Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia merupakan suatu kejadian yang pasti dialami secara fisiologis oleh semua
orang yang dikarunia usia panjang. Lansia akan mengalami proses penuaan, yang
merupakan proses terus menerus (berlanjut) secara ilmiah. Mulai dari lahir sampai
meninggal dan umumnya dialami pada semua mahluk hidup. Menua ditandai dengan
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
(Nugroho, 2007). Penurunan juga terjadi pada panca indra yang akan mempengaruhi
persepsi lansia.

Secara umum, populasi jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang
yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data WHO juga
memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara
berkembang. Pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta orang.
Sementara itu Data Susenas BPS 2012 menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56%
dari total penduduk Indonesia (Wardhana, 2014).

Di Indonesia proporsi penduduk berusia lanjut terus membesar, Indonesia termasuk 5


besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan
berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologi dan sosial ekonomi.Sebagian
besar masalah lansia adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan ditambah dengan
masalah lain seperti keuangan, kesepian,merasa tidak berguna dan tidak produktif.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat didunia, dan berkaitan erat


dengan pola prilaku hidup masyarakat. Sampai saat ini hipertensi masih menjadi
masalah karena beberapa hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi.
Banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah
diobati tetapi tekanan darahnya masih belum optimal, serta adanya penyakit penyerta
dan komplikasi berupa kerusakan organ, terutama jantung dan pembuluh darah, yang
akan memperburuk prognosis (Purwanto, 2012).

1
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan
aterosklerosis, penyebab utama terjadinya pembuluh darah dan penyakit
serebrovaskular, penyakit jantung iskemik, infark miokard, gagal jantung kongestif, dan
stroke. Tekanan darah tinggi juga terkait kausal gagal ginjal dan demensia. pilihan gaya
hidup sehat ditambah dengan deteksi dini dan optimalisasi pengobatan untuk
mengontrol tekanan darah tinggi secara substansial dapat mengurangi risiko
mengembangkan masalah ini (Kaczorowski, Dawes & Gelfer, 2012).

Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang
mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari delapan
dekade terakhir. Hipertensi merupakan kondisi umum yang paling sering ditemukan
pada pusat kesehatan primer dan mengarah pada infark miokard, stroke, gagal ginjal,
dan kematian bila tidak dideteksi dini dan diterapi secara tepat (American Medical
Association, 2014).

Menurut WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg
tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan
mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Data World Healt
Organization (WHO) tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita hipertensi secara
umum pada orang dewasa berusia 25 tahun dan lebih adalah sekitar 40%. Hipertensi
juga diperkirakan mampu menyebabkan 7,5 juta kematian dan sekitar 12,8% dari
seluruh kematian. Negara-negara maju seperti amerika serikat diperkirakan 33,8%
penduduknya menderita hipertensi dengan perbandingan laki-laki sekitar 34,8% dan
perempuan sekitar 32,8%. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak
menular (PTM) salah satunya hipertensi akan menyebabkan 73% kematian dan 60%
seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya
adalah negara berkembang termasuk Indonesia (WHO, 2011).

Data (Global Status Report on Noncommunicable Disesases, 2010) menyebutkan Di


kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa menderita hipertensi. Negara berkembang
seperti Indonesia, prevalensi pasien hipertensi menurut Departemen Kesehatan adalah
sekitar 31,7%, dimana hanya 7,2% dari 31,7% penduduk yang sudah mengetahui
memiliki hipertensi dan 0,4 kasus yang minum obat hipertensi (Depkes, 2012).

2
Di Indonesia, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah
menunjukkan penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Asumsi
terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda
sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas
kesehatan. Namun prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah
didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) terjadi peningkatan dari 7,6% tahun 2007
menjadi 9,5% tahun 2013 (Riskesdas. 2013).

Prevalensi hipertensi di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan. di DKI
Jakarta, kasus hipertensi pada umur ≥18 tahun menurut provinsi di seluruh Indonesia
pada tahun 2013 berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum
obat hipertensi) 10,0%, sedangkan berdasarkan pengukuran tekanan darah
menunjukkan 20,0% (Riskesdas. 2013).

Mengingat berbagai masalah yang bisa terjadi kepada penderita hipertensi, maka penulis
menggambarkan studi kasus pada penderita hipertensi melalui proses keperawatan.
Sehingga dapat membantu para pelaksana kesehatan dalam menangani kasus hipertensi
yang di harapkan nantinya dapat berguna bagi seluruh masyarakat maupun para
penderita hipertensi.

1.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Dapat memberikan Asuhan Keperawatan tentang hipertensi yang terjadi pada Ny M
di ruang Dahlia PSTW Budhi Mulya 1 Cipayung Jakarta Timur.

b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada klien dengan Hipertensi
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
Hipertensi.
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Hipertensi
4. Melaksanakan Implementasi Keperawatan pada klien dengan Hipertensi
5. Membuat Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien
dengan Hipertensi

3
1.3 MANFAAT PENULISAN
a. Bagi Penulis
Hasil pengkajian ini membuat pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan berkaitan dengan pasien Hipertensi.

b. Bagi Institusi
 Bagi Panti
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan
khususnya yang berkaitan klien dengan hipertensi

 Bagi Pendidikan
Sebagai sumber referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan
gerontik.

c. Bagi Lansia
Sebagai pengetahuan bagi lansia tentang penyebab Hipertensi dan cara
pencegahannya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)


2.1.1 Pengertian
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk berumur tua (Bustan, 2007).
Lansia merupakan individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya
memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial dan ekonomi (BKKBN dalam Mubarak, 2009).

2.1.2 Batasan lanjut usia


Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan usia (Mubarak,
2007).
a. Menurut WHO (1993) Lansia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun,
2. Lansia (elderly) antara 60 dan 74 tahun.
3. Lansia tua (old) antara 75 dan 90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

b. Menurut UU No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia pada BAB I


pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas”.

c. Menurut Departemen Kesehatan RI dibagi menjadi 3 yaitu:


1. Kelompok Menjelang Usia Lanjut (45-54 Th) Sebagai Masa Vibrilitas
2. Masa Presenium (Usia 55-64 Tahun).
3. Masa Senium (Usia Kurang Dari 65 Tahun)

2.1.3 Perubahan yang terjadi pada lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia di antaranya adalah sebagai
berikut:

5
a. Perubahan kondisi fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi: perubahan dari tingkat sel sampai
ke semua sistem organ tubuh, diantaranya:
1) Sistem integumen: kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit
kering dan kurang elastis karena menurunya cairan, hilangnya jaringan
adiposa, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya
aliran darah ke kulit.

2) Sistem muskular: kecepatan dan kekuatan kontraksi skeletal menurun,


pengecilan otot akibat menurunya serabut otot, dan secara umum, terdapat
kemunduran kartilago pada sendi, komponen–komponen kapsul sendi pecah
dan kolagen yang tedapat pada jaringan penyambung meningkat secara
progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin akan menyebabkan
inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas (Stanley, 2006).

3) Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus


melebar, rasa lapar menurun dan enzim-enzim pada sistem ini menurun.

4) Sistem pernafasan: otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi


kaku, menurunya aktifitas silia, berkurangnya elastisitas paru, dan
berkurangnya reflek batuk.

5) Sistem Endokrin: Produksi hampir semua hormon menurun, fungsi


paratyroid dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH,
dan LH. Menurunnya aktifitas tiroid akibat basal metabolisme menurun,
menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonand
(progesteron, estrogen, dan aldosteron) bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormone, vasopresin, berkurangnya triodotironin, dan psikomotor
menjadi lambat.

b. Perubahan kondisi mental


Lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan-
perubahan mental ini erat sekali hubungannya dengan perubahan fisik, keadaan
kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan.

6
intelegensia diduga secara umum menurun, dari segi mental dan emosional
sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman, dan cemas.
Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu
penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi.

c. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan ini sangat
beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Orang
yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja, mendadak dihadapkan
untuk menyesuaikan dirinya pada masa pensiun. Perubahan psikososial yang
lain adalah merasakan atau sadar akan kematian, perubahan cara hidup
memasuki rumah perawatan, penghasilan menurun, biaya hidup meningkat,
tambahan biaya pengobatan, penyakit kronis, ketidakmampuan, kesepian
akibat pengasingan diri dari lingkungan sosial, kehilangan hubungan teman
dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri,
serta kematian pasangan hidup.

2.1.4 Tugas Perkembangan Lansia


Patricia Gonce Morton dkk (2011) mengungkapkan bahwa tugas perkembangan
keluarg yaitu:
 Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama sisa
umurnya.
 Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan pasangan
hidupnya, keluarga, dan teman.
 Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait dengan
status kesehatan dan ekonomi
 Menyiapkan pendapatan yang memadai, Memelihara tingkat kesehatan yang
maksimal
 Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
 Memelihara kebersihan diri
 Menjaga komunikasi dan kontak yang adekuat dengan keluarga dan teman
 Memelihara keterlibatan social, sipil dan politisi
 Memulai hobi baru (selain kegiatan sebelumnya) yang meningkatkan status

7
 Mengakui dan merasakan bahwa ia dibutuhkan
 Membangun filosofi hidup yang bermakna dan menemukan kenyamanan
dalam filosofi atau agama.

2.1.5 Pathway Proses Menua

Proses Menua

Fase 1 subklinik Fase 2 transisi Fase 3 klinik

Usia 25-35 Penurunan hormon Usia 35-45 Usia 45 produksi hormon

(testosteron, growt hormon, Penurunan hormon 25 sudah berkurang


estrogen) % hingga akhirnya berhenti

Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres

Peningkatan radikal
bebas

Kerusakan sel-seDNA

(sel-sel tubuh)

Sistem dalam tubuh mulai terganggu spti :


penglihatan menurun, rambut beruban,
stamina & enegi berkurang, wanita
(menopause),pria (andopause).

Penyakit degeneratif (DM,HT, Au,


osteoporosis, penyakit jantung
koroner)

8
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Stanley dan Patricia (2011) mengatakan Pemeriksaan labolatorium rutin yang
perlu diperiksa pada pasien lansia untuk mendeteki dini gangguan kesehatan yang
sering dijumpai pada pasien lansia yang belum diketahui adanya gangguan /
penyakit tertentu (penyakit degeneratif) yaitu :
1. Pemerikasaan hematologi rutin
2. Urin rutin
3. Glukosa
4. Profil lipid
5. Alkalin pospat
6. Fungsi hati
7. Fungsi ginjal
8. Fungsi tiroid
9. Pemeriksaan feses rutin

2.1.7 Pengkajian
Perawat mengkaji perubahan pada perkembangan fisiologis, kognitif dan perilaku
sosial pada lansia
a. Perubahan fisiologis
 Perubahan fisik penuaan normal yang perlu dikaji :

Sistem Temuan Normal


Pigmentasi berbintik/bernoda diarea yang
Integumen Warna kulit terpajan sinar matahari, pucat meskipun
tidak anemia

Kelembaban
Kering, kondisi bersisik
Ekstremitas lebih dingin, penurunan
Suhu
perspirasi
Penurunan elastisitas, kerutan, kondisi
Tekstur
berlipat, kendur
Distribusi Penurunan jumlah lemak pada ekstremitas,
lemak peningkatan jumlah diabdomen

9
Rambut Penipisan rambut
Kuku Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan Tulang nasal, wajah menajam, & angular
Kepala
leher
Penurunan ketajaman penglihatan,
Mata akomodasi, adaptasi dalam gelap,
sensivitas terhadpa cahaya
Penurunan menbedakan nada,
Telinga berkurangnya reflek ringan, pendengaran
kurang
Penurunan pengecapan, aropi papilla ujung
Mulut, faring
lateral lidah
Leher Kelenjar tiroid nodular
Peningkatan diameter antero-posterior,
Thoraxs & peningkatan rigitas dada, peningkatan RR
paru-paru dengan penurunan ekspansi paru,
peningkatan resistensi jalan nafas
Peningkatan sistolik, perubahan DJJ saat
Sist jantung
istirahat, nadi perifer mudah dipalpasi,
& vascular
ekstremitas bawah dingin
Berkurangnnya jaringan payudara, kondisi
Payudara
menggantung dan mengendur
Sistem Penurunan sekresi keljar saliva, peristatik,
pencernaan enzim digestif, konstppasi
Sistem Penurunan estrogen, ukuran uterus, atropi
Wanita
reproduksi vagina
Penurunan testosteron, jumlah sperma,
Pria
testis
Penurunan filtrasi renal, nokturia,
Sistem
penurunan kapasitas kandung kemih,
perkemihan
inkontenensia
Inkontenensia urgensi & stress, penurunan
Wanita
tonus otot perineal

10
Pria Sering berkemih & retensi urine.
Penurunan masa & kekuatan otot,
Sist demineralisasi tulang, pemendekan fosa
muskoloskele karena penyempitan rongga
tal intravertebral, penurunan
mobilitas sendi, rentang gerak
Penurunan laju reflek, penurunan
Sistem
kemampuan berespon terhadap stimulus
neorologi
ganda, insomia, periode tidur singkat

 Pengkajian status fungsional :


Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.Indeks
Katz adalah alat yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan
dan prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Format ini menggambarkan
tingkat fungsional klien dan mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk
memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6
fungsi : mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan makan.
 Tingkat Kemandirian Lansia :
A: Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi,
berpakaian dan mandi
B: Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu
dari fungsi tambahan
C: Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D: Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E: Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F: Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil
G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

11
b. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi
perubahan struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan
tidak mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi secara nyata
Pengkajian status kognitif
 SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual
terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan
dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan kemampuan
matematis.

 MMSE (mini mental state exam)


Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian
dank kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan
paliong tinggi adalaha 30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya indikasi
adanya kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

 Inventaris Depresi Beck


Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang
behubungan dengan depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan
skala 4 poin untuk menandakan intensitas gejala

c. Perubahan Psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada
penuaan. Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa
perubahan biasa terjadi pada mayoritas lansia.
 Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada
seluruh tingkat kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat
yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi social lansia adalah
APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk digunakan pada klien
yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan teman-temannya

12
atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat
tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve

2.1.8 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Wilkinson, 2011
(Berdasarkan NANDA 2011) :
Defisit perawatan diri : berpakaian, makan, eliminasi
 Gangguan sensori persepsi (tipe penglihatan, pendengaran, taktil, olfaktori)
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbetasan kognitif, salah
interpretasi, kurang minat dalam belajar, kurang dapat mengingat, tidak
familier dengan sumber informasi
 Resiko cedera
 Hambatan interaksi sosial
 Kerusakan memori

2.2 Konsep Dasar Hipertensi


2.2.1 Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik
secara hilang timbul atau menetap. Hipertensi adalah penyebab utama stroke,
penyakit jantung, dan gagal ginjal. Prognosis baik jika kelainan terdeteksi pada
fase awal dan tata laksana dimulai sebelum terjadi komplikasi. Peningkatan
tekanan darah yang parah (krisis hipertensi) dapat berakibat fatal (Robinson dan
Saputra, 2014).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan


tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan

13
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Tekanan darah 140/90 mmHg
didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140
menunjukjan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
menunjukkan fase darah yang menuju ke jantung (Triyanto, 2014).

2.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Seventh Report Jointh National Committee (JNC-VII) mengklasifikasikan
hipertensi untuk pencegahan, deteksi, evaluasi, dan penatalaksanaan tekanan
darah tinggi untuk merekomendasikan bahwa faktor resiko pasien perlu
dipertimbangkan dalam menentukan tata laksana hipertensi, pasien dengan faktor
resiko yang lebih banyak harus ditangani dengan lebih agresif (Robinson dan
Saputra, 2014).

Penyebab dari hipertensi tidak diketahui namun banyak factor yang


mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan
stress. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,
data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi.

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-VII
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 80 -89
Hipertensi stage 140 – 159 90 – 99
1
Hipertensi stage ≥ 160 ≥ 100
2

14
2.2.3 Penyebab Hipertensi
Menurut Brunner Dan Suddarth (2014) penyebab hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Pada populasi dewasa dengan hipertensi, antara 90% dan 95% mengalami
hipertensi esensial (primer), yang tidak memiliki penyebab medis yang dapat
diidentifikasi, kondisi ini bersifat poligenik multifaktor.

Tekanan darah tinggi dapat terjadi apabila resistensi perifer dan/atau curah
jantung juga meningkat sekunder akibat peningkatan stimulasi simpatik,
peningkatan reabsorpsi natrium ginjal, peningkatan aktivitas sistem renin-
angiotensin-aldosteron, penurunan vasodilatasi arteriol, atau resistensi
terhadap kerja insulin.

Kedaruratan dan urgensi hipertensif dapat terjadi pada pasien yang tidak
mengontrol hipertensinya dengan baik, yang hipertensinya tidak terdiagnosis,
atau pada mereka yang menghentikan pengobatan secara mendadak.

2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder dicirikan dengan peningkatan tekanan darah disertai
dengan penyebab spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, penyakit
parenkimrenal, hiperaldosteronisme (hipertensi mineralokortikoid), medikasi
tertentu, kehamilan, dan koarktasi aorta. Hipertensi juga bersifat akut, yang
menandakan adanya gangguan yang menyebabkan perubahan resistensi perifer
atau perubahan curah jantung (Triyanto, 2014).

2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi


Menurut Triyanto (2014), faktor-faktor resiko terjadinya hipertensi meliputi :
1. Herediter
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi didalam
keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka
dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
hipertensi. Dugaan ini menyonkong bahwa fatktor genetik mempunyai peran

15
dalam terjadinya hipertensi. Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang
memicu masalah terjadinya hipertensi, hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika seseorang dari orang tua kita memimiliki riwayat hipertensi maka
sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi.

2. Jenis kelamin
Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita
hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6%
dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukkan 18,6%
pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada
pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan didaerah perkotaan Jakarta didapatkan
14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita.

3. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya
umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi semakin
meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan
alamiah didalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah, dan
hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan
insiden penyakit arteri coroner dan kematian premature (Julianti, 2005).

Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi dimana
pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki
dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami menopause.

4. Stres
Faktor lingkungan seperti stres berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial. Hungan antara stres dan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf
simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja saat kita beraktivitas, saraf
parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak melakukan aktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu).

16
Apabila stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, tetapi angka kejadian di masyarakat
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.

Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. Peningkatan darah sering intermiten pada awal
perjalanan penyakit. Bahkan pada kasus yang sudah tegak diagnosisnya, sangat
berfluktuasi sebagai akibat dari respon terhadap stres emosional dan aktivitas
fisik. Selama terjadi rasa takut ataupun stres tekanan arteri sering kali meningkat
sampai setinggi dua kali normal dalam waktu beberapa detik.

5. Obesitas
Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa
faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian
hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan obesitas dan hipertensi esensial,
tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita hipertensi yang mempunyai berat badan normal. Terbukti bahwa
daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal.

2.2.5 Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara
yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyuak cairan
pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku
sehingga mereka tidak dapat mengembangpada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Darah setiap denyut jantung dipaksa melalui pembuluh
darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku
karena arterioskalierosis.

17
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat saat terjadi vasokonstriksi,
yaitu jika arteri (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena
perangsangan saraf atau hormone didalam darah. Bertambahnya cairan dalam
sirkulasi bisa meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan
fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga
meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah
akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh
perubahan dari fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf
yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otNytis). Perubahan fungsi ginjal,
ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah
meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke
normal.

Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal
juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormone angiotensin, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosterone. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada
ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan
arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertnsi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight
(reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar); meningkatkan kecepatan dan
kekuatan denyut jantung; dan juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi
memperlebar arteriola didaerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan
pasokan darah yang lebih banyak); mengurangi pembuangan air dan garam oleh
ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh; melepaskan

18
hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang
jantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan satu faktor pencetus
terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin
dan norepinefrin.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Hipertensi sering disebut “the silent killer” karena sering tidak menimbulkan
gejala sampai keadaan menjadi berat dan terjadinya penyakit pada organ-organ
target. Pasien dengan penyakit hipertensi yang berat bisa mengalami berbagai
gejala sekunder dengan efek pada pembuluh darah di berbagai organ dan jaringan
atau peningkatan beban kerja jantung. Gejala sekunder ini termasuk kelelahan,
penurunan toleransi aktivitas, pusing, berdebar-debar, nyeri dada, dan sesak nafas.
di masa lalu, gejala hipertensi dianggap berupa nyeri kepala, mimisan, dan pusing.
Namun demikian, jika tekanan darah sangat tinggi atau rendah, gejala-gejala ini
jarang pada penderita hipertensi dibandingkan masyarakat umum (Lewis, 2007).

2.2.7 Komplikasi hipertensi


1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. stroke dapat
terjadi pada hipertensikronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri- arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat
menjadi lemah, sehingga meningkatkan terjadinya aneurisma. Gejala terkena
stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau
bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau
sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat
bicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

2. Infark Miokard
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteeri coroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus
yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi

19
kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.

3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir keunit-unit fungsional dinjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein
akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

4. Efusi Pleura
Ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang kembalinya kejantung
dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain
sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan sesak nafas,
timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan
edema.

5. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf
pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi komplikasi

20
2.2.8 Patway

Proses penuaan

Usia > 60 Tahun

Defisit perawatan diri


Penurunan fungsi kardiovaskuler Penurunan

Elastisitas menurun metabolisme


tubuh
Kondisi lembab dan kotor
Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Penurunan
kekuatan, kendali
Infeksi
Vasokontriksi dan masa otot
Suplai O2 menurun ke otak

Gatal-gatal Hambatan
mobilitas fisik
Gangguan perfusi jaringan cerebral
Usia lanjut
Resiko gangguan
integritas kulit

21
2.2.9 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang
tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif

2.2.10 Intervensi
 Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kmepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,
redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk panjang,
membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral

 Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum


1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frequency nadi
lebih dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan darah
yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg

22
atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri dada : kelemahan
dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi
terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya
menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat
gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

 DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan


dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk evaluasi
awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat diklasifikasikan
pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil
pengukuran diastolic diatas 130 dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama,
kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko yang di
tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila
tekanan diastolic 90-115.

 DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kebutuhan metabolic
1. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jangtung
berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
2. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya ateroskelorosis
dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk hipertensi dan komplikasinya

23
misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal jantung. Kelebihan memasukkan garam
memperbanyak volume cairan intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.

 DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system


pendukung yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan ke
dalam kehidupan sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam
mengubah respons seseorang terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri yang
berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja
sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala ketidakmampuan
untuk mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin merupakan
indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD
diastolic

 DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi


atau keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang
terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang terdekat

24
untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila pasien tidak
menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan
perilaku tidak akan dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan
mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD
tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol
dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan,
maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu pasien untuk
memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi
4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko
kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol( lebih dari
60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.

25
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA NY M DENGAN HIPERTENSI
DI PSTW BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

Pengkajian Lansia
Nama Perawat : Iis Risnasari, S.Kep
Tanggal pengkajian : 2 November 2017
Jam pengkajian : Pukul 17.00 WIB

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GERIATRI

PENGKAJIAN

A. Data Biografi
Nama : Ny M

JK : Perempuan

Tempat & Tgl Lahir : 1917 / 100 tahun

Gol. Darah : O / A / B / AB

Pendidikan Terakhir : SD

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

TB / BB : 155 Cm / 45 Kg

Penampilan : Bersih

Ciri-Ciri Tubuh : Tinggi, kulit hitam, rambut gundul

Alamat : panti werdha budi mulia cipayung

Telp : Tidak punya

Orang Yang Dekat Dihubungi :-

Hubungan dengan Usila :-

Alamat :-

Telp : Tidak ada

26
B. Riwayat Keluarga
Genogram

√ X

keterangan:
: perempuan √ : Klien

: laki-laki

X : laki-laki meninggal

C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Tinggal di panti

Alamat Pekerjaan : PSTW Budi Mulia 1 Cipayung

Berapa Jarak Dari Rumah : 0 Km

Alat Transportasi : Tidak ada

Pekerjaan Sebelumnya : Supir taxi

Berapa Jarak Dari Rumah :

Alat Transportasi : Angkot

Sumber-Sumber Pendapatan & Kecukupan terhadap kebutuhan :

27
D. Riwayat Lingkungan Hidup

Tipe Tempat Tinggal : Kontrakan

Jumlah Kamar : petakan

Jumlah Tongkat : Tidak menggunakan tongkat

Kondisi Tempat Tinggal : Padat dan penuh sesuai pengkajian

Jumlah orang yang tinggal di rumah : 4

Derajat Privasi : Tidak ada privasi karna dalam bentuk


kontrakan

Tetangga Terdekat : Tidak ada

Alamat/Telepon : / Tidak ada

E. Riwayat Rekreasi
Hobi / Minat : membatik

Keanggotaan Organisasi : Tidak pernah ikut

Liburan / Perjalanan : Tidak pernah

F. Sistem Pendukung
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi :

Jarak dari rumah : 0………..Km

Rumah Sakit :

Jaraknya : 1 Km

Klinik :0 m Jaraknya :0 m

Pelayanan Kesehatan di rumah :Klinik panti dan Puskesmas Kec. Cipayung

Makanan yang dihantarkan : Makanan dari panti

Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga

Tidak ada perawatan hanya rutin minum obat dan cek tensi darah

Lain – lain Tidak ada

28
G. Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual : Berdoa , klien tidak pernah sholat

H. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :
Ny M mengatakan tidak sakit apa apa, badan kadang kadang ngilu, pundak kadang
sakit
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu:
Ny M mengatakan tidak tahu sakit apa, tidak mengerti sakit apa, selalu menganggap
dirinya sehat

Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan :


Ny M tidak mengerti tentang penatalaksanaan masalah kesehatan yang dialami. Ny M
mengatakan tidak ada keluhan , tidak ada sakit, hanya mengeluh kadang kadang sakit
pundak.

Obat-Obatan :

No. Nama Obat Dosis Keterangan

1 Vitamin B 1x1
Komplek

2 Kalk 1x1

3 Amlodipin 5 ml 1x1

Alergi (catatan agen dan reaksi spesifik)

Obat-obatan : Ny M mengatakan tidak memiliki alergi obat-obatan


Makanan : Ny M mengatakan tidak memiliki alergi makanan
Faktor Lingkungan : Ny M mengatakan tidak memiliki alergi lingkungan seperti
dingin, debu, binatang, atau lainnya.

29
Penyakit Yang Diderita :

Klien mempunyai riwayat darah tinggi atau Hipertensi

Aktivitas Hidup Sehari-Hari (Adl)

Indeks Katz : A / mandiri


Oksigenasi : sesak (-), tidak ada masalah oksigenasi
Cairan & Elektrolit : Ny M mengatakan tidak menghitung berapa kali minum
Nutrisi : Ny M mengatakan makan 3 kali sehari
Eliminasi : Ny M mengatakan sehari 2 kali BAK, BAB 1 kali sehari,
Aktivitas : Ny M mandiri dalam kegiatan sehari-hari, mandi sendiri
Istirahat & Tidur : Ny M mengatakan biasanya jam 9 malam udah tidur bangun
jam 5 pagi, Ny M mengatakan tidur siang selama 2 jam
Personal Hygiene : Ny M mandi 2 kali sehari , cuci rambut 1 kali sehari.
Seksual : Tidak
Rekreasi : Tidak pernah

Psikologis : stres (-), Ny M mengatakan dibetah betahkan di panti, karena


sudah tidak ada lagi yang merawat

I. Konsep Diri :
J. Emosi : stabil
K. Adaptasi :dapat beradaptasi dengan lingkungan di panti

L. Tinjauan Sistem
Keadaan Umum : sakit ringan
Tingkat Kesadaran : compos mentis
Skala KNy Glasgow : E4 V5 M6
Tanda-tanda Vital : TD 165/90 mmHg, N: 80 x/m, RR: 20 x/m
 Kepala : rambut beruban, ketombe (-), tidak terdapat luka
 Mata, Telinga, Hidung :konjungtiva tidak anemis, serumen di telinga (-), tidak
ada polip

30
 Leher :tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
getah bening
 Dada & Punggung :retraksi paru simetris, suara napas vesikuler,
punggung simetris, kadang kadang nyeri pundak
 Abdomen & Pinggang :bising usus (+), tidak ada keluhan pada pinggang dan
perut
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada masalah
 Sistem Imun : tidak ada masalah
 Genetalia : tidak ada masalah
 Sistem Reproduksi :tidak ada masalah
 Sistem Persarafan :tidak ada masalah
 Sistem Pengecapan :tidak ada masalah
 Sistem Penciuman :tidak ada masalah
 Tactil Respon :(+) / baik

M. Status Kognitif/Afektif/Sosial
1. Short Porteble Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Tidak terjadi gangguan fungsi intelektual pada Ny M. Kesalahan menjawab
pertanyaan tidak ada artinya fungsi intelektual utuh. Ny M menjawab5 pertanyaan
dari 10 pertanyaan dengan benar dan tepat. Pertanyaan yang ditanyakan terkait
dengan waktu, tempat, usia, orang, dan berhitung.

2. Mini-Mental State Exam (MMSE)


Score Ny M adalah 24 tidak ada masalah kognitif yang dialami Ny M

3. Inventaris Depresi Beck


Hasil pengkajian Inventaris Depresi Beck score 3 ; depresi tidak ada atau minimal.

4. Indeks KATZ
Hasil pengkajian Indeks KATZ ; Score A yang artinya kemandirian dalam hal
makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi.

31
5. Indeks Barthel
Hasil pengkajian Indeks Barthel Score 20 mempunyai tingkat ketergantungan
mandiri

6. APGAR
Ny M tidak tinggal dengan keluarga tinggal dipanti

7. Penilaian Keseimbangan Berg


Score keseimbangn Ny M adalah 48

N. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Radiologi
Belum pernah rontgen
3. EKG
Tida pernah dilakukan
4. USG
Tidak pernah dilakukan
5. CT – Scan
Tidak pernah dilakukan

32
ANALISA DATA

NO TANGGAL DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. 3 November Ds: Proses penuaan gangguan
2017 - Ny M perfusi
mengatakan jaringan
tidak suka Penurunan fungsi kardiovaskuler cerebral
memeriksakan Elastisitas menurun
kesehatannya ke
klinik panti Kerusakan vaskuler pembuluh
- Ny M darah
mengatakan
tidak tahu kalau
mempunyai Vasokontriksi
darah tinggi Suplai O2 menurun ke otak
- Ny M
mengatakan
tidak tau dan gangguan perfusi jaringan
tidak pernah cerebral
minum obat
- Ny M kadang
suka mengeluh
pusing dibagian
tengkuk

Do:
- Tekanan darah
Ny M 165/90
mmHg
- N: 80x/m
- CRT < 2 detik
- Suhu : 36.5 C
- RR 20x/m

33
2 6 November Ds: Usia lanjut Hambatan
2017 - Ny M mobilitas fisik
mengatakan Penurunan metabolisme tubuh
sakit jika kaki
ditekuk
- Ny M Penurunan kekuatan, kendali dan
mengatakan masa otot
pelan pelan jika
akan berjongkok
karna kaki sakit Hambatan Mobilitas Fisik

Do:
- kekuatan otot
didapat
5555 5555
5555 4444
- Ny M gaya
berjalan kaki
perlahan lahan
Penilaian fungsi
keseimbangan
berg: 48

3 7 November Ds : Kondisi lembab dan kotor Resiko


2017  Ny M Gangguan
mengatakan kaki Bakteri dan kuman integritas kuit
terasa gatal-gatal
 Ny M
mengatakan Kurangnya kebersihan
kasur jarang lingkungan
dijemur

34
 Ny M Gatal gatal
mengatakan
karena gatal
maka S sering Gangguan integritas kulit
mengaruknya
Do :
 Kulit tampak
bekas luka/gatal-
gatal
 Tampak Ny M
menggaruk-
garuk kakinya

35

Anda mungkin juga menyukai