Anda di halaman 1dari 16

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, terutama menyerang penyakit

parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tb paru ini bersifat menahun
dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb
paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau
bicara. Kemudian masuk ke saluran napas dan bersarang di jaringan paru hingga membentuk
afek primer. Afek primer dapat timbul dimana saja dalam paru.1

3.1 Epidemiologi
a) Personal
1. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar penderita Tb
Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data WHO menunjukkan bahwa
kasus Tb paru di negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun.
Penelitian Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif
87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤
55 tahun).

2. Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Tb
paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif .

3. Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh sistem tubuh
termasuk sistem imun. Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh
terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh `mikroorganisme (1,4).Bila
daya tahan tubuh sedang rendah, kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh.
Kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak.Tetapi, orang yang
terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita Tb paru. Hal ini bergantung pada daya
tahan tubuh orang tersebut. Apabila, daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur
di dalam tubuh (dormant) dan tidak berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan
tubuh lemah makan kuman Tb akan berkembang menjadi penyakit. Penyakit Tb paru Lebih
dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem imun yang lemah
sehingga memudahkan kuman Tb Masuk dan berkembang biak.
b) Tempat
1. Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan melalui udara.
Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran Tb paru salah satunya
adalah lingkungan yang kumuh,kotor. Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat
yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor .

2. Kondisi sosial ekonomi


Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada tahun 2011 yang
menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru sebagaian besar berada di negara yang relatif
miskin.

c) Waktu
Penyakit Tb paru dapat menyerang siapa saja, dimana saja, dan kapan saja
tanpa mengenal waktu. Apabila kuman telah masuk ke dalam tubuh
12
pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk
terjadinya Tb paru 3

3.3 Etiologi danFaktor Risiko


Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah penderita
tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

3.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut.
Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman
TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi,
uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi
baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah
kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar
dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,
bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar
yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis
dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen
inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic
spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh
tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya
otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas
seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung
berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di
apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun tahun kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ
terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain
adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada
bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh.
Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut
TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya
system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan
jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai
ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk
penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering
terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran
limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran
limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan
setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru
kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik
biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. Tuberkulosis
ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi
pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3
tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

3.6 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis, mikrobiologi,
radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis.

a. Gejala
1. Gejala sistemik atau umum yaitu :
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.

2. Gejala khusus yaitu :


 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
b. Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan
struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan tanda
konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa:
fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi
terutama di apeks paru. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea
ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda
adanya penebalan pleura.

c. Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi sewaktu (SPS).

1. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberculosis datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pada pagi hari kedua.
2. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
3. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis
biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis
fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk
penapisan).

Tabel 3.1 interpretasi hasil pemeriksaan TB Paru


Table 3.2 interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopis TB Paru skala UATLD

d. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik.
Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2
yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth
Indicator Tube (MGIT)10.

e. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk Tb paru.
Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data ini dapat di pakai
sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat
digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit dapat
menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
LED yang normal juga tidak menyingkirkan diagnosa TBC.

f. Polymerase chain reaction (PCR)


Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA
M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya.

g. Pemeriksaan Serologi
1. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa
proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

2. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan
antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam
serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai
dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi
dengan mudah.

3. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk
mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik
TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)

dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke bantalan warna

biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung
antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis
control dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. Dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang
mempengaruhi kadar antibody yang terdeteksi.

h. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi ialah foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif,
foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan
foto toraks bila :

 Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)


 Hemoptisis berulang atau berat
 Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran


radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :
 Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru.
 Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.
 Bayangan bercak milier.
 Efusi Pleura unilateral atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai Tb paru inaktif :


 Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan atau segmen
superior lobus bawah.
 Kalsifikasi atau fibrotic
 Kompleks ranke
 Fibrothoraks atau fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura.

Gambaran radiologi yang dicurigai Luluh Paru (Destroyed Lung ) :


 Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb
(terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

 Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga
2) dan tidak dijumpai kaviti
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

i. Pemeriksaan Cairan Pleura


Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah

j. Pemeriksaan histopatologi jaringan


Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial
lung biopsy (TBLB), transthoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi
kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi
dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsy. dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti
infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar
paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan
3.7 Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien,


mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan
kuman tahan asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya
sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat.
Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah
yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
dibandingkan antibakteri lain13:
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin,
Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin ,
Amikasin, Kuinolon.
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori
yaitu 14:
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung
aktif(10).
4. Kategori 4: RHZES
Diber ikan pada kasus Tb kronik .

3.9 Komplikasi

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan


komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru
dibedakan menjadi dua, yaitu 17 :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut:
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut
adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang
pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya

Infeksi kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lain, disebut tuberkulosis
ekstrapulmonal. Organ ekstrapulmonal yang
sering terkena adalah kelenjar limfe, pleura,
genitourinarius, tulang dan sendi, meningen,
peritoneum, dan perikardium; semua sistem
organ dapat terinfeksi.2 Tuberkulosis hepar
adalah salah satu bentuk tidak umum
tuberkulosis ekstrapulmonal. Infeksi primer
berupa abses hepar tuberkulosis (tuberculosis
liver abscess, TLA) tanpa keterlibatan organ
lain sangat jarang, biasanya berkaitan dengan
fokus infeksi, baik di paru dan/atau saluran
cerna. Diagnosis biasanya terlambat atau salah
karena gejala yang tidak spesifi k, jarang terjadi,
dan sering keliru dengan hepatoma, abses
hepar piogenik, atau abses hepar amebik.4,5
Perhatian terhadap kondisi klinis yang jarang
terjadi ini akan membantu memulai terapi
spesifi k secara cepat dan mencegah kesakitan
serta kematian.5

ABSES HEPAR TUBERKULOSIS


Epidemiologi
Abses hepar tuberkulosis (TLA) adalah kasus
yang sangat jarang. Dilaporkan prevalensinya
0,34% pada pasien tuberkulosis hepar (Essop
et al, 1983). Di Inggris telah dilaporkan 29
kasus abses hepar tuberkulosis dan 14 kasus
di Jepang. Usia pasien bervariasi dari 6 bulan
sampai 72 tahun, usia rata-rata 39,2 tahun.6
Patofi siologi
Basil tuberkulosis dapat menyebar secara hematogen
dan limfogen, dikenal sebagai pe-

Anda mungkin juga menyukai