ANALISA FAKTA
Dalam menganalisa fakta, dan dalam upaya mencari kebenaran materil kami
memandang perlu untuk menganalisa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan
dan relevansinya terhadap Dakwaan dan Requisitoir Jaksa Penunut Umum Untuk itu
sangat urgen untuk kita analisa fakta hukum dalam pembelaan kami, guna mencari
kebenaran materil, yaitu;
D. ANALISA YURIDIS
Sebelum kita memasukan ke unsur-unsur didalam pasal 2 ayat (1) UU RI No. UU
Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang diterapkan
oleh Penuntut Umum maka kami akan menjelaskan perbedaan pasal 2, 3 dan pasal 7
ayat(1) huruf b. UU RI No. UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Bunyi Pasal 2 ayat (1) UU RI No. UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi adalah
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara, atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
pencara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
denda paling sedikit 50.000.000,- (lima puluh jita rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000 (satu Miliar rupiah).
Bunyi pasal 3, setiap orang yang tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomiam negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu ) tahun paling lama 20 (dua puluh ) tahun dan atau denda
paling sedikit 50.000.000,- (limah puluh juta) paling banyak 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah)
Bunyi pasal 7 ayat (1), dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh ) tahun atau pidana denda paling sedikit 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan
paling banyak 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Bunyi pasal 7 ayat (1),huruf a, Pemborong, ahli bagunan yang pada waktu mebuat
bangunan, atau menjual barang bagunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Bunyi pasal 7 ayat (1),huruf b, setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
Dari pasal2, 3,7 ayat(1) huruf b, RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 maka kami mendapatkan perbedaan dan
pengamatan masing-masing setiap pasal sebagai berikut :
Perbedaan pasal 2 dan pasal 3 adalah kalau pasal 2, harus dibuktikan jumlah harta
kekayaan seseorang diduga pelaku tindak pidana dan sesudah melakukan perbuatan
tindak pidana korupsi dilakukan jumlah harta kekayaannya menjadi bertambah, apakah
terjadi penambahan harta sebelum melakukan tindak pidana korupsi setelah
melakukan tindak korupsi dan dibuktikan dalam persidangan yang telah disusun dalam
surat dakwaan oleh Penuntut Umum.
Selain itu juga amat pasal 2, 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai subjek atau pelaku tindak
pidana korupsi itu adalah, kalau pasal 2 yang dimaksud setiap orang didalam pasal 2
adalah siapa saja orang atau korporasi yang diduga melakukan tindak pidan korupsi.
Sementara pasal 3 yang dimaksud dengan setiap orang adalah setiap orang yang
memiliki jabatan atau kedudukan yang ada padanya, yang diduga telah melakukan
tindak pidana korupsi. Selanjudnya UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah
dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 telah mengamanatkan bahwa bagi
pelaku tindak pidana korupsi yang karena jabatan atau kedudukan yang ada padanya
seperti PNS atau pejabat swasta lainya. Yang telah diatur pasal tersediri diatur dalam
UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20
Tahun 2001 yakni dalam pasal 3.
Sementara pasal 7 ayat (1) huruf a adalah setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Selanjudnya pasal 7 hurub a adalah
Pemborong, ahli bagunan yang pada waktu mebuat bangunan, atau menjual barang
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan
curang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara
dalam keadaan perang. Yang bersifat alternatif dimana tidak mesti dibuktikan seluruh
unsur pasal dibuktikan, apabila salah satu unsur pasal telah terbukti maka unsur telah
terpenuhi. Artinya tidak mesti dalam keadaan perang unsur ini dapat diterapkan. Maka
kami selaku penasehat hukum terdakwa menilai bahwa pasal bagi pengawas telah
jelas diatur pasal tersendiri yakni pada pasal 7 UU RI No. 31 tahun 2009 dan telah
diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001.
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Bahwa unsur tersebut bersifat alternatif, yang berarti cukup salah satu sub
unsur saja (apakah memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain, atau
memperkaya suatu korporasi) yang perlu dibuktikan.
Yang dimaksud dengan “memperkaya” adalah suatu kondisi di mana tingkat
kemampuan materiil tertentu diri sendiri atau orang lain atau badan-badan hukum
menjadi meningkat atau bertambah nilainya dibandingkan sebelumnya yang
dilakukan dengan cara melawan hukum. Secara harfiah, pengertian
“memperkaya” adalah menjadikan bertambah kaya, sedangkan kaya artinya
mempunyai banyak harta (uang dan sebagainya).
Bertitik tolak pada pengertian diatas maka kami penasehat hukum terdakwa akan
membahas surat dakwaan hingga tuntutan penuntut umum apakah didalam surat
dakwaan penuntut umum telah membuktikan harta kekayaan terdakwan secara rill
dan apakah telah menghitung kekayaan terdakwan setelah diduga telah
melakukan tindak pidana korupsi.melihat surat dakwaan serta mengikuti
persidangan hingga mendengarkan tuntutan penuntut umum kepada seluruh
terdakwa bahwa penuntut umum tidak pernah membuktikan jumlah harta
kekayaan semua terdakwa baik sebelum terdakwa melakukan tindak pidana
korupsi hingga terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Maka
sangat sulit sekali untuk membuktikan jumlah pertambahan harta kekayaan setiap
terdakwa apabila harta seluruh terdakwa tidak pernah dihitung sama sekali maka
jelas unsur ini tidak dapat dibuktikan karena penuntut umum hanya membuktikan
mengenai uang sebesar 50.000.000,-, yang diserahkan oleh terdakwa Lie eng Jun
di hotel santika bengkulu pada tanggal 1 juli 2016, kemudian uang 26.000.000,;
yang diberikan Hifzan Efriwidianto pada tanggal 5 juni 2016, selanjudnya uang
menerima transfer 15.000.000 serta uang hasil pemotongan dari Antena sebesar
2.000.000,- telah dianggap telah memperkaya diri sendiri sementara menurut
terdakwa bahwa uang tersebut hanya terdakwa gunakan untuk operasinal
terdakwa bekerja sebagai pengawas proyek yang jauh di enggano sementara
honorium sekretaris panitia pelaksana kegiatan pembangunan hanya 350.000,-
perbulan. Dari uang tersebut tidak cukup untuk datang ke enggano serta
penginapan serta tranpot untuk melakukan pekerjaan pengawasan ke pulau
enggano tersebut. Dan semua uang tersebut sudah dihabiskan untuk pekerjaan
pengawasan tersebut, namum penuntut umum telah menilai uang tersebut sudah
dianggap telah terjadi pertambahan kekayaan terhadap terdakwa. Semetara juga
uang tersebut sudah terdakwa kembalikan sebesar 25.000.000 yang terdakwa
titipkan ke penuntut umum. Oleh karena itu unsur memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi tidak terbukti karena harta kekayaang masing-masing
semua terdakwa sebelum dan sesudah tidak pernah dihutung jumlahnya secara
rill oleh penuntut umum.
Unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian “merugikan” adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi
berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur “merugikan
keuangan negara” adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara
atau berkurangnya keuangan negara . Didalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-
UndangNomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001
TentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi, disebutkan bahwa kata “dapat”
sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa
tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi
cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan
dengan timbulnya akibat.
Maka unsur ini tidak terpenuhi karena penuntut umumtidak dapat membuktikan
uang yang diberikan kepada terdakwa adalah uang pribadi milik Lie Eng jun atau uang
dari proyek tersebut, namun uang yang digunakan dalam melakukan pengawasan ke
pulau enggano. Apabila uang tersebut adalah milik pribadi miliki Lie Eng jun bukan
dari hasil uang proyek tersebut maka uang tersebut tidak membuat kerugian bagi
negara atau perekonomiam negara, maka unsur ini tidak dapat dibuktikan dengan
sempurna ileh penuntut umum, namun demikian terdakwa tetap mengembalikan uang
tersebut sebanyak 25.000.000 yang terdakwa titip dengan penuntut umum. Dari
uraian diatas unsur ini tidak terpenuhi.
Oleh karena pasal 18 ini tidaklah tepat diterapkan Penuntut Umum kepada
Terdakwa sehingga setidak-tidak tidak dapat diterima atau ditolak.
Berdasarkan hal-hal yang telah kami ungkapkan diatas, maka kami mohon kepada Majelis
Hakim agar memberikan putusan sebagai berikut :
Menyatakan barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepadayang
berhak darimana barang bukti tersebut disita;
Dan apabila Majelis Hakimberpendapat lain, MELALUI pledooi ini kami Kuasa hukum
Terdakwa memohon putusan yang seringan-ringannya.
Demikianlah nota pembelaan ini disampaikan atas perhatian dan pertimbangnya diucapkan
terima kasih.