Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

Penyaji:

1. Hendra Pranata (140100122)


2. M. Ichsan Aulia S. (140100011)
3. Dewi Naibaho (140100035)
4. Sanni (140100138)
5. Mercinna Fransisca (140100043)
6. Asdar Raya Rangkuti (140100010)

Supervisor : dr. Riri Andri Muzasti, Sp.PD.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018
1

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

CHIEF OF WARDS

dr. Daniel Situmorang

PIMPINAN SIDANG

dr. Riri Andri Muzasti, Sp.PD


2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Systemic Lupus Erythematosus”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 8 Juli 2018

Penulis
3

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................v
DAFTAR TABEL.............................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................3
2.2 Etiologi dan Patogenesis....................................................................3
2.3 Faktor Resiko.................................................................................................5
2.3.1 Hormonal.................................................................................5
2.3.2 Merokok ..................................................................................5
2.3.3 Ultraviolet................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis..................................................................................5
2.5 Klasifikasi..........................................................................................8
2.6 Diagnosis...........................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................12
2.8 Terapi.....................................................................................................13
2.8.1 Edukasi dan Konseling..........................................................13
2.8.2 Medikamentosa......................................................................13
2.9 Prognosis.........................................................................................14
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ..................................................................15
BAB 4 FOLLOWUP........................................................................................25
BAB 5 DISKUSI KASUS................................................................................37
BAB 6 KESIMPULAN....................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................41
4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Butterfly rash................................................................................6


Gambar 2.2. Algoritma penatalaksanaan SLE…………………………….13
5

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1. Derajat berat ringannya penyakit SLE……………………….. 8

TABEL 2.2. Kriteria diagnosis SLE…………………………………………. 9


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


SystemicLupus Erythematosus(SLE) adalah gangguan autoimun yang
menyerang hampir semua organ dan jaringan (Bertsias et al., 2012).Manusia
memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk menyerang benda asing,
virus, bakteri, jamur atau patogen yang dapat menyebabkan penyakit.Pada
penderita SLE, sistem kekebalan yang harusnya berfungsi sebagai pelindung
tubuh mengalami kelainan, yaitu tidak dapat membedakan antara benda asing
yang harus dimusnahkan dengan jaringan atau sel tubuh sendiri (Sandor et al.,
2007).

Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia.Prevalensi


SLE di India 3 kasus per 100.000 populasi yang dilaporkan (Anggraini, 2016).
Sementara di Amerika diperkirakan sekitar 1,5 juta penduduk Amerika menderita
lupus dengan rasio perbandingan 9:1 antara perempuan dan laki-laki pada setiap
100.000 penduduk (Lupus Foundation of America, 2013).

Di Indonesia, jumlah penderita lupus secara tepat belum diketahui tetapi


diperkirakan mencapai jumlah 1,5 juta orang, yang belum semua teridentifikasi
menderita lupus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).Sementara di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien lupus dari total pasien
yang berobat ke Poliklinik Reumatologi selama tahun 2010 (Yayasan Lupus
Indonesia, 2012).

Penyakit lupus ini memiliki gejala yang tidak spesifik, sehingga para
penderitanya sering berganti-ganti dokter karena diagnosa yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, penyakit ini sering disebut penyakit seribu wajah, karena gejala
yang ditunjukkannya menyerupai gejala penyakit lain (Roviati, 2013). SLE dapat
berdampak pada beberapa organ, seperti ginjal, muskuloskeletal, saraf, kulit,

1
2

kardiovaskular, termasuk rongga mulut.Manifestasi yang timbul pada beberapa


organ tersebut dapat terjadi secara rekuren dan dapat mengganggu kualitas hidup
para penderita SLE (Lupus Foundation of America, 2013).Jika pasien terdiagnosis
dalam keadaan sudah jelas semua tanda dan gejalanya, biasanya derajat
penyakitnya sudah berat, penatalaksaannya lebih sulit, membutuhkan obat-obatan
yang lebih mahal, dan prognosisnya pun lebih buruk (Kusuma, 2007).

Angka kematian pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan
populasi umum.Pada beberapa tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan
aktivitas penyakit dan infeksi seperti infeksi Micobacterium tuberculosis, virus,
jamur, dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit
vaskular aterosklerosis (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

Berdasarkan latar belakang dan pembahasan di atas penyaji merasa perlu dan
tertarik untuk melaporkan dan membahas sebuah kasus Systemic Lupus
Erythematosus yang terjadi di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit SLE.


2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
SLE serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga
mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. MANFAAT
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang SLE


2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai SLE
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Systemic Lupus Erythematosus(SLE) adalah gangguan autoimun yang


menyerang hampir semua organ dan jaringan (Bertsias et al., 2012).

2.2. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Etiopatogenesis dari SLE masih belum diketahui secara jelas, dimana


terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti faktor
genetik,faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor
genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang
meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan


terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan
dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas
II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang
berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan
C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang
mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin. Studi lain mengenai faktor
genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte
Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility
Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik.

Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen,


seperti C2,C4, atau C1q (Silva C, Isenberg DA. 2001;7:1-7).Kekurangan
komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem

3
4

fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan.


Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis
sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun. Faktor lingkungan
dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, tembakau,
obat-obatan, virus.Sinar UV mengarah pada selfimmunity dan hilangnya toleransi
karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan
pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam
fase induksi yanng secara langsung mengubah sel 10 DNA, serta mempengaruhi
sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada
inflamasi kuli (Manson JJ, Isenberg DA. The 2003). Faktor lingkungan lainnya yaitu
kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi
terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau yaitu
amino lipogenik aromatik .Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi
pada penderita lupus.Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan
apoptosis keratinosit.Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius
terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus.Virus rubella,
sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.

Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor


hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa
penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar
hormonestrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal
sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien
SLE.Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear
(ANA dan anti-DNA).Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya
seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam
pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang
mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal
(Kanda N, Tamaki K. 1999)

2.3. FAKTOR RESIKO


5

2.3.1. Hormonal

Pada penderita SLE wanita lebih dominan bila dibanding pria, hal ini
mendapat perhatian yang serius para peneliti yang mana dikatakan bahwa para
penderita SLE wanita secara signifikan didapatkan kadar hormon androgen yang
rendah (testosteron dan DHEAS), sedangkan kadar hormon prolaktin dan estradiol
sedikit lebih tinggi pada wanita dengan SLE. Akan tetapi data menunjukkan
hubungan antara SLE dan faktor hormon reproduktif tidak selalu konsisten
(Setiati et al., 2014).

2.3.2. Merokok

Pada penderita perokok aktif didapatkan antibodi ds DNA karena merokok


sigaret menyebabkan masuknya sel inflamasi ke paru dan menyebabkan sel
makrofag yang ada di paru melakukan pembersihan atau clearance apoptosis yang
kurang efektif (Setiati et al., 2014).

2.3.3. Radiasi Ultraviolet

Studi kasus kontrol di Swedia mengatakan riwayat paparan sinar matahari


terus-menerus di usia yang lebih dini di bawah 20 tahun akan meningkatkan risiko
terkena SLE akan tetapi studi yang lain meragukan pendapat ini, studi lebih lanjut
sedang dilakukan observasi lebih jauh (Setiati et al., 2014).

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam tergantung organ yang


terlibat dimana dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia dengan
perjalanan klinis yang kompleks, sangat bervariasi, dapat ditandai oleh serangan
akut, periode aktif, kompleks, atau remisi dan seringkali pada keadaan awal tidak
dikenali sebagai SLE.

a. Manifestasi Konstitusional
6

Kelelahan merupakan keluhan yang umum pada penderita SLE dan


biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Penurunan
berat badan juga dijumpai pada sebagian penderita SLE disebabkan
oleh menurunnya nafsu makan atau diakibatkan gejala gastrointestinal
dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Sedangkan demam pada penderita SLE biasanya tidak disertai
menggigil (Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al., 2009 )

b. Manifestasi Muskuloskletal
Manifestasi muskuloskeletal terjadi sekitar 95% pada pasien SLE dan
arthralgia merupakan gejala yang pertama sekitar 50% kasus artritis simetris
non erosif paling sering menyerang tangan, pergelangan tangan dan lutut.
Selain itu, ditemukan juga mialgia yang terjadi pada 60% kasus (D’Cruz D,
Espinoza G, Cervera R.. 2010)
c. Manifestasi Kulit
Kelainan kulit yang sering didapatkan pada SLE adalah
fotosensitivitas, butterfly rash, ruam malar, lesi diskoid kronik,
alopesia, panikulitis, lesi psoriaform dan lain sebagainya. Selain itu,
pada kulit juga dapat ditemukan tandatanda vaskulitis kulit, misalnya
fenomena Raynaud, livedo retikularis, ulkus jari, gangren (D’Cruz D,
Espinoza G, Cervera R.. 2010

Gambar 2.1.Butterfly rash (Web Md, 2013).

d. Manifestasi Kardiovaskular
7

SLE dapat mengenai perikardium, miokardium, dan endokardium.


Perikaditis atau peradangan pada perikardium umum terjadi pada
penderita SLE yang mengakibatkan sesak napas dan rasa nyeri tajam
seperti di dada seperti terkena serangan jantung (D’Cruz D, Espinoza
G, Cervera R., 2010)
e. Manifestasi Paru-Paru
Pleuritis dan nyeri pleuritik dapat ditemukan pada 60% kasus. Efusi
pleura dapat ditemukan pada 30% kasus, tetapi biasanya ringan dan
secara klinik tidak bermakna. Fibrosis interstitial, vaskulitis paru dan
pneumonitis dapat ditemukan pada 20% kasus, tetapi secara klinis
seringkali sulit dibedakan dengan pneumonia dan gagal jantung
kongestif. Hipertensi pulmonal sering didapatkan pada pasien dengan
sindrom antifosfolipid. Pasien dengan nyeri pleuritik dan hipertensi
pulmonal harus dievaluasi terhadap kemungkinan sindrom
antifosfolipid dan emboli paru.
f. Manifestasi Ginjal
Secara klinis penyakit ginjal pada SLE berawal dari proteinuria
asimtomatik kemudian berkembang dengan cepat menjadi
glomerulonefritis progresif dengan gagal ginjal (Leveno et al., 2009;
Manuaba et al., 2008).
g. Manifestasi Hemopoetik
Pada SLE dapat terjadi anemia hemolitik, leukopenia, dan
trombositopenia. Selain itu laju endap darah (LED) biasanya
meningkat pada penyakit yang aktif, dan sering kali menimbulkan
dugaan awal adanya penyakit ini (Rubenstein et al., 2007).
h. Manifestasi susunan saraf
Manifestasi SSP terjadi pada sekitar 20% pasien dengan SLE dan
biasanya disebabkan oleh vaskulitis serebral atau kerusakan saraf
langsung. Manifestasi SSP termasuk psikosis, stroke, kejang, dan
mielitis dan berhubungan dengan prognosis keseluruhan yang buruk
(Leveno et al., 2009; Manuaba et al., 2008).
i. Manifestasi Gastrointestinal
Dapat berupa hepatomegali, nyeri perut yang tidak spesifik,
splenomegali, peritonitis aseptik, vaskulitis mesenterial, pankreatitis.
8

Selain itu, ditemukan juga peningkatan SGOT dan SGPT harus


dievaluasi terhadap kemungkinan hepatitis autoimun. (Rubenstein et
al., 2007).

2.5. KLASIFIKASI

Klasifikasi SLE dibagi berdasarkan derajat berat ringannya penyakit


tersebut.

Tabel 2.1.Derajat berat ringannya penyakit SLE (Tanto et al., 2014).

No. Derajat Kriteria


1. Ringan Secara klinis tenang
Tidak terdapat tanda atau gejala mengancam nyawa
Fungsi organ normal atau stabil,
yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, SSP, sendi,
hematologi, dan kulit

2. Sedang Nefritis ringan sampai sedang


Trombositopenia (trombosit 20-50 x 103/mm3)
Serositis mayor
3. Berat Jantung: endokarditis, vaskulitis arteri koronaria,
miokarditis, tamponade jantung, hipertensi, maligna
Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru,
pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis interstisial
Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesentrika
Ginjal: nefritis poliferatif dan atau membranous
Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau
melepuh
Neurologi: kejang, koma, stroke, mielopaty, mononeuritis,
polyneuritis, neuritis optic, psikosis, sindroma demielinasi
Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit
<1.000/mm3), trombositopenia <20.000/mm3, purpura
9

trombotik trombositopenia, thrombosis vena atau arteri

2.6. DIAGNOSIS

Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan kriteria American College of


Rheumatology (ACR) yang telah dimodifikasi tahun 1997. Klasifikasi ini terdiri
dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut
yangterjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011).

Tabel 2.2.Kriteria diagnosis SLE (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).


No Kriteria Batasan
.
1. Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol,
pada daerah malar dan cenderung tidak
melibatkan lipat nasolabial
2. Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan
sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat
ditemukan parut atrofik
3. Fotosensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi
abnormal terhadap sinar matahari, baik dari
anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter pemeriksa
4. Ulkus mulut Ulkus mulut dan orofaring, umumnya tidak
nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa
5. Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau
lebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan,
bengkak atau efusi
6. Serositis
a. Pleuritis Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction
rub yang didengar oleh dokter pemeriksa
10

atau terdapat bukti efusi pleura


b. Perikarditis Terbukti dengan rekaman EKG atau
pericardial friction rub atau terdapat bukti
efusi perikardium
7. Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5 gram per hari
atau >3+ bila tidak dilakukan
pemeriksaan kuantitatif
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder
eritrosit, hemoglobin, granular, tubular
atau campuran
8. Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh
obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit)
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh
obat-obatan atau gangguan metabolik
(misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit)
9. Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulosis
atau
b. Leukopenia <4.000/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa
disebabkan oleh obat-obatan
10. Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native
DNA dengan titer yang abnormal
atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap
antigen nuklear Sm
atau
c. Temuan positif terhadap antibodi
antifosfolipid yang didasarkan atas:
11

1) Kadar serum antibodi antikardiolipin


abnormal baik IgG atau IgM
2) Tes lupus antikoagulan positif
menggunakan metoda standard, atau
3) Hasil tes serologi positif palsu
terhadap sifilis sekurang-kurangnya
selama 6 bulan dan dikonfirmasi
dengan tes imobilisasi Treponema
pallidum atau tes fluoresensi absorpsi
antibodi treponema
11. Antibodi antinuklear positif Titer abnormal dari antibodi antinuklear
(ANA) berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi
atau pemeriksaan setingkat pada setiap
kurun waktu perjalan penyakit tanpa
keterlibatan obat yang diketahui
berhubungan dengan sindroma lupus yang
diinduksi obat

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)


2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kuantitatif 24 jam, dan bila
diperlukan kreatinin urin
3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)
4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
5. Serologi ANA, anti ds-DNA, komplemen (C3,C4)
6. Foto polos thorax
- Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk
monitoring
- Setiap 3-6 bulan bila stabil
- Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif
12

Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE


adalah tes ANA.Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda
dan gejala mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang
positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa
penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya infeksi
kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun misalnya Mixed Connective Tissue
Disease (MCTD), artritis reumatoid, tiroiditis autoimun, atau keganasan.

Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan.

Test Anti ds-DNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif
tidak menyingkirkan diagnosis SLE (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

2.8. TERAPI

2.8.1. Edukasi Dan Konseling

Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan
oleh pasien SLE dengan tujuan agar pasien dapat hidup mandiri. Beberapa hal
perlu diketahui oleh pasien, antara lain perubahan fisik yang akan dialami serta
mengurangi atau mencegah kekambuhan dengan melindungi kulit dari paparan
sinar ultraviolet secara langsung(Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011).

2.8.2. Medikamentosa

Terapi medikamentosa untuk SLE dilakukan berdasarkan derajat


keparahan SLE.Terapi SLE dapat dilihat pada algoritma berikut.
13

Gambar 2.2.Algoritme penatalaksanaan SLE berdasarkan keparahan manifestasinya (Perhimpunan


Reumatologi Indonesia, 2011).

Keterangan :

- TR= tidak respon, RS= respon sebagian, RP= respon penuh


- KS= kortikosteroid, MP= metil prednisolon, AZA= azatioprin, OAINS=
obat anti inflamasi non steroid, CYC= siklofosfamid, NPSLE=
neuropsikiatri SLE

2.9. PROGNOSIS

Angka harapan hidup 5 tahun lebih dari 95% kecuali bila telah mengenai
ginjal.Kematian biasanya timbul akibat infeksi atau penyakit kardiovaskular
(Rubenstein et al., 2007).
14

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

Nomor Rekam Medis : 00.72.59.04


Tanggal Masuk : 18/ 06/ 2018 Dokter Ruangan :
dr. Ridho
Jam : 15:56:26 Dokter Chief of Ward :
dr. Daniel
Ruang : RA1 ruang 3.1.1 Dokter Penanggung Jawab
Pasien :
dr. Zuhrial Zubir, Sp. PD KAI

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Rizki Ananda Putri Rangkuti
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Batak Mandailing
Agama : Islam
Alamat : Jl. Notes No 46A Medan

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Kejang
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak di hari sebelum masuk rumah
sakit. OS sempat mengalami kejang 1 kali dengan durasi
sekitar ½ jam pada saat kejang pasien tidak sadar.
Sebelum dan setelah kejang OS sadar. Kejang terjadi di
seluruh tubuh. OS juga mengeluhkan pegal-pegal pada
seluruh tubuh. Rasa pegal sering timbul sejak sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan sesak napas.
15

Sesak napas dirasakan sekali-kali. Pasien mengatasi sesak


napasnya dengan posisi duduk. Selain itu pasien juga
mengeluhkan mual, sakit kepala dan muntah yang
dirasakan terus menerus sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman dan mengganggu aktivitas pasien. Keluhan
disertai nyeri sendi-sendi dan badannya mudah lelah.
Keluhan rambut rontok ± 6 bulan. OS mengaku
mengalami penurunan nafsu makan sehingga berat badan
menurun ± 7 kg15selama ± 7 bulan terakhir. OS juga
mengaku pernah timbul bintik-bintik merah di seluruh
wajah ± 6 bulan yang lalu. BAK normal berwarna
kuning kecoklatan. Riwayat penyakit kuning disangkal.
OS mengaku tidak ada keluarga yang mengalami keluhan
yang sama.
RPT : SLE
RPO : Myfortic 2 x 360 mg
Metil prednisolon 1 x 4 mg
Lanzoprazole 1 x 1

ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas :(+) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(+)
Lain-lain : ( -)
SaluranPernapasan
Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis :(-)
Dahak :(-) Lain-lain :(-)
SaluranPencernaan
Nafsu Makan : menurun Penurunan BB :(+)
Keluhan Menelan :(-) Keluhan Defekasi :(-)
Keluhan Perut :(-) Lain-lain :(-)
16

Saluran Urogenital
Nyeri BAK :(-) BAK Tersendat :(-)
Batu :(-) Keadaan Urin :(-)
Haid :(-) Lain-lain :(-)
Sendi dan Tulang
Sakit Pinggang :(-) Keterbatasan Gerak :(-)
Keluhan Persendian :(+) Lain- lain :(-)
Endokrin
Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)
Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)
Saraf Pusat
Sakit Kepala :(+) Hoyong :( + )
Lain- lain :(-)
Darah dan Pembuluh Darah
Pucat :(+) Perdarahan :(-)
Petechie :(-) Purpura :(-)
Lain-lain :(-)
Sirkulasi Perifer
Claudicatio Intermitten :(-) Lain-lain :(-)
ANAMNESA FAMILI :Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS : Sedang
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah: Pucat
Tekanan darah : 190/120 mmHg Sikap paksa :-
Nadi : 116x/menit Refleks fisiologis :(+)
Pernafasan : 27 x/menit Refleks patologis :(-)
Temperatur : 37,1 ° C
Anemia (+), Ikterus (-), Dispnoe (+)
17

Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)


Turgor Kulit : Baik
Keadaan Gizi : Normal
Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 16.79 kg/m2 (underweight)
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+), sklera ikterus (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah :Dalam batas normal
Gigi geligi :Dalam batas normal
Tonsil/Faring :Dalam batas normal
LEHER
Pembesaran kelenjar limfa (-)
Trakea : medial, pembesaran KGB (-), Struma (-), TVJ : R-2 cm H2O,
Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris Fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan
paru
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak dijumpai
Fremitus suara : Stem fremitus kiri = kanan
Iktus : Tidak teraba

Perkusi
18

Paru
Batas Paru Hati R/A : Relatif ICS 3
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS III LMCS
Batas kiri jantung : ICS V LMCS
Batas kanan jantung :ICS III LPSD

Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : vesikuler
Suara Tambahan :-

Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-)
Heart rate : 116 x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan =kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan = vesikuler
Suara Tambahan = -

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris tidak membesar
Gerakan lambung/usus: -
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Lain-lain :-
19

Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
HATI
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Ukuran :-
Nyeri Tekan :-
LIMFA
Pembesaran :(-)
GINJAL
Ballotement :(-)
TUMOR :-
Perkusi
Pekak Hati : ICS III
Pekak Beralih : ICS IV
AUSKULTASI
Peristaltik usus : normoperistaltik
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-)
INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR : Perempuan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)
Perineum :Tidak dilakukan pemeriksaan
Spincter Ani :Tidak dilakukan pemeriksaan
Ampula :Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa :Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarung tangan :Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS


20

Deformitas sendi : (-)


Lokasi : (-)
Jari tubuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab: (-)
Sianosis : (-)
Eritema Palmaris : (-)
Lain-lain : (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan


Edema - -
Arteri femoralis + +
Arteri tibialis posterior + +
Arteri dorsalis pedis + +
Refleks KPR + +
Refleks APR + +
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -
Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


21

Tanggal : 21/06/2018
Darah Kemih Tinja

Hb : 8.7 g/dL Warna: Kuning Jernih Warna : Kuning


Eritrosit : 3.16 x Kejernihan: +2 kecoklatan
106/mm3 Protein: - Konsistensi : Lunak
Leukosit: 5.410 x Reduksi: - Eritrosit : -
103/mm3 Bilirubin: - Leukosit : -
Trombosit: 251 x Urobilinogen : + Amoeba/Kista : -
103/mm3 TelurCacingAscaris : -
Ht: 27 % Sedimen urine Ancylostoma : -
MCV: 85 fL Eritrosit : - T. Trichiura : -
MCH : 27.5 pg/dL Leukosit: - Kremi: -
MCHC: 32.2 g/dL Epitel : -
Eosinofil: 1.50 % Silinder : -
Basofil: 0.60 % Kristal : -
Neutrofil:67.40% Bakteri : -
Limfosit : 19.20 %
Monosit: 11.30 %
BUN: 30mg/dL
Ureum: 64mg/dL
Kreatinin : 2.12 mg/dL

RESUME
ANAMNESA Keluhan utama : Kejang
22

Hal ini dialami OS sejak di hari sebelum


masuk rumah sakit. OS sempat mengalami
kejang 1 kali dengan durasi sekitar ½ jam
pada saat kejang pasien tidak sadar.
Sebelum dan setelah kejang OS sadar.
Kejang terjadi di seluruh tubuh. Dispnoe
juga dikeluhkan OS. Dispnoe dirasakan
sekali-kali. OS mengatasi sesak napasnya
dengan posisi duduk. Selain itu pasien juga
mengeluhkan nausea, nyeri dan vomit yang
dirasakan terus menerus sehingga
menimbulkan rasa tidak nyaman dan
mengganggu aktivitas pasien. Rasa pegal
sering timbul sejak sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan disertai nyeri sendi-sendi
dan badannya mudah lelah. Keluhan
alopecia ± 6 bulan. Os mengaku
mengalami penurunan nafsu makan
sehingga berat badan os menurun ± 7
kg selama ± 7 bulan terakhir. Malar
rash dijumpai. BAK normal berwarna
kuning kecoklatan. Riwayat penyakit
kuning disangkal. OS mengaku tidak ada
keluarga yang mengalami keluhan yang
sama.
RPT : SLE
RPO : Myfortic 2 x 360 mg
Metil prednisolon 1 x 4 mg
Lanzoprazole 1 x 1
STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Berat
23

Keadaan Gizi : Kurang


PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 190/120 mmHg
Nadi : 116x/ mnt
Pernafasan : 27x/ mnt
Temperatur : 37.1 °C

STATUS LOKALISATA
Kulit : Malar rash (+)
Kepala
+¿
Mata : Konj. Anemis ( +¿ ¿ ),
¿
−¿
sklera ikterik ( −¿
¿ )
¿
T/H/M : dalam batas normal
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas: dalam batas normal
LABORATORIUM RUTIN Darah : Hb menurun
Monosit meningkat
ANA Test (+)
Anti ds-DNA 1440
Kemih : dalam batas normal
Feses : dalam batas normal
DIAGNOSIS BANDING - Sistemik Lupus Eritematous
- Athritis Rheumatoid
- Sistemic Sklerosis (Skleroderma)
DIAGOSIS SEMENTARA - SLE Berat
PENATALAKSANAAN Non Farmakologis :
- Tirah baring
24

- Diet MB
- Three way
Farmakologis :
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam/ iv
- Sucralfat Syr 3 x CI
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Valsartan 1 x 160 mg
- Metilprednisolon 4 mg (4.4.3)
- Myfortic 2 x 360 mg
- Inj. diazepam 10 mg ketika kejang
- Drips perdipin dosis 1.8 cc/ jam
DIET - Diet MB

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN


1. KONSUL NEURO 4. URINALISA
2. USG GINJAL DAN SAL. KEMIH 5. DARAH RUTIN
3. CT SCAN SCHEEDEL

BAB 4

FOLLOW UP

FOLLOW-UP TANGGAL 18 – 20 Juni 2018

S Penurunan Kesadaran, Kejang (+)


25

Sens : apatis, TD: 190/120 mmHg, HR:112x/i, RR: 20x/i,


O
temp: 36.7°C
+¿ −¿
+¿ −¿
Mata : Konj. Anemis ( ¿ ), sklera ikterik ( ¿ )
¿ ¿
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel,
T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
−¿
−¿
Ekstremitas: oedem ( ¿ ), CRT <2’, akral hangat
¿
ANA Test (8/05/2018) : 107.9 anti ds DNA 1440
IgE total: 25
A - SLE berat
- Neuropsikiatri
- Hipertensi Emergensi
- Anemia ec penyakit kronis
- Tirah baring
P - Diet MB
- Threeway
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam/ iv
- Sucralfat Syr 3 x CI

- Metilprednisolon 500 mg/ 12 jam

- Inj. diazepam 10 mg ketika kejang


- Myfortic 2 x 360 mg
- Drips perdipin up titrasi dosis saat ini 2 cc/jam dalam
Nacl 0,9%, 50 cc via syringe pump. Target TD < 190
mmHg

R/ Folket per setengah jam


26

FOLLOW-UP TANGGAL 21 – 23 Juni 2018

S Penurunan Kesadaran, Kejang (-)


Sens : CM, TD: 170/100 mmHg, HR:80 x/i, RR: 24x/i,
O temp: 37.1°C
+¿ −¿
+¿ −¿
Mata : Konj. Anemis ( ¿ ), sklera ikterik ( ¿ )
¿ ¿
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel
T/H/M : dalam batas normal, NTE (-)
−¿
−¿
Ekstremitas: oedem ( ¿ ), CRT <2’, akral hangat
¿

Hasil Lab 18/6/2018


Hb/L/T: 10.6/ 9850/283000
Ur/Cr: 54/162
PT/ Aptt/tt: 0.78/0.88/1.07

ANA Test (8/05/2018) : 107.9 anti ds DNA 1440


IgE total: 25
A - SLE berat
- Neuropsikiatri
- Hipertensi Emergensi
- Anemia ec penyakit kronis
- Tirah baring
P - Diet MB
- Threeway
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam/ IV
- Sucralfat Syr 3 x CI
27

- Metilprednisolon 250 mg/ 12 jam

- Inj. diazepam 5 mg ketika kejang


- Myfortic 2 x 360 mg
- Drips perdipin down titrasi dosis saat ini 2 cc/jam
dalam Nacl 0,9%, 50 cc via syringe pump. Target TD <
190 mmHg

R/ Folket per jam

FOLLOW-UP TANGGAL 24 – 26 JUNI 2018

S Keadaan umum membaik. Sakit kepala (-), mual (-), muntah


(-), lemas (-), kejang (-) Riw. Kejang (+)
Sens : CM, TD: 160/80 mmHg, HR:95 x/i, RR: 20x/i, temp:
O 36.4°C
−¿ −¿
−¿ −¿
Mata : Konj. Anemis ( ¿ ), sklera ikterik ( ¿ )
¿ ¿
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel
T/H/M : dalam batas normal, Peristaltik normal
−¿
−¿
Ekstremitas: oedem ( ¿ ), CRT <2’, akral hangat
¿

Hasil Lab 21/6/2018


Hb/L/T: 8,7/ 5.410/251.000

ANA Test (8/05/2018) : 107.9 anti ds DNA 1440


28

IgE total: 25

Ct Scan : Infark occipito parietal


A - SLE berat
- Gangguan Neuropsikiatri
- Hipertensi Stage I
- Anemi ec. Penyakit kronis
- Tirah baring
P - Diet MB
- Three way
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj ranitidin 50mg/12jam/IV
- Sucralfat Syr 3 x CI

- Inj. diazepam 5 mg ketika kejang


- Myfortic 2 x 360 mg
- Metilprednisolon 125 mg / 12 jam
- Drips perdipin dosis 1,8 cc/jam down titrasi. Target MAP
≤ 25%  aff

R/ Konsul nefro  konfirmasi USG ginjal dan saluran


kemih

FOLLOW-UP TANGGAL 26 – 27 JUNI 2018

S Keadaan umum membaik. Sakit kepala (-) mual (-), muntah


(-), kejang (-), riw. kejang (+), BAK lancar
Sens : CM, TD: 150/80 mmHg, HR:90 x/i, RR: 20x/i, temp:
O 36.5°C
−¿ −¿
−¿ −¿
Mata : Konj. Anemis ( ¿ ), sklera ikterik ( ¿ ), RC
¿ ¿
(+/+)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
29

Thorax: SP: Vesikuler


ST: (-)
Abdomen:Soepel
T/H/M : dalam batas normal, Peristaltik normal
−¿
−¿
Ekstremitas: oedem ( ¿ ), CRT <2’, akral hangat
¿

Hasil Lab 21/6/2018


Hb/L/T: 8,7/ 5.410/251.000

ANA Test (8/05/2018) : 107.9 anti ds DNA 1440


IgE total: 25
A - SLE (dalam perbaikan ) ringan – sedang
- Gangguan Neuropsikiatri
- Hipertensi Stage I
- Anemi ec. Penyakit kronis
- Tirah baring
P - Diet MB
- Three way
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj ranitidin 50mg/12jam/iv
- Sucralfat Syr 3 x CI

- Amlodipin 1 x 10 mg
- Valsartan 1 x 160 mg
- Metilprednisolon 62,5 mg/ 12 jam
- Inj. diazepam 5 mg ketika kejang
- Myfortic 2 x 360 mg

R/ USG ginjal dan sal. Kemih  ts nefro  LBP (+)


Susul urinalisa, darah rutin

FOLLOW-UP TANGGAL 28 – 30 JUNI 2018

S Keadaan umum membaik. Sakit kepala (-) mual (-), muntah


30

(-), kejang (-), batuk (-),sesak napas (-), BAK lancar, BAB
lancar
Sens : CM, TD: 130/80 mmHg, HR:88x/i, RR: 20x/i, temp:
O
36.5°C
+¿ −¿
+¿ −¿
Mata : Konj. Sub anemis ( ¿ ), sklera ikterik ( ¿ ),
¿ ¿
RC (+/+)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel
T/H/M : dalam batas normal, Peristaltik normal
−¿
−¿
Ekstremitas: akral hangat, oedem ( ¿ ), CRT <2’, akral
¿
hangat

Hasil lab (26/6/18)


Hb/ L/ T: 10/10.050/255.000
USG Ginjal sesuai

ANA Test (8/05/2018) : 107.9 anti ds DNA 1440


IgE total: 25
A - SLE (dalam perbaikan ) ringan – sedang
- Gangguan Neuropsikiatri
- Hipertensi Stage I
- Anemi ec. Penyakit kronis
- Tirah baring
P - Diet MB
- Three way
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj ranitidin 50mg/12jam/IV
- Sucralfat Syr 3 x CI
31

- Amlodipin 1 x 10 mg
- Valsartan 1 x 160 mg
- Metilprednisolon 62,5 mg/ 24 jam
- Inj. diazepam 5 mg bila kejang
- Myfortic 2 x 360 mg

FOLLOW-UP TANGGAL 31 JUNI – 2 JULI 2018

S Keadaan umum membaik. Lemas (-) Sakit kepala (-) mual


(+) sesekali, muntah (-), kejang (-), batuk (-),sesak napas (-),
BAK lancar, BAB lancar
Sens : CM, TD: 140/80 mmHg, HR:88x/i, RR: 20x/i, temp:
O 36.7°C
+¿ −¿
+¿ −¿
Mata : Konj. subanemis ( ¿ ), sklera ikterik ( ¿ ),
¿ ¿
RC (+/+)
Leher : TVJ R-2 cmH2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax: SP: Vesikuler
ST: (-)
Abdomen:Soepel, T/H/M : dalam batas normal, Nyeri tekan
32

epigastrium (-)
−¿
−¿
Ekstremitas: akral hangat, oedem ( ¿ ), CRT <2’, akral
¿
hangat

Hasil lab (1/7/18)


Hb/ L/ T: 8,5/11.490/144.000
PT/Aptt: 0,76/0,98
Fibrinogen < 20 d-dimer > 5000
Ur/Cr: 64/1.99

ANA Test (8/05/2018) : 107.9 anti ds DNA 1440


IgE total: 25
A - SLE (dalam perbaikan ) ringan – sedang
- Gangguan Neuropsikiatri
- Anemi ec. Penyakit kronis
- Susp. Nefritis lupus
- Tirah baring
P - Diet MB
- Three way
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj ranitidin 50mg/12jam/IV
- Sucralfat Syr 3 x CI

- Cetirizine 1 x 10 mg  aff (k/p) bila gatal

- Amlodipin 1 x 10 mg
- Valsartan 1 x 160 mg
- Metilprednisolon 4x4x3
- Inj. diazepam 5 mg ketika kejang
- Myfortic 2 x 360 mg

R/ - Biopsi ginjal (2/7/18) (+)PBJ


33

BAB 5

DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN
Definisi Perempuan usia 19 tahun datang dengan
keluhan sesak napas ± 2 hari SMRS, os
SLE adalah gangguan autoimun yang mengeluhkan kejang. Os juga mengaku
menyerang hampir semua organ dan jaringan.
mengalami sakit kepala, mual, muntah,
nyeri sendi dan muncul bintik-bintik merah
di seluruh wajah.
Faktor Resiko Jenis kelamin : perempuan
- Hormonal ( Wanita lebih cenderung terkena
dibanding laki-laki )
- Merokok
- Ultraviolet
34

Diagnosa Pada pasien ditemukan


- Ruam Malar (+)
Berdasarkan American College of
- Arthritis (+)
Rheumatology (ACR), diagnosis harus - Gangguan Imunologik (+)
memenuhi 4 dari 11 kriteria dibawah ini. - Gangguan Hematologik (+)
- Gangguan Neuro (+)
- Ruam Malar - ANA Test (+)
- Ruam Diskoid
- Fotosensitifitas
- Ulkus Mulut
- Artritis
- Serositis
- Gangguan Renal
- Gangguan Neurologi
- Gangguan Hematologik
- Gangguan Imunologik
- Antibodi Antinuklear (ANA) positif
Klasifikasi Pada pasien dijumpai hipertensi, ruam
difus, kejang dan anemia
1. Ringan
Secara klinis tenang, fungsi organ
normal atau stabil
2. Sedang
Nefritis ringan sampai sedang,
3
trombositopenia (20-50 x 10 ), serositis
mayor
3. Berat
- Jantung: endokarditis, vaskulitis arteri
koronaria, miokarditis, tamponade jantung,
hipertensi, maligna
- Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan
paru, pneumonitis, emboli paru, infark
paru, fibrosis interstisial
- Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis
mesentrika
- Ginjal: nefritis poliferatif dan atau
membranous
- Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai
ulkus atau melepuh
- Neurologi: kejang, koma, stroke, mielopaty,
mononeuritis, polyneuritis, neuritis optic,
psikosis, sindroma demielinasi
- Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia
35

(leukosit <1.000/mm3), trombositopenia


<20.000/mm3, purpura trombotik
trombositopenia, thrombosis vena atau
arteri

Tatalaksana Tatalaksana pada pasien


1. Edukasi dan Konseling - Tirah baring
Informasi yang benar dan dukungan - Diet MB
dari orang sekitar sangat dibutuhkan - Three way
- Inj ranitidin 50mg/12jam/IV
oleh pasien SLE dengan tujuan agar
- Sucralfat Syr 3 x CI
para pasien dapat hidup mandiri.
Beberapa hal perlu diketahui oleh - Amlodipin 1 x 10 mg
pasien SLE, antara lain perubahan fisik - Valsartan 1 x 160 mg
- Metilprednisolon 4x4x3
yang akan dialami serta mengurangi - Myfortic 2 x 360mg
atau mencegah kekambuhan dengan - Drips perdipin dosis 6 cc/ jam dalam
melindungi kulit dari paparan sinar Nacl 0,9%, 50 cc via syringe pump
- Inj. Diazepam 5 mg bila kejang
ultraviolet secara langsung
2. Medikamentosa
Menurt derajat beratnya SLE
- Ringan
- Sedang
- Berat
36

BAB 6

KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 19 tahun bernama R dirawat di RS HAM


dengan diagnosis dengan SLE berat. Pasien telah dirawat selama 15 hari dan telah
ditatalaksana dengan tirah baring, diet MB, three way, IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i,
inj ranitidin 50mg/12jam/IV, sucralfat Syr 3 x CI, amlodipin 1 x 10 mg, Valsartan
1 x 160 mg, Metilprednisolon 4x4x3, Myfortic 2 x 360mg, Drips perdipin dosis
1.8 cc/ jam, Inj. Diazepam 5 mg bila kejang. Kemudian pasien diperbolehkan
untuk pulang dan diminta untuk tetap melakukan kontrol ulang di poli penyakit
dalam RS H. Adam Malik.
37

DAFTAR PUSTAKA
40

Alexis, F.A., Barbosa, H.V. 2013, Skin of Color: A Practical Guide to


Dermatologic Diagnosis and Treatment, Springer Science, New York, pp.
52-5.

Anggraini, N.S. 2016, ‘Lupus Eritematosus Sistemik’, J Medula Unila, vol. 4, no.
4, pp. 124-124.

Barber, C., Gold, W.L. & Fortin, P.R. 2011,‘Infections in The Lupus Patient:
Perspectives on Prevention’,Current Opinion in Rheumatology, vol. 23, no.
4, pp. 358–65.

Bertsias, G., Cervera, R., Boumpas, D.T. 2012, ‘Systemic Lupus Erythematosus:
Pathogenesis and Clinical Features’,European League Against Rheumatism
Journal, pp. 476-498.

Dorland, W.A.N. 2011, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Alih Bahasa, Mahode,
A.A., Rachman, L.Y., Nugroho, A.W., Susanto, D., Muttaqin, H., Rendy, L.
Edisi 28, EGC, Jakarta, p. 565.

D’Cruz D, Espinoza G, Cervera R. Systemic lupus erythematosus: pathogenesis,


clinical manifestations, and diagnosis. 2010.

Glick, M, Greenberg, M.S., Jonathan, A.S. 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th
edn. BC Decker Inc, Hamilton, pp. 442-7.

Hamijoyo, L., Navarra, S. 2017,Asa Untuk Sang Kupu-Kupu, Qanita, Bandung, p.


27-30.
38

Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing, 2009 ; 2565-2579.

Kanda N, Tamaki K. Estrogen enhances immunoglobulin production by human


peripheral blood mononuclear cells. J Allergy Clin Immunol 1999;103:282–
41
8

Leveno, K.J., Cunningham, F.G., Gant, N.F., Alexander, J.M., Bloom, S.L., Casey,
B.M., Dashe, J.S., Sheffield, J.S., Yost, N.P. 2009, Obstetri Williams:
Panduan Ringkas, Alih Bahasa, Pendit, B.U. Edisi 21, EGC, Jakarta, p. 601-
3.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011, Peringatan Hari Lupus


Sedunia, accessed 14 April 2017, Available at: www.depkes.go.id

Kusuma, A.A.N.J. 2007, ‘Lupus Eritematosus Sistemik Pada Kehamilan’, J


Penyakit Dalam, vol. 8, no. 2, pp. 170-5.

Leveno, K.J., Cunningham, F.G., Gant, N.F., Alexander, J.M., Bloom, S.L., Casey,
B.M., Dashe, J.S., Sheffield, J.S., Yost, N.P. 2009, Obstetri
Williams:Panduan Ringkas, Alih Bahasa, Pendit, B.U. Edisi 21, EGC,
Jakarta, p. 601-3.

Lupus Foundation of America 2013, How Lupus Affects the Body, accessed 14
April 2017, Available at: http://www.lupus.org

Manson JJ, Isenberg DA. The Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J


Netherl Med 2003;61(11):343-346.

Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F., Manuaba, I.B.G. 2008, Buku Ajar Patologi
Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan: Sistemik Lupus Eritematosus, EGC,
Jakarta, p. 72-8.
39

Perhimpunan Reumatologi Indonesia 2011, Diagnosis dan Pengelolaan Lupus


Eritematosus Sistemik, Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Jakarta, pp. 3-
17.

Roviati, E. 2013, ‘Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan Autoimun


Bawaan yang Langka dan Mekanisme Molekulernya’, J Scientiae Educatia,
vol. 2, no. 1, p. 20.

Rubenstein, D., Wayne, D., Bradley, J. 2007, Lecture Notes: Kedokteran Klinis,
Alih Bahasa, Rahmalia, A. Edisi 6, Erlangga, Jakarta, p. 140-2.

Ruiz-Irastorza, G., Olivares, N., Ruiz-Arruza, I., Martinez-Berriotxoa, A.,


Egurbide, M.V. & Aguirre, C. 2009, ‘Predictores of Major Infections in
Systemic Lupus Erythematosus’, Arthritis Research & Therapy, vol. 11, no.
4, pp. 1-8.

Sandor, G., Albilia, J., Clokie, J. 2007, ‘Lupus Eritematosus Sistemik: A Review
For Dentist’, J California Dental Association, vol. 73, no. 9, pp. 367-81.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata, K.M., Setiyohadi B., Syam, A.F.
(eds) 2014, Ilmu Penyakit Dalam: Lupus Eritematosus dan Sindrom
Antibodi Antifosfolipid, Edisi 6, Jilid 3, Interna Publishing, Jakarta, pp.
3331-67.

Skare, T.L., Dagostini, J.S., Zanardi, P.I. & Nisihara, R.M. 2016, ‘Infections and
Systemic Lupus Erythematosus’, Einstein Sao Paulo, vol. 14, no. 1.

Silva C, Isenberg DA.Aetiology and pathology of systemic lupus erythematosus.


Hospt Pharm 2001;7:1-7.

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E.A. (eds) 2014, Kapita Selekta
Kedokteran: Lupus Eritematosus Sistemik, Edisi 4, Media Aesculapius,
Jakarta, p. 843.
40

Tsokos, G.C., Gordon, C., Smolen, J.S. 2007, Systemic Lupus Erythematosus: A
Companion to Rhaumatology, 1st edn, Elsevier Health Sciences, United
State of America, pp. 74-8.

Wallace, D.J. 2007, The Lupus Book, Panduan Lengkap bagi Penderita Lupus
dan Keluarganya, Alih Bahasa, Wiratama, C. B – First, Yogyakarta, pp. 321-
3.

Web Md 2013, Lupus Health Center, accessed 23 April 2017, Available at:
http://lupus.webmd.com/

Yayasan Lupus Indonesia 2012, Lupus di Indonesia, accessed 14 April 2017,


Available at: http://yayasanlupusindonesia.org/

Zandman-Goddart, G. & Shoenfeld, Y. 2005, ‘Infections and SLE’, Autoimmunity,


vol. 38, no. 7, pp. 473-85.

Anda mungkin juga menyukai