PENDAHULUAN
HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih
tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Secara global
kasus HIV pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 34 juta orang hidup dengan
HIV, sebanyak 30,7 juta diantaranya adalah orang dewasa. Sebesar 16,7 juta yang
terinfeksi adalah perempuan dan sebanyak 3,3 juta anak-anak dibawah usia 15
tahun. Jumlah orang yang terinfeksi baru dengan HIV sebanyak 2,5 juta, dengan
pembagian 2,2 juta usia dewasa dan, 330 ribu adalah anak-anak usia kurang dari
15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS, adalah sebanyak 1,8 juta orang, dengan
pembagian 1,5 juta diantaranya adalah orang dewasa dan sebanyak 230 ribu
HIV pada anak didapatkan melalui penularan dari ibu terinfeksi HIV ke
anaknya, yang terjadi pada saat kehamilan, melahirkan atau pada saat menyusui
(Muktiarti et al., 2012). Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan
bahkan risiko penularan pada anak diperkirakan 29-47%. Tanpa intervensi, risiko
penularan HIV dari ibu kepada bayinya sejak kehamilan sampai periode menyusui
adalah 25-45%, diantaranya risiko selama hamil sebesar 5-10%, selama persalinan
Penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi merupakan penyebab utama infeksi
HIV pada bayi usia di bawah 15 tahun. Sejak pertama kali dilaporkan oleh
Oleske, Rubinstein dan Amman pada tahun 1983 di Amerika Serikat, terus terjadi
1
peningkatan. Seiring dengan meningkatnya jumlah kasus HIV-AIDS pada
Pada tahun 2009, sebanyak 370.000 anak-anak terinfeksi baru HIV di seluruh
Kasus HIV pada bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV merupakan masalah besar
negara berkembang dan diperkirakan setiap hari terjadi 1.800 infeksi baru pada
jumlah infeksi HIV baru di kalangan ibu dan anak yang meninggal karena HIV
adalah hampir nol. Hal ini dikarenakan perempuan atau anak-anak mereka di
pencegahan HIV dan layanan pengobatan untuk melindungi diri dan hal ini masih
aktif usia 15-49 tahun dan sebanyak 28% adalah perempuan. Diperkirakan pada
waktu mendatang akan terdapat peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada
perempuan. Selain itu, risiko penularan dari ibu ke bayi berpotensi meningkat
karena terdapat 3.200 ibu rumah tangga pengidap HIV di Indonesia. Ibu rumah
pengidap yang belum ditemukan. Sejalan dengan itu maka diperkirakan jumlah
kehamilan dengan HIV akan meningkat. Secara nasional, terdapat 1.200 ibu hamil
2
anaknya. Dampaknya adalah bayi tumbuh menjadi anak yang mewarisi HIV
positif akan lebih sering mengalami penyakit infeksi dan sering mengalami
(Kemenkes.RI, 2011).
pada tahun 2006 diperkirakan terdapat sekitar 4.360 bayi yang HIV positif, pada
tahun 2009 terdapat 3.045 kasus baru HIV pada anak dengan kasus kumulatif
7.546 kasus, sedangkan pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru
dengan 34.287 kasus kumulatif anak dan angka kumulatif pada tahun 2015
dengan kasus AIDS, jumlah kasus AIDS yang ditularkan dari ibu ke anak pada
tahun 2011 sebanyak 181 kasus dan pada tahun 2012 sebanyak 126 kasus atau
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
memiliki genus lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau menggangu fungsi sel
manusia tersebut menjadi melemah. Virus HIV menyebar melalui cairan tubuh
dan memiliki cara khas dalam menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia
terutama sel Cluster of Differentiation 4 (CD4) atau sel-T. HIV menyerang sel-sel
sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel-T CD4+ dan makrofag yang
merupakan sistem imunitas seluler tubuh. Infeksi dari virus ini akan menyebabkan
imun sehingga tubuh tidak mampu melawan infeksi dan penyakit. Seiring dengan
berjalannya waktu, HIV dapat merusak banyal sel CD4 sehingga kekebalan tubuh
semakin menurun dan tidak dapat melawan infeksi dan penyakit sama sekali,
(AIDS).
tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. AIDS merupakan stadium ketika sistem imun
penderita jelek dan penderita menjadi rentan terhadap infeksi dan kanker terkait
infeksi yang disebut infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang
terjadi akibat sistem kekebalan tubuh yang menurun dan dapat terjadi penyakit
4
yang lebih berat dibandingkan pada orang yang sehat. Seseorang dapat
didiagnosis AIDS apabila jumlah sel CD4 turun di < 200 sel/mm3 darah, selain itu
seseorang dapat terdiagnosis dengan AIDS jika menderita lebih dari satu infeksi
oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan HIV dan perlu waktu 10-15
tahun bagi orang yang sudah terinfeksi HIV untuk berkembang menjadi AIDS.
pertengahan tahun 1981 pada lima orang penderita homoseksual dan pecandu
inilah, dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan sindrom
yang sama dari 46 negara bagian Amerika Serikat lain. Penyakit ini telah menjadi
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS saat ini sekitar 60 juta orang
telah tertular HIV dan 26 juta telah meninggal karena AIDS, sedangkan saat ini
orang yang hidup dengan HIV sekitar 34 juta orang. Di Asia terdapat 4,9 juta
orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dan telah
bervariasi, namun tiga perilaku yang beresiko tinggi menularkan adalah berbagi
alat suntik di kalangan pengguna napza, seks yang tidak terlindungi dan lelaki
diseluruh dunia. Pada Asia Tenggara dan Selatan terdapat 4 juta orang dewasa dan
anak anak yang terinveksi HIV, diantaranya kematian orang dewasa dan anak-
5
anak karena AIDS sebesar 250.000 orang dan 280.000 orang adalah penderita
150.296 jiwa, sedangkan untuk kasus AIDS berjumlah 55.799 jiwa. Jumlah
infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta berjumlah 32.782 jiwa, Jawa Tengah
masuk dalam peringkat ke 6 dengan jumlah penderita HIV sebanyak 9.032 jiwa.
Kasus AIDS terbanyak yaitu di Papua berjumlah 10.184 jiwa dan Jawa Tengah
menduduki peringkat ke 6 dengan jumlah 3.767 jiwa. Namun, saat ini sudah
diwaspadai telah terjadi penularan HIV yang meningkat melalui jalur parenteral
(ibu kepada anaknya), terutama di beberapa ibu kota provinsi. Jumlah kumulatif
kasus AIDS di Indonesia dari transmisi perinatal sebanyak 1.506 jiwa, jumlah
tersebut berasal dari data kumulatif wanita sebanyak 16.149 yang terinfeksi AIDS.
jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan
6
Adanya kecenderungan peningkatan penemuan kasus baru sampai tahun 2012.
Namun pada tahun 2013 terjadi penurunan kasus baru AIDS menjadi sebesar
5.608 kasus. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan tahun 2013 sebesar
52.348 kasus.
virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb (kilobase). Virus RNA ini mampu
membuat DNA dari RNA dengan pertolongan enzim reserve transcription yang
kemudian disisipkan dalam DNA sel hospes sebagai mesin genetik, sehingga
virus mampu untuk menggunakan mesin replikatif sel hospes menjadi sel
laten, mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan
dapat fatal.
memiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama
envelope virus, gp120 di sebelah luar dan gp41 yang terletak di transmembran.
untaian RNA HIV, tiap untaian memiliki Sembilan genes (gag, pol, vif, vpr, vpu,
7
RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi
p24 protein virus. Dikelilingi oleh kapsid selubung virus (envelope). Selubung
virus terdiri atas dua lapisan lipid. Masing - masing subunit selubung virus terdiri
tersebut adalah bagian paling infeksius dari HIV dan berperan dalam perlekatan
gen gag yang mengkode protein core yang terdiri dari protein p17 dan p24 dan
gen pol yang mengkode beberapa enzim yaitu: reserve transcriptase, integrase dan
protease. Enzim – enzim tersebut dibutuhkan dalam proses replikasi. Partikel HIV
terdiri atas inner core yang mengandung 2 untai DNA identik yang dikelilingi
oleh selubung fosfolipid. Bagian paling infeksius dari HIV adalah selubung
perlekatan virus dengan sel hospes pada proses infeksi. Sampai dengan saat ini
dikenal dua serotip HIV yang menginfeksi manusia, yaitu HIV tipe1 (HIV-1) dan
HIV tipe 2 (HIV-2). HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam
tubuh.
mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai vpx, sedangkan sebaliknya HIV-2
mempunyai vpx tetapi tidak mempunyai vpu. Perbedaan struktur genom ini
patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit diantara kedua tipe HIV tersebut,
8
karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan, maka penelitian – penelitian klinis
Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini
yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap
kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut
permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer
cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor
pada limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang
mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung,
lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi
mempresentasikan antigen.
asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+
secara bertahap. Mula - mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun,
sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah
9
Dalam tubuh Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), partikel virus bergabung
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur
hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi
penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang
ditemukan. Virus dapat ditularkan dari seseorang yang sudah terkena HIV kepada
mitra seksualnya (pria ke wanita, wanita ke pria, pria ke pria) melalui hubungan
Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah atau produk darah, atau
penggunaan alat – alat yang sudah dikotori darah seperti jarum suntik, jarum tato,
c. Perinatal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya, penularan
melalui ibu kepada anaknya. Transmisi vertikal dapat terjadi secara transplasental,
10
melalui plasenta. Hal ini dimungkinkan karena adanya limfosit yang terinfeksi
masuk kedalam plasenta. Transmisi intrapartum terjadi akibat adanya lesi pada
kulit atau mukosa bayi atau tertelannya darah ibu selama proses kelahiran.
Beberapa faktor resiko infeksi antepartum adalah ketuban pecah dini, lahir per
vaginam. Transmisi postpartum dapat juga melalui ASI yakni pada usia bayi
menyusui, pola pemberian ASI, kesehatan payudara ibu dan adanya lesi pada
mulut bayi. Seorang bayi yang baru lahir akan membawa antibodi ibunya,
tergantung dari seberapa parah tahapan perkembangan AIDS pada diri sang ibu.
2.1.6 Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke anak
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke
1. Faktor Ibu
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi
sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke
bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
11
Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti asam folat, vitamin D,
kalsium, zat besi, mineral selama hamil berdampak bagi kesehatan ibu dan janin
akibatntya dapat meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI
sehingga tidak sarankan untuk memberikan ASI kepada bayinya dan bayi dapat
2. Faktor Bayi
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin
besar.
12
c. Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan
ASI.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak
a. Jenis persalinan
b. Lama persalinan
ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam.
Tabel 2. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi
Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obstetrik
Kadar HIV (Viral load) Prematuritas dan berat Jenis persalinan
bayi saat lahir
Kadar CD4 Lama menyusu Lama persalinan
Status gizi hamil Lama dimulut bayi (jika Adanya ketuban pecah
bayi menyusu) dini
13
Masalah payudara (jika Tindakan episiotomi,
menyusui ekstraksi vakum dan
Penyakit infeksi saat forceps
hamil
Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan
oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari
infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada
plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari
ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak
penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan
risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui.
30% dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan anti retrovirus (ARV).
Pemberian ARV jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV
sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui.
Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral jangka panjang, risiko penularan HIV
dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui
secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui. Dengan pelayanan PPIA yang
baik, maka tingkat penularan dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%.
14
2.1.8 Manifestasi Klinis HIV
Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh
host akibat intervensi HIV. Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda
AIDS berat. Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.
Pertama merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak
spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa
demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran kelenjar
Kedua merupakan tahap asimptomatik, pada tahap ini gejala dan keluhan
hilang. Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun
setelah infeksi. Pada stadium ini terjadi perkembangan jumlah virus disertai
makin berkurangnya jumlah sel CD-4. Pada tahap ini aktivitas penderita masih
normal.
Ketiga merupakan tahap simptomatis pada tahap ini gejala dan keluhan
lebih spesifik dengan gradasi sedang samapi berat. Berat badan menurun tetapi
tidak sampai 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi
peradangan pada sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran
terganggu. Penderita lebih banyak di tempat tidur meskipun kurang 12 jam per
Keempat merupakan pasien dengan jumlah sel CD4 < 200 sel/ul
merupakan pasien dikategorikan pada tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS.
15
Pada tahap ini terjadi penurunan berat badan lebih dari 10%, diare lebih
dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui sebabnya lebih dari satu bulan,
kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru dan pneumonia bakteri.
Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam dalam sehari selama sebulan
terakhir.
Hampir 90% kasus infeksi HIV pada anak disebabkan oleh transmisi
terhadap darah maternal seperti pada kasus episiotomi, laserasi vagina atau
persalinan dengan forsep, sekresi genital yang terinfeksi dan ASI. Frekuensi rata
rata transmisi vertikal dari ibu ke anak dengan infeksi HIV mencapai 25 - 30%.
Faktor lain yang meningkatkan resiko transmisi ini, antara lain jenis HIV tipe 1,
riwayat anak sebelumnya dengan infeksi HIV, ibu dengan AIDS, lahir prematur,
obat, nutrisi buruk, akses terbatas untuk perawatan prenatal, kemiskinan dan
adanya penyakit menular seksual. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah bayi
lahir prematur, premature rupture of membran (PROM), berat bayi lahir rendah,
postpartum. Saat ini terdapat dua sistem klasifikasi utama yang digunakan, yaitu :
16
sistem klasifikasi menurut the U.S. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), dan sistem klasifikasi stadium klinis dan penyakit menurut organisasi
berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) jarang digunakan
dalam pengelolaan rutin pasien HIV secara klinis, sistem CDC lebih sering
HIV/AIDS yaitu dengan melihat jumlah kekebalan tubuh yang dialami pasien
serta stadium klinis. Jumlah kekebalan tubuh ditunjukan oleh limfosit T Helper.
Tabel 5. Sistem Klasifikasi klinis dan CD4 untuk dewasa dan remaja menurut
CDC.
Limfosit CD4 Kategori A Kategori B Kategori
(asimtomatis, (Simtomatis) C(AIDS)
Infeksi akut)
≥500 sel/ml A1 B1 C1
200-499 sel/ml A2 B2 C2
<200 sel/ml A3 B3 C3
Kategori:
neuropati perifer.
17
2.1.10 Diagnosis Infeksi HIV
dilakukan secara virologis (mendeteksi antigen DNA atau RNA) dan serologis
menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau ELISA. Pemeriksaan diagnostic
tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga reagen HIV yang
berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang
Hasil pemeriksaan dinyatakan reaktif jika hasil tes dengan reagen 1 (A1),
reagen 2 (A2), dan reagen 3 (A3) ketiganya positif. Untuk ibu hamil dengan factor
risiko yang hasil tesnya indeterminate, tes diagnostik HIV dapat diulang dengan
bahan baru yang diambil minimal 14 hari setelah yang pertama dan setidaknya tes
18
dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yang terdiri dari gejala mayor dan
minor. Pasien yang dikatakan AIDS jika menunjukan hasil tes HIV positif disertai
minimal terdapat 2 gejala mayor atau terdapat 2 gejala minor dan 1 gejala mayor.
Pemeriksaan jumlah sel CD4 dapat segera di lakukan setelah pertama kali
dinyatakan positif HIV dan saat akan melahirkan menggunakan spesimen darah.
2.1.11 Penatalaksanaan
Perawatan antepartum
dilaporkan berkisar antara 15-45%. Risiko penularan ini lebih tinggi di negara
Sebagian besar penularan terjadi intrapartum. Pada ibu yang tidak menyusui, 24-
40% penularan terjadi intrauterine dan 60-75% terjadi selama persalinan. Pada ibu
intrapartum atau saat awal menyusui, dan 10-15% sisanya setelah pesalinan.
Risiko infeksi intrauterine, intrapartum, dan pasca persalinan adalah 6%, 18% dan
2. Transmisi in utero
Kejadian transmisi HIV pada janin kembar dan ditemukannya DNA HIV,
IgM anti-HIV, dan antigen p24 pada neonatus pada minggu pertama
19
menemukan HIV dalam plasenta ibu yang terinfeksi HIV. Sel limfosit atau
monosit ibu yang terinfeksi HIV atau virus HIV itu sendiri dapat mencapai janin
trofoblas dan menginfeksi sel makrofag plasenta (sel Hofbauer) yang mempunyai
reseptor CD4+. 14,15 Plasenta diduga juga mempunyai efek anti-HIV-1 dengan
mekanisme yang masih belum diketahui. Salah satu hormon plasenta –human
mengkontrol replikasi virus di dalam sel plasenta, dan menginduksi apoptosis sel-
sel yang terinfeksi HIV1. Menurut Pediatric Virology Committee of the AIDS
Clinical Trials Group (PACTG), transmisi dikatakan in utero/infeksi awal jika tes
virologist positif dalam 48 jam setelah kelahiran dan tes berikutnya juga positif.
progresivitas penyakit ibu, meningkatkan risiko berat badan lahir rendah dan
dari 1,05 µmol/L) yang dihubungkan dengan gangguan fungsi sel T dan sel B
20
Pemberian antiretrovirus (ART)
semua Odha yang sedang hamil untuk mengurangi risiko transmisi prenatal. Hal
ini berdasarkan bahwa risiko transmisi perinatal meningkat sesuai dengan kadar
HIV ibu dan risiko transmisi dapat diturunkan hingga 20% pada Odha yang dalam
memaksimalkan kesehatan ibu dan mengurangi risiko transmisi HIV dengan cara
dan efek samping jangka lama. Sayang sekali, efek penelitian mengenai toksisitas,
teratogenesis, dan efek samping jangka lama ART pada wanita hamil masih
sedikit. Efek samping tersebut diduga akan meningkat pada pemberian kombinasi
ART, seperti efek teratogenesis kombinasi ART dan antagonis folat yang
risiko prematuritas, berat badan lahir rendah, atau kematian janin intrauterine.
Kategorisasi Food and Drug Administration (FDA) tentang ART dapat dilihat
pada tabel 1. Saat ini di Indonesia beberapa ART tersebut sudah tersedia dalam
bentuk generik dengan harga yang lebih murah, antara lain zidovudin, lamivudin,
21
Perawatan Intrapartum
1 Transmisi intrapartum
dalam 48 jam pertama setelah kelahiran, dan tes 1 minggu berikutnya menjadi
positif dan bayi tidak menyusui. Selama persalinan, bayi dapat tertular darah atau
tertelan pada jalan lahir. HIV ditemukan pada cairan servikovaginal 23,1% Odha
yang hamil dan pada cairan aspirasi lambung 10% bayi yang dilahirkan.
abnormal, kadar CD+ yang rendah, dan defisiensi vitamin A akan menurunkan
memudahkan terjadi trauma pada jalan lahir dan transmisi HIV vertikal. Besarnya
paparan pada jalan lahir juga dikaitkan dengan ulkus serviks atau vagina,
pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps, episiotomy dan rendahnya
kadar CD4+ ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan
meningkatkan risiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibanding jika
Diantara faktor-faktor tersebut, kadar HIV ibu pada saat persalinan atau
penularan lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan infeksi HIV primer. Namun,
belum ada hamil dengan infeksi HIV primer. Namun, belum ada angka pasti pada
kadar HIV berapa penularan dapat terjadi. Penelitian dari the Women and Infants
22
Transmission Study menunjukkan pada kadar HIV ibu < 1000 kopi/mL menjelang
transmisi sangat kecil atau tindak terjadi; sedang PACTG 185 menunjukkan
angka< 500 kopi/mL. Garcia, dkk melaporkan 21% penularan HIV pada ibu
dengan kadar HIV menjelang atau saat persalinan < 100.000/ml, sedangkan pada
ibu dengan kadar HIV > 100.000/ ml penularan yang terjadi 63%. John, dkk
menemukan penularan empat kali lebih tinggi pada ibu dengan kadar viral load >
43000 kopi/ mL. Namun, kadar HIV yang rendah atau tidak terdeteksi tidak
menjamin bahwa bayi tidak akan tertular karena pada beberapa kasus penularan
tegap terjadi. John, dkk p ada penelitiannya mengemukakan transmisi yang terjadi
pada tiga orang ibu dengan kadar HIV <5000 kopi/mL, sedangkan transmisi tidak
terjadi pada seorang ibu dengan kadar HIV > 1 juta kopi/mL. Selain itu, kadar
HIV ibu sebelum dan saat persalinan juga akan menentukan kadar HIV pada bayi
yang ditularkannya. Wiener, dkk mengemukakan hubungan linear kadar HIV ibu
perinatal. Prematurias dan berat badan lahir rendah diduga berperan karena sistem
penggunaan kokain atau opiat. Pada bayi kembar, urutan kelahiran juga
memegang peranan. Menurut Duliege, dkk bayi yang lahir pertama kali
mempunyai risiko penularan dua kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir
kedua. Hal tersebut disebabkan bayi yang lahir pertama lebih lama berada di jalan
23
lahir dan biasanya berukuran lebih besar, sehingga secara tidak langsung
persalinan, terjadinya partus lama dan laserasi pada ibu maupun bayi. Karena itu
pada kemacetan persalinan maka tindakan Seksio Sesarea adalah lebih baik dari
tangan vynil, bukan saja pada pada pertolongan persalinan tetapi juga pada waktu
membersihkan darah , bekas air ketuban dan bahan lain dari pasien yang
operasi yang tidak tembus air dan sering kali membersihkan atau mencuci tangan.
Membersihkan lendir atau air ketuban dari mulut bayi harus memakai mesin isap,
tidak dengan catheter yang diisap dengan mulut. Bayi yang baru lahir segera
mengganggu bayi
24
o Wanita yang menerima antiretroviral antepartum (ART) rejimen obat harus
o perempuan dengan status HIV tidak diketahui harus menjalani rapid test (AII).
Jika hasilnya positif, tes HIV konfirmasi harus dilakukan sesegera mungkin dan
ART ibu / bayi ART diberikan menunggu hasil uji konfirmasi (AII). Jika tes HIV
konfirmasi positif, ART bayi harus dilanjutkan selama 6 minggu (AI), jika tes ini
Untuk mengurangi resiko transmisi HIV yang terutama terjadi pada saat
Collaborative Study melaporkan transmisi HIV yang lebih rendah pada Odha
ketuban pecah sebelum persalinan lebih bermakna daripada seksio sesarea untuk
25
beberapa penelitian membandingkan risiko transmisi pada partus pervaginam,
pervaginam dan seksio sesarea elektif. Ternyata seksio sesarea elektif dapat
dibandingkan 10,5%).
Group terhadap 15 penelitian dengan lebih dari 8000 sampel di berbagai negara.
Seksio sesarea elektif akan lebih bermakna jika disertai dengan pemberian
antiretrovirus. Risiko transmisi akan berkurang sekitar 87%. Karena itu, saat ini
Cara ini mungkin dapat menjadi alternatif pada ibu yang tidak mendapat
terapi antiretrovirus. Dalam suatu randomized clinical trial, rasio bayi lahir
terinfeksi dari wanita yang menjalani SC dan perslinan pervaginam adalah 1,8% :
sebesar 80%. SC cito tidak memberikan efek yang diharapkan untuk menurunkan
transmisi HIV (AOR 1,0; 95% CI, 0,3-3,7). Hasil dari meta-analisis 15 penelitian
26
penurunan 50% pada resiko transmisi HIV. Berdasarkan data ini, American
pertimbangan SC elektif untuk HIV ibu hamil yang terinfeksi HIV sejak tahun
obstetrik lain harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat komplikasi seksio yang
mungkin terjadi pada Odha, terutama pada stadium lanjut. Laporan PACTG 185
luka, dan infeksi traktus urinarius lebih banyak terjadi pada Odha dibandingkan
dengan kelompok non HIV. Namun, tidak ada perbedaan kejadian komplikasi
mayor seperti pneumonia, efusi pleura, ataupun sepsis. Selain seksio sesarea,
berbagai cara telah dicoba untuk menurunkan risiko transmisi intrapartum pada
Odha. Salah satunya adalah pencucian jalan lahir dengan kassa yang direndam
dengan 0,25% klorheksidin. Ternyata cara ini tidak dapat mengurangi risiko
Air susu ibu diketahui mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak.
Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah
1 per 104 sel. Partikel virus dapat ditemukan pada komponen sel dan non-sel air
susu ibu. Pada penelitian Nduati, dkk, HIV ditemukan pada 58% pemeriksaan
kolostrum dan air susu ibu. Kadar HIV tertinggi dalam air susu ibu terjadi mulai
minggu pertama sampai tiga bulan setelah persalinan. HIV dalam konsentrasi
rendah masih dapat dideteksi pada air susu ibu sampai 9 bulan setelah persalinan.
27
Risiko penularan pada bayi yang disusui paling tinggi pada enam bulan pertama,
HIV pada air susu ibu dipengaruhi kadar HIV serum ibu, CD4+ ibu, dan definisi
vitamin A. Semba, dkk mengemukakan bahwa kadar HIV di dalam air susu ibu
lebih tinggi pada ibu yang anaknya terinfeksi HIV dari pada yang tidak. Berbagai
macam faktor lain yang dapat mempertinggi risiko transmisi HIV melalui air susu
ibu antara lain mastitis atau luka di putting susu, abses payudara, lesi di mukosa
Penularan HIV melalui air susu ibu diketahui merupakan faktor penting
transmisi pascapersalinan dan meningkatkan risiko transmisi dua kali lipat Miotti,
dkk pada penelitian di Malawi membuktikan air susu ibu meningkatkan insidens
transmisi HIV 0,7% per bulan pada usia 0 sampai 5 bulan, 0,6% pada usia 6-11
bulan, lalu 0,3% per bulan pada usia 12-17 bulan. penelitian di Nairobi yang
membandingkan bayi dari ibu dengan HIV yang disusui dengan air susu ibu
sama. Penelitian Leroy, dkk di berbagai negara menyebutkan risiko transmisi HIV
melalui air susu ibu yang diperkirakan adalah 3,2 per 100 anak-tahun. Di negara
maju, upaya untuk menghindari menyusui bayi dari ibu penderita HIV seperti
yang dianjurkan tidak mengalami kendala. Namun, hal tersebut sulit dilakukan di
28
kesulitan mencari air bersih dan menyediakan botol yang bersih, selain norma-
norma di masyarakat tertentu. Ternyata tidak selamanya susu formula lebih efektif
daripada air susu ibu untuk mencegah penularan HIV, tetapi tergantung dari cara
bayi yang mendapatkan air susu eksklusif selama 3 bulan mempunyai transmisi
HIV lebih rendah (14,6%) dibandingkan dengan bayi yang mendapat air susu
formula dan air susu ibu (24,1%), bahkan menyamai risiko pemberian susu
formula saja. Hal ini diperkirakan karena air dan makanan terkontaminasi yang
diberikan pada bayi yang menerima dua macam susu tersebut merusak usus bayi,
sehingga HIV dari air susu ibu dapat masuk ke tubuh bayi.
ARV pada ibu menyusui dengan HIV(+) perlu dilakukan agar ibu bisa
memberikasn ASI kepada bayinya. Dan diharapkan pemberian ASI sampai usia
harapan hidup bayi, serta mencegah transmisi HIV dari ibu ke bayi. Kebijakan ini
berbeda dengan rekomendasi tahun 2006 dimana tidak terdapat intervensi ARV
pada ibu dengan HIV (+), menyatakan bahwa ASI harus dihentikan begitu bayi
Ibu yang telah diketahui terinfeksi HIV (dan memiliki bayi yang tidak
terinfeksi atau tidak diketahui status infeksi HIV-nya) Sebaiknya berikan ASI
eksklusif kepada bayi mereka sampai usia bayi mereka 6 bulan, kemudian
kenalkan bayi dengan makanan pendamping ASI sampai dengan usia 12 bulan.
29
ASI dapat dihentikan jika tersedia makanan pengganti ASI yang keamanan dan
Jika bayi atau anak yang telah diketahui terinfeksi HIV Ibu sebaiknya
dihimbau untuk memberikan ASI ekslusif sampai usia bayi mereka 6 bulan,
kemudian lanjutkan pemberian ASI sampai dengan rekomendasi yang ada pada
30
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Secara
c. Perinatal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya, penularan
melalui ibu kepada anaknya. Transmisi vertikal dapat terjadi secara transplasental,
melalui plasenta. Hal ini dimungkinkan karena adanya limfosit yang terinfeksi
dilakukan secara virologis (mendeteksi antigen DNA atau RNA) dan serologis
menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau ELISA. Pemeriksaan diagnostic
tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga reagen HIV yang
31
berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang
mengurangi risiko transmisi prenatal. Hal ini berdasarkan bahwa risiko transmisi
perinatal meningkat sesuai dengan kadar HIV ibu dan risiko transmisi dapat
diturunkan hingga 20% pada Odha yang dalam terapi ART. Tujuan pemberian
mengurangi risiko transmisi HIV dengan cara menurunkan kadar HIV serendah
4.2 SARAN
Pengobatan untuk menyembuhkan hiv/aids sampai saat ini belum ada yang
pasti, oleh sebab itu kita harus mencegahnya sedini mungkin melalui pengetahuan
dasar tentang hiv/aids, skreening VCT dan yang terpenting mengubah stigma
masyarakat tentang ODHA agar mereka tidak dikucilkan. Jauhi virusnya bukan
orangnya.
32
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah
obstetri, Jakarta, EGC.
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2010, Ilmu kebidanan, penyakit
kandungan dan KB untuk pendidikan bidan, Jakarta, EGC.
Norwitz, ER, Schorge, JO 2008, At a glance obstetri dan ginekologi edisi kedua,
diterjemahkan oleh Diba Artsiyanti E.P, Jakarta, Erlangga.
Mofenson LM, Brady MT, Danner SP, Dominguez KL, Hazra R, Handelsman E,
et al. Guidelines for the Prevention and Treatment of Opportunistic
Infections among HIV-exposed and HIV-infected children:
recommendations from CDC, the National Institutes of Health, the HIV
Medicine Association of the Infectious Diseases Society of America, the
Pediatric Infectious Diseases Society, and the American Academy of
33
Pediatrics. MMWR Recomm Rep. Sep 4 2009;58:1-166
34