Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

KUTILANG

Disusun Oleh:

R.Adi Afranur L.K

4002120001

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

2016

1
A. Definisi

Demam tifoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,2005, hal 152).

Demam tifoid merupakan penyakti infeksi akut pada usus halus dengan

gejala demam satu minggu atau lebih desertai gangguan pada saluran pencernaan

dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007).

Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi

salmonella typhi”. ( Ovedoff, 2002: 514).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid,

Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya.

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak

maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun

gejala yang dialami anak lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah

endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho,

Susilo, 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)

Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008,

demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di

rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan

pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%,

urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01%

(Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,

Jakarta).

2
B. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama

kali dari seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun

1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat

aerob dan tidak membentuk spora.salmonella typhi, dapat tumbuh dalam semua

media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan

manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.

Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu :

a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat

sfesifik group.

b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam

flagella dan bersifat spesifik spesies.

c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang

melindungi seluruh permukaan sel.

d. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan

bagian dari dinding terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan

lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan

sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan zat

dan cairan kedalam membrane sitoplasma.

Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia maupun suhu yang

lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 7000C dan antiseptik.. sumber

3
penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan

penderita dalam fase penyembuhan. (Soegeng Soegijanto, 2002.

C. Manisestasi Klinik

Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya

lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4

hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman

yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala

prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan

tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,

yaitu:

 Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris

remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat

lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun

dan normal kembali.

 Gangguan Pada Saluran Pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan

tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut

kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.

 Gangguan Kesadaran

4
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.

Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan

terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat

ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,

yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang

ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula

trakikardi dan epistaksis.

 Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan

tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua

setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.

Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ

yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

D. Patoisiologi

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Selama

masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. Empat F (Finger,

Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman kemakanan, susu, buah

dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi

penularan penyakit. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui

berbagai cara, yangdikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari

tangan / kuku), Fomitus(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

5
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman

salmonellathypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui

perantara lalat,dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh

orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan

dirinya seperti mencucitangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella

thypi masuk ke tubuh orangyang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk

ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan

sebagian lagi masuk ke usushalus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.

setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus

halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah

menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe

masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem

(RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel

fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit

berkembang biak.

Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah

menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk

ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman

tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan

menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan

endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh

lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di

6
darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang

mengakibatkan timbulnya gejala demam.

Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut

monokines yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem,

instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh

makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi

yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul

terutama dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum

tulang dan organ yang terinfeksi.

Di dalam jaringan limpoid inikuman berkembang biak, lalu masuk ke

aliran darah dan mencapai sel-selretikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial

ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan

bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung

empedu.Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan

olehendotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan

bahwaendotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada

typhoid.Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu

prosesinflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella

thypi danendotoksinnya merangsang sintetis dan pelepsan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang.

7
E. Gambar

8
F. Penatalaksanaan

1. Medis

a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :

 Klorampenicol

 Amoxicilin

 Kotrimoxasol

 Ceftriaxon

 Cefixim

 Antipiretik (Menurunkan panas) :

 Paracetamol

2. Keperawatan

a. Observasi dan pengobatan

b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau

kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk

mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.

c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya

kekuatan pasien.

d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus

diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi

pneumonia dan dekubitus.

e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-

kadang terjadi konstipasi dan diare.

f. Diet

9
 Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

 Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

 Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu

nasi tim

 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari

demam selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002.

Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC).

G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan

laboratorium, yang terdiri dari :

I. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid

terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya

leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam

typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-

batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak

ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan

jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

II. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali

meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

10
III. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,

tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan

terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah

tergantung dari beberapa faktor :

 Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan

laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan

teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan

darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat

bakteremia berlangsung.

 Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif

pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu

berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif

kembali.

 Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa

lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien,

antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah

negatif.

 Pengobatan dengan obat anti mikroba

11
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan

obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan

terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

H. Asuhan Keperawatan : (Secara Teoritis)

I. Pengkajian

a) Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,

nomor register dan diagnosa medik.

b) Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang

tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia,

diare serta penurunan kesadaran.

c) Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella

typhi ke dalam tubuh.

d) Riwayat penyakit dahul

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

e) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

12
f) Pola-pola fungsi kesehatan

 Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena

mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit

bahkan tidak makan sama sekali.

 Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh

karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak

mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning

kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan

suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa

haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

 Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring

total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien

dibantu.

 Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan

peningkatan suhu tubuh.

 Pola persepsi dan konsep diri

13
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap

keadaan penyakit anaknya.

 Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan

penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak

terdapat suatu waham pad klien.

 Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan

klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.

 Pola penanggulangan stress

Biasanya orang tua akan nampak cemas

g) Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh

meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.

 Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

 Sistem respirasi

14
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan

dalam dengan gambaran seperti bronchitis.

 Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif,

hemoglobin rendah.

 Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat,

rambut agak kusam

 Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah

kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri

perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

 Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya

kelainan.

 Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar

dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada

perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi

peristaltik usus meningkat.

15
II. Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus

2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake

cairan peroral yang kurang (mual, muntah)

3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus

4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,

muntah, anoreksia

5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d

kelemahan dan imobilisasi

III. Implementasi

1. Peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan usus halus

Tujuan : Suhu tubuh kembali normal

Criteria hasil ;

 tidak demam

 tanda-tanda vital dalam batas normal

 Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

tiap 2 – 4 jam.

R/ : Mengetahui keadaan umum pasien

 Berikan kompres dingin.

R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh

 Atur suhu ruangan yang nyaman.

16
R/ : Memberikan suasana yang menyenangkan dan

menghilangkan ketidaknyamanan.

 Anjurkan untuk banyak minum air putih

R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan

penguapan sehingga perlu diimbangi dengan asupan

cairan yang banyak

 Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik

R/: Mempercepat proses penyembuhan,

menurunkan demam. Pemberian antibiotik

menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari

bakteri

2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake

cairan peroral yang kurang (mual, muntah)

Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi

Criteria hasil :

 tidak mual

 tidak demam

 muntah

 suhu tubuh dalam batas normal

 Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya

cairan

17
R/ : Agar pasien dapat mengetahui tentang

pentingnya cairan dan dapat memenuhi

kebutuhan cairan.

 Monitor dan catat intake dan output cairan

R/ : Untuk mengetahui keseimbangan intake

da output cairan

 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

antiemetic

R/ : Untuk mengetahui pemberian dosis

yang tepat

 Kaji tanda dan gejala dehidrasi

hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan

turgor kulit

R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat

menunjukkan respon terhadap dan atau efek

dari kehilangan cairan

 Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan

darah menurun, nadi cepat dan lemah

R/: Agar segera dilakukan tindakan/

penanganan jika terjadi syok

 Berikan cairan peroral pada klien sesuai

kebutuhan

18
R/: Cairan peroral akan membantu

memenuhi kebutuhan cairan

 Anjurkan kepada orang tua klien untuk

mempertahankan asupan cairan secara

dekuat

R/: Asupan cairan secara adekuat sangat

diperlukan untuk menambah volume cairan

tubuh

 Kolaborasi pemberian cairan intravena

R/: Pemberian intravena sangat penting bagi

klien untuk memenuhi kebutuhan cairan

yang hilang

3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus

Tujuan : Pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari

Criteria hasil : konsistensi normal

 Kaji pola eliminasi pasien

R/ : Untuk mengetahui output dan dapat

ditentukan intake yang sesuai

 Berikan minuman oralit

R/ : Untuk menyeimbangkan elektrolit

 Kolaborasi dengan dokter dalam obat

R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat

menghentikan diare

19
 Auskultasi bising usus

R/: Penurunan menunjukkan adanya

obstruksi statis akibat inflamasi,

penumpukan fekalit

 Selidiki keluhan nyeri abdomen

R/: Berhubungan dengan distensi gas

 Observasi gerakan usus, perhatikan warna,

konsistensi, dan jumlah feses

R/: Indikator kembalinya fungsi GI,

mengidentifikasi ketepatan intervensi

 Anjurkan makan makanan lunak, buah-

buahan yang merangsang BAB

R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi

 Kolaborasi Berikan pelunak feses,

supositoria sesuai indikasi

R/: Mungkin perlu untuk merangsang

peristaltik dengan perlahan

4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,

muntah, anoreksia

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Criteria hasil :

 tidak demam

 mual berkurang

20
 tidak ada muntah

 porsi makan tidak dihabiskan

 Berikan makanan yang tidak merangsang

saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan

hangat

R/ : Untuk menimbulkan selera pasien dan

mengembalikan status nutrisi

 Monitor dan catat makanan yang dihabiskan

pasien

R/ : Untuk mengetahui keseimbangan

haluaran dan masukan

 Kaji kemampuan makan klien

R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi

klien dan sebagai indikator intervensi

selanjutnya

 Berikan makanan dalam porsi kecil tapi

sering

 R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan

meminimalkan rasa mual dan muntah

 Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori

tinggi protein

R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat

21
 Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga

untuk memberikan makanan yang disukai

R/: Menambah selera makan dan dapat

menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan

klien

 Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga

untuk menghindari makanan yang

mengandung gas/asam, peda

R/: dapat meningkatkan asam lambung yang

dapat memicu mual dan muntah dan

menurunkan asupan nutrisi

 Kolaborasi Berikan antiemetik, antasida

sesuai indikasi

R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan

asam lambung yang dapat memicu

mual/muntah

5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d

kelemahan dan imobilisasi

Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan

keperawatan

Kriteria hasil :

 pasien mengatakan tidak lemah

22
 tampak rileks

 Kaji kemampuan pasien dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari

R/ : Untuk mengetahui tingkat

kemampuan pasien

 Bantu pasien dalam melakukan

aktivitas

R/ : Agar kebutuhan pasien dapat

terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Demam Thypoid. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/

demam- thypoid.pdf (diakses pada tanggal 27 Januari 2012, Jam 21.00 WITA)

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius.

Jakarta : FKUI

Donna L.Wong, dkk. 2002 .Buku Ajar Leperawatan Pediatrik Ed 6. Jakarta : EGC

Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

23
suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada anak. Jakarta : Cv Sagung

Seto

Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.

Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC

Wong, Dona L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai