Anda di halaman 1dari 7

D.

ANALISA YURIDIS
Bahwa Dalam DAKWAAN dan REQUISITOIRNYA Penuntut Umum bahwa
terdakwa diajukan kepersidangan ini dengan dakwaan subsideritas yaitu :

Primair:

pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana


telah dirubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU
No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP.

Subsidair:

Pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah


dirubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP.

Karena dakwaan Penuntut Umum disusun secara Subsidaritas maka Penuntut Umum
terlebih dahulu membuktikan dakwaan Primair yaitu pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dan ditambah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.akan tetapi
menurut Penuntut Umum berdasarkan surat Tuntutan Penuntut Umum bahwa terdakwa
Karsono tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan
diancam pasal 2 (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah dirubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU
No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP. Oleh karena itu dakwaan Primair tidak terbukti dan meyakinkan menurut
Penuntut Umum maka Kami Penasehat Hukum Terdakwa Karsono tidak akan lagi
membuktikan dakwaan Primair tersebut dan langsung saja membuktikan dakwaan
Subsidair yang unsur-unsurnya sebagai berikut :

1. Setiap orang.
2. Dengan tujuan menuntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi
3. Menyalahgunakan Kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan.
4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
5. Yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan.

Unsur setiap orang.


Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang dalam ketentuan hukum pada
pasal ini adalah setiap orang yang diduga melakukan perbuatan tindak
pidana dan terhadap perbuatan tersebut telah ada bukti yang cukup dan
atau terpenuhinya unsure unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal
yang didakwakannya,

Bahwa yang dimaksud dengan unsure “setiap orang” dalam Pasal 3


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1
KUHP adalah siapa saja yang melakukan tindak pidana korupsi meliputi
perorangan atau korporasi, tetapi setiap orang tersebut dinyatakn harus
memegang jabatan atau kedudukan. Oleh karena yang bisa memangku
jabatan atau kedudukan hanya orang, maka unsur setiap orang dalam
pasal ini hanya mengacu pada orang perseorangan sedangkan korporasi
tidak dapat melakukan tindak pidana pasal ini. Unsure ini mengandung arti
bahwa “setiap orang” tersebut merupakan pelaku yang harus bertanggung
jawab atas terjadinya perbuatan pidana.
Dalam hal kemampuan bertanggungjawab ini Prof. Moeljatno,SH dalam
bukunya Azas-azas hukum pidana, mengatakan untuk adanya kemampuan
bertanggungjawab tersebut harus ada, Kemampuan untuk membeda-
bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk yang sesuai dengan
hukum, Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan
tentang baik dan buruknya perbuatan tersebut

Bahwa kemampuan bertanggungjawab ini erat kaitannya dengan ajaran


kesengajaan. Sebab bila seseorang yang keadaan jiwanya dapat mengerti
akan nilai perbuatan, dan mengerti akan akibat perbuatannya maka dengan
demikian ia dapat menentukan kehendak terhadap perbuatannya yang
dilakukan itu dengan sadar dan insyaf, sudah barang tentu seseorang
tersebut melakukan perbuatan pidana dengan sengaja.

Bahwa dalam persidangan telah dihahirkan seseorang oleh Penuntut


Umum yang bernama KARSONO Als NOK Bin (Alm)MUHAMMAD THAHA
dan telah diperiksa dipersidangan tentang identitas Terdakwa dan terdakwa
membenarkan tentang identitas terdakwa hal ini bersesuaian dengan Surat
Dakwaan Penuntut Umum selain itu Majelis Hakim juga melontarkan
pertanyaan-pertanyaan kepada Terdakwa dan terdakwa dapat menjawab
semua pertanyaan dengan baik dan terdakwa mengerti maka dari hal
tersebut di atas yang dimaksud dengan Unsur Setiap Orang telah
terpenuhi. Namun apakah terdakwa dapat dipersalahkan atau tidak telah
melakukan tindak pidana, dan apakah perbuatan tersebut merupakan
perbuatan pidana haruslah dibuktikan lebih lanjut unsur-unsur lainya.

Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

Bahwa Yang dimaksud kata “menguntungkan” dalam etimologi terdapat


dalam buku karangan DR. Ermansjah Djaja, SH.,M.Si. yang berjudul
Tipologi Tindak Pidana Koropsi adalah pendapatan yang diperoleh lebih
besar dibandingkan dengan pengeluaran. Berarti yang dimaksud dengan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah
sama mendapatkan keuntungan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporsi.
Didalam ketentuan tentang tindak pidana Korupsi Pasal 3 UU RI No. 31
tahun 2009 Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi merupakan tujuan pelaku tindak pidana korupsi.

Dalam menelah unsure delik dalam tindak pidana korupsi, dikenal rumusan
delik inti (bestanddeel delict) dan element delict, kedua elemen tersebut
merupakan satu kesatuan rumusan tindak pidana korupsi, namun rumusan
tersebut diatur dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pasal 3 mengenai rumusan
unsure menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi sebagai element delictynya yaitu; rumusan unsure yang
berkenaan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, artinya mengakibatkan pendapatan yang diperoleh lebih
besar dibandingkan dengan pengeluaran.bertambahnya pendapatan yang
diperoleh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran. ini menunjukan
perbutan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi itu harus dilakukan secara menyalagunakan kewenangan
sehingga siapa saja yang melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau koorporasi SEPANJANG PERBUATAN TERSEBUT
TIDAK DILAKUKAN SECARA PENYALAGUNAAN WEWENANG MAKA
PERBUATAN TERSEBUT TIDAK DAPAT DIHUKUM berdasarkan pasal 3
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi dilakukan jika adanya kesempatan atau sarana yang ada
padanya, maka barulah unsure dengan tujuan untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dapat dilakukan dengan
demikian UNSURE MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI ATAU ORANG
LAIN ATAU KORPORASI HANYA DAPAT DIHUKUM JIKA PERBUATAN
TERSEBUT DILAKUKAN SECARA MENYALAHGUNAAN KEWENANGAN
DAN DENGAN MENGUNAKAN SARANA YANG ADA PADANYA.
Dari penjelasan hal diatas maka sifat melawan hukum dari Unsur
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
haruslah memenuhi seluruh unsur delik dalam pasal yang tuduhkan oleh
Penuntut Umum tersebut.

Maka dengan demikian pengertian tersebut diatas bila kita kontruksikan


kepada unsure dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau
suatu korporasi dalam fakta-fakta dipersidangan dan barang bukti maka
dapat kami uraikan sebagai berikut ;

Dasar hukum yang telah diajukan oleh Penuntut Umum Unsur


mengenai
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mana ada
dua dasar hukum yaitu Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam Putusan
Mahkamah Agung RI No. 813.K/Pid/87 tanggal 29 Juni 1989 dalam perkara atas nama
terdakwa Ida Bagus Putu Wedha seorang Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kehutanan
Sulawesi utara, memutuskan:

‘’Menguntungkan’’ dalam arti luas berarti mempunyai manfaat atau kegunaan atau lepas dari
suatu kewajiban hukum orang lain atau suatu badan tersebut, sehingga menguntungkan disini
bukan diukur dengan parameter adanya laba atau pendapatan, akan tetapi cukup bila ada
suatu manfaat yang dinikmati orang lain atau suatu badan atau perbuatan pelaku dengan kata
lain ada suatu kemungkinan keadaan yang dapat diketahui pelaku bahwa akibat
perbuatannya akan menguntungkan atau bermanfaat bagi orang lain atau suatu badan, yang
mana manfaat itu lahir karena penyalahgunaan wewenang dari pelaku.

Kemudian dasar hukum selanjudnya yaitu Putusan MARI nomor : 951/Pid/1982 tanggal 10
Agustus 1982 dan nomor : 275/K/Pid/1983 tanggal 15 Desember 1983 yang telah menjadi
Yurisprudensi menyatakan Unsur “Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Koorporasi”
adalah menjadikan seseorang atau orang lain atau korporasi yang belum kaya menjadi kaya
atau apabila sudah kaya bertambah kaya dengan memperoleh harta baik berupa uang atau
barang dari hasil perbuatan terdakwa yang melawan hukum.
Atas dua dasar hukum yang diajukan oleh Penuntut Umum tersebut maka kami menilai kami
tidak sependapat dengan Penuntut Umum karena dengan alasan dasar hukum tentang
putusan MARI nomor : 951/Pid/1982 tanggal 10 Agustus 1982 dan nomor : 275/K/Pid/1983
tanggal 15 Desember 1983 yang menjelaskan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau korporasi dan masuk pada unsur dalam pasal 2 bukan unsur didalam pasal 3 oleh
karena itu kami penasehat hukum terdakwa kami tolak karena tidak tepat dijadikan dasar
hukum dalam unsur ini.dan juga tidak semua Yurisprudensi dapat dijadikan dasar hukum oleh
Majelis Hakim melainkan harus dinilai dan kasus tersebut harus juga mempunyai relevansi
dengan perkara yang sedang ditangani saat ini.

Bahwa terdakwa KARSONO Als NOK Bin (Alm)MUHAMMAD THAHA selaku


Kuasa Direktur PT. Manarabaja Saranasakti mencairkan dana 100% sebesar Rp
9.283.716.000,- (sembilan milyar dua ratus delapan puluh tiga juta tujuh ratus enam belas ribu
rupiah) per 31 Desember 2010 dimana progres fisik yang terpasang pada saat itu baru
60.528% terdakwa tidak mengetahui secara pasti kedaan dilapangan karena sudah
dilimpahkan semuanya kepada saudara Zainal dan saudara widodo, serta Agus Herawan
selaku PKK . Namun Penuntut Umum belum dapat mengadirkan mereka dipersidangan
sebagai terdakwa dan semua tanggung jawab dibebankan semuanya kepada terdakwa
Karsono oleh karena itu sedangkan yang harus bertanggungkawab haruslah bersama-sama,
sangat aneh bagi kami pelaku tindak pidana korupsi terdakwanya tunggal diri terdakwa
sendiri. Seharusnya penuntut umum lebih serius dalam mengungkap perkara ini dengan
serius dan tranparan agar semua yang mendapatkan untung dalam proyek perkara ini dapat
dibongkar sehingga sama-sama mempertangungjawabkannya. Namun demikian terdakwa
Karsono mempunyai niat yang baik, terdakwa ingin mengembalikan kerugian Negara karena
terdakwa telah menitipkan uang sebesar 300.000.000,- kepada Penuntut Umum, dengan
adanya setoran mengembalikan kerugian Negara tersebut maka mengurangi
kerugian Negara dari Rp. 490.104.927.63 menjadi Rp.190.104.927.63. Sisa kerugian
Negara sebesar Rp.190.104.927.63.- ( seratus Sembilan puluh juta seratus empat
ribu Sembilan ratus dua puluh tujuh ribuh enam puluh tiga rupiah) sisa kerugian
Negara tersebut haruslah tangung jawab dari Saudaran AGUS HERAWAN,ST
SELAKU PPK yang terlibat dalam proyek ini.

MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN, KESEMPATAN ATAU SARANA YANG


ADA PADANYA KARENA JABATAN ATAU KEDUDUKAN.

Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau


sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” tersebut adalah
menggunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatan
atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi
untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana
tersebut. Untuk mencapai tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi tersebut dalam Pasal 3 ini telah ditentukan cara yang harus
ditempuh oleh pelaku tindak pidana korupsi, yaitu: dengan menyalahgunakan
kewenangan, dengan menyalahgunakan kesempatan atau dengan
menyalahgunakan sarana, yang ada pada jabatan atau kedudukan dari pelaku
tindak pidana korupsi. Yang dimaksud dengan “kewenangan” adalah serangkaian
hak yang melekat pada jabatan atau kedudukan dari pelaku untuk mengambil
tindakan yang diperlukan agar tugas pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan
baik. Sedangkan yang dimaksud dengan “kesempatan” adalah peluang yang
dapat dimanfaatkan oleh pelaku, peluang mana tercantum dalam ketentuan
ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan yang
dijabat atau diduduki oleh pelaku. Dan yang dimaksud dengan “sarana” adalah
syarat, cara atau media, yaitu cara kerja atau metoda kerja yang berkaitan dengan
jabatan atau kedudukan dari pelaku. Orang yang karena memiliki suatu jabatan
atau kedudukan, karena jabatan atau kedudukan itu dia memiliki kewenangan
atau hak untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tertentu dalam hal dan untuk
melaksanakan tugas-tugasnya. Kepemilikan kewenangan sering ditimbulkan oleh
ketentuan hokum maupun karena kebiasaan. Bila kewenangan ini digunakan
secara salah untuk melakukan perbuatan tertentu, itulah yang disebut
menyalahgunakan kewenagan. Jadi, menyalahgunakan kewenangan dapat
didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sebenarnya
berhak untuk melakukannya, tetapi dilakukan secara salah atau diarahkan
padahal yang salah dan bertentangan dengan hokum atau kebiasaan. Misalnya,
seorang kepala personalia suatu kantor public memiliki kewenangan untuk
mengangkat pegawai, namun dia mengangkat anaknya tanpa melalui prosedur
dan tidak memenuhi syarat yang berlaku, seharusnya anaknya itu tidak dapat
diangkat sebagai pegawai. Hal itu merupakan perbuatan menyalahgunakan
kewenangan dan tentu akan merugikan Negara.

Menurut E Utrecht - Moh. Saleh Djindang yang dimaksud dengan “jabatan”


adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste weerkzaamheden)
yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara/ kepentingan umum atau
yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi yang diberi nama negara.
Pada unsur Menyalahgunakan Kewenangan menurut hukum pidana terkandung
makna kesengajaan, kelalaian, melawan hukum, kesalahan dan
pertanggungjawaban pidana. Dari makna yang terkandung didalam
menyalahgunakan kewenangan dapat dijadikan tolak ukur untuk menyatakan
seseorang telah menyalahgunakan kewenangan berdasarkan hukum pidana.
Kesengajaan, kelalaian, melawan hukum, kesalahan dan pertanggungjawaban
pidana, sebagai pembeda antara unsur menyalahgunakan kewenangan menurut
hukum pidana dan penyalahgunaan wewenang menurut hukum administrasi.

Berdasarkan fakta-fakta dipersidangan, bila dihungkan dengan unsur ini maka


terdakwa KARSONO Als NOK Bin (Alm)MUHAMMAD THAHA selaku Kuasa Direktur
PT. Manarabaja Saranasakti adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap
proyek ini akan tetapi pertangungjawaban itu hanya secara umum saja namun proyek
akan berjalan pasti dikerjakan oleh Tim kerja dilapangan dan PPK dalam hal ini yaitu
saudara Agus Herawan seharusnya juga bertangung jawab, maka semua beban
pertangungjawaban tidaklah dapat dibebankan semua kepada terdakwa. Bahwa
berdasarkan rekening koran giro periode tanggal 01 mei 2010 sampai dengan 31 Mei
2011 terdakwa pernah mentranper uang kepada saudara Agus Herawan sebesar
350.000.000,- dan 48.000.000,- total nya sebesar 398.000.000,- karena diminta oleh
Agus Herwan dari uang tambahan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pengertian “merugikan” adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi
berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur “merugikan
keuangan negara” adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara
atau berkurangnya keuangan negara . Didalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-
UndangNomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa kata “dapat” sebelum frasa
“merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana
korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan
dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan dengan timbulnya
akibat.

Menurut R. Wiyono, menyatakan: “Yang dimaksud dengan “merugikan” adalah sama


artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang
dimaksudkan dengan unsur “merugikan keuangan negara” adalah sama artinya
dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.”
Pengertian “keuangan negara” menurut Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 Jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau
yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan
segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga negara, baik tingkat Pusat maupun di Daerah;
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan
Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan
perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Menurut R. Wiyono, menyatakan: “Dengan tetap berpegangan pada arti kata
“merugikan” yang sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, maka
apa yang dimaksud dengan unsur “merugikan perekonomian negara” adalah sama
artinya dengan perekonomian negara menjadi rugi atau perekonomian negara
menjadi kurang berjalan.”

Pengertian “perekonomian negara” menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri
yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh
kehidupan rakyat.

untuk itu perlu kita perhatikan terhadap fakta fakta hukum dalam perkara ini
dengan cara mengkontruksikan keterangan saksi ahli terhadap fakta dilapangan
sebagaimana telah dibuktikan dimuka persidangan oleh TERDAKWA baik
berdasarkan keterangan para saksi saksi dan bukti bukti surat.

Bahwa hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Bengkulu bahwa total kerugian
negara adalah sebagai berikut :

Realisasi Pembayaran (termasuk PPN) Rp 9.283.716.000,00


Realisasi Fisik (termasuk PPN) Rp 8.727.927.000,00
Selisih kekurangan flsik pekerjaan (a-b) m Rp 555.789.000,00
Pajak yang tglah dipotong:

-PPN (Rp 843.914.183,00-Rp 793.447,992,48) Rp 50.526.190.52


-PPh (Rp 253.192.255.00-Rp 233.034.373.15) Rp 1545733135

- Sub Jumlah Rp 65.684.072,37

Kerugian Keuangan Negara(c.-d) Rp 490.104.927,63

Dari hal tersebut diatas maka nilai kerugian yang telah disimpulkan oleh BPKP
Provinsi Bengkulu Terdakwa Karsono telah menitipkan Uang Sebesar
Rp,300.000.000,-(Tiga Ratus Juta Rupiah) Kepada Jaksa Penuntut Umum untuk
mengembalikan Kerugian Negara tersebut, namun dalam hal ini tidak semuanya
kerugian negara itu di bebankan kepada Terdakwa Karsono, sebab pelaku
pekerjaan proyek tersebut, bukan hanya terdakwa melaikan Agus Herawan selaku
PPK, sehingga sisa dari uang titipan untuk kerugian Negara tersebut harus di
tanggung oleh Agus Herawan juga.

Dengan demikian unsur “yang dapat merugikan keuangan negara atau


perekonomian negara” ini telah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut
hukum.

UNSUR "YANG MELAKUKAN, YANG MENYURUH MELAKUKAN ATAU


TURUT SERTA MELAKUKAN" :
Unsur "Yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta
melakukan" :
Karena unsur-unsur lainnya tidak terbukti menurut kami selaku penasehat
hukum maka unsur yang melakukan yang menyuruh melakukan atau turut
serta melakukan tidak perlu kami buktikan lebih lanjud oleh karena unsur ini
tidak kami buktikan lagi.

PEMBUKTIAN Pasal 18 adalah sebagai berikut :


Bahwa menurut BAGIR MANAN (sambutan ketua Mahkamah Agung pada
Rapat kerja Nasional Mahkamah Agung R.I, tanggal 26 Desember 2007)
yang dimaksud dengan jumlah uang pengganti adalah kerugian keuangan
negara yang secara nyata dinikmati, menguntungkan atau memperkaya
terdakwa atau karena kausalitas tertentu. Karena uang kerugian negara
terdakwa akan kembalikan yang dititipkan kepada penuntut umum sebesar
300.000.000,- maka pasal 18 tidak dapat dimitakan lagi pertangungjawaban
kepada terdakwa karena sudah digantikan kerugian negara oleh terdakwa.

E. KESIMPULAN

Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut umum yang kami hormati betapa banyak kita
jumpai persangkaan, dugaan dan dakwaan yang keliru maka nota pembelaan ini
merupakan alternatif pemikiran yang kontraditif terhadap apa yang didakwakan serta
dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam requisitoirnya. Maka dari hal dan fakta
serta analisa hukum yang kami tuangkan melalui pembelaan ini maka kami
berkesimpulan bahwa Terdakwa KARSONO Als NOK Bin (Alm)MUHAMMAD THAHA
Tidak Terbukti dan Meyakinkan Melakukan tindak Pidana Korupsi, sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sebagaimana diuraikan dalam
surat dakwaan Subsidair.
Berdasarkan hal-hal yang telah kami ungkapkan diatas, maka kami mohon kepada Majelis
Hakim agar memberikan putusan sebagai berikut :

 Menerima Pembelaan (pledooi) Penasihat Hukum terdakwa KARSONO Als NOK Bin
(Alm)MUHAMMAD THAHA secara keseluruhan;
 Menyatakan terdakwa KARSONO Als NOK Bin (Alm)MUHAMMAD THAHA Tidak
Terbukti dan Meyakinkan Melakukan tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sebagaimana diuraikan dalam
surat dakwaan Subsidair.

 Membebaskan terdakwa dari Dakwaan Penuntut Umum (vrijspraak) sesuai dengan


Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya MELEPASKAN terdakwa dari semua
tuntutan hukum (onstslag van alle rechtsvervolging) sesuai Pasal 191 ayat (2)
KUHAP;

 Menyatakan barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepada yang
berhak darimana barang bukti tersebut disita;

 Mengembalikan dan merehabilitasi nama baik Terdakwa pada harkat dan


martabatnya semula;

 MEMBEBASKAN Terdakwa oleh karena itu dari tahanan

 Membebankan biaya perkara ini kepada Negara;

Dan apabila Majelis Hakimberpendapat lain, MELALUI pledooi ini kami Kuasa hukum
Terdakwa memohon putusan yang seringan-ringannya.
Demikianlah nota pembelaan ini disampaikan atas perhatian dan pertimbangnya diucapkan
terima kasih.

Bengkulu, 25 Juli2018
HORMAT KAMI
KUASA HUKUM TERDAKWA

Anda mungkin juga menyukai