DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VII
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT sebab atas limpahan
rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimah kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya
teman-teman dan dosen pembimbing mata kuliah kimia organik fisik II.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak pula kekurangan baik dari segi penulisan
maupun isinya. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Dalam
makalah ini dipaparkan sedikit mengenai mekanisme partisipasi gugus tetangga
dan bentuk-bentuk partisipasi gugus tetangga khususnya partisipasi melalui ikatan
π dan σ.
Kelompok VII
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
BAB I. PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………
3.2 Saran…………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
R X R R
Tahap 2;
Z: R
+
Z
R C C R + :Y R C C R
R R R Y
Kecepatan reaksi yang teramati adalah lebih cepat daripada jika Y
menyerang secara langsung. Hal ini karena jika reaksi di mana Y menyerang
secara langsung adalah reaksi yang lebih cepat maka reaksi itulah yang
seharusnya terjadi, namun fakta yang diperoleh tidak mendukung untuk terjadinya
reaksi tersebut. Hukum kecepatan reaksi dalam mekanisme partisipasi
gugus-tetangga adalah orde satu, Y tidak mengambil bagian dalam tahap penentu
kecepatan reaksi.
Pertanyaan yang mungkin muncul adalah mengapa serangan Z lebih
cepat daripada serangan Y. Jawabannya adalah gugus Z lebih tersedia pada posisi
yang tepat; sedangkan untuk bereaksi dengan Y, Y harus bertumbukan dengan
substrat. Reaksi antara substrat dengan Y melibatkan penurunan entropi aktivasi
yang besar (ΔSǂ) karena dalam keadaan transisi, reaktan jauh kurang bebas
daripada sebelumnya. Reaksi Z melibatkan pelepasan ΔSǂ yang jauh lebih kecil.
Fakta penting yang pertama untuk keberadaan mekanisme ini adalah
diperlihatkannya pertahanan konfigurasi yang terjadi jika substratnya sesuai.
Telah diperlihatkan bahwa pasangan treo DL-3-bromo-2-butanol ketika diolah
dengan HBr menghasilkan DL-2,3-dibromobutana, sedangkan pasangan eritro-
nya menghasilkan isomer meso.
Z CH3 CH3 Z
Z
H3C C C CH3 H3C C C CH3 H C C CH3
H X Y H CH3 Y CH3
OTS H Karbokation
Karbokation Non-klasik
Klasik
Dalam hal ini, tidak ada peningkatan kecepatan reaksi (dibandingkan dengan
reaksi yang sama yang berjalan pada siklopentil tosilat).
2. Ikatan rangkap dua atau rangkap tiga karbon-karbon membantu perginya
gugus-pergi namun hanya menghasilkan karbokation klasik yang terbuka.
C C C C
OTS
Dalam hal ini, kecepatan reaksi meningkat namun tidak ada karbokation
non-klasik yang terlibat.
3. Bantuan gugus dan ion non-klasik terlibat.
X
H
H
OST OST
H H
5 3
6 2
8 9 10
Jadi ada interaksi antara karbon bermuatan dengan satu ikatan rangkap dua, yang
mana dapat dijadikan bukti untuk keberadaan ion non-klasik yang analog
dengannya.
O O
H H
Ar C O Ar C O
11 12
Ar = p-NO2C6H4
Tampaknya cincin siklopropil yang ada pada posisi yang tepat dapat
lebih efektif sebagai gugus tetangga daripada ikatan rangkap dua. Perlunya
penekanan tentang posisi yang tepat terbukti dengan fakta kecepatan solvolisis
senyawa 14 hanya sekitar lima kali lebih cepat daripada senyawa 13, sedangkan
solvolisis senyawa 15 sekitar tiga kali lebih lambat daripada solvolisis senyawa
13.
BSO H
H H OSB
OSB
15
13 14
O
BSO = Br S O
O
2.2.3 Cincin aromatik sebagai gugus tetangga
Banyak sekali bukti bahwa cincin aromatik dalam posisi-β dapat
berfungsi sebagai gugus tetangga yang dapat berpartisipasi. Bukti secara
stereokimia diperoleh melalui solvolisis L-treo-3-fenil-2-butil tosilat (senyawa
16) di dalam asam asetat. Sebanyak 96 % produk asetat yang diperoleh adalah
isomer treo dan sekitar 4% saja isomer eritro. Lebih dari itu, kedua isomer D dan
L treo (17) dan (18) dihasilkan dalam jumlah yang hampir sama (campuran
rasemik). Jika solvolisis dijalankan di dalam asam format maka lebih sedikit lagi
isomer eritro yang diperoleh. Hasil ini mirip dengan yang ditemukan pada reaksi
3-bromo-2-butanol dengan HBr, dan hal ini mengarahkan kepada kesimpulan
bahwa konfigurasi dipertahankan karena fenil bertindak sebagai gugus tetangga
yang dapat berpartisifasi.
H3C H3C H
H H CH3
HOAc
- H+
H3C OTS H3C OAC H OAC
H H CH3
16 17 18
SOH
C C C C
K
19 OS
C C
X K
SO S
H OS
C C
Jalan yang lain (ks) adalah serang SN2 oleh pelarut pada karbon gugus-pergi. Hasil
netto di sini adalah inversi dan tidak ada kemungkinan penataan ulang. Kedua
proses tersebut berjalan secara sendiri-sendiri. Kedominanan satu terhadap yang
lain tergantung pada pelarut dan sifat gugus aril. Perbandingan kΔ/ks paling tinggi
untuk pelarut yang bersifat nukleofil lemah sehingga kurang untuk berkompetisi
dengan gugus aril. Urutan nilai perbandingan kΔ/ks beberapa pelarut adalah
sebagai berikut: EtOH < CH3COOH < HCOOH < CF3COOH.
HOAC
OBS CAO + OAC
- H+
20 H H H
Lagi pula, kecepatan solvolisis senyawa 20 sekitar 350 kali lebih cepat daripada
kecepatan solvolisis isomer endonya. Nilai perbandingan ekso/endo yang serupa
ditemukan pada berbagai sistem 2,2,1 yang lain. Kedua hal tersebut (fenomena
isomer dan kecepatan reaksi) di atas menunjukkan bahwa ikatan 1,6 membantu
perginya gugus-pergi dan adanya keterlibatan spesies-antara nonklasik 21.
b
CAO CAO
- :OBS b
- H+ H
:
HOAC
1
:
OBS a
2
20 H 21 a
OAC
H
Adapun alasan mengapa solvolisis isomer endo tidak dibantu oleh ikatan 1,6
adalah karena gugus-pergi bukan pada posisi yang disukainya untuk serangan dari
belakang.
2.2.5 Metil sebagai gugus tetangga
Pada solvolisis sistem neopentil seperti neopentil tosilat (22), hampir
seluruhnya produknya adalah hasil penataan ulang, dan sudah dipastikan bahwa
spesies 23 terdapat dalam jalur reaksi tersebut. Akan tetapi ada dua pertanyaan
yang muncul: (1) apakah perginya gugus-pergi bersamaan dengan terbentuknya
ikatan CH3-C (dalam hal ini, apakah gugus metil berpartisipasi)?; (2) apakah
spesies 22 merupakan spesies-antara ataukah hanya sebagai keadaan transisi?
H3
CH3 C CH3
H2 - :OTS
H3C C C OTS H3C C C H H3C C C H
C C
25
Ada beberapa fakta bahwa hidrogen-β dapat berpartisipasi. Bukti bahwa
spesies 25 dapat sebagai spesies-antara dalam reaksi solvolisis datang dari studi
solvolisis asam trifluoro sek-butil terdeuterium tosilat (26). Di dalam pelarut
nukleofil yang sangat lemah, produknya adalah campuran equimolar senyawa 27
dan 28, tapi tidak ada 29 atau 30 ditemukan. Jika reaksi ini tidak melibatkan sama
sekali partisipasi hidrogen (murni SN2 atau SN1) maka produknya hanya senyawa
27.
OTS OCOCF3 OCOCF3
H2 CF3COOH H2 HD
H3C C C CD3 H3C C C CD3 + H3C C C CD3
D - HOTS D H
26 27 28
Pada sisi lain, jika hidrogen berpindah, tapi hanya kation terbuka yang
terlibat maka akan ada kesetimbangan empat kation.
H2 D H HD DH H D H2
H3C C C CD3 H3C C C CD3 H3C C C CD3 H3C C C CD3
H2 H H H2
H3C C C CH3 H3C C C CH3
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Mekanisme partisipasi gugus tetangga terdiri dari dua tahap reaksi SN2, yang
pertama pengusiran gugus pergi oleh gugus tetangga dan yang kedua
masuknya nukleofil eksternal dari arah belakang
2. Partisipasi gugus tetangga dapat mempercepat reaksi pengusiran gugus pergi
menyebabkan terjadinya penahanan konfigurasi atau struktur molekul
3.2 Saran
Sebaiknya pembaca mencari literatur lain berkaitan dengan materi ini
agar lebih memahaminya sehubungan dengan keterbatasan isi dan penjelasan
dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, 2013, Kimia Organik Fisik II, Lembaga Kajian dan Pengembangan
Pendidikan Universitas Hasanuddin, Makassar.