Anda di halaman 1dari 6

Selasa, 01 Mei 2012

Pertanyaan:

Bukti yang Harus Dimiliki PNS atas Penghasilan


Sampingan
Karena marak kecurigaan terhadap rekening gendut, bagaimana sebaiknya seorang Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang mempunyai usaha sampingan, atau misalnya dia mendapat fee dari
jasanya melakukan mediasi penjualan tanah. Bukti-bukti seperti apa yang perlu ada sehingga
dapat membuktikan bahwa harta tersebut legal dan tidak dicurigai sebagai hasil kejahatan
atau korupsi? Terima kasih.
yudhies

 Share:


Jawaban:
Try Indriadi

Dalam peraturan disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) yang diatur dalamPP No. 53
Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri (“PP 53/2010”) tidak terdapat larangan bagi
PNS untuk memiliki penghasilan melalui usaha sampingan selain dari gaji sebagai PNS.

Larangan bagi PNS diatur dalam Pasal 4 PP 53/2010 yang menyebutkan bahwa:
Setiap PNS dilarang:

1. menyalahgunakan wewenang;

2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang


lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;

3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain
dan/atau lembaga atau organisasi internasional;

4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya


masyarakat asing;

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau


meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen
atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau


orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara;

7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik


secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat
dalam jabatan;

8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang
berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

10.melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

11.menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

12.memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan


Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan cara:

a) ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

b) menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau


atribut PNS;

c) sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau

d) sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;


13.memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:

a) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau


merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

b) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap


pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat;

14.memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau


calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan
Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan; dan

15.memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,


dengan cara:

a) terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala


Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b) menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan


kampanye;

c) membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau


merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d) mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap


pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat.

Dari ketentuan tersebut di atas, PNS tidak dilarang untuk memiliki usaha/pekerjaan
sampingan sepanjang usaha sampingan tersebut bukanlah sebagaimana disebut dalam Pasal 4
ayat (2) s/d ayat (6) PP 53/2010.

Di samping itu, menurut Irma Devita Purnamasari dalam artikel Lagi, Ketentuan Apakah
PNS Bisa Menjadi pengusaha? di irmadevita.com, jika PNS ingin menjadi pengusaha, bisa
saja, namun tetap harus dengan seizin atasan. Hal ini karena dalam Sistem Administrasi
Badan Hukum/SABH (sebagai proses permohonan untuk pengesahan badan hukum di
Kementerian Hukum dan HAM RI) untuk memasukkan nama pemegang saham atau direksi
yang pegawai negeri harus memakai surat izin dari atasannya. Lebih lanjut simak artikel
Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?
Semakin maraknya PNS yang diketahui memiliki rekening gendut dan terindikasi tindak
pidana, memang dapat menimbulkan keraguan di masyarakat akan integritas PNS. Oleh
karena itu, di awal tahun 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan
kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
menyusun dua peraturan penting terkait Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diantaranya adalah
mengenai sanksi pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki kekayaan tidak wajar. Lebih jauh
simak artikel Sanksi Bagi Pemilik Kekayaan Tak Wajar.

Untuk memastikan bahwa dana di rekening gendut PNS bukanlah dari hasil tindak pidana
(misal: korupsi), Pasal 5 angka 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menentukan bahwa
seorang PNS sebagai penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaporkan dan
mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sebagai PNS.

Selain itu diatur pula dalam Pasal 13 huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“KPK”) dalam upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi berwenang
melaksanakan langkah atau upaya pencegahan dengan cara melakukan pendaftaran dan
pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara Negara.

Dengan demikian, memang seorang PNS diharuskan untuk membuat Laporan Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (“LHKPN”) kepada KPK yang bertujuan untuk mengetahui
asal-usul dari pendapatan yang ia peroleh sebelum, selama dan setelah menjabat sebagai
PNS.

Beberapa kementerian memiliki peraturan tersendiri untuk mengatur tata cara pelaporan harta
kekayaan ini contohnya diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Per.04/Men/2007 Tahun 2007 Tentang Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara di Lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan untuk kementerian kelautan
dan perikanan dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2011
tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara di Lingkungan Badan Pertanahan.

Jadi, untuk membuktikan bahwa kekayaan yang Anda peroleh dari usaha/pekerjaan
sampingan tersebut bukanlah diperoleh dari hasil tindak pidana, Anda harus melaporkan harta
kekayaan Anda sebagaimana telah diuraikan di atas dan menyimpan bukti-bukti transaksi
yang mendukungnya, termasuk jika ada persetujuan dari atasan.
Demikian jawaban dari Kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001;

3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi;

4. Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri;

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.04/Men/2007 Tahun 2007 Tentang
Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Departemen Kelautan
dan Perikanan;

6. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2011 tentang Perubahan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan
Badan Pertanahan.

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum,
atau facebook Klinik Hukumonline.

5143 hits
Di: Kenegaraan
sumber dari: Bung Pokrol

Share:
klinik terkait

 Bolehkah PNS Menjadi Direksi/Komisaris PT?


 Hak PNS untuk Melanjutkan Pendidikan
 Akibat Hukum Jika PNS Menceraikan Istrinya
 Mekanisme dan Dasar Hukum Menuntut PNS yang Tidak Profesional

Try Indriadi
 Haruskah Anak Turut Bertanggung Jawab atas Utang Ayah?
 Hukumnya Jika Penjahit Sering Terlambat Menyelesaikan Jahitan
 Bolehkah Menjual BBM di Luar SPBU?
 Hukuman Bagi Wanita yang Selingkuh dan Ingin Aborsi
 Proses Hukum Kejahatan Perkosaan, Pencabulan, dan Perzinahan
 Wajibkah Perusahaan Memberikan Fasilitas Bagi Serikat Pekerja?
 Penerapan Cuti Melahirkan dan Cuti Keguguran
 Bolehkah Mahasiswa Membantu Pembuatan Surat Gugatan?
 Syarat dan Prosedur Pendirian Serikat Pekerja
 Prosedur Membuat Hibah Wasiat

Anda mungkin juga menyukai