Anda di halaman 1dari 17

MARAKNYA PROSTITUSI DI INDONESIA

DITINJAU DARI SOSIOLOGI HUKUM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dari masa jaman penjajahan sudah ada yang disebut prostitusi, namun pada

jaman itu lasim disebut pelacuran, seiring dengan jaman globalisasi dan persaingan

ekonomi yang yang tidak seimbang maka banyak dari wanita Indonesia telah

mengambil jalan pintas untuk mendapatkan uang dengan instan dan banyak

sekarang para penjual seks yang di motori oleh para germo sebagai perantara bisnis

karena dianggap penghasil uang yang banyak dan cepat. Seiringdengan itu hampir

di setiap media di ekspus, baik di koran, majalah, dan televisi memberikan

gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat khususnya tentang pelacuran

atau prostitusi dengan segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-

langkah strategis telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik

dengan melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai

menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang bergelut

dalam bidang pelacuran tersebut. Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah pelacuran

tidak dapat dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin

meningkat dari waktu ke waktu. Permasalahan lebih menjadi rumit lagi tatkala

pelacuran dianggap sebagai komoditas ekonomi (walaupun dilarang UU) yang

dapat mendatangkan keuntungan finansial yang sangat menggiurkan bagi para

1
pebisnis. Pelacuran telah diubah dan berubah menjadi bagian dari bisnis yang

dikembangkan terus-menerus sebagai komoditas ekonomi yang paling

menguntungkan, mengingat pelacuran merupakan komoditas yang tidak akan habis

terpakai.

Prostitusi atau pelacuran merupakan penyakit masyarakat yang semakin

marak sekarang ini dan mempunyai sejarah panjang. Namun pada jaman sekarang,

prostitusi oleh masyarakat Indonesia dianggap menjadi sesuatu yang biasa dan

hampir ada disetiap daerah, tidak hanya di kota – kota besar namun mencakup

keseluruh daerah terpencil sekalipun.

Norma-norma sosial jelas mengharamkan keberadaan prostitusi, bahkan

sudah ada UU mengenai praktek prostitusi yang ditinjau dari segi Yuridis yang

terdapat dalam KUHP yaitu mereka yang menyediakan sarana tempat persetubuhan

(pasal 296 KUHP), mereka yang mencarikan pelanggan bagi pelacur (pasal 506

KUHP), dan mereka yang menjual perempuan dan laki-laki di bawah umur untuk

dijadikan pelacur (pasal 297 KUHP).

Dunia kesehatan juga menunjukkan dan memperingatkan bahaya penyakit

kelamin yang mengerikan seperti HIV / AIDS akibat adanya pelacuran di tengah

masyarakat. Meski demikian, perbuatan prostitusi masih ada, bahkan terorganisir

secara profesional dan rapi, Tempat-tempat prostitusi di sediakan, di lindungi oleh

hukum bahkan mendapatkan fasilitas-fasilitas tertentu.

Untuk itu, maka sudah seharusnya pemerintah lebih serius dalam

menangani permasalahan prostitusi yang menjadi penyakit masyarakat ini. Para

anggota legislatif yang berwenang membuat Undang-Undang seharusnya bisa lebih

2
peka terhadap gejala sosial yang terjadi di masyarakat, sehingga mereka dapat

membuat produk hukum yang dapat langsung menyentuh masyarakat dan efektif

tentunya, bukan produk hukum yang mewakili kepentingan sekelompok orang,

yang dalam pengaplikasiannya kurang menyentuh rasa keadilan.

1.2 Permasalahan :

1 Bagaimana Kehidupan Prostitusi Ditinjau Dari Segi Sosiologi Hukum

2 Bagaimana Tindakan Pemerintah Untuk Mengatasi Maraknya Prostitusi Di

Indonesia.

1.3 Tujuan

Supaya pemerintah bisa lebih peka terhadap gejala sosial yang terjadi di

masyarakat, khususnya dalam memberantas praktek prostitusi. Agar para dewan

anggota lembaga legislatif bisa membuat produk hukum yang efektif, berkualitas,

dan bisa menyentuh rasa keadilan masyarakat.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keberadaan Pemerintah Dalam Praktek Prostitusi.

Prostitusi diartikan sebagai pelacur atau penjual jasa seksual atau disebut

juga dengan pekerja seks komersial. Menurut istilah, prostitusi di artikan sebagai

suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum

untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah sesuai

dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya.

Sampai sekarang prostitusi belum bisa dihentikan secara merata oleh

pemerintah, malah bahkan pemerintah seolah-olah melegalkan praktek

ini. Prostitusi seperti sudah mendarah daging dan sulit untuk diputus dan

dilepaskan dari para pelaku. Salah satu cara hanya dengan menekan laju praktek-

praktek yang berbau prostitusi. Pemerintah harus aktif dalam upaya memberantas

prostitusi, bukan hanya membuat Undang-Undang yang melarang prostitusi tapi

dalam praktek masih banyak praktek prostitusi yang dibiarkan, atau seolah-olah

dilegalkan, dan pura-pura tidak tahu. Sikap seperti inilah yang kemudian akan

menjadikan hukum itu seperti bias, atau hanya hiasan pelengkap saja.

Bahwa hukum di Indonesia itu sekarang jika diibaratkan sebagai seorang

manusia, maka dia adalah manusia yang kehilangan jati dirinya, yang lupa akan jati

dirinya sendiri, menjadi terasing pada dirinya sendiri. Ia tidak menyadari apa yang

menjadi hakekat dan tujuan hidupnya, maka kurang lebih seperti itulah hukum di

Indonesia sekarang ini. Bagaimana bisa hukum itu memberi rasa keadilan &

bagaimana bisa hukum itu berjalan efektif jika dalam proses pembuatan produk

4
hukum itu sendiri, banyak sekali kepentingan-kepentingan yang memboncenginya

atau bahkan ada istilah UU pesanan.

Pemerintah daerah melegalkan tempat-tempat prostitusi untuk menaikkan

pendapatan daerah dimana secara tidak langsung pendapatan asli daerah menjadi

bertambah dan disisi lain sangat menguntungkan Pemda. Seperti halnya tempat

lokalisasi yang terdapat disetiap daerah wisata. Pemda setempat tidak melarang

para pelaku seks komersil untuk beraktifitas dan menjalankan pekerjaannya sebagai

pelacur ditempat tersebut. Bahkan diberikan tempat khusus dan syarat-syarat

tertentu untuk dapat masuk ke area tersebut, sehingga tidak sembarang orang untuk

dapat masuk ke tempat itu. Jadi kalau saja mencari kambing hitam atas

merajalelanya praktek prostitusi, maka siapa yang bisa disalahkan? Apakah

Hukumnya, ataukah aparat penegak hukumnya, atau memang masyaraktnya yang

tidak sadar hukum.

Unsur-unsur yang mempengaruhi penegakan hukum, yang kutip dari

soerjono soekanto, bahwa ada 5 (lima) unsur yang mempengaruhi jalannya

penegakan hukum, yaitu:

1. Undang-Undang.

2. Penegak Hukumnya,

3. Sarana - prasarana.

4. Masyarakat.

5. Sosial & budaya hukum.

5
Dalam hal ini, bagaimana peran pemerintah pusat dalam menanggulangi

dan menutup tempat lokalisasi disetiap daerah melihat sebagian besar pendapatan

daerah mengucur dari hasil tempat lokalisasi tersebut. Bukan berarti menyalahkan

pemerintah, namun seakan-akan pemerintah pusat pun melegalkan tindakan

pelacuran itu, seperti tutup mata dengan praktek prostitusi yang jelas-jelas semakin

merajalela.

2.2 Prostitusi ditinjau dari Sosiologi hukum

Secara nalar sangat sulit untuk dibayangkan ada orang yang ingin hidup

untuk menjadi seorang pelacur. Meski ada sebab-sebab lain yang mendorong

seseorang itu untuk melacur, namun perbuatannya itu sangatlah tidak rasional.

Kebanyakan alasan mereka para pelaku prostitusi hanya ingin mendapat uang

banyak dengan mudah dan dalam waktu yang singkat, ada juga karena dari keluarga

broken home, keluarga berada namun kurang kasih sayang dan yang paling

parSOah yaitu alasan karena hobi yang ia jalankan. Jadi tidak hanya kepuasaan

batin saja, melainkan kepuasaan lahir dan kenikmatan sementara yang ia dapatkan

dan rasakan.

Hal ini merupakan PR bagi bangsa kita untuk mencari sebab-sebab yang

merongrong seseorang itu untuk berbuat melacur. Sebab-sebab terjadinya pelacuran

haruslah dilihat dan dicermati dari faktor-faktor endogen (dari dalam) dan eksogen

(dari luar) serta banyak sekali alasan-alasan mengapa wanita dan gadis-gadis

bahkan janda-janda memasuki pekerjaan kotor dan hina ini, akan tetapi alasan

ekonomi dan psikologi lah yang paling menonjol dari semua alasan yang ada.

6
Dalam suatu masyarakat ada perbuatan yang ditinjau dari sudut pendirian

perseorangan diperbolehkan benar-benar, sungguhpun dapat merugikan

persekutuan. Hak mogok pada satu bangsa merupakan hal wajar, namun hal

tersebut dapat dirasakan sebagai pelanggaran di bangsa yang lain karena dalam

kewajiban kerja hal tersebut merugikan persekutuan. Contoh tersebut

menggambarkan bahwa sosiologi tentang kesadaran hukum harus berhubungan

rapat dengan teori tentang kejahatan sebagai peristiwa sosial, untuk dapat

menentukan pendapat terhadap peristiwa kejahatan yang demikian peliknya itu

sebagai kenyataan sosial.

Kewajiban ilmu jiwa social yaitu untuk memberikan penjelasan tentang

fungsi pengikat kecenderungan social. Keanehan kecenderungan social yaitu

perasaan yang egosentris lebih banyak tergantung dari rekan – rekan social daripada

yang dapat diduga semula. Sebagai contoh, rasa harga diri, yang tidak hanya

dikenal oleh dorongan untuk menjadi berharga, tetapi untuk menampakkan dirinya

berharga didepan orang lain.

Para pelaku prostitusi telah hilang rasa harga dirinya. Mereka hanya dapat

dinilai dengan uang dan didepan orang lain tidak menunjukkan rasa yang sekiranya

tidak dapat dinilai dengan uang. Secara sosiologi, prostitusi merupakan perbuatan

amoral yang terdapat dalam masyarakat. Para pelakunya tidak hanya dari kalangan

remaja, anak dibawah umur melainkan dari kalangan ibu – ibu rumah tanggapun

ada. Hanya demi untuk mendapat sesuap nasi dan kesenangan sesaat mereka telah

mengorbankan kehormatan, harga diri, derajat dan martabatnya didepan laki-laki

hidung belang.

7
Kehidupan para pelaku prostitusi sangatlah primitive. Dilihat dari segi

sosiologinya, mereka dipandang rendah oleh masyarakat sekitar, di cemooh, dihina,

di usir dari tempat tinggalnya, dan lain – lain sebagainya. Mereka seakan – akan

sebagai makhluk yang tidak bermoral dan meresahkan warga sekitar serta

mencemarkan nama baik daerah tempat berasal mereka.

Dilihat dari aspek pendidikan, prostitusi merupakan kegiatan yang

demoralisasi. Dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan

martabat wanita. Dari aspek ekonomi, prostitusi dalam prakteknya sering terjadi

pemerasan tenaga kerja. Dari aspek kesehatan, praktek prostitusi merupakan media

yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat

berbahaya. Dari aspek kamtibmas praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-

kegiatan kriminal Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas

dan estetika lingkungan perkotaan.

Permasalahan Prostitusi tidak ubahnya sama dengan manusia pada

umumnya, secara garis besar prostitusi tentunya juga mempunyai suatu makna

hidup. Sama halnya dengan manusia atau individu lainnya. Proses penemuan

makna hidup bukanlah merupakan suatu perjalanan yang mudah bagi seorang PSK,

perjalanan untuk dapat menemukan apa yang dapat mereka berikan dalam hidup

mereka, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta sikap

yang bagaimana yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka

rubah, yang kesemuanya itu tidak bisa lepas dari hal-hal apa saja yang diinginkan

selama menjalani kehidupan, serta kendala apa saja yang dihadapi oleh mereka

dalam mencapai makna hidup.

8
Salah satu faktor yang mempengaruhi sosiologi hukum adalah bahwa

perbedaan hukum dengan kebiasaan terletak pada unsur kekuasaan resmi, yang

dapat memaksakan berlakunya hukum tersebut. Selain daripada itu, hingga kini ada

kecenderungan kuat dalam peneterapan hukum, untuk mempertahankan prinsip dan

pola yang telah ada dalam sistem hukum. Dalam hal ini tidak dapat dikatakan bahwa

sosiolologi berada diatas segala-galanya, karena apa yang telah dilakukan oleh para

ahli sosiologi untuk memahami hukum secara realistik tetap tidak dapat menutupi

kegagalan mereka untuk dapat menjelaskan ciri khas hukum. Yang patut dicatat

bahwa realitas hukum terletak dalam realitas sosial.

Dalam menguraikan teori tentang masyarakat Durkheim menaruh perhatian

yang besar terhadap kaedah hukum yang dihubungkannya sebagai jenis solidaritas

dalam masyarakat, hukum dirumuskan sebagai kaedah yang bersanksi dimana berat

ringannya tergantung pada :

1 sifat pelanggaran.

2 anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya

perilaku tertentu.

3 peranan sanksi tersebut dalam masyarakat.

Prostitusi menurut Teori Behaviorisme.

Teori behaviorisme dalam disiplin sosiologi ialah teori yang berkarakter psikologis,

yang mengajarkan bahwa manusia tidak dipengaruhi oleh bawaan lahir,

(kecerdasan, emosional, ketahanan tubuh, penyakit bawaan, genetic). Tetapi factor

yang lebih penting untuk mempengaruhi serta membentuk tingkah laku manusia

ialah kebiasaan yang secara terus menerus dilakukannya sebagai respons terhadap

9
lingkungannya, respons ini dapat diidentifikasi dan diukur untuk mengetahui

seberapa besar respons yang diberikan oleh stimulus internal maupun eksternal.

Karena itu, teori behaviorisme adalah merupakan pendukung teori tabula rasa,

yakni teori yang mengajarkan bahwa manusia lahir tidak membawa apa-apa,

dimana sikap dan watak manusia tersebut menjadi berbeda-beda karena pengaruh

dari lingkungannya sejak dia mulai menjalani proses kehidupannya. Dari hal inilah,

dapat dikaitkan dengan permasalahan prostitusi sebagai efek daripada proses

kehidupan manusia dalam lingkungannya sehari-hari. Akibat dari gaya hidup, pola

pergaulan dan pola berpikir yang salah dalam menafsirkan suatu bentuk perilaku

social. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa stimulus internal maupun

eksteral menjadi factor yang sangat berperan bagi perkembangan prostitusi di

Indonesia. Efek psikologi yang didapatkan dari praktek prostitusi ini adalah

berkebalikan pada dasarnya manusia itu dilahirkan, bahwa manusia lahir dalam

keadaan bersih dan tidak ada warna, namun karena perbaurannya dalam kehidupan

sehari-sehari sebagai makhluk social, maka secara psikologis baik ataupun

buruknya menjadi suatu acuan dalam pengambilan langkah dalam hidup pelaku

prostitusi. Teori ini sangat membantu dalam mengkaji perilaku sosiologis

prostitusi, karena berdampak pada efek psikologi dan kejiwaan pelaku prostitusi.

2.3 Upaya Pemerintah Dalam Memberantas Prostitusi

Prostitusi bukan hanya perkara jual-beli jasa seks, tetapi juga perdagangan

wanita yang dijadikan budak seks. Dengan disahkannya Undang-Undang No. 21

tahun 2007 tentang Pemberantasan Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang

(UU PTPPO), diharapkan penanganan terhadap terjadinya perdagangan orang akan

10
semakin membaik. Pemerintah telah berusaha dengan berbagai cara untuk

menangani dampak dari masalah yang ditimbulkan oleh bisnis pelacuran tersebut

khususnya perdagangan orang (trafficking), baik melalui kegiatan-kegiatan

penyuluhan, seminar, pelatihan-pelatihan kerja dan yang terakhir adalah dengan

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang ‘’Pemberantasan

Perdagangan Orang’’ .

Bisnis pelacuran semakin modern, bahkan jual-beli jasa seks kini juga hadir

dalam dunia maya, yang mana pelakunya sangat sulit untuk diselidiki

keberadaannya mengingat permainan yang dijalankan sangat rapi. Walaupun

pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik, namun UU ITE ini tidak bisa menghalau

bisnis seks melalui internet, namun setidaknya kita telah punya aturan yang

melarang hal tersebut, walaupun dalam pelaksanaannya memang tidak seperti yang

diharapkan.

Selain daripada itu terdapat sanksi yang tujuan utamanya adalah pemulihan

keadaan seperti keadaan sebelum terjadinya pelanggaran terhadap kaedah-kaedah

yang mungkin menyebabkan kegoncangan dalam masyarakat. Kaedah dengan

sanksi semacam itu merupakan kaedah hukum restitutif dengan pengurangan unsur

pidana yang terdapat di dalamnya. Kaedah hukum tersebut kemudian dikaitkan

dengna bentuk solidaritas yang menjadi ciri masyarakat tertentu, oleh karena itu

jenis kaedah hukum merupakan akibat dari bentuk solidaritas tertentu, antara lain:

1 Solidaritas mekanis yang terutama terdapat pada masyarakat sederhana yang

relatif masih homogin struktur sosial dan kebudayaannya. Dalam bentuk ini

11
warga masyarakat tergantung pada kelompoknya dan keutuhan

masyarakatnya terjamin oleh hubungan antar manusia karena adanya tujuan

bersama.

2 Solidaritas organik yang ditandai antara lain adanya pembagian kerja dalam

masyarakat yang biasanya dijumpai pada masyarkat yang komleks dan

heterogin struktur sosial dan kebudayaannya. Dalam hal ini pengembalian

kedudukan seseorang yang dirugikan merupakan hal yang diprioritaskan.

Dalam hal ini tujuan utama dari sosiologi hukum adalah untuk menyajikan

sebanyak mungkin kondisi yang diperlukan agar hukum dapat berlaku secara

efisien.

Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah gejala sosial yang ruang lingkup nya

mencakup antara lain:

2.4 Struktur sosial yang merupakan keseluruhan jalinan antara unsur-unsur

sosial yang pokok yaitu :

a. Kelompok sosial

b. Kebudayaan

c. Lembaga sosial

d. Stratifikasi

e. Kekuasaan dan wewenang

f. Proses sosial yaitu pengaruh timbal balik antara pelbagai bidang

kehidupan yang mencakup :

- Interaksi sosial.

12
- Perubahan sosial.

- Masalah sosial.

Perkembangan dari gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat berangkat dari

sebuah hukum kebiasaan yang disebut dengan hukum adat. Dalam apabila hukum

adat diidentikkan dengan hukum kebiasaan maka identifikasinya terutama

dilakukan secara empiris atau dengan metode induktif. Andaikata titik tolaknya

adalah hukum ada yang tercatat maka pengujiannyapun dilakukan secara empiris.

Van Vollenhoven dan Ter Haar secara langsung maupun tidak, mengakui hal

tersebut. Pendeknya tentang teori hukum adat tersebut dapat ditonjolkkan hal

sebagai berikut:

1 Pengembangan ilmu hukum adat dan penelitian hukum adat (baik yang

normatif maupun empiris) membuka jalan bagi tumbuhnya atau

berkembangknya teori hukum yang bersifat sosiologi.

2 Studi hukum Adat merupakan suatu jembatan yang menghubungkan

pendekatan yuridis murni dengna pendekatan sosiologi murni. Secara

analogis adalah hubungan antara ilmu hukum pidana dengan kriminologi,

yaitu ilmu penitentier.

3 Hukum adat mengawali pendekatan kemampuan ke arah interaksi sosial

terutama hubungan hukum yang menjadi mengendalikan sosial dan

pembaharuan.

Dalam hal ini peran dari sosiologi hukum adalah untuk memahami hukum dalam

konteks sosial, menganalisa terhadap efektifikasi hukum dalam masyarakat baik

sebagai sarana pengendalian sosial maupun sebagai sarana untuk merubah

13
masyarakat. Sosiologi hukum itu mempelajari hukum dalam keefektifannya, atau

Law in action dan mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum dalam

masyarakat. Intinya, mempelajari sosiologi hukum itu ada tiga hal penting, yaitu

memahami hukum dalam konteks sosial, menganalisis efektifitas hukum serta

mengevaluasi kekuatan pengaruh struktur sosial dan proses sosial dalam

membentuk aturan hukum.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan alasan apapun praktek pelacuran atau prostitusi tidak bisa

dibenarkan, karena bertentangan dengan Undang-Undang dan juga bertentangan

dengarn norma dan kaidah yang ada dalam masyarakat. Secara moral dan

keagamaan memperjual belikan organ tubuh kita sebagian ataupun seluruhnya

sudah merupakan hal yang dilarang. Desakan ekonomi atau sulitnya mencari

pekerjaan bukanlah alasan pembenar sehingga prostitusi dapat dimaklumi yang

akhirnya seolah-olah seperti dilegalkan. Apabila di lihat dari sudut pandang

sosiologi, bisnis prostitusi merupakan sebuah bisnis yang terjadi karena suatu

dorongan akan kebutuhan pokok dan kurangnya kerapatan antara kesadaran hukum

dengan teori tentang kejahatan sebagai peristiwa sosial.

3.2 Saran

Penulis menyarankan supaya pemerintah bisa lebih peka terhadap gejala

sosial yang terjadi di masyarakat, sehingga apabila terjadi sesuatu yang

menyimpang, akan cepat ditangani, tidak menunggu berlarut-larut, masalah sudah

semakin berkembang & membesar, lalu baru diatasi setelah semuanya menjadi

semakin kompleks. Perlunya aparat penegak hukum yang berhati bersih yang

memang tujuannya berjuang untuk menciptakan hukum yang efektif diterapkan,

bukan aparat penegak hukum yang mengharapkan upeti dari orang-orang tertentu

yang berkepentingan sehingga bisa mempengaruhi isi dari produk hukum yang

dibuat. Sudah saatnya SDM (sumber daya manusia) para aparat penegak hukum

15
ditingkatkan, agar kualitas produk hukum yang dibuat pun bisa lebih efektif dan

menyentuh rasa keadilan dalam masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bouman, P.J., DR, Sosiologi Pengertian dan Masalah, 1976, PT. Kanikus,

Yogyakarta, halaman111 – 112.

Soekanto, Soerjono, Prof. DR. SH. MA., Mengenal Sosiologi Hukum, 1989, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 19.

Soekanto, Soerjono, Prof. DR. SH. MA., Mengenal Sosiologi Hukum, 1989, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 21.

Soekanto, Soerjono, Prof. DR. SH. MA., Mengenal Sosiologi Hukum, 1989, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 23.

Soekanto, Soerjono, Prof. DR. SH. MA., Mengenal Sosiologi Hukum, 1989, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 34-35.

Soekanto, Soerjono, Prof. DR. SH. MA., Mengenal Sosiologi Hukum, 1989, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 40-42.

17

Anda mungkin juga menyukai