Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tuberkulosis adalah sebuah penyakit kronis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
penyakit menular yang biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lainnya dapat juga
dipengaruhi.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan
teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah
penderita TBC di dunia. Penderita penyakit TBC dapat menjadi sangat lemah, dan tidak bisa kerja,
atau melakukan tugas harian biasa, misalnya jaga anak atau kerja kebun. Rata-rata, seorang
penderita penyakit TBC akan kehilangan 3-4 bulan waktu kerja produktif.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis
(TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan
penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di
Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA
positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis /
TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun
ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru,
dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit
TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini &
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Berdasarkan masalah yang kompleks di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah
dengan judul “TBC” guna memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan profesional.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menarik beberap rumusan masalah, yaitu
:
1. Apa Pengertian dari TBC?
2. Apa saja Penyebab TBC?
3. Bagaimana Cara Penularan TBC ?
4. Faktor apa sajakah Orang Terkena TBC ?
5. Apa saja Gejala TBC ?
6. Bagaimana Diagnosis TBC ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan TBC?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Pengertian TBC
2. Untuk mengetahui Penyebab TBC
3. Untuk mengetahui Cara Penularan Tbc
4. Untuk mengetahui Faktor Orang Terkena TBC
5. Untuk mengetahui Gejala TBC
6. Untuk mengetahui Diagnosis TBC
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan TBC

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian TBC
TB adalah singkatan dari “Tubercle Bacillus” atau tuberculosis , dulu disingkat TBC. Penyakit TB
disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada manusia terutama oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Bakteri Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru) tetapi TB
bisa juga menyerang system syaraf pusat. Penyakit TB adalah penyakit yang umum dan sering kali
mematikan. TB menular melalui udara, ketika orang-orang yang memiliki penyakit TB batuk,
bersin, atau meludah.
Menurut Brunner & Suddarth, 2002, tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah sebuah penyakit kronis, penyakit
menular yang biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lainnya dapat juga dipengaruhi
(LeMone, 2000). TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Kemkes
RI, 2001).

B. Penyebab TBC
Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil
yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan
lemak/lipid yang dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan pembelahan ini
termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap
kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid.

C. Cara Penularan TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di
dalam paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan
tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian
organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil
menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk
globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya
terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.

D. Faktor Orang Terkena TBC


1. Daya Tahan Tubuh yang kurang
Kemampuan untuk melawan infeksi adalah kemampuan pertahanan tubuh untuk mengatasi
organisme yang menyerang. Kemampuan tersebut tergantung pada usia yang terinfeksi. Namun
kekebalan tubuh tidak mampu bekerja baik pada setiap usia. Sistem kekebalan tubuh lemah pada
saat kelahiran dan perlahan-lahan menjadi semakin baik menjelang usia 10 tahun. Hingga usia
pubertas seorang anak kurang mampu mencegah penyebaran melalui darah, sekalipun lambat laun
kemampuan tersebut akan meningkat sejalan dengan usia.
2. Tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif
Pekerjaan kesehatan yang merawat Pasien TB. Pasien-pasien dengan dahak yang positif pada
hapusan langsung (TB tampak di bawah mikroskop) jauh lebih menular, karena mereka
memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan mereka yang hanya positif positif pada
pembiakan. Makin dekat seseorang berada dengan pasien, makin banyak dosis TB yang mungkin
akan dihirupnya.

3. Gizi Buruk
Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan terhadap
penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun
pada anak. Kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan TB berkembang menjadi
penyakit. Namun anak dengan status gizi yang baik tampaknya mampu mencegah penyebaran
penyakit tersebut di dalam paru itu sendiri.
4. Orang Berusia Lanjut atau Bayi Pengidap Infeksi HIV/AIDS
Pengaruh infeksi HIV/AIDS mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan tubuh, sehingga
jika terjadi infeksi seperti tuberculosis maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
penderita TBC akan meningkat, dengan demikian penularan TBC di masyarakat akan meningkat
pula.

E. Gejala TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai
dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala Sistemik/Utama
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam.
a. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit
dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak – anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran
dan kejang - kejang.

F. Diagnosis TBC
1. Diagnosis Pada Dewasa
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat
ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila
hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung
TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila
tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau
Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap
mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai
penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
untukmendukung diagnosis TB.
a. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.
b. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.UPK yang tidak memiliki
fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difotorontgen dada.
2. TBC Pada Anak
Penyakit TB ini mudah sekali menyerang pada anak-anak kecil yangbelum diimunisasi dengan
vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin), karena kurangnya gizi dan karena lingkungan
yang kurang sehat. Tidak cukup untuk sekedar memahami cara bagaimana anak-anak terinfeksi
tuberkulosis atau bagaimana penyakit tersebut dapat menyebar. Kemungkinan adanya tuberkulosis
pada anak yang kurusatau bila ditemukan:
a. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 14 minggu (adanya grafik kenaikan berat
badan akan sangat berguna).
b. Kehilangan gairah dan mungkin juga berat badan selama 2 sampai 3 bulan.
c. Salah satu dari (1) atau (2) yang dijelaskan di atas disertai dengan menggigil atau batuk yang
sesekali dapat menyerupai batuk rejan.
d. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas.
e. Salah satu diantara (1), (2), (3) serta tanda adanya cairan – pekak, pada salah satu sisi dada.
f. Perut membuncit, terutama bila teraba benjolan dan yang tetap bertahan setelah pemberian obat
cacing.
g. Diare kronis dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah diberi obat
cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole).
h. Jalan timpang, punggung kaku sukar membungkuk.
i. Tulang belakang membungkuk, tidak atau kaku saat berjalan.
j. Pembengkakan lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahkan iga atau tulang atau
sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera.
k. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang dengan
beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang melekat tak teratur.

G. Penatalaksanaan TBC
a. Nonbedah
1) Terapi farmakologi
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian
INH 5–10 mg/kgbb/hari.
a) Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji
tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
b) Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis
diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
a) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b) Obat sekunder : Etionamid, Protionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Viomisin, Tiasetazon
dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g)


25-40maks. 1,5 g)

2) Pencegahan
a) Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar
terhindar dari penyakit tersebut.
b) Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar
tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
c) Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak
d) Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
e) Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara
dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama
rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
f) Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
b. Bedah
Reseksi bedah dari jaringan paru yang terinfeksi adalah pengobatan umum untuk
Tuberkulosis di awal abad ke-20 tetapi jarang digunakan saat ini. Pembedahan dapat diindikasikan
untuk menghapus sebagian dari paru-paru ketika penyakit ini lokal atau kavitasi telah terjadi dan
menginfeksi basil resisten terhadap beberapa obat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat:
1) Kaji sejarah perjalanan klien: apakah pernah pergi ke tempat dengan insiden tinggi TBC.
2) Tanyakan pada klien apakah pernah mendapat vaksin BCG
3) Kaji identitas klien
4) Kaji riwayat keluarga tentang penyakit TB.
b. Pemeriksaan Fisik:
1) Kaji kondisi fisik pasien: lemah
2) Kaji adanya deman, mual-muntah dan tidak nafsu makan
3) Timbang BB klien
4) Kaji adanya batuk, batuk berdarah dan batuk produktif
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto Rontgen
Untuk memperkuat diagnosis, diperlukan foto rontgen paru-paru. Tapi masalahnya, gambar rontgen dari
TBC paru pada anak umumnya tidak khas sehingga menyulitkan interpretasi foto. Diperlukan orang
yang benar-benar ahli, untuk menghindari terjadinya overdiagnosis atau underdiagnosis.
2) Sputum
Bila ditemukan adanya bakteri TB di dalam 2 sampel dari 3 sampel dahak seseorang, berarti orang
tersebut dikatakan positif mengidap TBC paru aktif. Pengambilan sampel dilakukan secara SPS,
maksudnya Sewaktu kunjungan pertama, esok Paginya, dan Sewaktu kunjungan berikut (kedua) yaitu
sebagai berikut:
a) Hari 1 – Dahak diperiksa di lab sewaktu seorang datang dengan gejala penyakit TBC.
b) Hari 2 – Keesokan harinya sehabis bangun tidur, dahak keluarkan di rumah dan dibungkus, akan
diperiksa pada saat orang mengantarkannya ke lab.
c) Hari 3 – Orang diminta lagi mengeluarkan dahak yang terakhir di lab.
Pemeriksaan dahak dilakukan selama 3 hari dengan tujuan untuk yang dua hari pertama akan dijadikan
indikasi oleh dokter apakah ada kuman TBC nya atau tidak. Untuk yang hari ke-3 untuk melilhat
perkembangan kuman tersebut selama 3 bulan mendatang.
Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan untuk mendapat sputum
bagian dalam lebih besar. Atau juga bisa diambil sputum sewaktu. Pengambilan sputum juga harus
dilakukan sebelum pasien menyikat gigi. Agar sputum mudah dikeluarkan, dianjurkan pasien
mengonsumsi air yang banyak pada malam sebelum pengambilan sputum. Sebelum mengeluarkan
sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu (bila ada).
Sputum diambil dari batukkan pertama(first cough). Cara membatukkan sputum dengan Tarik nafas
dalam dan kuat (dengan pernafasan dada) batukkan kuat sputum dari bronkustrakea ke mulut wadah
penampung. Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup(Screw Cap Medium).
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air liur/saliva, maka pasien harus
mengulangi membatukkan sputum. Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus,
seperti, butir keju, darah dan unsur-unsur lain. Bila sputum susah keluarlakukan perawatan mulut
Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan
mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum.
3) Tes tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan
dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72
jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan
keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan
dalam milimeter, bukan sentimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis
sebagai 0 mm.
d. Psikososial
Klien dengan TB biasanya tidak cemas karena dispnea, seperti dispnea tidak umum kecuali ada efusi
pleura masif. Namun, klien mungkin menyadari adanya kecemasan tidak jelas atau gugup yang terkait
dengan keadaan kesehatan yang berubah. Perawat mempertimbangkan kemungkinan ini dalam
pengkajian awal dan menjelaskan perlahan-lahan tujuan dari setiap aspek diagnosis.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. sekret kental, kelemahan upaya untuk batuk.
b. Ketidakpatuhan terhadap regimen pengobatan
c. Intoleransi aktivitas b.d. keletihan, perubahan status nutrisi, dan demam
d. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, anoreksia, dispnea.

C. Perencanaan dan Implementasi


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. sekret kental, kelemahan upaya untuk batuk.
1) Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot
asesori.
2) Beri oksigen melalui nasal kanul atau masker wajah sesuai resep.
3) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif; catat karakter, jumlah sputum, adanya
hemoptisis.
4) Beri pasien posisi semi fowler atau fowler.
5) Bantu pasien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif.
6) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.
7) Beri obat-obatan sesuai indikasi: mukolitik dan bronkodilator.
b. Ketidakpatuhan terhadap regimen pengobatan
1) Beri tahu klien tentang obat-batan yang harus diminum, jadwal, dosis dan efek samping.
2) Beri pengertian pada pasien bahwa memakan semua obat adalah cara paling efektif untuk mencegah
penularan
3) Instruksikan tentang pentingnya higienis: perawatan mulut, menutup mulut dan hidung ketika batuk
dan bersin, membuang tisu basah dengan baik dan mencuci tangan.
c. Intoleransi aktivitas b.d. keletihan, perubahan status nutrisi, dan demam
1) Jadwalkan aktivitas progresif yang terencana dengan memfokuskan pada peningkatan toleransi
aktivitas dan kekuatan otot.
2) Beri makan porsi kecil tapi sering.
3) Secara bertahap, tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas
lebih lambat, untuk waktu yang lebih singkat, dengan istirahat lebih banyak.
4) Pantau respon klien terhadap aktivitas
d. Kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan tindakan kesehatan preventif
1) Kaji kemampuan klien untuk melanjutkan terapi di rumah
2) Kaji pasien terhadap reaksi obat yang merugikan
3) Beri penyuluhan dan pertimbangkan untuk perawatan di rumah
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan, anoreksia, dispnea.
1) Catat status nutrisi klien pada intake, catat turgor kulit, BB dan derajat kekurangan BB.
2) Kaji adanya mual, muntah dan anoreksia.
3) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai
4) Awasi IO dan BB secara periodic
5) Beri perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
6) Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi bahwa klien:
a. Mempertahankan jalan napas paten dengan sekresi menggunakan humidifikasi, masukan cairan, batuk
dan drainase postural.
b. Menunjukkan tingkat pengetahuan yang adekuat:
1) Menyebutkan obat-obatan dengan namanya dan jadwal yang tepat untuk meminumnya.
2) Menyebutkan efek samping obat yang diperkirakan.
c. Mematuhi regimen pengobatan dengan minum obat sesuai yang diharuskan dan melaporkan skrinning
tindak lanjut.
d. Ikut serta dalam tndakan preventif:
1) Membuang tisu yang sudah digunakan dengan baik.
2) Memberi dorongan pada individu yang kontak erat untuk melaporkan diri guma pemeriksaan.
e. Mempertahankan jadwal aktivitas.
f. Melakukan langkah-langkah untuk meminimalkan efek samping.
1) Minum vitamin tambahan (Vit B6) sesuai yang diresepkan, untuk meminimalkan neuropati perifer.
2) Hindari penggunaan alkohol.
3) Hindari makanan yang mengandung tiramin dan histamin.
4) Melakukan pemeriksaan fisik teratur dan pemeriksaan darah untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan
hepar, neuropati, dan ketajaman penglihatan.
g. Tidak menunjukkan komplikasi
1) Mempertahankan berat badan atau mengalami kenaikan berat badan yang adekuat bila diindikasikan.
2) Menunjukkan hasil pemeriksaan fungsi ginjal dan hepar yang normal.
h. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberkulosis adalah sebuah penyakit kronis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
penyakit menular yang biasanya mempengaruhi paru-paru, walaupun organ lainnya dapat juga
dipengaruhi.
Penderita awal TBC mempunyai tanda dan gejala, yaitu demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada
dan malaise. TBC dapat menyebabkan komplikasi seperti hemoptisis berat, pneumothoraks dan
yang paling parah adalah penyebaran TB ke jaringan lain sperti ginjal, tulang dan otak.
Pasien TBC akan mendapat terapi farmakologi berupa obat OAT, yang harus diminum secara rutin
selama 6-9 bulan. TBC dapat dicegah dengan memberikan vaksin BCG, tutup mulut dengan sapu
tangan bila batuk dan meminum susu sapi yang sudah dimasak.

B. Saran
1. Perbaikan lingkungan (Pembuatan jendela, genting kaca dan kebersihan rumah/lantai).
2. Menutup mulut waktu batuk dan tempat khusus untuk dahak dan pembuangan dahak tidak
sembarangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Ignatavicius, Donna D. & Workman M.L. 1991. Medical-Surgical Nursing, A Nursing Process Approach.
Philadelphia: WB Saunders Company.
LeMone, P & Burke, K.M. 2000. Medical-Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care. New Jersey:
Prentice Hall Health Upper Sadle River.
Soeparman, dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Buku Saku Petugas Program TBC. Depkes RI Diagram diagnosa TB
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/12/komplikasi-tbc.html

Anda mungkin juga menyukai