik secara fisiologis maupun psikologis manusia

bukanlah makhluk yang statis, akan tetapi makhluk yang dinamis, makhluk yang

mengalami perkembangan dan perubahan. Ia berkembang khususnya secara fisik dari

mulai ketidakmampuan dan kelemahan yang dalam segala aspek kehidupannya

membutuhkan bantuan orang lain, secara perlahan berkembang menjadi manusia yang

mandiri. Ketiga, dalam setiap perkembangannya manusia memiliki karakter yang

berbeda.

Kecakapan bersifat manusiawi disini merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

pegawai dalam bekerja dengan team work atau kelompok kerja, yakni dalam bekerja

sama dengan sesama anggota organisasi. Hal ini penting sekali karena jika menutup diri

maka tidak akan mencapai hasil kerja yang maksimal. Jadi kemampuan dalam

berkomunikasi mengeluarkan ide, pendapat bahkan di dalam penerimaan pendapat

maupun saran dari orang lain dapat menjadi faktor keberhasilan melaksanakan tugas yang

baik. Kemampuan yang ketiga adalah kemampuan konseptual, kemampuan disini

bagaimana seorang pegawai apabila sebagai decision maker dalam menganalisis dan

merumuskan tugas-tugas yang diembannya. Dengan kemampuan konseptual ini maka

pekerjaan dapat terarah dan berjalan dengan baik karena dapat memilih prioritas-prioritas

pekerjaan mana yang harus didahulukan dan sebelum bekerja cenderung menggunakan

skala prioritas.

b. Kemampuan awal

Rogers Peserta didik merupakan sumber daya utama dan terpenting dalam

proses pendidikan. Peserta didik bisa belajar tanpa guru. Sebaliknya, guru tidak bisa

mengajar tanpa peserta didik. Karenanya kehadiran peserta didik menjadi keniscayaan

dalam proses pendidikan formal atau pendidikan yang dilambangkan dengan menuntut

interaksi antara pendidik dan peserta didik.


Kemampuan awal adalah kemampuan yang telah diperoleh siswa sebelum dia

memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan

status pengetahuan dan keterampilan siswa sekarang untuk menuju ke status yang akan

datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh siswa. Dengan kemampuan ini dapat

ditentukan dari mana pengajaran harus dimulai. Kemampuan terminal merupakan arah

tujuan pengajaran diakhiri. Jadi, pengajaran berlangsung dari kemampuan awal sampai ke

kemampuan terminal itulah yang menjadi tanggung jawab pengajar.

Esensinya tidak ada peserta didik di muka bumi ini benar-benar sama. Hal ini

bermakna bahwa masing-masing peserta didik memiliki karakteristik tersendiri.

Karakteristik peserta didik adalah totalitas kemampuan dan perilaku yang ada pada

pribadi mereka sebagai hasil dari interaksi antara pembawaan dengan lingkungan

sosialnya, sehingga menentukan pola aktivitasnya dalam mewujudkan harapan dan

meraih cita-cita. Karena itu, upaya memahami perkembangan peserta didik harus

dikaitkan atau disesuaikan dengan karakteristik siswa itu sendiri.

Utamanya, pemahaman peserta didik bersifat individual, meski pemahaman atas

karakteristik dominan mereka ketika berada di dalam kelompok juga menjadi penting.

Ada empat hal dominan dari karakteristik siswa.

a. Kemampuan dasar seperti kemampuan kognitif atau intelektual.

b. Latar belakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, agama dll.

c. Perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dll

d. Cita-cita, pandangan ke depan, keyakinan diri, daya tahan,dll


Identifikasi kemampuan awal adalah salah satu upaya para guru yang dilakukan

untuk memperoleh pemahaman tentang; tuntutan, bakat, minat, kebutuhan dan

kepentingan peserta didik, berkaitan dengan suatu program pembelajaran tertentu.

Tahapan ini dipandang begitu perlu mengingat banyak pertimbangan seperti; peserta

didik, perkembangan sosial, budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

kepentingan program pendidikan/ pembelajaran tertentu yang akan diikuti peserta didik.

Identifikasi kemampuan awal bertujuan:

a. Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan

kemampuan serta karakteristik awal siswa sebelum mengikuti program

pembelajaran tertentu.

b. Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan, serta kecenderungan

peserta didik berkaitan dengan pemilihan program-program pembelajaran

tertentu yang akan diikuti mereka.

c. Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu

yang perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.

Teori Gardner, sebuah pendekatan yang relatif baru yaitu teori Kecerdasan

ganda (Multiple Intelligences), yang menyatakan bahwa sejak lahir manusia memiliki

jendela kecerdasan yang banyak. Ada delapan jendela kecerdasan menurut Gardnerd pada

setiap individu yang lahir, dan kesemuanya itu berpotensi untuk dikembangkan. Namun

dalam perkembangan dan pertumbuhannya individu hanya mampu paling banyak empat

macam saja dari ke delapan jenis kecerdasan yang dimilikinya. Kecerdasan tersebut yaitu

a. Kecerdasan Verbal/bahasa (Verbal/linguistic intelligence)

b. Kecerdasan Logika/Matematika (logical/mathematical intelligence)

c. Kecerdasan visual/ruang (visual/ spatial intelligence)


d. Kecerdasan tubuh/gerak tubuh (body/kinestetic intelligence)

e. Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhytmic intelligance)

f. Kecerdasan interpersonal (interpesonal inteligance)

g. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence).

h. Kecerdasan Naturalis (naturalistic Intelligence).

Dengan teori ini maka terjadi pergeseran paradigma psikologis hierarki menjadi

pandangan psikologis diametral. Tidak ada individu yang cerdas, bodoh, sedang, genius,

dan sebagainya, yang ada hanyalah kecerdasan yang berbeda.

Untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat

melakukan tes awal (pre-test) untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik tersebut.

Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan kurikulum.

Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi dan memberikan kuesioner

kepada peserta didik, guru yang mengetahui kemampuan peserta didik atau calon peserta

didik, serta guru yang biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik untuk mengidentifikasi

karakteristik siswa adalah dengan menggunakan kuesioner, interview, observasi dan tes.

Latar belakang siswa juga perlu dipertimbangkan dalam mempersiapkan materi yang

akan disajikan, di antaranya yaitu faktor akademis dan faktor sosial :

1) Faktor akademis adalah Faktor-faktor yang perlu menjadi kajian guru adalah

jumlah siswa yang dihadapi di dalam kelas, rasio guru dan siswa menentukan

kesuksesan belajar. Di samping itu, indeks prestasi, tingkat inteligensi siswa juga

tidak kalah penting

2) Faktor sosial adalah Usia kematangan (maturity) menentukan kesanggupan untuk

mengikuti sebuah pembelajaran. Demikian juga hubungan kedekatan sesama

siswa dan keadaan ekonomi siswa itu sendiri mempengaruhi pribadi siswa

tersebut
Mengidentifikasi kemampuan awal dalam pengembangan program

pembelajaran sangat perlu dilakukan, yaitu untuk mengetahui kualitas perseorangan

sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan

pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi

belajar, gaya belajar kemampuan berfikir, minat dll

Hasil kegiatan mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik siswa akan

merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem instruksional yang sesuai

untuk siswa. Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, masalah heterogen siswa dalam

kelas dapat diatasi, setidak-tidaknya banyak dikurangi.

c. Minat Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:132) “minat adalah kecenderungan

yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas.

Seseorang yang berminat terhadap aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu

secara konsisten dengan rasa senang.”

Slameto (2010:180) menyatakan bahwa “Minat adalah suatu rasa lebih

suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

menyuruh.”

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berminat

terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan

rasa senang dikarenakan hal tersebut datang dari dalam diri seseorang yang

didasarkan rasa suka dan tidak adanya paksaan dari pihak luar. Dengan kata lain,

minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau

aktivitas, tanpa ada yang memaksa.


Seorang siswa yang berminat terhadap sesuatu yang diminati itu sama

sekali tidak akan menghiraukan sesuatu yang lain. Menurut Jacob W. Getels,

(dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2008:75)

“an interest is a characteristic dispositition, organized trough experience,

wich impels an individual to seek out particular object, activies, understanding,

skiil, or goals for attention or acquisition”.

Dengan demikian minat dapat diartikan sebagai kecenderungan sifat yang

terorganisir berdasarkan dari pengalaman seseorang, yang mendorong seseorang

atau individu untuk mencari keterangan atau fakta-fakta dari sebuah objek,

aktivitas atau kegiatan, pemahaman, skill, tujuan perhatian atau murni ingin mahir

dalam hal tertentu.

Minat merupakan perasaan yang didapat karena berhubungan dengan

sesuatu. Minat terhadap sesuatu itu dipelajari dan dapat mempengaruhi belajar

selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi, minat

terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan cenderung mendukung aktivitas

belajar berikutnya. Oleh karena itu minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas

belajar. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Syaiful Bahri Djamarah

(2008:133):

Anak didik yang berminat terhadap suatu pelajaran akan mempelajari

dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Anak didik mudah

menghapal yang menarik minatnya. Proses belajar akan berjalan dengan lancar

bila disertai dengan minat. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat

membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentangan waktu tertentu.


Dari beberapa definisi minat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan

bahwa minat adalah kecenderungan individu (siswa) untuk memusatkan perhatian

rasa lebih suka dan rasa ketertarikan terhadap suatu objek atau situasi tertentu

dalam hal ini adalah belajar.

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Model Pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping) Terhadap

Minat Belajar Siswa

Didalam kegiatan belajar dan pembelajaran, salah satu faktor yang

menentukan tercapainya tujuan pelajaran adalah model pembelajaran. Oleh karena

itu guru harus memilih model mana yang paling efektif dan mampu menempatkan

siswa sebagai subyek didik untuk berpikir secara analitis dan kritis serta melatih

siswa untuk terampil menemukan dan memecahkan masalah.

Model pembelajaran peta konsep (mind mapping) memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berbuat secara aktif dan kreatif mencari jawaban

atas masalah-masalah yang dihadapi dan menarik kesimpulan sendiri melalui

proses alamiah, kritis, logis, dan sistematis. Dengan kata lain siswa diberi

kesempatan untuk belajar mengembangkan potensinya dalam jalinan kegiatan

atau yang dipelajarinya sendiri untuk menyusun sesuatu. Cara ini akan lebih

mendorong siswa untuk meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara

bebas. siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas berpikirnya

baik secara individu maupun kelompok, sehingga siswa akan lebih bersemangat

yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi atau hasil belajarnya.


Model pembelajaran peta konsep (mind mapping) mempunyai ciri-ciri

diantaranya : 1) Sangat membantu kita dalam mengingat catatan atau konsep yang

kita buat dengan sesuatu hal yang sudah kita dapatkan tapi membutuhkan waktu

untuk di mengerti. 2) Jika memberi atau menerima penjelasan arah lebih suka

memakai peta atau gambar. 3) Aktivitasnya kreatif : menulis, menggambar, dan

merancang. 4) Mempunyai ingatan visual yang bagus disaat kita meninggalkan

sesuatu hal dalam beberapa hari. 5) Menarik perhatian orang dalam proses

pembelajaran. 6) Mempersingkat waktu dalam membuat suatu catatan.. Dari

keenam ciri-ciri Model pembelajaran peta konsep (mind mapping) tersebut, maka

peranan kreativitas belajar yang tinggi dari siswa akan sangat menentukan

keberhasilan siswa dalam belajar.

Pembelajaran peta konsep (mind mapping) merupakan bagian inti dari kegiatan

pembelajaran berbasis konstruktivisme. Membangun pemahaman mereka sendiri dari

pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal. Pengetahuan dan keterampilan yang

diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil

dari penemuan sendiri.

Model pembelajaran peta konsep (mind mapping) dirancang untuk mengajak

siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah ke dalam waktu yang relatif singkat. Guru

berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

belajar secara aktif Kaitannya dengan belajar mengajar Richard Schuman menyatakan

model pembelajaran peta konsep (mind mapping) merupakan cara mengajar yang

dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa siswa memiliki kemampuan untuk percaya

diri sendiri dengan cara berpikir dan belajar sendiri sehingga mampu menemukan
jawaban dan analisisnya sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh Jerome Bruner, Bruner

menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif

oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik.

Dalam pembelajaran konvensional, kegiatan pembelajaran lebih banyak

didominasi oleh guru. Dengan model ceramah guru menyampaikan materi pelajaran dan

memaparkan prosedur menyelesaikan suatu soal, siswa mendengar dan mencatat apa

yang disampaikan oleh guru. Siswa cenderung pasif, pembelajaran terkesan

membosankan, demikian pula saat menyelesaikan soal latihan hanya sedikit terjadi

proses diskusi siswa cenderung menunggu jawaban dari temannya atau menunggu

pembahasan dari guru. Jika ada tugas kelompok, tanggung jawab lebih banyak diserahkan

kepada siswa yang mempunyai kemampuan lebih pada kelompok tersebut. Dengan

demikian hasil belajar optimal untuk setiap siswa sangat sulit dicapai sehingga materi

pelajaran sangat mungkin hanya dimiliki oleh siswa yang cerdas saja.

Berdasarkan uraian diatas, maka penerapan model pembelajaran peta konsep

(mind mapping) diperkirakan lebih bermanfaat dan efektif dalam pencapaian hasil belajar

matematika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

2. Pengaruh Kemampuan Awal terhadap Minat Belajar Siswa

Keberhasilan mata pelajaran Matematika sangat ditentukan oleh

kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh

banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah minat belajar siswa.

Minat merupakan dorongan atau keinginan dalam diri seseorang pada objek

tertentu. Misalnya, minat terhadap pelajaran, olahraga, atau hobi. Minat bersifat

pribadi (individual). Artinya, setiap orang memiliki minat yang bisa saja berbeda

dengan minat orang lain. Minat berkaitan erat dengan motivasi seseorang, sesuatu
yang dipelajari. serta dapat berubah-ubah tergantung pada kebutuhan,

pengalaman, dan mode yang sedang trend, bukan bawaan sejak lahir. Faktor yang

mempengaruhi munculnya minat seseorang tergantung pada kebutuhan fisik,

sosial, emosi, dan pengalaman. Minat diawali oleh perasaaan senang dan sikap

positif.

Segala kegiatan yang tidak dilakukan dengan suatu yang tidak disukai maka

akan mengakibatkan rendahnya kualitas prestasi, dan bisa juga dilihat dari seorang

guru apabila dalam mengajar guru tidak menyenangkan maka siswa merasa bosan,

sehingga dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat seseorang akan

mendapatkan kesenangan tersendiri yang dapat menimbulkan motivasi begitu juga

dalam pembelajaran matematika.

Kemampuan awal terhadap minat belajar belajar untuk keberhasilan belajar

siswa, juga berpengaruh terhadap minat belajar siswa. Selain dari faktor siswa itu

ada juga faktor dari luar yaitu cara mengajar guru. Ini biasanya untuk

menumbuhkan minat siswa yang tidak aktif, yang tidak memiliki tekad dalam

dirinya sendiri untuk menjadi orang yang berhasil atau tidak memiliki motivasi

untuk belajar. Disini peran guru sangat penting, guru dapat memberikan dorongan

untuk menumbuhkan minat belajar siswa dengan cara mengajar yang

menyenangkan, dan memberikan motivasi atau dorongan dengan arahan-arahan

motivasi yang dapat menumbuhkan minat belajar pada diri siswa.


3. Pengaruh Interaksi Model Pembelajaran Peta Konsep (Concept

Mapping) Dan Kemampuan Awal Terhadap Minat Belajar Siswa

Penerapan model pembelajaraan Peta Konsep (Concept Mapping) pada

kegiatan pembelajaran Matematika menuntut keterlibatan siswa secara aktif dan

lebih berperan dalam pembelajaran baik sikap maupun mentalnya. Selain itu juga

memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk dapat memahami konsep

materi pelajaran Matematika sampai dengan tahap analisis dan model pemecahan

masalahnya. Minat dari siswa akan sangat menunjang dalam melakukan kegiatan-

kegiatan pembelajaran, sehingga dengan kemampuan atau pengetahuan yang

dimiliki siswa akan berusaha menyelidiki sampai menemukan jawaban dari apa

yang belum diketahuinya. Model pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping)

dalam pembelajaran Matematika memiliki kecenderungan lebih cocok bagi siswa

yang memiliki minat, karena siswa akan tertantang atau tertarik untuk menemukan

ide-ide baru. Keberhasilan dalam menemukan konsep baru merupakan

kebanggaan bagi siswa sehingga lambat laun keberhasilan belajar Matematika

siswa akan meningkat

Pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran Peta

Konsep (Concept Mapping) siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif

mereka sendiri maupun dalam kelompoknya. Guru mendorong siswa untuk memiliki

pengalaman belajar yang bersifat penemuan yang memungkinkan siswa dapat

memperoleh informasi dan keterampilan baru dari pelajaran sebelumnya. Belajar dengan

penyelidikan konsep-konsep berdasarkan data yang diperoleh membutuhkan kreativitas

yang tinggi dari para siswanya untuk meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran

Matematika. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua siswa dalam satu kelompok
mempunyai kreativitas dan kemampuan yang sama, sehingga siswa yang mempunyai

minat yang rendah akan cenderung menghambat perkembangan belajar anggota

kelompok yang lain.

Berdasarkan uraian diatas, diduga bahwa: (a) Siswa yang mempunyai kreativitas

belajar tinggi dalam kegiatan pembelajaran Matematika dengan menerapkan model

pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping) akan mempunyai hasil belajar lebih baik

jika dibandingkan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan minat belajar

terhadap hasil belajar Matematika (b) Siswa yang mempunyai minat belajar kegiatan

pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran konvensional akan

mempunyai prestasi yang lebih baik dibandingkan menerapkan model pembelajaran

konvensional dengan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar Matematika. (c) Siswa

yang mempunyai minat dalam kegiatan pembelajaran Matematika dengan menggunakan

model pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping)akan mempunyai interaksi yang

lebih baik dibandingkan dengan menerapkan model pembelajaran Peta Konsep (Concept

Mapping) pada siswa dengan minat rendah terhadap hasil belajar Matematika. Dengan

demikian peneliti menduga ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan minat

belajar siswa terhadap hasil belajar Matematika.


Berdasarkan ketiga hal tersebut diatas, maka kerangka berpikir dalam

penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Model Pembelajaran
peta konsep

Model Pembelajaran
(Konvensional)

Minat belajar

Kemampuan awal

Kemampuan awal

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, dapat

disajikan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh model pembelajaran peta konsep (Concept

Mapping) terhadap Minat Belajar

2. Terdapat pengaruh kemampuan awal terhadap Minat Belajar

3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan model pembelajaran dan

kemampuan awal siswa terhadap Minat Belajar


Daftar Pustaka:

Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. (2011). Strategi Belajar Mengajar:


Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika
Aditama.

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Supriono. (2008). Penerapan model pembelajaran kooperatif peta konsep untuk


meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Paper dipublikasikan pada
Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 3, No.2 tahun 2008. Diunduh pada
tanggal 28 April 2013 dari http://jurnaljpi.files.wordpress.com

Buzan, Tony, (2008). Buku Pintar Mind Map. Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka
Utama, Cet. VI.
Gravemeijer. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CD-β
Press/ Freudenthal Institute.

Anda mungkin juga menyukai