LP CHF
LP CHF
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya
Laporan Kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyusun mendapat
bimbingan dan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak dalam pembuatan Laporan
Kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Program Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus. Semoga Laporan Kasus ini dapat
dipergunakan dan membantu mahasiswa dalam memperluas wawasan dan
memperdalam pengetahuan dalam bidang kesehatan.
Penyusun menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih memiliki kekurangan, baik
dalam penulisan, bahasa, dan pengolahannya. Penyusun membutuhkan kritik dan saran
dari para pembaca untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
Bandung, 2016
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan problem kesehatan utama. Badan Kesehatan Dunia
World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 mencatat lebih dari 55,9 juta
orang meninggal karena akibat penyakit jantung diseluruh dunia dan akan terus
meningkat, ini setara dengan 30,3% dari total kematian didunia.
Di negaranegara maju, seperti Amerika Serikat penyakit jantung menduduki
peringkat pertama penyebab kematian. Kematian akibat Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah (PJPD) di seluruh Amerika Serikat pada tahun 1996 mencapai
959.227 orang, yakni 41,4% dari seluruh kematian. Setiap hari 2600 penduduk
meninggal akibat penyakit ini. Meskipun berbagai pertolongan mutakhir telah
diupayakan, namun setiap 33 detik tetap saja seorang warga Amerika meninggal
akibat penyakit ini. Dari jumlah tersebut, 476.124 kematian disebabkan oleh gagal
jantung. Pada tahun 1999 diperkirakan 1.100.000 warga Amerika mengalami gagal
jantung.
Saat ini penyakit kardiovaskular yang didalamnya termasuk gagal jantung telah
menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Penyebab selurah kematian yaitu
16 persen pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992. Pada SKRT 1995 meningkat
menjadi 18,9 persen. Hasil Suskernas 2001 malahan memperlihatkan angka 26,4 persen
(Yahya, 2008). Budiarso dkk, melaporkan prevalensi penyakit jantung di Indonesia
adalah 18,3/100,000 penduduk pada golongan umur 1524 tahun, dan meningkat
menjadi 174,6/100,000 penduduk pada umur 55 tahun (Kabo, 2008). Di Sumatera
Selatan jumlah prevalensi penyakit jantung pada tahun 2005 sebanyak 39,6 per 10.000
penduduk, termasuk didalamnya penyakit jantung koroner.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Pengertian Fraktur Vertebra
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Anatomi dan fisiologi Fraktur Vertebra
3. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Etiologi Fraktur Vertebra
4. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Patofisiologi dan pathoflow diagram
Fraktur Vertebra
5. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Manifestasi Klinis Fraktur Vertebra
6. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Pemeriksaan Penunjang Fraktur Vertebra
7. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Komplikasi Fraktur Vertebra
8. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Penatalaksanaan Fraktur Vertebra
9. Mahasiswa mampu mengetahui tentang Asuhan Keperawatan dewasa dengan
Fraktur Vertebra
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi dalam beberapa bagian besar yaitu: kata pengantar, bab I
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan. Bab II
yang terdiri dari konsep dasar medik, konsep asuhan keperawatan dan asuhan
keperawatan (kasus), bab III penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti
natrium, kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan
muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi
jantung. Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan
terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam
membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan
impuls listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel,
maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah
depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-
sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat sel kembali
kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode
refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi.
Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat
menjadikan henti jantung mendadak.
Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung
pada komposisi cairan intertisial sekitar otot jantung.
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Kelainan otot jantung(aterosklerosis koroner, hipertensi arterial)
2) Penyakit miokard degeneratif & inflamasi
3) Penyakit jantung lain(Stenosis katup, perikarditis, endokarditis)
b. Faktor pencetus
1) Peningkatan asupan garam
2) Ketidakpatuhan menjalani pengobatan jantung
3) AMI, aritmia akut, emboli paru
4) Serangan hipertensi maligna
5) Faktor sistemik (demam,HIV,hipoksia,tirotoksitosis,anemia,asidosis)
4. Klasifikasi
a. Backward Failure
Backward Failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu
memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan
meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium dan sistem vena balik untuk
jantung sisi kiri.
b. Forward Failure
Forward Failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan
curah jantung yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung
merupakan sistem tertutup maka backward failure dan forward failure selalu
berhubungan satu sama lain.
Empat tipe:
1) Tipe 1 bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
2) Tipe 2 bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan
3) Tipe 3 bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
4) Tipe 4 bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring.
5. Patofisiologi
Bila jantung dihadapkan pada beban yang berlebihan (melampaui beban
normal), maka jantung dengan mekanisme kompensasi yang ada secara instrisik
akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan kerjanya dalam mengatasi beban
tersebut sedemikian rupa sehingga curah jantung dapat dipertahankan cukup besar
untuk memenuhi sirkulasi darah dalam tubuh. Mekanisme kompensasi ini pada
dasarnya adalah pendayagunaan cardiac reserve atau daya kerja cadangan.
Beberapa kompensasi sebelum terjadinya gagal jantung adalah dilatasi ventrikel,
hipertropi ventriel, kenaikan rangsangan simpatis berupa takikardi dan vaso kontriksi
perifer, peningkatan katekolamin plasma, retensi garam dan cairan tubuh.
Gagal jantung ventrikel kiri atau gagal jantung kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga aliran jantung kiri menurun dengan
akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolik dalam
ventrikel kiri meningkat.
Keadaan ini merupakan beban bagi atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi
ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan rata-rata
dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium yang meningkat menyebabkan hambatan
pada aliran masuknya darah vena pulmonal.
Apabia keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi dalam paru-
paru uyang berakibat edema paru sehingga akan menimblkan kelainan dan tanda-
tanda akibat adanya peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.
Keadaan ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang m,enjadi pompa
darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Apabila beban dalam ventrikel kanan terus
bertambah akan merangasang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan
mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuan. Apabila beban ventrikel
tersebut tetap meninggi dan tidak teratasi maka terjadilah gagal jantung kanan
sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kanan dan kiri.
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena ganggguan atau hambatan pada
daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa
didahului oleh adanya gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volume akhir diastolik ventrikel kanan akan meningkat dan
keadaan ini menjadi beban bagi atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel
kanan. Pada saat diastolik dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium
kanan, tekanan dalam atrium kanan meninggi menjadikan hambatan pada aliran
masuknya darah dari vena kava superior dan iinferior ke dalam jantung. Sehingga
mengakibatkan kenaikan tekanan dan adanya bendungan pada vena sistemik. Pada
vena-vena tersebut (tekanan vena jjugularis dan bendungan dalam hepar) dengan
segala akibatnya (tekanan vena jjugularis yang meninggi dan hepatomegali). Apabila
keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan
akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites yang sering disebut
dengan gagal jantung kongestif.
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis secara umum pada kegagalan jantung yaitu kelemahan,
takipnea, dispnea, nokturia, takikardia, sianosis, ansietas, mual muntah, irama galop
(s3 dan s4).
Tanda dan gejala pada jantung kiri yaitu sesak napas, gelisah, dispnea pada saat
aktivitas atau pada saat tidur, takipnea, batuk kering, tidak produktif, peningkatan
tekanan darah, takikardia, galop ventrikel kiri, ronchi sianosis.
Tanda dan gejalan pada yang jantung kanan yaitu asites, nyeri tekan abdomen
kuadran kanan atas, peningkatan tekanan vena, distensi vena leher, edema,
hepatomegali, splenomegali, diaforesis,peningkatan berat badan, galop ventrikel
kanan (s4), anoreksia, penurunan haluaran urin.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan foto thorak: Dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vskuler
paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua
paru dan efusi pleura.
b. Pemeriksaan elektro kardiografi: Untuk melihat penyakit yang mendasar seperti
infark miokard dan aritmia.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal: Pemeriksaan urin rutin (protein, reduksi,
urobilinogen, bilirubin, keton, nitrit, epitel, ureum, creatinin, asam urat)
d. Pemeriksaan laboratorium: Haemoglobin, elektrolit, haematokrit, enzim,
albumin, urin, berat jenis, creatin natrium
e. Echocardiografi
f. Angigrafi
g. Fungsi tyroid dilakukan ats indikasi
h. Tes fungsi paru
i. Pemeriksaan sinar X dada
8. Penatalaksanaan medis
a. Tirah baring: Karena jantung tidak bisa diharapkan untuk benar-benar istirahat,
maka untuk sembuh hal terbaik yang dilakukan adalahmengistirahatkan pasien.
melalui ini, aktivitas kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.
b. Diuretik: Selain tirah baring, pembatasan garam dan air serta diuretik baik oral
maupun parenteral akan menurunkan preload an kerja jantung. semua diuretik
tanpa memperhatikan rute pemberiannya dapat menyebabkan perubahan
bermakna pada elektrolit serum khususnya dan klorida.
c. Morfin: obat paling berguna menangani edema pulmonal akut. morfin dapat
mencapai manfaat fisiologis melalui efek vasodilatasi perifer, membentuk
penanampungan darah perifer yang menurunkan aliran balik vena dan kerja
jantung.
d. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian O2 dan menurunkan konsumsi
karbon dioksida melalui pembatasan aktivitas/istirahat.
e. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung: Mengatasi keadaan yang irreversibel,
termasuk tiroksiokosis, edema dan aritmia, digitalis.
f. Menurunkan berat badan: Menurunkan beban awal dengan diit rendah garam,
diuretik, dan vasodilator
9. Komplikasi
a. Syok kardiogenik: Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik: Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita
jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan
dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponade jantung: Masuknya cairan kedalam kantung
perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran
balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
Anamnesa
a. Identitas: nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis.
b. Keluhan utama: adanya kelemahan saat beraktivitas dan merasakan sesak napas
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
1) Problem: kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan
2) Quality : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang
dirasakan atau yang digunakan oleh pasien. Biasa setiap beraktivitas pasien
merasakan sesak napas (tampak bernapas menggunakan otot-otot bantu
pernapasan)
3) Region : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau mempengaruhi
keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai dengan
ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan
4) Scale : kaji tentang kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-
hari biasanya kemampuan pasien dalam beraktivitas akan menurun sesuai
dengan derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
5) Time : sifat timbulnya keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul
perlahan, lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat,
saat istirahat.
d. Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat penyakit diabetes mellitus atau
penyakit lain yang mempengaruhi jantung
e. Riwayat kesehatan keluarga: dalam keluarga ada yang menderita diabetes
mellitus atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
otot jantung secara sistemik.
f. Riwayat psikososial : Informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialamipenderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluargaterhadap penyakit penderita.
g. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum : Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara
bicara, tinggi badan,berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah peningkatan JVP,telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, apakah
penglihatan kabur / ganda,diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen: Turgor kulit menurun, kelembaban dan adanya udem
didaerah ekstermitas, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
a) Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b) Tanda :
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum : Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental : Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit : Pucat dan sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler: Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal, dan urinary: Gejala : Penurunan berkemih, urine
berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
7) Sistem muskuloskeletal: Kelemahan ektermitas, dan terjadi udem pada
ektermitas bawah
8) Sistem neurologis
a) Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b) Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai
okigen.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dal alveoli
paru sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama, edema
f. Kurang pengetahuan b.d kurang pemahaman tentang penyakit.
3. Intervensi Keperawatan
2. Berikan 2. Mencegah
aktivitas kelelahan
alternative yang
berlebihan
3. Mengindikasi
3. Pantau TTV
kan tingkat
aktivtas yang
dapat
ditoleransi
secara
fisiologis
4. Tingkatkan 4. Meningkatka
partisipasi n
pasien dalam kepercayaan
melakukan dini yang
aktivitas positif sesuai
sehari-hari tingkat
dan dapat aktivitas yang
ditoleransi dapat
ditoleransi
pasien
3. Auskultasi 3. Menghindari
bunyi napas kongesti paru
akibat
penurunan
miokard
4. Kafein, kopi,
4. Berikan
coklat dan
makanan
cola akan
porsi, makan
meningkatkan
kecil dan
kerja
mudah
miokardia
dikunyah,
sehingga
batasi asupan
meningkatkan
kafein, kopi,
frekuensi
coklat dan
jantung dan
cola
bradikardia
5. Kaji ulang 5. Memberikan
seri EKG informasi
berhubungan
dengan
kemajuan/
perbaikan
infark, fungsi
ventrikel,
keseimbanga
n elektrolit
dan efek
terapi obat
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan kriteria hasil
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan tidak teratasi, teratasi sebagia atau telah
teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Simpulan
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. A. R dengan Fraktur
vertebra di Ruang Yosef 3 Dago Rumah Sakit Borromeus dapat disimpulkan
bahwa setelah ditemukan 3 diagnosa yaitu : Ketidakefektifan pola napas b.d
kompliance paru menurun, Nyeri b.d agens cedera biologis (nyeri perut),
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan dan Resiko tinggi penurunan curah
jantung b.d perubahan kontraktilitas miokard. Perencanaan: Dalam
merencanakan tindakan keperawatan diharapkan masalah yang dihadapi
pasien teratasi, tujuan dari diagnosa 1-3 setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam tercapai. Pelaksanaan: Dalam melaksanakan
asuhan keperawatan disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat selama
3 x 24 jam, dalam pelaksanaan keperawatan perawat melibatkan anggota
keluarga. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu : Observasi.
Tindakan mandiri perawat. Edukasi, Kolaborasi dan Evaluasi. Dari diagnosa
yang ditemukan, masih perlu perawatan lanjutan dari perawat. Dokumentasi:
Dokumentasi yang dilakukan ialah pencatatan dari tindakan yang telah
dilakukan
B. Saran
Bagi mahasiswa: mempersiapkan konsep teori tentang asuhan
keperawatan dewasa dengan comgesty heart failure dan meningkatkan
keterampilan dalam pemberian asuhan keperawatan.