Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian Bukti
Bukti (evidence) adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh kelima indera
dan berbagai jenis bukti—seperti kesaksian dari saksi, rekaman, dokumen, fakta-fakta,
data atau objek konkret—yang disajikan secara legal pada persidangan untuk
membuktikan sebuah anggapan atau pernyataan mendorong kepercayaan di benak para
juri. Dalam menimbnag bukti-bukti, pengadilan dan juri dapat mempertimbangkan hal-
hal seperti sikap para saksi, keceondongan atau bias kepada dan terhadap terdakwa, dan
hubungan dengan terdakwa. Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan pengertian barang
bukti tidak disebutkan secara jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat
disita, yaitu:
1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana
atau untuk mempersiapkannya;
3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan.
B. Bukti dalam Kasus Fraud
Secara garis besar terdapat tiga cara untuk memperoleh alat bukti yaitu:
1. Subpoena. Subpoena merupakan cara perolehan dokumen melalui perintah
pengadilan (atau grand jury dalam sistem pengadilan Amerika).
2. Search warrant. Search warrant merupakan suatu perintah yang memberi
wewenang kepada pemegangnya untuk melakukan pemeriksaan dan
penggeledahan. Biasanya serach warrant diterbitkan untuk penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya.
3. Voluntary atau sukarela. Sebaiknya alat bukti yang diperoleh pada saat
investigasi harus diserahkan secara sukarela, ijin untuk mendapatkan dokumen
atau alat bukti tersebut bisa berupa izin lisan maupun tertulis, namun untuk
menghindari tuntutan dikemudian hari, sebaiknya izin perolehan dokumen harus
secara tertulis.
Jenis dokumen secara garis besar dibagi dua yaitu:
1. Direct evidence atau bukti langsung, adalah bukti yang bisa membuktikan kasus
secara langsung, misalnya pernyataan dari saksi mata. Pada kasus
pemberian fee atau komisi, maka bukti langsungnya berupa cek yang diserahkan
oleh vendor untuk karyawan bagian pembelian sebagai fee atas pembelian sesuatu
barang pengakuan dari subjek pemeriksaan dll.
2. Circumstantial Evidence atau bukti tidak langsung, adaah bukti atau dokumen
yang bisa memperjelas fakta secara tidak langsung misalnya setoran tunai dalam
jumlah yang tidak biasa. Sumber yang tidak jelas di rekening milik karyawan
bagian pembelian pada sekitar tanggal pembelian aktiva perusahaan.
C. Aturan Bukti
Dalam kasus kriminal, masalah yang diajukan adalah orang yang dituduh
bersalah atau tidak. Bukti-bukti yang diberikan dan diterima oleh pengadilan harus
berada di atas keraguan yang beralasan (reasonable doubt)—tidak selalu karena
keyakinan moral—dan kualitas dan kuantitas bukti harus dapat meyakinkan warga (juri)
yang jujur dan dan berakal sehat (reasonable) bahwa terdakwa bersalah setelah semua
dipertimbangkan dan ditimbang secara adil. Berikut adalah aturan-aturan bukti sehingga
dapat membantu seseorang dalam memahami cara mengumpulkan bukti-bukti forensik
dalam investigasi fraud.
a) Relevan
Relevansi bukti fraud tidak bergantung pad Relevansi bukti fraud tidak
bergantung pada keunikan testimoni yang diberikan, tapi kepada kecenderungan
keabsahannya untuk menetapkan fakta yang dipertentangkan. Berbagai hal yang
dirasa relevan dan dapat diterima diantaranya:
- Pengakuan valid.
- Kemampuan terdakwa untuk melakukan kejahatan.
- Kesempatan terdakwa untuk melakukan kejahatan.
b) Material
Aturan materialitas mengharuskan bukti memiliki nilai penting terhadap
kasus atau membuktikan suatu permasalahan.
c) Kompeten
Kompetensi bukti berarti bahwa bukti tersebut cukup, memadai, dapat
dipercaya dan relevan terhadap kasus, serta disajikan oleh saksi yang berkualitas,
mampu (dan waras). Kompetensi adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul
sebelum kesaksian dari saksi dapat dipertimbangkan, sedangkan kredibilitas adalah
kejujuran dari saksi tersebut. Kompetensi berkaitan dengan penilaian hakim,
sedangkan kredibilitas adalah berkaitan dengan keputusan juri.
D. Aturan Hearsay atau Kesaksian yang Didengar dari Orang lain
Aturan hearsay (desas-desus) didasarkan pada teori bahwa kesaksian yang hanya
mengulang apa yang dikatakan orang lain tidak boleh diterima karena adanya
kemungkinan penyimpangan atau kesalahpahaman. Tetapi ada beberapa kesempatan atau
pengecualian ketika bukti hearsay diterima. Beberapa contoh adalah:
- Kesaksian sebelumnya yang diberikan di bawah sumpah
- Deklarasi kematian, baik lisan maupun tulisan
- Pengakuan yang valid
E. Bukti Primer
Bukti primer seringkali disebut sebagai bukti terbaik karena merupakan bukti
yang paling alami, dan bukti yang paling memuaskan mengenai fakta-fakta yang sedang
diselidiki. Jika tersedia pernyataan tertulis yang asli dan valid maka konsep “bukti
terbaik" ini dapat mencegah salah satu pihak membantah isi pernyataan tertulis melalui
keterangan lisan. Bukti terbaik ditujukan untuk menutup kemungkinan terjadinya
interpretasi yang salah atas pernyataan tertulis karena mengharuskan terjadinya
interpretasi yang salah atas pernyataan tertulis karena mengharuskan tersedianya
dokumen asli bila tersedia.
F. Bukti Sekunder
Untuk menyajikan bukti sekunder di pengadilan, seseorang harus memberikan
penjelasan yang memuaskan dan tidak ada jalan lain untuk mendapatkan dokumen asli.
Bukti sekunder tidak terbatas pada fotokopi dokumen, tapi juga kesaksian saksi atau
transkrip isi dokumen. Bukti ini berada di bawah bukti primer dan tidak disamakan
keandalannya. Bukti sekunder bisa mencakup salinan bukti tertulis atau lisan.
Sebuah salinan tertulis umumnya dapat diterima, jika:
a) Dokumen asli hilang atau telah dimusnahkan tanpa niat melakukan kecurangan
terhadap dokumen tersebut.
b) Bukti tertulis tersebut sulit diperoleh oleh salinan tersebut, misal bukti tertulis asli
berada di Negara lain.
c) bukti tertulis dikendalikan oleh entitas publik.
Harus ditunjukkan bahwa salinan tersebut merupakan representasi yang layak
dari dokumen asli. Pengakuan lisan atau risalah tertulis umumnya dianggap berada di
bawah salinan dokumen tertulis.

Anda mungkin juga menyukai