Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


HIPERTENSI

Oleh
I Made Sandiadnyana, S.Kep
NIM 08.322.0036

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2010

1
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN PASIEN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan karena
tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolik 140 mmHg atau
lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target organ
disini ialah: otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah.
(Pratanu,1991)
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120-130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik
dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita.(Abdul Majid, 2004)
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : Hipertensi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik
sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana
tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah
dari 90 mmHg. (Darmojo, 1999)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg. (WHO)

2
Gambar I. Hipertensi mempersempit pembuluh darah di paru.
Penyempitan pembuluh darah menimbulkan resistensi dan
meningkatkan beban kerja jantung.
Sumber :
http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.p
df

2. Epidemiologi
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular
jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah penyebab angka kematian
pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan
diperkirakan 1-2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini
dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat
meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik
dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil
penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi,
terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama
2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan
ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya
lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi.( Edial
Sanif, 2009)

3. Penyebab Dan Faktor Risiko


Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada: Elastisitas dinding aorta menurun Katub jantung
menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi meningkatnya resistensi

3
pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan
pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
 Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
 Ciri perseorangan:
 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
 Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
 Kebiasaan hidup
 Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
 Kegemukan atau makan berlebihan
 Stress
Merokok
Minum alcohol
 Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
 Ginjal
 Glomerulonefritis
 Pielonefritis
 Nekrosis tubular akut
 Tumor
 Vascular
 Aterosklerosis
 Hiperplasia
 Trombosis
 Aneurisma
 Emboli kolestrol
 Vaskulitis
 Kelainan endokrin
 DM
 Hipertiroidisme
 Hipotiroidisme
 Saraf
 Stroke
 Ensepalitis
 Obat – obatan
 Kontrasepsi oral
 Kortikosteroid
 Faktor risiko
a) Penderita diabetes

4
b) Perokok
c) Kegemukan
d) Hiperlipidemia
e) Kontrasepsi oral
f) Riwayat hipertensi pada kehamilan dan,
g) Pengguna minuman beralkohol
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

4. Patofisiologi Penyakit (terkait dengan proses penuaan)


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal.

5
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana
terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

5. Pathways
Terlampir

6. Klasifikasi
a. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas: (Darmojo,
1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan
rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI,
1997) sebagai berikut :

KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)

Normal < 130 < 85

Perbatasan 130-139 85-89

6
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 160-179 100-109

Hipertensi tingkat 3 ≥ 180 ≥ 110

Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi


2 golongan besar yaitu :
 Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya
 Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh
penyakit lain

7. Gejala Klinis
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
a) Biasanya pasien mengeluh nyeri dada, dan sesak nafas (dipsnea)
b) Adanya tekanan darah melampaui 160/90 mmHg
c) Adanya retinopathy
d) Mata kabur pada edema papil mata
e) Sakit kepala hebat dan nyeri tengkuk
f) Peningkatan TIK
g) Mual dan muntah
h) Perubahan level kesadaran
i) Nistagmus
j) Abdominal bruit
k) Oliguri, Hematuri dan proteinuri
l) Peningkatan MAP (tekanan arteri rata-rata)
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang


menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

8. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis, pasien
tampak sesak (adanya pernafasan cuping hidung, tampak ada

7
retraksi dada, RR > 16 - 20 kali/menit), tampak odema pada
ekstremitas.
 Palpasi : Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2 detik,
CTR > 2 detik, nadi teraba kuat, jelas, dan cepat, pembesaran
ginjal.
 Perkusi : Suara dullness pada paru.
 Auskultasi : Terdengar suara jantung S3S4, terdengar suara
crackles pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen.

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
b. Urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
a. Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus
tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
(Sumber : Abdul Majid, 2004)

10. Diagnosis/ Kriteria Diagnosis


Diagnosa hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi. Krisis hipertensi
ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
(Edial Sanif, 2009)

11. Potensial Komplikasi

8
a. Disfungsi serebral : hipertensi encephalopathy, perdarahan pada
intra serebral atau sub arachnoid, infark akibat emboli pada otak.
b. Disfungsi pada jantung atau pembuluh darah
c. Gagal ginjal
(sumber: Alspach, Joann Griff, 2006)

12. Therapy
Therapi yang dipakai dalam mengetasi hipertensi yaitu melalui therapy medis
dengan obat anti hipertensi seperti :
a. Golongan diuretic dan obat sejenis :
 Diuretic thiazide : Chlorthalidone (untuk penurunan volume darah,
aliran darah ginjal, dan curah jantung)
 Diuretic loop : ex; Fursemide (untuk menghambat reabsorpsi Na dan
air dalam ginjal
 Diuretic pengganti Kalium : ex; Spironolactone (utuk inhibisi
kompetitif aldosteron)
b. Inhibitor Adrenergic
 Methyldopa : (untuk menghambat decarboxylase, mengganti
norefinefrin dari tempat penyimpanan)
c. Vasodilator
 Natrium nitroprusside : (untuk vasodilatasi verifier dengan merelaksasi
otot polos)
d. Penghambat enzim pengubah angiotensin
 Captopril : (untuk menghambat konversi angiotensin 1 menjadi
engiotensin 2 dan menurunkan tahanan perifer total)
e. Antagonis Calsium
 Diltiazel hydrochloride : (untuk menghambat pemasukan ion Calsium
ke dalam sel dan menurunkan afterload jantung)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Karakteristik Demografi
a) Identitas Pasien
b) Riwayat Pekerjaan & Status Ekonomi
c) Aktivitas Rekreasi
d) Riwayat Keluarga
b. Pola Kebiasaan Sehari-hari (Virginia Handerson)

9
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan
pasien dapat dilakukan diantaranya dari segi:
1. Bernafas
Pada saat pengkajian pernafasan, pada umumnya pasien mengeluh
sulit bernafas.
2. Makan
Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh mual .
3. Minum
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
4. Eliminasi BAB & BAK
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
5. Gerak aktivitas
1) Kemampuan ADL :
a. Kemampuan untuk makan
b. Kemampuan untuk mandi
c. Kemampuan untuk toileting
d. Kemampuan untuk berpakaian
e. Kemampuan untuk instrumentalia
2) Kemampuan mobilisasi:
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d
itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6. Istirahat tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri dada,
sesak, dan pusing yang dirasakannya.
7. Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam
rentang normal yaitu 36o C - 37° C.
8. Kebersihan diri

10
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami masalah/
keluhan kebersihan diri.
9. Rasa nyaman
Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit pada
bagian kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan
pada ekstremitas.
10. Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas dengan
raut wajah pasien tampak tidak tenang.
11. Sosial
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau
hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12. Pengetahuan belajar
Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi tentang
penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh perawat atau
dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13. Rekreasi
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai
hiburan atau berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi
ringan biasanya dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti
lari, jogging, jalan santai atau bersepeda dan bersenang-senang.
Pasien juga dianjurkan untuk melakukan teknik relaksasi (yang
memungkinkan dan bukan kontraindikasi dari kondisi pasien)
untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
14. Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.

c. Status Kesehatan
a) Status Kesehatan Saat Ini
Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan
kelelahan.
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

11
 Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan
yang tidak terkontrol dan tidak berkesinambungan
 Adanya riwayat penyakit ginjal dan adrenal

c) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
TTV, BB, GCS
 Keadaan Umum : lemah
Kesadaran (E:M:V)
TTV
BB/TB
 Integumen
Kulit lansia keriput ( kerena proses penuaan yang terjadi),
kelenturan dan kelembaban kurang.
 Kepala
Normal cephali, distribusi rambut merata, beruban, kulit
kepala dalam keadaan bersih, tidak terdapat ketombe
ataupun kutu rambut, wajah simetris, nyeri tekan negatif.
 Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
 Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan
pendengaran yang berkaitan dengan hipertensi.
 Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Payudara
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Kardiovaskular

12
TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup
kuat). Lansia biasanya mengeluh dadanya berdebar – debar.
Terkadang terasa nyeri dada.
 Gastrointestinal
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.
 Genitourinaria
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
 Muskuloskeletal
Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada
lutut saat cuaca dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot
berkurang, tulang dada, pipi, klavikula tampak menonjol,
terjadi sarkopenia, ekstremitas atas bawah hangat.
 Sistem saraf pusat
Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat,
tidak ada disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek.
 Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.

2. Diagnosa Keperawatan
(Pohon Masalah : terlampir)
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru akibat odema paru ditandai dengan pasien mengeluh sesak
nafas, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dada, RR
meningkat.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi
O2 dan CO2 di paru akibat adanya odema paru ditandai dengan
saturasi oksigen di bawah 95%
3. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan peningkatan TIK
akibat oedema otak ditandai oleh paien yang mengeluh pusing

13
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan
kontraktilitas miokardium ditandai dengan adanya tanda-tanda
penurunan perfusi jaringan seperti sianosis, CTR>2 detik
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke jaringan perifer ditandai dengan CRT<2 detik
6. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan suplai O2 pada jantung
yang menimbulkan iskemik ditandai dengan pasien yang mengeluh
nyeri dada
7. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penekanan saraf optikus ditandai pasien mengeluh matanya kabur
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan volume
cairan ekstraseluler ditandai dengan adanya oedema pada
ekstremitas
9. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
10. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pembentukan
energi ditandai dengan pasien mengeluh lemas
11. PK gagal jantung
12. PK gagal ginjal
13. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
14. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan penurunan GFR
ditandai dengan oliguri
Prioritas Diagnosa :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru akibat odema paru ditandai dengan pasien
mengeluh sesak nafas, adanya pernafasan cuping hidung,
retraksi dada, RR meningkat.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
difusi O2 dan CO2 di paru akibat adanya odema paru ditandai
dengan saturasi
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelainan
kontraktilitas miokardium ditandai dengan adanya tanda-tanda
penurunan perfusi jaringan seperti sianosis, CTR>2 detik
4. Gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan peningkatan
TIK akibat oedema otak ditandai oleh paien yang mengeluh
pusing

14
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai O2 ke jaringan perifer ditandai dengan CRT<2
detik
6. PK gagal jantung
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
dan muntah
8. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan suplai O 2 pada
jantung yang menimbulkan iskemik ditandai dengan pasien
yang mengeluh nyeri dada
9. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
volume cairan ekstraseluler ditandai dengan adanya oedema
pada ekstremitas
10. PK gagal ginjal
11. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penekanan saraf optikus ditandai pasien mengeluh matanya
kabur
12. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
13. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan penurunan GFR
ditandai dengan oliguri
14. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan
pembentukan energi ditandai dengan pasien mengeluh lemas

3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan/kriteria
Intervensi Rasional
Dx hasil
1. Setelah diberikan  Kaji frekuensi,  Kecepatan biasanya
asuhan kedalaman meningkat. Dispnea dan
keperawatan pernapasan dan terjadi peningkatan
selama…x24 jam, ekspansi dada. Catat kerja napas (pada awal
diharapkan pola upaya pernapasan, atau hanya tanda EP
nafas pasien termasuk sebakut). Kedalaman
kembali efektif penggunaan otot pernapasan bervariasi
dengan kriteria: bantu/pelebaran tergantung derajat gagal
1. RR normal
nasal. napas. Ekspansi dada
(16-20x/mnt)
terbatas yang
2. Ekspansi
berhubungan dengan
dada simetris

15
3. Tidak ada atelektasis dan/atau
 Auskultasi bunyi
pernafasan nyeri dada pleuritik
napas dan catat  Bunyi napas menurun/
cuping
adanya bunyi napas tak ada bila jalan napas
hidung, dan
adventisius, seperti obstruksi sekunder
retraksi dada
4. Bunyi nafas krekels, mengi, terhadap perdarahan,
normal gesekan pleural. bekuan atau kolaps jalan
(vesikuler), napas kecil (atelektasis).
tidak ada Ronki dan mengi
bunyi nafas menyertai obstruksi
 Berikan posisi
tambahan jalan napas/kegagalan
semifowler bila
seperti: pernapasan.
tidak ada
krakels,  Membantu
kontraindikasi
ronchi meningkatkan
 Kolaborasi
5. Secara pernafasan
pemberian oksigen
verbal tidak
 Memaksimalkan
ada keluhan
bernapas dan
sesak
menurunkan kerja otot-
otot pernafasan.
2. Setelah diberikan  Observasi warna  Sianosis kuku
asuhan kulit, membran menggambarkan
keperawatan mukosa dan kuku, vasokontriksi/respon
selama …x24 serta mencatat tubuh terhadap demam.
jam, diharapkan adanya sianosis Sianosis cuping hidung,
pertukaran gas perifer (kuku) atau membran mukosa, dan
pasien kembali sianosis pusat kulit sekitar mulut dapat
efektif dengan (circumoral) mengindikasikan adanya
kriteria: hipoksemia sistemik
1. PO2 dalam  Mencegah kelelahan
 Observasi kondisi
batas normal dan mengurangi
yang memburuk.
(80-100 komsumsi oksigen
Mencatat adanya
mmHg) untuk memfasilitasi
2. PCO2 dalam hipotensi,pucat,
resolusi infeksi.
cyanosis, perubahan

16
batas normal dalam tingkat
(35- kesadaran, serta
45mmHg) dispnea berat dan
3. Saturasi O2  Shock dan oedema paru-
kelemahan.
dalam batas  Siapkan untuk paru merupakan
normal dilakukan tindakan penyebab yang sering
(>95%) keperawatan kritis menyebabkan kematian
4. Secara
jika diindikasikan memerlukan intervensi
verbal
medis secepatnya.
keluhan
sesak tidak  Intubasi dan ventilasi

ada/berkuran mekanis dilakukan pada

g kondisi insufisiensi
5. Tidak respirasi berat.
Nampak
 Pemberian terapi
sianosis
6. Tidak ada oksigen untuk menjaga

penurunan  Kolaborasi PaO2 diatas 60 mmHg,

kesadaran pemberian terapi oksigen yang diberikan


oksigen, misalnya: sesuai dengan toleransi
nasal kanul dan dengan pasien
masker
 Untuk memantau
perubahan proses
 Monitor ABGs, penyakit dan
pulse oximetry. memfasilitasi perubahan
dalam terapi oksigen

3. Setelah diberikan  Auskultasi nadi  Biasanya terjadi


asuhan apikal; kaji takikardi (meskipun
keperawatan frekuensi, irama pada saat istirahat)
selama …x24 jantung untuk mengkompensasi

17
jam, diharapkan penurunan kontraktilitas
curah jantung ventrikuler.
pasien kembali  Catat bunyi jantung
 S1 dan S2 mungkin
normal dengan
lemah karena
kriteria:
menurunnya kerja
1. Tidak adanya
pompa. Irama gallop
sianosis
2. CRT <2 dtk umum (S3 dan S4)
3. Akral hangat
dihasilkan sebagai aliran
4. RR normal
darah kedalam serambi
(16-
yang distensi. Murmur
20x/menit)
5. HR dalam dapat menunjukkan
 Palpasi nadi perifer
batas normal inkompetensi/stenosis
(60- katup.
100x/mnt)
6. Tidak ada  Penurunan curah

bunyi jantung dapat

jantung menunjukkan

tambahan menurunnya nadi radial,


7. GCS dalam popliteal, dorsalis pedis,
nilai normal dan postibial. Nadi
15  Kaji kulit terhadap
mungkin cepat hilanga
8. Haluaran pucat dan sianosis tau tidak teratur untuk
urine dalam
dipalpasi dan pulsus
batas normal
alternan (denyut kuat
400 ml/24
lain dengan denyut
jam, warna
lemah) mungkin ada.
kuning jernih
 Pucat menunjukkan
menurunnya perfusi
perifer sekunder
terhadap tidak
 Pantau haluaran
adekuatnya curah
urine, catat jantung, vasokonstriksi,

18
penurunan haluaran dan anemia. Sianosis
dan dapat terjadi sebagai
kepekatan/konsentra refraktori GJK. Area
si urine. yang sakit sering
berwarna biru atau
belang karena
peningkatan kongesti
vena.

 Ginjal berespons untuk


menurunkan curah
 Kaji perubahan pada
jantung dengan
sensori, contoh
menahan cairan dan
letargi, bingung,
natrium. Haluaran urine
disorientasi, cemas,
biasanya menurun
dan depresi.
selama sehari karena
 Berikan istiarhat
perpindahan cairan ke
semi rekumben pada jaringan tetapi dapat
tempat tidur atau meningkat pada malam
kursi. Kaji dengan hari sehingga cairan
pemeriksaan fisik berpindah kembali ke
sesuai indikasi. sirkulasi bila pasien
tidur.

 Berikan istirahat  Dapat menunjukkan


psikologi dengan tidak adekuatnya perfusi
lingkungan tenang; serebral sekunder
menjelaskan terhadap penurunan
manajemen curah jantung.
medik/keperawatan;
 Istirahat fisik harus
membantu pasien
dipertahankan untuk
menghindari situasi
memperbaiki efisiensi
stres, mendengar/
kontraksi jantung dan

19
berespons terhadap menurunkan
ekspresi kebutuhan/konsumsi
perasaan/takut. oksigen miokard dan
kerja berlebihan.
 Berikan pispot di
samping tempat  Stres emosi
tidur. Hindari menghasilkan
aktivitas respons vasokontriksi, yang
valsalva, contoh meningkatkan TD dan
mengejan selama meningkatkan
defekasi, menahan frekuensi/kerja jantung.
napas selama
perubahan posisi.

 Tinggikan kaki,
 Pispot digunakan untuk
hindari tekanan pada
menurunkan kerja ke
bawah lutut. Dorong
kamar mandi atau kerja
olahraga aktif/pasif.
keras menggunakan
Tingkatkan
bedpan. Manuver
ambulasi/aktivitas
Valsalva menyebabkan
sesuai toleransi
rangsa vagal diikuti
 Periksa nyeri tekan
dengan takirkardi, yang
betis, menurunnya selanjutnya berpengaruh
nadi pedal, pada fungsi
pembengkakan, jantung/curah jantung.
kemerahan lokal  Menurunkan statis vena
atau pucat pada dan dapat menurunkan
ekstremitas. insiden
trombus/pembentukan
 Jangan beri preparat
embolus.
digitalis dan
laporkan dokter bila

20
perubahan nyata  Menurunnya curah
terjadi pada jantung,
frekuensi jantung bendungan.statis vena
atau irama atau dan tirah baring lama
tanda toksisitas meningkatkan risiko
digitalis. tromboflebitis.

 Berikan oksigen  Insiden toksisitas tinggi


tambahan dengan (20%) karena sempitnya
kanula nasal/masker batas antara rentang
sesuai indikasi terapeutik dan toksik.
Digoksin harus
dihentikan pada adanya
kadar obat toksik,
frekuensi jantung
lambat, atau kadar
kalium rendah.

 Meningkatkan sediaan
oksigen untuk
kebutuhan miokard
untuk melawan efek
hipoksia/iskemia.
4. Setelah diberikan  Tentukan faktor-  Mempengaruhi
asuhan faktor yang penetapan intervensi.
keperawatan berhubungan dengan Kerusakan/kemungdura
selama …x24 keadaan/ penyebab n tanda/gejala
jam, diharapkan khusus selama neurologis atau
perfusi jaringan koma/ penurunan kegagalan
serebral pasien perfusi serebral dan memperbaikinya setelah
kembali efektif potensial terjadinya fase awal memerlukan
dengan kriteria peningkatan TIK. tindakan pembedahan
hasil: dan/atau pasien harus

21
1. GCS pasien dipindahkan ke ruang
normal (nilai perawatan kritis (ICU)
normal 15) untuk melakukan
2. Nilai TIK
pemantauan terhadap
dalam batas
peningkatan TIK
normal (0-15
 Mengetahui
mmHg)
 Pantau/catat status
3. TTV dalam kecenderungan tingkat
neurologis sesering
batas normal kesadaran dan potensial
mungkin dan
(RR 16- peningkatan TIK dan
bandingkan dengan
20x/menit,T mengetahui lokasi, luas
keadaan
D secara dan kemajuan/resolusi
normalnya/standar.
bertahap kerusakan SPP. Dapat
kembali menunjukkan TIA yang
kekeadaan merupakan tanda terjadi
semula- trombosis CVS baru.
normal (110-
120/70-  Variasi mungkin terjadi
80mmHg,  Pantau tanda-tanda
oleh karena
nadi 60- vital
tekanan/trauma serebral
100x/mnt) pada daerah vasomotor
otak

 Menurunkan tekanan
arteri dengan
 Letakkan kepala
meningkatkan drainase
dengan posisi agak
dan meningkatkan
ditinggikan dan
sirkulasi/perfusi
dalam posisi
serebral.
anatomis (netral).
 Aktivitas/stimulasi yang
 Pertahankan kontinyu dapat
keadaan tirah meningkatkan TIK.
baring: ciptakan Istirahat total dan

22
lingkungan yang ketenangan mungkin
tenang: batasi diperlukan untuk
pengunjung/ pencegahan terhadap
aktivitas pasien perdarahan dalam kasus
sesuai indikasi. stroke
Berikan istirahat hemoragik/perdarahan
secara periodik lainnya.
antara aktivitas
perawatan, batasi
 Manuver Valsalva dapat
lamanya setiap
meningkatkan TIK dan
prosedur.
memperbesar risiko
 Cegah terjadinya
terjadinya perdarahan
mengejan saat
defekasi, dan
pernapasan yang  Menurunkan hipoksia
memaksa (batuk yang dapat
terus-menerus). menyebabkan
vasodilatasi serebral
 Berikan oksigen dan tekanan
sesuai indikasi meningkat/terbentuknya
edema.

5. Setelah diberikan  Auskultasi frekuensi  Takikardia sebagai


asuhan dan irama jantung. akibat hipoksemia dan
keperawatan Catat terjadinya kompensasi upata
selama …x24 bunyi jantung peningkatan aliran darah
jam, diharapkan ekstra. dan perfusi jaringan.
perfusi jaringan Gangguan irama
pasien kembali berhubungan dengan
efektif dengan hipoksemia,
kriteria: ketidakseimbangan
1. Tidak adanya
elektrolit, dan/atau

23
sianosis peningkatan regangan
2. CRT <2 dtk
jantung kanan. Bunyi
3. Akral hangat
4. RR normal jantung ekstra, mis., S3
(16- dan S4 terlihat sebagai
 Observasi
20x/menit) peningkatan kerja
perubahan status
5. HR dalam
jantung/terjadinya
mental
batas normal
dekompensasi.
(60-
100x/mnt)
 Gelisah, bingung,
6. Tidak ada
disorientasi, dan/atau
bunyi
perubahan sensori/motor
jantung
 Observasi warna dan
dapat menunjukkan
tambahan
7. GCS dalam suhu kulit/membran gangguan alian darah,
nilai normal mukosa hipoksia, atau cedera
15 vaskuler serebral (CVS)
8. Haluaran
sebagai akibat emboli
urine dalam
sistemik
batas normal
400 ml/24  Kulit pucat atau
 Ukur haluaran urine
jam, warna sianosis, kuku, mebran
dan catat berat
kuning jernih bibir/lidah; atau dingin,
jenisnya kulit burik menunjukkan
vasokonstriksi perifer
(syok) dan/atau
gangguan aliran darah
sistemik.
 Evaluasi ekstremitas
untuk adanya/tak  Syok lanjut/penurunan
ada/kualitas nadi. curah jantung
Catat nyeri tekan menimbulkan
betis/pembekakan penurunan perfusi
ginjal. Dimanifestasikan
 Tinggikan oleh penurunan haluaran

24
kaki/telapak bila urine dengan berat jenis
ditempat tidur.kursi. normal atau meningkat
dorong pasien untuk
 EP sering dicetuskan
latihan kaki dengan
oleh trombus yang naik
fleksi/ ekstensi kaki
dari vena profunda
pada pergelangan
(pelvis atau kaki). Tanda
kaki. Hindari
dan gejala mungkin tak
menyilangkan kaki
tampak.
dan duduk atau
berdiri terlalu lama.
 Tindakan ini dilakukan
Pakai/tunjukan
untuk menurunkan statis
bagaimana
vena di kaki dan
menggunakan atau
pengumpulan darah
melepas stoking bila
pada vena pelvis untuk
digunakan.
menurunkankan risiko
pembentukan trombus.

Tabel VII. Intervensi keperawatan

4. Evaluasi
Sesuai kriteria hasil :
1. Dx. 1
 RR normal (16-20x/mnt)
 Ekspansi dada simetris
 Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada
 Bunyi nafas normal (vesikuler), tidak ada bunyi nafas tambahan
seperti: krakels, ronchi
 Secara verbal tidak ada keluhan sesak

2. Dx. 2
 PO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
 PCO2 dalam batas normal (35-45mmHg)
 Saturasi O2 dalam batas normal (>95%)
 Secara verbal keluhan sesak tidak ada/berkurang

25
 Tidak nampak sianosis
 Tidak ada penurunan kesadaran

3. Dx. 3
 Tidak adanya sianosis
 CRT <2 dtk
 Akral hangat
 RR normal (16-20x/menit)
 HR dalam batas normal (60-100x/mnt)
 Tidak ada bunyi jantung tambahan
 GCS dalam nilai normal 15
 Haluaran urine dalam batas normal 400 ml/24 jam, warna
kuning jernih

4. Dx. 4
 GCS pasien normal (nilai normal 15)
 Nilai TIK dalam batas normal (0-15 mmHg)
 TTV dalam batas normal (RR 16-20x/menit,TD secara bertahap
kembali kekeadaan semula-normal (110-120/70-80mmHg, nadi
60-100x/mnt)

5. Dx. 5
 Tidak adanya sianosis
 CRT <2 dtk
 Akral hangat
 RR normal (16-20x/menit)
 HR dalam batas normal (60-100x/mnt)
 Tidak ada bunyi jantung tambahan
 GCS dalam nilai normal 15
 Haluaran urine dalam batas normal 400 ml/24 jam, warna
kuning jernih

DAFTAR PUSTAKA

26
Alspach, Joann Grif. 2006. Core Curriculum For Critical Care Nursing. USA :
Saunders Elsevier

Anonim. Effects of Hypertension. Available at :


http://2.bp.blogspot.com.Accessed: 18 September 2009

Anonim. Protenuria and Hematuria. Available at:


http://yumizone.file.wordpress.com. Accessed: 18 September 2009

Anonim. Available at : http://jama.ama-assn.org. Accessed: 18 September 2009

Anonim. Available at : http://abgnet.blogspot.com. Accessed: 18 September


2009

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC

Depkes.2007.Hipertensi Di Indonesia Riskesdas 2007. Available at:


http://www.litbang.depkes.go.id/Simnas4/Day_2/HIPERTENSI.pdf.Acces
sed: 18 September 2009

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Dorland, W.A. Newman.2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC

Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Hudak & Gallo.1995. Keperawatan Kritis Vol. 1 & 2. Jakarta : EGC

Ircham, Raden. Asuhan Keperawatan pada Lansia. Available at:


http://gerontiklansia.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-pada-
lansia-dengan.html Accessed 4 Desember 2009.

27

Anda mungkin juga menyukai