Proposal Pemecahan Masalah Kesehatan Masyarakat ini diajukan dalam rangka pembelajaran
modul Community Health Problem Solving, sekaligus sebagai bagian dari persyaratan
penyelesaian koasistensi Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat
Diajukan Kepada:
1. dr. Jarir At Thobari, MD, PhD, (Dosen Pembimbing Fakultas)
2. dr. Yohannes Trishartanta (Dosen Pembimbing Lapangan)
Disusun oleh:
1. Arinda Restya Rini
2. Gusti Nugroho
3. Liong Kar Woon Benita
4. Mohd Fahmi Bin Mohd Kamran
Halaman Pengesahan
Laporan Pemecahan Masalah Kesehatan Masyarakat ini diajukan dalam rangka pembelajaran
modul social medicine, sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan koasistensi
Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M) di Fakultas Kedokteran UGM
Disusun Oleh:
1. Arinda Restya Rini
2. Gusti Nugroho
3. Liong Kar Woon Benita
4. Mohd Fahmi Bin Mohd Kamran
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan hidayahnya,
maka kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dan kegiatan Pembelajaran Kerja
Kesehatan Masyarakat ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan koasisten di
bagian Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M) Universitas Gadjah Mada. Kegiatan K3M
ini dilaksanakan di puskesmasTemon 1, Kecamatan Temon Kabupaten KulonProgo, Jawa
Tengah. Rangkaian kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tak lepas
dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. dr. Ali Gufron Mukti M.Sc, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
gadjah Mada
2. dr. YohannesTrishartanta selaku Kepala Puskesmas Temon 1 dan Dosen Pembimbing
lapangan yang telah memberi kesempatan kami menuntut ilmu dan memberi bimbingan dan
motivasi.
3. dr. JarirAtThobari, MD, Phd, selaku Dosen Pembimbing Fakultas dan drs. Qomarudin,
M.Kes. selaku koordinator lapangan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan arahan.
4. dr. FitriNurkhamidah, selaku Clinical Supervisor yang telah memberi kami kesempatan
untuk melakukan praktek klinis keluarga dan telah membimbing kami dalam pelaksanaan
Balai Pengobatan sebagai kegiatan sehari-hari di puskesmas.
5. Segenap tenaga medis, paramedis, dan nonparamedis Puskesmas Temon 1 yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan kegiatan K3M di
PuskesmasTemon 1.
6. Bapak Suyatno beserta keluarga yang telah menerima kami dengan baik.
7. Bapak KepalaDesaKedundang, atas izin dan dukungan yang diberikan.
8. Bapak Kepala DusunPencengan, DesaKedundang yang telah memberikan informasi dan
saran untuk penelitian ini.
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
penelitian ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun selalu menerima kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan laporan
ini. Penyusun berharap laporan ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi segenap
masyarakat, khususnya bagi seluruh warga Desa Kedundang, DusunPencengan, dan
umumnya bagi seluruh Desa yang ada di Kecamatan Temon Kabupaten KulonProgo serta
dapat digunakan untuk perkembangan ilmu baik bagi kami sendiri maupun bagi Kuliah Kerja
Kesehatan Masyarakat FK UGM. Kami berharap semogakerjasama ini tidak hanya berhenti
sampai di sini dan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan.
Temon, Juli 2011
Penyusun
Kelompok K3M PuskesmasTemon
DAFTAR ISI
HalamanMuka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...i
II.5.2 SistemPernafasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
II.5.4 MekanismePertahananSistemPennafasan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
II.5.6FungsiSistemPernafasan……………………………………………...24
II.6 LandasanTeori……………………………………………………………...30
4
II.7 KerangkaTeori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….31
II.16 JalannyaPenelitian……………………………………………………….36
II.18 HasilPenelitian…………………………..………………………………..39
III.2 PelaksanaandanPemantauan………………………………………………69
Bab IV EvaluasidanRekomendasi…………………………………………………..72
DaftarPustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………74
5
BAB 1
1
Wilayah Puskesmas termaksuk wilayah dataran rendah datar. Tidak terdapat gunung,
bukit, atau rawa-rawa. Sebagai wilayah kerja berada di aliran sungai Progo dan di pesisiran
Laut Selatan sehingga sangat berpengaruh pada kasus-kasus yang disebabkan oleh air,
misalnya : diarrhea, cacingan, penyakit kulit, penyakit mata, dan kasus-kasus yang
berhubungan dengan penyakit tersebut misalnya : defisiensi gizi, anemia, KEP, defisiensi
vitamin dan pruritus.
1. Desa Jangkaran.
2. Desa Sindutan.
3. Desa Palihan.
4. Desa Glagah.
5. Desa Kalidengen.
6. Desa Plumbon.
7. Desa Kedundang.
8. Desa Demen.
9. Desa Kulur.
10. Desa Kaligintung.
11. Desa Temon Wetan.
12. Desa Temon Kulon.
13. Desa Kebon Rejo.
14. Desa Janten.
15. Desa Karang Wuluh.
Selain itu, puskesmas Temon I memiliki 3 Puskesmas pembantu, terdiri dari :
b. Topografi.
1. Letak Ketinggian : 5-10meter diatas permukaan laut.
2. Iklim : Penghujan dan kemarau.
3. Suhu : 23-34o Celcius.
2
c. Demografi.
Puskesmas Temon I mempunyai 15 Desa binaan yaitu Jangkaran, Sindutan, Plaihan, Glagah,
Kalidengen, Plumbon, Kedundang, Demen, Kulur, Kaligintung, Temon Wetan, Temon
Kulon, Kebon Rejo, Janten, dan karang Wuluh. Serta terdiri dari 50 Dusun dan 220 Rukun
Tetangga. Jumlah penduduk 32705 jiwa terdiri dari 15.979 jiwa laki-laki dan 16.726 jiwa
perempuan dengan 4384 kepala keluarga.
Tabel 1.1 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Temon tahun 2011.
Gambar 1.1 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Temon
tahun 2011.
16800
16600
16400
16000
15800
15600
Laki-Laki Perempuan
Dari tabel dan gambar 1.1 dihalaman sebelumnya dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di
Wilayah Kerja Puskesmas Temon tahun 2011, wanita sebanyak 16.726 (51,1%), lebih banyak
daripada penduduk laki-laki yang hanya 15.979 (48,9%).
3
d. Sarana dan Prasarana Kesehatan.
Tabel 1.1 Jumlah Sarana Kesehatan di Puskesmas Temon I 2007
4
e. Sumber Daya Manusia.
Sumber daya manusia di Puskesmas Temon I seluruhnya ada 62 orang dan dapat
dilihat dalam tabel berikut.
5
B. Profil Pedukuhan V Desa Kedundang.
Kedundang merupakan daerah yan terdiri dari dataran rendah dan perbukitan dengan
luas area kurang lebih 1.332.600km2. dan terdiri dari 6 pedukuhan ( I, II, III, IV, V, VI).
Kepadatan penduduk sekitar 480/km2. Dengan batas-batas wilayah yaitu:
2. Kependudukan
Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 491 jiwa dengan komposisi laki-laki sekitar
250 jiwa dan perempuan sekitar 241 jiwa. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian
sebagai petani.
Jumlah
No Jenis Kelamin
Total %
1 Laki-Laki 250 50,9
2 Perempuan 241 49,1
Jumlah 491 100
6
Gambar 1.3 Distribusi Penduduk di Wilayah Pedukuhan Pencengan Menurut Jenis Kelamin.
Jumlah Jiwa
Laki-Laki
Perempuan
Dari tabel dan gambar 1.3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Wilayah
Pedukuhan Pencengan tahun 2010, laki-laki sebanyak 250 (50,9%), lebih banyak daripada
penduduk perempuan yang hanya 241 (49,1%).
7
Gambar 1.4 Sumber daya Manusia di Dukuh Pencengan 2010
Jumlah
Petani (71,5%)
Buruh (23,8%)
PNS (1,02%)
Perangkat Desa (0,8%)
TNI (0,6%)
Guru (1,02%)
Bidan (0,2%)
Pensiunan (1,02%)
Berdasarkan tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk
pedukuhan Pencengan adalah berkerja sebagai petani (71,5%) disusul buruh (23%) dan
Pegawai Negri Sipil (1,02%).
8
Gambar 1. 5 Distribusi Penduduk di Desa Kedundang Pedukuhan Pencengan Berdasarkan
Usia pada Tahun 2010
Usia (tahun)
160
140
120
100
Laki-laki
80
Perempuan
60
40
20
0
0 - 5 thn 5 - 12 thn 12 - 20 thn 20 - 60 thn >60 thn
Berdasarkan tabel dan gambar diatas tentang jumlah penduduk Pedukuhan Pencengan
berdasarkan usia, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah pada usia sekitar
20 – 60 tahunan. Dan paling sedikit adalah pada usia sekitar 0 – 5 tahunan.
9
C. Daftar Masalah Kesehatan di Komunitas
Berdasarkan data Sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Temon I, diperoleh 10
besar masalah kesehatan di wilayah Kerja Puskesmas Temon I sebagai Berikut.
Tabel 1.2 Daftar Masalah Kesehatan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Temon
1 Tahun 2011
10
Gambar 1.2 Daftar Masalah Kesehatan Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Temon 1
Tahun 2011
Kontrol Bersalin
Headache
Hipertensi
Demam (FUO)
Dyspepsia
DM type 2
Total
J00 M13 R51 I10 K29 R50 K05 E11 Z34 R53
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dari tabel dan gambar 1.2 dapat dilihat bahwa masalah penyakit nasofaringitis
merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Temon I, kemudian disusul artritis dan headache pada ke-2 dan ke-3. Masalah
malaise dan fatigue merupakan masalah yang paling jarang dijumpai pada masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Temon I.
11
D. Masalah Kesehatan Prioritas.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari puskesmas Temon I dan data primer dari
hasil wawancara dan diskusi yang ditanyakan pada warga maupun tokoh masyarakat, kader
kesehatan di Desa Temon Wetan diperoleh daftar masalah kesehatan Masyarakat sebagai
berikut :
Magnitude (M)
Masalah penyakit nasofaringitis dinilai paling tinggi karena dari data sekunder
menunjukkan bahwa penyakit nasofaringitis ini merupakan masalah yang paling banyak
dijumpai pada masyarakat di desa Kedundang. Sementara itu, arthritis menjadi masalah kedua
yang paling sering diderita oleh masyarakat desa Kedundang, disusul oleh sakit kepala,
dermatitis, hipertensi dan seterusnya. Penyakit DM2NO merupakan masalah yang paling
jarang dijumpai pada masyarakat desa Kedundang dibanding dengan kesembilan masalah
yang lain.
12
Scope (Sc)
Trend (T)
Nilai trend tertinggi adalah nasofaringitis dan hipertensi karena terjadi kecendrungan
peningkatan prevalensi penyakit tersebut yang cukup signifikan dalam 3 bulan terakhir.
Sementara itu pemeriksaan kesehatan dan kontrasepsi tidak mengalami peningkatan angka
kejadian yang signifikan dalam 3 bulan terakhir.
Urgensi (U)
Diare dinilai memiliki urgensi paling tinggi dibanding sembilan masalah lainnya
karena bila tidak segera diatasi akan menimbulkan akibat yang fatal, baik bisa berupa
dehidrasi, shock, gagal ginjal, dan kematian. Sementara itu pemeriksaan kesehatan
merupakan masalah kesehatan yang tingkat urgensinya dinilai paling rendah karena tidak
menimbulkan akibat fatal secara langsung.
Feasibility (F)
Berdasarkan aspek sumber daya, waktu, teknologi, dan metode, Nasofaringitis dan
diare merupakan masalah yang memiliki feasibility paling tinggi dibandingkan dengan
masalah lainnya. Banyak warga yang menderita penyakit nasofaringitis dan diare langsung
mencari pengobatan dan didukung dengan biaya serta metode yang murah dan mudah untuk
menangani masalah tersebut. Sementara itu gangguan pertumbuhan dan erupsi gigi dinilai
paling sulit karena warga kurang menyadari penyakit ini sehingga jarang untuk mencari
pengobatan dan juga karena metode dan sarana yang digunakan cukup mahal bagi warga.
Support (Sp)
Masalah nasofaringitis dan hipertensi mendapat dukungan paling besar baik dari
masyarakat, dosen pembimbing fakultas maupun dari dosen pembimbing lapangan sekaligus
kepala puskesmas Temon I untuk diberikan intervensi, sementara itu masalah yang kurang
didukung oleh stakeholder untuk diintervensi dalam Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat
13
(K3M) adalah artritis karena penyakit ini sulit untuk dihindari dan dicegah sehingga
intervensi paling efektif adalah dengan terapi kuratif.
Others (Os)
14
BAB II
IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO
Merokok sekarang ini sudah menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging
bagaikan tradisi masyarakat. Hal ini tampak dari pernyataan Yurekli dan Bayer (2002) yang
menyatakan, pada tahun 1996 konsumsi rokok dunia dan meningkat menjadi 72% pada
tahun 2001. Serta terdokumentasi bahwa besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok
menempatkan Indonesia pada urutan kelima diantara Negara-negara dengan konsumsi rokok
tertinggi di dunia pada tahun 2002 dengan tingkat konsumsi sebesar 182 milyar batang.
Konsumsi rokok ini meningkat secara persissten sejak tahun 1970-an, dari 33 milyar batang
pada tahun tersebut menjadi 182 milyar batang tahun 2002 (World Health Organitation
WHO, 2002, disitasi oleh Departemen Kesehatan DEPKES 2004).
Lebih dari 70.000 publikasi hasil penelitian medis yang membuktikan pengaruh buruk
akibat rokok.Dari data di Indonesia, sebagian besar perokok berasal dari kalangan penduduk
miskin.Secara tidak disadari, keluarga miskin meningkatkan alokasi anggaran untuk rokok
yang mengakibatkan anggaran untuk makanan pokok harus dikurangi. Bila dalam keluarga
semacam ini terdapat anak kelompok balita, akan mengakibatkan kebutuhan gizi yang
kurang, sehingga dapat menyebabkan penyakit busung lapar (djmanshiro ,2008).
Penyakit dan kematian pada perokok diakibatkan oleh kandungan dalam asap
tembakau rokok, antara lain 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua di antaranya
adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, 2002 :
19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu
terjadinya kanker.Pada awalnya rokok mengandung 8-20 mg nikotin dan setelah dibakar
nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25%.Walau demikian jumlah kecil
tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.
Nikotin diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian terbagi ke jalur
imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasa nikmat, memacu
sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih
cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan
mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin.
Meningkatnya sorotin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari
rokok lagi (Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002 : 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok
sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin.Efek dari
15
rokok/tembakau memberi stomulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan,
alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan zat-zat adiktif lainnya
rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap
gawat (Roan, Ilmu kedokteran jiwa, Psikiatri, 1979 : 33)
Selain efek ketergantungan, rokok juga memberi factor resiko pada beberapa penyakit
seperti yang diungkapkan oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2004 yang
menyebutkan bahwa Di Indonesia rokok menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru
kronik dan emfisima pada tahun 2001, serta rokok merupakan penyebab dari sekitar 5 %
stroke di Indonesia.Selain itu wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau
penundaan kemampuan hamil, pada pria meningkatkan risiko impotensi sebesar 50%, begitu
pula ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan ataupun terkena asap rokok dirumah
atau di lingkungannya beresiko mengalami proses kelahiran yang bermasalah.Survei tersebut
juga mengungkapkan Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok mempunyai
risiko kanker paru sebesar 20-30% lebih tinggi daripada mereka yang pasangannya bukan
perokok dan juga risiko mendapatkan penyakit jantung. Dan yang lebih mengejutkan adalah
lebih dari 43 juta anak Indonesia berusia 0-14 tahun tinggal dengan perokok di lingkungannya
mengalami pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran
pernafasan, infeksi telinga dan asma.
Di Indonesia banyaknya kematian yang disebabkan oleh konsumsi rokok belum
mendapat perhatian lebih baik dari pemerintah ataupun masyarakat. Hal ini diperlihatkan
Sekitar 69.1% pria Indonesia berusia 20 tahun atau lebih merokok secara reguler dengan
jumlah yang lebih tinggi(74%) di daerah pedesaan (World Health Organitation Indonesia,
2002). Data lain menunjukkan bahwa dari 14 propinsi yang ada di Indonesia, 59,04% laki-
laki usia 10 tahun ke atas dan 4,83% wanita pada usia yang sama saat ini adalah perokok
(Aditama dkk, 1997). Angka statistiknya: rata-rata 11.000 orang mati tiap hari yang
ditengarai berbiangkeladikan racun kandungan asap rokok. Diprakirakan nanti, dalam kurun
tahun 2020 sampai 2030, rata-rata 27.000 orang mati tiap hari lantaran racun serupa(Yayasan
Jantung Indonesia,2003-2008). Data ini memberikan gambaran bahwa angka merokok di
Indonesia dikategorikan tinggi. Sebagai salah satu bentuk perilaku berisiko kesehatan
semakin menggejala di kalangan usia muda bahkan remaja awal (Sarafino, 1998; Smet,
1994). Terdapat kecenderungan usia mulai merokok semakin muda. Menurut penelitian
tahun 1994 menunjukkan bahwa kebanyakan remaja mulai merokok pada usia 15 – 17
tahun (Prabandari, 1994).
16
Sudah merupakan kesepakatan masyarakat dunia untuk membuat Perjanjian
Internasional dalam pengendalian rokok, yang dimulai oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)
secara sistematik sejak tahun 1999 dan perumusannya selesai tahun 2003. Indonesia termasuk
negara yang aktif memberikan sumbangan pikiran yang melahirkan Framework Convention
on Tobacco Control (FCTC).Namun Indonesia tidak bersedia menandatanganinya pada tahun
2003 oleh karena pemerintah menganggap Indonesia belum siap.
Menurut Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO, produk
tembakau adalah produk yang dibuat dengan menggunakan seluruh atau sebagian dari daun
tembakau sebagai bahan dasar yang diproduksi untuk digunakan sebagai rokok yang
dikonsumsi dengan cara dihisap, dikunyah, atau disedot. Produk tembakau ksususnya rokok
dapat berbentuk sigaret, kretek, cerutu, lintingan, menggunakan pipa, tembakau yang disedot,
dan tembakau tanpa asap(WHO,2003).
Peryataan dari WHO yang melahirkan FCTC yang diharapkan dapat mengurangi
angka konsumsi rokok oleh masyarakat kurang menunjukan hasil yang menggembirakan.Hal
ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan
bahaya merokok yang sudah sering diungkapkan pada kampanye anti tembakau ataupun yang
tertera pada bungkus rokok itu sendiri. Berdasarkan penelitian penggunaan rokok
diperkirakan mengakibatkan 70 % kematian yang disebabkan oleh penyakit paru kronik,
bronchitis kronis, dan emfisema, 40 % kematian karena stroke, dan 90 % kematian karena
kanker paru. Secara global, rokok merupakan sekitar 8,8 % dari semua kematian pada tahun
2000 (WHO, 2002, disitasi oleh DEPKES RI, 2004). Angka tersebut menunjukan
peningkatan kematian lebih dari 1 juta dibandingkan dengan kematian yang terjadi pada
tahun 1990 (WHO, 2003, disitasi oleh DEPKES, 2004).
Pengendalian tembakau memiliki prioritas rendah dalam agenda kesehatan
masyarakat di indonesia selama bertahun-tahun tidak ada kebijakan pengendalian tembakau
sampai suatu akhir tahun 1990an. Ketika presiden Habibie mengeluarkan PP no 81 tahun
1999 tentang ”Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan” yang isinya menjabarkan pasal 44 UU
kesehatan no 23 tahun 1992 tentang pengamanan Zat adiktif. Salah satunya dengan cara
pemberian izin iklan dimedia cetak dan media luar ruangan setiap iklan dimedia harus
mencantumkan peringatan bahaya merokok. PP no 81/1999 mengalammi perubahhan
sebanyak 2 kali sebelum di berlakukan sepenuhnya. Perubahan pertama tahun 2000 menjadi
PP No 38 tahun 2000 yang meliputi dua hal yaitu mengijinkan penayangan iklan rokok di
media elektronik antara jam 21.00-05.00 serta batas waktu pelaksanaan penyesuaian kadar tar
dan nikotin menjadi 2 tahun untuk rokok putih mesin, 7 tahun untuk rokok kretek mesin dan
17
10 tahun untuk rokok kretek tangan. Perubahan yang kedua menjadi PP no 19 Tahun 2003
dengan ditambahkannya point penting yaitu penghilangan penetapan kadar TAR dan nikotin
akan tetapi mewajibkan pengujian setiap batch produk oleh laboratorium yang terakreditasi
dan tetap mencantumkan kadar keduanya di setiap bungkus rokok yang disetujui oleh
Presiden Megawati(Profil Tembakau Indonesia, Tobacco Control Suport Center (TCSC)-
IAKMI)
Kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah akan perlindungan tersebut kurang
mendapat respon yang menyeluruh dari tiap daaerah di seluruh Indonesia. Hal ini ditunjukan
dengan baru beberapa Gubernur daerah yang mengeluarkan PERDA untuk mendukung
program pemerintah tersebut. Beberapa daerah yang telah berpartisipasi mendukung
kebijakan pemerintah ini antara lain Gubernur DKI dengan PERDA No 2 tahun 2005 tentang
pengendalian pencemaran lingkungan menyelipkan 1 pasal yaitu pasal 13 yang berisi tentang
kawasan tanpa rokok. Setelah itu disusul beberapa daerah lain yang mengeluarkan PERDA
tentang kawasan bebas rokok seperti PEMDA kota Bogor,PEMDA kota Cirebon,dan
PEMDA kota Palembang (Profil Tembakau Indonesia ,Tobacco Control Suport Center
(TCSC)-IAKMI).
Asap rokok (second hand smoke) adalah sisa racun dari pembakaran tembakau, asap
ini merupakan kombinasi dari asap tembakau, pembakaran dari ujung rokok, pipa, dan cerutu
dan juga asap yang dihembuskan oleh perokok. Kebiasaan merokok didalam bangunan
memberikan paparan terhadap orang yang tidak merokok terhadap sisa pembakaran dalam
kondisi dimana peredaran udara itu perlahan dan tidak menentu. Dalam dua dekade terakhir,
ilmu kedokteran menyatakan bahwa orang yang tidak merokok menderita penyakit-penyakit
yang dipunyai oleh perokok aktif apabila mereka menghirup asap rokok (second hand smoke)
dari perokok aktif.
Susenas 2001, menunjukkan proporsi perokok pasif di Indonesia pada semua umur, 66%
wanita dan 31,8% laki-laki. Jadi 66% wanita indonesia merupakan perokok pasif. 70% anak
usia 10-17thn merupakan perokok pasif.
Merokok merupakan faktor resiko untuk terjadinya infeksi saluran nafas, karena
pengaruhnya terhadap sistem pertahanan bagi saluran pernafasan manusia.Merokok terkait
erat dengan morbiditas dan mortalitas dari pneumonia dan influenza, serta ketiadaan dari
faktor pekerjaan karena infeksi saluran nafas yang lebih ringan.Perokok mempunyai
kemungkinan lebih tinggi untuk menghidap nasofaringitis akut, influenza, pneumonia,
tuberkulosis, dan tuberkulosis varicella.
18
Merokok adalah penyebab terbanyak penyakit-penyakit yang bisa dihindari di
Amerika Serikat dan kaitannya dengan kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronis telah
banyak diketahui. Merokok juga mempengaruhi insidensi, keparahan, dan perjalanan
penyakit untuk penyakit respirasi dan paru yang lain.
Merokok dipercayai dapat menyebakan kerusakan pada sistem pertahanan saluran
pernafasan. Pembakaran tembakau dapat menghasilkan asap yang mengandung zat kimia dan
partikel-partikel yang terdiri dari nikotin, zat-zat karsinogenik, oksidan, dan karbon
monoksida. Sifat fisik dari asap rokok itu sendiri bisa menyebabkan deposit partikel-partikel
di saluran pernafasan bagian bawah, dimana partikel-partikel yang terdeposisi itu dapat
merusak sistem pertahanan di bagian tersebut.
Secara spesifik, asap rokok dapat menyebabkan :
1. Kerusakan sistem Mukosiliaris yang dapat mengganggu pembersihan zat-zat atau
partikel-partikel yang masuk saat bernafas.
2. Meningktakan perlengketan bakteri pada sel-sel epithelial. Perokok yang mempunyai
fungsi pernafasan yang normal juga mempunyai flora-flora dari orofaring di saluran
parnapasan bagian bawah, yang normalnya adalah steril.
3. Merokok juga meningkatkan permeabilitas dari saluran darah di alveolar dan sel-sel
epithelial.
4. Asap rokok juga dapat merusak komposisi, keberadaan dan fungsi dari sel-sel
inflammasi pulmonal. Perokok mempunyai persentase makrofag dan neutrofil yang
lebih banyak pada pemeriksaan pembilasan bronko alveolar dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok. Makrofag yang terdapat di alveolar adalah penting untuk
pembersihan partikel-partikel melalui mekanisme fagositosis dan untuk mengatur
immunitas seluler dan immunitas inflammasi. Perokok mempunyai makrofag alveolar
yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dengan inklusi intra
sitoplasmik yang tidak terdapat di sel makrofag orang yang tidak merokok. Fungsi
‘Antigen Presenting Cells’ (APC) bagi orang yang merokok juga akan terganggu.
5. Penekanan dari fungsi ‘Natural Killer Cell’ (NKC).
Perokok mempunyai faktor resiko lebih tinggi untuk diserang nasofaringitis akut dan
nasofaringitis akut yang lebih parah dari orang yang tidak merokok. Kajian-kajian cohort
awal yang dilakukan sejak tahun 1960, menyimpulkan bahawa perokok-perokok muda lebih
mudah diserang nasofaringitis akut (common colds) jika dibandingkan dengan orang-orang
yang tidak merokok pada usia mereka.
19
Beberapa studi telah menemukanbahwaperokokmemiliki tingkatyang lebih tinggiuntuk
terkena infeksi influenza dibandingkan dengan yang bukan perokok, daninfeksilebih parah
pada orang yang merokok.RogotdanMurray menjalankan kajian kohort yang besar terhadap
veteranmiliter ASdan menemukan bahwaperokokmemiliki tingkat kematianyang1,78kalilebih
tinggidari yang diharapkan.Finkleaetal secara prospektiftelah menjalankan studi terhadap
siswaselamaepidemik kejadian influenzadan menemukan bahwaperokokmemiliki angka
kejadian yang lebih tinggiuntuk kejadian infeksiklinis daninfeksi subklinis(seperti yang
dideteksi oleh titerantibodi).Karketalmempelajari perwira militerIsraeldan menemukan
bahwaperokokmemiliki resikolebih tinggiuntuk menghidap klinisinfluenza (rasio odds
2,42)dan kejadian influenzaitu lebihparah.
II.2.Rumusan masalah
Berdasar uraian latar belakang dengan inti permasalahan perilaku merokok didalam rumah
warga masyarakat dusun Pencengan Desa Kedundang Kecamatan Temon Kabupaten
KulonProgo Provinsi DIY.
Maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana kebiasaan para perokok aktif yang
merokok di dalam rumah dengan kejadian nasofarinigtis akut bagi warga Dusun Pencengan,
Desa Kedundang, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo.
II.3.Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar jumlah perokok yang merokok di
dalam rumah di Dusun Pencengan, Desa Kedundang.dan mengetahui apakah perokok
merokok didalam rumah sehingga memberikan akibat buruk dalam hal kesehatan seperti
kejadian nasofaringitis akut dalam satu bulan terakhir. Diharapkan nantinya warga akan dapat
mewujudkan kebiasaan merokok diluar rumah. Dengan tidak merokok didalam rumah dapat
mengurangi faktor resiko penyakit yang bias disebabkan oleh paparan asap rokok
sepertiterjadinya infeksi saluran pernafasan akut pada anak-anak.
20
II.4.Manfaat penelitian
Menambah bahan untuk kepustakaan dan menambah informasi mengenai jumlah perokok
aktif di dusun pencengan desa kedundang. Mengetahui kebiasaan merokok di dalam rumah
di masyarakat dusun pencengan desa kedundang.Mengetahui jumlah perokok pasif di dalam
masyarakat desa kedundang.Mengetahui tingkat kejadian nasofaringitis akut di Dusun
Pencengan.
II.5.Kajian literatur
21
umur 8 tahun sekitar 12% sudah menjadi perokok (sekurangnya 1 batang sehari).Survai di
Kandy (Srilangka) mendapatkan prevalensi merokok pada 48.2% pria dan 1,6% wanita
dewasa, pada kelompok dokter hanya 30%, sedangkan 18% lainnya adalah bekas perokok.
Pada anak sekolah usia 6-20 tahun di Colombo didapatkan 27% pernah merokok; 12%
merokok setiap hari
Begitu pula di Indonesi dapat kita lihat dari beberapa penelitian yaitu Survai
Kesehatan Rumah Tangga 1986, menghasilkan data kebiasaan merokok pada laki-laki 14
tahun ke atas sebesar 45,8% dan pada wanita 14 tahun ke atas 2,9%. Survai di Lombok dan
Yogyakarta menunjukkan bahwa 75% dari 61% dari pria dewasa adalah perokok, pada wanita
angka tersebut sekitar 3%19 th ke atas. Survai di Semarang menunjukkan prevalensi merokok
96,1% pada tukang becak, 79,0% pada pegawai paramedik, 51,9% pada pegawai negeri dan
36,8% pada dokter. Sekitar 13% dari penduduk Semarang adalah perokok berat (lebih dari 20
batang sehari).
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh.Penghisapan ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1996).
Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan
jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk
darah dan membuang karbondioksida.
22
II.5.3 Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :
1. Bagian Konduksi
Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan
bronkiolus.Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan dari
paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang diinspirasi.
2. Bagian Respirasi
Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan.Pertukaran gas antara udara dan
darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti
bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk.
Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang
masuk yang dapat merusak (Alsagaff, 2002).
a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda
merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring,
laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor
disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu
mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel
debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap
partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan
paru.Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan
saluran pernafasan bawah.Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external,
oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
23
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah, oksigen
menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobinn dalam sel darah merah dan dibawa
ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri keseluruh bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%.
Pertukaran karbon dioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di alveolus
paru.Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara timbal balik
(pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding
alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme laring
(penghentian bernapas).Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat terjadi
bronchitis toksik, edema paru-paru atau pneumonitis.Partikel-partikel debu dan aerosol yang
berdiameter lebih dari 15 μm tersaring keluar pada saluran napas.Partikel 5-15 μm tertangkap
pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar,
selanjutnya ditelan.Bila partikel ini mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat-zat yang
merangsang respon imun dapat timbul penyakit pernafasan seperti bronchitis (WHO, 1995).
Partikel-partikel berukuran 0,5 dan 5 μm (debu yang ikut dengan pernafasan) dapat
melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli.
Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantarkan
pulang kembali ke sistem mukosiliar atau ke sistem limfatik. Partikel berdiameter kurang dari
0,5 μm mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak diretensi. Partikel-partikel panjang
dan serat yang diameternya lebih dari 3 μm dengan panjang 100 μm dapat mencapai saluran
nafas termina, namun tidak dibersihkan oleh makrofag ; akan tetapi partikel ini mungkin pula
ditelan lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan bahan protein kaya besi sehingga
terbentuk badan-badan besar “asbes” yang khas.
24
menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.
4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi berkadar
Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert),
menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mucus, merendahkan ambang
refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan
gejala-gejala asmatik.Daerah perifer paru-paru terutama dirusak oleh debu
fibrogenik.Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru-paru dibersihkan sebagian dan
diendapkan pada kelenjar-kelenjar limfe hilus. Di sana, partikel-partikel tersebut merangsang
reaksi jaringan, penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar-kelenjar tersebut.
Drainase limfatik menjadi tersebut, sehingga partikel-partikel pada paparan lebih lanjut akan
menumpuk di dekat kelenjar-kelenjar yang berparut tersebut, dan secara progresif
memperbesar daerah parut. Pembentukan jaringan parut dengan berbagai cara ini
mengakibatkan pengerutan paru-paru, peregangan berlebihan pada jaringan paru-paru yang
tersisa, ventilasi tidak merata dan tipe emfisema tertentu (Amin, 1992).
1. Gejala Lokal
a. Batuk
Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan.Batuk bisa bersifat
kering atau basah tergantung dari pada produksi sekrit.
b. Sesak
Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun
pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun
penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.
25
c. Pengeluaran Dahak
Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran nafas,
sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100 ml per hari.
d. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.
e. Nyeri Dada
Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paru-paru
adalah akibat radang pleura.
2. Gejala Umum
Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat.Beberapa penyakit memberi juga gejala
umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa
lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998).Masalah pernafasan pada
pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini.Gejala-gejala dada akut
seperti batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja
biasa (Alsagaff, 2002).
1 Faktor debu
Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor
individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan,
dan kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan
dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut
tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding
alveoli.Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan
menimbulkan keracunan.
26
2. Faktor Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan
paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan
cepat.Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002),
mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru.Semakin
bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh.Menurut hasil
penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur
dengan gejala pernapasan.Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan
gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan :
potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas
kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan
penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan
bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
3. Riwayat merokok
Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap
rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas.
Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok
dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas.Perubahan struktur jalan nafas besar
berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas
kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena
proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan
struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi.
Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki
resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang
menghabiskan 20 batang sigaret sehari (Antaruddin, 2003).
4. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya
gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi
kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita
penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem
pernapasan jika terpapar debu.
27
II.5.11 Dampak Asap Rokok Terhadap Sistem Pernafasan
Fungsi paru kita adalah untuk bernafas, yaitu dengan memasukkan udara bersih dan
mengeluarkan udara kotor dari dalam tubuh. Bahan kimia yang dihisap dari asap rokok
merangsang permukaan sel saluran pernafasan sehingga mengakibatkan keluarnya lendir atau
dahak. Mirip dengan rangsangan debu, virus, atau bakteri pada saat kita flu. Bedanya adalah
bahwa dahak yang ditimbulkan karena virus flu akan disorong keluar oleh bulu getar
sepanjang saluran nafas dengan menstimulasi reflek batuk. Pada perokok, bulu getar tersebut
sebagian besar dilumpuhkan oleh asap rokok sehingga lendir di saluran nafas tidak dapat
keluar sepenuhnya. Lendir yang lama tertahan di saluran nafas, dapat menjadi ajang
berkembangnya bakteri yang akan menyebabkan bronhkitis kronis. Rokok memang telah
terbukti mengakibatkan 75% kematian akibat bronkhitis.
Partiker tar dalam asap rokok akan mengendap dalam lendir yang berada cukup waktu
lama di saluran pernafasan. Rangsangan kronis dari tar terhadap dinding saluran pernafasan
tersebut akan mengubah bentuk sel paru (dimulai dengan pra-kanker, yang akhirnya menjadi
kanker paru-paru). Kebiasaan merokok memang mengakibatkan terjadinya 80-90% kanker
paru.Seorang perokok mempunyai kemungkinan 4-14 kali lebih tinggi menderita kanker paru
dibanding yang bukan perokok.Umumnya pasien datang sudah terlambat sehingga kanker
diketahui telah stadium lanjut.Kanker paru merupakan kasus kanker nomor 2 di
dunia.Padahal sebenarnya kanker paru termasuk golongan kanker yng bisa dicegah, yaitu
dengan menghindarkan diri dari kebiasaan merokok.
Paru-paru kita terdiri dari kantong-kantong udara yang berfungsi memompa keluar-
masuknya udara bersih dan udara kotor seperti balon karet. Daya pompa ini dimungkinkan
karena adanya serat elastin pada jaringan paru (sama saeperti serat elastin yang terdapat di
kulit). Asap rokok melumpuhkan serat elastin tubuh termasuk yang ada di paru-paru,
sehingga udara yang masuk sulit untuk dikeluarkan sepenuhnya. Dengan demikian, ada udara
yang masih tertinggal di katong udara. Semakin lama, desakan udara akan menyebabkan
pecahnya kantong udara. Iniliah yang disebut dengan emfisema.
28
Paparan Asap Rokok Ganggu Proses Macrophage alveolar untuk Melawan Bakteri
Nontypeable Haemophilus Influenzae (NTHI)
Paparan asap rokok dapat mengganggu kemampuan sel kekebalan menghadapi infeksi
bakteri secara jelas dalam paru-paru, khususnya nontypeable Haemophilus influenzae
(NTHI), patogen sering dikaitkan dengan infeksi pernapasan dan perkembangan penyakit
pernapasan.
Para peneliti dari Spanyol dan Inggris melaporkan temuan mereka pada edisi Oktober
2009 jurnal Infection and Immunity.NTHI, umumnya ditemukan pada saluran pernafasan
manusia, dapat tetap asimtomatik pada individu yang sehat.Namun juga bertanggung jawab
atas penyakit invasif seperti meningitis, sinusitis, pneumonia, dan bronkitis.Patogen yang
paling sering terisolasi di saluran pernapasan pasien dengan chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) dan chronic bronchitis.Alveolar macrophage merupakan bagian dari paru-
paru, bawaan sistem pertahanan dan memainkan peranan penting terhadap pembersihan
infeksi bakteri.
29
Sebelum menghubungkan antara asap rokok dan infeksi saluran pernafasan yang
disebabkan oleh NTHI, peneliti mengemukakan hipotesa bahwa asap rokok dapat
mengganggu kemampuan macrophage alveolar untuk membersihkan NTHI dari paru-paru.
Dalam studi pertama peneliti meneliti interaksi antara NTHI dan alveolar macrophage dan
menemukan bahwa macrophage membersihkan NTHI, sebuah proses yang dikenal sebagai
fagositosis.
Para peneliti juga mengamati efek asap rokok di baris sel macrophage dan
macrophage alveolar yang diambil dari para perokok dan pasien dengan PPOK. Hasilnya
ditemukan bahwa ekstrak asap rokok mempengaruhi proses alveolar macrophage. Selain itu,
peneliti juga menguji sel-sel yang terpapar ekstrak asap rokok dengan glukokortikoid, anti-
inflamasi yang umum digunakan untuk mengobati kondisi pernafasan. Hasilnya menunjukkan
bahwa obat tidak memberikan jaminan pemulihan proses macrophage alveolar yang
disebabkan oleh asap rokok.
Lebih dari separuh (57%) rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya 1 orang
perokok dan hampir semua perokok (91,8%) merokok dalam rumah. Data terakhir
menunjukkan total perokok aktif di Indonesia mencapai 70% dati total penduduk atau 141,44
juta orang dan 30%nya berasal dari ekonomi rendah. Lelaki dewasa (15 tahun) yang merokok
= 63,1% sedangkan wanita dewasa (15 tahun) yang merokok 4,5%.
Dengan berdasarkan data diatas kami berharap dapat mengetahui angka kejadian
merokok dalam masyarakat dusun pencengan dan kebiasan merokok didalam rumah dan
diharapkan dapat mengurangi angka kejadian penyakit akibat rokok.
30
II.7. Kerangka Teori
Saluran Pernapasan Normal
• Stres.
• Perokok Aktif
• Perokok Pasif
Nasofaringitis Akut
• Batuk
• Penurunan nafsu makan
• Sakit kepala
• Nyeri otot
• postnasal drip
• Sakit tenggorokan
• hidung tersumbat
• tenggorokan gatal
• bersin
• hidung berair
31
II.8.Kerangka konseptual
Perokok Perokok
pasif aktif
Intervensi
Kebiasaan Merokok Di Penyuluhan rumah
dalam Rumah bebas asap rokok
Peresmian Klinik
Bebas Rokok Di
Puskesmas Temon 1
Penyuluhan
Kejadian penyakit Nasofaringitis akut
Kesehatan di
dalam satu bulan terakhir
Posyandu Lansia
Desa Kedundang
Penyebaran Leaflet
Berhenti Merokok di
Bulan Ramadhan
II.9.Metodologi
Tujan penelitian disini untuk mengetahui jumlah perokok aktif dusun pencengan,
mengetahui apakah perokok ini merokok didalam rumah sehingga mengakibatkan anggota
keluarga yang bukan perokok menjadi terpapar asap rokok. Dan melihat pula angka kejadian
penyakit nasofaringitis akut yang disebabkan karena rokok dengan jumlah perokok pasif
dalam masyarakat dusun pencengan ini. Dengan demikian rancangan penelitian yang peneliti
gunakan adalah metode ANALITIK dimana peneliti menganalisis dua faktor yaitu angka
kejadian merokok didalam rumah dengan kejadian penyakit nasofaringitis akut yang
disebabkan oleh kebiasaan merokok di dalam rumah. Sedang pendekatan yang peneliti
lakukan dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional) karena
pengambilan data dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu dan tanpa urutan waktu yang
32
dilazimkan. Sedangkan observasi disini dilakukan dengan cara mewawancara warga dengan
kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data dan akan di analisis dengan
menggunakan spss untuk mengetahui prevalensi perokok aktif, perokok pasif,kebiasaan
merokok di dalam rumah dan dihubungkan dengan angka kejadian penyakit nasofaringitis
akut.
II.9.2.Subjek penelitian
Populasi penelitian adalah warga yang bertempat tinggal di Dusun Pencengan, Desa
Kedundang, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo.Subjek penelitian ini adalah
sebagian dari populasi dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
33
dipilih kecamatan Temon yang merupakan two stage simple cluster sampling. Lalu terpilih
desa kedundang untuk dilakukan penelitian dimana ini merupakan three stage simple cluster
sampling. Dan kami memilih warga dusun pencengan untuk dilakukan penelitian ini
merupakan fourth stage simple cluster sampling. Dari satu dusun ini diambil 50 laki-laki atau
perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi untuk mewakili
populasi dimana ini merupakan five stage cluster sampling.
1. Usia
Usia yang dimaksud merupakan usia responden dalam satuan tahun yang dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir pada saat penelitian, penentuannya sesuai dengan
pengakuan responden. Skala pengukuran adalah rasio.
2. Riwayat Merokok
Riwayat merokok merupakan kebiasaan responden merokok sehari-hari minimal 1
batang perhari, penentuannya berdasarkan hasil wawancara dengan responden.Skala
pengukuran adalah nominal.
3.Perokok Pasif
4.Perokok Aktif
5.Nasofaringitis akut
1.Alat Penelitian
Menggunakan kuesioner yang diadopsi dan dimodifikasi dari kuesioner Survei
Perilaku Merokok Dalam Keluarga DARI Quit Tobacco Indonesia (QTI). Kuesioner
digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden penelitian terkait tentang perilaku
merokok di dalam rumah dan angka kejadian penyakit nasofaringitis akut. Kuesioner ini
berisi pertanyaan yang terdiri atas lima item tentang identitas responden, karakteristik
responden, perokok aktif dalam keluarga, perokok pasif dalam keluarga dan kebiasaan
merokok di rumah.
34
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan yang telah
disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data ini diperoleh langsung dari penelitian
dengan mewawancarai responden sesuai dengan pertanyaan yang ada dalam kuesioner
tersebut.Tiap rumah diwakilkan oleh satu responden dalam menjawab pertanyaan
wawancara sesuai dengan kuesioner tersebut.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Temon 1. Data sekunder yang digunakan
adalah data mengenai demografi Kecamatan Temon 1, kejadian 10 besar penyakit
warga dusun pencengan yang berobat ke Puskesmas Temon 1 dari bulan Mei sampai
Juli dan jumlah penduduk dusun setempat yang akan diteliti.
II.15Etika Penelitian
Subjek penelitian ini berhubungan dengan manusia, sehingga etika penelitian harus
diutamakan. Beberapa hal yang akan dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan etika penelitian
adalah:
1. Sebelum pelaksanaan penelitian maka harus mendapatkan izin dari institusi yang
digunakan sebagai tempat penelitian.
2. Sebelum melakukan wawancara pada subjek penelitian, peneliti terlebih dahulu
memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan meminta persetujuan dengan
tanda tangan (informed consent).
35
3. Peneliti berusaha seobjektif mungkin dalam kegiatan penelitian ini, misalnya tidak
memaksakan kehendak agar subjek penelitian memberikan jawaban yang tidak
diinginkan, tidak menambah atau mengurangi jawaban subjek penelitian.
4. Untuk memperlancar penelitian ini, peneliti dibantu oleh beberapa pendamping
peneliti.
II.16Jalannya Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, dilakukan diskusi dengan anggota tim peneliti untuk
membentuk kuesioner dan pelaksanaan dalam memperoleh data melalui kuesioner tersebut.
Penelitian dilaksanakan dengan mendatangi rumah responden satu persatu kemudian
melakukan wawancara sesuai dengan pertanyaan dalam kuesioner kepada responden.
Sebelum melakukan wawancara, responden dijelaskan mengenai maksud kedatangan dan
tujuan dilakukan wawancara tersebut.Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan
observasi terhadap kondisi pengudaraan dan lingkungan di sekitar rumah
responden.Kemudian setelah melakukan wawancara dan observasi, peneliti meneliti kembali
kelengkapan kuesioner yang belum sempat ditanyakan kepada responden sebelum
meninggalkan rumah responden.
c. Pelaporan
Setelah seluruh kuesioner terkumpul, dilakukan tabulasi, pengolahan data, dan analisis
data. Tahap akhir adalah penyusunan laporan penelitian dan dilanjutkan dengan presentasi
hasil penelitian kepada pihak pihak yang terkait.Pelaporan data penelitian dibuat dalam
bentuk laporan penelitian yang mencakup latar belakang permasalahan, hasil penelitian,
pembahasan, dan usulan usulan yang didasarkan pada temuan penelitian.
36
II.17 Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Juni 2011 sampai dengan 4 Agustus 2011.
Jadwal pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
Tanggal Aktivitas
Melapor ke kelurahan.
Mengumpulkan data - data sekunder dan
4 Juli 2011 data - data dasar serta data demografis
Kelurahan/Desa Kedundang.
Menentukan topik penelitian.
37
Melakukan revisi proposal dan kuesioner.
19 Juli 2011
Validasi kuesioner.
38
II.18HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Descriptive Statistics
Histogram
10
6
Frequency
Mean =40.09
Std. Dev. =10.002
N =44
0
20 30 40 50 60 70
Usia
Dari hasil survey, terdapat umur responden berkisar dari usia 20 hingga 69 tahun. Terdapat 2
responden yang berumur 20 tahun, 5 yang berumur 25 tahun, 7 yang berumur 30 tahun, 5
yang berumur 35 tahun, 9 yang berumur 40 tahun, 9 yang berumur 45 tahun, 5 yang berumur
50 tahun, 1 yang berumur 55 tahun dan 1 responden berumur 65 tahun. Rata-rata umur
responden 40,09 tahun dengan standard deviasi 10,002.
39
Table Hubungan Pendapatan dan Pengeluaran Untuk Rokok Setiap Bulan
% within
Pengeluaran Untuk 4,5% ,0% ,0% ,0% 2,3%
Rokok
Rp300,000- Jumlah 5 2 1 0 8
Rp600,000
% within
Pengeluaran Untuk 22,7% 20,0% 10,0% ,0% 18,2%
Rokok
Rp600,000-
Jumlah 11 8 8 1 28
Rp900,000
% within
Pengeluaran Untuk 50,0% 80,0% 80,0% 50,0% 63,6%
Rokok
Rp900,000 Jumlah 5 0 1 1 7
% within
Pengeluaran Untuk 22,7% ,0% 10,0% 50,0% 15,9%
Rokok
Total Jumlah 22 10 10 2 44
% within
Pengeluaran Untuk 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Rokok
40
Bar Chart
12
Pengeluaran Untuk
Rokok
1
2
10 3
4
8
Count
0
1 2 3 4
Pendapatan
Dari table hubungan antara pendapatan dan pengeluaran untuk membeli rokok, terdapat 29
orang responden yang menerima pendapatan Rp600,000-Rp900,000 per bulan, 8 orang yang
menerima pendapatan Rp300,000-Rp600,000 per bulan, 7 orang yang menerima pendapatan
>Rp900,000 per bulan dan 1 orang yang mendapat <Rp300,000 per bulan. Dari hasil
penelitian, didapatkan responden yang mendapat <Rp300,000 per bulan mengeluarkan
<Rp100,000 untuk pembelian rokok per bulan. Antara yang mendapat Rp300,000-
Rp600,000, ada 5 orang yang mengeluarkan <Rp100,000, 2 orang yang mengeluarkan
Rp100,000-Rp200,000, dan 1 yang mengeluarkan Rp200,000-Rp300,000 per bulan untuk
pembelian rokok. Antara responden yang mendapat Rp600,000-Rp900,000, terdapat 11 yang
mengeluarkan<Rp100,000, 8 orang yang mengeluarkan Rp100,000-Rp200,000, 8 orang yang
mengeluarkan Rp200,000-Rp300,000 dan 1 orang yang mengeluarkan >Rp300,000 per bulan
untuk pembelian rokok. Dari 7 orang yang mendapat lebih dari Rp900,000 per bulan, 5 orang
tersebut mengeluarkan <Rp100,000, 1 orang yang mengeluarkan Rp200,000-Rp300,000 dan
1 orang yang mengeluarkan lebih dari Rp300,000 per bulan untuk pembelian rokok.
41
Jumlah responden yang merokok
Frequency Percent
Valid no 12 27,3
yes 32 72,7
Total 44 100,0
Jumlahperokok_code1
40
30
Frequency
20
10
0
no yes
Jumlahperokok_code1
Dari table jumlah orang yang merokok dalam rumah tangga, terdapat 32 responden iaitu
72.7% yang menyatakan bahwa di rumah tangga mereka ada minimal seorang perokok dan
12 responden iaitu 27.3% yang menyatakan tidak ada perokok di rumah tangga.
42
Jumlah responden berdasarkan jenis pekerjaan
Jumlah yang
Jenis Pekerjaan Persentase(%)
merokok
Bidan 1 2,3
Buruh 3 6,8
Guru 1 2,3
Ibu Rumah Tangga 10 22,7
Karyawan 2 4,5
Pedagang 3 6,8
perangkat desa 1 2,3
Petani 20 45,5
PRT 2 4,5
Swasta 1 2,3
Total 44 100,0
Pekerjaan
20
15
Frequency
10
0
Bidan Buruh Guru Ibu Rumah Karyawan Pedagang perangkat Petani PRT Swasta
Tangga desa
Pekerjaan
Dari hasil table jenis pekerjaan,antara 44 orang, 1 responden (2.3%) yang bekerja sebagai
bidan, 3 responden (6.8%) yang bekerja sebagai buruh, 1 responden (2.3%) yang bekerja
sebagai guru, 10 orang (22.7%) sebagai ibu rumah tangga, 2 responden (4.5%) yang bekerja
sebagai karyawan, 3 (6.8%) pedagang, 1 responden (2.3%) yang bekerja sebagai perangkat
desa, 20 orang (45.5%) petani, 2 orang (4.5%) pembantu rumah tangga dan seorang (2.3%)
sebagai pekerja swasta.
43
Jumlah perokok berdasarkan jenis pekerjaan
Bar Chart
Jumlahperokok_code1
no
yes
12.5
10.0
Count
7.5
5.0
2.5
0.0
Bidan Buruh Guru Ibu Karyawan Pedagang perangkat Petani PRT Swasta
Rumah desa
Tangga
Pekerjaan
Dari hasil table jenis pekerjaan dan status merokok, terdapat 32 orang responden yang
merokok dan 12 yang tidak merokok. 1 responden yang bekerja sebagai bidan merupakan
perokok, 3 responden yang bekerja sebagai buruh semuanya merupakan perokok, 1 responden
yang bekerja sebagai guru merokok, antara 10 orang ibu rumah tangga, 7 yang merokok dan 3
yang tidak merokok, 2 responden yang bekerja sebagai karyawan merokok semua, antara 3
pedagang, 2 yang merokok dan 1 orang tidak merokok, 1 responden yang bekerja sebagai
perangkat desa yang tidak merokok, antara 20 orang petani, 13 yang merupakan perokok dan
7 orang yang bukan perokok, 2 pembantu rumah tangga merokok kedua-duanya, dan seorang
pekerja swasta yang merokok.
44
Table Frekuensi Perokok merokok di dalam rumah
Jenis Kekerapan Frequency Percent (%)
always 6 13.6
often 18 40.9
sometimes 8 18.2
rare 1 2.3
never 11 25.0
total 44 100.0
20
15
Frequency
10
0
always often sometimes rare never
Dari hasil survey frekuensi perokok yang mempunyai kebiasaan untuk merokok di dalam
rumah, dijumpai 33 orang responden (75%) merokok di dalam rumah. Antara 33 orang
tersebut, 6 orang responden (13.6%) mengaku selalu merokok di dalam rumah, 18 orang
(40.9%) mengatakan sering, 8 orang (18.2%) mengatakan kadang-kadang, 1 orang (2.3%)
mengatakan jarang dan terdapat 11 orang (25%) mengatakan tidak pernah merokok di dalam
rumah.
45
Hubungan Merokok dengan kejadian Infeksi Saluran Napas (Nasofaringitis Akut)
27 5 32
Perokok 84,4% 15,6% 100,0%
31 13 44
Total 70,5% 29,5% 100,0%
Bar Chart
30
Infeksi Saluran Nafas
YES
NO
20
Count
10
0
no yes
Jumlahperokok_code1
Chi-Square Tests
46
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 10,923(b) 1 ,001
Continuity
8,608 1 ,003
Correction(a)
Likelihood Ratio 10,399 1 ,001
Fisher's Exact Test ,002 ,002
Linear-by-Linear
10,674 1 ,001
Association
N of Valid Cases 44
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,55.
Relative Risk
Smoker 27 5 32
Non
4 8 12
Smoker
total 13 31 44
(A/A+B)= 0,84
(C/C+D) 0,33
RR = 2.55
Antara 32 perokok, 27 (84,4%) menderita ISPA dan 5 (15.6%) tidak menderita penyakit
infeksi saluran pernafasan akut dalam 1 bulan ini.
Antara 12 bukan perokok,4 (33.3%) menderita ISPA dan 8 (66.7%) tidak menderita penyakit
infeksi saluran pernafasan akut dalam 1 bulan ini.
Dari penghitungan relative risk, didapatkan bahwa perokok mempunyai 2.55 kali lebih
beresiko untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernafasan akut.
47
Kekerapan terpapar asap rokok dan kejadian nasofaringitis akut
Bar Chart
10.0
Count
7.5
5.0
2.5
0.0
Rare Sometimes Often Always
Dari Table di atas yang menghubungkan kekerapan anggota keluarga terpapar asap rokok dan
frekuensi kejadian nasofaringitis akut, dapat dilihat bahwa yang jarang terpapar dengan asap
rokok, hanya 6 dari 14 orang iaitu 42.9% yang menderita nasopharingits akut. Dari golongan
yang kadang-kadang terpapar yang terdiri dari 19 orang, 14 orang iaitu 73.7% yang
menderitanasopharingits akut. Dari golongan yang sering terpapar dengan asap rokok yang
melingkupi 9 orang, semua 9 orang tersebut menderitanasopharingits akut, iaitu 100%. Dari
golongan yang selalu terpapar dengan asap rokok, iaitu 2 orang, 100% dari 2 orang itu
menderitanasopharingits akut.
48
Hubungan Merokok dengan Kejadian Asma
Asma Total
YES NO
Count 2 10 12
Non Smokers
% 16,7% 83,3% 100,0%
Count 8 24 32
Smokers
% 25,0% 75,0% 100,0%
Count 10 34 44
Total
% 22,7% 77,3% 100,0%
Chi-Square Tests
49
Bar Chart
25
Asma
YES
NO
20
15
Count
10
0
no yes
Jumlahperokok_code1
Dari Table hubungan antara status merokok dan angka kejadian penyakit asma, didapatkan
dari 44 orang responden, sejumlah 10 orang yang menderita penyakit asma dan 34 orang yang
tidak menderita penyakit asma. Antara 10 orang yang menderita penyakit asma, sebanyak 8
orang iaitu 80% merupakan perokok, dan 2 orang yang lain iaitu 20% bukan perokok. Antara
yang merokok, terdapat 8 orang (25%) yang menderita asma dan 24 orang (75%) yang tidak
menderita asma.
50
Hubungan antara Merokok dan Infeksi Saluran Telinga
Infeksi Saluran
Total
\ Telinga
YES NO YES
Count 0 12 12
NO
% ,0% 100,0% 100,0%
Count 6 26 32
YES
% 18,8% 81,3% 100,0%
Count 6 38 44
Total
% 13,6% 86,4% 100,0%
Chi-Square Tests
51
Bar Chart
30
Infeksi Saluran Telinga
YES
NO
20
Count
10
0
no yes
Jumlahperokok_code1
Dari table hubungan antara status merokok dan infeksi saluran telinga, didapatkan bahwa
sejumlah 6 orang, iaitu 13.6%, dari jumlah angka respoden itu menderita penyakit infeksi
saluran telinga, dan keenam-enam penderita itu merupakan perokok. Dari kelompok yang
tidak merokok, 12 orang yang tidak merokok iaitu 86.4% dari jumlah responden, semuanya
tidak menderitapenyakit infeksi saluran telinga. Dari kelompok yang merokok itu sendiri, 6
orang (18.8%) menderitapenyakit infeksi saluran telinga dan 26 orang (81.3%) tidak
menderitapenyakit infeksi saluran telinga.
52
Hubungan Merokok dan Kejadian TB Paru
TB paru Total
YES NO YES
Count 0 12 12
Non smokers
% ,0% 100,0% 100,0%
Count 3 29 32
Smokers
% 9,4% 90,6% 100,0%
Count 3 41 44
Total
% 6,8% 93,2% 100,0%
Chi-Square Tests
53
Bar Chart
30
TB paru
YES
NO
20
Count
10
0
no yes
Jumlahperokok_code1
Dari Table Hubungan merokok dan angka kejadian Tuberkulosis Paru, didapatkan bahwa
tidak ada non-smokers yang menderita TB paru iaitu jumlah 12 orang (100%). Antara yang
merokok, terdapat 3 orang (9.4%) yang menderita TB paru dan 29 orang (90.6%) yang tidak
menderita TB paru. Dari jumlah 44 orang responden, sejumlah 3 orang (6.8%) yang
menderita TB paru.
54
Hubungan antara Merokok dan Kejadian Pneumonia
Pneumonia Total
YES NO YES
Count 0 12 12
NO
% 0% 100,0% 100,0%
Count 2 30 32
YES
% 6,3% 93,8% 100,0%
Count 2 42 44
Total
% 4,5% 95,5% 100,0%
Bar Chart
30
Pneumonia
YES
NO
20
Count
10
0
no yes
Jumlahperokok_code1
Dari Table Hubungan antara merokok dan kejadian Pneumonia, dari kelompok yang tidak
merokok, tidak ada yang menderita pneumonia.12 orang yang tidak merokok (100%) tidak
menderita pneumonia. Dari kelompok yang merokok, terdapat 2 orang (6.3%) yang menderita
pneumonia dan 30 orang (93.8%) yang tidak menderita pneumonia. Dari jumlah 44 orang
responden, 2 orang (4,5%) menderita pneumonia dan 42 orang (95.5%) yang tidak menderita
pneumonia.
55
Jumlah responden yang mendukung larangan merokok di rumah
Dukungan larangan
Frequency Percent(%)
merokok di rumah
Yes 36 81,8
No 4 9,1
doesnt Know 4 9,1
Total 44 100,0
40
30
Frequency
20
10
0
Yes No doesnt Know
Dari hasil ini yang mengenai dukungan para istri untuk melarang suami mereka merokok di
dalam rumah, terdapat 36 orang (81.8%) yang mendukung.Terdapat 4 orang (9.1%) yang
mengatakan tidak mendukung, dan 4 orang (9.1%) yang mengatakan tidak tau.
56
Keikutsertaan dalam kampanye bebas asap rokok
Yes 33 75,0
No 4 9,1
doesnt Know 7 15,9
Total 44 100,0
40
30
Frequency
20
10
0
Yes No doesnt Know
Dari hasil pertanyaan kesediaan para istri untuk mengikutsertakan rumah mereka ke dalam
kampanye rumah bebas asap rokok, 33 orang (75%) bersedia mengikutsertakan rumah
mereka, dan 4 orang (9.1%) yang tidak bersedia. Terdapat 7 orang (15.9%) yang tidak pasti
atau ragu-ragu dalam kesediaan untukmengikutsertakan rumah mereka ke dalam kampanye
rumah bebas asap rokok.
57
Kesediaan Memilik Sticker Rumah Bebas Asap Rokok
Frequency Percent
Yes 39 88,6
No 4 9,1
Doesnt Know 1 2,3
Total 44 100,0
40
30
Frequency
20
10
0
Yes No Doesnt Know
Dari hasil pertanyaan kesediaan para ibu memiliki stiker rumah bebas asap rokok untuk
ditempel di pintu depan rumah mereka, didapatkan 39 orang (88.6%) mengatakan mereka
bersedia, 4 orang (9.1%) yang tidak bersedia dan seorang (2.3%) yang ragu-ragu tentang
kesediaan untuk memiliki stiker rumah bebas asap rokok ditempel di pintu depan rumah.
58
II.19 Pembahasan
Angka kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal dari masyarakat(Community
BasedData) melalui studi morbiditas dan hasil pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan
dalam hal inibersumber dari puskesmas maupun dari sarana pelayanan kesehatan (Facility
Berdasarkan data kesakitan baik di puskesmas maupun rumah sakit pada tahun 2010
masalah yang paling banyak dijumpai pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Temon I,
kemudian disusul artritis dan headache pada ke-2 dan ke-3. Masalah malaise dan fatigue
merupakan masalah yang paling jarang dijumpai pada masyarakat di wilayah kerja
hidup yang tidak sehat,terutama dari sisi gaya hidup meliputi diet makan, aktifitas fisik serta
kebiasaan merokok.
merokok, khususnya merokok di dalam rumah, 72% rumah di desa kedundang setidaknya
mempunyai 1orang perokok di dalam rumahnya. Data ini didukung oleh temuan survei
lainnya bahwa 84% individu yang merokok tersebut setidaknya pernah menderita
nasofaringitis akut dalam satu bulan terakhir. Dengan relative Risk sebesar 2,2.
Diketahui bahwa Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA mengandung 3 unsur, yaitu
infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah
sebagai berikut :
a. Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
59
b. Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran
pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
c. Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya ISPA.Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan
perubahan mukosiliar pada saluran pernafasan atas, penurunan VEP (volume ekspirasi paksa)
1 detik.Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
Merokok merupakan faktor resiko untuk terjadinya infeksi saluran nafas, karena
erat dengan morbiditas dan mortalitas dari pneumonia dan influenza, serta ketiadaan dari
faktor pekerjaan karena infeksi saluran nafas yang lebih ringan.Perokok mempunyai
Terlihat juga adanya hubungan lainnya antara jumlah penerimaan keluarga dalam
rupiah dengan angka pengeluaran untuk rokok dalam rupiah perbulannya. Dari data yang
60
diperoleh, didapatkan semakin besar pendapatan, semakin besar pengeluaran yang
Peryataan dari WHO yang melahirkan FCTC yang diharapkan dapat mengurangi
angka konsumsi rokok oleh masyarakat kurang menunjukan hasil yang menggembirakan.Hal
ini dipengaruhi oleh tingkat kesadaran masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan
bahaya merokok yang sudah sering diungkapkan pada kampanye anti tembakau ataupun yang
tertera pada bungkus rokok itu sendiri. Berdasarkan penelitian penggunaan rokok
bronchitis kronis, dan emfisema, 40 % kematian karena stroke, dan 90 % kematian karena
kanker paru. Secara global, rokok merupakan sekitar 8,8 % dari semua kematian pada tahun
2000 (WHO, 2002, disitasi oleh DEPKES RI, 2004). Angka tersebut menunjukan
peningkatan kematian lebih dari 1 juta dibandingkan dengan kematian yang terjadi pada
untuk menjaga kesehatan keluarga dinilai rendah dilihat dari 72% rumah di desa Kedundang
mempunyai anggota keluarga yang merokok didalam rumah. Akan tetapi terlihat adanya hasil
yang menggembirakan dimana tingkat kesadaran para ibu terhadap bahaya merokok di Desa
ibu-ibu keberatan suami mereka merokok di dalam rumah tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
50% dari ibu-ibu tersebut sering meminta suami untuk tidak merokok di dalam rumah.
mendapat respon yang menyeluruh dari tiap daaerah di seluruh Indonesia. Hal ini ditunjukan
dengan baru beberapa Gubernur daerah yang mengeluarkan PERDA untuk mendukung
kebijakan pemerintah ini antara lain Gubernur DKI dengan PERDA No 2 tahun 2005 tentang
61
pengendalian pencemaran lingkungan menyelipkan 1 pasal yaitu pasal 13 yang berisi tentang
kawasan tanpa rokok. Setelah itu disusul beberapa daerah lain yang mengeluarkan PERDA
tentang kawasan bebas rokok seperti PEMDA kota Bogor,PEMDA kota Cirebon,dan
PEMDA kota Palembang (Profil Tembakau Indonesia ,Tobacco Control Suport Center
(TCSC)-IAKMI).
Bebas Asap Rokok menunjukkan tren positif, yaitu 75% istri di Desa Kedundang mendukung
kampanye Rumah Bebas Asap Rokok dan 82% Istri menginginkan suami merokok diluar
rumah, dimana ini menunjukkan bahwa terjadinya tren postif terhadap tingkat kesadaran
masyarakat khususnya para ibu untuk tetap menjaga kesehatan anggota keluarganya pada
bahaya terpaparnya asap rokok. Oleh sebab itu diperlukan suatu tindak lanjut terhadap
keberhasilan program Rumah Bebas Asap Rokok di Desa Kedundang, dengan melakukan
berhrnti merokok.
62
II.20 Kesimpulan Dan Saran
II.20.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, didapati bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan
Merokok di dalam rumah dan kejadian nasofaringitis akut di dalam warga masyarakat
Dusun Pencengan, Desa Kedundang.
Berikut merupakan keterbatasan penelitian ini:
1. Perokok yang terdiri dari kalangan laki-laki kurang berminat ikut serta dalam
penelitian ini.
2. Faktor-faktor lain penyebab nasofaringitis akut selain terpapar asap rokok tidak
terkontrol.
3. Kesukaran komunikasi karena tidak semua dari tim peneliti bisa berbahasa jawa.
II.20.2 Saran
63
BAB III
Rencana dan Program Kerja Kegiatan Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M), Dusun
Pencengan, Desa Kedundang, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo Juni 2011 - Juli
2011
-Menentukan topik
penelitian
64
2. Konsultasi judul, FK UGM DPF Mahasiswa
kuesioner dan 10 Juli 2011, Mahasiswa K3M memahami lebih
keseluruhan proposal Minggu Fakultas jelas tentang
dengan DPF Pukul 9.00 – Kedokteran kekurangan dan
11.00 UGM kelebihan pada
judul penelitian dan
kuesioner yang
telah disediakan.
Revisi kuesioner
dan proposal
penelitian.
65
5. Meminta izin ke Rumah Kepala Kepala setiap RT Mendapat
kepala dusun dan setiap RT (RT 9- (RT 9-11) RW 4 pemahaman dan
kepala RT 11) RW 4 Dusun Dusun izin dari Kepala
9,10,11 Dusun Pencengan. Pencengan. setiap RT (RT 9-11)
Pencengan, Desa 19 Juli 2011-21 Warga setiap RT RW 4 Dusun
Kedundang untuk Juli 2011, (RT 9-11) RW 4 Pencengan.untuk
melakukan Pukul 14.00-17.30 Dusun penyebaran
pembagian Pencengan. kuesioner kepada
kuisioner. warga.
Melakukan Mendapat
wawancara kerjasama dan
terhadap pemahaman dari
responden sesuai warga RT (RT 9-11)
dengan kuesioner RW 4 Dusun
Pencengan.tentang
penelitian dan
kuesioner yang
diberikan.
66
7. Analisa data hasil Dusun Pencengan, Mahasiswa K3M Menganalisa hasil
penelitian. 23 Juli 2011, Sabtu penelitian untuk
sehingga 24 Juli mendapatkan
2011, Minggu kesimpulan.
67
angka kejadian Pukul 09-00 – Kepala Desa kepentingan
penyakit selesai. Kedundang penelitian. Dengan
nasofaringitis akut Kepala Dusun penelitian ini,
dalam warga Pencengan diharapkan dapat
masyarakat Dusun KESRA Desa menjadi dasar untuk
Pencengan, Desa Kedundang penanganan kejadian
Kedundang, nasofaringitis di
Kecamatan Temon’ kalangan warga.
Rencana Kegiatan lain Mahasiswa K3M di Wilayah Kerja Puskesmas Temon 1 Juni
2011 hingga Juli 2011
68
Pukul 9.00-selesai tekanan darah
mereka dan cara
menjaga
kesehatan.
3. Penyuluhan tentang SMK Siswa SMP Meningkatnya
Kesehatan Muhamadiyah, Muhamadiyah pengetahuan siswa
Reproduksi Remaja Temon 1 Temon 1 tentang Kesehatan
(KRR) 12 Juli 2011, Reproduksi
Selasa Remaja (KRR).
Pukul 9.00-selesai
4. Penyuluhan tentang SMK Kelautan. Siswa SMK Meningkatnya
Kesehatan 13 Juli 2011, Kelautan pengetahuan siswa
Reproduksi Remaja Selasa tentang Kesehatan
(KRR) Pukul 9.00-selesai Reproduksi
. Remaja (KRR).
69
III.2. Pelaksanaan dan Pemantauan
Pelaksanaan dan Pemantauan Program Kerja Utama Desa Kedundang, Kecamtan Temon,
Kabupaten Kulon Progo Juni 2011- Juli 2011
3. Meminta izin ke kepala dusun Tanggal : Rabu, 19 Juli 2011 dan Kamis, 21 Juli
dan kepala RT 9,10,11 Dusun 2011
Pencengan, Desa Kedundang Waktu : Pukul 14.00-17.30
untuk melakukan pembagian Kegiatan : Meminta izin untuk menyebarkan
kuisioner. kuesioner kepada warga dari ketua RT dan juga
memberikan penjelasan kepada ketua RT tentang
penelitian yang dilakukan . Kuesioner disebarkan
kepada warga di RW 4, Dusun Pencengan.
Ketua RT memberi izin dan memahami tentang
70
penelitian yang dilakukan. Jumlah responden yang
bersedia mengisi kuesioner adalah sebanyak 45
orang.
4. Penyuluhan ’Rumah Bebas Asap Tanggal : Jumat, 23 Juli 2011
Rokok’2. Waktu : Pukul 19.00-selesai
Kegiatan : Memberikan penyuluhan tentang ‘
Rumah Bebas Asap Rokok’ dan ‘Bahaya Perokok
Dihadiri oleh warga RW 4, Desa Kedundang
seramai ±45 orang.
5. Seminar hasil penelitian Tanggal : Selasa, 2 Agustus 2011
Waktu : Pukul 9.00-selesai
Kegiatan : Menjelaskan tentang hasil penelitian
yang telah dilakukan sehingga diharapkan pihak
Puskesmas dan Perangkat Desa memahami tentang
penyakit Nasofaringitis akut dan hubungannya
dengan kebiasaan merokok di dalam rumah dan
diharapkan menjadi dasar penanganan kejadian
nasofaringitis akut selanjutnya.
71
Pelaksanaan dan Pemantauan Kegiatan Lain Mahasiswa K3M di Wilayah Kerja Puskesmas
Temon 1 Juni 2011 hingga Juli 2011
72
BAB IV
EVALUASI DAN REKOMENDASI
IV.1 Evaluasi
Desain evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah mengadakan Penyuluhan
Kesehatan tentang Bahaya Merokok dan Meresmikan ‘Klinik Berhenti Merokok’ di
Puskesmas Temon 1.
IV.1.2 Hasil
IV.1.3 Kesimpulan
IV.2 Rekomendasi
Peneliti merasa perlu adanya tindak lanjut dalam rangka memantau keadaan Klinik Berhenti
Merokok.
73
74