Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan sejarah manusia dalam memenuhi kebutuhannya, ada pihak yang
meminta dan ada yang menawarkan. Pemasaran menarik perhatian yang sangat bessar baik
dari perusahaan, lembaga maupun antar bangsa. Bergesernya sifat baik dari perusahaan,
lembaga maupun antar bangsa. Berbagai organisasi dalam melaksanakan pemasaran seperti
lembaga-lembaga pemerintah, orgnisasi keagamaan dan lain-lain memandang pemasaran
sebagai suatu cara baru untuk berhubungan dengan masyarakat umum. Pada awal sejarah
bahwa pemasaran dilakukan dengan casra pertukaran barang (Barter) dan terus berkembang
menjadi perekonomin dengan menggunakan uang sampai dengan pemasaran yang modern.
Jika kita bandingkan masyarakat yang masih sederhana dan yang sudah maju akan
tampak bahwa ada perbedaan di antara keduanya, terutama dalam sifat dan kemajuan
perekonomian. Pada masyarakat yang masih sederhana orang berusaha memproduksi apa
yang menjadi kebutuhannya dan keluarganya. Belum ada produksi untuk tujuan memuaskan
kebutuhan orang lain.
Pada suatu kenyataan, utamanya factor alam, terdapat suatu jenis barang dalam
jumlah besar pada suatu tempat, sedangkan di tempat lain hamper tidak didapat. Keadaan
seperti ini menghendaki kecakapan orang tertentu di tempat tertentu pula. Misalnya ikan di
tepi pantai relative banyak, sedangkan buah-buahan di pegunungan relatif banyak. Untuk itu
perlu adanya kecakapan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, diperlukan pemasaran
di situ terlihat antara produsen dan konsumen dengan tempat yang saling berjauhan dan
produk yang berbeda pada tempat yang berbeda pula. Pemasaran khusunya jual beli di
lakukan dengan barter sudah sukar dilakukan.
Dengan demikian akan digunakan uang sebagai alat tukar atau sebagai alat perantara.
Orang yang melakukan kegiatan menyampaikan barang dan jasa itu telah melakukan kegiatan
pemasaran.
pada umumnya pemasaran dianggap sebagi tempat bagi para penggeruk keuntungan,
orang penuh muslihat, penjaja barang yang menggoda keinginan orang. Oleh sebab itu
banyak konsumen yang ditelan oleh orang-orang jahat, tapi apabila kita menerapkan sistem-
sistem islam di pemasaran itu maka hal-hal seperti itu tidak akan terjadi. Pada dasarnya, bagi
umat islam Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kepada kita bagaiman sistem
pemasaran islami. Akan tetapi, karena di masyarakat sudah berakar sistem pemasaran
konvensional maka sistem pemasaran islam kurang dikenal. Hal ini juga menjadi pelajaran
untuk kita agar dapat mengenalkan kembali dan menjadikan sistem pemasaran berkembang
di kalangan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemasaran Syariah


Pemasaran syariah sendiri menurut definisi adalah adalah penerapan suatu disiplin
bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah. Jadi Pemasaran syariah
dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Hermawan Kartajaya, nilai inti dari Pemasaran syariah adalah Integritas dan
transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya.
Pemasaran adalah garis depan suatu bisnis, mereka adalah orang-orang yang bertemu
langsung dengan konsumen sehingga setiap tindakan dan ucapannya berarti menunjukkan
citra dari barang dan perusahaan. Namun sayangnya pandangan masyarakat saat ini
menganggap pemasar diidentikkan dengan penjual yang dekat dengan kecurangan, penipuan,
paksaan dan lainnya yang telah memperburuk citra seorang pemasar. Tidak terelakkan lagi
banyak promosi usaha-usaha yang kita lihat sehari-hari tidak menjelaskan secara detail
tentang produknya, yang mereka harapkan adalah konsumen membeli produk mereka dan
banyak dari konsumen merasa tertipu atau dibohongi ketika mencoba produk yang dijual
pemasar tersebut.

B. Konsep Pemasaran syariah


Konsep Pemasaran syariah sendiri sebenarnya tidak berbeda jauh dari konsep
pemasaran yang kita kenal. Konsep pemasaran yang kita kenal sekarang, pemasaran adalah
sebuah ilmu dan seni yang mengarah pada proses penciptaan, penyampaian, dan
pengkomunikasian values kepada para konsumen serta menjaga hubungan dengan para
stakeholdersnya. Namun pemasaran sekarang menurut Hermawan juga ada sebuah
kelirumologi yang diartikan untuk membujuk orang belanja sebanyak-banyaknya atau
pemasaran yang pada akhirnya membuat kemasan sebaik-baiknya padahal produknya tidak
bagus atau membujuk dengan segala cara agar orang mau bergabung dan belanja.
Berbedanya adalah marketing syariah mengajarkan pemasar untuk jujur pada konsumen atau
orang lain. Nilai-nilai syariah mencegah pemasar terperosok pada kelirumologi itu tadi
karena ada nilai-nilai yang harus dijunjung oleh seorang pemasar.
Pemasaran syariah bukan hanya sebuah pemasaran yang ditambahkan syariah karena
ada nilai-nilai lebih pada pemasaran syariah saja, tetapi lebih jauhnya pemasaran berperan
dalam syariah dan syariah berperan dalam pemasaran. Pemasaran berperan dalam syariah
diartikan perusahaan yang berbasis syariah diharapkan dapat bekerja dan bersikap profesional
dalam dunia bisnis, karena dengan profesionalitas dapat menumbuhkan kepercayaan
kosumen. Syariah berperan dalam pemasaran bermakna suatu pemahaman akan pentingnya
nilai-nilai etika dan moralitas pada pemasaran, sehingga diharapkan perusahaan tidak akan
serta merta menjalankan bisnisnya demi keuntungan pribadi saja ia juga harus berusaha untuk
menciptakan dan menawarkan bahkan dapat merubah suatu values kepada para stakeholders
sehingga perusahaan tersebut dapat menjaga keseimbangan laju bisnisnya sehingga menjadi
bisnis yang sustainable.[1]
Dalam hal teknisnya pemasaran syariah, salah satunya terdapat syariah marketing
strategy untuk memenangkan mind-share dan syariah marketing value untuk memenangkan
heart-share. Syariah marketing strategy melakukan segmenting, targeting dan positioning
market dengan melihat pertumbuhan pasar, keunggulan kompetitif, dan situasi persaingan
sehingga dapat melihat potensi pasar yang baik agar dapat memenangkan mind-share.
Selanjutnya syariah marketing value melihat brand sebagai nama baik yang menjadi identitas
seseorang atau perusahaan, sehingga contohnya perusahaan yang mendapatkan best customer
service dalam bisnisnya sehingga mampu mendapatkan heart-share. Konsep marketing
syariah ini sendiri saat ini baru berkembang seiring berkembangnya ekonomi syariah.
Beberapa perusahaan dan bank khususnya yang berbasis syariah telah menerapkan konsep ini
dan telah mendapatkan hasil yang positif. Kedepannya diprediksikan marketing syariah ini
akan terus berkembang dan dipercaya masyarakat karena nilai-nilainya yang sesuai dengan
apa yang dibutuhkan masyarakat yaitu kejujuran.[2]

C. Manajemen Pemasaran Syariah


Kata “syariah” (al-syari’ah) telah ada dalam bahasa Arab sebelum turunnya Al-Quran.
Kata yang semakna dengannya juga ada dalam Taurat dan Injil. Kata syari’at dalam bahasa
Ibrani disebutkan sebanyak 200 kali, yang selalu mengisyaratkan pada makna “kehendak
Tuhan yang diwahyukan sebagai wujud kekuasaan-Nya atas segala perbuatan manusia.”
Dalam Al-Quran kata syari’ah disebutkan hanya sekali dalam Surah Al-Jatsiyah,
“Kemudian Kami Jadikan kamuberda didalam suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kalu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui” (QS Al-Jatsiyah: 18).
Kemudian kata itu muncul dalam bentuk kata kerja dan turunnya sebanyak tiga kali ;
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan_Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan apa yang telah kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa…” (QS As-Syura: 13)
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan (syi’ah) dan jalan” (QS
Al-Maidah:48).
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menetuka (dari
Alllah), tentulah merteka telah dibinasakan. Dan sesunggguhnya orang-orang yang zalim
ituakan memperoleh azabyang amat pedih” (QS As-Syur: 21).
Kata syariah berasal dari kata syara’a al-syai’a yang berarti ‘menerangkan’ atau
‘menjelaskan sesuatu’. Atau berasal dari kata syir’ah dan syari’ah yang berarti ‘suatu tempat
yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang yang
mengambilnya tidal memerlukan bantuan alat lain’.
Syaikh Al-Qardhawi mengatakan, cakupan dari pengertian syariah menurut
pandangan Islam sangatlah luas dan komprehensif (al-syumul). Didalamnya mengandung
makna mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek ibadah (hubungan manusia
dengan Tuhannya), aspek keluarga (seperti nikah, talak, nafkah, wasiat, warisan), aspek
bisnis (perdagangan, industri, perbankan, asuransi, utang-piutang, pemasaran, hibah), aspek
ekonomi (permodalan, zakat, bait, al-maf, fa’I, ghanimah), aspek hukum dan peradilan, aspek
undang-undang hingga hubungan antar Negara.
Pemasaran sendiri adalah bentuk muamalah yang dibenarkan dalam Islam, sepanjang
dalam segala proses transaksinya terpelihara dari hal-hal terlarang oleh ketentuan syariah.
Maka, syariah marketing adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan
proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholders-
nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad danprinsip-prinsip muamalah
(bisnis) dalam Islam.
Ini artinya bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses, baik proses penciptaan,
proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value), tidak boleh ada hal-hal yang
bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami. Sepanjang hal tersebut
dapat dijamin, dan penyimoangan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu
transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan.
Ada 4 karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar
sebagai berikut:
1. Teistis (rabbaniyyah) : jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa hokum-hukum syariat
yang teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah yang paling adil, paling sempurna, paling
selaras dengan segala bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala bentuk kerusakan,
paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan dan menyebarluaskan
kemaslahatan.
2. Etis (akhlaqiyyah) : Keistimewaan lain dari syariah marketer selain karena teistis
(rabbaniyyah) juga karena ia sangat mengedepankan masalah akhlak (moral, etika) dalam
seluruh aspek kegiatannya, karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilai yang bersifat
universalo, yang diajarkan oleh semua agama.
3. Realistis (al-waqiyyah) : syariah marketer adalah konsep pemasaran yang fleksibel,
sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah islamiyah yang melandasinya. Syariah
marketer adalah para pemasar professional dengan penampilan yang bersih, rapid an
bersahaja, apapun model atau gaya berpakaian yang dikenakannya, bekerja dengan
mengedepankan nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral dan kejujuran dalan segala
aktivitas pemasarannya.
4. Humanistis (insaniyyah) : keistimewaan syariah marketer yang lain adalah sifatnya yang
humanistis universal, yaitu bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya
terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewanannya dapat
terkekang dengan panduan syariah. Syariat islam diciptakan untuk manusia sesuai dengan
kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna kulit, kebangsaan dan status.Hal inilah yang
membuat syariah memiliki sifat universal sehingga menjadi syariah humanistis universal.[3]

D. Implementasi Marketing Syariah


1. Berbisnis Cara Nabi Muhammad Saw
Muhammad adalah Rasulullah, Nabi terakhir yang diturunkan untuk
menyempurnakan ajaran-ajaran Tuhan yang menjadi suri tauladan umat-Nya. Akan tetapi
disisi lain Nabi Muhammad Saw juga manusia biasa; beliau makan, minum, berkeluarga dan
bertetangga, berbisnis dan berpolitik, serta sekaligus memimpin umat.
Aa Gym dalam salah satu tulisannya, mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw,
selain sebagai pedagang yang sukses juga pemimpin agama sekaligus kepala Negara yang
sukses. Jarang ada nabi seperti ini.Ada yang hanya sukses memimpin agama, tetapi tidak
memimpin sebuah Negara. Maka, sebenarnya kita sudah menemukan figure yang layak
dijadikan idola, dan dijadikan contoh dalam mengarungi dunia bisnis.
Nabi Muhammad sebagi seorang pedagang memnberikan contoh yang baik dalam
setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan transaksi secara jujur, adil dan tidak pernah
membuat pelanggannya mengeluh, apalagi kecewa.Beliau selalu menepati janji dan
mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai denganpermintaan
pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar dan jujur telah tertanam dengan baik
sejak muda. Beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawab terhadap setiap transaksi
yang dilakukan.[4]

 Nabi Muhammad sebagai Syariah Marketer


Nabi Muhammad bukan saja sebagai seorang pedagang, beliau adalah seorang nabi
dengan segala kebesaran dan kemuliannya. Nabi Muhammad sangat menganjurkan umatnya
berbisnis (berdagang), karena berbisnis dapat menimbulkan kemandirian dan kesejahteraan
bagi keluarga tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain. Beliau pernah betkata,
“Berdaganglah kamu, sebab dari sepuluh bagian penghidupan, sembilan diantaranya
dihasilkan dari berdagang.” Al-Quran juga memberi motivasi untuk berbisnis pada ayat
berikut:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS
Al-Baqarah : 198)
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah : 275)

 Nabi Muhammad sebagai Pedagang Profesional


Dalam transaksi bisnisnya sebagai pedagang professional tidak ada tawar menawar
dan pertengkaran antara Muhammad dan para pelanggannya, sebagaimana sering disaksikan
pada waktu itudi pasar-pasar sepanjang jazirah Arab. Segala permasalahan antara
Muhammad dengan pelanggannya selalu diselesaikan dengan adil dan jujur, tetapi bahkan
tetap meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk hubungan dagang yang adil dan jujur tersebut.
Disini terlihat bahwa beliau tidak hanya bekerja secara professional, tetapi sikap
profesionalisme beliau praktikkan pula ketika telah dilantik menjadi Nabi.Beliau memimpin
sahabat-sahabatnya dengan prinsip-prinsip profesionalisme; memberinya tugas sesuai dengan
kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Tidak bersifat KKN, semuanya berjalan dengan
professional dan tentunya dengan tuntunan Allah.

 Nabi Muhammad sebagai Pebisnis yang Jujur


Nabi Muhammad benar-benar mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam
transaksi-transaksinya.Beliau telah mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segala
macam praktik yang mengandung unsur penipuan, riba, judi, gharar, keraguan, eksploitasi,
pengambilan untung yang berlebihan dan pasar gelap. Beliau juga melakukan standardisasi
timbangan dan ukuran, serta melarang orang-orang menggunakan timbangan dan ukuran lain
yang tidak dapat dijadikan pegangan standar.
Nabi Muhammad juga mengatakan, “pedagang, pada hari kebangkitan akan
dibangkitkan sebagai pelaku kejahatan, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah, jujur,
dan selalu berkata benar” (HR.Al Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al Darimi).

 Nabi Muhammad Menghindari Bisnis Haram


Nabi Muhammad melarang beberapa jenis perdagangan , baik karena sistemnya
maupun karena ada unsur-unsur yang diharamkan didalamnya. Memperjual-belikan benda-
benda yang dilarang dalam Al-Quran adalah haram. AlQuran, misalnya, melarang
mengkonsumsi daging babi, darah, bangkai dan alcohol, sebagaimana yang tercantum dalam
QS Al-Baqarah:175).

 Muhammad dengan Penghasilan Halal


“Barang yang bersih” berarti sehat dan diperoleh dengan cara yang halal. Karena itu
apa yang dihasilkannya pun menjadi halal.

 Sembilan Etika (Akhlak) Pemasar


Ada sembilan etika pemasar, yang akan menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketer
dalam menjalankan fungi-fungsi pemasaran, yaitu:
1. Memiliki kepribadian spiritual (takwa)
2. Berprilaku bail dan simpatik (Shidq)
3. Berprilaku adil dalam bisnis (Al-Adl)
4. Bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah)
5. Menepati janji dan tidak curang
6. Jujur dan terpercaya (Al- Amanah)
7. Tidak suka berburuk sangka (Su’uzh-zhann)
8. Tidak suka menjelek-jelekkan (Ghibah)
9. Tidak melakukan sogok (Riswah)[5]

E. Membangun Bisnis dengan nilai-nilai Syariah


Sifat jujur adalah merupakan sifat para nabi dan rasul yang diturunkan Allah Swt. Nabi
dan rasul datang dengan metode (syariah) yang bermacam-macam, tetapi sama-sama
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Ulama terkemuka abad ini Syaikh Al-Qardhawi mengatakan, diantara nilai transaksi
yang terpenting dalam bisnis adalah al-amanah (kejujuran). Ia merupakan puncak moralitas
iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang yang beriman. Bahkan kejujuran
merupakan karakteristik para nabi. Tanpa kejujuran kehidupan agama tidak akan berdiri
tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik.
Ada empat hal yang menjadi key success factors (KSF) dalam mengelola suatu bisnis,
agar mendapat celupan nilai-nilai moral yang tinggi. Untuk memudahkan mengingat, kita
singkat dengan SAFT, yaitu:

1. Shiddiq (benar dan jujur)


Jika seorang pemimpin senantiasa berprilaku benar dan jujur dalam sepanjang
kepemimpinannya, jika seorang pemasarsifat shiddiq haruslah menjiwai seluruh prilakunya
dalam melakukan pemasaran, dalam berhubungan dengan pelanggan, dalam bertransaksi
dengan nasabah, dan dalam membuat perjanjian dengan mitra bisnisnya.

2. Amanah (terpercaya, kredibel)


Artinya, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kredibel, juga bermakna keinginan
untuk untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Diantara nilai yang terkait dengan
kejujuran dan melengkapinya adalah amanah.
3. Fathanah (cerdas)
Dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan. Pemimpin yang
fathanah adalah pemimpin yang memahami, mengerti dan menghayati secara mendalam
segala hal yang menjadi tugas dan kewajibannya.

4. Thabligh (komunikatif)
Artinya komunikatif dan argumentatif. Orang yang memiliki sifat ini akan
menyampaikannya denga benar (berbobota0 dan dengan tutur kata yang tepat (bi al-hikmah).
Berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahaminya, berdiskusi dan
melakukan presentasi bisnis dengan bahsa yang mudah dipahami sehingga orang tersebut
mudah memahami pesan bisnis yang ingin kita sampaikan.[6]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen pemasaran Syari’ah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang
mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada
stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad danprinsip-prinsip
muamalah (bisnis) dalam Islam.Ini artinya bahwa dalam syariah marketing, seluruh proses,
baik proses penciptaan, proses penawaran, maupun proses perubahan nilai (value), tidak
boleh ada hal-hal yang bertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah yang Islami.
Sepanjang hal tersebut dapat dijamin, dan penyimoangan prinsip-prinsip muamalah islami
tidak terjadi dalam suatu transaksi apapun dalam pemasaran dapat dibolehkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://monzer.kahf.com/p
apers/english/market_regulation.pdf
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2011/04/11/manajemen-pemasaran-dan-
strategi-pemasaran/
http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/30/pengertian-konsep-definisi-pemasaran/
http://abbelnbc2303.blog.com/2010/04/03/marketing-syariah/

[1]http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2011/04/11/manajemen-pemasaran-dan-strategi-
pemasaran/
[2]http://abbelnbc2303.blog.com/2010/04/03/marketing-syariah/
[3]http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://monzer.kahf.com/papers/english/
market_regulation.pdf
[4].http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2011/04/11/manajemen-pemasaran-dan-strategi-
pemasaran/
[5]http://majidbsz.wordpress.com/2008/06/30/pengertian-konsep-definisi-pemasaran/
[6] http://abbelnbc2303.blog.com/2010/04/03/marketing-syariah/

Anda mungkin juga menyukai