Anda di halaman 1dari 9

C.

ANALISA FAKTA

Dalam menganalisa fakta, dan dalam upaya mencari kebenaran materil kami
memandang perlu untuk menganalisa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan
dan relevansinya terhadap Dakwaan dan Requisitoir Jaksa Penunut Umum Untuk itu
sangat urgen untuk kita analisa fakta hukum dalam pembelaan kami, guna mencari
kebenaran materil, yaitu;

D. ANALISA YURIDIS
Sebelum kita memasukan ke unsur-unsur didalam pasal 2 ayat (1) UU RI No. UU
Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang diterapkan
oleh Penuntut Umum maka kami akan menjelaskan perbedaan pasal 2, 3 dan pasal 7
ayat(1) huruf b. UU RI No. UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Bunyi Pasal 2 ayat (1) UU RI No. UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi adalah
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara, atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
pencara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
denda paling sedikit 50.000.000,- (lima puluh jita rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000 (satu Miliar rupiah).
Bunyi pasal 3, setiap orang yang tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomiam negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu ) tahun paling lama 20 (dua puluh ) tahun dan atau denda
paling sedikit 50.000.000,- (limah puluh juta) paling banyak 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah)
Bunyi pasal 7 ayat (1), dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh ) tahun atau pidana denda paling sedikit 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan
paling banyak 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Bunyi pasal 7 ayat (1),huruf a, Pemborong, ahli bagunan yang pada waktu mebuat
bangunan, atau menjual barang bagunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Bunyi pasal 7 ayat (1),huruf b, setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Dari pasal2, 3,7 ayat(1) huruf b, RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 maka kami mendapatkan perbedaan dan
pengamatan masing-masing setiap pasal sebagai berikut :
Perbedaan pasal 2 dan pasal 3 adalah kalau pasal 2, harus dibuktikan jumlah harta
kekayaan seseorang diduga pelaku tindak pidana dan sesudah melakukan perbuatan
tindak pidana korupsi dilakukan jumlah harta kekayaannya menjadi bertambah, apakah
terjadi penambahan harta sebelum melakukan tindak pidana korupsi setelah
melakukan tindak korupsi dan dibuktikan dalam persidangan yang telah disusun dalam
surat dakwaan oleh Penuntut Umum.
Selain itu juga amat pasal 2, 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai subjek atau pelaku tindak
pidana korupsi itu adalah, kalau pasal 2 yang dimaksud setiap orang didalam pasal 2
adalah siapa saja orang atau korporasi yang diduga melakukan tindak pidan korupsi.
Sementara pasal 3 yang dimaksud dengan setiap orang adalah setiap orang yang
memiliki jabatan atau kedudukan yang ada padanya, yang diduga telah melakukan
tindak pidana korupsi. Selanjudnya UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah
dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 telah mengamanatkan bahwa bagi
pelaku tindak pidana korupsi yang karena jabatan atau kedudukan yang ada padanya
seperti PNS atau pejabat swasta lainya. Yang telah diatur pasal tersediri diatur dalam
UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20
Tahun 2001 yakni dalam pasal 3.
Sementara pasal 7 ayat (1) huruf a adalah setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Selanjudnya pasal 7 hurub a adalah
Pemborong, ahli bagunan yang pada waktu mebuat bangunan, atau menjual barang
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan
curang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara
dalam keadaan perang. Yang bersifat alternatif dimana tidak mesti dibuktikan seluruh
unsur pasal dibuktikan, apabila salah satu unsur pasal telah terbukti maka unsur telah
terpenuhi. Artinya tidak mesti dalam keadaan perang unsur ini dapat diterapkan. Maka
kami selaku penasehat hukum terdakwa menilai bahwa pasal bagi pengawas telah
jelas diatur pasal tersendiri yakni pada pasal 7 UU RI No. 31 tahun 2009 dan telah
diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001.

Bahwa Dalam DAKWAAN dan REQUISITOIRNYA Penempatan pasal 55


KUHP dirumuskan dalam pembuktian menjadi satu kesatuan baik dalam dakwaan
Kesatu maupun dakwaan kedua, sementara pasal 55 KUHP merupakan pasal yang
berbeda dari pada pasal 2 dan pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah
dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 maka Pada Pembuktian unsurnya,
Pembuktian dari pada pasal 55 KUHP harus dipisahkan, agar dapat dibedakan
Peranan dari pada Terdakwa apakah sebagai Pelaku dan atau sebagai turut serta dari
Pelaku, Untuk itu dalam analisis yuridis ini kami akan membedakan antara pelaku
tindak pidana korupsi dan yang meyuruh melakukan serta yang disuruh melakukan,
agar dalam penentuan perbuatan tersebut dapat kita lihat dasar pertimbangan untuk
memberikan putusan yang berdasarkan atas hokum, maka dengan demikian dalam
analisis yuridis ini sangat urgen untuk mencermati fakta fakta yang terungkap dalam
persidangan untuk dikontruksikan kedalam analisis yuridis, yaitu;

1. PADA DAKWAAN PRIMAIR :


Karena Terdakwa didakwaan dengan dakwaan Primair dalam surat Tuntutan
Penuntut Umum maka kami sebagai Penasehat Hukum Terdakwa akan
membuktikan terlebih dahulu apa Penuntut umum telah tepat menerapkan pasal 2
UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20
Tahun 2001 terhadap terdakwa atau tidak, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Setiap orang.
2. Secara melawan hukum
3. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi.
4. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
5. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan.

Ad. a. Unsur setiap orang.


Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang dalam ketentuan hukum pada
pasal ini adalah setiap orang yang diduga melakukan perbuatan tindak
pidana dan terhadap perbuatan tersebut telah ada bukti yang cukup dan
atau terpenuhinya unsure unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal
yang didakwakannya,

Bahwa yang dimaksud dengan unsure “setiap orang” dalam Pasal 2


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1
KUHP adalah siapa saja yang melakukan tindak pidana korupsi meliputi
perorangan atau korporasi yang dapat dimintakan pertanggungjwaban.
Meski bahwa dalam pasal 1 ayat (3) UU RI No. 31 tahun 1999 telah
menjelaskan pengertian setiap orang namun tidak dapat serta merta begitu
saja diterapkan setiap pasal UU tipikor karena pengertian setiap orang
setiap pasal jelas ada perbedaan seperti pasal 3 UU tipikor kita jumpai
bahwa setiap orang adalah harus orang tersebut memiliki jabatan atau
kedudukan yang melekat ada padanya.
Selanjudnya dalam tuntutan penuntut umum telah menyatakan bahwa
terdakwa telah terbukti melanggar pasal 2 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Hal ini penuntut
umum tidak sama sekali melihat bahwa terdakwa adalah seorang yang
memiliki jabatan atau kedudukan sebagai pengawas utama Dinas
Pekerjaan Umum di Provinsi Bengkulu bidang Bina Marga APBD 2016
berdasarkan SK. No. 602.1/397 /B.IV/DPU/2016 tahun 2016 tertanggal 12
Febuari 2016. Akan tetapi melihat secara umum bahwa terdakwa adalah
orang yang duduga melakukan tindak pidana korupsi yang dapat
dipertanggung jawabkan tanpa melihat jabatan atau kedudukan kapasitas
terdakwa dan jabatan atau kedudukan terdakwa sebagai pengawas utama.
Akan tetapi sebenarnya Bahwa mulai dari penyidikan hingga bergulir
dipersidangan bahwa terdakwa adalah diduga melakukan tindak korupsi
karena terdakwa adalah seseorang yang terlibat dalam proyek karena
jabatan terdakwa sebagai pengawas utama. Oleh karena itu unsur setiap
orang telah tepenuhi akan tetapi apakah terdakwa dapat
dipertanggungjawabkan harus dibuktikan dengan unsur lainnya.
Secara Melawan Hukum
Yang dimaksud dengan melawan hukum dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No.
31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan “Melawan hukum” dalam pasal ini, mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materiil. Melawan hukum dalam arti
formil merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, sedangkan melawan hukum dalam arti materiil adalah suatu
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tidak tertulis yang ada di
dalam masyarakat, seperti asas-asas umum yang berlaku di masyarakat. Berlakunya
putusan MK. No. 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 menegaskan bahwa
perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi diartikan sebagai melawan
hukum secara formil yaitu karena bertentangan dengan suatu aturan perundang-
undangan tertulis. Untuk itu bentuk perbuatan melawan hukum dalam suatu tindak
pidana korupsi sesuai UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001, yang
dimaksud hanya melawan hukum secara formil.namun untuk membuktikan unsur
melawan hukum harus memenuhi sifat melawan hukum formil atau materil yaitu harus
seluruh unsur delik telah tepenuhi, apabila semua unsur delik dalam tindak pidana
korupsi telah terpenuhi maka unsur melawan hukum telah terpenuhi. Oleh karena
unsur ini belum dapat dibuktikan karena harus dibuktikan unsur lainya terlebih
dahulu.apabila semua unsur lainya didalam UU tindak pidana korupsi telah terpenuhi
maka unsur melawan hukum telah terpenuhi dengan sendirinya.

Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Bahwa unsur tersebut bersifat alternatif, yang berarti cukup salah satu sub
unsur saja (apakah memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, atau
memperkaya suatu korporasi) yang perlu dibuktikan.
Yang dimaksud dengan “memperkaya” adalah suatu kondisi di mana tingkat
kemampuan materiil tertentu diri sendiri atau orang lain atau badan-badan hukum
menjadi meningkat atau bertambah nilainya dibandingkan sebelumnya yang
dilakukan dengan cara melawan hukum. Secara harfiah, pengertian
“memperkaya” adalah menjadikan bertambah kaya, sedangkan kaya artinya
mempunyai banyak harta (uang dan sebagainya).
Bertitik tolak pada pengertian diatas maka kami penasehat hukum terdakwa akan
membahas surat dakwaan hingga tuntutan penuntut umum apakah didalam surat
dakwaan penuntut umum telah membuktikan harta kekayaan terdakwan secara rill
dan apakah telah menghitung kekayaan terdakwan setelah diduga telah
melakukan tindak pidana korupsi.melihat surat dakwaan serta mengikuti
persidangan hingga mendengarkan tuntutan penuntut umum kepada seluruh
terdakwa bahwa penuntut umum tidak pernah membuktikan jumlah harta
kekayaan semua terdakwa baik sebelum terdakwa melakukan tindak pidana
korupsi hingga terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Maka
sangat sulit sekali untuk membuktikan jumlah pertambahan harta kekayaan setiap
terdakwa apabila harta seluruh terdakwa tidak pernah dihitung sama sekali maka
jelas unsur ini tidak dapat dibuktikan karena penuntut umum hanya membuktikan
mengenai uang sebesar 50.000.000,-, yang diserahkan oleh terdakwa Lie eng Jun
di hotel santika bengkulu pada tanggal 1 juli 2016, kemudian uang 26.000.000,;
yang diberikan Hifzan Efriwidianto pada tanggal 5 juni 2016, selanjudnya uang
menerima transfer 15.000.000 serta uang hasil pemotongan dari Antena sebesar
2.000.000,- telah dianggap telah memperkaya diri sendiri sementara menurut
terdakwa bahwa uang tersebut hanya terdakwa gunakan untuk operasinal
terdakwa bekerja sebagai pengawas proyek yang jauh di enggano sementara
honorium sekretaris panitia pelaksana kegiatan pembangunan hanya 350.000,-
perbulan. Dari uang tersebut tidak cukup untuk datang ke enggano serta
penginapan serta tranpot untuk melakukan pekerjaan pengawasan ke pulau
enggano tersebut. Dan semua uang tersebut sudah dihabiskan untuk pekerjaan
pengawasan tersebut, namum penuntut umum telah menilai uang tersebut sudah
dianggap telah terjadi pertambahan kekayaan terhadap terdakwa. Semetara juga
uang tersebut sudah terdakwa kembalikan sebesar 25.000.000 yang terdakwa
titipkan ke penuntut umum. Oleh karena itu unsur memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi tidak terbukti karena harta kekayaang masing-masing
semua terdakwa sebelum dan sesudah tidak pernah dihutung jumlahnya secara
rill oleh penuntut umum.
Unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pengertian “merugikan” adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi
berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur “merugikan
keuangan negara” adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara
atau berkurangnya keuangan negara . Didalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-
UndangNomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001
TentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi, disebutkan bahwa kata “dapat”
sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa
tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi
cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan
dengan timbulnya akibat.

Menurut R. Wiyono, menyatakan: “Yang dimaksud dengan “merugikan” adalah sama


artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang
dimaksudkan dengan unsur “merugikan keuangan negara” adalah sama artinya
dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.”
Pengertian “keuangan negara” menurut Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 Jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau
yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga negara, baik tingkat Pusat maupun di Daerah;
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan
Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan
perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Menurut R. Wiyono, menyatakan: “Dengan tetap berpegangan pada arti kata
“merugikan” yang sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, maka
apa yang dimaksud dengan unsur “merugikan perekonomian negara” adalah sama
artinya dengan perekonomian negara menjadi rugi atau perekonomian negara
menjadi kurang berjalan.”

Pengertian “perekonomian negara” menurut Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999


Jo Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang
didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh
kehidupan rakyat.
untuk itu perlu kita perhatikan terhadap fakta fakta hukum dalam perkara ini
dengan cara mengkontruksikan keterangan saksi ahli terhadap fakta dilapangan
sebagaimana telah dibuktikan dimuka persidangan oleh TERDAKWA baik
berdasarkan keterangan para saksi saksi dan bukti bukti surat. Bahwa terdakwa
dianggap penuntut umum telah terbukti melakukan kerugian negara sebesar
93.000.000,- atas perhitunagan tersebut terdakwa tidak pernah menikmati uang
tersebut uang tersebut terdakwa gunakan hanya untuk keperluan opersional
pengwasan proyek ke pulau enggano, akan tetapi untuk menentukan uang tersebut
adalah sebuah kerugian negara kami menilai hal tersebut sulit dibuktikan karena uang
tersebut adalah pemberian dari terdakwa Lie Eng jun yang terdakwa tidak meminta
uang tersebut, apakah itu adalah uang tersebut adalah uang pribadi terdakwa Lie Eng
jun atau uang dari proyek tersebut terdakwa tidak mengetahui dan terdakwa tidak
bertanya sebelumnya kepada terdakwa Lie Eng jun sebelum menerima uang
tersebut,.

Maka unsur ini tidak terpenuhi karena penuntut umumtidak dapat membuktikan
uang yang diberikan kepada terdakwa adalah uang pribadi milik Lie Eng jun atau uang
dari proyek tersebut, namun uang yang digunakan dalam melakukan pengawasan ke
pulau enggano. Apabila uang tersebut adalah milik pribadi miliki Lie Eng jun bukan
dari hasil uang proyek tersebut maka uang tersebut tidak membuat kerugian bagi
negara atau perekonomiam negara, maka unsur ini tidak dapat dibuktikan dengan
sempurna ileh penuntut umum, namun demikian terdakwa tetap mengembalikan uang
tersebut sebanyak 25.000.000 yang terdakwa titip dengan penuntut umum. Dari
uraian diatas unsur ini tidak terpenuhi.

Dengan demikian unsur “yang dapat merugikan keuangan negara atau


perekonomian negara” ini telah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum.

1. UNSUR "YANG MELAKUKAN, YANG MENYURUH MELAKUKAN ATAU


TURUT SERTA MELAKUKAN" :
Unsur "Yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta
melakukan" :
Karena unsur-unsur lainnya tidak terbukti menurut kami selaku penasehat
hukum maka unsur yang melakukan yang menyuruh melakukan atau turut
serta melakukan tidak perlu kami buktikan lebih lanjud oleh karena unsur ini
tidak kami buktikan lagi.

PEMBUKTIAN Pasal 18 adalah sebagai berikut :


Bahwa menurut BAGIR MANAN (sambutan ketua Mahkamah Agung pada
Rapat kerja Nasional Mahkamah Agung R.O, tanggal 2-6 Desember 2007)
yang dimaksud dengan jumlah uang pengganti adalah kerugian keuangan
negara yang secara nyata dinikmati, menguntungkan atau memperkaya
terdakwa atau karena kausalitas tertentu. Bahwa uang tersebut adalah hasil
pemberian mengenai uang sebesar 50.000.000,-, yang diserahkan oleh
terdakwa Lie eng Jun di hotel santika bengkulu pada tanggal 1 juli 2016,
kemudian uang 26.000.000,; yang diberikan Hifzan Efriwidianto pada tanggal
5 juni 2016, selanjudnya uang menerima transfer 15.000.000 serta uang hasil
pemotongan dari Antena sebesar 2.000.000,- dari uang tersebut terdakwa
sudah kembalikan sebesar 25.000.000,- namun uang sebenarnya uang
tersebut adalah digunakan terdakwa dalam melakukan kerja pulau enggano
dalam melakukan pengawasan proyek itupun terdakwa tidak tahu apakah
uang tersebut uang pribadi milik terdakwa Lie Eng Jun atau proyek tersebut.
Namun terdakwa tetap kembalikan walaupun hanya sebagian.

Oleh karena pasal 18 ini tidaklah tepat diterapkan Penuntut Umum kepada
Terdakwa sehingga setidak-tidak tidak dapat diterima atau ditolak.

Berdasarkan hal-hal yang telah kami ungkapkan diatas, maka kami mohon kepada Majelis
Hakim agar memberikan putusan sebagai berikut :

 Menerima Pembelaan (pledooi) Penasihat Hukum terdakwa secara keseluruhan;


 Menyatakan terdakwa Tidak Terbukti dan Meyakinkan Melakukan tindak Pidana
Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 jo Pasal 18
Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan Subsidair.

 Membebaskan terdakwa dari Dakwaan Penuntut Umum (vrijspraak) sesuai dengan


Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya MELEPASKAN terdakwa dari semua
tuntutan hukum (onstslag van alle rechtsvervolging) sesuai Pasal 191 ayat (2)
KUHAP;

 Menyatakan menolak hukuman pembayaran uang Pengganti yang dituntut oleh


Penuntut Umum sebesar sebesar Rp.68.000.000,- dibebankan kepada terdakwa

 Menyatakan barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepadayang
berhak darimana barang bukti tersebut disita;

 Mengembalikan dan merehabilitasi nama baik Terdakwa pada harkat dan


martabatnya semula;
 MEMBEBASKAN Terdakwa oleh karena itu dari tahanan

 Membebankan biaya perkara ini kepada Negara;

Dan apabila Majelis Hakimberpendapat lain, MELALUI pledooi ini kami Kuasa hukum
Terdakwa memohon putusan yang seringan-ringannya.

Demikianlah nota pembelaan ini disampaikan atas perhatian dan pertimbangnya diucapkan
terima kasih.

Bengkulu, 24 Mei 2018


HORMAT KAMI
KUASA HUKUM TERDAKWA

Anda mungkin juga menyukai