Anda di halaman 1dari 12

A.

BAHAN PELEDAK
Bahan peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang didefinisikan
sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, atau
campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan
mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau
seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih
stabil.

Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak


mekanik, kimia, dan nuklir (J. J. Manon, 1978). Karena pemakaian bahan peledak kimia
lebih luas dibandingkan dengan sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan
peledak kimia lebih intensif diperkenankan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga
relatif murah, penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time)
dan dibandingkan dengan nuklir bahayanya lebih rendah.

Klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith (1988) yaitu :

1. Bahan peledak kuat contohnya TNT, Dinamite, Gelatine


2. Agen Peledakan contohnya ANFO, Slurries, Emulsi, Hybrid ANFO, Slurry
mixtures
3. Bahan peledak khusus contohnya Seismik, Trimming, Permisible, shaped
Charges, Binary, LOX, Liquid.
4. Pengganti bahan peledak contohnya Compressed air/gas, Expansion agents,
mechanical methods, waterjets, jet piercing

Sifat-sifat fisik bahan peledak adalah suatu kenampakan nyata dari sifat bahan peledak ketika
menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya, yaitu antara lain :
1. Densitas yaitu angka yang menyatakan perbandingan berat per volume
2. Sensitifitas adalah sifat yang menunjukan kemudahan inisiasi bahan peledak atau ukuran
minimal booster yang diperlukan
3. Ketahanan terhadap air (water resistence)
4. Kestabilan kimia (chemical stability)
5. Karekteristik gas ( fumes characteristic)

B. PERLENGKAPAN PELEDAKAN
Perlengkapan peledakan adalah bahan–bahan yang membantu peledakan yang habis
dipakai yaitu :
1. Detonator
2. Sumbu peledakan
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan
kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka
detonator atau primer. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak dalam detonator yang
masing-masing fungsinya berbeda, yaitu:
1. Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitive), fungsinya
untuk menerima efek panas dengan sangat cepat dan meledak sehingga menimbulkan
gelombang kejut.
2. Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak kuat dengan VoD
tinggi, fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan meledak dengan kekuatan besarnya
tergantung pada berat isian dasar tersebut.

Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya. Jenis-jenis
detonator :
1. Detonator biasa (plain detonator)
2. Detonator listrik (electric detonator)
3. Detonator nonel (nonel detonator)
4. Detonator elektronik (electronic detonator)
Yang dimaksud dengan sumbu peledakan disini adalah sumbu api dan sumbu ledak.
Sumbu api adalah sumbu yang disambung ke detonator biasa pada peledakan dengan
menggunakan detonator biasa. Dapat dikatakan bahwa sumbu api merupakan pasangan
detonator biasa, karena detonator biasa tidak dapat digunakan tanpa sumbu. Fungsi sumbu api
adalah untuk merambatkan
api dengan kecepatan tetap pada detonator biasa. Sedangkan sumbu ledak adalah sumbu yng
pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN. Fungsi sumbu ledak adalah untuk
merangkai suatu sistem peledakan tanpa menggunakan detonator didalam lubang ledak.
Sumbu ledak mempunyai sifat tidak sensitive terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan
listrik statis.

C. PERALATAN PELEDAKAN
Peralatan peledakan adalah perangkat pembantu peledakan yang nantinya dapat
dipakai berulang kali. Peralatan peledakan dapat dikelompokan menjadi :
1. Peralatan yang langsung berhubungan dengan teknik peledakan
2. Peralatan pendukung peledakan
Peralatan yang berhubungan langsung dengan peledakan adalah ;
 . Alat Pemicu ledak
 Pada peledakan listrik ( Blasting Machine)
 Pada peledakan nonel (shot gun / short fire)
 Alat Bantu ledak listrik
 Blasting Ohmmeter (BOM)
 Pengukur kebocoran arus listrik
 Multimeter peledakan
 Pengukur kekuatan blasting machine
 Pelacak kilat (lightning detector)
 Alat Bantu peledakan lain
 Kabel listrik utama (lead wire) atau sumbu nonel utama (lead in line)
 Cramper (penjepit sambungan sumbu api dengan detonator biasa )
 Meteran (50 ml) dan tongkat bambu ( ± 7 m) diberi skala
ncampur dan pengisi

Peralatan pendukung peledakan antara lain :


a. Alat pendukung utama, berhubungan dengan aspek keselamatan dan keamanan kerja, serta
lingkungan, misalnya alat mengangkut dan alat pengaman
b. Alat pendukung tambahan terfokus pada penelitian peledakan yang tidak selalu dipakai pada
peledakan rutin, misalnya alat pengukur kecepatan detonasi, pengukur getaran dan pengukur
kebisingan.

EKNIK PELEDAKAN
Terdapat perbedaan antara teknik peledakan pada sistem penambangan terbuka
dengan sistem penambangan bawah tanah, perbedaan itu disebabkan oleh beberapa faktor
seperti luas area, volume hasil ledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja.

A. Pola pengeboran
TABEL 1.
PENYEBAB YANG MEMBEDAKAN POLA PENGEBORAN DI TAMBANG TERBUKA
DAN BAWAH TANAH

faktor Tambang bawah tanah Tambang terbuka


Luas area Terbatas, sesuai dimensi bukaan Lebih luas karena terdapat di
luasnya dipengaruhi oleh permukaan bumi dan dapat
kestabilan bukaan tersebut memilih area yang cocok
Volume hasil Terbatas karena dibatasi luas Lebih besar bisa mencapai
peledakan permukaan bukaan, diameter ratusan ribu meter kubik per
mata bor dan kedalaman peledakan, sehingga dapat
pengeboran direncanakan target yang
besar
Suplai udara Tergantung pada system Tidak bermasalah karena
segar ventilasi yang baik dilakukan pada udara terbuka

Keselamatan Kritis, diakibatkan oleh ruang Relative lebih aman karena


kerja yang terbatas, guguran batu dari seluruh pekerjaan dilakukan
atap , tempat penyelamatan diri pada area terbuka
terbatas

a. Pola pengeboran pada tambang terbuka


Terdapat tiga pola pengeboran yang ada pada tambang terbuka, yaitu :
1. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama
2. Pola persegi panjang (rectangular system), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar
dibanding burden
3. Pola zig-zag (staggered pattern), yaitu antara lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola
bujur sangkar maupun persegi panjang
b. Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah
Pada pengeboran bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas,
yaitu pemuka kerja atau face. Untuk itu, perlu dibuat tambahan bidang bebas yang disebut
cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yaitu :
1. Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut, empat atau enam lubang dengan diameter
yang sama dibor kearah satu titik sehingga membentuk pyramid.
2. Wedge cut atau V- cut, angled cut atau cut berbentuk baji, setiap pasang dari empat atau
enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik, tetapi lubang bor antar
pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji. Cara ini lebih mudah dari pyramid cut tetapi
kurang efektif untuk batuan yang keras.
3. Drag cut atau pola kipas, bentuknya mirip dengan baji perbedaannya terletak pada posisi
bajinya tidak ditengah-tengah bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan.
Cara membuat dengan cara lubang bor dibuat miring untuk membentuk rongga di lantai atau
di dinding. Cara ini efektif pada batuan berlapis dan tidak keras dan pula berperan sebagai
controlled blasting.
4. Burn cut disebut juga cylinder cut, pola ini sangat cocok untuk batu yang keras dan regas
seperti batu pasir (sandstone) atau batuan beku dan tidak cocok untuk struktur berlapis.
Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah
lubang ledak Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan yang disebut
dengan waktu tunda (delay time). Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan
waktu tunda pada sistem peledakan yaitu :
1. Mengurangi getaran
2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
3. Mengurangi gegeran akibat airblast dan suara (noise)
4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil ledakan

B. DESAIN PELEDAKAN
Kondisi-kondisi tertentu pada operasi akan mempengaruhi secara detail daripada
desain peledakan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain suatu peledakan
antara lain :
1. Diameter lubang ledak
2. Tinggi jenjang
3. Fragmentasi
4. Burden dan spacing
5. Struktur batuan
6. Kestabilan jenjang
7. Dampak terhadap lingkungan
8. Tipe bahan peledak yang akan digunakan
1. Diameter lubang bor
Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi
yang direncanakan. Makin besar diameter lubang maka akan diperoleh laju produksi
yang besar pula, dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan sama. Faktor yang
membatasi diameter lubang ledak adalah :
 Ukuran fragmentai hasil ledakan
 Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari perhitungan teknis karena
pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi
 Keperluan penggalian batuan secara selektif
Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung meningkat apabila
perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter kurang dari 60 inci. Oleh karena itu
upayakan hasil perbandingan tersebut melebihi 60 atau L/d ≥ 60 inci atau d = 5 – 10 K
Dimana : d = Diameter lubang bor (mm)
K = tinggi jenjang (m)
Dengan diameter lubang bor yang kecil, konsekuensinya burden juga kecil, akan memberikan
hasil fregmentasi yang bagus dengan getaran (groun vibration) rendah. Hal ini perlu
diperhatikan, terlebih lagi apabila ledakan dilakukan dekat dengan perumahan penduduk

2. Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor


Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya dan
ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter serta aspek
lainnya di ketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat
bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya dipakai pada
quarry atau tambang terbuka dengan diameter lubang besar biasanya dipakai antara 10 – 15 m
. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh,
baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Secara praktis hubungan
diameter lubang bor dengan ketinggian jenjang dapat diformulasikan sebagai berikut :
K = 0,1 – 0,5 D
Dimana : K = Tinggi jenjang (m)
D = Diameter lubang (mm)
GAMBAR 1
HUBUNGAN DIAMETER LUBANG BOR DENGAN KETINGGIAN JENJANG

3. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukan ukuran setiap bongkah dari batuan
hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Beberapa ketentuan
umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak :
a) Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, maka dikurangi
dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat
b) Penambahan bahan peledak akan menambah lemparan
c) Batuan dengan intensitas tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit dikombinasikan dengan
jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil

C. Geometri Peledakan
a. Burden (B)
Burden adalah dimensi yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu pekerjaan
peledakan. Untuk menentukan besarnya burden perlu diketahui harga dari burden ratio. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam menentukan burden adalah :
 Burden harus merupakan jarak dari muatan (charges) tegak lurus terhadap “free face”
terdekat, dan arah dimana pemindahan akan terjadi
 Besarnya burden tergantung dari karekteristik batuan, karekteristik bahan peledak, dan lain
sebagainya.
b. Spasing
Spasing adalah jarak antara lubang-lubang bor yang dirangkai dalam satu baris (row) dan
diukur sejajar terhadap “pit wall”. Biasanya spasing tergantung pada burden, kedalaman
lubang bor, letak primer, waktu tunda dan arah struktur bidang batuan. Untuk material
(batuan) yang homogen B = S, sedangkan untuk struktur batuan yang kompleks, misalnya
orientasi joint sejajar dengan jenjang maka burden dapat dirapatkan dan spasi dapat
dijarangkan. Bila orientasi joint tegak lurus jenjang maka burden dapat dijarangkan dan spasi
agak dirapatkan. Sedangkan untuk struktur batuan dengan orientasi kesegala arah /rock
fracture.

GAMBAR 2
ORIENTASI STRUKTUR BATUAN PADA JENJANG

b. Stemming (T)
Stemming disebut juga collar, harga stemming ini sangat menentukan stress balance
dalam lubang bor, fungsi lain adalah untuk mengurung gas yang timbul. Untuk mendapatkan
stress balance maka harga stemming sama dengan burden. Pada batuan kompak, jika
perbandingan antara stemming dan burden kurang dari satu maka akan terjadi cratering atau
back break, terutama pada collar proming. Biasanya harga standar tang dipakai adalah 0,70
dan ini sudah cukup untuk mengontrol air blast dan stress balance.
c. Sub drilling (SD)
Adalah bagian dari kolom lubang ledak yang terletak dibagian dasar jenjang yang
dimaksud untuk menghindari terjadinya toe pada lantai jenjang setelah peledakan
d. Tinggi jenjang (H)
e. Kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil daripada burden. Hal ini untuk menghindari
terjadi atau cratering. H = L – SD
Dimana : L = kedalaman lubang ledak
SD = sub drilling

RANCANGAN MENURUT KONYA


Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak
yang diekspresikan dengan densitasnya Rumusnya adalah :

B=
Dimana : B = burden (ft), de = diameter bahan peledak (inci), ρe = berat jenis bahan peledak
dan ρr = berat jenis batuan
Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan kemungkinannya adalah :
 Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)

H < 4B → , H > 4B → S = 2B
 Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single row blastholes)

H < 4B → , H > 4B → S = 1,4B


 Stemming (T) : batuan massif T = B sedangkan batuan berlapis T = 0,7 B
 Subdrilling (SD) = 0,3 B
 Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan dua aspek, yaitu 1) efek
ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, air blast, flyrock, dan getaran tanah dan 2) biaya
pengeboran. Tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat hubungannya dengan keberhasilan
peledakan dan ratio H/B ( yang dinamakan stiftness ratio) yang bervariasi memberikan
respon berbeda terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah yang hasilnya
seperti terlihat dalam table. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana
dengan menerapkan “aturan lima (rule of five)’ , yaitu ketinggian jenjang (dalam feet)
“lima” kali diameter lubang ledaknya (dalam inci)
GAMBAR 3
TINGGI JENJANG MINIMUM BERDASARKAN “ATURAN LIMA RULE OF FIVE“

TABEL 2.
POTENSI YANG TERJADI AKIBAT VARIASI STIFFNES RATIO
Stifness Fragmentasi Ledakan Batu Getaran Komentar
ratio udara terbang tanah
1 buruk besar banyak besar Banyak muncul back break
di bagian toe.Jangan di
lakukan dan rancang ulang
2 sedang sedang sedang sedang Bila memungkinkan
rancang ulang
3 baik kecil sedikit kecil Control dan fragmentasi
baik
4 memuaskan sangat sangat sangat Tidak akan menambah
keci; sedikit kecil keuntungan bila stiffnes
ratio diatas 4
RANCANGAN MENURUT ICI – EXPLOSIVE
Salah satu cara merancang geometri peledakan adalah dengan “coba-coba” atau trial
and error atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari ICI Explosive. Tinggi jenjang
(H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan pertimbangan pertama yang disarankan. Jadi
cara ini menitikberatkan pada alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan
setempat, peraturan tentang batas maksimum ketinggian jenjang yang diijinkan pemerintah,
serta produksi yang diinginkan. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnya adalah
sebagai berikut :
1. Tinggi jenjang (H), secara empiris H = 60d – 140d, bandingkan dengan L/d ≤ 60
2. Burden (B) antar baris : B = 25d - 45d
3. Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S= 1B – 1,5B
4. Subgrade (J); J = 8d – 12d
5. Stemming (T); T = 20d - 30d
6. Powder factor (PF)

PF =
Powder Faktor menunjukan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai untuk memperoleh satu
satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi satuannya biasa kg/m3 atau kg/ton.
Pemanfaatan PF cenderung berdasarkan pertimbangan ekonomis suatu proses peledakan

Perhitungan Volume yang akan diledakan


Prinsip volume yang kan diledakan adalah perkalian antara burden (B), spasi (S) dan tinggi
jenjang yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang telah terberai oleh proses
peledakan. Volume tersebut disebut volume padat (solid atau insitu atau bank), sedangkan
volume yang telah lepas disebut volume lepas (losse). Konversi dari volume padat ke volume
lepas menggunakan factor berai atau sweel factor yaitu :
SF = Vs/Vl x 100%, apabila Vs = B x S x H

Maka Vl =
GAMBAR 4
TIPE SEKUEN INISIASI (ICI EXPLOSIVE)

Sumber : http://tambangunsri.blogspot.co.id/2011/05/peledakan-tambang.html

Anda mungkin juga menyukai