Anda di halaman 1dari 14

A.

Cekungan Tersier Atas Di Pulau Sumatera


Cekungan Sumatra Selatan
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara
hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng
kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng
Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan
struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera
menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang
dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan
terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain
Pegunungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian
batuan tua yang masih tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh,
Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian
"Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan
telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah pada Mesozoikum
Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-
Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat
pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan yang
berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan
serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami peremajaan.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat
daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang
memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra
Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah. Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai
cekungan busur belakang (Blake, 1989).
Tektonik Regional
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan
cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi
antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng
Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana
sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur
oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh
dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal
Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi
sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua
Asia. Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio –
Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta
telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu
dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut – tenggara yang berupa
sesar – sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara – selatan.
Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan – batuan
Pra – Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol
pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode
tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar
mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan
horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi
Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di
daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat
pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen menghasilkan
lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut –
barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah
sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut –
tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang
terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara
serta pola muda yang berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .

Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan


Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc Basin)
yang terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng mikro
sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan yaitu:
1. Sub Cekungan Jambi
2. Sub Cekungan Palembang Utara
3. Sub Cekungan Palembang Selatan
4. Sub Cekungan Palembang Tengah
Cekungan ini terdiri dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity)
diatas permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.

Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan


Cekungan Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE dibagian Selatan
Pulau Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670 Km2 dan terdiri atas dua subcekungan,
yaitu Subcekungan Jambi dan Subcekungan Palembang. Subcekungan Jambi berarah NE-
SW sedangkan Subcekungan Palembang berarah NNW-SSE, dan diantara keduanya
dipisahkan oleh sesar normal NE-SW. Cekungan Sumatera Selatan ini berbentuk tidak
simetris; di bagian Barat dibatasi oleh Pegunungan Barisan, disebelah Utara dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas sedangkan dibagian Timur dibatasi oleh
pulau-puleu Bangka-Bliton dan disebelah Selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung.
Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan yang luas. Perbedaan relief pada batuan
dasar disebabkan oleh pematahan batuan dasar dalam bongkah-bongkah sehingga
menghasilkan bentukan peninggian dan depresi batuan dasar. Relief yang tidak rata serta
reaktifasi dari sesar bongkah tersebut mengontrol sedimentasi dan perlipatan lapisan
Tersier yang ada pada cekungan ini.
Struktur Geologi Cekungan Sumatra Selatan
Cekungan Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai awal Pra Tersier.
Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan Sumatra Selatan menjadi 4 sub
cekungan, yaitu sub-Cekungan Palembang Tengah dan Sub-Cekungan Palembang
Selatan. Pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan merupakan hasil dari 4 periode
Tektonik Utama yaitu:
1. Upper Jurassic – Lower Cretaceous
Rezim tektonik yang terjadi adalah rezim tektonik kompresi, dimana intrusi,
magmatisme, dan proses metamorfosa pembentuk batuan dasar masih berlangsung.
Tegasan utama pada periode ini berarah N 0300 W ( WNW-ESE) yang mengakibatkan
terbentuknya Sesar Lematang yang berarah N0600 E.
2. Late Cretaceous – Oligocene
Fase yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik regangan / tarikan
dimana tegasan utamanya berarah N-S. Struktur geologi yang terbentuk adalah sesar-
sesar normal dan pematahan bongkah batuan dasar yang menghasilkan
bentukan Horst (tinggian), Graben (depresi) dan Half Graben. Periode ini merupakan
awal terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan dan mulainya pengendapan sedimen
Formasi Lahat dan Talang Akar.
3. Oligocene – Pliocene Basin Fill
Fase tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, tidak ada pergerakan
pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu (Formasi Lahat).
Pengisian cekungan selama fase tenang berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen.
Sedimen yang mengisi cekungan selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa), Formasi Lower Palembang (Air
Benakat), Middle Palembang Muara Enim) dan Upper Palembang (Kasai).
4. Pliocene -Pleistocene Orogeny
Fase Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi, sesar-sesar bongkah
dasar cekungan mengalami reaktifasi yang mengakibatkan pengangkatan dan
pembentukan antiklinorium utama di Cekungan sumatra Selatan. Antiklinorium
tersebut antara lain Antiklinorium Muara enim, Antiklinorium Pendopo-Benakat, dan
Antiklinorium Palembang (De Coster 1974). Antiklinorium Palembang Utara,
merupakan antiklinorium yang besar terdiri dari beberapa antiklin. Batuan tertua yang
tersingkap adalah Formasi Talang Akar dan Batuan dasar Pra-Tersier. Sisi selatan
cenderung menjadi lebih curam daripada sisi utara atau timur laut (Pulonggono, 1984).
Antiklinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua antiklin paralel, yang merupakan
daerah lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya antiklin
kemiringan lebih curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup oleh
batas half-graben. Formasi tertua yang tersingkap di puncak adalah Formasi Gumai.
Antiklinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang saling
berhubungan, kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat tidak simetri dengan
keemiringan curam, sisi sebelah utara secara lokal mengalami pembalikan
(overturned). Formasi tertua yang ada di permukaan adalah Formasi Lower Palembang
atau Air Benakat. Antiklin tersebut sebagai hasil longsoran gravitasi dari antiklin
Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984) menggambarkan antiklinorium Gumai
sebagai lapangan minyak kecil yang saling berhubungan, dihasilkan dari Formasi Air
Benakat dan Formasi Muara Enim. Antiklinorium Muara enim, merupakan antiklin
yang besar dengan ekspresi permukaan kuat dan dengan singkapan batuan dasar Pra-
Tersier. Di dekat daerah Lahat menunjam ke arah timur, sisi utara banyak lapisan
batubara dengan kemiringan curam dan juga lebih banyak yang tersesarkan daripada di
sisi selatan. Kebalikannya di bagian barat pegunungan Gumai dapat diamati
kemiringan lebih curam di sisi selatan dan sisi utara dengan kemiringan relatif landai.

Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan


Stratigrafi daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat dikenal
satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi. Formasi
yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi
Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang diendapkan
selama fase regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai),
sedangkan Formasi Lemat dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama.

Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan menurut De Coster 1974 adalah sebagai berikut:
1. Kelompok Pra Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra Selatan.
Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum Mesozoikum,
dan batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat
menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal.
Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami
perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode orogenesa
Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).
2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan yang
berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir
tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan
merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal dari Continental, akibat
aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik pada akhir Kapur-
awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.
3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda
Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen
batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan tipis batubara, dan tuf. Semuanya
diendapkan pada lingkungan kontinen. Sedangkan Anggota Benakat dari Formasi
Lemat terbentuk pada bagian tengah cekungan dan tersusun atas serpih berwarna
coklat abu-abu yang berlapis dengan serpih tuffaan (tuffaceous shales), batulanau,
batupsir, terdapat lapisan tipis batubara dan batugamping (stringer), Glauconit;
diendapkan pada lingkungan fresh-brackish. Formasi Lemat secara normal dibatasi
oleh bidang ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas dan bawah formasi.
Kontak antara Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang diintepretasikan
sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen, dan Anggota
Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan dari spora dan pollen, juga
dengandating K-Ar. Ketebalan formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki (+- 760 M).
Pada Cekungan Sumatra Selatan dan lebih dari 3500 kaki (1070 M) pada zona depresi
sesar di bagian tengah cekungan (didapat dari data seismik).
4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini terletak di
atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota Basal Batugamping
Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih,
lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung karbonan, batubara dan di
beberapa tempat konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi
Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan
kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara Formasi Talang Akar
dengan Telisa dan Anggota Basal Batugamping Telisa adalah conformable. Kontak
antara Talang Akar dan Telisa sulit di pick dari sumur di daerah palung disebabkan
litologi dari dua formasi ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar
bervariasi 1500-2000 feet (sekitar 460-610m). Umur dari Formasi Talang Akar ini
adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan meliputi N 3 (P22), N7 dan
bagian N5 berdasarkan zona Foraminifera plangtonik yang ada pada sumur yang dibor
pada formasi ini berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf
5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian intermediate-
shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan
tinggian.Kontak pada bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan
Pra Tersier. Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank
Limestone) atau platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini
bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan dari Formasi
Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini
sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen. Fauna yang
ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.
6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini
terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive)
ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri dari napal yang
mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak mengandung foram plankton. Sisipan
batugamping dijumpai pada bagian bawah. Formasi Gumai beda fasies dengan
Formasi Talang Akar dan sebagian berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari
formasi ini bervariasi tergantung pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan
untuk Formasi Gumai ini berkisar dari 6000 – 9000 feet ( 1800-2700 m). Penentuan
umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan menggunakan foraminifera
planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari beberapa
sumur menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang dijumpai dapat
digolongkan ke dalam zona Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta, dan
bagian bawah zona Orbulina Satiralis Globorotalia peripheroranda, umurnya
disimpulkan Miosen Awal-Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka,
Neritik.
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari
formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir
yang mengandung unsur karbonatan. Pada bagian bawah dari
Formasi Lower Palembang kontak dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini
bervariasi dari 3300 – 5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m ). Fauna-fauna yang dijumpai
pada Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina Universa d’Orbigny,
OrbulinaSuturalisBronimann, Globigerinoides Subquadratus Bronimann, Globigerina
Venezuelana Hedberg,Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia
Venezuelana Hedberg, Globorotalia Peripronda Blow & Banner,Globorotalia
mayeri Cushman & Ellisor, yang menunjukkan umur Miosen Tengah N12-N13.
Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan
lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Middle Palembnag di bagian selatan
cekungan berupa lapisan batubara yang biasanya digunakan sebgai marker. Jumlah
serta ketebalan lapisan-lapisan batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan
ini. Ketebalan formasi berkisar antara 1500 – 2500 kaki (sekitar 450-750 m). De
Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen,
berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut
dangkal sampaibrackist (pada bagian dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan.
Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen dan dihasilkan dari
proses erosi Pegunungan Barisan dan Tigapuluh. Komposisi dari formasi ini terdiri
dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari
formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan
pengendapannya darat.
B. Skala Waktu Geologi
Waktu geologi adalah skala waktu yang meliputi seluruh sejarah geologi bumi dari
mulai terbantuknya hingga saat ini. Sebelum perkembangan dari skala waktu geologi pada
abad ke-19, para ahli sejarah mengetahui bahwa bumi memiliki sejarah yang panjang,
namun skala waktu yang digunakan sekarang dikembangkan sejak 200 tahun terakhir dan
terus-menerus diperbaiki. Skala waktu geologi membantu para ilmuwan memahami
sejarah bumi dalam bagian-bagian waktu yang teratur.
Sebelum adanya pentarikhan radiometri, yang mengukur kandungan unsur radioaktif
dalam suatu objek untuk menentukan umurnya, para ilmuwan memperkirakan umur bumi
berkisar dari 4,000 tahun hingga ratusan juta tahun. Saat ini, diketahui bahwa umur bumi
adalah sekitar 4.6 milyar tahun.
Skala waktu geologi saat ini dibuat berdasarkan pada pentarikhan radiometri dan
rekaman kehidupan purba yang terawetkan di dalam lapisan batuan. Sebagian besar batas
pada skala waktu geologi sekarang berhubungan dengan periode kepunahan dan
kemunculan spesies baru.
 Pembagian Waktu
Skala waktu geologi yang ditetapkan oleh International Union of Geological
Sciences (IUGS) pada tahun 2004 membagi sejarah bumi ke dalam beberapa interval
waktu yang berbeda-beda panjangnya dan terukur dalam satuan tahun kalender. Interval
terpanjang adalah Kurun. Setiap Kurun terbagi menjadi beberapa Masa. Setiap Masa
terdiri dari beberapa Zaman, dan Zaman terbagi menjadi beberapa Kala.
Ada tiga Kurun: Arkaikum, Proterozoikum dan Fanerozoikum. Kurun Arkaikum
adalah kurun pertama, dimulai sekitar 3.8 milyar hingga 2.5 milyar tahun yang lalu.
Kurun sebelum Arkaikum, dikenal sebagai Pra-Arkaikum, ditandai oleh pembentukan
planet bumi. Kurun Proterozoikum dimulai sekitar 2.5 milyar tahun yang lalu hingga
542 juta tahun yang lalu. Kurun Arkaikum dan Proterozoikum juga disebut Pra-
Kambrium. Kemunculan besar-besaran dari hewan invertebrata menandai akhir dari
Proterozoikum dan dimulainya Kurun Fanerozoikum. Kurun Fanerozoikum dimulai
sekitar 542 juta tahun yang lalu dan berlanjut hingga sekarang. Terbagi menjadi tiga
Masa: Paleozoikum (542 – 251 juta tahun yang lalu), Mesozoikum (251 – 65 juta tahun
yang lalu) dan Kenozoikum (65 juta tahun yang lalu hingga sekarang).
Masa Paleozoikum terbagi menjadi enam Zaman. Dari yang tertua hingga termuda
adalah Kambrium (542 – 488 juta tahun yang lalu), Ordovisium (488 – 444 juta tahun
yang lalu), Silurium (444 – 416 juta tahun yang lalu), Devonium (416 – 359 juta tahun
yang lalu), Karbon (359 – 299 juta tahun yang lalu), dan Permium (299 – 251 juta
tahun yang lalu). Masa Paleozoikum diawali dengan kemunculan banyak bentuk
kehidupan yang berbeda-beda, yang terawetkan sebagai kumpulan fosil dalam sikuen
batuan di seluruh dunia. Masa ini berakhir dengan kepunahan massal lebih dari 90
persen organisme pada akhir Zaman Permium. Penyebab kepunahan pada akhir
Permium ini belum diketahui pasti hingga saat ini.
Masa Mesozoikum terbagi menjadi Zaman Trias (251 – 200 juta tahun yang lalu),
Zaman Jura (200 – 145 juta tahun yang lalu), dan Zaman Kapur (145 – 65 juta tahun
yang lalu). Masa Mesozoikum dimulai dengan kemunculan banyak jenis hewan baru,
termasuk dinosaurus dan ammonite, atau cumi-cumi purba. Masa Mesozoikum berakhir
dengan kepunahan massal yang memusnahkan sekitar 80 persen organisme saat itu.
Kepunahan ini kemungkinan disebabkan oleh tabrakan asteroid ke bumi yang sekarang
kawah bekas tabrakan ditemukan di sebelah utara Semenanjung Yucatan, Meksiko.
Masa Kenozoikum terbagi menjadi dua Zaman, Paleogen (65 – 23 juta tahun yang
lalu) dan Neogen (mulai dari 23 juta tahun yang lalu hingga sekarang). Zaman
Paleogen terdiri dari tiga Kala: Kala Paleosen (65 – 56 juta tahun yang lalu), Kala
Eosen (56 – 34 juta tahun yang lalu) dan Oligosen (34 – 23 juta tahun yang lalu).
Zaman Neogen terbagi menjadi empat Kala: Kala Miosen (23 – 5.3 juta tahun yang
lalu), Pliosen (5.3 – 1.8 juta tahun yang lalu), Pleistosen (1.8 juta – 11,500 tahun yang
lalu) dan Holosen (dimulai dari 11,500 tahun yang lalu hingga sekarang). Kala Holosen
ditandai oleh penyusutan yang cepat dari benua es di Eropa dan Amerika Utara,
kenaikan yang cepat dari muka air laut, perubahan iklim, dan ekspansi kehidupan
manusia ke segala penjuru dunia.
Waktu Skala Geologi 2009

C. Sampling batubara
Diambil dengan metode yang benar/sesuai dan terlindung dari kontaminasi/perubahan.
Pengambilan sesuai dengan tujuannya yaitu:
In situ sampel: diambil dari singkapan, core atau cutting.
Non in situ sampel: diambil dari kontainer transport, stockpile dan lain-lain.
Pengambilan sampel batubara sangat penting bagi cadangan batu bara evaluasi. Sampling
diperlukan untuk berbagai alasan seperti:
1. Bagian dari pengembangan tambang
2. Bagian dari evaluasi cadangan dan tambang penggambaran proyeksi.
3. Bagian dari memeriksa kualitas dari lapisan batubara.
4. Juga diperlukan sebagai bagian dari aplikasi izin tambang.
5. Diperlukan untuk SEC di Amerika Serikat.
 Jenis sampel batubara
1. In-situ sampel: Sampel dari singkapan batubara, terkena jahitan di tambang opencast
atau mendalam, core atau keripik dari lubang bor.
o Grab Samples: Seringkali sampel batubara tidak mewakili seluruh lapisan
batubara. Salah satu yang paling dapat diandalkan metode sampling batu bara.
o Channel Sampel: Salah satu metode sampling yang terbaik untuk batu bara. Ketika
sampel batubara dikumpulkan dari singkapan, daerah yang terkena harus
dibersihkan untuk menghindari terkena cuaca permukaan batubara. Biasanya kotak
kecil adalah pemotongan dilakukan pada singkapan batubara mengungkap seluruh
ketebalan lapisan batubara. Untuk lapisan yang relatif tipis hanya satu bagian
batubara dianjurkan. Namun, jika benar-benar tebal jahitan, dua atau lebih batubara
bagian mungkin diperlukan untuk sampel seluruh jahitan. Sampel saluran harus
dipotong tegak lurus terhadap pesawat seprai dan disimpan dalam kantong plastik.
Sampling dari jahitan penuh memberikan kualitas keseluruhan jahitan termasuk
semua hal-hal Boney dan mineral dalam batubara. Kadang-kadang analisis yang
lebih rinci diperlukan di mana lapisan-lapisan batubara yang dikumpulkan secara
terpisah dari tulang dan batu partings. Namun tulang dan batu partings
dikumpulkan secara terpisah. Lalu posisi dan ketebalan batubara - tulang - rock
sampel dicatat dan dikirim ke laboratorium untuk analisis rinci. Jenis saluran
sampling tahu sebagai Ply Channel sampling. “ out-of-seam-dilution “. Pada
berkali-kali selama ply sampling sebagian kecil dari atap dan lantai batu dari
lapisan batubara juga dimasukkan dalam analisis batubara untuk memungkinkan “
out-of-seam-dilution “.

 Cara melakukan Channel sampling


1. Lokasi koleksi sampel - harus ditandai pada peta, jika GPS tersedia, merekam lokasi
juga.
2. Ambil foto dari lokasi sampel - menetapkan nomor foto dan menuliskannya di
lapangan peta.
3. Cari titik acuan manapun - sungai, rumah dll yang dapat diidentifikasi menggunakan
topo udara atau pada peta grid umum.
4. Rekam celupkan dan menyerang dari lapisan batubara kontak dengan atap dan lantai.
5. Merekam setiap patah tulang di lantai atap atau strata.
6. Tangan menarik bagian batubara dan menandai berbagai interval ply koleksi sampel.
7. Jelaskan setiap ply interval.
8. Seal semua sampel segera setelah mengumpulkan dalam kantong plastik untuk
menghindari oksidasi, label semua kantong sampel; menggunakan tag jika diperlukan.
9. Sebelum mengirim sampel ke laboratorium, menyebutkan jenis analisis Anda
mungkin suka.

o Pilar Sampel: Dalam beberapa kesempatan khusus dengan "kekuatan" dari


batu bara menjadi penting terutama dalam pertambangan bawah tanah. Sebuah
blok besar batu bara tidak terganggu biasanya sampel dengan hati-hati dari
daerah-daerah tertentu atau bidang masalah yang potensial dengan masalah
diketahui. Skema sampling mirip dengan Channel sampling.
o Core samples: Core sampling terutama bagian dari eksplorasi dan evaluasi
cadangan panggung. Namun hal ini sangat penting bagi perkembangan masa
depan saya. Seorang ahli geologi biasanya ditugaskan untuk mengawasi
program pengeboran. Batubara sampel dikumpulkan dalam kotak kayu dengan
hati-hati di lapangan jika tidak sampel di lapangan. Sebagian besar waktu e-
log dipersiapkan untuk setiap lubang selesai dalam beberapa waktu. Seorang
ahli geologi periksa e-log untuk ketebalan batubara dan menyesuaikan
"pemulihan inti" untuk mengumpulkan batubara jahitan. Core pemulihan
biasanya> 90% untuk lapisan-lapisan batubara Namun pemulihan inti yang
buruk adalah mungkin jika pembor tidak terlalu banyak berpengalaman
dengan pengeboran batu bara. Metode sampling sama dengan Channel Ply
sampling. Pada lembar penebangan, kedalaman sampel masing-masing
interval ply dicatat sebelum mengirimnya ke laboratorium. Total jahitan,
Jumlah batubara dan pemulihan% batubara juga dicatat pada tag sampling
sebagai catatan ke laboratorium analisis batubara.

o Cutting/Chip samples: Ini adalah jauh kurang akurat daripada skema sampling
sampling inti. Potongan dihasilkan oleh jenis rotari pengeboran di mana tidak
ada inti yang pulih kecuali keripik. Udara basuh atau lumpur-flush rotari
pengeboran adalah pengeboran yang jauh lebih cepat dan banyak digunakan
untuk sumur gas. Raja ini pengambilan sampel hanya bisa memberi kita
analisis yang sangat umum dari batubara. Sangat sulit untuk mengumpulkan
contoh dan sebagian besar waktu kita banyak pengotor dicampur di dalamnya.
Selain itu, kedalaman yang tepat batubara tidak dapat secara akurat dicatat,
kecuali yang dihasilkan dari log geofisika setelah pengeboran selesai.
o Bulk Samples: Bulk sampel dikumpulkan terutama untuk tes skala yang lebih
besar, untuk memeriksa sifat-sifat pembengkakan berbagai lapisan-lapisan
batubara, untuk menentukan peringkat batubara oleh Tekanan Tinggi bara dan
tekanan rendah bara dan sebagainya.

2. Non in-situ
Contoh dari persediaan batu bara, batu bara kontainer transportasi dan lain-
lain, batubara sering tidak mewakili lapisan batubara yang ditambang. batubara juga
dapat diencerkan dengan "out-of-jahitan" produk dari atap dan lantai strata. Kadang
persediaan mengandung campuran dari dua atau lebih jahitan untuk memenuhi
standar mutu tertentu ditentukan oleh klien. Sangat jarang ahli geologi akan diminta
untuk melakukan jenis pengambilan sampel.

Anda mungkin juga menyukai