Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial

oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar

oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik ), dan meningkatkan tekanan oksigen

(Hiperbarik), tujuan dari terapi oksigen ini adalah untuk meningkatkan

konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk memfasilitasi

metabolisme aerob, dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO 2 > 90 %.

Indikasi pemberian terapi oksigen ini adalah pasien hipoksia, oksigenasi kurang

sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal,

oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang

membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi, dan pada pasien dengan

tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Tekhnik pemberian terapi

oksigen ini bisa dengan sistem aliran rendah seperti, kateter nasal, kanul nasal /

kanul binasal / nasal prong, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan

kantong rebreathing, dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Bisa

juga dengan tekhnik aliran tinggi seperti, sungkup muka dengan venturi / Masker

Venturi (High flow low concentration), Bag and Mask / resuscitator manual, dan

Collar trakeostomi. Pemberian terapi oksigen dapat mengakibatkan kebakaran,

iritasi saluran pernapasan, keracunan oksigen, kejang bahkan sampai koma.

Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris

tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak

1
2

awal tahun 1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien

hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif

kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula

hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik

tanpa retensi CO2.

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam

proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel

tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh dengan cara menghirup udara ruangan

dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh

interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.

Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam

proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam

kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi sebagai

dokter dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi

masalah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rongga thoraks

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam

rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa

pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks

(bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf

dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar

paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh

fisura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.

3
4

2.2 Kontrol Pernapasan

Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke dalam

paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan

udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi dan mekanisme ini

dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Komponen yang

berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur, disebut pompa

pernafasan. Pompa ini mempunyai dua komponen volume-elastis: paru itu sendiri

dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding terdiri dari rangka dan dan jaringan

rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot

pernafasan yang merupakan bagian dinding toraks merupakan sumber kekuatan

untuk menghembus pompa.

Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang iga dan

sternum) merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan volume

paru dan rangka toraks selama inspirasi; ekspirasi merupakan suatu proses pasif

pada pernafasan tenang.

Otot-otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari neuron

dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pusat pernafasan merupakan

bagian sistem saraf yang mengatur semua aspek pernafasan. Faktor utama pada

pengaturan pernafasan adalah respon dari pusat kemoreseptor dalam pusat

pernafasan terhadap tekanan parsial (tegangan) karbon diokasida (PaCO2) dan pH

darah arteri. Peningkatan PaCO2 atau penururnan pH merangsang pernafasan.


5

Penurunan tekanan parsial O2 dalam darah arteri PaO2 dapat juga

merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotis

pada bifurkasio arteria komunis dan dalam badan aorta pada arkus aorta, peka

terhadap penurunan PaO2 dan pH, dan peningkatan PaCO2. Akan tetapi PaO2

harus turun dari nilai normal kira-kira sebesar 90-100 mmHg hingga mencapai

sekitar 60 mmHg sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup berarti.

Mekanisme lain mengontrol jumlah udara yang masuk ke dalam paru.

Pada waktu paru mengembang, reseptor-reseptor ini mengirim sinyal pada pusat

pernafasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Sinyal dari reseptor

regang tersebut akan berhenti pada akhir ekspirasi ketika paru dalam keadaan

mengempis dan pusat pernafasan bebas untuk memulai inspirasi lagi. Mekanisme

ini yang dikenal dengan nama refleksHering-Breuer, refleks ini tidak aktif pada

orang dewasa, kecuali bila volume tidal melebihi 1 liter seperti pada waktu

berolah raga. Refleks ini menjadi lebih penting pada bayi baru lahir. Pergerakan

sendi dan otot (misalnya, sewaktu berolah raga) juga merangsang peningkatan

ventilasi. Pola dan irama pengaturan pernafasan dijalankan melalui interaksi

pusat-pusat pernafasan yang terletak dalam pons dan medulla oblongata.

Keluaran motorik akhir disalurkan melalui medulla spinalis dan saraf

frenikus yang mempersarafi diafragma, yaitu otot utama ventilasi. Saraf utama

lain yang ikut ambil bagian adalah saraf asesorius dan interkostalis torasika yang

mempersarafi otot bantu pernafasan dan otot interkostalis.


6

2.3 Definisi Terapi Oksigen

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih

tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut

konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)

Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah

suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang

dapat dilakukan dengan cara:

a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )

b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)

2.4 Manfaat Terapi Oksigen

Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan

meminimalkan asidosis respiratorik. Ada beberapa keuntungan dari terapi

oksigen. Terapi oksigen pada pasien PPOK dengan konsentrasi oksigen yang tepat

dapat mengurangi sesak nafas saat aktivitas, dapat meningkatkan kemampuan

beraktifitas dan dapat memperbaiki kualitas hidup.

Manfaat lain dari terapi oksigen adalah memperbaiki hemodinamik paru,

kapasitas latihan, kor pulmonal, menurunkan cardiac output, meningkatkan fungsi

jantung, memperbaiki fungsi neuropsikiatrik, mengurangi hipertensi pulmonal,

dan memperbaiki metabolisme otot.

2.5 Indikasi Terapi Oksigen

Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-

benar membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan terapi oksigen jangka pendek


7

(Short-term oxygen therapy) atau terapi oksigen jangka panjang (Long term

oxygen therapy).

Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas. Oksigen yang diberikan

harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar mendapat

manfaat terapi dan menghindari toksisitas.

2.6 Terapi Oksigen Jangka Pendek

Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada

pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut, diantaranya pneumonia, PPOK

dengan eksaserbasi akut, asma bronkial, gangguan kardiovaskular, emboli paru.

Pada keadaan tersebut, oksigen harus segera diberikan secara adekuat. Pemberian

oksigen yang tidak adekuat akan menimbulkan cacat tetap dan kematian. Pada

kondisi ini, oksigen harus diberikan dengan FiO2 60-100% dalam waktu pendek

sampai kondisi membaik dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen

diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi

efek samping. Bila diperlukan, oksigen harus diberi secara terus-menerus.

Untuk pedoman indikasi terapi oksigen jangka pendek terdapat

rekomendasi dari The American College of Chest Physicians dan The National

Heart, Lung, and Blood Institute(tabel 1).


Tabel 1. Indikasi Akut Terapi Oksigen

Indikasi yang sudah direkomendasi :


 Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
 Cardiac arrest dan respiratory arrest
 Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
 Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18
mmol/L)
8

 Respiratory distress (frekuensi pernafasan > 24/min)


Indikasi yang masih dipertanyakan :
 Infark miokard tanpa komplikasi
 Sesak nafas tanpa hipoksemia
 Krisis sel sabit
 Angina

2.7 Terapi Oksigen Jangka Panjang

Banyak pasien hipoksemia membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.

Pasien dengan PPOK merupakan kelompok yang paling banyak menggunakan

terapi oksigen jangka panjang. Studi awal pada terapi oksigen jangka panjang

pada pasien PPOK memperlihatkan bahwa pemberian oksigen secara kontinu

selama 4-8 minggu menurunkan hematokrit, memperbaiki toleransi latihan, dan

menurunkan tekanan vaskular pulmonar.

Pada pasien dengan PPOK dan kor pulmonal, terapi oksigen jangka

panjang dapat meningkatkan jangka hidup sekitar 6 sampai 7 tahun. Angka

kematian menurun pada pasien dengan hipoksemia kronis apabila oksigen

diberikan lebih dari 12 jam sehari dan manfaat survival lebih besar telah

ditunjukkan dengan pemberian oksigen berkesinambungan.

Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa terapi oksigen jangka

panjang dapat memperbaiki harapan hidup. Karena adanya perbaikan dengan

terapi oksigen jangka panjang, maka direkomendasikan untuk pasien hipoksemia

(PaO2 < 55 mmHg atau saturasi oksigen < 88%) oksigen diberikan secara terus-

menerus 24 jam dalam sehari. Pasien dengan PaO2 56-59 mmHg atau saturasi
9

oksigen 88%, kor pulmonal atau polisitemia juga memerlukan terapi oksigen

jangka panjang.

Pada keadaan ini, awal pemberian oksigen harus dengan konsentrasi

rendah (FiO224-28%) dan dapat ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil

pemeriksaan analisis gas darah, dengan tujuan mengoreksi hipoksemia dan

menghindari penurunan pH dibawah 7,26. Oksigen dosis tinggi yang diberikan

kepada pasien PPOK yang sudah mengalami gagal nafas tipe II (peningkatan

karbondioksida oleh karena kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif

cukup) akan dapat mengurangi efek hipoksik untuk pemicu gerakan bernafas dan

meningkatkan mismatch ventilasi-perfusi. Hal ini akan menyebabkan retensi

CO2 dan akan menimbulkan asidosis respiratorik yang berakibat fatal.

Pasien yang menerima terapi jangka panjang harus dievaluasi ulang dalam

2 bulan untuk menilai apakah hipoksemia menetap atau ada perbaikan mendapat

terapi oksien mengalami perbaikan setelah 1 bulan dan tidak perlu lagi

meneruskan suplemen oksigen.

2.8 Kontraindikasi

Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada :

 Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama

dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak

mempunyai hipoksia kronik.

 Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang

buruk dan dapat meningkatkan resiko kebakaran.

 Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.


10

2.9 Teknik Pemberian Oksigen

Cara pemberian oksigen dibagi dua jenis, yaitu sistem arus rendah dan

sistem arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan

kerugian.

Alat oksigen arus rendah diantaranya kanul nasal, topeng

oksigen, reservoir mask,kateter transtrakheal, dan simple mask. Alat oksigen arus

tinggi diantaranya venturi mask, dan reservoir nebulizer blenders.

 Alat pemberian oksigen dengan arus rendah.

 Kateter nasal dan kanul nasal merupakan alat dengan sistem arus

rendah yang digunakan secara luas. Kanul nasal terdiri dari

sepasang tube dengan panjang ± 2 cm, dipasangkan pada lubang

hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung ke oxygen

flow meter. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat

masker, terutama bagi pasien yang membutuhkan suplemen

oksigen rendah. Kanul nasal arus rendah mengalirkan oksigen ke

nasofaring dengan aliran 1-6 L/m, dengan FiO 2 antara 24-40%.

Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO 2 secara

bermakna diatas 44% dan akan menyebabkan mukosa membran

menjadi kering. Kanul nasal merupakan pilihan bagi pasien yang

mendapatkan terapi oksigen jangka panjang.


11

Gambar 1. Kanul nasal


 Simple oxygen mask dapat menyediakan 40-60% FiO2, dengan

aliran 5-10 L/m. aliran dapat dipertahankan 5 L/m atau lebih

dengan tujuan mencegah CO2 yang telah dikeluarkan dan tertahan

di masker terhirup kembali. Penggunaan alat ini dalam jangka

panjang dapat menyebabkan iritasi kulit dan pressure sores.

Gambar 2. Simple oxygen mask


12

 Partial rebreathing mask merupakan simple mask yang disertai

dengan kantung reservoir. Aliran oksigen harus selalu tersuplai

untuk mempertahankan kantung reservoir minimal sepertiga

sampai setengah penuh pada inspirasi. Sistem ini mengalirkan

oksigen 6-10L/m dan dapat menyediakan 40-70% oksigen.

Sedangkan non-rebreathing mask hampir sama dengan parsial

rebreathing mask kecuali alat ini memiliki serangkai katup ‘one-

way’. Satu katup diletakkan diantara kantung dan masker untuk

mencegah udara ekspirasi kembali kedalam kantung. Untuk itu

perlu aliran minimal 10L/m. Sistem ini mengalirkan FiO 2sebesar

60-80%.

Gambar 3. Partial rebreathing mask


13

Gambar 4. Non-rebreathing mask


 Transtracheal oxygen. Mengalirkan oksigen secara langsung

melalui kateter ke dalam trakea. Oksigen transtrakea dapat

meningkatkan kesetiaan pasien menggunakan oksigen secara

kontinyu selama 24 jam, dan sering berhasil bagi pasien

hipoksemia yang refrakter. Dari hasil studi, dengan oksigen

transtrakea ini dapat menghemat penggunaan oksigen 30-60%.

Keuntungan dari pemberian oksigen transtrakea yaitu tidak menyolok

mata, tidak ada bunyi gaduh, dan tidak ada iritasi muka/hidung. Rata-

rata oksigen yang diterima mencapai 80-96%. Kerugian dari

penggunaan oksigen transtrakea adalah biaya tinggi dan resiko infeksi

lokal. Komplikasi yang biasa terjadi pada pemberian oksigen transtrakea

ini adalah emfisema subkutan, bronkospasme, dan batuk paroksismal.

Komplikasi lain diantaranya infeksi stoma, dan mucus ball yang dapat

mengakibatkan fatal.
14

Gambar 5. Transtrakheal oksigen

 Alat pemberian oksigen dengan arus tinggi

Alat oksigen arus tinggi diantaranya venture mask dan reservoir nebulizer

blenders. Alat venturi mask menggunakan prinsip jet mixing (efek

Bernoulli). Jet mixing mask,mask dengan arus tinggi, bermanfaat untuk

mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah (24-35%). Pada pasien

dengan PPOK dan gagal nafas tipe II, bernafas dengan mask ini mengurangi

resiko retensi CO2, dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih

nyaman dipakai, dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan

dengan arus tinggi tersebut.

Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40L/menit oksigen

melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi.


15

Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi adalah

pasien dengan hipoksia yang memerlukan pengendalian FiO2, dan pasien

hipoksia dengan ventilasi abnormal.

Gambar 6. Venturi mask

2.10 Komplikasi Pemberian Oksigen

 Penderita PPOK dengan retensi CO2 sering bergantung pada “hypoxic

drive” untuk mempertahankan ventilasinya. Konsentrasi O2 yang tinggi

dapat mengurangi “drive” ini. Oksigen sebaiknya hanya diberikan dengan

persentase rendah dan pasien diobservasi secara ketat untuk menilai

adanya retensi CO2.

 Kerusakan retina (retrorental fibroplasia) menyebabkan kebutaan pada

neonatus, terjadi karena pemberian terapi oksigen yang tidak tepat. Semua

terapi oksigen pada bayi baru lahir harus dimonitor secara berkelanjutan.

 Pneumonitis dan pembentukan membran hyaline didalam alveoli yang

dapat menyebabkan penurunan pergantian gas dan atelektasis


BAB III

KESIMPULAN

Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan

manusia, sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal

akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan, oksigen

juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Pembarian oksigen dapat

memperbaiki keadaan umum, mempermudah perbaikan penyakit dan

memperbaiki kualitas hidup. Oksigen dapat diberikan jangka pendek dan jangka

panjang.

Untuk pemberian oksigen kita harus mengerti indikasi pemberian oksigen,

teknik yang akan dipakai, dosis oksigen yang akan diberikan, dan lamanya

oksigen yang akan diberikan serta waktu pemberian. Pemberian oksigen perlu

selalu dievaluasi sehingga dapat mengoptimalkan pemberian oksigen dan

mencegah terjadinya retensi CO2.

17
DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2008, “Oksigen”, diakses dari www.healthcare.wordpress.com pada


tanggal 17 Januari 2019.
Anonymous, “Stress and Health Solution”, diakses dari www.MedDzik.org pada
tanggal 17 Januari 2019.
Astowo, Pudjo, 2005, “Terapi oksigen”, Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. Jakarta: FK UI.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia,
vol. 8. EGC. Jakarta.
Ganong, F. William, 2003, “ Fisiologi Kedokteran”, Edisi 20, Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2005, “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, edisi
9, Jakarta: EGC. Latief, A. Said, 2002, “Petunjuk Praktis
Anestesiologi”, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif, Jakarta: FK UI.
Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo,
R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu
Kesehatan Anak FKUI - RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.
Singh, CP., Brar, Gurmeet K., et al, 2001, “Emergency Medicine: Oxygen
Therapy”, Journal, Indian Academy of Clinical Medicine _ Vol. 2, No.
3, diakses dariwww.medind.com/nic/injact pada tanggal 17 Januari 2019.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3

2.1 Rongga thoraks.........................................................................................................3

2.2 Kontrol Pernapasan............................................................................................4

2.3 Definisi Terapi Oksigen......................................................................................6

2.4 Manfaat Terapi Oksigen.....................................................................................6

2.5 Indikasi Terapi Oksigen......................................................................................6

2.6 Terapi Oksigen Jangka Pendek...........................................................................7

2.7 Terapi Oksigen Jangka Panjang..........................................................................8

2.8 Kontraindikasi....................................................................................................9

2.9 Teknik Pemberian Oksigen...............................................................................10

2.10 Komplikasi Pemberian Oksigen.......................................................................15

BAB III KESIMPULAN..................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................18

Anda mungkin juga menyukai