Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) ialah salah satu penyakit degeneratif, merupakan

penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa mendatang.

Diabetes merupakan ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad

21 (Suyono, 2009). Selain itu, Diabetes Melitus adalah suatu kelompok

penyakit metabolik yang tergolong penyakit kronik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena keterlambatan sekresi insulin, kerja insulin,

atau keduanya (Purnamasari, 2009).

World Health Organization (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun

2000 jumlah penyandang diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta

orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025,

jumlahnya itu akan terus berkembang menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).

Di dalam sistem kesehatan di Indonesia berlaku perubahan epidemiologi

dimana terdapat penurunan penyakit menular dan peningkatan dalam penyakit

tidak menular seperti DM. Sebanyak 2,1% kasus DM tipe 2 dijumpai pada

tahun 2013 manakala pada tahun 2007 hanya sebanyak 1,1%. Dari 31 provinsi

ditemui sebanyak 93,9% kasus DM tipe 2 yang cukup berarti dimana

1
2

prevalensi DM tipe 2 lebih sering terjadi pada umur lebih dari 15 tahun

dengan populasi paling tinggi di provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 3,7%

kemudian diikuti dengan provinsi Sulawesi Utara sebanyak 3,6% provinsi

Lampung sendiri sebanyak 0,8%. Menurut Rikesdas, provinsi Sulawesi

Selatan mempunyai kenaikan prevalensi terbesar yaitu 0,8% pada tahun 2007

dan meningkat 3,4% pada tahun 2013 (Rikesdas, 2013).

Ada beberapa tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1/diabetes juvenile

yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak yang

disebabkan kurangnya sekresi insulin dan diabetes tipe 2 yaitu diabetes yang

didapat setelah dewasa yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan

target terhadap efek metabolik insulin, atau yang seringkali disebut dengan

resistensi insulin (Guyton & Hall, 2007).

DM tipe 2 semakin meningkat di setiap Negara dimana 77% penyandang

tipe 2 tinggal di Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jumlah

terbanyak diantara umur 40-59 tahun (WHO, 2014). Namun menurut

Rikesdas,2013 Penyandang DM tipe 2 di indonesia bukan hanya berusia senja

(usia 50 tahun ke atas), namun banyak pula yang masih berusia produktif.

Penyakit DM merupakan penyakit yang sering juga di jumpai pada

masyarakat terutama dikalangan perkotaan (Suyono, 2009).

Pada penyandang DM yang sudah lama yaitu lebih dari 5 tahun dan tidak

terkontrolnya gula darah akan terjadi gangguan pada sel-sel saraf dan

pembuluh darah kecil (mikrovaskular) serta pembuluh darah besar


3

(makrovaskular) kerusakan pada masing-masing pembuluh darah tersebut

menimbulkan dampak yang berbeda-beda. Komplikasi makrovaskular terdiri

dari penyakit jantung, stroke dan insufisiensi aliran darah ke tungkai.

Komplikasi mikrovaskular terdiri dari kerusakan pada mata (retinopati) yang

menyebabkan kebutaan, kerusakan pada ginjal (nefropati) (WHO, 2015).

Diabetes Melitus disebutkan juga dapat menyebabkan terjadinya disfungsi

ereksi (Suryono, 2010). Jika penyakit ini berlanjut hingga bersifat kronis

maka dapat menimbulkan komplikasi seperti gangguan psikologi dan

disfungsi seksual khususnya pada pria (Dodie, 2013).

Prevalensi Disfungsi Ereksi menurut hasil survey Massaschusets Male

Aging Study (MMAS), yang dilakukan pada pria usia 40-70 tahun

mendapatkan 52% responden menyandang Disfungsi Ereksi derajat tertentu,

yaitu Disfungsi Ereksi total diderita sebesar 9,6%, sedang 25,2% dan minimal

sebesar 17,2% (HA Feldman, 1994). Gangguan seksual tidak hanya

berdampak pada laki-laki, tetapi juga dapat berdampak terhadap pasangannya

sehingga dapat menyebabkan gangguan psikis yang berat. Pada tahun 2005,

jumlah laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi di eropa diperkirakan

mencapai 43 juta orang (Dean, 2005). Di indonesia sendiri tidak terdapat

survey yang cukup besar, namun dari gambaran penderita Disfungsi Ereksi

yang datang ke Klinik impotensi diperkirakan hasilnya tidak jauh berbeda (A.

Taher, 1999).
4

Disfungsi Ereksi (DE) sendiri di definisikan sebagai ketidakmampuan

yang menetap seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang

cukup guna melakukan aktifitas seksual yang memuaskan (Purnomo, 2014).

Adapun faktor-faktor yang juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada pria

dapat dibagi dua yaitu faktor psikis dan organ. Dilatar belakangi oleh faktor

kejenuhan, kekecewaan, hilangnya daya tarik terhadap pasangan, dan trauma

seksual. Untuk faktor organ seperti kelainan pembuluh darah, kelainan

persyarafan yang terkait dengan penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi,

dan penyempitan pembuluh darah. Faktor usia juga dapat mempengaruhi

resiko terjadinya disfungsi ereksi (Dodie, 2013).

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang “Distribusi frekuensi pada pasien pria

DM tipe II berdasarkan usia, lama menyandang DM, dan kejadian disfungi

ereksi di poliklinik penyakit dalam RSPBA tahun 2018”.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan lama menyandang Diabetes Melitus dengan

kejadian Disfungsi Ereksi pada pasien pria Diabetes Melitus tipe 2.


5

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi subjek penelitian berdasarkan usia, dan

lamanya menyandang Diabetes Melitus.


2. Untuk mengetahui tingkat Disfungsi Ereksi pada pasien pria Diabetes

Melitus tipe 2 di Klinik Penyakit Dalam RS. Pertamina Bintang Amin

Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai