RESUME CHAPTER
II
OLEH
B. FRAUD TRIANGLE
Untuk dapat mencegah, mendeteksi, dan menanggapi fraud, para pemangku
kepentingan antifraud harus memahami mengapa fraudster melakukan penipuan (fruad).
Hal tersebut dapat dilihat dari kerangka kerja Triangle.
Pada tahun 1950, Donald Cressey dan Edwin Sutherland melakukan penelitian
tentang mengapa seseorang dalam posisi kepercayaan akan menjadi pelanggar
kepercayaan. Cressey mewancarai sekitar 200 orang di penjara untuk kasus penggelapan.
Berdasarkan penelitiannya didapatkan bahwa setiap penipuan memiliki tiga kesamaan
yaitu pertama, tekanan (yang kadang disebut sebagai motivasi); kedua rasionalisasi
(etika pribadi); ketiga pengetahuan dan peluang untuk melakukan kejahatan.
Tekanan (Pressure)
Tekanan (insentif atau motivasi) mengacu pada sesuatu yang telah terjadi dalam
kehidupan pribadi fraudster yang menciptakan kebutuhan yang memotivasi mereka
untuk melakukan fraud seperti tekanan yang berpusat pada tekanan keuangan, kebiasaan
narkoba, kebiasaan untuk berjudi atau tekanan insentif yang terkait dengan harga saham.
Rasionalisasi (Rationalization)
Association of Certified Fraud (ACFE) melaporkan bahwa ditahun 2008 sebesar
10,93% dari fraudster yang dilaporkan tidak memiliki keyakinan pidana sebelumnya.
Sehingga bagaimana fraudster membenarkan tindakan yang secara obyektif berfisat
kriminal ? dikareakan mereka hanya membenarkan kejahatan mereka di bawah keadaan
mereka. Contohnya, mereka melakukan puncurian (kejahatan) dari majikan mereka yang
dimana secara mental meyakinkan diri bahwa mereka akan membayarnya kembali
(yaitu. “saya hanya meminjam uang”). Banyak alasan lain yang bisa berfungsi sebagai
rasionalisasi, termasuk beberapa yang seperti kejahatan dalam kebaikan dimana fraudster
tidak benar-benar menyimpan dana atau aset curian tetapi menggunakannya untuk tujuan
sosial (seperti, untuk mendanai klinik panti jompo yang kekurangan dana).
Kesempatan (Opportunity)
Menurut penelitian Cressey, fraudster selalu memiliki pengetahuan dan kesempatan
untuk melakukan fraud. Association of Certified Fraud (ACFE) menunjukkan bahwa
karyawan dan manajer yang memiliki masa jabatan yang cukup lama, kemungkinan
besar dapat melakukan fraud dengan baik. penjelasan sederhananya adalah bahwa
karyawan dan manajer yang telah bekerja cukup lama (bertahun-tahun) memahami
dengan baik di mana kelemahan yang berada dalam kontrol internal perusahaan sehingga
fraudster memahami betul cara melakukan kejahatan (fraud) dengan sukses.
Sehingga faktor utama dalam kesempatan adalah kontrol internal. Kelemahan atau
tidak adanya kontrol internal yang baik memberikan kesempatan bagi fraudster untuk
melakukan kejahatan mereka.
The Fraud Triangle
D. PROFILE OF FRAUDSTERS
Aspek utama untuk mencegah dan mendeteksi fraud adalah memahami profil tipikal
fraudster dengan berbagai jenis penipuan. Profil kriminal kerah putih sangat berbeda
dengan penjahat kerah biru (penjahat jalanan).
Siapa yang Melakukan Penipuan ? (Who Commits Fraud?)
Mengingat prinsip-prinsip yang dijelaskan bahwa fraud terutama disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal individu seperti faktor ekonomi, kompetitif, sosial, politik dan
kontrol yang buruk.
Berdasarkan hasil penelitian yang menanyakan kepada karyawan apakah mereka
jujur di tempat kerja?. Disimpulkan bahwa 40% mengatakan mereka tidak akan
melakukan pencurian/kecurangan, 30% mengatakan mereka akan melakukan
pencurian/kecurangan, dan 30% mengatakan bahwa mereka mungkin akan pelakukan
pencurian/kecurangan. Dari persentasi hal yang membuat seseorang melakukan fraud
yaitu :
- Seseorang yang mengalami kegagalan lebih mungkin untuk melakukan fraud.
- Seseorang yang tidak disukai dan yang tidak menyukai diri sendiri lebih
cenderung untuk berbohong.
- Orang-orang yang impulsif, terfraksinasi, dan tidak dapat dikuasai lebih
mungkin untuk terlibat dalam kejahatan fraud.
- Seseorang yang memiliki hati nurani (takut akan ketakutan hukuman) lebih tahan
terhadap godaan untuk melakukan fraud.
- Seorang yang cerdas cenderung lebih jujur daripada orang bodoh.
- Orang-orang kelas menengah ke atas cenderung lebih jujur daripada orang-orang
kelas bawah.
- Semangkin mudah orang untuk melukan fraud (mencuri dan menipu) semangkin
banyak orang yang akan melakukannya.
- Individu memiliki kebutuhan yang berbeda oleh karnanya tingkat yang berbeda
di mana mereka akan cukup termotivasi untuk melakukan fraud (berbohong,
menipu, atau mencuri).
- Kebohongan, kecurangan, dan pencurian meningkat ketika orang memiliki
tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang penting.
- Perjuangan untuk bertahan hidup menghasilkan kebohongan.
Kenapa Karyawan Melakukan Kebohongan, Menipu, dan Mencuri ?
Ada 25 alasan untuk melakukan kejahatan karyawan dan yang paling sering
diajukan oleh pisak berwenang dalam kejahatan kerah putih, diantaranya yaitu :
1. Karyawan percaya bahwa mereka bisa lolos begitu saja.
2. Karyawan mengira dia sangat membutuhkan atau menginginkan uang atau
barang yang dicuri tersebut.
3. Karyawan meresa frustasi atau tidak puas tentang beberapa aspek pekerjaan.
4. Karyawan merasa frustasi atau tidak puas tentang beberapa aspek kehidupan
pribadinya yang tidak terkait dengan pekerjaan.
5. Karyawan merasa dilecehkan oleh majikan dan ingin membalas dendam.
6. Karyawan tersebut gagal mempertimbangkan konsekuensi ditangkap.
7. Karyawan berfikir “semua orang melakukan fraud, jadi mengapa saya tidak ?”.
G. FRAUD TREE
Association of Certified Fraud Examiners (ACPE) Fraud Tree mengkategorikan
secara tersendiri skema fraud kedalam model kategori, subkategori, dan mikrokategori.
Tiga pola (Top-level) kategori: (1) Fraud Korupsi (Currrption), (2) Fraud
Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation), (3) Fraud Laporan Keuangan
(Fraudulent Statement).
Pada skema fraud laporan keuangan paling umum adalah terkait dengan pernytaan
pendapatan yang berlebihan. Dalam beberapa kasus, perusahaan hanya menciptakan
pendapatan. (Kredit ke pendapatan dan debit untuk piutang menghasilkan keajaiban pada
neraca dan laporan laba rugi).
Pada dasarnya, penyalahgunaan aset mengubah kepemilikan aset yang sah atau
pengaruh menjadi keuntungan pribadi yang tidak sah. Sejauh ini, penipuan yang paling
umum adalah penyalahgunaan aset per 2008 RTTN (88,7 persen dari semua penipuan
melibatkan penyalahgunaan aset). Ada dua subkategori (Kas dan Inventaris dan Semua
Aset Lainnya), lima microcategories di bawah microcategory Fraudulent Disbursements,
dan 18 skema berbeda di bawahnya. Secara keseluruhan, total 32 skema penipuan
individu yang berbeda terdapat dalam kategori utama ini.
Pada skema korupsi tergolong dalam distorsi ekonomi, penghasilan ilegal, konflik
kepentingan, dan penyuapan. Skema korupsi ditandai oleh seseorang di dalam (yaitu,
karyawan perusahaan korban) bekerja sama dengan seseorang yang berada pada pihak di
luar perusahaan. Aktivitas pihak terkait ini biasanya disembunyikan dari manajemen dan
auditor.
DAFTAR PUSTAKA
Singleton, TM and Singleton, AJ, 2010, Fraud Auditing and Forensic Accounting, 4th ed.,
New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.