Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. BATASAN

4.1.1. Nyeri Perut


Nyeri perut dapat berupa nyeri visceral maupun nyeri somatik, dan
dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut
atau diluar rongga perut, misalnya dirongga dada. Para klinisi sebaiknya
telah memahami patofisiologi dan tanda-tanda khas penyebab akut
abdomen. Lokasi, karakteristik, derajat nyeri dan ada atau tidaknya gejala-
gejala sistemik dapat membantu dalam membedakan penyebab-penyebab
akut abdomen yang membutuhkan pembedahan segera dengan kondisi
medis biasa.
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri akan sangat membantu dalam
mencari penyebab utama akut abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan
menetap biasanya terjadi pada iritasi peritoneal akibat perporasi ulkus atau
ruptur appendiks, ovarian abses atau kehamilan ektopik. Nyeri
kolik terjadi akibat adanya kontraksi intermiten otot polos, seperti kolik
ureter, dengan ciri khasadanya interval bebas nyeri. Tetapi istilah kolik
bilier sebenarnya tidak sesuai dengan pengertian nyeri kolik karena
kandung empedu dan ductus biliaris tidak memiliki gerakan peristalsis
seperti pada usus atau ureter. Nyeri kolik biasanya dapat reda dengan
analgetik biasa. Sedangkan nyeri strangulata akibat nyeri iskemia pada
strangulasi usus atau trombosisvena mesenterik biasanya hanya sedikit
mereda meskipun dengan analgetik narkotik.

4.1.2. Demam
Menurut Guyton dan Hall (2007), demam berarti suhu tubuh di
atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan didalam otak sendiri
atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.
Beberapa penyebab demam (dan juga suhu tubuh dibawah normal)
diperlihatkan pada gambar dibawah. Penyebab tersebut meliputi penyakit
yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang
dapat berakhir dengan heatstroke.

Gambar. Suhu tubuh pada berbagai keadaan. (digambarkan kembali


dari DuBois EF: Fever. Springfield, III., Charles C Thomas, 1948)
.

4.2. ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI /


PATOMEKANISME

4.2.1. ANATOMI ABDOMEN

Pembagian regio abdomen (Husada, 2011) :

1. Bentuk kuadran
Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana.
Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal) melalui
umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah yang sering
disebut :

1. Kuadran kanan atas


2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah

Berikut gambaran secara garis besar tentang organ yang terdapat pada kuadran :

Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas


Hati, kantung empedu, paru, Hati, jantung, esofagus, paru,
esofagus pankreas, limfa, lambung

Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah


Usus 12 jari (duodenum), usus Anus, rektum, testis, ginjal, usus
besar, usus kecil, kandung kemih, kecil, usus besar
rektum, testis, anus

Tabel 1 : Pembagian kuadran abdomen

Sumber : watisuin.blogspot.com

Gambar 1 : Pembagian kuadran abdomen


2. Bentuk regio

Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik, yaitu
dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis transversal yang
menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang
menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).

Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen


terbagi menjadi 9 regio:

1. Regio hipokondria dextra

Isi : hepar, vesica fellea, flexura coli dextra, glandula suprarenalis dextra

2. Regio epigastrica

Isi : gaster, pancreas, duodenum pars superior, hepar

3. Regio hipokondria sinistra

Isi : lien, cauda pancreas, gaster, lobus hepatis sinistra, flexura coli
sinistra, glandula suprarenalis sinistra

4. Regio abdominal lateralis / lumbal dextra

Isi : colon descendens, ren sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ureter


sinistra

5. Regio umbilicalis

Isi : jejunum, ileum, duodenum, colon transversum, gaster

6. Regio abdominal lateralis / lumbal sinistra

Isi : ren dekstra, ureter dextra, glandula suprarenalis dextra, colon


ascendens

7. Regio inguinalis dextra

Isi : caecum, appendix vermiformis, ovarium dextra

8. Regio pubica (hipogastrium)


Isi : uterus, vesica urinaria, rectum

9. Regio inguinalis sinistra

Isi : colon sigmoidea, ovarium sinistra

Sumber : anatomidianhusada.blogspot.com

Gambar 2 : Pembagian regio abdomen

4.2.2. FISIOLOGI ABDOMEN

Sistem organ yang terdapat dalam rongga abdomen ialah :

1. Sistem digestif / pencernaan


Sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran dan kelenjar pencernaan.
Saluran pencernaan merupakan saluran yang dilalui bahan makanan. Kelenjar
pencernaan adalah bagian yang mengeluarkan enzim untuk membantu mencerna
makanan. Saluran pencernaan antara lain sebagai berikut (Guyton, 2008).

a. Mulut
Di dalam rongga mulut, terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur (saliva).
Gigi menghancurkan dan melumatkan makanan yang disebut pencernaan
mekanik. Kelenjar saliva mengeluarkan air liur yang mengandung enzim
ptialin atau amilase, berguna untuk mengubah amilum menjadi maltosa.
Pencernaan yang dibantu oleh enzim disebut pencernaan kimiawi. Di dalam
rongga mulut, lidah menempatkan makanan di antara gigi sehingga mudah
dikunyah dan bercampur dengan air liur. Makanan ini kemudian dibentuk
menjadi lembek dan bulat yang disebut bolus. Kemudian bolus dengan bantuan
lidah, didorong menuju faring (Guyton, 2008).

b. Faring dan esofagus


Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan masuk
kedalam tekak / faring). Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang
disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan
(laring) agar makanan tidak masuk ke saluran pernapasan. Setelah melalui
faring, bolus menuju ke esophagus; Otot kerongkongan berkontraksi sehingga
menimbulkan gerakan meremas yang mendorong bolus ke dalam lambung.
Gerakan otot kerongkongan ini disebut gerakan peristaltik (Guyton, 2008).

c. Lambung
Otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara
mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung
mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk membunuh
kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan mengaktifkan enzim pepsin.
Pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi peptone. Renin berfungsi
untuk menggumpalkan protein susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di
dalam lambung, bolus menjadi bahan kekuningan yang disebut kimus (bubur
usus). Kimus akan masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus halus (Guyton,
2008).

d. Usus halus
Pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase, dan lipase yang disalurkan
menuju duodenum. Tripsin berfungsi merombak protein menjadi asam amino.
Amilase mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase mengubah lemak menjadi
asam lemak dan gliserol. Getah empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung
dalam kantung empedu. Getah empedu disalurkan ke duodenum. Getah
empedu berfungsi untuk menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini
terjadi pencernaan terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat makanan
setelah melalui jejunum menjadi bentuk yang siap diserap. Penyerapan zat-zat
makanan terjadi di ileum (Guyton, 2008).

e. Usus besar
Usus besar berfungsi mengatur kadar air pada sisa makanan. Bila kadar air
pada sisa makanan terlalu banyak, maka dinding usus besar akan menyerap
kelebihan air tersebut. Sebaliknya bila sisa makanan kekurangan air, maka
dinding usus besar akan mengeluarkan air dan mengirimnya ke sisa makanan.
Di dalam usus besar terdapat banyak sekali mikroorganisme yang membantu
membusukkan sisa-sisa makanan tersebut. Sisa makanan yang tidak terpakai
oleh tubuh beserta gas-gas yang berbau disebut tinja (feses) dan dikeluarkan
melalui anus (Guyton, 2008).

2. Sistem urinaria / perkemihan


Sistem perkemihanmelibatkan 4 jenis organ, yaitu:

a. Ginjal
Ginjal memiliki beberapa fungsi yaitu (Campbell, 2007):

1) Pengeluaran zat sisa organik melalui urine


2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting
3) Pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh
4) Pengaturan produksi sel darah merah
5) Pengaturan tekanan darah
6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino
darah
b. Ureter
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih.
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang diekskresikan oleh
ginjal dan disemprotkan dlam bentuk pancaran, melalui osteum uratralis
(Campbell, 2007).

c. Vesika Urinaria / Kandung Kemih


Setelah dibentuk oleh ginjal, urine disalurkan melalui ureter ke kandung
kemih (buli-buli). Aliran urine di ureter tidak semata-mata bergantung pada
gaya tarik bumi. Kontraksi otot polos yang ada di dalam dinding uretra juga
mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih.Selain itu,
dinding kandung kemih yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu kandung
kemih terisi untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih karena urin secara
terus-menerus dibentuk oleh ginjal, kandung kemih harus memiliki kapasitas
penyimpanan yang cukup, sehingga urin tidak perlu terus-menerus
dikeluarkan (Campbell, 2007).

d. Saluran Kencing (Urethra)


Urethra berfungsi dalam proses mikturisi (berkemih) yang merupakan
refleks yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat persarafan yang
paling tinggi dari manusia. Gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang
menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai organ yang menekan
kandung kemih membantu mengosongkannya. Dalam kondisi normal output
urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam pada
orang dewasa (Campbell, 2007).

4.2.3. PATOFISIOLOGI NYERI PERUT


Sakit perut akut atau berulang mempunyai lima sumber, yaitu organ
viseral, organ di luar abdomen, lesi pada medula spinalis, gangguan metabolik,
dan psikosomatik. Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada
saraf yang tidak bermielin yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa
usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa
sakit lebih menyebar dan lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit
oleh serabut saraf A (Markum, 2011).

Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan


serosa dari organ intra abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf
simpatis menuju ke ganglia pre dan para vertebra dan memasuki akar dorsal
ganglia. Impuls aferen akan melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus
lateralis menuju ke talamus, kemudian ke korteks serebri. Impuls aferen dari
viseral biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan ambang nyeri pada
jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak
jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari organ viseral atas (lambung,
duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada
segmen thorakalis 6,7,8 serta dirasakan di daerah epigastrium. Impuls nyeri yang
timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura
hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari
kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls
nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri
dirasakan pada daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau
skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium maka impuls nyeri
dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke radiks spinals segmentalis. (Boediarso,
2008).

4.2.4. MEKANISME DEMAM

Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein, dan beberapa zat tertentu
lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri,
dapat menyebabkan peningkatan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang
menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen. Pirogen yang dilepaskan dari
bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit. Ketika set-point di pusat pengaturan
suhu hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk
meningkatkan suhu tubuh terlibat, termasuk penyimpanan panas dan peningkatan
pembentukan panas.

Percobaan pada binatang telah memperlihatkan bahwa beberapa pirogn,


ketika disuntikan ke dalam hipotalamus, dapat segera bekerja secara langsung
pada pusat pengaturan suhu hipotalamus untuk meningkatkan set-pointnya.
Pirogen lainnya berfungsi secara tidak langsung dan mungkin membutuhkan
periode laten selama beberapa jam sebelum menimbulkan efek ini. Hal ini terjadi
pada sebagian besar bakteri pirogen, terutama endotoksin dari bakteri gram
negatif.

Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat di dalam jaringan


atau dalam darah, keduanya akan di fagositosis oleh leukosit darah, makrofag
jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya
mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 yang juga
disebut leukosit pirogen atau pirogen endogen ke dalam cairan tubuh. Interleukin-
1, saat mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang menimbulkan
demam, kadang-kadang meningkatkan suhu tubuh dalam jumlah yang jelas
terlihat dalam waku 8 sampai 10 menit. Sedikitnya sepersepuluh juta gram
endotoksin lipopolisakarida dari bakteri, bekerja dengan cara ini secara bersama-
sama dengan leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh, dapat
menyebabkan demam.

Beberapa percobaan telah menunjukkan bahwa interleukin-1 menyebabkan


demam, pertama-tama dengan menginduksi pembentukan salah satu
prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip, dan selanjutnya
bekerja dihipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Ketika pembentukan
prostaglandin dihambat oleh obat, demam sama sekali tidak terjadi atau tidak
berkurang. Sebenarnya, hal ini mungkin sebagai penjelasan bagaimana cara
aspirin menurunkan demam, karena aspirin mengganggu pembentukkan
prostaglandin dari asam arakidonat ( Guyton,2007).

4.3. GEJALA KLINIS

1. Pankreatitis
Biasanya, serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau
setelah minum alkohol. Nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara
perlahan. Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya
menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk
membungkuk dan bertambah bila telentang. Muntah tanpa didahului mual
sering dikeluhkan dan muntah sering terjadi sewaktu lambung sudah
kosong.
Gambaran klinis tergantung pada beratnya radang. Kadang, terjadi
serangan selama satu dua hari saja dengan edema dan infiltrasi ringan.
Kadang, terdapat serangan berat dengan infiltrasi difus yang hebat. Dapat
pula terjadi perdarahan difus di pankreas, nekrosis terbatas atau luas,
sampai gangren (Sjamsuhidajat,2010).

2. Kolesistisis akut
Keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas, yang
kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah skapula. Biasanya
ditemukan riwayat serangan kolik dimasa lalu, yang pada mulanya sulit
dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri
menetap dan disertai tanda rangsangan peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri
lepas, dan defans muskular otot dinding perut. Pada sebagian penderita,
nyeri disertai mual dan muntah. Ikterus yang ringan agak jarang
ditemukan. Suhu badan sekitar 38˚C. apabila timbul demam dan
menggigil, harus dicurigai komplikasi yang lebih berat atau penyakit lain
(Sjamsuhidajat,2010).
3. Chron’s disease
Gejala utamanya adalah nyeri perut dan diare yang terkadang
disertai darah, dan penurunan berat badan. Hal ini disebabkan oleh
terbentuknya ulkus (luka kecil pada permukaan usus) yang pada akhirnya
membesar dan menembut dinding usus. Gejala penyertanya adalah
sariawan, penyumbatan usus, fissura anal, dan fistula organ (Baugmart &
Sandborn, 2012).

4. Appendisitis akut
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kana
bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri rangsangan
peritonium tidak langsung yaitu nyeri kana bawah pada tekanan kir
(Rovsing), nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg), nyeri kana bawah bila peritonium bergerak seperti napas
dalam, berjalan, batuk dan mengedan (Sjamsuhidajat,2010).

4.4. PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

1. Pankreatitis
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan perut tegang dan sakit,
terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai demam, takikardia dan
leukositosis. Syok dapat terjadi bila banyak cairan dan dara hilang di
daerah retroperitoneum atau intra peritoneum, apalagi bila disertai muntah.
Rangsangan cairan pankreas dapat menyebar ke perut bawah atau ke
rongga dada kiri sehingga terjadi efusi pleura kiri. Umumnya, tampak usus
yang paralitik di sekitar pankreas yang meradang, dan dapat diikuti syok,
sepsis, gangguan fungsi paru dan ginjal.
Mungkin pula ditemukan ikterus akibat pembengkakan hulu
pankreas atau hemolisis sel darah merah yang sering rapuh pada
pankreatitis akut. Tetani dapat timbul bila terjadi hipokalsemia. Tanda
Gray-Turner, yaitu perubahan warna di daerah perut samping berupa
bercak darah atau tanda Cullen yang berupa bercak darah di daerah pusar,
jarang terjadi. Tanda ini menunjukkan luasnya perdarahan retroperitoneal
dan subkutis. Nyeri perut, gejala dan tanda perut lainnya, serta gejala dan
tanda sistemik dinilai dan dibedakan menurut berat ringannya serangan
pankreatitis ( Sjamsuhidajat,2010).
2. Kolesistisis akut
Pada pemeriksaan fisik kuadran kanan atas abdomen hamper selalu
nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba
kandung empedu yang tegang danmembesar. Inspirasi dalam atau batuk
sewaktu palpasi subkosta kudaran kananatas biasanya menambah nyeri
dan menyebabkan inspirasi terhenti (Murphysign)
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan
peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan
atassering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus
akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan
rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi.
Ikterus dijumpai pada 20%kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0
mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu
di saluran empedu ekstra hepatik(Kumar, 2009).

3. Crohn’s disease
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada
perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan (Baugmart & Sandborn,
2012).

4. Appendisitis akut
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5˚C. bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bila terdapat perbedaan
suhu aksilar dan rektal sampai 1˚C. pada inspeksi perut, tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau abses periapendikuler.
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah yang disebut
tanda Rosving. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan
palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi
dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditunjukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana
apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika ( Sjamsuhidajat,2010).
4.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT

1. Pankreatitis
a. Tes Laboratorium
1) Amylase
Kadar amilase meningkat pada 12 jam pertama setelah awal
gejala dan kemudian turun ke nilai normal dalam waktu 3-5 hari
bila tidak terjadi komplikasi. Namun, pada sebanyak 35% kasus
pankreatitis, kadar amilase normal sewaktu dirawat sebagai akibat
gangguan produksi eksokrin sebelumnya karena telah ada faktor
pankreatitis kronik atau pada saat itu telah trejadi nekrosis masif
jaringan pankreas. Peningkatan hebat kadar trigliserida, yang
kadang-kadang lebih dari 2000 mg/dL, akan mengganggu
pemeriksaan amilase sehingga dapat dihasilkan hasil tes negatif
palsu.

2) Lipase
Kadar lipase serum bisa tetap diatas normal sampai 14 hari.
Produksi lipase umumnya empat kali lebih besar daripada amilase
dan tidak terpengaruh oleh gangguan fungsi pada pankreas kronik.
Kadar lipase, seperti juga amilase, dapat tinggi apabila ada kelainan
abdomen akut lainnya atau ada gangguan ginjal. Penilaian esei lipase
tidak terganggu oleh adanya kadar trigliserida yang tinggi, tetapi
dapat meningkat bila pasien mengkonsumsi beberapa jenis obat,
seperti fuosemida. Kadar lipasse 600 IU/L mempunyai spesifitas
>95% dan sensitivitas 55-100%.
b. Pemeriksaan pencitraan
Pada foto polos abdomen saat stadium awal penyakit, dapat
ditemukan distensi yeyunum karena paralisis segmental, distensi
duodenum seperti huruf C, gambaran kolon transversum yang
gembung dan tiba-tiba menyempit di suatu tempat karena spasme
atau inflamasi dan udem setempat dinding kolon. Gambaran otot
iliopsoas dapat menghilang karena adanya cairan eksudat di
retroperitonium.
Pemeriksaan ultrasonografi harus dilakukan sejak awal
keluhan semua kasus pankreatitis akut untuk menilai apakah ada
batu kandung empedu sebagai penyebabnya. Sensitivitas
ultrasonografi untuk mendeteksi batu empedu adalah 93% dan
spesifisitasnya 87%. Kemampuan ultrasonografi untuk menilai
keadaan pankreas hanya terbatas karena dapat terhalang oleh usus
yang distensi.
Pemeriksaan pencitraan terpilih untuk mengetahui adanya
dan berapa luasnya jaringan nekrosis pada pankreas dan jaringan
lemak peripankreas serta sifat koleksi cairan sekitar panreas adalah
CT-scan yang memakai bahan kontras intravena yang non-ionik,
yang disebut sebagai contrast-enhanced computed tomography
(CECT) ( Sjamsuhidajat,2010).

2. Kolesistisis akut
Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit meningkat atau
dalam batas normal. Apabila jumlah leukosit melebihi 15.000, harus
dicurigai komplikasi yang lebih berat. Kadar bilirubin meningkat sedang,
mungkin karena sindrom Mirizzi atau penjalaran radang ke duktus
koledokus. Fosfatase alkali sering mengalami kenaikan sedang, demikian
juga akdar amilase darah.
Ultrasonografi dapat memperlihatkan gambaran batu di dalam kandung
empedu, dan penebalan dinding empedu, gangren dengan gambaran
destruksi dinding dan nanah atau cairan sekitar kandung empedu pada
komplikasi abses perikolesistitis ( Sjamsuhidajat,2010).

3. Crohn’s disease
a. Pemeriksaan pencitraan, ( CT scan, MRI, Rontgen) untuk menunjukan
adanya sumbatan, abses, atau fistula, serta penyebab peradangan lain
yang mungkin.
b. Kolonoskopi dan biopsi (Baugmart & Sandborn, 2012).

4. Appendisitis akut
a. Laboratorium : Leukositosis: 10.000-18.000/mm³
b. Foto rontgen :CT scan
c. Alvarado score untuk mempermudah penegakkan diagnosis appendistis
secara klinis dan laboratoris (Nshuti et al, 2014).

Anda mungkin juga menyukai