Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN KISTA OVARI DI RUANG NIFAS
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Muhammad Fachrillah Iskandar Arifin, S.Kep
NIM 132311101015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JULI 2018
POST PARTUM/NIFAS

A. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS


Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung
selama  6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002) adalah masa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6
minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983).

B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan
bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
 Uterus
 Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
1. Segera setelah Pertengahan simpisis Terjadi
lahir dan umbilikus
2. 1 jam setelah Umbilikus Lembut
lahir
3. 12 jam setelah 1 cm di atas pusat
lahir
4. setelah 2 hari Turun 1 cm/hari Berkurang

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.


- Lochea
 Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
 Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
 Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak
menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan
ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin
tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur
internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.

- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak
hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal
dengan ovulasi.
- Perineum
 Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
 Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena
peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui,
engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila
dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi
dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai
tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I
post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada
awal post partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa
kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena
trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis
rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
Pathways
Post partum fisiologis

Psikologis Episiotomi
( insisi )

Proses parenting Reva rubing


Terputusnya
mekanis inkontinyuitas
Fase taking in jaringan

Tak terpenuhi
Fase taking hold Luka jahitan
perinium
Kelemahan fisik
Fase fetinggo

Gangguan Nyeri akut Resti infeksi


pemenuhan ADL Penambahan anggota
baru

Perubahan pola
peran
ASUHAN KEPERAWATAN
POST PARTUM FISIOLOGIS

A. PENGKAJIAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Monitor Keadaan Umum Ibu
- Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
- 24 jam I : tiap 4 jam
- Setelah 24 jam : tiap 8 jam
2. Monitor Tanda-tanda Vital
3. Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
4. Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
5. Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
6. Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
7. Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
8. Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
9. Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan
approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
10. Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
11. Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.

B. Perubahan Psikologis
1. Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu,
konflik peran.
2. Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
3. Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.
b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari
III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang
mempengaruhi emosi ibu.
4. Faktor-faktor Risiko
a. Duerdistensi uterus
b. Persalinan yang lama
c. Episiotomi/laserasi
d. Ruptur membran prematur
e. Kala II persalinan
f. Plasenta tertahan
g. Breast feeding

B. PEMERIKSAAN KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas jaringan b.d. episiotomi, laserasi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d. episiotomi.
3. Resiko tinggi infeksi b.d. gangguan integritas kulit.
4. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisik, kebutuhan minum anak.
5. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan
kebutuhan untuk menyusui.
6. Resiko tinggi konstipasi b.d. ketidaknyamanan perineal dan peristaltik yang lemah.
7. Resiko tinggi gangguan eliminasi urine: retensi urine b.d. edema pemeal, trauma
perineal.
8. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d. kehilangan darah,
penurunan intake oral.
9. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi/ibu, kondisi bayi/ibu.
10. Resiko tinggi perubahan ikatan/peran b.d. konflik tentang bayinya.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. episiotomi, laserasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri berkurang.
KH :
- Klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4.
- Klien tampak rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal:
Suhu 36-37 C, N 60-100 x/menit, R 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg.
Intervensi
- Tentukan adanya lokasi dan sifat serta skala nyeri.
- Inspeksi perbaikan perineum, dan episiotomi.
- Perhatikan adanya tanda REEDA.
- Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi (teknik napas panjang dan dalam,
mengalihkan perhatian).
- Monitor tanda-tanda vital.

2. Gangguan Integritas Jaringan b.d. Episiotomi, Laserasi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, integritas jaringan
meningkat.
Kriteria Hasil :
- Luka episiotomi menunjukkan tanda penyembuhan sesuai proses (tahap-tahap
penyembuhan luka)
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi / tanda REEDA (-)
- Nyeri dapat ditoleransi.
Intervensi
- Monitor episiotomi akan kemerahan, edema, memar, hematoma, keutuhan
(sambungan dan pendarahan).
- Berikan kompres es, untuk menurunkan edema.
- Berikan penghangat (rendam pantat) 3-4 x/hari, setelah 24 jam untuk
meningkatkan vaskularisasi.
- Lakukan perawatan episiotomi setiap hari.
- Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan dan terutama daerah genetalia.
3. Resiko tinggi infeksi b.d gangguan integritas kulit
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
- Luka bebas dari infeksi
- Tidak timbul tanda-tanda infeksi
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji riwayat prenatal dan intranatal
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus
- Catat jumlah, warna, bau, dan konsistensi lochea
- Inspeksi sisi perbaikan episiotomi
- Monitor input dan output cairan
- Monitor tanda-tanda vital

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah lengkap
Hb, Ht, Leukosit, trombosit.
Urine lengkap
KISTA OVARIUM

A. DEFINISI
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh di mana
saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007). Kista adalah suatu bentukan yang
kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair (Soemadi,
2006). Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam
selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium ( Agusfarly, 2008). Kista
ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk
seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari
pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2005)

B. JENIS - JENIS KISTA OVARIUM


Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan
progresterone diantaranya adalah :
a. Kista non fungsional. Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang
berkurang di dalam korteks.
b. Kista fungsional
c. Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang
tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi
pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
d. Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone setelah
ovulasi.
e. Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola
hidatidosa.
f. Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan
hiperstimuli ovarium.

2. Kista neoplasma
a. Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan
epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
b. Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu
teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang lain
c. Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal
ovarium)
d. Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan
endometroid
e. Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis

C. ETIOLOGI
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang
nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium,tipe folikuler
merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena
pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang
normal terdapat dalam ovarium. Padakeadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini
akan terbuka saat siklus menstruasiuntuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus,
folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi
kista.Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibatdari perlukaan
yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi
oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi.Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.

D. PATHWAY DAN PATOFISIOLOGI


Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm
akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada
saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-
lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas,
induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol
dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari
semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa
dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain
dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel
dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang
berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari
pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5
mm, seperti terlihat dalam sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama
dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.

Pathway
E. TANDA DAN GEJALA
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri
yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan
menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja
karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul,
kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh
Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila
anda mempunyai kista ovarium :

1. Perut terasa penuh, berat, kembung

2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)

3. Haid tidak teratur

4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung
bawah dan paha.

5. Nyeri sanggama

6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.
Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:

1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba

2. Nyeri bersamaan dengan demam

3. Rasa ingin muntah

Kista Ovarium

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim
dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian
panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan ovarium di layar monitor. Gambaran
ini dapat dicetak dan dianalisis oleh dokter untuk memastikan keberadaan kista,
membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat.
Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan
kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau
mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan kiste ovarii yang besar biasanya adalah pengangkatan melalui tindakan
bedah. Jika ukuran lebar kiste kurang dari 5 cm dan tampak terisi oleh cairan atau fisiologis
pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas
ovarium dan menghilangkan kiste.
Perawatan paska operatif setelah pembedahan serupa dengan perawatan
pembedahan abdomen. Penurukan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kiste yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat,
komplikasi ini dapat dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.

H. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah sama dengan yang
lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu
granulasi jaringan.
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1. Fase I
Pada fase ini Leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak terbentuk fibrin yang
menumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi lewat luka
dan membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan
jahitan dengan baik.
2. Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai
kolagen serabut protein putih semua lapisan sel epitel bergenerasi dalam satu minggu,
jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan
menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini,
tergantung pada tempat dan liasanya bedah.
3. Fase III
Kolagen terus bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus darah
menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada
minggu ke dua hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak menggunakan
otot yang terkena.
4. Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, pasien akan mengeluh, gatal disekitar
luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini menciut dan menjadi tegang. Bila
luka dekat persendian akan terjadi kontraktur karena penciutan luka dan akan terjadi
ceruk yang berlapis putih.

I. KOMPLIKASI
Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker
ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun
dianjurkan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi
dini terhadap kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang
berfungsi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur
menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada siklus
menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan terjadinya
kanker ovarium.

J. PENGAKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data
penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah abdomen,
menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen bawah, ada
pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa mual dan
muntah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
d. Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya kista ovarium.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi untuk
tumbuh/tidaknya suatu kista ovarium.
5. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai
amenorhea.
6. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis.
a. Kepala
1. Hygiene rambut
2. Keadaan rambut
b. Mata
1. Sklera : ikterik/tidak
2. Konjungtiva : anemis/tidak
3. Mata : simetris/tidak
c. Leher
1. pembengkakan kelenjer tyroid
2. Tekanan vena jugolaris.
d. Dada
Pernapasan
1. Jenis pernapasan
2. Bunyi napas
3. Penarikan sela iga
e. Abdomen
1. Nyeri tekan pada abdomen.
2. Teraba massa pada abdomen.
f. Ekstremitas
1. Nyeri panggul saat beraktivitas.
2. Tidak ada kelemahan.
g. Eliminasi, urinasi
1. Adanya konstipasi
2. Susah BAK
7. Data Sosial Ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan berbagai tingkat umur,
baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8. Data Spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan kepercayaannya.
9. Data Psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai
penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut sementara pada klien dengan
kista ovarium yang ovariumnya diangkat maka hal ini akan mempengaruhi mental klien
yang ingin hamil/punya keturunan.
10. Pola kebiasaan Sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur
karena merasa nyeri
11. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium
a. Pemeriksaan Hb
b. Ultrasonografi. Untuk mengetahui letak batas kista.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Preoperasi
a. Nyeri kronis b/d ageninjuri biologi
b. Cemas b/d diagnosis dan rencana pembedahan
c. PK perdarahan
2. Post operasi
a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
b. Resiko infeksi b/d tindakan invasif dan pembedahan
c. Deficit perawatan diri b.d imobilitas (nyeri paska pembedahan)
L. RENCANA KEPERAWATAN
Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KOLABORASI
1. Nyeri akut b.d agen injuri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pain Management
biologi selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien
berkurang 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
NOC : lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 Pain Level, presipitasi
 Pain control, 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Comfort level 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Kriteria Hasil : pengalaman nyeri pasien
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nyeri, mampu menggunakan tehnik 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
mencari bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan menggunakan manajemen nyeri dukungan
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
frekuensi dan tanda nyeri) suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
 Tanda vital dalam rentang normal farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
2. Kecemasan bd diagnosis Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
dan pembedahan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
terkontrol 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
NOC : 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Anxiety control 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
 Coping prosedur
Kriteria Hasil : 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
 Klien mampu mengidentifikasi dan takut
mengungkapkan gejala cemas 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan prognosis
menunjukkan tehnik untuk mengontol 6. Dorong keluarga untuk menemani anak
cemas 7. Lakukan back / neck rub
 Vital sign dalam batas normal 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh 9. Identifikasi tingkat kecemasan
dan tingkat aktivitas menunjukkan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
berkurangnya kecemasan 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
13. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
3. PK: Perdarahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda perdarahan gastrointestinal
selama 3x24 jam diharapakan pasien 2. Awasi petheciae, ekimosis, perdarahan dari suatu tempat
menunjukkan perdarahan dapat 3. Monitor vital sign
diminimalkan 4. Catat perubahan mental
5. Hindari aspirin
6. Awasi HB dan factor pembekuan
7. Berikan vitamin tambahan dan pelunan feses

Post Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KOLABORASI
1. Nyeri akut b.d agen injuri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pain Management
fisik selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien
berkurang 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
NOC : lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 Pain Level, presipitasi
 Pain control, 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Comfort level 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
Kriteria Hasil : pengalaman nyeri pasien
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nyeri, mampu menggunakan tehnik 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
mencari bantuan) ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan menggunakan manajemen nyeri dukungan
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
frekuensi dan tanda nyeri) suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
 Tanda vital dalam rentang normal farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Infection Control (Kontrol infeksi)
penurunan pertahanan selama 3x 24 jam diharapakan infeksi 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
primer terkontrol 2. Pertahankan teknik isolasi
NOC : 3. Batasi pengunjung bila perlu
 Immune Status 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
 Knowledge : Infection control berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
 Risk control 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Kriteria Hasil : 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Mendeskripsikan proses penularan 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
penyakit, factor yang mempengaruhi 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
penularan serta penatalaksanaannya, dengan petunjuk umum
 Menunjukkan kemampuan untuk 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
mencegah timbulnya infeksi kencing
 Jumlah leukosit dalam batas normal 11. Tingktkan intake nutrisi
 Menunjukkan perilaku hidup sehat 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18.  Laporkan kultur positif
3. Deficit personal hyegene Setelah dilakukan asuhan keperawatan Personal hyegene managemen
b.d imobilitas (nyeri selama 3x24 jam diharapakan pasien 1. Kaji keterbatasan pasien dalam perawatan diri
pembedahan) menunjukkan kebersihan diri 2. Berikan kenyamanan pada pasien dengan membersihkan tubuh
NOC : pasien (oral,tubuh,genital)
 Kowlwdge : disease process 3. Ajarkan kepada pasien pentingnya menjaga kebersihan diri
 Kowledge : health Behavior 4. Ajarkan kepada keluarga pasien dalam menjaga kebersihan
Kriteria Hasil : pasien
 Pasien bebas dari bau
 Pasien tampak menunjukkan kebersihan
 Pasien nyaman
25

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. Marilyn, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, 2001, EGC,
Jakarta.

FKUI, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,


Cetakan 1, 2002, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

FKUI, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, 1999, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

FKUI, Obstetri Fisiologi, 1993, E. Leman: Bandung.

Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, EGC, Jakarta.

A.Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :


EGC.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.
Mansjoer, Arief dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta:EGC.
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC). United
States of America:Mosby.
Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America:Mosby.
William Helm, C. Ovarian Cysts. 2005. American College of Obstetricians and
Gynecologists ( cited 2005 September 16 ). Available at http://emedicine.com
Winknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai