Pertanyaan:
Share:
Jawaban:
Try Indriadi
Dalam peraturan disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) yang diatur dalamPP No. 53
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri (“PP 53/2010”) tidak terdapat larangan bagi
PNS untuk memiliki penghasilan melalui usaha sampingan selain dari gaji sebagai PNS.
Larangan bagi PNS diatur dalam Pasal 4 PP 53/2010 yang menyebutkan bahwa:
Setiap PNS dilarang:
1. menyalahgunakan wewenang;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
10.melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
Dari ketentuan tersebut di atas, PNS tidak dilarang untuk memiliki usaha/pekerjaan
sampingan sepanjang usaha sampingan tersebut bukanlah sebagaimana disebut dalam Pasal 4
ayat (2) s/d ayat (6) PP 53/2010.
Di samping itu, menurut Irma Devita Purnamasari dalam artikel Lagi, Ketentuan Apakah
PNS Bisa Menjadi pengusaha? di irmadevita.com, jika PNS ingin menjadi pengusaha, bisa
saja, namun tetap harus dengan seizin atasan. Hal ini karena dalam Sistem Administrasi
Badan Hukum/SABH (sebagai proses permohonan untuk pengesahan badan hukum di
Kementerian Hukum dan HAM RI) untuk memasukkan nama pemegang saham atau direksi
yang pegawai negeri harus memakai surat izin dari atasannya. Lebih lanjut simak artikel
Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?
Semakin maraknya PNS yang diketahui memiliki rekening gendut dan terindikasi tindak
pidana, memang dapat menimbulkan keraguan di masyarakat akan integritas PNS. Oleh
karena itu, di awal tahun 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan
kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
menyusun dua peraturan penting terkait Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diantaranya adalah
mengenai sanksi pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki kekayaan tidak wajar. Lebih jauh
simak artikel Sanksi Bagi Pemilik Kekayaan Tak Wajar.
Untuk memastikan bahwa dana di rekening gendut PNS bukanlah dari hasil tindak pidana
(misal: korupsi), Pasal 5 angka 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menentukan bahwa
seorang PNS sebagai penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaporkan dan
mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sebagai PNS.
Selain itu diatur pula dalam Pasal 13 huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“KPK”) dalam upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi berwenang
melaksanakan langkah atau upaya pencegahan dengan cara melakukan pendaftaran dan
pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara Negara.
Dengan demikian, memang seorang PNS diharuskan untuk membuat Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) kepada KPK yang bertujuan untuk mengetahui
asal-usul dari pendapatan yang ia peroleh sebelum, selama dan setelah menjabat sebagai
PNS.
Beberapa kementerian memiliki peraturan tersendiri untuk mengatur tata cara pelaporan harta
kekayaan ini contohnya diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Per.04/Men/2007 Tahun 2007 Tentang Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan untuk kementerian kelautan
dan perikanan dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2011
tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara di Lingkungan Badan Pertanahan.
Jadi, untuk membuktikan bahwa kekayaan yang Anda peroleh dari usaha/pekerjaan
sampingan tersebut bukanlah diperoleh dari hasil tindak pidana, Anda harus melaporkan harta
kekayaan Anda sebagaimana telah diuraikan di atas dan menyimpan bukti-bukti transaksi
yang mendukungnya, termasuk jika ada persetujuan dari atasan.
Demikian jawaban dari Kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.04/Men/2007 Tahun 2007 Tentang
Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Departemen Kelautan
dan Perikanan;
6. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan
Badan Pertanahan.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum,
atau facebook Klinik Hukumonline.
5143 hits
Di: Kenegaraan
sumber dari: Bung Pokrol
Share:
klinik terkait
Try Indriadi
Haruskah Anak Turut Bertanggung Jawab atas Utang Ayah?
Hukumnya Jika Penjahit Sering Terlambat Menyelesaikan Jahitan
Bolehkah Menjual BBM di Luar SPBU?
Hukuman Bagi Wanita yang Selingkuh dan Ingin Aborsi
Proses Hukum Kejahatan Perkosaan, Pencabulan, dan Perzinahan
Wajibkah Perusahaan Memberikan Fasilitas Bagi Serikat Pekerja?
Penerapan Cuti Melahirkan dan Cuti Keguguran
Bolehkah Mahasiswa Membantu Pembuatan Surat Gugatan?
Syarat dan Prosedur Pendirian Serikat Pekerja
Prosedur Membuat Hibah Wasiat