Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Arthritis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa
kondisi nyeri sendi dan tulang. Osteoarthritis adalah bentuk paling umum dari
artritis dimana jaringan ikat antara tulang secara bertahap menjauh mengarah ke
tulang dan mengakibatkan gesekan dan terasa sakit pada tulang di sendi dan juga
dapat menyebabkan sendi berpindah dari posisi alaminya. Sendi yang paling
sering terkena adalah tulang tangan, lutut dan pinggul. Prevalensi osteoartritis
meningkat sekitar 12% dari 65 orang yang terkena dampak oleh kondisi tersebut.
Obesitas juga menjadi faktor risiko untuk terkena kondisi tersebut.
Dalam beberapa kasus osteoarthritis yang parah, dibutuhkan operasi
(artroplasti) rekonstruksi atau mengganti sendi yang sakit, dan diharapkan dapat
membantu mengembalikan gerakan dan fungsi sendi.
Hip Replacement adalah penggantian sendi pinggul dengan prosthesis
(merupakan salah satu yang paling umum). Fungsi utama sendi pinggul adalah
mendukung berat tubuh ketika saat berdiri atau saat berjalan. Panggul artroplasti
dapat dilakukan ketika kerusakan yang terjadi pada sendi tidak dapat dipulihkan,
kerusakan ini sering menyebabkan rasa sakit, disfungsi dan mengurangi kualitas
hidup.
Perawatan untuk pasien yang diprioritaskan untuk pemulihan dari operasi
penggantian pinggul adalah manajemen rasa sakit dan ketidaknyamanan,
mobilitas terganggu dan kecemasan berkaitan dengan defisit pengetahuan tentang
proses rehabilitasi (Schoen, 2000).

Definisi
Penggantian panggul total berarti membuat irisan pada sisi pinggul.
Bagian pinggul yang rusak digantikan dengan tiruan (Nastional Association of
Orthopaedic Nurses, 2009).
Penggantian panggul atau artroplasti, adalah prosedur pembedahan bagian
pinggang yang sakit kemudian diganti dengan yang baru (material buatan).
Bagian-bagian buatan disebut protesa. Tujuan dari operasi penggantian pinggul
adalah untuk meningkatkan mobilitas dengan menghilangkan rasa sakit dan
memperbaiki fungsi dari sendi pinggul.
Pada akhir-akhir ini, total hip replacement sudah banyak dilakukan, dan
pasiennya adalah orang dewasa yang berumur lebih dari 20 tahun, dengan cara
operasi oleh dokter bedah tulang. Pasien yang dianjurkan untuk melakukan
tindakan operasi adalah pasien dengan umur lebih dari 20 tahun, bukan untuk
anak-anak ataupun orang yang berumur kurang dari 20 tahun, hal ini disebabkan
karena pada anak-anak, walaupun terjadi patah tulang tidak perlu melakukan
tindakan operasi. Tulang pada anak-anak akan tumbuh, dan akan kembali normal
dengan sendirinya. Sedangkan pada orang dewasa harus dilakukan total hip
replacement karena orang yang sudah berumur 20 tahun ke atas,pertumbuhan
tulangnya sudah terhenti, sedangkan orang yang sudah tua sudah mengalami
osteoporosis,dan pembuluh darahnya mudah mati, hingga tidak dapat
memperbaiki kondisinya sendiri dan harus dilakukan tindakan operasi.1

Etiologi 2
Osteoartritis mengakibatkan hilangnya tulang rawan, remodeling tulang
yang mendasari dan osteofit (tulang perkembangan) pembentukan di margin
bersama, dengan konsekuensi pertumbuhan dari bentuk sendi. (NCC, 2008).
a) Osteoartritis biasanya terjadi pada seseorang yang berumur 50 tahun dan
yang berumur lebih tua. Dalam bentuk penyakit, tulang rawan artikular
(bantalan tulang pinggul) menipis. Tulang kemudian bergesekan sehingga
terjadi nyeri dan kekakuan.
b) Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimmun di mana membran
sinovial menjadi meradang, menghasilkan cairan sinovial terlalu sedikit,
dan kerusakan tulang rawan artikular, yang menyebabkan rasa sakit dan
kekakuan.
c) Trauma arthritis dapat menjadi cedera serius atau patah tulang pinggul.
Tulang rawan artikular menjadi rusak dari waktu ke waktu, menyebabkan
rasa sakit pinggul dan kekakuan.

Patofisiologi 3,4
Penyebab utama dari arthritis pinggul adalah osteoarthritis dan non
inflamasi gangguan degeneratif sinovial sendi. Indikasi pembedahan ini meliputi
artritis, fraktur kolum femoris, kegagalan pembenahan rekonstruksi sebelumnya,
dan masalah karena penyakit pinggul kongenital.
Klien dengan arthrosis pinggul harus meminimalisir berbagai gerakan
pinggul dan akibatnya mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-
hari. nyeri pinggul terkait dengan osteoarthritis biasanya memburuk dengan
penggunaan bersama, dan biasanya paling parah pada awal atau selama istirahat,
dan menjadi lebih parah di akhir hari.

Indikasi 3,5
Nyeri kronis hebat yang progresif disertai dengan buruknya fungsi harian
yang termasuk berjalan, menaiki tangga-tangga, dan bahkan bangun dari posisi
duduk, akhirnya menjadi sebab untuk mempertimbangkan penggantian total
pinggul. Karena sendi-sendi pinggul yang diganti dapat gagal seiring dengan
waktu, apakah dan kapan untuk melakukan penggantian total pinggul adalah
keputusan-keputusan yang tidak mudah, terutama pada pasien-pasien yang lebih
muda. Penggantian umumnya dipertimbangkan setelah nyeri menjadi begitu parah
sehingga ia menghalangi fungsi yang normal meskipun dengan penggunaan obat-
obat anti peradangan dan/atau nyeri. Penggantian total sendi pinggul adalah
prosedur memilih, yang berarti bahwa ia adalah pilihan yang dipilih di antara
alternatif-alternatif lain. Penggantian panggul total adalah keputusan yang dibuat
berdasarkan pemahaman resiko dan manfaat-manfaat yang menguntungkan.
Mangetahui keduanya adalah hal penting sebelum mengambil keputusan.
pergantian panggul total akan lebih bermanfaat apabila dilakukan
kepada klien atau pasien yang mengalami hal sebagai berikut :
a) Panggul sakit terus sambil istirahat, baik siang atau malam hari.
b) Kekakuan dalam panggul membatasi kemampuan klien untuk
memindahkan atau mengangkat kaki klien.
c) Klien telah menggunakan pereda nyeri sedikit dari obat anti-inflamasi atau
glukosamin sulfat.
d) Klien memiliki efek samping yang berbahaya atau tidak menyenangkan
dari obat pinggul Klien
e) Perawatan lainnya seperti terapi fisik atau menggunakan alat bantu kiprah
seperti tongkat tidak menghilangkan rasa sakit pinggul.
f) Sendi panggul sudah aus dan robek akibat proses penuaan alami, trauma
atau penyakit rematik.
g) Fraktur atau nekrosis iskemik
h) Pascaoperasi prosedur operasi sebelumnya, misalnya: rekonstruksi
bersama (osteotomy), arthrodesis, segmental atau total penggantian
pinggul (THR).

Komplikasi 6,4
Komplikasi penggantian panggul total termasuk yang diakibatkan oleh
imobilitas, osifikasi heterotropikdan nekrosis avaskuler. Metoda memperbaiki
fiksasi semen, prostesis tumbuhke dalam, dan graft tulang ditujukan untuk
mengurangi kemungkinan longgarnya prostesis.
1) Dislokasi Prostesis Panggul. Dislokasi dapat terjadi karena pengubahan
posisi yang melebihi prostesis. Dislokasi prostesis harus segera diketahui
dan direduksi secepatnya sehingga tidak sampai terjadi kerusakan
peredaran darah dan saraf. Indikasi dislokasi adalah pemendekan tungkai,
ketidakmampuan menggerakkannya, ketidaksegarisan, rotasi abnormal,
dan ketidaknyamanan bertambah. Pasien diajari untuk mengubah posisi
perlindungan: Tetap abduksi, menghindari rotasi interna dan eksterna,
hiperekstensi, dan fleksi tajam. Pasien harus menggunakan bantal di antara
kedua tungkai bila berbaring dalam posisi telentang atau berbaring miring
dan ketika membalik. Pasien diinstruksikan untuk tidak tidur dengan
pinggul yang dioperasi di bawah, sampai diperbolehkan oleh ahli bedah.
Pasien sangat tidak boleh menyilangkan tungkai. Fleksi tajam harus
dihindari. Bila prostesis mengalami dislokasi, ahli bedah harus diberitahu
agar panggul dapat direduksi dan distabilisasi. Ketika otot dan kapsul
sendi mulai sembuh, kemungkinan dislokasi akan menurun. Stres terhadap
sendi panggul yang baru harus sangat minimal selama 3 samapi 6 bulan
pertama.
2) Drainase Luka. Cairan dan darah yang terkumpul di tempat pembedahan
biasanya dapat dikeluarkan dengan alat penghisap portabel. Penghisapan
ini akan mencegah penumpukan cairan, yang dapat mengaakibatkan
ketidaknyamanan dan dapat menjadi tempat infeksi. Haluaran cairan 200
sampai 500 ml pada 24 jam pertama biasa terjadi; pada 24 jam setelah
operasi, total jumlah dalam 8 jam biasanya berkurang sampai 30 ml atau
kurang, dan alat penghisap bisa dilepas. Volume cairan lebih dari yang
diharapkan harus segera dilaporkan pada dokter. Bila diperkirakan akan
terjadi kehilangan darah yang banyak pada bedah penggantian sendi
panggul total, maka dapat dilakukkan autotransfusi (mis. Darah yang
keluar disaaring dan diinfuskan kembali ke pasien pada periode segera
setelah operasi) untuk mengurangi transfusi darah homolog.
3) Trombosis Vena Profunda. Risiko terjadinya tromboembolisme biasanya
sangat tinggi setelah pembedahan rekonstruksi panggul. Perawat harus
melakukan upaya pencegahan dan memantau pasien secara ketat untuk
kemungkinan adanya trombosis vena profunda dan emboli paru. Upaya
untuk memperbaiki peredaran darah dan mengurangi statis vena
merupakan prioritas bagi pasien yang menjalani rekonstruksi pinggul.
Heparin dosis rendah atau enoksaparin, suatu heparin dengan berat
molekul rendah yang tidak memerlukan pwmantauan waktu pembekuan
rutin, dapat diberikan sebagai profilaksis untuk trombosis vena profunda
setelah bedah penggantian pinggul.
4) Infeksi. Infeksi merupakan komplikasi serius setelah penggantian panggul
total karena bila terdapat infeksi dalam, maka implan harus diangkat.
Pasien yang menderita diabetes, lansia, kegemukan, atau nutrisi buruk,
yang menderita artritis reumatoid,atau yang menderita infekssi lain (mis.
Infeksi saluran kemih, abses gigi) atau mengalami hematoma yang besar
mempunyai risiko tinggi mengalami infeksi. Karena infeksi sendi total
merupakan bencana besar, maka harus diupayakan segala usaha untuk
meminimalkan kejadiannya. Potensial sumber infeksi harus benar-benar
dihindari. Harus diberikan antibiotik profilaksis. Bila menggunakan
kateter indwelling atau menggunakan alat penghisap portabel, harus
dilepas sesegera mungkin untuk menghindari infeksi. Antibiotik
profilaksis dapat diberikan bila pasien memerlukan instrumentasi bedah
selanjutkan, seperti pencabutan gigi atau pemeriksaan sistoskopi.

PEMBAHASAN ANESTESI REGIONAL 7,8,9

A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
C. Keuntungan Anestesia Regional
1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.

D. Kerugian Anestesia Regional


1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
E. Persiapan Anestesi Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena
untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yg bisa berakibat
fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural
masuk ke pembuluh darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest.
Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa
dilanjutkan dg anestesi umum.

PEMBAHASAN BLOK SENTRAL

Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
I. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam
ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis 
subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig. Flavum  ruang
epidural  durameter  ruang subarachnoid.
Gambar 1. Anestesi Spinal

Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan


serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah
antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5
 Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan
 Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
 Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

 Persiapan analgesia spinal


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu
diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial
Thromboplastine Time)

 Peralatan analgesia spinal


1. Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
4. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil
point whitecare)

Gambar 2. Jarum Spinal

 Anastetik lokal untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-
1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik.
Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.
Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik
biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat
isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat
jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

 Teknik analgesia spinal


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di
atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista


iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di
atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-
2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil
27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum
suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm
agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau
ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor
tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

Gambar 4. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal


6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa ± 6cm.
 Penyebaran anastetik lokal tergantung:
1. Faktor utama:
o Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
o Posisi pasien
o Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
o Ketinggian suntikan
o Kecepatan suntikan/barbotase
o Ukuran jarum
o Keadaan fisik pasien
o Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung:
o Jenis anestetia lokal
o Besarnya dosis
o Ada tidaknya vasokonstriktor
o Besarnya penyebaran anestetik lokal
Komplikasi tindakan anestesi spinal :
o Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
o Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2
o Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
o Trauma pembuluh saraf
o Trauma saraf
o Mual-muntah
o Gangguan pendengaran
o Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan


o Nyeri tempat suntikan
o Nyeri punggung
o Nyeri kepala karena kebocoran likuor
o Retensio urine
o Meningitis

KESIMPULAN

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai


bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus
seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul,
bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil
dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan
tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung,
penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid
seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien
yang tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eden, Greg. 2006. Total Hip Replacement. YPO. New Zealand.

2. Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC).


USA: Mosby.

3. McCloskey, Joanne C. and Gloria M. Bulechek. 1996. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby.

4. NANDA.2005.Nursing Diagnoses: Definition and classifications 2005-


2006. Philadelphia: NANDA International.

5. NAON. 2009. NAON Patient Education Series Total Hip Replacement.


Chicago

6. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC.

7. Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi


edisi II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
8. Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994 Werth,
M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010
9. Morgan, Edward dkk. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-
Hill Companies. 2006

Anda mungkin juga menyukai