Anda di halaman 1dari 9

 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam Akrilat
Asam akrilat adalah senyawa organik dengan rumus C3H4O2 yang dikenal
dengan nama lain acroleic acid, 2-propenoic acid, vinilformic acid, propene acid dan
ethylenecarboxylic acid. Asam ini merupakan asam karboksilat yang paling
sederhana yang terdiri dari gugus vinil terhubung langsung ke terminal asam
karboksilat. Berupa cairan tak berwarna yang memiliki bau tajam atau khas yang
larut dalam air , alkohol , eter , dan kloroform . Lebih dari satu miliar kilogram asam
akrilat yang diproduksi setiap tahunnya (Anonim, 2012).
Asam akrilat merupakan bahan kimia industri yang penting karena
merupakan bahan kimia intermediate yang banyak digunakan dalam proses-proses
produksi pada industri dan produk-produk konsumen.
Ada dua penggunaan utama untuk asam akrilik. Yang pertama adalah dengan
menggunakan asam akrilik sebagai intermediate bahan kimia dalam produksi ester
akrilat dan resin. Ester akrilat meliputi etil akrilat, butil akrilat, metil akrilat, dan 2-
etilheksil akrilat. Mereka kemudian dipolimerisasi dan menjadi bahan dalam
formulasi cat, pelapis, tekstil (tenun dan non-woven), perekat, polis, dan plastik.
Metil akrilat juga digunakan dalam pembuatan vitamin B1.
Penggunaan kedua asam akrilat adalah sebagai sebuah blok bangunan dalam
produksi polimer asam poliakrilat. Polimer-polimer ini merupakan jenis cross-linked
poliacrilat dan absorben dengan kemampuan untuk menyerap dan mempertahankan
lebih dari seratus kali berat mereka sendiri. Mereka digunakan untuk membuat
popok, dan produk kesehatan feminin. Asam akrilat juga digunakan dalam produksi
polimer dan deterjen dalam produksi flokulan yang digunakan dalam pengelolaan air
limbah pabrik (Solventis,2010).

2.2 Proses-Proses Umum Pembuatan Asam Akrilat


Pembuatan asam akrilat secara umum, yaitu:
1. Reaksi Stoikiometri Karbonil

Universitas Sumatera Utara


 

Reaksi sangat cepat pada tekanan atmosfer dan suhu ringan. Hidrogen yang
ditunjukkan dalam persamaan yang menyertainya tidak muncul dalam bentuk
gas tetapi dikonsumsi oleh reaksi samping.
2. Reaksi Karbonil
Bahan baku dasar dalam penyusunan asam akrilat dengan reaksi karbonil
adalah asetilena karbon monoksida (diberikan sebagai atau dalam bentuk
karbonil nikel), dan air.
3. Etilen Cyanohidrin
Proses ini dilakukan dengan mereaksikan etilen dengan asam sianida (HCN)
menggunakan katalis basa. Selanjutnya dilakukan hidrolisis dengan asam kuat.
C2H4O + HCN → HOCH2CH2CN→ CH2=CHCO2H
Namun dalam perkembangannya, proses ini tidak digunakan kembali karena
alasan penanganan limbah HCN dan asam kuat (Mc.Ketta, 1978).
4. Metode Propiolactone
Metode komersial didasarkan pada polimerisasi propiolactone dan distilasi
polimer ini untuk membentuk asam akrilat.
5. Karbonil Reaksi Katalitik:
Reaksi katalitik membutuhkan suhu tinggi dan tekanan superatmospheric.
Garam nikel atau kompleks daripadanya digunakan sebagai katalis.
6. Metode Propylene
Proses baru ini melibatkan oksidasi dari propilen menjadi asam hydroxy
propionic: Oksida nitrogen atau asam nitrat bertindak sebagai katalis dalam
reaksi. Setelah dehidrasi menghasilkan asam akrilat. Alternatif lain adalah
oksidasi katalitik menjadi akrolein, CH2CHCHO, dan kemudian menjadi asam
akrilat dengan oksigen dan katalis logam tertentu seperti Mo, Co, atau Fe.
7. Metode Vinyl Grignard
Sintesis yang menarik ini melibatkan penggunaan karboksilasi reagen Grignard
terkenal untuk membentuk asam akrilat (Prasad dan Kumar, 2008).

2.3 Sifat – Sifat Bahan Baku dan Produk


2.3.1 Sifat-Sifat Bahan Baku
A. Propilen
1. Berat molekul : 42gr/mol

Universitas Sumatera Utara


 

2. Titik didih : 225,4 K (-47,70C)


3. Titik beku : 87,9 K
4. Temperature kritis : 365 K
5. Tekanan kritis : 4,6 MPa
6. Volume kritis : 181 cm3/mol
7. Densitas cairan pada 223K : 0,612 gr/cm3
8. Entalpi pembentukan : 20,42 kJ/mol4
9. Wujud : gas
(Kirk- Orthmer, 1998)
B. Nitrogen (N2)
1. Berat molekul : 28,0134 gram/mol
2. Fasa cair : densitas cairan (1,013 bar pada titik didih)
: 808,607 kg/m3
titik didih (1,013 bar) : 195,90C
3. Titik kritis : suhu kritis: -1470C
tekanan kritis : 33,9999 bar
4. Fasa gas : tidak berwarna, tidak berbau
densitas (1,013 bar pada titik didih) :
4,61kg/m3
densitas (1,013 bar dan 150C) : 1,185 kg/m3
faktor kompresibilitas (1,013 bar dan 150C) :
0,9997
volume spesifik (1,013 bar dan 210C) :
0,862 m3/kg
5. Kelarutan dalam air : (1,013 bar dan 00C) : 0,0234 vol/vol
6. Konsentrasi dalam udara : 78,08 % vol
(Air liquide, 2009; Air Products and Chemicals, Inc., 1994)

C. Oksigen (O2)
1. Kondisi fisik pada 200C : gas
2. Warna : gas tidak berwarna
3. Berat molekul : 32 gram/mol

Universitas Sumatera Utara


 

4. Titik leleh (00C) : -219


5. Titik didih (00C) : -183
0
6. Temperatur kritis (0 C) : -118
7. Densitas relatif, gas (udara=1) : 1,1
8. Densitas relatif, cairan (air=1) : 1,1
9. Kelarutan dalam air (mg/l) : 39
10. Kisaran flammability (% vol dalam udara) : oksidator
(Air Liquide Australia Limited, 2010)

2.3.2 Sifat-Sifat Produk


A. Air (H2O)
1. Berat molekul : 18 gram/mol
2. Rumus molekul : H2O
3. Bentuk fisik : cairan jernih, tidak berwarna
4. Bau : tidak berbau
5. Kelarutan : sempurna (100%)
6. Spesifik graviti : 1,00
7. pH :7
8. % volatil volume @ 210C (70F) : 100
9. Titik didih : 1000C (212F)
10. Titik leleh : 00C (32F)
11. Densitas uap : tidak dipakai (udara=1)
12. Tekanan uap : 17,5 mmHg @ 200C (68F)
(Mallinckrodt Baker Inc, 1999)
B. Karbon dioksida (CO2)
1. Kondisi fisik pada 200C : liquefied gas
2. Warna : tidak berwarna
3. Bau : tidak memiliki karakteristik peringatan
dalam hal bau
4. Berat molekul : 44 gram/mol
0
5. Titik leleh (0 C) : -56,6
6. Titik didih (00C) : -78,5 (s)

Universitas Sumatera Utara


 

7. Temperatur kritis (00C) : 30


8. Tekanan uap (200C) : 57,3 bar
9. Densitas relatif, gas (udara=1) : 1,52
10. Densitas relatif, cairan (air=1) : 1,03
11. Kelarutan dalam air (mg/l) : 2000
(Air Liquide Australia Limited, 2010)
C. Asam Asetat (CH3COOH)
1. Berbentuk cairan tidak berwarna atau kristal
2. Bersifat higroskopis
3. Berat molekul : 60,05 gr/mol
4. Spesific gravity : 1,04920/4
5. Melting point : 16,7 0C
6. Boiling point : 118,1 0C
7. Keasaman (pKa) : 4,76 pada 25 0C
(Perry’s Chemical Engineers Handbook, 2008)

D. Akrolein (C3H4O)
1. Berbentuk cairan tidak berwarna atau kekuning-kuningan.
2. Berbau tajam dan pedas
3. Larut dalam pelarut-pelarut organic ( alkohol, keton, benzene, dll)
4. Berat molekul : 56,06 g/mol
5. Spesific gravity : 1,04920/4
6. Melting point : -87,7 0C
7. Boiling point : 52,6 0C
8. Density at 200C : 0,840 g/cm3
9. Kelarutan dalam air pada 250C : 2,12 x 106 mg/l
(Anonim, 2007)
E. Asam Akrilat (C3H4O2)
1. Berbentuk cairan tidak berwarna.
2. Berbau tajam dan pedas
3. Mudah terbakar
4. Berat molekul : 72,064 g/mol
5. Suhu kritis : 3800C

Universitas Sumatera Utara


 

6. Tekanan kritis : 56,6 bar


7. Viskositas 250C : 1,149 mPa.s
8. Boiling point : 52,6 0C
9. Density at 300C : 1,04 g/ml
(Budavari, 1996)

2.4 Pemilihan Proses


Berbagai metode untuk pembuatan asam akrilat telah disebutkan di atas. Cara
yang menarik untuk dikomersialkan harus memperhatikan biaya bahan baku dan
pemanfaatan yang rendah, investasi dan biaya operasi tidak berlebihan, dan biaya
pembuangan limbah yang minimal. Peninjauaan waktu beberapa tahun ke depan
untuk melakukan proses pengembangan dan perencanaan konstruksi penting
dilakukan dalam periode yang memungkinkan ketersediaan bahan baku hidrokarbon
yang berubah dengan cepat dan secara signifikan. Biaya gas alam diperkirakan
meningkat ketika pasokan menurun. Pasokan asetilen sedikit dengan meningkatnya
biaya dalam dekade berikutnya kecuali dikembangkan teknologi baru dengan
memanfaatkan batubara. Oleh karena itu, pembuatan asam akrilat dengan metode
asetilena akan semakin tidak ekonomis. Biaya etilen, tergantung pada minyak
mentah yang diperkirakan meningkat, walaupun tidak tajam. Propilen merupakan
produk sampingan dari pembuatan etilen dalam volume besar dengan bahan baku
minyak bumi. Dari beberapa bahan baku yang digunakan, pemanfaatan propilen
akan lebih ekonomis dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia lainnya
(polipropilen, akrilonitril, propilen oksida, isopropanol). Oleh karena itu, meskipun
biaya dari propilena diperkirakan akan meningkat, pastinya akan berada pada tingkat
yang lebih lambat dari kenaikan untuk salah satu bahan baku lainnya. Proses yang
paling ekonomis untuk pembuatan asam akrilat didasarkan pada oksidasi dua tahap
fase uap propilen menjadi asam akrilik. Proses oksidasi propilena menarik karena
ketersediaan katalis sangat aktif dan selektif dan biaya yang relatif rendah dari
propilena (Prasad dan Kumar, 2008).

2.5 Deskripsi Proses

Universitas Sumatera Utara


 

Berdasarkan uraian sebelumnya maka digunakan proses oksidasi propilen


dengan 2 tahapan reaksi hingga menghasilkan asam akrilat. Pada reaksi 1, propilen
dioksidasi menghasilkan akrolein dengan produk samping air (H2O), asam akrilat
(C3H4O2), karbondioksida (CO2) dan asam asetat (CH3COOH). Selanjutnya, pada
reaksi 2 akrolein dioksidasi menghasilkan asam akrilat dengan produk samping asam
asetat (CH3COOH) dan karbondioksida (CO2).
Reaktor oksidasi (I) yang digunakan adalah catalytic fixbed reactor dengan
kondisi operasi suhu 355 0C dan tekanan 5 atm. Catalytic fixbed reactor dapat
didefinisikan sebagai suatu tube silindrikal yang dapat diisi dengan partikel-partikel
katalis. Selama operasi, gas akan melewati tube dan partikel-partikel katalis,
sehingga akan terjadi reaksi. Catalytic fixbed reactor adalah reaktor yang dalam
prosesnya mempunyai prinsip kerja pengontakan langsung antara pereaktan dengan
partikel-partikel katalis.
Bahan baku berupa propilen, udara, dan steam dengan perbandingan
1:7:0,746. Propilen yang disimpan dalam fasa cair (30 0C, 13 atm) disesuaikan
dengan tekanan operasi (-4,63 0C, 5 atm), saturated steam (151,8 0C, 5 atm), udara
yang mengandung 21 % oksigen dan nitrogen 79 % (300C, 1 atm) dikompres hingga
tekanan operasi (250,6 0C, 5 atm) kemudian dicampur pada mixing point I (M-101)
dengan keluaran suhu 72,5 0C dan tekanan 5 atm . Campuran gas tersebut dipanaskan
dalam heat exchanger (E-101) kemudian diumpankan ke reaktor 1 (R-101). Berikut
ini adalah reaksi yang terjadi di reaktor 1:
C3H6 + O2 C3H4O + H2O (reaksi utama)

C3 H6 +3/2O2 C3 H4O2 + H2O (reaksi samping)

C3 H6 + 5/2 O2 C2H4O2 + CO2+ H2O (reaksi samping)

Keoptimalan hasil reaksi oksidasi ini sangat dipengaruhi oleh penggunaan


katalis yang sesuai. Katalis yang digunakan pada reaktor I (R-101) adalah
molybdenum bismuth menghasilkan konversi propilen secara keseluruhan 100 %
dengan konversi membentuk akrolein 70% dan 11% membentuk asam akrilat.
Selanjutnya, produk dari reaktor 1 diturunkan suhunya hingga 300C dengan cooler
(HE-103) untuk dipisahkan di knock out drum (SP-101). Knock out drum
memisahkan campuran uap (O2, N2, CO2) dan cairan (H2O, C3H4O, C3H4O2,

Universitas Sumatera Utara


 

CH3COOH) dengan prinsip kerja yang memanfatakan gaya gravitasi mengakibatkan


cairan jatuh ke bawah, sedangkan uap bergerak ke atas pada laju desain minimum
entrainment butiran cairan ke dalam uap
Cairan hasil bawah dari knock out drum dicampur dengan udara pada mixing
point II menghasilkan kondisi suhu 44 0C dan tekanan 5 atm. Kemudian campuran
dipanaskan pada heat exchanger (E-102) yang memanfaatkan suhu keluaran reaktor I
(R-101) hingga kondisi operasi reaktor II (R-102) dengan suhu 300 0C dan tekanan 5
atm. Pada reaktor 2 berlangsung 2 reaksi, yakni :
C3H4O + 1/2 O2 C3 H4O2 (reaksi utama)

C3H4O + 3/2 O2 C2H4O2 + CO2 (reaksi samping)


Pada reaksi kedua, katalis yang digunakan adalah molybdenum vanadium
menghasilkan konversi akrolein 100 % dengan yield asam akrilat 97,5 %. Kedua
tahapan reaksi bersifat eksotermis sehingga air pendingin diperlukan pada masing-
masing reaktor untuk menjaga agar suhu pada reaktor konstan. Produk dari reaktor
kedua berupa asam akrilat (C3H4O2), asam asetat (C2H4O2) , air (H2O), nitrogen
(N2), oksigen (O2), dan karbodioksida (CO2) diturunkan suhunya hingga 300 C pada
cooler (E-105) untuk dipisahkan pada knock out drum (SP-102). Cairan hasil bawah
dari knock out drum (H2O, CH3COOH, C3H4O2) dipanaskan pada heat exchanger
(E-104) sebelum dipisahkan pada menara destilasi (D-101).
Perbedaan komposisi fasa cair dan fasa uap setiap zat dalam campuran pada
saat kesetimbangan atau perbedaan titik didih (boiling point)/tekanan uap (vapor
pressure) setiap zat dalam campuran pada kondisi operasi alat (Walas, 1988).
Perpindahan yang terjadi saat campuran mencapai kesetimbangan, zat dengan
komposisi fasa cair yang lebih banyak akan berada pada bagian bottom sedangkan
zat dengan komposisi fasa uap yang lebih banyak akan berada di bagian atas
(menguap) (Geankoplis, 1977).
Produk bottom kolom destilasi I (D-101) berupa asam akrilat 99,98 %
diturunkan suhunya hingga 300C pada cooler (E-106) untuk disimpan dalam tangki
penyimpanan produk (TT-101). Sedangkan produk atas kolom destilasi (H2O,
CH3COOH, C3H4O2) dipisahkan kembali di menara destilasi (D-102). Produk
bottom kolom destilasi II (D-102) berupa asam asetat 95 % diturunkan suhunya
hingga 300C untuk disimpan dalam tangki penyimpanan produk (TT-102).

Universitas Sumatera Utara


 

Sedangkan produk atas berupa air yang mengandung 0,03 % asam asetat dan
0,000142 % asam akrilat dialirkan untuk diolah di utilitas.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai