Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari kegiatan

apotek yang hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi

pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

pelanggan. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, apoteker dituntut untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan mengubah perilaku agar dapat

memenuhi tuntutan saat ini. Bentuk pelayanan tersebut antara lain adalah

pemberian informasi, konseling obat dan monitoring penggunaan obat.

(KepMenKes 127/2004)
Apotek adalah satu tempat pelayanan kesehatan di Indonesia. Berdasarkan PP

No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan apotek

adalah suatu sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek

kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan apotek meliputi pembuatan termasuk

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan

pendistribusi atau penyalur obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Menurut Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang

menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, dimana pada satu

pihak dapat menimbulkan kepuasan setiap pelanggan sesuai dengan tingkat

kepuasan rata-rata, serta dipihak lain melalui tata cara penyelenggaraan sesuai

dengan kode etik dan standar profesi yang telah ditetapkan.


Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan

pelayanan yang diberikan pemberi jasa, sehingga kepuasan pelanggan hanya dapat

dinilai berdasarkan faktor-faktor pengalaman yang pernah dialami saat proses

1
2

pemberian pelayanan. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh pelayanan yang

diberikan baik secara tangible maupun intangible, dalam hal ini penilaian

dilakukan oleh pelanggan mengenai kategori jasa yang diberikan. (Setyawan dan

Susila dalam Usahawan (2004:31))


Persaingan dalam pelayanan kefarmasian dibeberapa sarana kesehatan

semakin ketat. Pelanggan selalu menuntut penyedia layanan agar dapat memenuhi

segala kebutuhannya dengan memberikan pelayanan terbaik. Apotek X

merupakan suatu tempat pelayanan kefarmasian ternama di Kabupaten Sidoarjo.

Menurut data dari laporan penjualan yang terdapat di apotek X, jumlah pelanggan

yang berkunjung dari tahun 2016 mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal

ini disebabkan oleh bertambahnya media pelayanan kefarmasian melalui sosial

media. Pembelian obat secara online lebih banyak diminati pelanggan karena

lebih praktis. Namun pada pertengahan 2016 hingga sekarang penjualan di apotek

X mengalami penurunan sehingga menyebabkan berkurangnya minat pelanggan

untuk membeli obat. Menurut beberapa pendapat pelanggan, ketersediaan obat

yang tidak komplit di apotek X menunjukkan ketidaksesuaian tagline yang

diberikan. Sikap pelanggan menentukan tujuan akhir dalam memahami pemakaian

obat secara tepat dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat seberapa besar

kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diberikan. Persepsi pelanggan yang tidak

benar terhadap pelayanan farmasi dapat merugikan penyedia layanan jasa apotek

jika dilihat dari segi bisnis. Hal ini dapat menyebabkan pelanggan berpindah ke

tempat lain untuk memperoleh pelayanan kefarmasian yang lebih baik dan

tentunya akan memberikan gambaran yang tidak baik dikalangan masyarakat.

Oleh karena itu sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat memahami hal

tersebut, agar kepuasan pelanggan dapat tercapai. Peneliti tertarik untuk


3

menganalisa apakah ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan tingkat

kepuasan pelanggan di apotek X.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah pada penelitian ini sebagai

berikut.
Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan terhadap standar pelayanan kefarmasian

berdasarkan variabel bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, keyakinan dan

empati?

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan

terhadap standar pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pelanggan di apotek X.

1.3 Manfaat
Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan

kefarmasian dalam memberikan informasi kesehatan berdasarkan standarisasi

kefarmasian dengan kepuasan pelanggan menggunakan jasa apotek X.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah analisa kuantitatif, penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode survei melalui kuesioner.

Data dari kuesioner dianalisis dengan menjumlahkan dari setiap indikator

kemudian angka-angka hasil penjumlahan tersebut dijadikan sebagai data yang

akan dianalisis dengan menggunakan software statistik yaitu SPSS.

1.5 Definisi Istilah


Definisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tingkat kepuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan

pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan.


2. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami

setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk

dengan harapan-harapannya.
4

3. Pelanggan adalah semua orang yang membeli suatu produk tertentu baik

berupa barang atau jasa.


4. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan

terhadap kinerja yang diharapkan.


5. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.


6. Pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau

mengurus apa yang diperlukan orang lain.


7. Pelayanan farmasi adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pelanggan yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan

pelanggan.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan farmasi selama ini dinilai oleh beberapa pengamat masih berada

dibawah standar. Salah satunya menurut Kuncahyo (2004) bahwa Apoteker

seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam

memberikan informasi obat kepada masyarakat ternyata masih belum

dilaksanakan dengan baik. Menurut M. Jamil, seorang pemerhati kesehatan

masyarakat menyatakan bahwa apotek telah berubah menjadi toko yang berisi

semua golongan obat baik obat keras, obat bebas, psikotropika, narkotika dengan

pelayanan yang tidak mengacu pada kaidah profesi yang dilakukan oleh apoteker.
Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka

pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan salah satu tujuan utama

adalah untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional.

Untuk itu, semua tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas profesinya harus

mengacu pada standar yang telah ditetapkan. (Menkes RI, 2014)


Menurut Permenkes No.73 tahun 2016 pelayanan kefarmasian adalah suatu

pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pelanggan yang berkaitan

dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pelanggan.


Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya yaitu dari

kegiatan apotek yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai

komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup pelanggan. Penggunaan pelayanan kefarmasian tidak hanya

digunakan untuk pelayanan resep saja tapi juga untuk pengobatan sendiri

(swamedikasi). Sebagai salah satu layanan penyedia kesehatan, apoteker memiliki


6

peran dan tanggung jawab yang besar terhadap swamedikasi. Peran dan tanggung

jawab apoteker didasarkan pada Pharmaceutical Care yaitu tanggung jawab

dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk meningkatkaan kualitas hidup

pelanggan. Maka tanggung jawab apoteker adalah mengindentifikasi,

memecahkan, dn mencegah terjaadinya masalah yang berhubungan dengan obat

(drug related problem) sehingga dapat tercapai terapi yang optimal. (ISFI 2015)
Menurut (Bahfen, 2006), dalam memberikan perlindungan terhadap

pelanggan, pelayanan kefarmasian berfungsi sebagai:


1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan

lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup identifikasi hasil pengobatan

dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi,

agar penggunaan diterapkan secara rasional, memantau efek samping obat,

dan menentukan metode penggunaan obat.


2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat.
3. Memantau penggunaan obat apakah efektif atau tidak.
4. Menyediakan bimbingan dan konseling kepada pelanggan.
5. Berpartisipasi dalam mengelola obat-obatan untuk pelayanan gawat

darurat.
6. Pembinaan pelayanan informasi kepada masyarakat.
7. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.
8. Meneydiakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan.
2.2 Standar Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan

diterbitkannya Permenkes No.73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Tujuan diterbitkannya Surat Keputusan ini adalah sebagai

pedoman apoteker dalam melanjakan profesi, melindungi masyarakat dari

pelayanan yang tidak professional, dan melindungi profesi dalam praktek

kefarmasian di apotek, sehingga diharapkan pelayanan yang diberikan dapat

meningkatkan kualitas hidup pelanggan.


7

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi

tenaga kefarmasian, melindungi pelanggan dan masyarakat dari penggunaan obat

yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pelanggan (patient safety). Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi:


a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
b. Pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,

pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan

Informasi Obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home

pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat

(MESO).

Standar pelayanan kefarmasian menjadi tolak ukur yang digunakan sebagai

pedoman tenaga kefarmasian dalam melakukan pelayanan kefarmasian. Standar

pelayanan kefarmasian di apotek meliputi penampilan apotek, keramahan petugas

apotek, pelayanan informasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan

kecepatan pelayanan di apotek. (Depkes RI, 2004)

2.2.1 Penampilan Apotek


Penampilan apotek secara fisik menyangkut penataan ruang tunggu dan desain

interior, kebersihan dan kenyamanan ruang tunggu serta fasilitas penunjang

lainnya seperti adanya TV, AC, koran, toilet, telpon dan penampilan petugas, serta

informasi secara umum berupa poster maupun papan pemberitahuan tentang

prosedur pelayanan. Lingkungan fisik apotek harus tersedia ruangan, peralatan

dan fasilitas lain yang mendukung administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik
8

pelayanan farmasi sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang

fungsional dan professional. (Ifmaily, 2006)


Dalam hal pemilihan lokasi apotek hendaknya mempertimbangkan keadaan

sekitar, misalnya adanya sarana kesehatan baik rumah sakit, praktek dokter,

mantra di desa, bidan, klinik, dan puskesmas. Selain itu pilih daerah yang dekat

dengan pusat keramaian seperti pasar atau terminal, serta pemukiman penduduk.

(Muslicnah, 2010)
2.2.2 Keramahan Petugas Apotek
Keramahan pada pelanggan sangat penting agar mereka merasa dihargai,

sehingga bisa menjadi pelanggan setia. Petugas melakukan komunikasi yang baik

dan memahami kebutuhan pelanggan, sistem pelayanan kepada pelanggan harus

ramah, senyum, salam, sapa, cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas.

(Walgito, 2006)
Dengan demikian dapat memberi kesempatan kepada petugas untuk bersikap

ramah. Pelayanan kesehatan dipandang baik karena petugasnya ramah,

bersahabat, sabar dan komunikatif. Sebaliknya jika pelayanan kesehatan dianggap

kurang baik karena petugasnya kasar dan berbicara kurang sopan. Baik atau

buruknya suatu pelayanan kesehatan menurut pelanggan diantaranya adalah dari

sikap petugas pelayanan. (Yunevy dan Haksamana, 2013)


2.2.3 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian,

pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta

penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode

kepada pengguna. Perilaku penggunaan obat dapat mempengaruhi tingkat

pengetahuan pelanggan dan efektifitas informasi yang diterima oleh pelanggan

mengenai obat yang digunakan. Pelayanan informasi obat kepada pelanggan

bertujuan agar pelanggan mengetahui penggunaan obat yang diterimanya.


9

Informasi yang diberikan antara lain nama obat, indikasi obat, dosis, cara

penggunaan, interaksi obat, efek samping, dan cara penyimpanan. (Siregar, 2005)
Setiap data diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup

farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Sehingga dapat disimpulkan

pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian

informasi serta rekomendasi obat yang akurat oleh apoteker kepada pelanggan.
Prosedur tetap pelayanan informasi obat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi obat kepada pelanggan berdasarkan resep atau

kondisi pelanggan baik lisan maupun tulis.


2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan secara sitematis untuk

memberikan informasi.
3. Menjawab pertanyaan pelanggan dengan mudah dan dimengerti, tidak

bias, etis, dan bijaksana secara lisan maupun tertulis.


4. Memasang brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi

pelanggan.
5. Mendokumentasi setiap melakukan pelayanan informasi obat.
2.2.4 Ketersediaan Obat
Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang

dilakukan dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek.

Ketersediaan obat di apotek merupakan faktor utama dalam menghadapi

persaingan dengan sekitarnya. Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi

variasi jenis, tipe ukuran kemasan barang yang dijual, dan macam-macam rasa

dari suatu produk yang akan dibeli. (Yuliana, 2009)


Lengkap dan akurat dalam penyediaan obat harus sesuai dengan standar

penyediaan obat di apotek yaitu meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat

OWA (Obat Wajib Apotek). Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat

yang memiliki logo lingkaran berwarna hijau dan lingkaran berwarna biru yang

meliputi obat penurun panas, batuk dan vitamin, sedangkan obat wajib apotek
10

meliputi obat oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan,

obat saluran nafas, obat analgesik, antiparasit dan obat kulit. (BPOM, 2004)
2.2.5 Kecepatan Pelayanan
Pada dasarnya setiap orang ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari

pelayanan kesehatan, pelanggan menyukai pelayanan yang cepat dan tepat.

Kecepatan adalah suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai

waktu yang ditentukan. Sedangkan pelayanan adalah suatu bagian atau urutan

yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain.

(Oktavia.,dkk, 2012)
Kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam

waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan tujuan

tercapainya kepuasan pelanggan. Pelanggan tidak ingin mengalami kesulitan atau

membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak

berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan pelanggan dengan cepat

mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa kepercayaan pelanggan

untuk kembali membeli obat di tempat tersebut. (Trimurthy, 2009)

2.3 Kepuasan Pelanggan


2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan adalah

Servqual (service quality). Servqual dikembangkan atas adanya perbandingan dua

faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan nyata yang mereka terima

(perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected

service).

Menurut Philip Oliver (dalam Barnes, 2003:64) kepuasan adalah tanggapan

pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan

pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang ketika menerima produk atau jasa
11

yang ditawarkan serta membandingkan kinerja atas produk atau jasa yang

diterima dengan harapan yang dimiliki.

Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan

bermutu, sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan

dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan yang diharapkan, maka

layanan disebut memuaskan. Oleh karena itu servqual didefinisikan sebagai

seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan

yang mereka terima. (Malasari dkk, 2011)

Kepuasan pelanggan menggunakan jasa apotek memiliki arti bahwa pelanggan

mengerti cara pemakian obat. Informasi dan kepuasan secara bersama-sama akan

menjadi bagian penting sebagai kepuasan pelanggan (Kusuma, 2009). Kepuasan

pelanggan menggunakan jasa apotek dipengaruhi oleh layanan yang diberikan.

Selain itu citra tempat pembelian juga memiliki peran yang berpengaruh terhadap

frekuensi pembelian pelanggan pada suatu penyedia layanan. (Puccinelli dkk,

2009). Kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek

yang sama dalam melakukan pembelian obat, selain itu juga kepuasan atas produk

akan mempengaruhi pola perilaku selanjutnya seperti minat membeli ulang

produk (Prastiwi dan Ayubi, 15 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Saidani dan Samsul (2012), kepuasan pelanggan akan mempengaruhi keputusan

membeli produk. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ahmadi

(2013), kualitas pelayanan akan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.


12

2.3.2 Tingkat Kepuasan Pelanggan

Dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima faktor yang

harus diperhatikan oleh perusahaan (Lupiyoadi, 2001), yaitu:

a. Kualitas Produk

Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan

bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

b. Kualitas Pelayanan

Dalam industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka

mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

c. Emosional

Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang

lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek

tertentu yang cenderung untuk memiliki tingkat kepuasan yang lebih

tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi

nilai sosial atau social-point yang membuat pelanggan menjadi puas

terhadap merek tertentu.

d. Harga

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga

yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada

pelanggannya.

e. Biaya
13

Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu

membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung

puas terhadap produk atau jasa itu.

2.3.3 Mengukur Kepuasan Pelanggan

Jasa didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan pihak

penyedia jasa kepada pelanggan, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan

suatu produk fisik. Menurut Kotler (Khatimah, 2011) ada beberapa metode yang

bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan

pelanggan yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan

kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya

guna menyampaikan kritik dan saran, pendapat serta keluhan mereka.

Media yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di

tempat- tempat strategis, menyediakan kartu komentar, menyediakan

saluran telepon khusus dan lain- lain mengingat zaman sekarang teknologi

sudah maju sekarang perusahaan-perusahaan dapat membuat account di

jejaring sosial dan megirimkan keluhan atau dapat melalui e-mail.

2. Ghost shopping (mystery shopping)

Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang

(ghost shopper) untuk berperan sebagai pelanggan potensial produk

perusahaan dan pesaing. Kemudian Ghost shopper menyampaikan

temuan-temuan mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan


14

pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk- produk

tersebut.

3. Lost customer analysis

Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggannya yang telah

berhenti membeli atau telah beralih pemasok dan diharapkan diperoleh

informasi penyebab terjadinya hal tersebut.

4. Survei kepuasan pelanggan

Kepuasan pelanggan dilakukan dengan metode survei, baik melalui pos,

telepon, maupun wawancara pribadi. Dengan melalui survei, perusahaan

akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari

pelanggan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan

menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.

2.4 Kualitas Pelayanan

Kualitas merupakan salah satu kunci dalam memenangkan persaingan dengan

pasar. Ketika perusahaan telah mampu menyediakan produk berkualitas maka

telah membangun salah satu fondasi untuk menciptakan kepuasan pelanggan.

kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa telah

mempunyai nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu

barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau

mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan. (Sunyoto, 2012)

Kualitas pelayanan merupakan totalitas dari bentuk karakteristik barang dan

jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan,


15

baik yang nampak jelas maupun yang tersembunyi. Bagi perusahaan yang

bergerak di bidang jasa, pemberian pelayanan yang berkualitas pada pelanggan

merupakan hal mutlak yang harus dilakukan apabila perusahaan ingin mencapai

keberhasilan (Kotler, 2000:25).

Jika kualitas pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada pelanggan baik

maka pelanggan merasa puas, sebaliknya pelayanan yang tidak baik dapat

memberikan dampak ketidakpuasan kepada pelanggan. Ketidakpuasan dapat

disebabkan oleh banyak hal, diantaranya tidak ramahnya pelayanan yang

diberikan oleh pegawai apotek dan kecepatan penanganan pegawai apotek

terhadap pelanggan yang datang. Pelayanan yang baik memberikan kepuasan

kepada pelanggan, hal tersebut tentu akan memberikan kesan yang baik terhadap

pelayanan apotek. Kesan baik inilah yang akan diberitahukan seorang pelanggan

kepada orang lain, sehinnga secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai alat

pemasaran bagi apotek. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang berkualitas.

Pengukuran mengenai kepuasan pelanggan pada apotek sangat penting supaya

dapat diketahui penyebab kepuasan yang menjadi penyebab dari ketidakpuasan,

sehingga pihak apotek dapat melakukan perbaikan dalam pelayanannya (Tjiptono,

2001).

Untuk penilaian kualitas pelayanan tercakup lima dimensi pelayanan, yaitu

reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan),

empathy, dan tangibles (bukti fisik). (Jasfar, 2005)

1. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.


2. Responsiveness (ketanggapan) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan.


16

3. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan

kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya

para pelanggan kepada perusahaan.


4. Empathy yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual

atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya

memahami keinginan pelanggan.


5. Tangibles (bukti fisik) yaitu penampilan dan kemampuan dari sarana dan

prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah

bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.

2.5 Apotek
Menurut Permenkes No. 9 Tahun 2017, apotek adalah suatu sarana pelayanan

kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Adapun Surat

Izin Apotek (SIA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan apotek.

Setiap apotek harus memiliki apoteker dan asisten apoteker ketika melakukan

kegiatan kefarmasian, memiliki ruang tunggu untuk pengambilan obat. Apabila

salah satu hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka apotek tersebut dapat dikatakan

standar kefarmasian kurang. (Depkes, 2009)

Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah tempat

pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan

apoteker, sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, sarana

yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain

obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika, serta sebagai sarana

pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,


17

pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan

obat, bahan obat dan obat tradisional.

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh apotek dalam meningkatkan kualitas

pelayananan adalah:

1. Tersedianya papan nama apotek yang terlihat jelas dengan memuat nama

apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek, dan alamat

apotek.
2. Ruang tunggu yang nyaman untuk pelanggan yaitu bersih, ventilasi yang

memadai, cahaya yang cukup, dan tersedia tempat duduk pelanggan.


3. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas,

serta informasi bagi pelanggan berupa brosur, leaflet, poster atau majalah

kesehatan.
4. Ruang untuk memberikan konseling kepada pelanggan.
5. Ruang peracikan.
6. Tempat penyimpanan sediaan farmasi.
7. Tempat pencucian alat.
8. Peralatan penunjang kebersihan apotek.
(Menkes RI, 2014)

2.6 Profil Apotek X

Apotek X pertama kali didirikan pada 10 November 2009 yang terletak di

daerah Kabupaten Sidoarjo. Apotek X berkomitmen untuk memberikan pelayanan

yang terbaik dengan harga yang tetap sama pada pagi, siang, malam, hari biasa

maupun hari libur. Konsep dari apotek X dalam meberikan pelayanan terbaik bagi

masyarakat adalah sebagai berikut.

a. Komplit
Persediaan ragam obat di apotek X relative komplit.
b. 24 Jam
18

Apotek X berkomitmen melayani masyarakat 24 jam perhari 7 hari

perminggu.
c. Harga Sama
Pada pagi, siang, malam, dan hari libur apotek X berkomitmen tidak

mengenakan harga yang lebih tinggi diluar jam kerja biasa.


d. Keaslian Obat
Apotek X berkomitmen untuk menyediakan obat hanya dari sumber-

sumber dengan prosedur yang resmi sehingga keaslian obat terjamin.


e. Kemajemukan
Semua karyawan apotek X memahami serta menghargai perbedaan dan

keragaman social budaya di dalam maupun di luar perusahaan.


f. Melayani Masyarakat
Untuk dapat melayani masyarakat di sekitar lokasi gerai, apotek X

menyelenggarakan pelayanan pengobatan gratis bagi warga sekitar yang

tidak mampu pada setiap hari ulang tahun gerai.

Adapun visi dan misi apotek X dalam memberikan pelayanan terbaik untuk

masyarakat adalah sebagai berikut.

1. Visi
Menjadi merek nasional kebanggaan masyarakat yang menyediakan ragam

obat yang komplit, buka 24 jam termasuk hari libur, dan dapat bermanfaat

bagi seluruh masyarakat, karyawan dan pemilik.


2. Misi
a. Menyediakan pilihan obat yang komplit, setiap saat, dengan harga

yang sama pagi-siang-malam dan hari libur


b. Menyediakan kualitas pelayanan yang prima, apotek X senantiasa

mempelajari dan mengusahakan peningkatan kualitas pelayanan untuk

memaksimalkan tingkat kepuasan pelanggan.


19

2.7 Kerangka Konsep

3
1. Penampilan apotek

Pelayanan Standar 2. Keramahan petugas


Farmasi di Pelayanan apotek Kepuasan
Apotek X Kefarmasian pelanggan
3. Pelayanan informasi
obat di apotek

4. Ketersediaan obat di
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian
apotek

5. Kecepatan
pelayanan di apotek

BAB III
20

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif, yang bertujuan

untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap kepuasan pelanggan

menggunakan jasa apotek X. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif

analitik.

Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi penentuan sampel, penyusunan

angket (kuesioner), dan penentuan lokasi penelitian.

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah melakukan survei melalui

angket (kuesioner) kepada pelanggan yang mengambil obat dengan menggunakan

resep dokter di apotek X.

Tahap akhir dari penelitian ini adalah menganalisa data yang diperoleh dan

membuat kesimpulan tentang tingkat kepuasan pelanggan menggunakan jasa

apotek X.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian terdiri dari manusia, benda–

benda, hewan, tumbuh–tumbuhan, gejala–gejala, atau peristiwa–peristiwa sebagai

sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi,

1998:141). Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan yang datang

mengambil obat menggunakan resep dokter di apotek X. Diambil rata-rata

kehadiran pasien sebanyak 20 orang per hari.

3.2.2 Sampel
21

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2006:118). Teknik pengambilan sampel adalah

dengan menggunakan Non Probability Sampling, yaitu semua elemen dalam

populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel

(Ferdinand, 2006:231). Metode pengambilan sampel menggunakan Purposive

Sampling, teknik penentuan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang sesuai

yaitu pelanggan yang telah mengambil obat dengan menggunakan resep dokter di

apotek X lebih dari satu kali. Hal ini dilakukan karena mengingat keterbatasan

waktu yang ada. Pengambilan sampel untuk penelitian menggunakan rumus

slovin, biasanya digunakan dalam penelitian survey dalam jumlah sampel lebih

besar sehingga rumus slovin dapat menghasilkan sampel yang sedikit tetapi dapat

mewakili keseluruhan populasi.

Rumus slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut.

Keterangan :

n = Ukuran sampel/jumlah responden

N = Ukuran populasi

e = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang

masih bisa ditolerir, e = 0,1

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 1200 pasien dalam satu

bulan sehingga presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil

perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk mengetahui

sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut:


22

n=

n=

n = 92,3 (disesuaikan peneliti menjadi 100 responden)

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang mejadi responden dalam

penelitian ini di sesuaikan menjadi sebanyak 100 orang, hal dilakukan untuk

mempermudah dalam pengolahan data dan untuk hasil pengujian yang lebih baik.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di apotek X daerah Kabupaten Sidoarjo.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Maret 2018.


23

3.4 Definisi Operasional Variabel

3.4.1 Tabel Definisi Operasional Variabel

Definisi Sub Definisi Alat Hasil


Variabel
Operasional Variabel Operasional Ukur Ukur
Kepuasan Perasaan Kehandalan Waktu penyediaan Kuesioner 20,00 - 46,66 = O
pelanggan senang atau obat tanpa racikan E4 dan E5 Rendah
kecewa <15 menit dan 46,67 - 73,33 =
seseorang yang penyediaan obat Sedang
muncul setelah resep <25 menit 73,34-100,00 =
membandingka Tinggi
n kinerja
(hasil) produk Ketanggapan Kecepatan Kuesioner 20,00 - 46,66 = O
yang petugas menerima E2 Rendah
dipikirkan resep, menghitung 46,67 - 73,33 =
terhadap obat dan harga Sedang
kinerja yang
diharapkan. 73,34-100,00 =
Tinggi

Jaminan Petugas memiliki Kuesioner 20,00 - 46,66 = O


pengetahuan dan C1, C2, Rendah
kecakapan dalam C4, C5, 46,67 - 73,33 =
memberikan C6, C7 Sedang
pelayanan 73,34-100,00 =
kefarmasian, Tinggi
memberikan
informasi yang
dapat dipercaya
Empati Kesediaan Kuesioner 20,00 - 46,66 = O
perugas menjawab E1, E2 Rendah
pertanyaan 46,67 - 73,33 =
pelanggan, Sedang
tanggap terhadap 73,34-100,00 =
keluhan atau Tinggi
kebutuhan
pelanggan
Bukti Fisik Petugas Kuesioner 20,00 - 46,66 = O
berpenampilan A1, A2, Rendah
rapi, penampilan A3, A4, 46,67 - 73,33 =
apotek secara fisik A5, A6, Sedang
menyangkut A7 73,34-100,00 =
kebersihan dan Tinggi
kenyamanan.
3.5 Instrumen Penelitian
24

Instrumen dalam penelitian ini melalui angket (kuesioner), yang berarti teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2004).

Dalam pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner itu terdiri atas pertanyaan

berkaitan dengan bukti fisik (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap

(responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty) terhadap kepuasan

pelanggan menggunakan jasa pelayanan apotek X.

3.6 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang relevan

dan akurat. Data yang diperoleh dalam penelitian ini didapatkan langsung dari

pengisian angket (kuesioner) yang ditujukan kepada responden. Pertanyaan-

pertanyaan pada angket dibuat dengan nilai 1-5 menggunakan skala Likert. Nilai

tersebut digunakan agar lebih sederhana untuk menjelaskan keragu-raguan atau

netral dalam memilih jawaban. Oleh karena itu, skala Likert ini lazim digunakan

di Indonesia untuk yang mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang.

Umumya masing-masing item scale mempunyai lima kategori, yang berkisar

antara ”sangat tidak setuju” sampai dengan ”sangat setuju” (Maholtra, 2004).

3.6.1 Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah tempat data diperoleh dengan menggunakan metode

tertentu baik berupa manusia, artefak, ataupun dokumen-dokumen (Sutopo, 2006).

Penelitian ini menggunakan sumber data yang dapat dimanfaatkan, yaitu data

primer. Data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak

melalui perantara). Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data primer dapat
25

dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner langsung kepada pelanggan datang

langsung ke apotek X yang mengambil obat dengan menggunakan resep dokter.

3.6.2 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini

dengan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara metode survei,

yaitu:

1. Membuat angket (kuesioner) yang mudah dimengerti responden


2. Sebar kuesioner berdasarkan populasi yang sudah ditentukan peneliti
3. Megumpulkan data yang diperoleh dari responden
4. Mengolah data yang sudah terkumpul menggunakan SPSS

3.6 Analisis Data

Analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai

responden dalam penelitian ini, khususnya variabel-variabel yang digunakan

untuk penelitian. Analisis data adalah cara yang digunakan untuk mengolah data

yang diperoleh sehingga didapatkan suatu kesimpulan. Metode analisis data yang

digunakan adalah analisis statistik. Metode statistik untuk menganalisa statistik

yang bekerja dengan angka-angka untuk menunjukkan nilai atau harga, statistik

bersifat obyek sehingga unsur-unsur subjektif dapat dihindari dengan maksud

statistik sebagai alat penilaian tidak dapat berbicara lain kecuali apa adanya,

statistik bersifat universal, yang berarti dapat digunakan hampir dalam semua

penelitian.

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis indeks untuk

menggambarkan persepsi responden atas beberapa pertanyaan yang diajukan

melalui angket (kuesioner). Teknik penilaian yang dilakukan dalam penelitian ini
26

menggunakan nilai minimum 1 (satu) dan maksimum 5 (lima), maka indeks

perhitungan jawaban responden dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

Nilai Indeks = (%F1 x 1) + (%F2 x 2) + (%F3 x 3) + (%F4 x 4) + (%F5 x 5)

Keterangan:

F1: frekuensi responden yang menjawab dengan nilai 1 pada angket

F2: frekuensi responden yang menjawab dengan nilai 2 pada angket

F3: frekuensi responden yang menjawab dengan nilai 3 pada angket

F4: frekuensi responden yang menjawab dengan nilai 4 pada angket

F5: frekuensi responden yang menjawab dengan nilai 5 pada angket

Nilai jawaban responden dimulai dari nilai 1 sampai 5, maka perhitungan nilai

indeks jawaban akan menghasilkan nilai minimal sebesar 20 dan nilai maksimal

sebesar 100.

a. Nilai minimal diperoleh jika 100% responden menjawab nilai 1

1 x 100% = 100%. Dengan demikian nilai indeks minimal diperoleh

sebesar 100% dibagi 5 = 20%.

b. Nilai maksimal diperoleh jika 100% responden menjawab nilai

5 x 100% = 500%. Dengan demikian nilai indeks maksimal diperoleh

sebesar 500% dibagi 5 = 100%

Sedangkan rentang skala didapatkan dari perhitungan rumus berikut.

RS = m - n

k
27

Maka perhitungannya adalah :

RS = 100 – 20

= 26,66

Keterangan :

RS : rentang skala

m : nilai maksimal

n : nilai minimal

k : jumlah kategori

Dengan menggunakan kriteria tiga kotak (Three-Box-Method), maka rentang

sebesar 80 akan dibagi tiga dan menghasilkan rentang sebesar 26,66. Rentang

tersebut yang akan digunakan sebagai dasar interprestasi indeks sebagai berikut.

20,00 - 46,66 = Rendah

46,67 - 73,33 = Sedang

73,34 - 100,00 = Tinggi

3.6.1 Uji Validitas dan Reabilitas

3.6.1.1 Uji Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen

pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menajalankan fungsi ukur secara tepat

atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. (Azwar, 1987:73)


28

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidakknya suatu kuesioner.

Dikatakan valid apabila pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan

sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas berfungsi untuk

mengukur pertanyaan dalam kuesioner yang sudah dibuat betul-betul dapat

mengukur apa yang hendak diukur. Masing-masing item dikatakan valid apabila r

hitung > r tabel, (Ghozali (2005). Uji signifikasi ini membandingkan korelasi

antara nilai masing-masing item pertanyaan dengan nilai total. Apabila besarnya

nilai total koefisien item pertanyaan masing-masing variabel melebihi nilai

signifikan maka pertanyaan tersebut dinilai tidak valid. Validitas menunjukkan

sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Perhitungan tersebut akan dilakukan dengan bantuan komputer program

SPSS. Untuk menentukan nomor-nomor item yang valid dan tidak, perlu

dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Kriteria penilaian uji validitas,

adalah:

1. Apabila r hitung > r tabel (pada taraf signifikansi 5%), maka dapat

dikatakan item kuesioner tersebut valid.


2. Apabila r hitung < r tabel (pada taraf signifikansi 5%), maka dapat

dikatakan item kuesioner tersebut tidak valid.

3.6.1.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi jika

pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.

Reliabilitas tes merupakan tingkat konsistensi suatu tes, sejauh mana tes dapat

dipercaya untuk menghasilkan nilai yang konsisten, relatif tidak berubah

meskipun diteskan pada situasi yang berbeda. (Sugiono, 2005)


29

Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil bila diukur sekali saja. Untuk

mengetahui apakah suatu variabel reliabel atau tidak digunakan uji Alpha

Cronbach. Semakin nilai alphanya mendekati satu maka nilai reliabilitas datanya

semakin terpercaya. Perhitungan tersebut akan dilakukan dengan bantuan

komputer program SPSS. Nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini akan

digunakan nilai 0.6 dengan asumsi bahwa daftar pertanyaan yang diuji akan

dikatakan reliabel bila nilai Cronbach Alpha > 0.6 Syarat suatu alat ukur

menunjukkan kehandalan yang semakin tinggi adalah apabila koefisien reliabilitas

(α) yang mendekati angka satu. Apabila koefisien alpha (α) lebih besar dari 0.6

maka alat ukur dianggap handal. (Ghozali (2005).

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik

Formula Alpha Cronbach dan dengan menggunakan program SPSS.

Rumus :

k  S2 j
α= 1  
k 1 S 2 x 

Keterangan :

α = koefisien reliabilitas alpha

k = jumlah item

Sj = varians responden untuk item I

Sx = jumlah varians skor total

Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000: 312)

yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :


30

Jika alpha atau r hitung:

0,8-1,0 = Reliabilitas baik

0,6-0,799 = Reliabilitas diterima

kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik

Anda mungkin juga menyukai