PEMBIMBING :
Disusun Oleh :
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Letak Sungsang”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dokter pembimbing kami dr. Arvitamuriany T. Lubis,
M.Ked(OG) Sp.OG, yang telah meluangkan waktunya kepada kami dan
memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
persalinan dengan komplikasi. Kejadian operasi sectio caesaria sudah semakin
banyak bahkan dianggap tidak asing lagi. Dewasa ini, sectio caesaria jauh lebih
aman daripada dahulu berhubung adanya antibiotik, transfusi darah, teknik
operasi yang lebih sempurna, dan anestesi yang lebih baik. Angka kejadian sectio
caesaria di Indonesia menurut data survey nasional pada tahun 2007 adalah
921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang
membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan
lainnya.1,2,3 Terdapat tiga tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (5070%)
yaitu kedua tungkai ekstensi ; Complete breech (510%) yaitu kedua tungkai
fleksi; Footling (1030%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi
kaki.1
3
2.2 Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang pada
usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32 minggu
7% dan, 13% pada kehamilan aterm.4
2.3 Etiologi
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak
sungsang diantaranya adalah:4
Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih
banyak dan kepala anak relatif besar
Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas panggul.
Panggul sempit
Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain umur
kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan multiparitas,
multi fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis.
Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak
sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.6
4
sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa. Tidak ada hubungan yang
kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit (panggul sempit).1
2.4 Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang.6
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih
besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih
luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen
bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum
cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan
cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.6
2.5 Diagnosis
Diagnosis letak sungsang dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin
oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus,
pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X.1
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar,
di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni
kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba
bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa
kehamilannya terasa lain daripada kehamilannya yang terdahulu, karena terasa
penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut
5
jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus.6,7
Gambar 2. Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan dengan selaput ketuban utuh1
6
2.6 Diagnosis Banding
Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan kehamilan
dengan letak muka. Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold masih
ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari pemeriksaan dalam yakni pada letak
sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam anus mengalami
rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak muka,
jari masuk mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa hambatan serta
mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan USG atau rontgen
sangatlah dapat dibedakan.1,8
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Dalam Kehamilan
Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang
dihindarkan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak
sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi
luar menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan
antara 34 dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke-34 belum
perlu dilakukan, karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri,
sedangkan setelah minggu ke-38 versi luar sulit untuk berhasil karena janin sudah
besar dan jumlah air ketuban relatif berkurang.6
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan
denyut jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun, bokong harus
dikeluarkan lebih dahulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan dengan
meletakkan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu bagian bawah untuk
mengangkat bokong janin. Kalau bokong tidak dapat dikeluarkan dari panggul,
usaha untuk melakukan versi luar tidak ada gunanya. Setelah bokong keluar dari
panggul, bokong ditahan dengan satu tangan, sedang tangan yang lain mendorong
kepala ke bawah sedemikian rupa, sehingga fleksi tubuh bertambah.6
7
denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada keadaan
presentasi kepala, kepala didorong masuk ke rongga panggul. Versi luar
hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang ringan tanpa mengadakan paksaan.
Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila air ketuban terlalu sedikit, karena usaha
tersebut tidak akan berhasil.6
akibat lepasnya plasenta.6 Pada penderita hipertensi, usaha versi luar dapat
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut,
penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan narkosis
untuk versi luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan narkosis ringan
versi laur jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap dalam keadaan sadar.
Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit ada bahaya kemungkinan
digunakan tenaga berlebihan dan dapat mengakibatkan lepasnya plasenta.
Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak melakukan versi luar dengan
menggunakan narkosis.1,6
8
Gambar 3. Versi Sefalik Luar1
9
Interpretasi Bishop Like score: Keberhasilan 0% jika nilai <2 dan 100 % jika nilai
>9.
Zhang dkk meninjau 25 laporan terpilih mengenai versi sefalik eksternal
yang diterbitkan antara tahun 1980 dan 1991. Beberapa point yang dihasilkan
patut dipertimbangkan yaitu:9
2. Jika versi sefalik berhasil, hampir semua janin tetap pada presentasi kepala
dan sebakliknya.
10
ALARM (Advanced in Labour and Risk Management) International
memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak sungsang
adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran
berat janin 25003600 gram serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan
diperbolehkan pada janin letak sungsang.
b. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya
mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk
pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena
itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan.
Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat mulut.
c. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh
kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan
yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih
11
rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk
menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur tentorium
serebelli).
Teknik Persalinan
Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali lagi
persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran janin
harus selalu disediakan cunam Piper.
Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal paha.
Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan 2-5 unit
oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini adalah untuk merangsang
kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
12
Gambar 4. Teknik hiperlordosis punggung bayi pada perasat Bracht 15
- Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Seorang asisten segera
menghisap lendir dan bersamaan dengan itu penolong memotong tali pusat.
o Keuntungan
Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga
mengurangi trauma pada janin.
o Kerugian
13
2. Prosedur Manual aid1,6,12
Indikasi
• Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi
kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan
1) Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan
tenaga ibu sendiri.
2) Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.
Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan adalah secara:
a. Klasik ( Deventer )
b. Mueller
c. Louvset
3) Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan cara:
a. Mauriceau
b. Najouks
c. Wigan Martin-Winckel
d. Prague terbalik
e. Cunam Piper
Teknik
Tahap pertama: persalinan secara bracht sampai pusat lahir.
14
1) Melahirkan bahu-lengan cara klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan
belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum),
kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah simpisis. Kedua kaki
janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan
dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan
dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti
kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
15
bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang dengan femuro-pelvik yaitu
kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk
pada Krista iliaka dan jari-jari lain mencengkram bagian depan. Kemudian
badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak
di bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan
bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas
sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir
sehingga mengurangi infeksi.
16
Gambar 7. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Lovset
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara
klasik.
17
Gambar 8. Melahirkan kepala dengan cara Mauriceau
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong
tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang
mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan dengan
itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini tidak
dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
18
Gambar 9. Melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik
19
fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang dikuar
mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki
dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai
batas lutut. Kedua tangan memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah
sampai pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke
bawah trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang
sama dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir.
Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik
pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir.
Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan
yang sama seperti pada manual aid.
20
4. Persalinan Sungsang Perabdominam
Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan
yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak
sungsang pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal
ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam.
Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila:
c. Didapatkan distosia
d. Umur kehamilan:
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia janin. Keadaan ini
merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah, mukus, cairan amnion dan
mekonium akan diaspirasi, yang dapat menimbulkan sufokasi. Badan janin yang
21
sebagian sudah berada diluar rahim, juga merupakan rangsangan yang kuat untuk
janin bernapas.
- Asfiksia fetalis.
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang
menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya
terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).
Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada panggul sempit atau adanya
diproporsi sefalo-pelvik, serviks yang belum terbuka lengkap, atau kepala janin
yang dilahirkan secara mendadak, sehingga timbul dekompresi.
22
Kematian perinatal pada letak sungsang dibanding dengan letak belakang kepala
Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau bila
sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan kawan-
kawan (1978), insiden pada posisi frank breech sekitar 0,5%, yang sesuai dengan
23
0,4% pada presentasi kepala (Barrett,1991). Sedangkan, insiden prolaps tali pusat
pada presentasi kaki adalah 15%, dan 5% pada letak bokong murni.
Soernes dan Bakke (1986) pada pengamatan awal menyatakan bahwa panjang
tali pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterliban letak kepala
secara signifikan. Lebih lanjut, keterlibatan tali pusat yang melingkar-lingkar pada
fetus lebih umum pada letak sungsang (Spellacy and associates,1996).
Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran dalam perkembangan
janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi pola denyut jantung janin
yang mencemaskan pada persalinan. Sebagai contoh, Flannagan dan kawan-
kawan (1987) menyeleksi 244 wanita dengan letak sungsung yang bervariasi
(72% adalah frank brech) untuk percobaan persalinan, didapatkan 4% kejadian
prolaps tali pusat. Fetal distres bukan karena prolaps tali pusat didiagnosa pada
5% wanita lainnya yang dipilih untuk persalinan pervaginam. Keseluruhan, 10%
dari wanita yang dikenali untuk persalinan pervaginam mengalami persalinan
sesarean karena berisiko dalam persalinan.
2.10 Prognosis
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir
akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya
24
dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head
lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptura uteri,
laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula
menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam.
Anestesi yang memadai untuk menimbulkan relaksasi uterus yang nyata dapat
pula mengakibatkan atonia uteri yang selanjutnya diikuti oleh perdarahan
postpartum dari tempat implantasi plasenta.
Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya dilahirkan
dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila dibandingkan pada
tindakan seksio sesarea. Bagi janin, prognosisnya kurang menguntungkan dan
akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian presentasi pada awal
dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan risiko terjadinya ruptura
tentorium dan perdarahan intraserebral, yang menyertai persalinan sungsang,
angka mortalitas perinatal juga meningkat akibat semakin besarnya kemungkinan
terjadinya trauma lain pada saat dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus
funikuli pada presentasi bokong tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila
dibandingkan pada presentasi verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan
memperburuk prognosis bagi bayi.
Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika dilakukan
pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam pelaksanaan ekstraksi
bokong pada persalinan frank breech yang sulit. Hematom otot
sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan ekstraksi, meskipun
keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa permasalahan yang lebih serius
dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang skapula, humerus atau femur.
Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa terjadi akibat tekanan oleh jari
tangan operator pada pleksus brakialis ketika melakukan traksi, tetapi lebih sering
lagi disebabkan oleh peregangan leher secara berlebihan ketika dilakukan
pembebasan lengan bayi. Kalau bayi ditarik keluar secara paksa lewat panggul
yang sempit, fraktur kompresi berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang
sebenarnya, dengan akibat yang umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang
25
leher bayi sendiri dapat patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang
besar.1,6
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Sebab kematian perinatal yang terpenting
akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu kepala
memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan
lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin yang lebih lama
dari 8 menit umbilikus dilahirkan akan membahayakan kehidupan janin. Selain itu
bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan karena
mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya asfiksia janin juga
terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini sering dijumpai pada presentasi
bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak sempurna, tetapi jarang dijumpai
26
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny. I
Umur : 24 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
ANAMNESA PENYAKIT
Ny. I, 24 tahun, G3P1A1, Jawa, Islam, SMA, IRT, i/d. Tn. e, 25 th, Jawa, Islam,
SMA, Satpam, datang ke IGD RS USU pada tanggal 5 Agustus 2019 pkl. 18.00
wib, datang dengan :
27
RPO :Tidak ada
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu ibu rumah tangga,
ekonomi menengah ke bawah dan tidak ada riwayat gangguan psikososial.
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Lama : 5 hari
Siklus : 28 hari
Volume : ± 3 doek/hari
RIWAYAT MENIKAH
RIWAYAT PERSALINAN
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Status Presens:
Sensorium : Compos mentis Anemis : -
Tekanan darah : 120/80 mmHg Ikterik :-
Nadi : 92 x/menit Sianosis. :-
Pernapasan : 20 x/menit Dyspnoe. :-
28
Temperatur : 36,30C Oedema. :
Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-
Status Generalisata :
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),refleks cahaya (+/+),
isokor, kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial (-/-)
Genitalia : Edeme pada labia (-)
Status Lokalisata:
Abdomen : Membesar asimetris, peristaltik (+) dalam
batas normal
Leopold 1 : Tinggi Fundus Uterus 3 jari dibawah processus xipoideus
(TFU=35 cm)
Leopold 2 :
Leopold 3 :
Leopold 4 :-
His :-
DJJ : (+) 134 kali/menit, regular
Gerak : (+)
Status Ginekologi
29
VT : serviks tertutup
ST : lendir darah (-), cairan ketuban (-)
30
LABORATORIUM
5 Agustus 2019
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hematokrit % 33.60 36 – 47
Hitung jenis
Neutrofil % 70.3 50-70
Limfosit % 21.7 20 – 40
31
Basofil % 0,1 0–1
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Protombin
INR 0.76
APTT
KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu) Mg/dL 91
GINJAL
Ureum Mg/dl 6.00 15-40
Kreatinin Mg/dl 0,46 0,6-1,1
ELEKTROLIT
Natrium Mg/dL 137 136-155
Kalium Mg/dL 3,80 3.5-5.5
Klorida Mg/dL 108 95-103
Imunoserologi
HbsAg Non Reaktif
32
DIAGNOSA KERJA
RENCANA TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
o IVFD RL 20gtt/i
RENCANA TINDAKAN
- Sectio Caesaria
33
- Janin dilahirkan dengan meluksirkan bokong dengan teknik Lovset. Lahir
bayi laki-laki dengan berat badan :3940 gram, panjang badan : 51 cm,
apgar score : 8/9.
- Uterus dibersihkan dari sisa plasenta
- Dilakukan penjahitan uterus dengan Vicryl no. 1
- Kemudian kontrol perdarahan
- Dinding uterus ditutup lapis demi lapis
- Luka operasi ditutup verband
- KU pasien post SC: stabil
Terapi Medikamentosa
RencanaTindakan
34
BAB IV
FOLLOW UP
6 Agustus 2019
S Rencana SC hari ini
O Sensorium : Compos mentis
TD : 130/90 mmHg
HR : 84x/i
RR : 20x/i
Temp : 36,7
Status Obstetrikus :
Abd : membesar asimetris
TFU : 1 jari bpx
Teregang : kanan
Terbawah : bokong
Gerak : (+), aktif
HIS (-), DJJ : 140x/i
7 Agustus 2019
S Nyeri luka operasi
O Sensorium : Compos mentis
TD : 130/70 mmHg
HR : 80x/i
RR : 22x/i
Temp : 36,8
Abdomen : soepel, peristaltik (+)
TFU : 2 jari dibawah pusat
Luka operasi : kering, tertutup verban
A Post SC a/i P.Bokong + NH1
P IVFD RL 20gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2gr/ 12j
Inj. Ketorolac 30mg/ 8j
Inj. Ranitidine 50mg/ 12j
35
R/ Aff kateter
Mobilisasi
36
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
37
4. Panggul sempit
38
dari Leopold I difundus akan
teraba bagian bulat dan keras
yakni kepala, Leopold II teraba
punggung dan bagian kecil
pada sisi samping perut ibu,
Leopold III-IV teraba bokong
di segmen bawah rahim.
Apabila diagnosis letak
sungsang dengan pemeriksaan
luar belum dapat dibuat, karena
misalnya dinding perut tebal,
uterus mudah berkontraksi dan
banyaknya air ketuban maka
diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan
dalam. Dari pemeriksaan dalam
akan teraba bokong atau
dengan kaki disampingnya.
Disini akan teraba os sakrum,
kedua tuberosis iskii dan anus.
Pemeriksaan penunjang juga
dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis seperti
ultrasonografik atau rontgen
TATALAKSANA
Dalam kehamilan
39
melakukan versi luar menjadi presentasi o Inj. Dexamethason 15 IU/ IV
kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan o Sectio Caesaria
pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu.
Pada umumnya versi luar sebelum minggu
ke-34 belum perlu dilakukan, karena
kemungkinan besar janin masih dapat
memutar sendiri, sedangkan setelah
minggu ke-38 versi luar sulit untuk
berhasil karena janin sudah besar dan
jumlah air ketuban relatif berkurang
Dalam Persalinan
1. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai
dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3
yaitu:
40
3. Ektraksi sungsang (total breech
extraction); janin dilahirkan seluruhnya
dengan memakai tenaga penolong.
g. Persalinan pervaginam
diperkirakan sukar dan berbahaya
(disproporsi feto pelvic atau skor
Zachtuchni Andros ≤ 3).
i. Didapatkan distosia
j. Umur kehamilan:
a. Prematur (EFBW=2000
gram)
b. Post date (umur kehamilan
≥ 42 minggu)
41
BAB VI
KESIMPULAN
o IVFD RL 20gtt/i
o Sectio Caesaria
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-
4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH,
Wenstrom KD. Breech Presentation and Delivery in William Obstetrics,
21st edition. New York: Mc Graw Hill Company, 2001;509535.
3. Distosia (Patologi Persalinan) dalam Obstetri Patologi Bagian Obstetri
dan Ginekologi, edisi 1979. Bandung: Elstar Offset: 169185.
4. DiLeo GM. Fetal Anatomi. http://www.ahealthyme.com/fa/ahealth.csd,
last update december 10, 1999. accesssed june 20, 2011.
5. Fischer R. Breech Presentation. http://www.emedicine.com/bp/emed.css,
last update May 5, 2005. Accessed june 20, 2011.
6. Saputra RG dkk. Presentasi Bokong. Tinjauan Pustaka. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto. 2009.
7. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu
Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002; 607622.
8. Alan H, Cherney D, Nathan L, Goodwin TM. Current Obstetric and
Gynecologic Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill Medical USA,
2006; 45.
9. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of Delivery
and Outcome of 699 Term Singleton Breeech Deliveries at a Single
Center. Am J Obstet Gynecol 2002; 187:16941698.
10. Zhang J, Bowes WA, Fortney JA. Efficacy of External Cephalic Version,
Including Safety, Cost Benefits Analysis, and The Impact on The
Cesarean Delivery Rate. Obstet Gynecol 1993; 82:306.
11. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
12. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
43
13. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka,
Jakarta 2002.
14. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC,
Jakarta 1998.
15. Nugroho K. Persalinan Sungsang. Tersedia pada
http//:www.geocities.com/Yosemite/rapids/ck obpt9.html. Accessed june
20, 2011.
16. Ballas S, et al. Deflexion of The Fetal Head in Breech Presentation.
Incidence, Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology.
Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
17. Jenis A. Pregnancy, Breech Delivery. Diakses dari
http://www.emedicine.com/. Juli, 2011.
18. Westgren, et al. Hyperextension of The Fetal Head in Breech
Presentation. A Study with Long-Term Follow-up. Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Juli, 2011.
19. Caterini, et al. Fetal Risk in Hyperextension of The Fetal Head in Breech
Presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
20. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th
edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.
44