Pendamping : Pembimbing:
1
2
BERITA ACARA PRESENTASI PORTFOLIO
Pada hari ini tanggal ……,…………, 2018, telah dipresentasikan portofolio oleh:
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping Pembimbing
3
PORTOFOLIO MEDIS
4
Nama Peserta dr. Pasca Riandy
Nama Wahana RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun
Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral Hematoma
Topik
Tanggal
7 Maret 2018
(kasus)
Nama Pasien Ny.A No. RM 160240
Tgl Presentasi Pendamping dr. Juliana
Tempat RSUD Sultan Imanuddin
Pembimbing Dr. Lissalmi, Sp.S
Presentasi Pangkalan Bun
OBYEKTIF PRESENTASI
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Wanita berusia 55 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri kepala disertai keluhan pusing berputar
setelah kepalanya terbentur saat terjatuh dari motor ± 10 jam sebelum ke IGD dan terdapat keluhan
mual serta muntah sebanyak ± 5 kali setelah mengalami benturan pada kepalanya saat terjatuh.
o Tujuan :
menegakkan diagnosa, melakukan tatalaksana yang tepat
Bahan o Tinjauan
o Riset Kasus o Audit
Bahasan: Pustaka
Cara Presentasi
Diskusi o Email o Pos
Membahas: Kasus
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
1. Diagnosis : Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral Hematoma
2. Gambaran klinis
Keluhan Utama
Nyeri kepala terus menerus sejak ± 10 jam pasca kepala terbentur aspal akibat terjatuh dari sepeda
motor.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD mengeluh nyeri kepala hebat terus menerus sejak ± 10 jam sebelum
masuk rumah sakit. Diketahui sebelumnya pasien terjatuh dari sepeda motor dan sisi kepala bagian
kanannya mengenai aspal saat terjatuh akibat menabrak lubang. Pasien diketahui tidak mengenakan
helm saat mengalami kejadian tersebut. Selain itu, pasien juga mengeluh kepalanya terasa pusing
berputar hilang timbul sejak ia mengalami kejadian tersebut. Pasien juga mengeluh mual disertai
dengan muntah sebanyak 5 kali berisi makanan. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran saat
kejadian maupun setelah kejadian.
Pasien sesaat setelah mengalami kejadian langsung dilarikan ke Puskesmai Kumai untuk
mendapatkan pertolongan pertama. Menurut keterangan keluarga pasien, pasien saat itu
mengeluhkan keluhan nyeri kepala yang ia rasakan semakin memberat dan semakin parah. Pasien
juga tampak kesakitan serta gelisah. Di Puskesmas Kumai, pasien sempat dilakukan tindakan
hecting pada sisi kepala bagian kanan karena mengalami luka robek berukuran kecil disertai luka
lecet serta diberikan obat anti hipertensi “amlodipine tab 10 mg” sebanyak 1 kali dikarenakan
tekanan darah pasien mencapai 180/110 mmhg sebelum akhirnya pasien dirujuk ke IGD 5 RSUD
Sultan Imanuddin.
Riwayat penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak, kejang serta keluar darah dan cairan
dari telinga dan hidung disangkal oleh pasien.
Rangkuman Hasil Pembelajaran
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kelurahan Candi RT 10
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
No. RM : 160420
Tanggal MRS : 7 Maret 2018
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dari pasien serta
Alloanamnesis dari anak pasien.
Keluhan Utama
Nyeri kepala terus menerus sejak ± 10 jam pasca kepala terbentur aspal
akibat terjatuh dari sepeda motor
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD mengeluh nyeri kepala hebat terus menerus sejak ± 10
jam sebelum masuk rumah sakit. Diketahui sebelumnya pasien terjatuh dari
sepeda motor dan sisi kepala bagian kanannya mengenai aspal saat terjatuh
akibat menabrak lubang. Pasien diketahui tidak mengenakan helm saat
mengalami kejadian tersebut. Selain itu, pasien juga mengeluh kepalanya terasa
pusing berputar hilang timbul sejak ia mengalami kejadian tersebut. Pasien juga
mengeluh mual disertai dengan muntah sebanyak 5 kali berisi makanan. Pasien
tidak mengalami penurunan kesadaran saat kejadian maupun setelah kejadian.
Pasien sesaat setelah mengalami kejadian langsung dilarikan ke Puskesmai
Kumai untuk mendapatkan pertolongan pertama. Menurut keterangan keluarga
6
pasien, pasien saat itu mengeluhkan keluhan nyeri kepala yang ia rasakan
semakin memberat dan semakin parah. Pasien juga tampak kesakitan serta
gelisah. Di Puskesmas Kumai, pasien sempat dilakukan tindakan hecting pada
sisi kepala bagian kanan karena mengalami luka robek berukuran kecil disertai
luka lecet sebelum akhirnya dirujuk ke IGD RSUD Sultan Imanuddin.
Riwayat penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak, kejang serta keluar
darah dan cairan dari telinga dan hidung disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+); Riwayat DM (-); Alergi obat dan makanan (-) ;
riwayat asma (-); Riwayat trauma (-); riwayat operasi (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien telah dilakukan hecting pada sisi kepala kanan yang terluka di
Puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke IGD serta diberikan infus Ringer lactat
sebanyak 1 kolf dengan jumlah tetesan sejumlah 20 tetes per menit, Metimazole
injeksi sejumlah 1 gram sebanyak 1 kali intravena, Ranitidine injeksi sejumlah
50 mg sebanyak 1 kali intravena, Ondansetron injeksi sejumlah 4 mg sebanyak 1
kali intravena, Amoxycillin tab sebanyak 1 tablet PO, Ibuprofen tab sebanyak 1
tablet PO, dan amlodipine 10 mg tab sebanyak 1 tablet PO.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki keluhan serupa dengan pasien
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesadaran : compos mentis - E4V5M6
Kesan gizi : kesan gizi cukup
Tanda-tanda vital Tekanan darah : 160/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler,
RR : 20 x/menit, SpO2 99%
Temp. axilla : 37 °C
Antropometri Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 153 cm
Kepala Bentuk : Normocephal, vulnus laceratum (+) , Vulnus escoriatum (+),
hematom (+) pada regio temporal dextra dengan ukuran diameter ± 6 cm.
Rambut : Hitam, tipis
7
Wajah : Simetris, dismorfik (-)
Mata : anemis (-), ikterik (-), edema (-), pupil bulat isokor
(3mm/3mm), reflex cahaya (+/+), hematom periorbita (-)
Telinga : bentuk dan ukuran normal, sekret (-)
Hidung : sekret (-), mimisan (-)
Mulut : mukosa kering (-), gigi normal, lidah normal
Leher Inspeksi : simetris, edema (-), massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), trakea di tengah,
Faring : hiperemi (-)
Inspeksi : Bentuk dada kesan normal dan simetris, Gerakan dinding
Thorax
dada kiri-kanan simetris, retraksi (-), deformitas (-), jaringan parut (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Denyut jantung 100 x/menit, S1S2 tunggal reguler,murmur
(-), gallop (-)
Paru-paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Sonor Sonor
Sonor Sonor
8
Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat hangat hangat hangat
Anemis – – – –
Ikterik – – – –
Edema – – – –
Sianosis – – – –
Petekie - - - -
Capillary Refill Time < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik
4. Pemeriksaan Neurologi
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kanan Kiri
Laseque : >70˚ >70˚
Kernig : >135˚ >135˚
N.II :
• Acies visus : normal
• Campus visus : normal
• Tes buta warna : normal
• Funduskopi : tidak dilakukan
9
N.III ; N.IV ; N.VI
Kedudukan bola mata : ortoforia - ortoforia
N.V
• Cabang motorik
o Membuka mulut : Baik
o Menggerakkan rahang : Baik
o Jaw refleks : Baik
• Cabang sensorik oftalmikus : Baik/ Baik
• Cabang sensorik maksilaris : Baik/ Baik
10
• Cabang sensorik mandibularis : Baik/ Baik
N.VII
• Motorik orbitofrontal : Kesan parese (-)
• Motorik orbikularis okuli : Kesan parese (-)
• Motorik orbikularis oris : Kesan parese (-)
• Chovstek : Negatif
• Pengecapan lidah : normal
N.VIII
• Vestibular
Vertigo : positif
Nistagmus : -/-
• Cochlear
Test Rinne : tidak dilakukan
Webber : tidak dilakukan
Schwabach : tidak dilakukan
N.IX ; N.X
Motorik : Baik/baik
Sensorik : Baik/baik
N.XI
• Mengangkat bahu : Baik/baik
• Menoleh : Baik/baik
N.XII
• Pergerakan lidah : Lidah di tengah
11
• Atrofi :-
• Fasikulasi :-
• Tremor :-
d. Gerakan involunter
Tremor : -/-
Chorea : -/-
Atetose : -/-
Miokloni : -/-
Tics : -/-
Fungsi otonom
Miksi : Inkontinensia (-)
Defekasi : Inkontinensia (-)
Sekresi keringat : Baik
e. Refleks fisiologis
• Kornea : tidak dilakukan
• Biseps : N/N
• Triseps : N/N
• Kremaster : tidak dilakukan
• Patella : N/N
• Tumit : N/N
• Fissura ani : tidak dilakukan
f. Refleks patologis
12
• Hofman Trommer : -/-
• Babinski : -/-
• Oppenheim : -/-
• Gordon : -/-
• Schaefer : -/-
• Chaddock : -/-
5. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaaan Laboratorium (09-04-2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11,5 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 36,3 33 – 45%
Leukosit 9,5 5,0 – 10,0 rb/ul
Trombosit 266 150 – 440 rb/ul
Eritrosit 4,4 3,80 – 5,20 jt/ul
Glukosa Darah
GDP 99 < 200 g/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 37 17-43 mg/dl
Creatinin 0,3 0,7 – 1,1
Fungsi Hati
SGOT 17 <37
SGPT 19 <41
Asam Urat
Asam urat 5,9 2,4-5,7
Profil Lipid
Kolesterol total 167 <200
Trigliserida 99 <150
HDL 32 35-74
LDL 115 <150
13
- Sulkus kortikalis dan fissura Sylvii kanan tampak menyempit
- Sistem ventrikel kanan dan III tampak menyempit
- Ventrikel IV normal
- Differensiasi white-grey matter baik
- Tampak midline shifting ke kiri = 9 mm
- Pons dan cerebellum baik
- Pada bone window dan bone recons tak tampak diskontinuitas pada os
cranium
Kesan:
- Intraserebral hematom (ICH) pada lobus temporal kanan
- Peningkatan tekanan intra kranial
- Tak tampak fraktur pada os cranium
14
(gambar 2. Gambaran foto ct scan kepala tanpa kontras pasien)
6. Daftar Permasalahan
1. Nyeri kepala hebat terus menerus sejak ± 10 jam pasca kepala terbentur
aspal akibat terjatuh dari motor
2. kepala terasa pusing berputar hilang timbul
3. mual disertai dengan muntah sebanyak 5 kali
7. Diagnosis Banding
Cedera Kepala Berat dengan Subdural Hematoma
Cedera Kepala Berat dengan Epidural Hematoma
8. Diagnosis Akhir
Cedera Kepala Berat dengan Intrakranial Hematoma
Vertigo
Hipertensi stage II
15
9. Terapi
Non farmakologis
Head up kepala 30 °.
Bed rest
Farmakologis
12. Follow up
16
Tanggal Tempa Perkembangan Pasien Terapi
t
8-3-2018 Ruang S: Head up kepala 30 °.
(09.00) Akasia Pusing (+), mual (-), muntah (-), Infus Ringer Laktat
Nyeri kepala (+), 500 cc + Metimazole
O: drip 2 ampul dengan
KU : tampak sakit sedang kecepatan tetesan 20
TD : 150/80 N : 84x/m, tetes per menit
regular,kuat (makro) intravena
RR : 24x/m T-axilla : 36,6oC Ondansetron injeksi
Pupil bulat isokor diameter 2 mm 4 mg setiap 8 jam per
kiri & kanan. hari intravena
Piracetam injeksi 3
Tanda-tanda peningkatan tekanan gr setiap 8 jam per
intrakranial: hari intravena
Penurunan kesadaran (-), gelisah Asam traneksamat
(+), Papil oedem (tidak dilakukan injeksi 500 mg setiap
pemeriksaan funduskopi), Pupil 8 jam per hari
anisokor (-), Trias cushing (-) intravena
Manitol injeksi 125
Kekuatan otot : 5555 | 5555 mg setiap 6 jam per
5555 | 5555 hari intravena
Reflek fisiologis: +|+ Flunarizine tablet 1
+|+ kali per hari (malam
Reflek patologis: -|- hari) per oral
-|- Candesartan 16 mg
Meningeal sign: - tablet 1 kali per hari
(siang hari) per oral
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap 8
jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per hari
setiap 12 jam per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
17
Nyeri kepala (+) 500 cc + Metimazole
O: drip 2 ampul dengan
KU : tampak sakit sedang kecepatan tetesan 20
TD : 160/90 N : 82x/m, regular, tetes per menit
kuat (makro) intravena
RR : 24x/m Tax : 36,8oC Ondansetron injeksi
Pupil bulat isokor diameter 2 mm 4 mg setiap 8 jam per
kiri & kanan. hari intravena
Tanda-tanda peningkatan tekanan Piracetam injeksi 3
intrakranial: gr setiap 8 jam per
Penurunan kesadaran (-), gelisah hari intravena
(+), Papil oedem (tidak dilakukan Asam traneksamat
pemeriksaan funduskopi), Pupil injeksi 500 mg setiap
anisokor (-), Trias cushing (-) 8 jam per hari
intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555 Manitol injeksi 125
5555 | 5555 mg setiap 6 jam per
Reflek fisiologis: +|+ hari intravena
+|+ Flunarizine tablet 1
Reflek patologis: -|- kali per hari (malam
-|- hari) per oral
Meningeal sign: - Candesartan 16 mg
tablet 1 kali per hari
(siang hari) per oral
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap 8
jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per hari
setiap 12 jam per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
18
kuat kecepatan
RR : 22x/m Tax : 36,8oC tetesan 20 tetes
Pupil bulat isokor diameter 2 mm per menit
kiri & kanan. (makro)
Tanda-tanda peningkatan tekanan intravena
intrakranial: Ondansetron
Penurunan kesadaran (-), gelisah injeksi 4 mg
(+), Papil oedem (tidak dilakukan setiap 8 jam per
pemeriksaan funduskopi), Pupil hari intravena
anisokor (-), Trias cushing (-) Piracetam
injeksi 3 gr
Kekuatan otot : 5555 | 5555 setiap 8 jam per
5555 | 5555 hari intravena
Reflek fisiologis: +|+ Asam
+|+ traneksamat
Reflek patologis: -|- injeksi 500 mg
-|- setiap 8 jam per
Meningeal sign: - hari intravena
Manitol injeksi
125 mg setiap 8
jam per hari
intravena
Flunarizine
tablet 1 kali per
hari (malam
hari) per oral
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Betahistin tablet
3 kali per hari
setiap 8 jam per
oral
Citicoline 500
mg tablet 2 kali
per hari setiap
12 jam per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
19
11-3- Ruang S: Head up kepala
2018 akasia Pusing berkurang, mual (-), muntah 30 °.
(-), Nyeri kepala berkurang Infus Ringer
O: Laktat 500 cc +
KU : tampak sakit sedang Metimazole drip
TD : 160/100 N : 80x/m, regular, kuat
2 ampul dengan
RR : 22x/m Tax : 36,5oC
Pupil bulat isokor diameter 2 mm kiri kecepatan
& kanan. tetesan 20 tetes
Tanda-tanda peningkatan tekanan per menit
intrakranial: (makro)
Penurunan kesadaran (-), gelisah (+) intravena
berkurang , Papil oedem (tidak Ondansetron
dilakukan pemeriksaan funduskopi), injeksi 4 mg
Pupil anisokor (-), Trias cushing (-) setiap 8 jam per
hari intravena
Kekuatan otot : 5555 | 5555 Piracetam
5555 | 5555
injeksi 3 gr
Reflek fisiologis: +|+
+|+ setiap 8 jam per
Reflek patologis: -|- hari intravena
-|- Asam
Meningeal sign: - traneksamat
injeksi 500 mg
setiap 8 jam per
hari intravena
Manitol injeksi
125 mg setiap 8
jam per hari
intravena
Flunarizine
tablet 1 kali per
hari (malam
hari) per oral
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Betahistin tablet
3 kali per hari
setiap 8 jam per
oral
Citicoline 500
20
mg tablet 2 kali
per hari setiap
12 jam per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
21
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Diltiazem 200
mg tablet 1 kali
per hari (malam
hari) per oral.
Betahistin tablet
3 kali per hari
setiap 8 jam per
oral
Citicoline 500
mg tablet 2 kali
per hari setiap
12 jam per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
22
Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
23
Meningeal sign: - jam per hari
intravena
Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
Planning monitoring :
Obeservasi tanda-tanda
vital dan kesadaran
Observasi tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial.
24
Reflek patologis: -|- Manitol injeksi
-|- 125 mg setiap 24
Meningeal sign: - jam per hari
intravena
Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
25
Flunarizine tablet
1 kali per hari
(malam hari) per
oral
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
26
Candesartan 16
mg tablet 1 kali
per hari (siang
hari) per oral
Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
27
Diltiazem 200 mg
tablet 1 kali per
hari (malam hari)
per oral.
Betahistin tablet 3
kali per hari setiap
8 jam per oral
Citicoline 500 mg
tablet 2 kali per
hari setiap 12 jam
per oral
Mobilisasi
bertahap
28
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA
Definisi
Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras
membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka
terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang
menembus tengkorak.2
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis
untuk hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak.
Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang
sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena
tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau
menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan
cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam
lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui
lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini
bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung
29
dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan
kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan
(obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka terhadap terjadinya
perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).1,2
Anatomi
a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu:
Skin atau kulit
Connective tissue atau jaringan penyambung
Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar.
Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan
subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga
bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan
banyak kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita
dewasa yang cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu
Lama untuk mengeluarkannya (American college of surgeon, 1997)
30
Gambar 1 lapisan kulit kepala
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa
anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.4,5
31
c. Meninges
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu
:
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu
ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid,
dimana sering dijumpai perdarahan subdural.1
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.1,2
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium
(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang
paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak
pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural
dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera
kepala.2
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater.1,2
32
Gambar 3.lapisan meningens
d. Otak
e. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
rachnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
dapat menyumbat granulasio rachnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS
dan menyebabkan kenaikan tekanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.6
34
Gambar 6. Tentorium
g. Vaskularisasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.2,3
a. Tekanan intracranial
b. Hukum Monroe-Kellie
Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat dasar
dari tulang tengkorak yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama
dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak
(V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).4
35
c. Tekanan Perfusi otak
Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer
ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf
otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak
dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi.
Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria
meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau
menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan
telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat
menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).2
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga
menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung
menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan.
Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan
countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya
perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan
menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum,
gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan
ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di
batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada
batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.3,7
36
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di
dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang
ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis
menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah
frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak
yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot
mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini
menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari
akibat dari edema otak.3,4,5
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya
negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada
cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga
terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah
beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena
penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai
perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma
kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan
salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan,
mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan
gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan
terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul
kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.3,4
37
Gambar 7. Patofisiologi cedera kepala.
38
Klasifikasi Cedera Kepala
Berdasarkan Berdasarkan
mekanisme beratnya
Cedera kepala Cedera kepala cedera kepala cedera kepala cedera kepala
tertutup terbuka ringan sedang berat
Berdasarkan
morfologi
Fraktur Lesi
Kulit
tengkorak Intrakranial
Perdarahan
subarakhnoid
Perdarahan
intraserebral
39
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.
a. Mekanisme cedera kepala
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil atau motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedang cedera kepala
tembuus disebabkan oleh peluru atau tusukan. 2,4
b. Beratnya cedera
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai
berikut :
1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.
2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13
3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.
c. Morfologi cedera
40
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesi
intrakranial.2,3,4
1. Fraktur cranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat berbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fracture dasar tengkorak
biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone window
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih
rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign),
ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan
paresis nervus fasialis.6
Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater.
Keadaan ini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak
merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup berat sehingga
mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak
bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada
populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear
mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang
sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear
mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang
sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura
tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit untuk
pengamatan.3,4,6
2. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua
bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma
epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien
pada kelompok cedera otak difusa, secara umum, menunjukkan CT scan normal
namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan
klinis.2,4
1. Hematoma Epidural
41
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan duramater dengan ciri berbentuk bikonvek
atau menyerupai lensa cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau
temporoparietal dan sering akibat robeknya pembuluh meningeal media.
Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari
perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, hematoma epidural
akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa
posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari
keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat
menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis
biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak berlangsungg
lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural berkaitan langsung
dengan status neurologis penderita sebelum pembedahan. Gejala yang sangat
menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi
seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.
Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien
seperti ini harus di observasi dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan
gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang
muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.1,2,4,5
42
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai
hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil
akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif
menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula
kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai
akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan
tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya,
mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi
kabur.3,5
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak
selalu homogen, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada
tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral ( tanda space
occupying lesion ). Batas dengan corteks licin, densitas duramater biasanya
jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena
sehingga tampak lebih jelas.4,7
2. Hematoma subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantra duramater dan
aracnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging vein
43
antara kortek cerebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak.2,3,6
Selain itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat
lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya
60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan operasi yang sangat segera dan
pengelolaan medis agresif. Subdural hematom terbagi menjadi akut, subakut, dan kronis:
a.Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam
setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik
progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak.
Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
44
yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan
subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh
membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik
cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma.
Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut
dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran
dan tekanan hematoma.1,3,5
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi
pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini,
cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil
pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada
dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.3,5
45
Gambar 8. Perdarahan intraserebral
4. Cedera difus
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi pada cedera
kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera dimana kesadaran tetap tidak
terganggu namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai
derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan.
Bentuk yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi
tanpa amnesia. Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera
komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia
retrograde dan amnesia antegrad.3,4
Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau
hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan
lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera. Dalam beberapa penderita
dapat timbul defisit neurologis untuk beberapa waktu. Defisit neurologis itu misalnya
kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-
gajala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.3
Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan dimana
penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak
diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya penderita dalam
keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu. Penderita sering
menuunjukan gejala dekortikasi atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam
keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukan gejala
disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga
46
akibat cedera aksonal difus dan cedeera otak kerena hipoksia secara klinis tidak
mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.3,4,6
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schuller )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.2,3
Terdiri atas :
Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction,
pasang NGT
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
48
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical.
Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan
tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang
dilakukan adalah tracheostomi.
2. Breathing
Perhatikan gerak napas pasien, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang
oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera pasang
infus. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk monitoring balans cairan.
6. CT scan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien –
pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi
Kriteria rawat 2,3:
49
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah
dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila
timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
a. Contusio cerebri
Pingsan > 10 menit
Kegelisahan motorik
Sakit kepala, muntah
Kejang
Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
50
Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut :
3,4
- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)
- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang
51
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu
sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh
beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer
kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil
alih fungsi bahasa.2,3,5
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan
tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan
pulih kembali.2,4,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
2. Tim Neuro Universitas Airlangga. Neurotauma Guideline
Management in Traumatic Brain Injury. Edisi kedua. Surabaya ; 2014.
52
3. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In :
Pendit BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
4. American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life
Suport. United States of America: First Impression
5. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-
medicine.com. Accessed on : 2 April 2018
6. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available
at: http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 2 April 2018
7. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 2 April 2018
53