Anda di halaman 1dari 31

CASE REPORT

LUKA AKIBAT KEKERASAN BENDA TUMPUL

Disusun Oleh :
dr. Rizky Bayu Ajie, S. Ked.

Pembimbing :
dr. Yose Rizal
dr. Heni Gembirawati G.

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD PRINGSEWU
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan case report tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan case

report ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Program

Internsip Dokter Indonesia di RSUD Pringsewu

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan case report ini. Penulis menyadari banyak

sekali kekurangan didalamnya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat

bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, April 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan
permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering
disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri
(Satyo, 2006).

Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai
dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek
dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak
terkena adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat
menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dari
ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab kematian terjadi
karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent dan
Dominick, 2001).

Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas merupakan
akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak
dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal
kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut
terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme tersebut. Oleh karena itu, pada
referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai deskripsi luka trauma benda
tumpul, mekanisme luka akibat trauma benda tumpul, serta aspek medikolegal
yang diharapkan dapat membantu dalam proses pemeriksaan untuk kepentingan di
bidang kedokteran forensik.

BAB II
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN/KORBAN
a. Nama : Sdr. R

1
b. Usia : 23 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki Laki
d. Warga Negara : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Swasta
g. Alamat : Pringsewu Selatan, Pringsewu Lampung

II. IDENTITAS PELAKU


a. Nama : belum diketahui
b. Tempat/tanggal lahir :-
c. Jenis Kelamin :-
d. Warga Negara :-
e. Agama :-
f. Pekerjaan :-
g. Hubungan dengan klien :-

2
III. ANAMNESIS/WAWANCARA
Korban datang dalam keadaan sadar dan keadaan umum baik.Korban
mengaku dianiaya oleh satu orang laki laki ketika hendak menagih
hutang disekitar lingkungan indekos STKIP Muhammadiyah
Pringsewu. Korban mengaku dipukul dengan tangan beberapa kali
sekira pukul 14.00 WIB pada hari Sabtu , tanggal 28 April 2018.

IV. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


a. Keadaan Umum : Baik, kesadaran sadar penuh, emosi stabil,
kooperatif.
b. Tekanan Darah : 120/90 mmHg
c. Nadi : 86 bpm
d. Pernafasan : 18 kali permenit

V. PEMERIKSAAN FISIK

Status Lokalis
1. Pada dahi sisi kiri 5 cm dari garis pertengahan tubuh, 2 cm
dibawah batas rambut kepala terdapat luka memar berwarna
kemerahan dengan luas 5x3cm disertai bengkak.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

VII. TINDAKAN/PENGOBATAN

Tidak dilakukan tindakan atau diberikan pengobatan.

VIII. KESIMPULAN
Pada korban laki laki usia 23 tahun didapatkan memar pada dahi sisi
kiri diakibatkan oleh kekerasan benda tumpul. Perlukaan ini tidak
menyebabkan penyakit dan halangan pekerjaan.

BAB III
PEMBAHASAN

3
Pada Korban datang ke ruang UGD RSUD Pringsewu, tanpa membawa surat
pengantar dari Polisi Sektor setempat. Hal ini sebenarnya tidak sesuai prosedur
yang berlaku sesuai UU yang berlaku. Visum et Repertum adalah keterangan
tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang
pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun
bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah
dan untuk kepentingan peradilan. Menurut pengamatan penulis, prosedur ini
dilewatkan dimana pasien datang ke RSUD tanpa membawa surat atau tanpa
ditemani oleh penyidik. Pembuatan Visum et Repertum disertai dengan
permintaan tertulis dari penyidik berupa Surat Permohonan Visum serendah-
rendahnya pembantu letnan dua sesuai dengan pasal 133 ayat 1 KUHAP. Dengan
demikian sesuai pasal 184 ayat 1 KUHAP, Visum et Repertum yang dibuat dapat
dijadikan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan.

Dengan adanya SPV yang dibuat oleh penyidik maka dokter berkewajiban
memberikan keterangan ahli sesuai dengan pasal 179 (1) KUHAP yaitu “Setiap
orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Hasil
pemeriksaan ini tertuang dalam Visum et Repertum yang dapat digunakan sebagai
alat bukti yang sah.

Terdapat sangsi pidana kepada dokter yang menolak ataupun menghalang-halangi


melaksanakan kewajibannya membantu peradilan. Sangsi tersebut sesuai dengan
yang telah disebutkan pada pasal 216, 222, 224, dan 522 KUHP.

Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam
melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan. Dokter sebaiknya
dapat menyelesaikan permasalahan mengenai :
- Jenis luka apa yang ditemui
- Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan
- Bagaimana kualifikasi dari luka itu

Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi istilah


penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan tetapi
sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai misalnya

4
luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna dan tidak
mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum.

Pada dahi kiri korban 5 cm dari garis pertengahan tubuh, 2 cm dibawah batas
rambut kepala terdapat luka memar berwarna kemerahan dengan luas 5x3cm
disertai bengkak. Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang
singkat.Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan
dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya.Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah
dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick,
2001).

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai
bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi”
(marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan,
dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan,
kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai
dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.Perubahan
warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada
standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara
pemeriksaan fisik.

Pada korban luka tidak menyebabkan kematian, kecacatan, penyakit dan halangan
pekerjaan maka luka pada korban masuk kedalam klasifikasi drajat luka
ringan.Pada luka yang menyebabkan kematian dengan jenis kejahatan yang
dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal 351 sampai dengan
358.Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaina diatur dalam pasal 359,
360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata “mati,
menjadi sakit sementar, atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara” yang
tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena ‘salahnya’
diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian (Satyo,
2006).

5
Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan ini
dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada
dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam pasal-pasal
tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja jiwa orang
lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam istilah medis
(Satyo, 2006).

Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah penyakit atau
luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang
dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi dalam memakai
salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran atau akal lebih dari empat
minggu lamanya, menggugurkan atau memnbunuh anak dari kandungan ibu
(Satyo, 2006).

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI DAN DASAR HUKUM VISUM ET REPERTUM

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas


permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap
seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh
manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk
kepentingan peradilan. Menurut Budiyanto et al, dasar hukum Visum et
Repertum adalah sebagai berikut :
- Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang

6
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.

Kewenangan meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik


pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1)
butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah
penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan
dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena Visum et Repertum
adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan
jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta Visum et Repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang
sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing (Pasal 7(2) KUHAP). Mengenai kepangkatan pembuat surat
permintaan Visum et Repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
no. 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik POLRI berpangkat
serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah
kepolisian tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Brigadir),
maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi
penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya Brigadir dua.
Untuk mengetahui apakah suatu surat permintaan pemeriksaan telah
ditanda tangani oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa si
penanda tangan menandatangani surat tersebut selaku penyidik.

Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan


kewajiban dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang
tertuang dalam pasal 179 KUHAP sebagai berikut:
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagi ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan.

7
Nama Visum et Repertum tidak pernah disebut di dalam KUHAP maupun
hukum acara pidana sebelumnya yaitu RIB (Reglemen Indonesia yang
diperbaharui). Nama Visum et Repertum sendiri hanya disebut di dalam
Staatsblad 350 tahun 1937 pasal 1 dan 2 yang berbunyi :

1) Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah


jabatanyang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran
kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah
daya bukti dalam perkara-perkara pidana, sejauh itu mengandung
keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang
diperiksa.
2) Dokter-dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di negeri
Belanda maupun di Indonesia, sebagai yang dimaksud dalam
pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (atau janji).

Dari bunyi Stb 350 tahun 1937 telihat bahwa :

a. Nilai daya bukti Visum et Repertum dokter hanya sebatas


mengenai hal yang dilihat atau ditemukannya saja pada korban.
Dalam hal demikian, dokter hanya dianggap memberikan
kesaksian mata saja.
b. Visum et Repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah
mengucapkan sumpah sewaktu mulai menjabat sebagai dokter.
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang
sepadan dengan Visum et Repertum adalah pasal 186 dan 187 yang
berbunyi:
Pasal 186 : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan
di sidang pengadilan.

Penjelasan pasal 186 KUHAP: keterangan ahli ini dapat juga sudah
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum
yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat
sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

8
Pasal 187 (c) : Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.

Keduanya termasuk ke dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan
dalam KUHAP Pasal 184:

1) Alat bukti yang sah adalah :


o Keterangan saksi
o Keterangan ahli
o Surat
o Petunjuk
o Keterangan terdakwa

Dari pasal-pasal di atas tampak bahwa yang dimaksud dengan keterangan


ahli maupun surat dalam KUHAP adalah sepadan dengan yang dimaksud
dengan Visum et Repertum dalam Stb no. 350 tahun 1937. Perbedaannya
adalah bahwa keterangan ahli atau surat adalah keterangan atau pendapat
yang dibuat oleh ahli (termasuk dokter) berdasarkan keilmuannya, tidak
hanya terbatas pada apa yang dilihat dan ditemukan oleh si pembuat. Oleh
karena berdasarkan keilmuannya, maka keterangan ahli atau surat tersebut
yang dibuat oleh dokter harus dibuat atas dasar pemeriksaan medis.

Pendapat yang tidak berdasarkan hasil pemeriksaan medis tentu saja tidak
merupakan bagian dari Visum et Repertum. Pemeriksaan medis tersebut
tidak harus dilakukan oleh dokter pembuat Visum et Repertum sendiri. Hal
ini mengingat bahwa kemajuan ilmu kedokteran mengakibatkan berbagai
keahlian khusus pula, sehingga pemeriksaan medis terhadap seseorang
korban mungkin saja dibuat oleh beberapa dokter dari berbagai bidang
spesialisasi.

Nama Visum et Repertum hingga saat ini masih dipertahankan, walaupun


dengan konsep yang lama. Nama Visum et Repertum ini digunakan untuk
membedakan surat atau keterangan ahli yang dibuat dokter dengan surat
atau keterangan ahli yang dibuat oleh ahli lain yang bukan dokter. Sanksi
hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanksi
pidana :

9
Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan
yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian
pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalanghalangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (Affandi, 2017)

II. Definisi Luka

Luka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh


suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai
sinonim dari kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas
dan tidak hanya membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik
tapi juga kerusakan lain yang diakibatkan oleh panas, dingin, bahan
kimiawi, listrik dan radiasi. Sedangkan terminology lesi awalnya
bermaksud cedera namun digunakan untuk mendeskripsikan suatu cedera,
penyakit maupun degenerasi lokal pada jaringan yang dapat
mengakibatkan perubahan fungsi atau struktur.Oleh karena itu,
penggunaan kata cedera atau luka merujuk kepada kerusakan akibat dari
penyebab bukan alami, sementara kata lesi merujuk kepada suatu yang
tidak dapat dipastikan apakah disebabkan oleh penyebab alami atau tidak
(Idries, 2008).

Traumatologi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti luka, adalah cabang
ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma, perlukaan, cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya
terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan
yang menimbulkan jejas.Di dalam melakukan pemeriksaan terhadap
seseorang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter
diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis

10
luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi
luka (Shkrum dan Ramsay, 2007).

III. Deskripsi Luka


Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi,
bentuk, ukuran, dan sifat luka.Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka
tidak perlu dicantumkan dalam pendeskripsian luka.Untuk penulisan
deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi
penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.

Deskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)


1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian
tertentu dari tubuh
c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka
pada regio yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat
tubuh dibagi dengan menggunakan garis khayal yang membagi
tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang
melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat,
dan garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus
luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal
mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan
rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan
lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung
bawah tulang belikat kanan dan kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam
bentuk panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi :

11
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:
- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka
c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :
- Memar (ada atau tidak)
d. Lecet (ada atau tidak)
e. Tatoase (ada atau tidak)

IV. Klasifikasi Luka

Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi


menurut penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam
dan luka tembak (Vincent dan Dominick, 2001).

a. Trauma Benda Tumpul


Luka trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat
atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak
bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang
tidak bergerak. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menjadi
beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi), luka memar (kontusio),
dan luka robek (laserasi).
b. Trauma Benda Tajam
Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya
kontinuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata
tajam dan atau berujung runcing.Pada kematian yang disebabkan oleh
benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena
suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa
pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.Luka yang disebabkan oleh
beda yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi menjadi
beberapa kategori, yaitu luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised
wound), luka bacok (chop wound).

12
c. Luka Tembak
Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru
atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak
adalah luka penetrasi dan perforasi.Luka penetrasi terjadi bila anak
peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada
luka perforasi anak peluru menembus objek secara keseluruhan.

V. Trauma Benda Tumpul

Trauma beda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan


tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang
sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju,
lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri
adalah : (Idries, 2006)
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar

Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu
benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan
orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak.Dalam bidang
medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang
sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika
diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme
itu (Vincent dan Dominick, 2001).

Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat


dikenali, yang mengarah kepada kepentingan medikolegal.Pola trauma
banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa
medikolegal.Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak
diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area,
dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang
cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh
yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan

13
yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma (Shkrum dan Ramsay,
2007).

Contoh pola trauma:


a. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion
pada saat terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion
tersebut akan menjadi fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi
dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk segiempat
atau sudut.
b. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya
mendapatkan fraktur tulang panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper
fractures’. Adanya fraktur tersebut yang disertai luka lainnya pada
tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa
korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor
dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh
kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem mendadak,
pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki,
dapat mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk
mengerem pada saat kecelakaan terjadi.
c. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan
adanya pola luka pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya
terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya pola tersebut
mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.
d. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan
yang kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu
terlihat dari luar, namun menimbulkan edem jaringan pada bagian
dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum pada bibir atas kadang
rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat
pukulan pada kepala.
e. Kekerasan benda tumpul pada leher dapat berakibat patah tulang
leher, robek pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx, dan
kerusakan syaraf
f. Kekerasan benda tumpul pada dada dapat berakibat patah os costae,
sternum, scapula, clavicula, robek organ jantung, paru, pericardium

14
g. Kekerasan benda tumpul pada perut dapat berakibat patah os pubis,
os sacrum, symphysiolysis, luxatio sendi sacro iliaca, robek organ
hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus,v.urinari
h. Kekerasan benda tumpul pada vertebra dapat berakibat fraktura,
dislokasi os vertebrae
i. Kekerasan benda tumpul pada anggota gerak dapat berakibat patah
tulang, dislokasi sendi, robek otot, pembuluh darah, dan kerusakan
saraf

VI. Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul

Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi
dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan
oleh trauma benda tumpul bergantung kepada:
- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh
- Waktu dari benda yang mengenai tubuh
- Bagian tubuh yang terkena
- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
- Jenis benda yang mengenai tubuh

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan


kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut
menimbulkan berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi
menurut beberapa kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
a. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya
pada lapisan kulit epidermis.Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan
epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi
perdarahan.Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan luka.Dua tanda yang dapat digunakan.Tanda yang pertama
adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah
hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan
benda yang mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).

Karakteristik luka lecet :

15
- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis
- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan
kasar dan tumpul
- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang (Sel PMN)
- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak
meninggalkan jaringan parut

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang
mengenainya.Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata
telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik.
Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini
(beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai
beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari
abrasi sangat jarang terjadi.Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas
(Idries, 2008).

Memperkirakan umur luka lecet:


- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau post
mortem. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:

Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem


ANTE MORTEM POST MORTEM
Coklat kemerahan Kekuningan
Terdapat sisa sisa-sisa epitel Epidermis terpisah sempurna dari dermis
Tanda intravital (+) Tanda intravital (-)
Sembarang tempat Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan


sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan
(impact abrasion) dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).

 Luka lecet gores(Scratch)

16
Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores
kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya
dan mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan
arah kekerasan yang terjadi.

 Luka lecet serut (Scraping)


Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat
letak tumpukan epitel.

Gambar 1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang


kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)

 Luka lecet tekan (Impact abrasion)


Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit
adalah jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu
sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih
memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk
yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan
sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat
adalah daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari
sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta
terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

17
Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah.
(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)
b. Kontusio (Luka Memar)
Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang
singkat.Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil
dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya.Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan
darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan
pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent
dan Dominick, 2001).

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi


pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau
pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali
tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan
adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar”
ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi


mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah
“perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban
terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru
tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk
perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan
dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung

18
jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk
menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan
fisik.

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial


(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas
(Patterned/ imprint).

 Luka memar superficial


Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh
akumulasi darah secara subkutan.
 Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih
dalam dari lapisan kulit subkutan.Biasanya jenis luka ini memerlukan
1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.
 Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh,
biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada
permukaan kulit.Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar,
kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang
timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka
akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan
mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu terjadinya luka sebelum kematian.Namun sulit menentukan
secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian
pemeriksa.

Gambar 3 Luka memar pada bagian dada kiri


(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

19
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya
penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan
masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan
kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit
yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena
sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang
ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman.
Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah
sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman
anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang
dapat memproduksi gas gangrene (Idries, 2006)

Memperkirakan umur luka memar :


- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman
- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat
- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka
memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada
area mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh
pembuluh darah kecil secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar
dengan lebam mayat: (Vincent dan Dominick, 2001).

Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat


LUKA MEMAR LEBAM MAYAT
Di sembarang tempat Bagian tubuh yang terendah
Pembengkakan (+) Pembengkakan (-)
Tanda Intravital (+) Tanda Intravital (-)
Ditekan tidak menghilang Ditekan Menghilang
Diiris : tidak menghilang Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih

Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan
dalam.Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda.Pada
organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat
menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.

20
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan
terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat
menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat.Peradangan ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan
perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ
lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang
mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-


abu.Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak.Kontusio
pada bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu
forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah
menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila
kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat
sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian
total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan
kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan
menyebabkan adanya fokus epilepsi.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio.Kontusio ringan dan


sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran
impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti
jantung.Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat
menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang
menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.

Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan


dengan arah kekerasan yang terjadi.Hal ini bermakna jika pola luka
ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada
trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak.Ketika bagian kepala
terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya
dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari

21
kulit kepala.Kranium dapat patah atau tidak.Jika jaringan dibawahnya
terkena, hal ini disebut coup.Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak
bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana
kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan
ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat serupa dengan
apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam. Namun,
kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang
berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.

Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma.Karena


foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak
tepat sesuai dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan
hubungan trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang
membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang
bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya,
sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak
memerlukan penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai
daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan
perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball
haemorrhages” sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat
serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi.Perdarahan
yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa
dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai
keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta
adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain
yang menyebabkan perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma


biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam.Tempat
predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum.Perdahan tersebut
berhubungan dengan malformasi arteri vena.Biasanya mengenai orang
yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.Edema paru tipe

22
neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang
dapat ditemui adalah “ foam cone” busa berwarna putih atau merah muda
pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat
tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio
kordis.Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.

c. Laserasi (Luka robek)


Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari
pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan
pada kulit yang menyebabkan laserasi.Laserasi disebabkan oleh benda
yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek
kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit
dan bawah kulit.Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat
luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut
yang mengalami indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.Jembatan
jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi
dengan luka oleh benda tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).

Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan


(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan.Tepi yang


paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal

23
kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal
kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab


kekerasan tersebut.Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan
yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi.Sehingga
pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu
atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari
ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang
disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola
laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,


perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya.Perubahan awal yaitu
pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya
ke sekitar kulit atau membran mukosa.Bekuan darah yang bercampur
dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau
krusta.Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara
bertahap mengisi saluran luka.Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di
atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak
mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur
lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau memar.Pembagiannya adalah sangat segera segera,
beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari.Laserasi yang terjadi setelah
mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak
adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat.Sebuah laserasi kecil tanpa


adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila
perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai
jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas
kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari

24
permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam
jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna.

Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada
saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat
menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada
jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan
emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik.Laserasi juga dapat terjadi
pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada
organ jantung, aorta, hati dan limpa.Hal yang harus diwaspadai dari
laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka
waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat
(Idries, 2008).

d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi


Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama
dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan
selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat
dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari
sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka.Luka robek
mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan
yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau
tercabut bila kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek
sering tampak adanya luka lecet atau luka memar.Oleh karena luka pada
umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan
kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka
terbuka dengan benda tumpul mengenai tubuh korban (Vincent dan
Dominick, 2001).

VII. Aspek Medikolegal Luka

25
Luka Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Dalam KUHP dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang


disengaja.Luka yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau
Misdrijven Tegen Het Lijf.Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi
dua yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan
kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan).Jenis
kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal 351
sampai dengan 358.Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaina
diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut
dijumpai kata-kata “mati, menjadi sakit sementar, atau tidak dapat
menjalankan pekerjaan sementara” yang tidak disebabkan secara langsung
oleh terdakwa, akan tetapi karena ‘salahnya’ diartikan sebagai kurang hati-
hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian (Satyo, 2006).

Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan ini
dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan
pada dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam
pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan
sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal
dalam istilah medis (Satyo, 2006).

Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah
penyakit atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan
sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus
tidak cakap lagi dalam memakai salah satu panca indera, lumpuh, berubah
pikiran atau akal lebih dari empat minggu lamanya, menggugurkan atau
memnbunuh anak dari kandungan ibu (Satyo, 2006).

Disinilah dokter berperan bear sebagai saksi ahli di depan pengadilan.


Hakim akan mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik
maupun ahli lain nya (setiap dokter) dalam tiap kejadian secara kasus demi
kasus.

VeR Dalam KUHP

26
Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak
hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban
perlukaan. Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan
mengenai:
- Jenis luka apa yang ditemui
- Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan
- Kualifikasi dari luka

Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi


istilah penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum.
Akan tetapi sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil
apapun. Sebagai misalnya luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh
sendiri secara sempurna dan tidak mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya
dari kaca mata hukum.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak dijumpai istilah


Visum et Repertum. Pasal 133 KUHAP memakai istilah “surat keterangan
ahli” yang dibuat oleh spesialis kedokteran forensik atau “surat
keterangan” bila dibuat oleh dokter umum atau dokter spesialis lainnya,
adalah identik dengan Visum et Repertum.

Profesionalisme seorang dokter dapat dimunculkan pada kesimpulan


Visum et Repertum yang dapat menjadi pertimbangan pihak penegak
hukum.
Ada empat kualifikasi (derajat) yang dapat dipilih dokter :
1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi saksi atau mendapat halangan
dalam melakukan pekerjaan atau jabatan.
2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit tetapi tidak ada halangan
untuk melakukan pekerjaan atau jabatan.
3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk
melakukan pekerjaan atau jabatannya.
4. Orang yang bersangkutan mengalami :
a. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh.
b. Dapat mendatangkan bahaya maut.
c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan.
d. Tidak dapat memakai salah satu panca indera.
Terganggu pikiran lebih dari empat minggu.

27
BAB V
KESIMPULAN

Pada korban laki laki usia 23 tahun didapatkan memar pada dahi sisi kiri disertai
bengkak diakibatkan oleh kekerasan benda tumpul. Perlukaan ini tidak
menyebabkan penyakit dan halangan pekerjaan.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Afandi, Dedi. 2017. Visum Et Repertum: Tatalaksana dan Teknik
Pembuatan. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, pp. 3-5

2. Alexandropoulou, C. A., dan Panagiotopoulos, E. 2010. Wound Ballistics:


Analysis of Blunt and Penetrating Trauma Mechanisms. Health Science
Journal, vol. 4, issue 4, pp. 225-236

3. Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik


Khusus Pada Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-143. Jakarta: Sagung Seto

4. Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik.


Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433

5. Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic


Pathology of Trauma, Chapter 8, pp. 405-518

6. Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic


Pathology Second Edition, Chapter 4, pp. 1-26

29

Anda mungkin juga menyukai