Anda di halaman 1dari 22

Nama Peserta : dr.

Hana Permata Sari


Nama Wahana : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Topik : Pneumonia Berat
Tanggal (kasus): 10 Maret 2018
Nama Pasien : An. NA (6 bulan) No. RM : 461424
Tanggal Presentasi : 14 Mare 2018 Nama Pendamping :
dr. Anita Dini Rianti
Tempat Presentasi : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok barat
Objektif Presentasi: Diagnosis, Tatalaksana dan Pencegahan Pneumonia Berat

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: An. NA No. RM : 461424

Nama Wahana : RSUD Patut Patuh Patju,


Telp pasien : - Pasien terdaftar sejak :
Lombok barat, Nusa Tenggara Barat
10 Maret 2018
Deskripsi:
Pasien diantar keluarganya ke IGD RSUD Patut Patuh Patju dengan keluhan sesak napas.
Pasien datang dengan keluhan utama sesak dengan bunyi grok-grok. Sesak mulai muncul pada
sore hari tanggal 10 Maret 2018. Pasien tidak mengalami kebiruan pada kaki dan tangan ketika
sesak nafas terjadi. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk dan pilek serta demam yang naik
turun dan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak
dan pilek yan encer berwarna bening. Pasien juga dikeluhkan nafas terlihat berat sampai hidung
kembang kempis. Demam juga dikeluhkan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut
ibu pasien, pasien buang air besar lancar dan normal, sehari pasien buang air besar 1-2 kali, dengan
konsistensi lunak, berwarna kuning kecoklatan, tidak ditemukan darah (buang air besar berwarna
merah atau hitam), tidak ditemukan lendir. Pasien buang air kecil lancar dan normal, 3-4 kali
perhari, berwarna kuning jernih, dan tidak berwarna merah seperti teh.
Ibu pasien mengaku belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya, riwayat kelarga
sesak napas disangkal, namun ayah pasien seorang perokok. Tidak ada riwayat keluarga pasien
yang mengalami batuk lama maupun konsumsi obat selama enam bulan.
Tujuan: Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran klinis : Pneumonia Berat

2. Riwayat Pengobatan : -

3. Riwayat kesehatan/Penyakit : -

4. Riwayat keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit sesak maupun
batuk lama
5. Riwayat social: ayah pasien seorang perokok

6. Riayat imunisasi : imunsasi pasien lengkap sesuai usia

Daftar Pustaka :

1. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 2010.
2. DEPKES RI. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2005.
3. Said, M. Buku Ajar Respirologi Anak. ED Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010.
4. Riset Kesehatan Dasar. Period Prevalence Pneumonia Balita, dan Prevalensi Pneumonia
Menurut Provinsi, Indonesia 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI, Jakarta. 2013.
5. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M., Patofisiologi Ed 6, Jakarta: EGC. 2004.
6. WHO Indonesia. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama di Kabupaten/Kota, Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia, Jakarta: Depkes RI. 2008.
7. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Ed 12, Jakarta: EGC.
1992.
8. Said, M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4. Buletin
Jendela Epidemiologi, Volume 3, September. 2010.
9. Kartasasmita, C.B. Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 3,
September. 2010.

Hasil Pembelajaran:

1. Pendekatan manajement penatalaksana pasien dengan Pneumonia Berat

2. Pendekatan manajemen pencegahan Pneumonia Berat

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

SUBJEKTIF
Pasien diantar keluarganya ke IGD RSUD Patut Patuh Patju dengan keluhan sesak napas.
Pasien datang dengan keluhan utama sesak dengan bunyi grok-grok. Sesak mulai muncul pada
sore hari tanggal 10 Maret 2018. Pasien tidak mengalami kebiruan pada kaki dan tangan ketika
sesak nafas terjadi. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk dan pilek serta demam yang naik
turun dan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk yang
berdahak dan pilek yan encer berwarna bening. Pasien juga dikeluhkan nafas terlihat berat
sampai hidung kembang kempis. Demam juga dikeluhkan sejak satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Menurut ibu pasien, pasien buang air besar lancar dan normal, sehari pasien
buang air besar 1-2 kali, dengan konsistensi lunak, berwarna kuning kecoklatan, tidak
ditemukan darah (buang air besar berwarna merah atau hitam), tidak ditemukan lendir. Pasien
buang air kecil lancar dan normal, 3-4 kali perhari, berwarna kuning jernih, dan tidak
berwarna merah seperti teh

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya


 Riwayat opname disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa seperti pasien
 Riwayat keluaga asma disangkal
 Riwayat keluarga batuk lama maupun pengobatan 6 bulan disangkal
Riwayat Pengobatan :
 Pasien sebelumnya pernah mengkosumsi obat parasetamol

Riwayat Alergi:

 Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal

Riwayat Imunisasi:

 Riwayat imunisasi pasien lengkap sesuai usia

OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik :
KU : tampak sesak
Kesadaran: Compos Mentis
Kesan gizi: kesan gizi cukup
BB: 6.595 gram

TTV :
 Nadi : 160 x/menit, kuat angkat, regular
 RR : 60 x/menit, regular
 SPO2 : 99 % dengan O2 1 lpm
 Suhu : 39,7 0C axila
Status Generalisata
 Kepala/ Leher: normosefal
 Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
 THT : otorea (-/-), rinorea (-/-), nafas cuping hidung (+)
 Thoraks :
 Inspeksi : simetris (+), retraksi (+) subcostal berat
 Palpasi : pergerakan dinding dada simetris
 Perkusi : sonor seluruh lapang patu
 Paru : bronkovesikuler +/+, ronkhi +/+ wheezing -/-
 Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-) gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), jejas (-), scar (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
 Palpasi : Hepar, ren dan lien tidak teraba
 Ekstremitas superior : akral hangat +/+, sianosis -/-, CRT< 2”
 Ektremitas inferior: akral hangat +/+, sianosis -/-, CRT< 2”

Pemeriksaa Penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium : (10/03/2018)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

HGB 10,2 11,5 – 16,5 g/dL

RBC 4,27 4,0 – 5,0 x 106 /µL

HCT 32,0 37,0 – 45,0 %

MCV 74,8 72,0 – 88,0 fl

MCH 23,9 23,0 – 31,0 pg

MCHC 31,9 32,0 – 37,0 g/dL

WBC 15,65 4,0 – 11,0 x 103 /µL

Eos 0,6 2–4%

Baso 2,5 0–1%

Neut 43,3 50 – 70 %

Limf 52,3 25 – 33 %

Mono 1,3 3–8%

PLT 371 150 – 400 x 103 /µL

GDS 138 70-200 mg/dL


Rontgen thoraks AP-Lateral (10/03/2018)

Tatalaksana :
 IVFD D51/4NS 9 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV
 Inj. Dexamethasone loading 6,5 mg  maintenance 2,2 mg/8 jam
 Inj. Parasetamol 70 mg/8 jam
 Nebulisasi Ventolin 1 resp + NaCl 0,9% 3 cc / 4 jam

ASSESMENT
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan didapatkan kasus Pneumonia Berat

PEMBAHASAN
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi,
dll).1,2 Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah
penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh
infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis anak pada anak
sulit membedakan pneumonia bacterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan
radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat
disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.2
Epidemiologi
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi pneumonia tahun 2013 sebesar 4,5
persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua
umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah
(2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Period
prevalensi pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita dengan pneumonia yang
berobat hanya 1,6 per mil. Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat
(34,8%), dan Kalimantan Tengah (32,7%). Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada
kelompok umur 12-23 bulan (21,7%).4

Faktor Resiko
Faktor dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas
pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah :
1. Kemiskinan yang luas.
Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan rendah
dan status sosio-ekologi menjadi buruk.
2. Derajat kesehatan rendah.
Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi kronis
dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria, campak,
gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi kolonisasi
patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau
tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekuat memperburuk derajat
kesehatan.
3. Status sosio-ekologi buruk.
Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan, daerah
pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan biomass (bahan
bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang.
Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat
kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.
4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil.
Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang. Sebagai
gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh dunia 87%
pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara
berpenghasilan tinggi. Sisanya (13%) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%)
penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup
menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan
terapeutik tidak adekuat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas,
di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang
5. Proporsi populasi anak lebih besar.
Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi populasi
anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara berpenghasilan
tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi anak akan
menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan pneumonia terutama pada aspek
pembiayaan.
Faktor-dasar di atas tidak berdiri sendiri melainkan berupa sebab-akibat, saling terkait
dan saling mempengaruhi yang terkait sebagai faktor-risiko pneumonia pada anak. Rudan, et al
2008 melaporkan 3 kelompok faktor- risiko yang mempengaruhi insidens pneumonia pada anak.
Faktor-risiko tersebut adalah faktor-risiko yang selalu ada (definite risk factors), ‘faktor-risiko
yang sangat mungkin’ (likely risk factors), dan ’faktor risiko yang masih mungkin’ (possible
risk factors). ‘Faktor-risiko yang selalu ada’ (definite) meliputi gizi kurang, berat badan lahir
rendah, tidak ada/tidak memberikan ASI, polusi udara dalam-ruang, dan pemukiman padat.
Faktor-risiko ini seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi-segera agar
penurunan insidens pneumonia berdampak signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-
Balita.8

Etiologi
Usia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
group B dan bakteri gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebisella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneummoniae,, Haemophillus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia.3

Tabel 1.1. Etiologi Pneumonia pada Anak


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir (0 hari) Bakteri Bakteri
sampai 20 hari E. colli Bakteri anaerob
Streptoccus group B Streptoccous group D
Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu sampai Bakteri Bakteri
3 bulan Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo
4 bulan sampai 5 Bakteri Bakteri
tahun Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun sampai Bakteri Bakteri
remaja Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam, tachypnea,
takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun karakteris
tiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal
pada pengamatan naik-turunnya dada sebelah kanan pada saat bernafas. Mikroorganisme
penyebab pneumonia meliputi: bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh
karena virus banyak dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang
menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza, adenovirus2.

Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran napas.
Selanjutnya akan terjadi respon berupa empat tahap dari penumonia yaitu5:
1. Kongesti (4-12 jam), ditandai dengan adanya eksudat serosa yang masuk ke dalam alveoli
melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya), ditandai dengan tampakan paru yang merah dan
bergranula karena sel darah merah, fibrin, PMN, cairan edema, dan mikroorganisme
mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari), yaitu ditandai dengan paru yang tampak kelabu karena
deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses
fagositosis yang cepat.
4. Resolusi (7-11 hari), ditandai dengan eksudat yang mengalami lisis, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, mikroorganisme
penyebab dan debris menghilang.
Pemberian antibiotik sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga
stadium khas yang telah diuraikan tadi tidak terjadi lagi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi
Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata
diseluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada anak yang lebih besar atau remaja dapat
berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses kecil sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena Staphylococcus
aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan
koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan kavitasi. Koagulase
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi
koagulase dan virulensi bakteri. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang
menimbulkan penyakit yang serius. Penumotokel dapat menetap selama berbulan-bulan, tetapi
biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut3.

Klasifikasi
Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang
serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui
gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA,
pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia
dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-
masing derajat penyakit6.
Dalam MTBS/IMCI, anak dengan batuk diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat
(pneumonia berat) dan pasien harus dirawat-inap; pneumonia yang berobat jalan, dan batuk:
bukan pneumonia yang cukup diberi nasihat untuk perawatan di rumah. Derajat keparahan
dalam diagnosis pneumonia dalam buku ini dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus di
rawat inap dan pneumonia ringan yang bisa rawat jalan6.
Tabel 1.2. Hubungan antara Diagnosis klinis dan Klasifikasi-Pneumonia (MTBS)
DIAGNOSIS (KLINIS) KLASIFIKASI (MTBS)
Pneumonia berat (rawat inap):
 tanpa gejala hipoksemia Penyakit sangat berat
 dengan gejala hipoksemia (Pneumonia berat)
 dengan komplikasi
Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonia

 Pneumonia ringan
Diagnosis
o Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat:
 pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit
 pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
o Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat
 Pneumonia berat
Diagnosis
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll)
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
 Suara merintih (grunting) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
 Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
o Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
o Kejang, letargis atau tidak sadar
o Sianosis
o Distres pernapasan berat
Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya: pemberian
oksigen, jenis antibiotik).6

Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang berbeda
penatalaksanaannya.
1. Community acquired pneumonia (CAP)
Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo. Patogen umum
yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae, bakteri atypical,
virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak patogen yang biasa
dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae, di samping bakteri pada pasien dewasa.
2. Nosokomial Pneumonia
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen yang
umum terl ibat adalah bakt eri nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang beredar
di rumah sakit. Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti
E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi
cefalosporin generasi ketiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih bandel seperti
Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas aeruginosa merupakan
pathogen yang kurang umum dijumpai, namun sering di jumpai pada pneumonia yang
fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang resisten terhadap methicilin seringkali
dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.
3. Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan
lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi,
maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada
Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari flora mulut dan flora
saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci anaerob. Sedangkan pada Nosocomial
Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim dijumpai campuran antara Gram negatif batang
+ S. aureus + anaerob.2
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan
laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Gambaran adanya infiltrate dari foto x-
ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya leukositosis dengan “shift to the left”. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilaksanakan
dengan meme riksa kultur sputum (hati-hati menginterpretasikan hasil kultur, karena ada
kemungkinan terkontaminasi dengan koloni saluran pernapasan bagian atas). Pemeriksaan
mikrobiologis lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah, khususnya pada pasien dengan
pneumonia yang fulminan, serta pemeriksaan Gas Darah Arteri (Blood Gas Arterial) yang akan
menentukan keparahan dari pneumonia dan apakah perlu tidaknya dirawat di ICU.2

Manifestasi Kinis
Sebagian besar Gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai
sedang hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat
mengancam kehidupan dan perlu rawat-inap. Secara umum Gambaran klinis pneumonia
diklasifikasi menjadi 2 kelompok. Pertama, gejala umum misalnya demam, sakit kepala, maleise,
nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Kedua, gejala
respiratorik seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi
dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan
tanda klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal
dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia.8
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi nonifeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Secara umum gambaran
klinis pneumonia adalah sebagai berikut:3
 Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dinding dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti perkusi pekak, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala biasanya lebih beragam dan
tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan serologis merupakan dasar
untuk terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan pemeriksan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, diagnosis
pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan
keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia
adalah demam, sianosis, lebih dari satu gejala respiratori berikut: takipnea, batuk, sesak, napas
cuping hidung, retraksi dinding dada, ronki, dan suara napas yang melemah.3
Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab infeksinya.
Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan
demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa
memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia
adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan
hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan
bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik
napas/inspirasi yang dikenal sebagai lower chest wall indrawing. Gejala pada anak usia muda
bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan
minum terganggu.9
Diagnosis pneumonia dipastikan dengan foto dada (X-ray) dan uji laboratorium,
namun pada tempat-tempat yang tidak mampu melaksanakannya, kasus dugaan pneumonia
dapat ditetapkan secara klinis dari gejala klinis yang ada. Pedoman untuk temuan kasus
pneumonia dari WHO telah ada sehingga dengan cara yang sederhana dan mudah, pemberi
pelayanan dapat berperan penting dalam mengenal secara dini gejala pneumonia pada balita
dan memberikan pengobatan secara tepat. Pelaksanakan tatalaksana pneumonia secara efektif
telah diteliti di banyak negara berkembang akan menurunkan kejadian dan kematian karena
pneumonia.10
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan sulit
bernapas, untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus segera
mendapatkan pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana.9

Pemeriksaan Penunjang
o Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk.
o C-Reactive Protein
C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor nekrosis faktor (TNF). Secara klinis CRP
digunakan untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan
bakteri. Kadar CRP lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis daripada
bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik3.
o Uji Serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan teteapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup
A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti titer antistreptolisin O,
streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu.
Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen.
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi bakteri
tipik. Akan tetapi, untuk deteksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta
beberapa virus seperti RSV, Sitomegalo, Campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B,
dan Adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis3.
o Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan kecuali untuk pneumonia berat yang
dirawat di rumah sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari
usap tenggorokan, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi
paru. Diagnosis dikatakan defenitif bila ditemukan mikroorganisme penyebab pada darah,
cairan pleura, atau aspirasi paru.3
o Pemeriksaan Roentgen Toraks
Foto roentgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan pada foto toraks tidak
selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Secara umum gambaran pada foto toraks
adalah sebagai berikut3:
1. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi
2. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau biasanya terlihat
sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
3. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.

Tatalaksana
Penatalaksanaan pneumonia menurut panduan WHO di bagi menjadi dua yaitu tatalaksana
pneumonia ringan dan pneumonia berat:6
a. Pneumonia ringan
1. Pasien dirawat jalan
2. Diberikan antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari
atau amoksisilin (25mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien pneumonia
dengan HIV diberikan selama 5 hari.
3. Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya
setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum atau
menyusu.
4. Ketika anak kembali jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
b. Pneuomonia Berat
1. Anak dirawat di rumah sakit
2. Terapi antibiotik :
a. Beri ampisilin atau amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),
yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respon baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan dirumah
atau dirumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari)
untuk 5 hari berikutnya.
b. Bila keadaan memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak
dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis
atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kg BB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
c. Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
d. Sebagai alternatif diberikan, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
e. Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
f. Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan klosasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam)
atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari 3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau diklosasilin) secara oral 4 kali sehari sampai
secara keseluruhan mencapai 3 minggu, lalu klindamisin oral selama 2 minggu.
3. Terapi oksigen
a. Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
b. Bila tersedia pulse oximetri, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%). Lakukan periode tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil, hentikan pemberian bila saturasi
tetap >90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna lagi.
c. Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
d. Pengggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen
pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan.
Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
e. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawa ke dalam yang berat atau napas >70/menit) tidak ditemukan lagi.
f. Sebaiknya memeriksa setiap 3 jam bahwa kateter atau prongs tidak tersumbat oleh
mukus dan berada ditempat yang benar serta memastikan semua sambungan baik.
4. Perawatan penunjang
a. Bila anak disertai demam (≥ 39° C) beri parasetamol.
b. Bila ditemukan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat
c. Bila terdapat sekret kental ditenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,
hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.
d. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi
hati-hati terhadap kelebihan cairan.
e. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
f. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan
dalam jumlah sedikit tetapi sering, jika asupan cairan oral mencukupi, jangan
menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan resiko pneumonia aspirasi.
g. Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri
makanan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak dalam menerimanya.
5. Pemantauan
a. Anak diperiksa perawat paling sedikit setiap 4 jam dan oleh dokter paling sedikit
1 kali sehari.
b. Jika tidak ada komplikasi maka dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis
(bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam, anak
dapat makan dan minum)
6. Kriteria pulang menurut idai
a. Gejala dan tanda pneumonia menghilang
b. Asupan per oral adekuat
c. Pemberian antibiotik dapat dilanjutkan dirumah (peroral)
d. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
e. Kondisi rumah memadai perawatan lanjutan dirumah

Tabel 1.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak


Gejala Diklasifikasikan Sebagai Pengobatan
 Nafas cepat (*) Pneumonia berat  Segera rujuk ke rumah
 Tarikan dinding dada sakit untuk pemebrian
bagian bawah ke suntikan antibiotika dan
dalam pemebrian oksigen bila
 Stridor pada anak diperlukan.
dalam keadaan tenang  Berikan 1 dosis antibiotika
yang tepat,
 Nafas cepat (*) Pneumonia tidak berat  Berikan antibiotika yang
tepat untuk diminum
 Nasihati ibu dan beritahu
bila harus kembali untuk
kunjungan kontrol.
 Tak ada nafas cepat Bukan pneumonia  Nasihati ibu dan beritahu
(penyakit paru lain) ibu kapan harus kembali
bila gejala menetap atau
keadaan memburuk
(*) Disebut napas cepat, apabila:
Anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit
Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit
Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit
Pencegahan
Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan
strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan non-spesifik
misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan
perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain.9
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko
dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di
komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman
diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu
untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi
termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan
pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian
terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia.9

Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, pericarditis purulenta,
pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empyema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Komplikasi miokarditis
yang cukup tinggi pada pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan
keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasive seperti
EKG, ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.3

Prognosis
Sebagian besar anak-anak yang mengalami peumonia sembuh dengan cepat dan sempurna.
Kelainan pada radiografi kembali normal dalam waktu 6 sampai 8 minggu. Dalam beberapa kasus,
pneumonia dapat bertahan lebih dari 1 bulan atau mungkin berulang. Pneumonia berat yang
disebebabkan oleh adenovirus dapat mengakibatkan obliterans bronkiolitis, yaitu proses inflamasi
subakut di mana saluran udara kecil digantikan oleh jaringan parut. Sindrom paru hiperlusen
unilateral, atau Swyer-James Syndrome merupakan gejala sisa dari pneumonia yang menyebabkan
nekrosis jaringan paru dikaitkan dengan infeksi adenovirus tipe 217.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal ..................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :


Nama Peserta : dr. Hana Permata Sari
Dengan judul/topik : Pneumonia Berat
Nama Pendamping : dr. Anita dini Rianti
Nama Wahana : RSUD Patut Patuh Patju, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.
Pendamping

(dr. Anita Dini Rianti)

Anda mungkin juga menyukai