Anda di halaman 1dari 9

STROKE ISKEMIK

Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersring ke


tiga di negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan
kecacatan.Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta
penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi
pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah
50100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun
sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun
hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat
kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik
terhadap faktor resiko penyakit stroke.
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan
prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitia yang
minim pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke
pada daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit
stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan
dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa
penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan
yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan
pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan
pencegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka kematian
dan kecacatan.
Berdasarkan gejala klinis, Infark serebri dapat dibagi menjadi 3, yaitu
Infark aterotrombotik (aterotromboli), Infark kardioemboli, dan Infark lakuner.
Menurut Warlow, dari penelitia pada populasi masyarakat, Infark aterotrombotik
merupakan penyebab stroke yang paling sering terjadi, yaitu ditemukan pada 50%
penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark aterotrombotik terjadi
akibat adanya proses aterotrombotik pada arteri ekstra dan intrakranial.

POLA TERJADINYA ATEROMA

A. Distribusi Pembentukan Ateroma


Ateroma sering ditemukan pada arang tua, akan tetapi proses pembentukannya
telah terjadi sejak masa kanak-kanak hingga dewasa muda. Proses tersebut terus
berlangsung tanpa menimbulkan gejala selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya
terjadi pada arteri yang berukuranbesar (arkus aorta) dan arteri yang berlekuk-
lekuk (sifon karotis), dan arteri yang konfluen (a.basilaris). Sedangkan pada
tempat yang jarang terjadi pembentukan ateroma yaitu pada ujung distal arteri
karotis interna hingga karotikus dan pada arteri serebri anterior. Sehingga
lepasnya ateroma tersebut lebih sering menyebabkan penyumbatan pada arteri
serebri media.
Adanya distribusi khusus terjadinya ateroma diatas sebenarnya disebabkan
karena adanya haeomodynamics shear stress dantrauma endotel pembuluh darah
pada daerah tersebut, yaitu pada tempat dimana terdapat perbedaan aliran darah,
stagnasi darah dan turbulensi.

1
Proses pembentukan ateroma dapat terjadi hanya pada satu sisi pembuluh darah
saja, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan geometri anatomi pembuluh
darah secara individual. Biasanya disertai oleh adanya proses aterosklerotik yang
ditemukan di tempat lain, yaitu dengan adanya angina atau Infark miokardium,
atau claudicasio. Proses pembentukan ateroma tersebut yang terjadi di berbagai
arteri, diotak, aorta, atau pembuluh darah lain mempunyai proses ygsama. Adanya
faktor genetika juga berpengaruh pada proses tersebut, yang diperberat dengan
faktor lain seperti hipertensi. Hal ini menjelaskan mengapa pada ras kulit hitam
dan kulit berwarna lebih sering terbentuk ateroma pada arterioklerotik intrakranial
dibandingkan pada arteri ekstrakranial

B. Proses Pembentukan Ateroma


Pembentukan ateroma sebenarnya telah dimulai dengan pembentukan Fatty
streak sejak masa kanak-kanak. Proses tersebut dimulai dengan adanya kerusakan
jaringan. Pada hipotesa Response to Injury Hypothesis, penyebab kerusakan pada
endotel, baik perubahan struktural ataupun perubahan fungsional, akibat adanya
faktor-faktor seperti hiperkholesterolemia kronis, adanya perubahan fungsional
shear stress aliran darah pada endotel pembuluh darah,ataupun adanya disfungsi
akibat toksin atau zat-zat lain. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan
perubahan permiabilitas endotel, perubahan selsel endotel atau perubahan
hubungan antara sel endotel dan jaringan ikat dibawahnya, sehingga daya aliran
darah didalamnya dapat menyebabkan pelepasan sel endotel kemudian terjadi
hubungan langsung antara komponen darah dan dinding arteri. Kerusakan endotel
akan menyebabkan pelepasan faktor pertumbuhan yang akan merangsang
masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Lipid akan masuk kedalam
pembuluh darah melalui trasnport aktif danpasif. Monosit pada dinding pembuluh
darah akan berubah menjadi mikrofag akan memfagosit kholesterol LDL, sehingga
akan terbentuk foam sel. Oleh karena itu, gambaran mikroskopis dari fatty streak
akan berupa kumpulan sel-sel yang berisi lemak sehingga tampak seperti busa
yang disebut sebagai foam cells. Beberapa tahun kemudian proses tersebut
berlanjut dengan terjadinya sel-sel otot polos arteri dari tunika adventisia ke tunika
intima akibat adanya pelepasan platelet derived grawth factor (PDGF) oleh
makrofag, sel endotel, dan trombosit. Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang
kontraktif akan berproliferasi danakan berubah menajdi lebih sintesis (fibrosis).
Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdpat pada stadium awal
plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokines yang memperkuat interaksi
antara sel-sel tersebut. Adanya penimbunan kolesterol intra dan eksta seluler
disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak
tersebut, sel-sel lemak dan lainnya akan menjadi nekrosis dan terjadi kalsifikasi.
Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media dinding pembuluh
darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan terjadi penyempitan lumen.
Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami sklerosis
(akibat pecahnya pembuluh darah vasa vasorum) akan menyebabkan kerusakan
endotel pembuluh darah. Hal ini akan terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan
agregasi trombosit, yang mengawali koagulasi darah dan trombosis. Trombosit
akan terangsang dan menempel pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak
aterotrombotik.

C. Trombosis
Pembentukan trombus arteri dipengaruhi oleh 3 bagian yang penting, yaitu
adanya keadan subendotel vaskuler, trombin dan metabolisme asam arakhidonat.

2
Trombolis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan
kolagen dibawahnya. Sherry mengatakan pula bahwa proses trombosis terjadi
akibat adanya interaksi antara trombosit dandinding pembuluh darah, akibat
adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan
karena adanya glikoptotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya
prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi paltelet
agregasi.Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan
dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang
trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-
zat yang terdapat didalam granula-granula didalam trombosit dan zat-zat yang
berasal dari makrofag yang mengandung lemak.

Gambar-1: Distribusi ateroma Gambar-2: Pembentukan ateroma


(Warlow, 1997) (Warlow, 1997)

Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan


jaringan kolagen pembuluh darah. Perlekatan tersebut ditentukan pula oleh adanya
unsur-unsur matriks pembuluh darah dankecapatan aliran darah. Trombosit yang
teraktifasi akan berubah bentuk menjadi bulat dan menggelembung, membentuk
psodopodia, dan menampilkan glikoprotein pada permukaan membran trombosit
sebagai reseptor. Perlekatan trombosit dengan serat kolagen melalui Von
Willebrand factor (VWF).Perlekatan tersebut akan merangsang pelepasan Platelet
Factor 3 (PF3=Clot accelerating factor). Bila terdapat kerusakan pembuluh darah,
akan menyebabkan bertambah banyaknya zat-zat yang biasanya terdapat pada
pembuluh darah yang normal, seperti seratserat kolagen,katekolamin, adrenalin,
noradrenalin, dan juga ADP, dimana akan menyebabkan bertambah eratnya
perlekatan trombosit.
Pada kecepatan aliran darah yang cepat, perlekatan trombosit pada ajringan
kolagen melibatkan reseptor glikoprotein (GP) yaitu GP VI dan GP Ib- VIX pada
Von Willebrand factor (vWF). Sedangkan pada aliran darah yang lambat, akan
melibatkan reseptor GP VI, Integrin α2 β1, dan GP Ib-V-IX pada vWF.
Adanya kerusakan dinding pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan
tromboplastin (Tissue factor III) dan faktor hageman (Contact factor XII) dari
jaringan yang akan menyebabkan pembentukan trombin dari protrombin. Trombin

3
akan memacu agregasi trombosit danmerangsang perubahan fibrinogen menjadi
fibrin, dimana fibrin akan mempererat perlekatan trombosit dan merangsang p-
selektin sel endotel yang menambah permeabilitas sel. Trombin mengikat
trombosit melalui 2 reseptor,yaitu moderate affinity reseptor dan high affinity
receptor (GP IbV-IX dan vWF receptor). Fibrin akan memacu adesi trombosit,hal
ini terjadi karena adanya reseptor GP Iib-IIIa (integrin α IIBβ3) pada fibrin tersebut.
Pengikatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
mengaktivasi trombosit untuk merangsang pelepasan Ca++, juga akan
merangsang pembentukan psodopodia dan penyebaran sel trombosit.
Saat trombosit mengalami adesi dan penyebaran, α-granul dan delta granul yang
berada di dalam trombosit akan berkumpul ditengah sel trombosit. Bila terdapat
aktivasi, alfa dan delta granul tersebut akan berjalan menuju ke membran
trombosit, danakan melepaskan zat-zat didalamnya, seperti ADP, epinephrine,
Ca++, PGDF (platelet growth derived factor), β-TG (β thrombo globulin), PF-4
(platelet 4=antiheparin factor), 5HT (serotonin), vWF (von Willebrand factor), dan
fibrinogen, ATP, adenosine nukleotides, dan juga kalium ke dalam plasma darah.
Zat-zat tersebut akan merangsang terjadinya agregsi trombosit laindisekitarnya.
ADP yang berkaitan dengan reseptor P2Y1 yang terdapat pada trombosit,
menyebabkan pelepasan agregasi trombosit yang irreversibel.
Asam arakhidonik dilepaskan dari fosfolipdi membran sel oleh enzim fosfolipase
A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu, stimuli mekanik, trombin,
norepineprin, bradikinin, trauma fisik dan sebagainya.
Asam arakhidonat dilepaskan dari fosfolipid membran sel oleh enzim fosfolipase
A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu, stimuli mekanik, trombin,
norepineprin, bradikinin, trauma fisik dan sebagainya.
Asam arakhidonat yang dilepaskan akan dimetabolisir melalui 4 jalur, seperti
bagan dibawah ini:
1. oleh enzim cyclo-oksigenase akan dibentuk tromboksan dan prostaglansdin lain
2. oleh enzim lipooksigenase akan dibentuk hydroxy-acid (leukotriene)
3. akan terjadi reacylation sehingga terbentuk fosfolipid
4. akan terjadi hydrophic binding yang akan membentuk albumin
Leukotrien mempunyai peranan penting dala penyakit radang dan alergi.
Sedangkan peranan reacylatin dan hydrophic binding masih belum jelas.
Asam arakhidonik, oleh enzim cyclo-oxygenase, dirubah menjadi Prostaglandin
G2 (PGG2), kemudian menjadi Prostaglandin-H2 (PGH2),yang merupakan
peroksida yang tidak stabil. PGH2 ini akan dirubah menjadi PGF2α (vasokonstriksi),
PGE2 (vasodilatasi), PGD2(antiagregasi), Prostasiklin (PGI2) di endotel pembuluh
darah dan Tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit. Perubahan ini pada keadaan
normal harus dalam keadaan seimbang. Prostasiklin (PGI2) dibentuk akibat adanya
enzim prostasiklin sintetase, dan berfungsi sebagai vasodilatasi dan anti
penggumpalan trombosit. Sedangkan Tromboksan A2 (TXA2) dibentuk akibat
adanya enzim tromboksan sintetase dan berfungsi sebagai vaso konstriksi dan
pengumpulan trombosit.

PATOFISOLOGI INFARK TROMBOEMBOLI

Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial


dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang
menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil,
distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat

4
akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan
mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada
satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan
kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh
dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran,
komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan
kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama
pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana
kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima
perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang
diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan
kegiatanneuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak
berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9
menit, manusia akan meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K
ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K + berpindah ke ruang CES
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan
sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan
struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera
apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran
darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan
glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan ekmudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi
perluasan daerah iskemik.
Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada
keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untukmengurangi
perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca.
Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral.
Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai
akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia
timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis sel cairan berpindah dari ruang
ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti
dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali
keluar ke dalam ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini
terganggu danneuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler
edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat
memperbesar edema sitotoksik.
Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan
plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang
serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalancairan.
Sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada
stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada

5
substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan
pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa
gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan
sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy).
Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space
occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan
hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan
menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia
global dan kematian otak.

PENYEBAB TERJADINYA ATHEROMA

Pembentukan ateroma dimulai dgnadanya kerusakan endotel


pembuluh darah, hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor genetik, juga disebabkan
karena adanya faktor lain seperti adanya
hipertensi,merokok, danhiperkholesterolemia. Gangguan genetik yang
menyebabkan kolesterol serum meningkatdimana terjadi defek genetik pada
reseptor LDL, sehingga LDL yang terdapat di dalam sirkulasi tidak dapat
dihilangkan secara efisien, sehingga terbentuk proses aterosklerosis yang
prematur.
Selain daripada itu masih banyak faktor lain yang memungkinkan
terbentuknya ateroma pada pembuluh darah seseorang. Faktor tersebut dapat
dibagi menjadi:

A. Faktor Definitif • Usia


Usia merupakan faktor utama pembentukan ateroma, sehingga merupakan
faktor utama terjadinya stroke. Pembentukan ateroma terjadi seiring
bertambahnya usia, dimana stroke paling sering terjadi pada usia lebih dari
65 tahun, tetapi jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Dikatakan
bahwa proses pembentukan ateroma tersebut dapat terjadi 2030 tahun
tanpa menimbulkan gejala.
• Jenis kelamin pria
Stroke lebih sering terjadi pada pria. Diperkirakan bahwa insidensi stroke
pada wanita lebih rendah dibandingkan pria, akibat adanya estrogen yang
berfungsi sebagai proteksi pada proses aterosklerosis. Di lain pihak
pemakaian hormon setrogen dosis tinggi menyebabkan peningkatan
kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada pria. Oleh karena itu faktor
ini sebenarnya masih diperdebatkan
• Tekanan darah tinggi
Merupakan faktor yang penting pada pathogenesa terjadinya stroke iskemia
dan perdarahan. Biasanya berhubungan dengan tingginya tekanan
diastolik. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, tetapi pada
percobaan binatang (anjing) didapatkan bahwa adanya tekanan darah yang
tinggi menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein. Di
Framingham, resiko relatif terjadinya stroke pada setiap peningkatan 10

6
mmHg tekanan darah sistolik adalah 1,9 pada pria dan 1,7 pada wanita
dimana faktor-faktor lain telah diatasi.
• Merokok
Merokok merupakan faktor resiko yang independen. Mekanisme terjadinya
ateroma tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan akibat:
o Stimulasi sistim saraf simpatis oleh nikoton dan ikatan O2 dengan
hemoglobin akan digantikan dengan Karbonmonoksida
o Reaksi imunologi direk pada dinding pembuluh darah o Peningkatan
agregasi trombosit
o Peningkatan permeabilitas endotel terhadap lipid akibat zat-zat yang
terdapat di dalam rokok.
• Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sindroma klinis heterogen yang ditandai oleh peninggian
kadar glukosa darah kronis. Salah satu penyulit vaskuler pada penderita ini
adalah penyakit pembuluh darah serbral. Penderita ini mempunyai resiko
terjadinya stroke 1,5-3 kali lebih sering jika dibandingkan dengan populasi
normal. Pada penelitian di Surabaya tahun 1993 ditemukan 4,2% penderita
DM mendapat penyulit gangguan pembuluh darah serbral (stroke).
Hipertensi yang terjadi pada penderita DM, merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke.
Hiperlikemi kronis akan menimbulkan glikolisasi protein-protein dalam
tubuh. Bila hal ini berlangsung hingga berminggu-mingu, akan terjadi AGES
(advanced glycosylate end products) yang toksik untuk semua protein. AGE
protein yang terjadi diantaranya terdapat pada receptor makrofag dan
reseptor endotel. AGE reseptor dimakrofag akan meningkatkan produksi
TNF (tumor necrosis factors), ILI (interleukine-I), IGF-I (Insuline like
growth factors-I_. Produk ini akan memudahkan prolipelisasi sel dan
matriks pembuluh darah. AGE Reseptor yang terjadi di endotel menaikkan
produksi faktor jaringan endotelin-I yang dapat menyebabkan kontriksi
pembuluh darah dan kerusakan pembuluh darah.
• Peningkatan fibrinogen plasma
Fibrinogen berhubungan dengan pembentukan aterogenesis dan
pembentukan trombus arteri. Pada penelitan di Bramingham, angka
kejadian penyakit Kardiovasculer meningkat sesuai dengan peningkatan
kadar vibrinogen plasma.
• Profil lipid darah
Produk kolesterol didalan darah yang terbanyak adalah Low Density
Lipoprotein (LDL), LDL ini meningkat dengan adanya proses aterosklerosis.
Sedangkan High Density Lipoprotein (HDL) merupakan proteksi terhadap
terbentuknya aterosklerosis akibat fasilitas pembuangan (disposal) partikel
kolestrol.
Akhir-akhir ini ditemukan adanya lipoprotein(a) yang menyerupai LDL, dan
melekat pada suatu apoprotein yang disebut apo(a) oelh jembatan
disulfida. Apo (a) merupakan struktur dalam darah yang sama dengan
plasminogen dimana plasminogen merupakan plasma protein yang penting
dalam proses fibrinolisis pada proses pembekuan. Sehingga dengan
banyaknya lipoprotein (a) akan menghambat aktivitas trombolitik oleh
plasminogen. Akan tetapi adanya kelainan tersebut lebih sering
menyababkan penyakit jantung koroner dibandingkan menimbulkan stroke.

7
B. Posibel
Peningkatan aktifitas faktor VII koagulan plasma

Aktifitas fibrinolitik yang rendah

Peningkatan antigen aktifator plasminogen jaringan

Aktifitas fisik yang rendah


Pada pekerja dengan aktifitas fisik yang berat menimbulkan penurunan angka
kejadian penyakit kardiovaskuler. Hal ini disebabkan karena, pada oekerja
berat, akan terjadi penurunan tekanan darah akibat kehilangan berat badan,
dan menyebabkan penurunan denyut nadi, peningkatan kolesterol HDL,
penurunan kolesterol LDL, memperbaiki toleransi glukosa, perubahan
kebiasaan buruk seperti merokok.
Peningkatan hematokrit
Biasanya akibat peningkatan sel darah merah dengan peningkatan fibrinogen
darah yang menyababkan peningkatan viskositas darah. Hal ini menyebabkan
kelainan patologis yang akan menyebabkan penyempitan arteri penetrasi yang
berukuran kecil, dan arteri serebri yang besar mengalami stenosis yang berat.
Obesitas
Obesitas menjadi faktor resiko biasanya berhubungan dengan tingginya
tekanan darah, gula darah, dan lipid serum.

Diet
Pada makanan yang paling menentukan angka kejadian penyakit
kardiovaskuler adalah konsumsi garam yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah. Jika pada penderita kelainan vaskuler akibat konsumsi
minuman yang mengandung kafein, hal ini disebabkan karena adanya efek
hiperlipidemia pada minuman kopi, atau karena pada peminum kopi sering
disertai dengan adanya kebiasaan merokok.

Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terhambatnya proses fibrinolisis, biasanya terjadi
pada penderita dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Ada yang mengatakan
bahwa alkohol masih merupakan faktor resiko yang kontroversial. Walaupun
behitu angka kejadian stroke meningkat pada peminum alkohol sedang hingga
berat dibandingkan dengan seseorang yang bukan peminum alkohol.

Ras
Prevelansi yang berbeda terjadi pada orang dengan kulit putih, hitam dan Asia,
bukan hanya akibat faktor genetik. Hal ini akibat rendahnya kolesterol serum,
tingginya intake alkohol dan konsumsu makanan tradisional Asia yang rendah
lemak dan protein yang berasal dari hewan berhubungan dengan rendahnya
penyakit jantung koroner tetapi menyababkan tingginya kejadian stroke.
Status sosial
Pocock dan kawan-kawan(1980), menyatakan bahwa status sosial
berhubungan dengan peningkatan kematian akibat penyakit stroke. Hal ini
disebabkan karena tingginya kejadian stroke pada penduduk yang tidak
bekerja dan yang berpenghasilan rendah, karena tingginya stress pada

8
penderita tersebut, diet yang rendah, status sosial yang rendah maupun nutrisi
dan kesehatan yang rendah sewaktu dalam kendungan dan masa bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Asbury AK. Disease of the nervous system clinical neurology, vol 2. 2 nd ed.
Philadelphia WBSaunders, 1992:1019-1029
Caplan LR. Stroke a clinical approach. 3rd ed. Wellington : Butterworth, 1993; 3,
517
Demyelinisasi Graba TJ. Atherogenesis and strokes, in barnet HJM, Strokes
pathophysiology, diagnosis and management 2nd ed. New York:
Churchill, 1992:29-41
Hacke W. Cerebral ischemia. Germany: Springer-Verlag, 1991
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 1 st ed. London: Lea & Febriger,
1993:84-84
Ross R. Factors influencing atherogenesis, in Schalnt The Heart arteries and veins
8yh ed. New York: McGraw Hill, 1994:989-1006
Sacco RL. Pathogenesis, classification and epidemiology of cerebrovasular
disease, in Rowland LP, Merrits textbook of neurology. 9 th ed.
Baltimore: William & Wilkin, 1999: 238-242
Sherry S. Fibrinolysis, thrombosis and hemostasis concepts, prespectives and
clinical aplication. London ; Lea & Febiger, 1992: 33-35
Warlow, CP. Stroke a practical guide management. 1st ed. Blackwell Science,
1997: 190-202
Whisman JP. Et al. Classification of cerebrovascular disease III, special report
from the National Institute of neurological Disorders and Stroke,
Stroke 1990: 657-659

Anda mungkin juga menyukai