Anda di halaman 1dari 45

BAB II

LANDASAN TEORI

A. UKS
a. Pengertian

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya membina dan

mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu

melalui program pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah,

perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka

pembinaan dan pemeliharaan kesehatan di lingkungan sekolah.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Usaha Kesehatan Sekolah

adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah

dengan anak didik beserta lingkungan hidupnya sebagai sasaran

utama. UKS merupakan wahana untuk meningkatkan kemampuan hidup

sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat, yang pada

gilirannya menghasilkan derajat kesehatan yang optimal.

Usaha Kesehatan Sekolah merupakan bagian dari usaha kesehatan

pokok yang menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan kepada

sekolah-sekolah dengan anak beserta lingkungan hidupnya, dalam rangka

mencapai keadaan kesehatan anak sebaik-baiknya dan sekaligus

meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setinggi-tingginya.


b. Sejarah UKS

Usaha kesehatan sekolah dirintis sejak tahun 1956 melalui Pilot

Project di Jakarta dan Bekasi yang merupakan Kerjasama antara

Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan dan

Departemen Dalam Negeri.

Dalam tahun 1980 ditingkatkan menjadi Keputusan Bersama antara

Depdikbud dan Depkes tentang kelompok kerja UKS. Untuk mencapai

Pemantapan dan pembinaan secara terpadu ditetapkan Surat keputusan

bersama antara Mendikbud, Menkes, Mendagri dan Menag Tanggal 3

September 1980 tentang Pokok Kebijaksanaan dan Pengembangan UKS

N0. 408a/U/1984, No 3191/Menkes/SKBVI/1984, No 74/th/1984, No

61/1984.

Sedangkan tentang Tim Pembina UKS, No 408b, No

319a/MenkesSKB/VI/1984, No 74a/1984, No 61/1984 yang

disempurnakan dengan No 0372a/P/1989, No 390a/Menkes/SKB/VI 1989,

No 140a/1989, No 30a tahun 1989 Tanggal 12 Juni 1989.

c. Dasar Kebijaksanaan

Dasar kebijaksanaan pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah adalah

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Pembinaan Anak Sekolah.


d. Pola Pembinaan

Pembinaan Kesehatan Anak, dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Pembinaan bayi, balita dan anak pra sekolah (umur 0 – 6 tahun)

2. Pembinaan kesehatan anak usia sekolah (umur 7 – 21 tahun), yang

dibagi menjadi 3 kelompok :

 Pra remaja (umur 7 – 12 tahun)

 Remaja (13 — 21 tahun)

 Dewasa muda (19 – 21 tahun)

Pola pembinaan berdasarkan kebutuhan dan permasalahan kesehatan

sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

e. Alasan Perlunya Upaya Kesehatan Sekolah

1. Anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan

terhadap masalah kesehatan.

2. Usia sekolah sangat peka untuk menanamkan pengertian dan

kebiasaan hidup sehat.

3. Sekolah merupakan institusi masyarakat yang terorganisasi

dengan baik.
4. Keadaan kesehatan anak sekolah akan sangat berpengaruh

terhadap prestasi belajar yang dicapai.

5. Anak sekolah merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia

anak-anak yang menerapkan wajib belajar.

6. Pendidikan kesehatan melalui anak-anak Sekolah sangat efektif

untuk merubah perilaku dan kebisaan ibu sehat umumnya.

f. Tujuan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Tujuan Umum

Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan

peserta didik serta menciptakan lingkungan sehat sehingga

memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis dan

optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

Tujuan Khusus

Untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat

kesehatan peserta didik yang mencakup:

1. menurunkan angka kesakitan anak sekolah

2. meningkatkan kesehatan peserta didik baik fisik, mental maupun

sosial.

3. agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan

untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta

berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah.


4. meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak

sekolah.

5. meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh

buruk narkotika, rokok, alkohol dan Obat berbahaya lainnya.

g. Sasaran UKS

Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari tingkat

pendidikan:

1. sekolah taman kanak-kanak

2. pendidikan dasar

3. pendidikan menengah

4. pendidikan agama

5. pendidikan Kejuruan

6. pendidikan khusus (sekolah luar biasa)

Untuk sekolah dasar usaha kesehatan sekolah diprioritaskan pada Kelas I,

III dan kelas VI. Alasannya adalah:

Kelas I, merupakan fase penyesuaian dalam lingkungan sekolah yang

baru dan lepas dari pengawasan orang tua, kemungkinan kontak dengan

berbagai penyebab penyakit lebih besar karena ketidaktahuan dan

ketidakmengertiannya tentang kesehatan. Disamping itu kelas satu adalah

saat yang baik untuk diberikan imunisasi ulangan. Pada kelas I ini
dilakukan penjaringan untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan

yang mungkin timbul sehingga mempermudah pengawasan untuk jenjang

berikutnya.

Kelas III, dilaksanakan di kelas tiga untuk mengevaluasi hasil

pelaksanaan UKS di kelas satu dahulu dan langkah-langkah selanjutnya

yang akan dilakukan dalam program pembinaan UKS.

Kelas V1, dalam rangka mempersiapkan kesehatan peserta didik ke

jenjang pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan pemeliharaan dan

pemeriksaan kesehatan yang cukup.

h. Sasaran Pembinaan UKS

 peserta didik

 pembina UKS (teknis dan nonteknis)

 sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan

kesehatan lingkungan sekolah.

i. Ruang Lingkup Kegiatan UKS

Kegiatan utama usaha kesehatan sekolah disebut dengan Trias UKS, yang

terdiri dari:

1. pendidikan kesehatan

2. pelayanan kesehatan

3. pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat.


Dengan demikian Trias UKS merupakan perpaduan antara upaya

pendidikan dengan upaya pelayanan kesehatan. Pendidikan kesehatan

merupakan upaya pendidikan kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan

kurikulum sekolah. Pelayanan kesehatan merupakan upaya kesehatan

untuk meningkatkan derajat kesehatan peserta didik agar dapat tumbuh

dan berkembang secara sehat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan

produktivitas belajar dan prestasi belajar. Sedangkan pembinaan

lingkungan sekolah yang sehat merupakan. gabungan antara upaya

pendidikan dan upaya kesehatan untuk dapat diterapkan dalam lingkungan

sekolah dan kehidupan sehari-hari peserta didik.

B. ANEMIA

a. Pengertian

a. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh

hilangnya darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel

darah merah (Guyton, 1997:538)

b. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan

komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang

dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan

penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999:569 ).

c. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah

merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells

(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006:256).


d. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB

atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit,

melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan

fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .

e. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin

yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan

oksigen bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)

f. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah

merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer,

2002 : 935).

1. Epidemiologi

Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang

dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik

lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa

bagian di India. Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi akibat rusaknya

sumsum tulang belakang yang paling banyak didapat. Pembawa sifat

diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam

adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif

berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).
2. PENYEBAB

Penyebab dari anemia antara lain :

a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;

 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia

 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient

 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu

 Inflitrasi sum-sum tulang

b. Kehilangan darah

 Akut karena perdarahan

 Kronis karena perdarahan

 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)

c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena;

 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD

 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit

d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada

Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan

zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin

B12 dan asam folat.


3. TANDA dan GEJALA

Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai

sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik

(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan

kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering

pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan

berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,

yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan

seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat

pada bagian kelopak mata bawah).

Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala

terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau

serangan jantung.(Price ,2000:256-264)

Manifestasi klinis

Area Manifestasi klinis

Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan

berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,

dipsnea, vertigo, sensitive terhadap

dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit

pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,

koylonychia, clubbing finger, CRT > 2

detik, elastisitas kulit munurun,

perdarahan kulit atau mukosa (anemia

aplastik)

Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,

konjungtiva pucat.

Telinga Vertigo, tinnitus

Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,

perdarahan gusi, atrofi papil lidah,

glossitis, lidah merah (anemia deficiency

asam folat)

Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea

Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,

sesak waktu kerja, angina pectoris dan

bunyi jantung murmur, hipotensi,

kardiomegali, gagal jantung


Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,

hepatospleenomegali (pada anemia

hemolitik)

Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi

System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata

berkunang-kunang, kelemahan otot,

irritable, lesu perasaan dingin pada

ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)

4. PATOFISIOLOGI

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum

tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,

atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat

hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut

terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan

ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah

merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.


Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau

dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil

samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk

dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)

segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi

normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada

sclera.

(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).


PATHWAY
Kegagalan
produksi SDM o/
Defisiensi B12, sum-sum tulang Destruksi SDM
asam folat, besi berlebih
Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia
PK Anemia
Gastro Hipoksia
intestinal
Penurunan Suplai O2 danan
Mekanisme nutrisi
aerobke Pola nafas
kerja GI jaringan berkurang sesak
tidak efektif
Asam laktat
Peristaltik Kerja Pusing
menurun lambung Gg.
menurun SSP perfusi
ATP berkurang
jaringan
Makanan
susah As. Lambung serebral
Kelelahan Energy untuk Reaksi antar
dicerna meningkat
membentuk saraf berkurang
antibodi berkurang
Anoreksia Intoleransi
Konstipasi aktivitas
mual Resiko infeksi

Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Nyeri
5. KLASIFIKASI

Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :

a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg

Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang

berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan

penurunan MCH)

1) Anemia defisiensi besi

2) Thalasemia major

3) Anemia akibat penyakit kronik

4) Anemia sideroblastik

b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung

jumlah hemoglobin dalam batas normal.

1) Anemia pasca perdarahan akut

2) Anemia aplastik

3) Anemia hemolitik didapat

4) Anemia akibat penyakit kronik

5) Anemia pada gagal ginjal kronik

6) Anemia pada sindrom mielodisplastik

7) Anemia leukemia akut

c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl


Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada

normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH

meningkat dan MCV normal).

1) Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

2) Bentuk non-megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :

a. Anemia karena produksi eritrosit menurun

1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan

anemia deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)

2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia

sideroblastik)

3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh

jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan

fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia

diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.

1. Anemia pasca perdarahan akut.

2. Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)

1. Faktor ekstrakorpuskuler

- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-

HDN)

- Hipersplenisme

- Pemaparan terhadap bahan kimia

- Akibat infeksi

- Kerusakan mekanik

2. Factor intrakorpuskuler

- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary

elliptocytosis)

- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)

- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural,

thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)

Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :

 Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan

hipokromik (konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh

suplai besi kurang dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam

pembentukan Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini

akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh

jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang dewasa adalah

2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50 mg/kgBB dan pada

wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003) dan hamper 2/3

terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung, duodenum dan

jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster, ulser duodenum,

kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absobsi besi.

 Anemia megaloblastik

Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang

mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena

defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah

adanya megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang tidak normal

dan dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga terjadinya


eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan

mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .

 Anemia defisiensi vitamin B12

Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang

diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi

vitamin B12 .

 Anemia defisiesi asam folat

Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang

makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik

dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan.

Defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi

 Anemia aplastik

Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel –

sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat

yang dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat

terjadi karena hiperaktifnya RES.


Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya

karena faktor-faktor :

 Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang

karena meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah

 Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang

dibandingkan yang matur atau matang .

 Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan

kadar bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM

antara lain:

 Anemia hemolitik

anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit

sehingga usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis

anemia, herediter, Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia,

anemia sel sabit, reaksi autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi,

kerusakan fisik .

 Anemia sel sabit

anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM

kecil sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb


6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999

:572)

 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume

korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun

dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP).

Pansitopenia (aplastik).

Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita

dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria

 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.

 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons

sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).

 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk

(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).


 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :

peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.

 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa

anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai

waktu hidup lebih pendek.

 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)

mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)

Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter

 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau

tinggi (hemolitik)

Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro liter

darah

Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.

Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat

(AP, hemolitik).

 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia

sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi

 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)

 TBC serum : meningkat (DB)

 Feritin serum : meningkat (DB)


 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)

 LDH serum : menurun (DB)

 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)

 Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,

menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).

 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :

perdarahan GI

 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya

asam hidroklorik bebas (AP).

 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak

berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan

tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan

penurunan sel darah (aplastik).

7. KOMPLIKASI

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,

penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,

gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga

menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada

kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan

dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir
dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan

organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung kongesti

dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi

terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas

pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan

manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2006)

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan

karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan

produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:

 pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,

 resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.

 tranfusi kompenen darah sesuai indikasi

(Catherino,2003:416)

Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi

yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.

(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Acute anemia akibat kehilangan darah:

1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.

2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.


3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan

kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif

iatrogenik pada pasien..

4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,

jika diindikasikan.

5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor

deficiency yang dikirim untuk pengukuran.

6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-

transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika

mereka Rh negatif.

7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati

penyebab pendarahan.

(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda

tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa

terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:

a. Anemia Deficiensi Besi

Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi

berupa:
 Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,

misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak

dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.

 Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di

dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,

ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous

suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya besi

parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat, kepatuhan

berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara

cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang

tersedia antara iron dextran complex, iron sorbitol citric acid

complex)Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar

hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.

 Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.

Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi

adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman

payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan pada penderita

yang memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan

jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya

overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan pemberian

furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)


b. Anemia Akibat Penyakit Kronis

Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian adalah:

 Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh

dengan sendirinya.

 Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat,

atau vitamin B12.

 Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.

 Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan

hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.

 Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi

pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi

kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10

g/dl. (Bakta, 2003:41)

c. Anemia Sideroblastik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia

sideroblastik adalah:

 Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik

dengan transfusi darah.

 Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil

penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)


d. Anemia Megaloblastik

Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat

adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun

demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus

dilakukan:

 Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan

puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.

Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula

spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)

 Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4

bulan.

 Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler

200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7

minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap

3 bulan.

e. Anemia Perniciosa

Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi

utama untuk anemia pernisiosa adalah:

 Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12

 Terapi pemeliharaan

 Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)


f. Anemia Hemolitik

Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus

tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari

kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik

dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

 Terapi gawat darurat

Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal

akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa

memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangan

transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun

dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga

memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat

telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.

 Terapi Kausal

Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan

kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau

disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat

dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka

terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)

 Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa.

Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan

transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin.

Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik supertransfusi atau

hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan umum dan

pertumbuhan pasien.

Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-

0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

C. HIV/AIDS

a. Pengertian

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan

kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh

oleh vurus yang disebut HIV.1

Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh

menyebabkan ODHA (orang dengan HIV /AIDS) amat rentan dan

mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit

yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan

menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.1

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan

kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh

faktor luar (bukan dibawa sejak lahir).1


AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit

terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human

Immunodefciency Virus (HIV). AIDS diartikan sebagai bentuk paling

hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun

tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan

berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian

dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.2

b. ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama

yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal

dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang

kuat terhadap limfosit T.2,3

c. KLASIFIKASI

Stadium HIV AIDS:1

1. Stadium I:

Tidak bergejala/asimptomatik, Limpadenopati generalisata


2. Stadium II:

BB menurun < 10%. Kelainan kulit dan mukosa yg ringan, dermatitis

seboroik, prurigo, ulkus oral yg rekuren. Herpes Zoster dalam 5

tahun terakhir. Infeksi saluran nafas atas yg berulang.

3. Stadium III :

BB menurun > 10%. Diare kronis yg berlangsung > 1 bulan. Demam

berkepanjangan > 1 bulan. Kandidiasis oral. Oral hairy lekoplakia.

TB paru dalam tahun terakhir. Infeksi bakteri yang berat seperti

pneumoni, piomisitis

4. Stadium IV :

HIV wasting syndrome. Pneumonia Pneumocytis carinii.

Toksoplasmosis otak. Retinitis CMV. TB di luar paru. Limfoma

maligna. Encepalopati HIV. Mikosis dessiminata seperti

histoplasmosis

Klasifikasi klinis HIV AIDS: 2

1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan

infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat

dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C

a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.

b. Limpanodenopati generalisata yang persisten


c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan

sakit yang menyertai atau riwayat infeksi HIV yang akut.

2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

a. Angiomatosis baksilaris

b. Kandidiasis orofaring/ vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya

jelek terhadap terapi

c. Displasia serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1

bulan.

e. Leukoplakial yang berambut

f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada

lebih dari satu dermaton saraf.

g. Idiopatik trombositopenik purpura

h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja

mencakup :

a. Kandidiasisbronkus,trakea / paru-paru, esophagus

b. Kanker serviks inpasif

c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata

d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis internal kronis

f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus

(HIV)

i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )

j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

k. Isoproasis intestinal yang kronis

l. Sarkoma Kaposi

m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

n. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata /

ekstrapulmoner

o. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )

p. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner

q. Pneumonia Pneumocystic Cranii

r. Pneumonia Rekuren

s. Leukoenselophaty multifokal progresiva

t. Septikemia salmonella yang rekuren

u. Toksoplamosis otak

v. Sindrom pelisutan akibat HIV


d. MANIFESTASI KLINIS

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda

penyakit. Pada infeksi HIV primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu

pasien akan merasakan sakit seperti flu dan disaat fase supresi imun

simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat

dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan

ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.1

Ketika HIV menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama

penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi oportunistik,

yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia

interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk

meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.1

1. Infeksi HIV

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa

seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala,

diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah

ditubuh.

2. Infeksi HIV tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar HIV dalam darah akan diperoleh

hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan

gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama

lebih dari 3 bulan.

Gejala yang muncul pada HIV AIDS:1

1. Gejala mayor

a. Berat badan menyusut hingga 10% atau lebih dalam waktu satu

bulan, tanpa sebab yang spesifik.

b. Diare berkepanjangan selama lebih dari satu bulan.

c. Demam terus-menerus, baik konstan maupun hilang-timbul, selama

sebulan lebih.

2. Gejala minor

a. Batuk kering berkepanjangan.

b. Serangan gatal pada permukaan kulit di seluruh tubuh.

c. Herpes zoster, mirip cacar air, yang tampak pada kulit, dan tidak

sembuh-sembuh.

d. Ruam pada mulut, lidah, dan tenggorokan.

e. Kelenjar di leher, ketiak, atau selangkangan membengkak tanpa

sebab.
e. KOMPLIKASI

1. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,

gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),

leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan

dan cacat.

2. Neurologik

a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel

saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan

motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.

b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :

sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan

maranik endokarditis.

d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan HIV

3. Gastrointestinal

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,

limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat

badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.


b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat

illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,

ikterik,demam atritis.

c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi

perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan

sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

4. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus

influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas

pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis

karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan

efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik

a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan

pendengaran dengan efek nyeri

f. PATOFISIOLOGI

Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency

Virus (HIV) yang termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV


melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut

menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan

mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang

memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel

tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain

terganggu.

HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic

RANA. Pada saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan

menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T pembantu,

helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka

lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve

transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi

dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses

normal pembelahan.

Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4

untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan

kematian limfosit T4. kematian limfosit T4 membuat daya tahan

tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik

virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan

kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang

limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ

yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya.
Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya

toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf

pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak.

Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan

penting dalam fungsi system immune normal, mengenai antigen dan

sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi

antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell

immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas

langsung pada sel kongetitis duplikasi.

Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan

seksual, tranfusi darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus.

Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha maka HIV mencari

sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan

masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar

mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4) dan memperbanyak

dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan

menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi

sebagai berikut :

1. Infeksi Akut

Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam

darah. HIV masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual,


muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri saat menelan dan

faringgitis.

2. Infeksi kronik

Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi

refleksi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.

3. Pembengkakan kelenjar limfe

Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar

limfe dapat persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa

sehat. Pada masa ini terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia

folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya involusi

dengan tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga

sering terjadi, pembesaran kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih

dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau lebih.

HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.

4. Penyakit lain akan timbul antara lain :

a. Penyakit kontitusional

Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak

langsung berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1

bulan, berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan

yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim

disease)
b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS

demensia complex)

Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain

mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan

memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan

terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya

gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit

kontitusional.

c. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii

protozoa (PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS

dissemminated desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri

(infeksi mikrobakteri, bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus

sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan

fungus (candidiasis pada oral, esofagus, intestinum)

d. Kanker sekunder

Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.

e. Penyakit lain

Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian

dimana sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin

habis sehingga HIV menguasai tubuh.2


g. PENATALAKSANAAN

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan

pencegahan untuk mencegah terpajannya HIV, bisa dilakukan

dengan:2

1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan

pasangan yang tidak terinfeksi.

2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan

seks terakhir yang tidak terlindungi.

3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak

jelas status HIV nya.

4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi HIV, maka terapinya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi

opurtunistik, nosokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi

yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi

penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan

perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)


Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang

efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral HIV

dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia

untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT

tersedia untuk pasien dengan HIV positif asimptomatik dan sel T4 >

500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun

dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi

virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

a. Didanosine

b. Ribavirin

c. Diedoxycytidine

d. Recombinant CD 4 dapat larut

4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti

interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat

menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian

untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-

makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-

obatan yang mengganggu fungsi imun.


6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T

dan mempercepat reflikasi HIV.

Anda mungkin juga menyukai