Anda di halaman 1dari 31

FINAL PROJECT ACTIVITY

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“TUBERCULOSIS”

Dosen Pembimbing : Alpha Tidar, S.Kep. Ns.

OLEH :
1. Adelita Agwee N.S (201601001)
2. Jaka Sulistiyo (201601029)
3. Prila Rochmawati (201601050)
4. Reni Sri Wahyuni (201601052)

KELOMPOK 8

KELAS 2A

PROGAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Tuberculosis“. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I(KMB I).

Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta


bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :

1. Dosen mata kuliah KMB I yakni Ibu Alpha Tidar , S.Kep. Ns. yang telah
banyak meluangkan waktu guna memberikan bimbingan kepada kami
dalam penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi dukungan baik secara moril
maupun materil selama proses pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman mahasiswa tingkat 2A kelompok 8 Program Studi DIII
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ponorogo angkatan 2017/2018 yang
selalu memberikan dukungan dan saran serta berbagi ilmu pengetahuan
demi tersusunnya makalah ini.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Ponorogo, 11Juli 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................. 3
BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 4
1.3 Tujuan penulisan ............................................................... 4
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................
2.1 Definisi Tuberculosis ........................................................ 5
2.2 Etiologi Tuberculosis ........................................................ 5
2.3 Manifestasi Klinis Tuberculosis........................................ 5
2.4 Patofisiologi Tuberculosis................................................. 5-6
2.5 Pencegahan Tuberculosis .................................................. 6
2.6 Asuhan Keperawatan Tuberculosis ................................... 7-14
BAB III : PENUTUP ....................................................................
3.1 Kesimpulan ....................................................................... 15
3.2 Saran .................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan
kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi
basil tuberkulosis (Depkes RI, 2013). Masalah Tuberkulosis didunia
diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium Tuberculosis.
Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi tantangan dalam masalah
kesehatan masyarakat baik global maupun nasional. Berdasarkan Global
Tuberculosis Control WHO Report tahun 2007, Indonesia berada di peringkat
ketiga jumlah kasus tuberkulosis terbesar di dunia (528.000 kasus) setelah India
dan Cina. Dalam laporan serupa tahun 2009, Indonesia mengalami kemajuan
menjadi peringkat kelima (429.730 kasus) setelah India, Cina, Afrika Selatan
dan Nigeria (Depkes RI, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Tuberculosis?
2. Apa Etiologi Tuberculosis?
3. Bagaimana Patofisiologi Tuberculosis?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Tuberculosis?
5. Bagaimana Pencegahan Tuberculosis?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan Tuberculosis?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Definisi Tuberculosis
2. Mengetahui Etiologi Tuberculosis
3. Mengetahui Patofisiologi Tuberculosis
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Tuberculosis
5. Mengetahui Pencegahan Tuberculosis
7. Mengetahui Asuhan Keperawatan Tuberculosis

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang
pada struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosis (Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007),
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang tahan asam-alkohol (acid-
alcoholfast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama
mengenai paru, kelenjar getah bening, dan usus.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um (Amin
dan Asril, 2007).
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

a) Mycobakterium tuberculosis
b) Varian asian
c) Varian african I
d) Varian asfrican II
e) Mycobakterium bovis

Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan


Tb (mott, atipyeal) adalah :

a) Mycobacterium cansasli
b) Mycobacterium avium
c) Mycobacterium intra celulase
d) Mycobacterium scrofulaceum
e) Mycobacterium malma cerse
f) Mycobacterium xenopi

5
2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

a) Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus
baru dengan batuk TB berat.
b) Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan
sputum BTA positf.
c) Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru
yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam
kategori I.
d) Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


1. Demam
2. Batuk/ batuk berdahak
3. Sesak Nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise (Tierney, 2002)

 Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:


a) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
b) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

6
2.5 PATOFISIOLOGI
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus.
Basil ini langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit
bakteri namun tdak membunuh sesudah hari-hari pertama leukosit diganti
dengan makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi.
Makrofag yeng mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel tuberkel
epiteloid. Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa, Respon
radang lainnya adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale
sehingga menyebabkan penumpukan sekret. Tuberkulosis sekunder muncul
bila kuman yang dormant aktif kembali dikarenakan imunitas yang menurun
(Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril, 2007).

2.6 KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

a) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
b) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
c) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

2.7 PENCEGAHAN
1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatanhunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspectgambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi
penderita, kontak,suspect, perawatan.

7
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktifdengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan
bagi ibunyadan keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun
ditingkat tersebut berupatempat pencegahan.
5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi,
danpasteurisasi air susu sapi.
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara
yang tercemardebu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko
tinggi, sepertipara emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas
dirumah sakit,petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaantuberculin test.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium

a) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit
b) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
d) Anemia bila penyakit berjalan menahun
e) Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.

8
g) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
h) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
i) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.

2. Radiologi

a) Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
b) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
c) Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan
pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam
radio lusen dipinggir paru atau pleura).

3. Pemeriksaan fungsi paru


Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.

2.9 PENATALAKSANAAN
1) Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu
sebagai berikut:

9
a. Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur
dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman
sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan
dari permulaan pengobatan).
b. Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas
sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan
dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu
macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini
banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini,
terapi tuberculosis dilakukan dengan memakai perpaduan obat,
sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan
memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat
diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat
atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
Terdapat beberapa obat-obatan yang terbukti dapat mengatasi TB,
termasuk obat utama yang terdaftar berikut ini. Fase awal adalah 2
bulan, yang diikuti dengan fase lanjutan selama 4/7 bulan.
1. Isoniazid /INH (Nydrazid, Laniazid)
2. Etambutol (Myabutol)
3. Piraziramid/PZA (PMS, Pyrazinamide, Tebrazid, Zinamide)
4. Rifampin (Rimactanel, Rifadin)
5. Streptomisin

10
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah
sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -
410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul
pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.

11
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanke.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus
berlebihan, sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk
buruk, edema trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler,berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
sekret yang kental, edema bronchial.
c. ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi
sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis, inflamasi paru,
batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan sepsis, proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Perencanaan Keperawatan
1) Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus
berlebihan, sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk
buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan , kepatenan jalan nafas
akan bersih dan efektif

12
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Mempertahankan a. Kaji ulang fungsi a) Penurunan bunyi napas
jalan napas pasien. pernapasan: bunyi napas, indikasi atelektasis, ronki
b. Mengeluarkan sekret kecepatan, irama, indikasi akumulasi
tanpa bantuan. kedalaman dan secret/ketidakmampuan
c. Menunjukkan prilaku penggunaan otot aksesori. membersihkan jalan napas
untuk memperbaiki sehingga otot aksesori
bersihan jalan napas. digunakan dan kerja
d. Berpartisipasi dalam pernapasan meningkat.
program pengobatan b. Catat kemampuan untuk b) Pengeluaran sulit bila
sesuai kondisi. mengeluarkan secret atau sekret tebal, sputum
e. Mengidentifikasi batuk efektif, catat berdarah akibat kerusakan
potensial komplikasi karakter, jumlah sputum, paru atau luka bronchial
dan melakukan adanya hemoptisis. yang memerlukan
tindakan tepat. evaluasi/intervensi lanjut
c. Berikan pasien posisi semi c) Meningkatkan ekspansi
atau Fowler, Bantu/ajarkan paru, ventilasi maksimal
batuk efektif dan latihan membuka area atelektasis
napas dalam. dan peningkatan gerakan
sekret agar mudah
dikeluarkan.

d. Bersihkan sekret dari d) Mencegah

mulut dan trakea, suction obstruksi/aspirasi. Suction

bila perlu. dilakukan bila pasien tidak


mampu mengeluarkan
sekret.

e. Pertahankan intake cairan e) Membantu mengencerkan

minimal 2500 ml/hari secret sehingga mudah

kecuali kontraindikasi. dikeluarkan.

f. Lembabkan udara/oksigen f) Mencegah pengeringan

inspirasi. Kolaborasi: membran mukosa.

13
g. Berikan obat: agen g) Menurunkan kekentalan
mukolitik, bronkodilator, sekret, lingkaran ukuran
kortikosteroid sesuai lumen trakeabronkial,
indikasi. berguna jika terjadi
hipoksemia pada kavitas
yang luas.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya


keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


a. Melaporkan tidak a) Kaji dispnea, takipnea, a. Tuberkulosis paru dapat
terjadi dispnea. bunyi pernapasan rnenyebabkan meluasnya
b. Menunjukkan abnormal. Peningkatan jangkauan dalam paru-pani
perbaikan ventilasi upaya respirasi, yang berasal dari
dan oksigenasi keterbatasan ekspansi dada bronkopneumonia yang
jaringan adekuat dan kelemahan. meluas menjadi inflamasi,
dengan GDA dalam nekrosis, pleural effusion
rentang normal. dan meluasnya fibrosis
c. Bebas dari gejala dengan gejala-gejala
distress pernapasan. respirasi distress.
b) Evaluasi perubahan- b. Akumulasi secret dapat
tingkat kesadaran, catat menggangp oksigenasi di
tanda-tanda sianosis dan organ vital dan jaringan.
perubahan warna kulit,
membran mukosa, dan
warna kuku.
c) Demonstrasikan/anjurkan c. Meningkatnya resistensi
untuk mengeluarkan napas aliran udara untuk

14
dengan bibir disiutkan, mencegah kolapsnya jalan
terutama pada pasien napas.
dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
d) Anjurkan untuk bedrest, d. Mengurangi konsumsi
batasi dan bantu aktivitas oksigen pada periode
sesuai kebutuhan. respirasi.
e) Monitor GDA. e. Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau
meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya
penanganan yang lebih.
adekuat atau perubahan
terapi.
f) Kolaborasi: Berikan f. Membantu mengoreksi
oksigen sesuai indikasi. hipoksemia yang terjadi
sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.

3) Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi adekuat

Kriteria Hasil intervensi Rasional


a. Menunjukkan berat a) Catat status nutrisi paasien: a. Berguna dalam
badan meningkat turgor kulit, timbang berat mendefinisikan derajat
mencapai tujuan badan, integritas mukosa masalah dan intervensi yang
dengan nilai mulut, kemampuan tepat.
laboratoriurn normal menelan, adanya bising

15
dan bebas tanda usus, riwayat mual/rnuntah
malnutrisi. atau diare.
b. Melakukan b) Kaji ulang pola diet b. Membantu intervensi
perubahan pola pasien yang disukai/tidak kebutuhan yang spesifik,
hidup untuk disukai. meningkatkan intake diet
meningkatkan dan pasien.
mempertahankan c) Monitor intake dan output c. Mengukur keefektifan
berat badan yang secara periodik. nutrisi dan cairan.
tepat. d) Catat adanya anoreksia, d. Dapat menentukan jenis diet
mual, muntah, dan dan mengidentifikasi
tetapkan jika ada pemecahan masalah untuk
hubungannya dengan meningkatkan intake nutrisi.
medikasi. Awasi frekuensi,
volume, konsistensi Buang
Air Besar (BAB). e. Membantu menghemat
e) Anjurkan bedrest. energi khusus saat demam
terjadi peningkatan
metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak
f) Lakukan perawatan mulut dari sputum atau obat-obat
sebelum dan sesudah yang digunakan yang dapat
tindakan pernapasan. merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake
g) Anjurkan makan sedikit nutrisi dan menurunkan
dan sering dengan iritasi gaster.
makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Kolaborasi: h. Memberikan bantuan dalarn
h) Rujuk ke ahli gizi untuk perencaaan diet dengan
menentukan komposisi nutrisi adekuat unruk
diet. kebutuhan metabolik dan
diet.

16
i. Nilai rendah menunjukkan
i) Awasi pemeriksaan malnutrisi dan perubahan
laboratorium. (BUN, program terapi.
protein serum, dan
albumin).

4) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap


Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat
berkurang atau terkontrol
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
a. Menyatakan nyeri a) Observasi karakteristik a. Nyeri merupakan respon
berkurang nyeri, mis tajam, konstan , subjekstif yang dapat diukur.
atauterkontrol ditusuk. Selidiki
b. Pasien tampak rileks perubahan karakter
/lokasi/intensitas nyeri.
b) Pantau TTV. b. Perubahan frekuensi jantung
TD menunjukan bahwa
pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan untuk
perubahan tanda vital telah
terlihat.
c) Berikan tindakan nyaman c. Tindakan non analgesik
mis, pijatan punggung, diberikan dengan sentuhan
perubahan posisi, musik lembut dapat menghilangkan
tenang, relaksasi/latihan ketidaknyamanan dan
nafas memperbesar efek terapi
analgesik.
d) Tawarkan pembersihan d. Pernafasan mulut dan terapi
mulut dengan sering.. oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran

17
mukosa, potensial

e) Anjurkan dan bantu pasien ketidaknyamanan umum.

dalam menekan e. Alat


teknik untuk mengontrol

dada selama episode ketidaknyamanan dada

batukikasi. sementara meningkatkan

f) Kolaborasi dalam keefektifan upaya batuk.

pemberian analgesik sesuai f. Obat ini dapat digunakan


indikasi untuk menekan batuk non
produktif, meningkatkan
kenyamanan

5) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
kembali normal

Kriteria hasil Intervensi Rasional


Suhu tubuh 36°C- a. Kaji suhu tubuh pasien a) Mengetahui peningkatan suhu
37°C b. Beri kompres air hangat tubuh, memudahkan
c. Berikan/anjurkan pasien untuk intervensi
banyak minum 1500-2000 cc/hari b) Mengurangi panas dengan
(sesuai toleransi) pemindahan panas secara
d. Anjurkan pasien untuk konduksi. Air hangat
menggunakan pakaian yang tipis mengontrol pemindahan
dan mudah menyerap kering panas secara perlahan tanpa
e. Observasi intake dan output, tanda menyebabkan hipotermi atau
vital (suhu, nadi, tekanan darah) menggigil.
tiap 3 jam sekali atau sesuai c) Untuk mengganti cairan
indikasi tubuh yang hilang akibat
f. Kolaborasi : pemberian cairan evaporasi
intravena dan pemberian obat d) Memberikan rasa nyaman dan
sesuai program. pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak

18
merangsang peningkatan suhu
tubuh.
e) Mendeteksi dini kekurangan
cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda
vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum
pasien.
f) Pemberian cairan sangat
penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan
panas tubuh pasien.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan
mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


a. Melaporkan a) Evaluasi respon pasien terhadap c. Menetapkan
atau aktivitas. Catat laporan dispnea, kemampuan atau
menunjukan peningkatan kelemahan atau kebutuhan pasien
peningkatan kelelahan. memudahkan
toleransi b) Berikan lingkungan tenang dan pemilihan intervensi.
terhadap batasi pengunjung selama fase d. Menurunkan stress
aktivitas akut sesuai indikasi. dan rangsanagn
yang dapat c) Jelaskan pentingnya istirahat berlebihan,
diukur dalam rencana pengobatandan meningkatkan
dengan perlunya keseimbangan aktivitas istirahat.
adanya dan istirahat.

19
dispnea, d) Bantu pasien memilih posisi e. Tirah baring
kelemahan nyaman untuk istirahat. dipertahankan selama
berlebihan, e) Bantu aktivitas perawatan diri fase akut untuk
dan tanda yang diperlukan. Berikan menurunkan
vital dalam kemajuan peningkatan aktivitas kebutuhan metabolic,
rentan selama fase penyembuhan. menghemat energy
normal. untuk penyembuhan.
f. Pasien mungkin
nyaman dengan kepala
tinggi, tidur di kursi
atau menunduk ke
depan meja atau
bantal.
g. Meminimalkan
kelelahan dan
membantu
keseimbanagnsuplai
dan kebutuhan
oksigen.

4. Evaluasi
Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:

1. Mempertahankan jalan napas pasien.


2. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
3. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
4. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
5. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:

1. Melaporkan tidak terjadi dispnea.

20
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
3. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:

1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai


laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
2. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.

Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:

1. Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol


2. Pasien tampak rileks

DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :

Suhu tubuh 36°C-37°C.

DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi


dengan kriteria evaluasi :

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap


aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
Dx

1. DS : Pasien mengatakan batuk Penumpukan Bersihan jalan


berdahak, pasien mengatakan sekret, sekret napas tidak efektif
sesak napas kental

21
DO : napas pendek, auskultasi
: creakles pada percabangan
bronkus, TTV: TD : 110/70
mmHg, S : 36C, N : 84
x/menit, RR : 28 x/menit,
sekret kental

2. DS : pasien mengatakan nyeri Inflamasi paru, Nyeri akut


pada dada saat batuk. batuk menetap
Pengkajian nyeri : P : batuk
menetap Q : menusuk, R :
dada, S : 5, T : timbul kadang-
kadang saat batuk
DO : pasien meringis
kesakitan, BTA positif. TTV:
TD : 110/70 mmHg, S : 36C, N
: 84 x/menit, RR : 28 x/menit
3. DS : pasien mengatakan sering Adanya infeksi Risiko tinggi
kontak dengan orang lain. kuman
Pasien mengatakan saat batuk tuberkulosis
di depan orang tidak menutup
mulut dan membuang dahak
pada plastik yang ditali dan
dibuang di tempat sampah.
DO : pasien sering batuk di
depan orang lain tanpa
menutup mulut. BTA positif
4. DS : pasien mengatakan tidur Sesak napas dan Gangguan pola
tidak nyenyak dan sering batuk tidur
terbangun karena batuk, pasien
mengatakan batuk berdahak,
pasien mengatakan sesak

22
napas, pasien tidur ± 6-7 jam
sehari dan tidur siang ± 1-2 jam
DO : kantong mata bawah
hitam, konjungtiva anemis
5. DS : pasien mengataka Keletihan dan Intoleransi
badannya lemas, pasien inadekuat oksigen aktivitas
mengatakan kepalanya pusing, untuk beraktivitas
pasien mengatakan sesak
napas
DO : pasien hanya ditempat
tidur dan saat beraktivitas
dibantu oleh keluarga, RR = 28
x/menit, Hb = 11,1 g/dl

Pembahasan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret,


sekret kental.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif :
pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas.
Objektif : auskultasi : creakles pada percabangan bronkus, TTV : TD :
110/70 mmHg, S : 36C, N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit, sekret kental.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis
menyusun intervensi sebagai berikut : kaji fungsi pernapasan (bunyi napas,
kecepatan, kedalaman, penggunaan otot asseroris). Catat kemampuan untuk
mengeluarkan mulkosa/batuk efektif. Berikan pasien posisi semi/fowler
tinggi, ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. Bersihkan sekret dari
mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan. Pertahankan masukan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi, anjurkan pasien
minum air putih hangat banyak. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi.

23
Dalam pelaksanaannya tidak semua intervensi dilakukan, bersihkan
sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan tidak dilakukan
karena pasien sudah mampu mengeluarkan sekret dengan nafas dalam dan
batuk efektif
Dari hasil evaluasi penulis, masalah bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret kental hanya dapat
teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam. Terbukti dengan data subjektif
pasien mengatakan masih batuk dan sesak napas berkurang, dan objektif
pasien bernapas menggunakan otot bantu pernapasan leher, napas dangkal
cepat, suara napas creakles pada percabangan bronkus, RR : 28 x/menit.
Dibandingkan dengan kriteria hasil mempertahankan jalan napas pasien,
pasien dapat mengeluarkan sekret dengan batuk efektif, pasien
menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan
napas, sesak napas berkurang, batuk berkurang.
2. Nyeri berhubungan dengan batuk menetap dan inflamasi paru.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif :
pasien mengatakan nyeri pada dada saat batuk, pengkajian nyeri : P : batuk
menetap, Q : menusuk, R : dada, S : 5, T : timbul kadang-kadang saat batuk..
Objektif : pasien meringis kesakitan, TTV : TD : 130/80 mmHg, S : 36,3C,
N : 74 x/menit, RR : 28 x/menit. BTA positif
Intervensi berikut penulis susun berdasarkan data dalam pengkajian
yang menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri akut, adapun
intervensinya sebagai berikut : observasi karakteristik nyeri (PQRST).
Observasi TTV. Beri posisi yang nyaman . Ajarkan teknik relaksasi napas
dalam. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk. Kolaborasi dalam
pemberian analgesik sesuai indikasi.
Dalam pelaksanaannya semua intervensi telah dilakukan selama
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun implementasi memberikan
lingkungan yang nyaman dan tenang kurang begitu efektif, dikarenakan
kondisi ruangan kelas 3 yang penuh dengan pasien dan keluarga yang lain
dan letak tempat tidur yang berdekatan serta pengunjung yang banyak
berdatangan.

24
Dari hasil evaluasi penulis, didapatkan masalah nyeri akut
berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap dapat teratasi dalam
waktu 3 x 24 jam. Terbukti dengan data pasien mengatakan nyeri sudah
berkurang dan mampu mengontrol nyeri, pasien relaks, pengkajian nyeri :
P = batuk menetap, Q = menusuk, R = dada, S = 3, T = timbul kadang-
kadang saat batuk, TTV : TD :130/80mmHg, S : 36,3C, RR : 28 x/menit, N
: 74 x/menit, dibandingkan dengan kriteria hasil yaitu menyatakan nyeri
berkurang dan terkontrol, pasien tampak rileks, skala nyeri 3.
3. Risiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif :
pasien mengatakan sering kontak dengan orang lain, pasien mengatakan
batuk di depan orang lain tanpa menutup mulut, pasien mengatakan
membuang dahak pada plastik yang ditali dan dibuang di tempat sampah.
Objektif : pasien sering batuk di depan orang lain tanpa menutup mulut.
BTA positif.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis
menyusun intervensi sebagai berikut : kaji patologi penyakit dan potensial
penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah,
bicara, tertawa. Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh : anggota
rumah, sahabat karib dan tetangga. Observasi TTV. Anjurkan pasien untuk
batuk / bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu dan membuang dahak si
tempat tertutup, menghindari meludah sembarangan dan cuci tangan yang
tepat. Tekankan pentingnya tidak menghentikan obat. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi dengan rasional untuk mempercepat
penyembuhan infeksi.
Dalam pelaksanaannya semua intervensi telah dilakukan selama
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun Identifikasi orang lain
yang berisiko, contoh : anggota rumah, sahabat karib dan tetangga kurang
begitu terlaksana dengan baik, dikarenakan kurangnya kesadaran keluarga
untuk memeriksakan diri terkait penularan TB Paru walaupun sudah

25
mengerti tentang penularan TB Paru dan tidak adanya tindakan isolasi bagi
pasien TB Paru.
Dari hasil evaluasi penulis, masalah risiko tinggi penyebaran infeksi
hanya dapat teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam. Terbukti dengan data
pasien mengatakan pasien mengatakan sudah menutup mulut saat
batuk/bersin, membuang dahak di tempat tertutup, menghindari meludah
sembarangan dan cuci tangan tepat, tidak ada anggota keluarga, orang dekat
yang mempunyai gejala sama dengan pasien, TTV : TD : 130/80 mmHg, S
: 36,3C, N : 74 x/menit, RR : 28 x/menit, yang dibandingkan dengan kriteria
hasil yaitu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko
penyebaran infeksi, menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk menetap.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif :
pasien mengatakan tidur tidak nyenyak dan sering terbangun karena batuk,
pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas, pasien
mengatakan kurang puas saat tidur dan pasien tidur ± 6-7 jam sehari dan
tidur siang ± 1-2 jam. Objektif : kantong mata bawah hitam, konjungtiva
anemis.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis
menyusun intervensi sebagai berikut : observasi pola tidur pasien dan TTV.
Identifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur. Berikan lingkungan
yang nyaman dan tenang. Berikan posisi yang nyaman. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi.
Dalam pelaksanaannya semua implementasi sesuai dengan
intervensi, dan semua intervensi telah dilakukan selama tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun implementasi memberikan
lingkungan yang nyaman dan tenang kurang begitu efektif, dikarenakan
kondisi ruangan kelas 3 yang penuh dengan pasien dan keluarga yang lain
dan letak tempat tidur yang berdekatan serta pengunjung yang banyak
berdatangan.

26
Dari hasil evaluasi penulis, masalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan sesak napas dan batuk teratasi dalam waktu 3 x 24 jam.
Hal ini terbukti dengan data pasien mengatakan tidurnya sudah nyenyak dan
sedikit bangun karena batuk, pasien tidur ± 7-8 jam pada malam hari, ± 1
jam siang hari, TTV : TD : 130/80 mmHg, S : 36,3C, N : 74 x/menit, RR :
28 x/menit, yang dibandingkan dengan kriteria hasil yaitu pasien mampu
tidur tanpa gangguan, TTV normal, kebutuhan tidur terpenuhi minimal 8
jam.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen
untuk beraktivitas.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif :
pasien mengatakan badannya lemas, pasien mengatakan kepalanya pusing,
Pasien mengatakan sesak napas. Objektif : pasien hanya ditempat tidur dan
saat beraktivitas dibantu oleh keluarga, RR = 28 x/menit, Hb = 11,1 g/dl.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis
menyusun intervensi sebagai berikut : observasi respon pasien terhadap
aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Bantu pasien memilih posisi
nyaman untuk istirahat. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien saat
beraktivitas. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi.
Dalam pelaksanaannya semua intervensi telah dilakukan selama
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun pada intervensi
menciptakan lingkungan yang nyaman kurang begitu terlaksanakan
dikarenakan lingkungan yang ramai oleh keluarga pasien dan pengunjung
yang berdatangan.
Dari hasil evaluasi penulis, masalah intoleransi aktivitas hanya dapat
teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam. Terbukti dengan data pasien
mengatakan masih lemes dan hanya mampu beraktivitas sedikit, pasien

27
masih dibantu jika beraktivitas, RR : 28 x/menit yang dibandingkan dengan
kriteria hasil melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan,
dan tanda vital normal.
Di dalam kasus ini terdapat 2 diagnosa yang ada dalam teori tapi
tidak muncul dalam kasus, yaitu : gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, gangguan pertukaran gas. Hal ini dikarenakan hal ini kurang
ditemukannya data pengkajian yang mendukung ditegakkannya diagnosa
tersebut.

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh
Mycrobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditandai dengan:bemam, batuk/
batuk berdahak, sesak safas, nyeri dada, dan malaise.

PENCEGAHAN

1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi


sakit, seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan
kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita,
kontak atau suspectgambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan
pengobatan dini bagi penderita, kontak,suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan
terhadap penyakit inaktifdengan pemberian pengobatan INH
sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarhanya. Diulang 5 tahun
kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat
pencegahan.
5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang
potong sapi, dan pasteurisasi air susu sapi.

29
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena
menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang,
pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc
paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok
beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan
penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas
foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.
3.2 Saran
Seperti pada makalah lainnya pada umumnya sudah pasti tidak lepas dari
yang namanya kritik dan kesalahan dalam pembuatan dan penulisannya. Ini
semua dikarenakan keterbatasan kemampuan penyusun dalam menyusun
makalah ini. Namun penyusun akan berjanji dan berusaha untuk
memperbaikikesalahan dalam pembuatan makalah. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam
pembuatan makalh yang selanjutnya dapat lebih baik lagi. Penyusun siap
menerima kritik dan saran yanng diberikan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amin dan Asril, 2007

http://diglib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-lisakurnia-6389-2-
babii.pdf

Lippcott,dkk.2015.Buku Ajar Keperawatan Dasar.Jakarta:EGC.

Price dan Lorraine, 2007

Diagnosa Keperawatan Nanda Edisi 10 tahun 2015-2017

31

Anda mungkin juga menyukai