Anda di halaman 1dari 4

Namanya Alba, Si Albino Pertama di Dunia

KOMPAS.com - 29 April 2017, seekor orangutan albino diselamatkan oleh


Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) dan BKSDA Kalimantan Tengah di
kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Setelah ditemukan, orangutan yang diberi nama Alba, dalam bahasa latin
berarti putih, tinggal di penangkaran Yayasan Borneo Orangutan Survival
(BOS), Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.

Menurut National Institutes of Health, Alba memiliki mutasi genetiklangka yang


memengaruhi produksi melanin atau pigmen warna gelap. Akibatnya, dia
kekurangan warna gelap yang memberi warna pada kulit, rambut, dan mata.

Kondisi tersebut menjadikannya kasus yang sangat langka sehingga BOS


merasa perlu strategi rehabilitasi yang direncanakan dengan matang sejak
awal.

Untuk itu, sebuah pulau buatan seluas 10 hektar di Kalimantan sedang


dipersiapkan untuk tempat tinggal baru Alba. Rencananya, pulau tersebut akan
ditinggali Juni 2018 nanti bersama tiga ekor orangutan lain yang sudah akrab
dengan Alba.

Mereka adalah Radmala, orangutan betina berusia 4 tahun; Kika, orangutan


betina usia 6 tahun; dan Unyu, orangutan jantan berusia 4 tahun.

Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan BOS, Rabu (17/1/2018), rumah baru
ini sangat diperlukan untuk kelangsungan dan keamanan Alba.

Mengingat kelainan albinisme seperti yang diderita Alba dapat menyebabkan


penglihatan yang buruk, pendengaran kurang tajam, dan kanker kulit; Alba
lebih rentan terhadap perburuan atau predasi.

Untuk menjamin keamanan mereka, pulau buatan tersebut dikelilingi oleh kanal
yang bertujuan sebagai penghalang antara orangutan dan dunia luar. Kanal
tersebut sudah rampung akhir 2017 lalu.

"Kelak di pulau suaka tersebut, Alba dan teman-temannya ini akan dipantau
dan dijaga sepanjang waktu oleh staf yang akan melakukan patroli teratur
keliling pulau sekaligus mengumpulkan data kesehatan dan perilaku
ketiganya," jelas BOS.

"Selain itu, staf kami akan mencatat para orangutan yang mendatangi
panggung tempat pemberian pakan (feeding platform) dua kali dalam sehari,"
imbuhnya.

Sampai saat ini, pengerjaan pemasangan fasilitas keamanan dan monitoring


masih dikerjakan, dan ditargetkan selesai bulan Februari 2018.
Alba diselamatkan
pada 29 April lalu di
Desa Tanggirang,
Kabupaten Kapuas
Hulu, Kalimantan
Tengah.

"Saat itu dia dalam


kondisi
menyedihkan. Dia
mengalami stres,
dehidrasi, lemah,
menderita infeksi
parasit, dan tidak menunjukkan nafsu makan yang sehat. Selama beberapa
hari pertama tinggal di Pusat Reintroduksi Orang Utan kami di Nyaru Menteng,
ia hanya mau makan tebu," kata Jamartin Sihite, direktur utama Yayasan BOS.

Menurut Fransiska Sulistyo selaku kepala dokter hewan Yayasan BOS, orang
utan betina itu ditempatkan di bawah pengawasan penuh dan diberikan
perawatan intensif. Kondisinya berangsur membaik, kata Fransiska. Bahkan,
setelah dua pekan perawatan, berat badannya telah bertambah 4,5 kilogram.

"Selain kulit, yang paling menciri pada kasus albino adalah mata. Matanya
berwarna biru. Dia merasa sangat tidak nyaman terhadap sinar matahari
langsung, bahkan cenderung fotofobia—artinya takut pada sinar matahari," ujar
Fransiska. kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Penampakan Alba yang albino, menurut Fransiska, menimbulkan dampak


langsung maupun tidak langsung terhadapnya.

"Implikasinya lebih
besar dari yang kita
bayangkan. Kulitnya
lebih rentan, lebih
mudah terbakar, lebih
mudah terkena
kanker kulit. Lalu,
karena orang utan
seperti manusia
dalam konteks sosial,
kemungkinan dia
tidak disukai jantan
sehingga sulit berkembang biak. Kemudian, karena warna kulitnya, dia sulit
bertahan hidup mengingat dia mudah ditemukan predator atau pemburu,"
papar Fransiska.

Lantaran kondisi langka dan uniknya, Yayasan BOS belum bisa memastikan
apakah hendak terus merawatnya atau melepasliarkannya ke hutan
sebagaimana dilakukan terhadap orang utan dewasa.

"Kami tidak bisa begitu saja menempatkannya di hutan atau di suaka, tanpa
mempertimbangkan semua kemungkinan terlebih dulu. Sejauh ini kami masih
belum bisa menemukan contoh dan perbandingan dari orangutan albino
lainnya, dan kami perlu tahu lebih banyak mengenai kondisi uniknya.
Kesejahteraan dan keamanan merupakan prioritas dalam pengambilan
keputusan mengenai masa depannya," ujar Jamartin Sihite.

Kasus albino pada orang utan, menurut Jamartin, adalah yang pertama dalam
pencatatan sejarah.

Berdasarkan data badan International Union for Conservation of Nature (IUCN),


orang utan Kalimantan dikategorikan sebagai hewan yang "kritis terancam
punah".

Populasinya turun lebih dari 60% antara tahun 1950 hingga 2010, karena
pengrusakan habitat dan perburuan.

Jumlah orang utan diperkirakan akan mengalami penurunan lagi sebesar 22%
antara tahun 2010 hingga 2025, kata IUCN.

Anda mungkin juga menyukai