1
Proses pembentukan ateroma dapat terjadi hanya pada satu sisi pembuluh darah
saja, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan geometri anatomi pembuluh
darah secara individual. Biasanya disertai oleh adanya proses aterosklerotik yang
ditemukan di tempat lain, yaitu dengan adanya angina atau Infark miokardium,
atau claudicasio. Proses pembentukan ateroma tersebut yang terjadi di berbagai
arteri, diotak, aorta, atau pembuluh darah lain mempunyai proses ygsama. Adanya
faktor genetika juga berpengaruh pada proses tersebut, yang diperberat dengan
faktor lain seperti hipertensi. Hal ini menjelaskan mengapa pada ras kulit hitam
dan kulit berwarna lebih sering terbentuk ateroma pada arterioklerotik intrakranial
dibandingkan pada arteri ekstrakranial
C. Trombosis
Pembentukan trombus arteri dipengaruhi oleh 3 bagian yang penting, yaitu
adanya keadan subendotel vaskuler, trombin dan metabolisme asam arakhidonat.
2
Trombolis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak jaringan
kolagen dibawahnya. Sherry mengatakan pula bahwa proses trombosis terjadi
akibat adanya interaksi antara trombosit dandinding pembuluh darah, akibat
adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan
karena adanya glikoptotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya
prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi paltelet
agregasi.Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan
dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang
trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-
zat yang terdapat didalam granula-granula didalam trombosit dan zat-zat yang
berasal dari makrofag yang mengandung lemak.
3
akan memacu agregasi trombosit danmerangsang perubahan fibrinogen menjadi
fibrin, dimana fibrin akan mempererat perlekatan trombosit dan merangsang p-
selektin sel endotel yang menambah permeabilitas sel. Trombin mengikat
trombosit melalui 2 reseptor,yaitu moderate affinity reseptor dan high affinity
receptor (GP IbV-IX dan vWF receptor). Fibrin akan memacu adesi trombosit,hal
ini terjadi karena adanya reseptor GP Iib-IIIa (integrin α IIBβ3) pada fibrin tersebut.
Pengikatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
mengaktivasi trombosit untuk merangsang pelepasan Ca++, juga akan
merangsang pembentukan psodopodia dan penyebaran sel trombosit.
Saat trombosit mengalami adesi dan penyebaran, α-granul dan delta granul yang
berada di dalam trombosit akan berkumpul ditengah sel trombosit. Bila terdapat
aktivasi, alfa dan delta granul tersebut akan berjalan menuju ke membran
trombosit, danakan melepaskan zat-zat didalamnya, seperti ADP, epinephrine,
Ca++, PGDF (platelet growth derived factor), β-TG (β thrombo globulin), PF-4
(platelet 4=antiheparin factor), 5HT (serotonin), vWF (von Willebrand factor), dan
fibrinogen, ATP, adenosine nukleotides, dan juga kalium ke dalam plasma darah.
Zat-zat tersebut akan merangsang terjadinya agregsi trombosit laindisekitarnya.
ADP yang berkaitan dengan reseptor P2Y1 yang terdapat pada trombosit,
menyebabkan pelepasan agregasi trombosit yang irreversibel.
Asam arakhidonik dilepaskan dari fosfolipdi membran sel oleh enzim fosfolipase
A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu, stimuli mekanik, trombin,
norepineprin, bradikinin, trauma fisik dan sebagainya.
Asam arakhidonat dilepaskan dari fosfolipid membran sel oleh enzim fosfolipase
A-2 atau oleh bahan kimia, hormon tertentu, stimuli mekanik, trombin,
norepineprin, bradikinin, trauma fisik dan sebagainya.
Asam arakhidonat yang dilepaskan akan dimetabolisir melalui 4 jalur, seperti
bagan dibawah ini:
1. oleh enzim cyclo-oksigenase akan dibentuk tromboksan dan prostaglansdin lain
2. oleh enzim lipooksigenase akan dibentuk hydroxy-acid (leukotriene)
3. akan terjadi reacylation sehingga terbentuk fosfolipid
4. akan terjadi hydrophic binding yang akan membentuk albumin
Leukotrien mempunyai peranan penting dala penyakit radang dan alergi.
Sedangkan peranan reacylatin dan hydrophic binding masih belum jelas.
Asam arakhidonik, oleh enzim cyclo-oxygenase, dirubah menjadi Prostaglandin
G2 (PGG2), kemudian menjadi Prostaglandin-H2 (PGH2),yang merupakan
peroksida yang tidak stabil. PGH2 ini akan dirubah menjadi PGF2α (vasokonstriksi),
PGE2 (vasodilatasi), PGD2(antiagregasi), Prostasiklin (PGI2) di endotel pembuluh
darah dan Tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit. Perubahan ini pada keadaan
normal harus dalam keadaan seimbang. Prostasiklin (PGI2) dibentuk akibat adanya
enzim prostasiklin sintetase, dan berfungsi sebagai vasodilatasi dan anti
penggumpalan trombosit. Sedangkan Tromboksan A2 (TXA2) dibentuk akibat
adanya enzim tromboksan sintetase dan berfungsi sebagai vaso konstriksi dan
pengumpulan trombosit.
4
akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan
mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada
satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan
kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh
dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran,
komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan
kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama
pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana
kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat.
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima
perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang
diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan
kegiatanneuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak
berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9
menit, manusia akan meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K
ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K + berpindah ke ruang CES
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan
sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan
struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera
apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran
darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan
glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan ekmudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi
perluasan daerah iskemik.
Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada
keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untukmengurangi
perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca.
Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral.
Kejadian ini terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai
akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia
timbul edema serbral sitotoksik. Akibat dari osmosis sel cairan berpindah dari ruang
ekstraseluler bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti
dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali
keluar ke dalam ruang ekstra seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini
terganggu danneuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler
edema. Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat
memperbesar edema sitotoksik.
Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan
plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang
serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalancairan.
Sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada
stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada
5
substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan
pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa
gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan
sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy).
Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space
occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan
hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan
menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia
global dan kematian otak.
6
mmHg tekanan darah sistolik adalah 1,9 pada pria dan 1,7 pada wanita
dimana faktor-faktor lain telah diatasi.
• Merokok
Merokok merupakan faktor resiko yang independen. Mekanisme terjadinya
ateroma tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan akibat:
o Stimulasi sistim saraf simpatis oleh nikoton dan ikatan O2 dengan
hemoglobin akan digantikan dengan Karbonmonoksida
o Reaksi imunologi direk pada dinding pembuluh darah o Peningkatan
agregasi trombosit
o Peningkatan permeabilitas endotel terhadap lipid akibat zat-zat yang
terdapat di dalam rokok.
• Diabetes mellitus
Diabetes mellitus sindroma klinis heterogen yang ditandai oleh peninggian
kadar glukosa darah kronis. Salah satu penyulit vaskuler pada penderita ini
adalah penyakit pembuluh darah serbral. Penderita ini mempunyai resiko
terjadinya stroke 1,5-3 kali lebih sering jika dibandingkan dengan populasi
normal. Pada penelitian di Surabaya tahun 1993 ditemukan 4,2% penderita
DM mendapat penyulit gangguan pembuluh darah serbral (stroke).
Hipertensi yang terjadi pada penderita DM, merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke.
Hiperlikemi kronis akan menimbulkan glikolisasi protein-protein dalam
tubuh. Bila hal ini berlangsung hingga berminggu-mingu, akan terjadi AGES
(advanced glycosylate end products) yang toksik untuk semua protein. AGE
protein yang terjadi diantaranya terdapat pada receptor makrofag dan
reseptor endotel. AGE reseptor dimakrofag akan meningkatkan produksi
TNF (tumor necrosis factors), ILI (interleukine-I), IGF-I (Insuline like
growth factors-I_. Produk ini akan memudahkan prolipelisasi sel dan
matriks pembuluh darah. AGE Reseptor yang terjadi di endotel menaikkan
produksi faktor jaringan endotelin-I yang dapat menyebabkan kontriksi
pembuluh darah dan kerusakan pembuluh darah.
• Peningkatan fibrinogen plasma
Fibrinogen berhubungan dengan pembentukan aterogenesis dan
pembentukan trombus arteri. Pada penelitan di Bramingham, angka
kejadian penyakit Kardiovasculer meningkat sesuai dengan peningkatan
kadar vibrinogen plasma.
• Profil lipid darah
Produk kolesterol didalan darah yang terbanyak adalah Low Density
Lipoprotein (LDL), LDL ini meningkat dengan adanya proses aterosklerosis.
Sedangkan High Density Lipoprotein (HDL) merupakan proteksi terhadap
terbentuknya aterosklerosis akibat fasilitas pembuangan (disposal) partikel
kolestrol.
Akhir-akhir ini ditemukan adanya lipoprotein(a) yang menyerupai LDL, dan
melekat pada suatu apoprotein yang disebut apo(a) oelh jembatan
disulfida. Apo (a) merupakan struktur dalam darah yang sama dengan
plasminogen dimana plasminogen merupakan plasma protein yang penting
dalam proses fibrinolisis pada proses pembekuan. Sehingga dengan
banyaknya lipoprotein (a) akan menghambat aktivitas trombolitik oleh
plasminogen. Akan tetapi adanya kelainan tersebut lebih sering
menyababkan penyakit jantung koroner dibandingkan menimbulkan stroke.
7
B. Posibel
Peningkatan aktifitas faktor VII koagulan plasma
Diet
Pada makanan yang paling menentukan angka kejadian penyakit
kardiovaskuler adalah konsumsi garam yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah. Jika pada penderita kelainan vaskuler akibat konsumsi
minuman yang mengandung kafein, hal ini disebabkan karena adanya efek
hiperlipidemia pada minuman kopi, atau karena pada peminum kopi sering
disertai dengan adanya kebiasaan merokok.
Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terhambatnya proses fibrinolisis, biasanya terjadi
pada penderita dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Ada yang mengatakan
bahwa alkohol masih merupakan faktor resiko yang kontroversial. Walaupun
behitu angka kejadian stroke meningkat pada peminum alkohol sedang hingga
berat dibandingkan dengan seseorang yang bukan peminum alkohol.
Ras
Prevelansi yang berbeda terjadi pada orang dengan kulit putih, hitam dan Asia,
bukan hanya akibat faktor genetik. Hal ini akibat rendahnya kolesterol serum,
tingginya intake alkohol dan konsumsu makanan tradisional Asia yang rendah
lemak dan protein yang berasal dari hewan berhubungan dengan rendahnya
penyakit jantung koroner tetapi menyababkan tingginya kejadian stroke.
Status sosial
Pocock dan kawan-kawan(1980), menyatakan bahwa status sosial
berhubungan dengan peningkatan kematian akibat penyakit stroke. Hal ini
disebabkan karena tingginya kejadian stroke pada penduduk yang tidak
bekerja dan yang berpenghasilan rendah, karena tingginya stress pada
8
penderita tersebut, diet yang rendah, status sosial yang rendah maupun nutrisi
dan kesehatan yang rendah sewaktu dalam kendungan dan masa bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Asbury AK. Disease of the nervous system clinical neurology, vol 2. 2 nd ed.
Philadelphia WBSaunders, 1992:1019-1029
Caplan LR. Stroke a clinical approach. 3rd ed. Wellington : Butterworth, 1993; 3,
517
Demyelinisasi Graba TJ. Atherogenesis and strokes, in barnet HJM, Strokes
pathophysiology, diagnosis and management 2nd ed. New York:
Churchill, 1992:29-41
Hacke W. Cerebral ischemia. Germany: Springer-Verlag, 1991
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 1 st ed. London: Lea & Febriger,
1993:84-84
Ross R. Factors influencing atherogenesis, in Schalnt The Heart arteries and veins
8yh ed. New York: McGraw Hill, 1994:989-1006
Sacco RL. Pathogenesis, classification and epidemiology of cerebrovasular
disease, in Rowland LP, Merrits textbook of neurology. 9 th ed.
Baltimore: William & Wilkin, 1999: 238-242
Sherry S. Fibrinolysis, thrombosis and hemostasis concepts, prespectives and
clinical aplication. London ; Lea & Febiger, 1992: 33-35
Warlow, CP. Stroke a practical guide management. 1st ed. Blackwell Science,
1997: 190-202
Whisman JP. Et al. Classification of cerebrovascular disease III, special report
from the National Institute of neurological Disorders and Stroke,
Stroke 1990: 657-659