Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.(1)

Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 – 15 %. Di Amerika


Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh
batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (
menurut “Healthy Lifestyle” Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien
didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien ( menurut divisi
Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia,
jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko
batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile
(subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh
hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak
berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus (
DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol
tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol
herediter.(2),(3)

Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat


diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol dimana komposisi
kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung
Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu
hitam tak terekstraksi.(1)

Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu
ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung empedu,
maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala – gejala biasanya timbul bila batu ini
keluar menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu
akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi pada
duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang – kadang sirosis
bilier.(4)

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI
1.1.1 Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,panjangnya 7-


10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung empedu dapat terdistesi dan
isinya dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah fossa pada permukaaan
inferior hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri.(5),(6)
Kandung empedu dibagi menjadi:
 Fundus : Berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar
 Korpus : Bagian dari kandung empedu yang di dalamnya berisi getah empedu. Getah
empedu adalah cairan yang di ekskresi setiap hari oleh sel hati sebanyak 500-1000 cc,
sekresinya berjalan terus menerus dan produksi meningkat sewaktu mencerna lemak
 Leher : Merupakan saluran pertama masuknya getah empedu ke badan kantung empedu
lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung empedu.
Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri hepatika
kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di segitiga
hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan
batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari kandung empedu,
akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan
langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta.
Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.(5),(7)
Persyarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati
pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar,
kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat
kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.(8)

1.1.2 Duktus Biliaris


Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepatikus kanan dan kiri, Ductus hepatikus
komunis, Ductus sisticus dan Ductus koledokus. Ductus koledokus memasuki bagian kedua dari
duodenum lewat suatu struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi.(9)
 Duktus sistikus : Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm, berjalan dari leher kandung empedu
dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.
Bagian dari duktus sistikus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri
dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut valvula heister. Valvula ini tidak memiliki
fungsi valvula, tetapi dapat membuat pemasukan kanul ke duktus sistikus menjadi sulit
 Duktus hepatikus komunis : Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan
diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica.
duktus hepatikus komunis dihubungkan dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus
 Duktus koledokus : Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10
mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen
hepatoduodenal, disebelah kanan arteri hepatica dan di anterior vena porta. Ductus
koledokus bergabung dengan ductus pankreatikus masuk ke dinding duodenum (Ampulla
Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus.
Suplai arteri untuk Duktus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan Arteri hepatika
kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari Ductus koledokus (kadang-
kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat saraf dan ganglia meningkat di dekat
Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus koledokus dan Sphinchter Oddi sama dengan
persarafan pada kandung empedu.(7)
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481
2. Robbins, dkk., 2010. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
3. Tait N, Little J.M. Fortnighly Review: The treatment of gall stones. BMJ
2000;311:99-105.
4. Apstein M.D. Gallstones. In: Lawrence J. Brandt, editor. Clinical practice of
Gastroenterology. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2011: 1035-44
5. Welling TH, Simeone D. M.Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy and Structural
Anomalies, in Textbook of Gastroenterology (ed T. Yamada), Blackwell Publishing
Ltd., Oxford, UK. 2008.
6. AvundukC.Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Theraphy 4th Edition.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2008.
7. Debas HT.Biliary tract in : Pathophysiology and Management.Springger-Verlaag.
2004; Chapter 7:198-224

Anda mungkin juga menyukai