Anda di halaman 1dari 22

A.

Definisikan istilah “infeksi”


Jawaban : Istilah infeksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
terkena hama, kemasukan bibit penyakit, ketularan penyakit, peradangan dan
pengembangan penyakit. Infeksi adalah proses invasive oleh mikroorganisme
dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry 2005).
Sedangkan menurut Smeltzer & Brenda (2002), infeksi adalah beberapa penyakit yang
disebabkan oleh pertumbuhan organism patogenik dalam tubuh.Jadi infeksi merupakan
proses peradangan atau pengembangan penyakit oleh mikroorganisme yang disebabkan
oleh kuman atau bakteri dalam tubuh yang berkembang akibat kelemahan system tubuh
akibat perkembangbiakan parasit

B. Jelaskan proses infeksi


Jawaban : Di setiap luka jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.
Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan
merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka,
kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe
sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi.
Pada proses inflamasi juga terjadi inflamasi juga terjadi fagositosis, mula-mula fagosit
membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan
mengakibatkan pH menjadi asam. Selanjutnya akann keluar protease seluler yang akan
menyebabkan lisis leukosit. Setelah itu makrofag mononuklear besar akan sampai di
lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya terjadi pencairan hasil
proses inflamasi lokal. Secara umum, proses infeksi terdiri dari 7 tahapan yaitu
kontaminasi, interaksi, kolonisasi, invasi, infeksi, transmisi, carrier.
a. Kontaminasi adalah tahapan ketika objek sudah terpapar atau tercemar oleh suatu agen
infeksi, tetapi belum menimbulkan bahaya
b. Interaksi adalah tahapan atau proses ketika agen infeksi bereaksi atau baru berinteraksi
terhadap host. Ada tiga jenis interaksi yang dapat terjadi yaitu mutualisme,
komensalisme dan parasitisme
c. Kolonisasi adalah tahapan ketika agen infeksi bertambah banyak atau berkembang biak
tanpa menyebabkan penyakit
d. Invasi adalah tahapan masuknya agen infeksi ke dalam tubuh baik melalui mucus
membrane, saluran cerna, kulit ataupun parenteral
e. Infeksi adalah tahapan masuknya mikroba atau agen infeksi ke dalam tubuh yang
menimbulkan perlawanan dari tubuh
f. Transmisi adalah penyebaran agen infeksi di dalam tubuh makhluk hidup atau tubuh
manusia
g. Carrier adalah pengidap atau seseorang sebagai pembawa agen infeksi
Proses infeksi berdasarkan 4 tahapan utama :
1. Periode inkubasi merupakan interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan
munculnya gejala pertama (misal campak 2-3 minggu; pilek 1-2 hari; gondongan 18 hari)
2. Tahap prodormal merupakan interval dari awitan tanda dan gejala non-spesifik

(malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama tahap ini,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak, klien lebih mampu menyebarkan
penyakit ke orang lain
3. Tahap sakit merupakan interval saat klien memanifestasikan tanda dan gejala yang

spesifik terhadap jenis infeksi (mis. demam dimanifestasikan sakit tenggorokan, kongesti
sinus, dan rhinitis)
4. Pemulihan merupakan interval saat munculnya gejala akut infeksi dimana lamanya
penyembuhan bergantung pada beratnya infeksi dan keadaan umum kesehatan klien.
Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa hari sampai dengan bulan.

C. Jelaskan tindakan pencegahan untuk mengendalikan infeksi dalam lingkungan


pelayanan kesehatan
Jawaban : Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan
memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai "pengendalian".
Secara hirarkis hal ini telah di tata sesuai dengan efektivitas pencegahan dan
pengendalian infeksi (Infection Prevention and Control – IPC), yang meliputi:
pengendalian bersifat administratif, pengendalian dan rekayasa lingkungan, dan alat
pelindung diri (APD)
1. Pengendalian administratif, kegiatan prioritas pertama dari strategi IPC, meliputi
penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan
mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif bila dilakukan
mulai dari antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana
pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan pada ISPA meliputi
pembentukan infrastruktur dan kegiatan IPC yang berkesinambungan, membangun
pengetahuan petugas kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu,
menyediakan ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap,
mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar;
prosedur – prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan
pada surveilans ISPA diantara petugas – petugas kesehatan dan pentingnya segera
mencari pelayanan medis, dan pemantauan tingkat kepatuhan disertai dengan
mekanisme perbaikan yang diperlukan.
Langkah-langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi dini
pasien dengan ISPA / ILI (Influenza like Illness) baik ringan maupun berat yang
diduga terinfeksi MERS-CoV, diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan yang
cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi awal
semua pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus
ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera dilakukan kewaspadaan
tambahan IPC seperti yang akan dijelaskan dibagian lain dari pedoman ini. Aspek
klinis dan epidemiologi kasus harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus
dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
2. Pengendalian dan rekayasa lingkungan. Kegiatan ini dilakukan termasuk di
infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat kasus
dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian
ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di semua
area didalam fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan
lingkungan yang memadai. Harus dijaga pemisahan jarak minmal 1 m antara setiap
pasien ISPA dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak
menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu mengurangi
penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan kesehatan.
3. Alat Perlindungan Diri (APD). Penggunaan secara rasional dan konsisten APD yang
tersedia serta higiene sanitasi tangan yang memadai juga akan membantu mengurangi
penyebaran infeksi. Meskipun memakai APD adalah langkah yang paling kelihatan
dalam upaya pengendalian dan penularan infeksi, namun upaya ini adalah yang terakhir
dan paling lemah dalam hirarki kegiatan IPC. Oleh karena itu jangan mengandalkannya
sebagai strategi utama pencegahan. Bila tidak ada langkah pengendalian administratif
dan rekayasa teknis yang efektif, maka APD hanya memiliki manfaat yang terbatas.
Adapun Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi :
1. Kewaspadaan Standar/ Standard Precaution, tonggak yang harus selalu diterapkan di
semua fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman
bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan Standar
meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk menghindari kontak langsung
dengan darah, cairan tubuh, sekret (termasuk sekret pernapasan) dan kulit pasien yang
terluka. Disamping itu juga mencakup: pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum
suntik, pengelolaan limbah yang aman, pembersihan, disinfeksi dansterilisasi linen dan
peralatan perawatan pasien, dan pembersihan dan disinfeksi lingkungan. Orang dengan
gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk menerapkan kebersihan/ etika
pernafasan. Petugas kesehatan harus menerapkan "5 Momen Kebersihan Tangan", yaitu:
sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau aseptik, setelah
berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan
dengan lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang tercemar.
 Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun dan air atau
menggunakan antiseptik berbasis alkohol
 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir ketika terlihat kotor
 Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama ketika
melepas APD. Penggunaan APD tidak menghilangkan kebutuhan untuk
kebersihan tangan.
Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/
antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. Ketika
melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/ atau badan, maka
pemakaian APD harus ditambah dengan :
 Pelindung wajah dengan cara memakai masker medis/ bedah dan pelindung mata/
eye-visor/ kacamata,
 Gaun dan sarung tangan bersih.
Pastikan bahwa prosedur – prosedur kebersihan dan disinfeksi diikuti secara benar dan
konsisten. Membersihkan permukaan – permukaan lingkungan dengan air dan deterjen
serta memakai desinfektan yang biasa digunakan (seperti hipoklorit) merupakan prosedur
yang efektif dan memadai. Pengelolaan laundry, peralatan makan dan limbah medis sesuai
dengan prosedur rutin.
2. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi tambahan ketika merawat
pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), semua individu termasuk pengunjung
dan petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien dengan ISPA harus :
• Memakai masker medis ketika berada dekat (yaitu dalam waktu kurang lebih 1 m)
dan waktu memasuki ruangan atau bilik pasien.
• Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien dan
lingkungan sekitarnya dan segera setelah melepas masker medis.
3. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada prosedur/ tindakan medic
yang menimbulkan aerosol, didefinisikan sebagai tindakan medis yang dapat
menghasilkan aerosol dalam berbagai ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm). Terdapat
bukti yang baik yang berasal dari studi tentang Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) yang disebabkan oleh virus corona (SARS-CoV), dimana terdapat hubungan yang
konsisten antara transmisi patogen dengan intubasi trakea. Selain itu, beberapa studi juga
menunjukkan adanya peningkatan risiko Infeksi SARS-COV yang terkait dengan
trakeostomi, ventilasi non- invasif dan penggunaan ventilasi manual sebelum dilakukan
intubasi. Namun, karena temuan ini diidentifikasi hanya dari beberapa studi yang
kualitasnya dinilai rendah, maka interpretasi dan aplikasi praktis sulit dilakukan. Tidak
ditemukan prosedur lain yang secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko
penularan ISPA. Tindakan kewaspadaan tambahan harus dilakukan saat melakukan
prosedur yang menghasilkan aerosol dan mungkin berhubungan dengan peningkatan
risiko penularan infeksi, khususnya intubasi trakea. Tindakan kewaspadaan tambahan
saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan aerosol :
 Memakai respirator partikulat (N95) ketika mengenakan respirator partikulat disposable,
periksa selalu penyekat atau seal-nya.
 Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah)
 Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril, (beberapa
prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril)
 Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume cairan yang tinggi
diperkirakan mungkin dapat menembus gaun
 Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana-sarana yang dilengkapi
ventilasi mekanik, minimal terjadi 6 sampai 12 kali pertukaran udara setiap jam dan
setidaknya 60 liter/ detik/ pasien di sarana-sarana dengan ventilasi alamiah.
 Membatasi jumlah orang yang hadir di ruang pasien sesuai jumlah minimum yang
diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien
 Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungannya dan setelah pelepasan APD.
4. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi ketika merawat pasien probabel
atau konfirmasi terinfeksi MERS-CoV, Batasi jumlah petugas kesehatan, anggota
keluarga dan pengunjung yang melakukan kontak dengan pasien suspek, probabel atau
konfirmasi terinfeksi MERS-CoV
 Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan memberi perawatan secara
ekslusif kepada pasien terutama kasus probabel dan konfirmasi untuk menjaga
kesinambungan pencegahan dan pengendalian serta mengurangi peluang
ketidakpatuhan menjalankannya yang dapat mengakibatkan tidak adekuatnya
perlindungan terhadap pajanan.
 Anggota keluarga dan pengunjung yang kontak dengan pasien harus dibatasi hanya
pada mereka yang berkepentingan membantu pasien dan harus diberi latihan tentang
risiko penularan dan kewaspadaan pengendalian infeksi sama seperti yang diberikan
kepada petugas kesehatan yang merawat pasien. Mungkin dibutuhkan pelatihan lanjut
dalam mengatur penempatan dimana pasien rawat inap sering dirawat oleh anggota
keluarganya.
Selain Kewaspadaan Standar, semua individu termasuk pengunjung dan petugas
kesehatan, ketika melakukan kontak dekat (dalam jarak kurang dari 1 m) dengan pasien
atau setelah memasuki ruangan atau bilik pasien probabel atau konfirmasi terinfeksi
MERS-CoV, harus
 Memakai masker medis / bedah
 Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah)
 Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih (beberapa prosedur mungkin
memerlukan sarung tangan steril)
 Membersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
sekitarnya dan segera setelah melepas APD
Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang dikhususkan untuk pasien
tertentu (misalnya stetoskop, manset tekanan darah dan termometer). Jika peralatan harus
digunakan untuk lebih dari satu pasien, maka sebelum dan sesudah digunakan peralatan
harus dibersihkan dan disinfeksi. Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak
menyentuh/ menggosok-gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung tangan yang
berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang.
Tempatkan pasien probabel atau konfirmasi terinfeksi MERS-CoV di ruangan / kamar
dengan ventilasi yang memadai dengan kewaspadaan penularan Airborne, jika mungkin
kamar yang digunakan untuk isolasi (yaitu satu kamar per pasien) terletak di area yang
terpisah dari tempat perawatan pasien lainnya. Bila tidak tersedia kamar untuk satu orang,
tempatkan pasien-pasien dengan diagnosis yang sama di kamar yang sama. Jika hal ini
tidak mungkin dilakukan, tempatkan tempat tidur pasien terpisah jarak minimal 1 m. Selain
itu, untuk pasien probabel atau konfirmasi terinfeksi MERS-CoV:
• Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan atau daerah isolasi
kecuali diperlukan secara medis. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah bila
menggunakan peralatan X-ray dan peralatan diagnostik portabel penting lainnya. Jika
diperlukan membawa pasien, gunakan rute yang dapat meminimalisir pajanan terhadap
petugas, pasien lain dan pengunjung.
• Memberitahu daerah / unit penerima agar dapat menyiapkan kewaspadaan pengendalian
infeksi sebelum kedatangan pasien.
• Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat tidur) yang
bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.
• Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa / mengangkut pasien harus memakai
APD yang sesuai dengan antisipasi potensi pajanan dan membersihkan tangan sesudah
melakukannya.
Di negara-negara dengan sumber daya terbatas, tidak semua pasien suspek MERS-CoV
akan dimasukkan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Mungkin mereka lebih memilih untuk
tinggal / dirawat di rumah untuk menghindari adanya biaya ekstra bagi keluarga yang
mengantar dan tinggal jauh dari rumah.
5. Durasi tindakan isolasi untuk pasien terinfeksi MERS-CoV, lamanya masa infeksius
MERS-CoV masih belum diketahui. Disamping Kewaspadaan Standar yang harus
senantiasa dilakukan, Kewaspadaan Isolasi harus diberlakukan selama gejala penyakit
masih ada dan dilanjutkan selama 24 jam setelah gejala hilang. Mengingat terbatasnya
informasi yang tersedia saat ini mengenai shedding virus dan potensi transmisi MERS-
CoV, maka perlu dilakukan pemeriksaan shedding virus untuk membantu dalam
pengambilan keputusan. Informasi mengenai pasien (misalnya usia, status kekebalan
tubuh dan pengobatan) juga harus dipikirkan pada situasi ada kekhawatiran bahwa
mungkin terjadi shedding virus dari pasien untuk waktu yang lama.
6. Pengumpulan dan penanganan spesimen laboratorium, semua spesimen harus
dianggap berpotensi menular, dan petugas yang mengambil atau membawa spesimen
klinis harus secara ketat mematuhi Kewaspadaan standar guna meminimalisir
kemungkinan pajanan patogen:
 Pastikan bahwa petugas yang mengambil spesimen memakai APD yang sesuai.
 Pastikan bahwa petugas yang membawa / mengantar spesimen telah dilatih mengenai
prosedur penanganan spesimen yang aman dan dekontaminasi percikan / tumpahan
spesimen.
 Tempatkan spesimen yang akan dibawa / antar dalam kantong spesimen anti bocor
(wadah sekunder) yang memiliki seal terpisah untuk spesimen (yaitu kantong spesimen
plastik Biohazard), dengan label pasien pada wadah spesimen (wadah primer) dan form
permintaan yang jelas.
 Pastikan bahwa laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan mematuhi praktek
biosafety yang tepat dan persyaratan pengiriman sesuai dengan jenis organisme yang
ditangani.
 Bila memungkinkan semua spesimen dapat diserahkan langsung. Untuk membawa
spesimen, jangan menggunakan sistem tabung pneumatik.
 Bersama dengan form permintaan, tuliskan nama dari tersangka infeksi secara jelas.
Beritahu laboratorium sesegera mungkin bahwa spesimen sedang diangkut.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai penanganan spesimen di laboratorium dan
pengujian laboratorium untuk MERS-CoV, lihat petunjuk pengambilan spesimen manusia
yang dicurigai atau konfirmasi MERS-CoV dan pengujian laboratorium untuk MERS-
CoV

D. Jelaskan struktur, fungsi, dan klasifikasi luas yang berhubungan dengan virus,
bakteri, jamur dan parasit
Jawaban :
1. Virus, parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Berasal
dari bahasa latin “virion” yang artinya racun. Virus memiliki ciri makhluk hidup karena
memiliki DNA dan dapat berkembang biak, sedangkan disebut benda mati karena tidak
memiliki sel dan dapat dikristalkan. Virus bersifat obligat, artinya virus hanya dapat
hidup dalam sel inang, tidak dapat bertahan di luar sel. Virus memiliki bentuk yang
bermacam-macam. Virus yang berbentuk bulat misalnya virus influenza dan virus
penyaban AIDS (HIV). Virus yang berbentuk oval misalnya virus rabies. Virus yang
berbentuk batang misalnya virus mosaic tembakau. Virus yang berbentuk polihidris
misalnya Adenovirus (penyebab penyakit demam). Virus yang berbentuk huruf T yaitu
virus yang menyerang bakteri (Bakteriofage).
Struktur tubuh virus tersusun atas:
 Kapsid yaitu lapisan pembungkus DNA atau RNA yang terdapat pada bagian kepala
virus. Kapsid merupakan selubung terluar yang tersusun atas banyak subunit protein
yang disebut kapsomer. Kapsid inilah yang memberi bentuk pada virus sekaligus sebagai
pelindung virus dari kondisi lingkungan yang merugikan virus.
 Kepala merupakan bagian yang berbentuk persegi delapan yang berisi materi genetik
yauti berupa DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid.
 Isi tubuh (bagian inti) tersususn atas asam nukleat, yakni DNA saja atau RNA saja.
Bagian isi disebut sebagai virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi
kode-kode pembawa sifat virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya virus dapat
dibedakan menjadi virus DNA (virus T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza,
HIV, H5N1).
 Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tabung
bersumbat yang dilengkapi serabut. Pada bagian ekor teedapat lempengan dasar dan
serabut ekor yang berfungsi sebagai alat menempel dan tempat penginjeksian DNA ke
dalam sel inang.
Virus memiliki beberapa fungsi antara lain :
 Sebagai antibakterial, misalnya pada bakteri pengganggu produk pangan yang diawetkan
 Untuk pembuatan insulin, misalnnya pada virus penyebab kanker dapat dicangkokan
gen-gen penghasil hormon insulin ke dalam sel bakteri.
 Pada pembuatan vaksin, misalnya vaksin polio dan vaksin campak
 Untuk membuat zat antitoksin
Klasifikasi luas, pengelompokan jenis virus didasarkan pada beberapa hal yaitu :
a. Berdasarkan Asam Nukleatnya (materi genetik)
- Virus DNA, virus dengan bahan intinya berupa DNA yaitu Ribovirus.
Contuh Virus DNA :
No Famili Genus
1. Adenoviridae Adenovirus
2. Papovaridae Papillomavirus
3. Parvoviridae B 19 virus
4. Herpesviridae Herpes simplex virus, Varicella zoster virus,
Cytomegalovirus, Epstein barr virus.
5. Poxviridae Small pox virus, Vaccinia virus
6. Hepadnaviridae Hepatitis B virus
7. Polyomaviridae Polyoma virus (progressive multifocal
leuceoencephalopathy)

- Virus RNA, virus dengan bahan intinya RNA seperti Deosiribovirus. Contoh Virus RNA
yaitu Orthomyxoviruses, Paramyxoviruses, Rhabdoviruses, Picornaviruses, Togaviruses,
Reoviruses dan Retroviruses.
b. Berdasarkan bentuk dasarnya :
- Ikosahedral, bentuk tata ruang dibatasi oleh 20 segitiga sama sisi, dengan sumbu rotasi
ganda, contohnya virus polio dan adenovirus.
- Heliks, menyerupai batang panjang, nukleokapsid merupakan suatu struktur yang tidak
kaku dalam selaput pembungkus lipoprotein yang berumbai dan berbentuk heliks,
memiliki satu sumbu rotasi. Pada bagian atas terlihat RNA virus dengan kapsomer,
misalnya virus influenza, TMV.
- Kompleks, pada umumnya lebih lengkap dibanding dengan virus lainnya. Contoh virus
pox (virus cacar) yang mempunyai selubung yang menyelubungi asam nukelat.
c. Berdasarkan keberadaan selubung pelapis nukleokapsida :
- Berselubung, selubung tersusun atas lipoprotein atau glikoprotein. Contoh: Poxvirus,
Herpesviruses,Orthomyxoviruses, Paramyxoviruses, Rhabdoviruses, Togaviruses,
Retroviruses.
- Telanjang, tidak diselubungi oleh lapisan yang lain. Contoh: Adenoviruses,
Papovaviruses, Parvoviruses, Picornaviruses, Reoviruses.
d. Berdasarkan jumlah kapsomernya :
- Virus dengan 252 kapsomer, contoh adenovirus
- Virus dengan 162 kapsomer, contoh herpesvirus
- Virus dengan 72 kapsomer, contoh papovavirus
- Virus dengan 60 kapsomer, contoh picornavirus
- Virus dengan 32 kapsomer, contoh parvovirus
e. Bedasarkan sel inangnya :
- Virus Bakteri (bakteriofage), sel inangnya adalah sel bakteri. Mengandung materi genetic
berupa DNA. Contoh : bakteriofage T4 yang menyerang bakteri Escherichia coli.
- Virus Mikroorganisme Eukariot, sel inangnya berupa mikroorganisme yang tergolong
eukariot, seperti Protozoa dan Jamur. Virus ini terutama mengandung RNA.
- Virus Tumbuhan, sel inangnya berupa sel tumbuhan. Virus ini sebagian besar
mengandung RNA. Contoh : virus mosai tembakau.
- Virus hewan, sel inangnya berupa sel hewan atau sel manusia. Virus ini mengandung
DNA atau RNA. Contoh : virus penyakit mulut dan kaki pada sapi, serta virus penyakit
rabies pada anjing.
f. Berdasarkan alur fungsi genomnya :
- Virus Tipe I = DNA Utas Ganda
- Virus Tipe II = DNA Utas Tunggal
- Virus Tipe III = RNA Utas Ganda
- Virus Tipe IV = RNA Utas Tunggal (+)
- Virus Tipe V = RNA Utas Tunggal (-)
- Virus Tipe VI = RNA Utas Tunggal (+) dengan DNA perantara
- Virus Tipe VII = DNA Utas Ganda dengan RNA perantara
2. Bakteri, dari bahasa Yunani yaitu bakterion artinya batang kecil. Bakteri merupakan
organisme yang paling banyak jumlahnya dan tersebar luas dibandingkan makhluk hidup
lainnya. Bakteri juga merupakan organisme uniseluler, prokariot, dan umumnya tidak
memiliki klorofil.
Struktur bakteri yaitu :
 Flagela atau bulu cambuk, berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel.
Ada yang berjumlah satu (monotrik), banyak flagela di banyak sisi (lofotrik), satu atau
banyak flagella di kedua ujung (amfitrik), atau tersebar di seluruh permukaan sel
(peritrik). Flagela berfungsi sebagai alat gerak pada beberapa jenis bakteri yang
berbentuk batang dan spriral. . Flagela tersusun atas protein kontraktil sehingga dapat
berkontraksi yang berdampak timbulnya gerakan ke kiri dan ke kanan.
 Pilus (pili) dan fimbria, benang-benang halus yang keluar dari dinding sel yang tersusun
atas protein kontraktil dan berfungsi sebagai alat perlekatan dengan bakteri atau
organisme lainnya (sel inangnya). Pada saat konjugasi pilus atau fimbria berfungsi
sebagai saluran penghubung dalam transfer DNA (sexpilus). Pilus hanya terdapat pada
bakteri Gram negative, contohnya Escherichia coli.
 Kapsula, lapisan mucus atau lender yang melapisi sel dan terbentuk dari hasil
metabolisme sel yang disekresikan. Kapsula berfungsi untuk menempel pada substrat
dan memberikan perlindungan tambahan yang meliputi peningkatan daya resistensi
terhadap sistem pertahanan inang.
 Dinding sel, terdiri dari ikatan rantai polisakarida dengan protein yang disebut
peptidoglikan atau murein. Berfungsi sebagai pelindung, pemberi bentuk bakteri dan
mencegah supaya sel tidak pecah dalam media hipertonis. Berdasarkan perbedaan
ketebalan lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Bakteri gram positif, dindingnya banyak mengandung peptidoglikan sehingga
strukturnya lebih sederhana. Bakteri ini akan berwarna ungu jika diwarnai dengan
pewarna gram.
b. Bakteri gram negative, dindingnya hanya sedikit mengandung peptidoglikan sehingga
strukturnya menjadi lebioh kompleks karena bagian luarnya tersusun atas
lipopolisakarida. Bakteri ini akan berwarna merah muda atau merah, jika diwarnai
dengan pewarna gram.
 Membran Plasma, menyelubungi sitoplasma dan tersusun atas fospolipid dan protein.
Membrane plasma terdapat di sebelah dalam dari dinding sel bakteri. Membran plasma
bersifat tipi, elastis, dan selektif permeabel seta berfungsi untuk melundungi organ sel
dari lingkungan, mengontrol pertukaran zat antara sel dan lingkungannya.
 Mesosom, struktur membran yang membentuk lipatan yang terdapat di dalam sitoplasma.
Mesosom merupakan hasil perluasan membrane plasma kea rah sitoplasma sehingga
dapat menjadi penghubung antara sitoplasma dengan dinding sel. Fungsinya adalah
sebagai tempat pemisahan DNA dan pembentukan dinding sel baru serta transportasi
intraseluler.
 Sitoplasma, cairan yang terdapat dalam sel. Sitoplasma merupakan bagian terbesar dari
sel yang tersusun atas air, senyawa organic, dan anorganik. Sitoplasma mengandung
ribosom, DNA, dan granula penyimpanan. Sitoplasma berfungsi sebagai media tempat
organel-organel, dan juga untuk melindungi organel dari benturan-benturan.
 Ribosom, organel sel bakteri yang melayang di sitoplasma. Ribosom tersusun atas
molekul protein dan RNA. ribosom berfungsi sebagai tempat sintesis protein. Protein
yang yang disintesis oleh ribosom berupa protein struktural berupa membran sel dan
protein fungsional yang berupa enzim yang dibutuhkan dalam metebolisme.
 Region nukleoid. Bakteri tidak mempunyai inti sel sejati (nukleus), tetapi mempunyai
bagian yang menyerupai inti yaitu region nukleoid. Region nukleoid tampak berwarna
kurang padat dibandingkan sitoplasma. Dalam region nukleoid terdapat molekul DNA
beruntai ganda yang melingkar seperti cincin.
 DNA, materi pembawa informasi genetic. DNA bakteri berupa rantai tunggal berbentuk
melingkar (nukleoid). Bakteri memiliki tambahan DNA melingkar lain yang lebih kecil
yang disebut plasmid.
 Klorosom, berada di bawah membran plasma. Klorosom mengandung pigmen klorofil
dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri
yang melakukan fotosintesis.
 Granula dan Vakula gas, berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan atau
senyawa-senyawa lain yang dihasilkan. Pada vakuola gas yang hanya terdapat pada
bakteri-bakteri fotosintetik yang hidup dengan menampung air. vakuola gas tersebut
memungkinkan bakteri mengapung di permukaan air, sehingga dapat sinar matahari yang
digunakan untuk fotosintesis.
 Endospora, bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif. Endospora
terbentu di dalam sel bakteri jika kondisi lingkungannya tidak menguntungkan bagi
kehidupan bakteri. Endospora sebagai pertahanan diri.
Fungsi dari bakteri antara lain :
- Bakteri pengikat nitrogen pada tanaman
- Bakteri nitrifikasi
- Bakteri penghasil antibiotik
- Bakteri daqlam industri makanan
Klasifikasi luas
a. Berdasarkan bentuk tubuhnya :
- Kokus (bulat)
1. Streptokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan membentuk rantai
misalnya Streptococcus pyrogenes
2. Stafilokokus yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan seperti buah anggur
misalnya staphylococcus aureus
3. Diplokokus yaitu dua sel bakteri kokus berdempetan misalnya Diplococcus pneumonia
- Basil (batang)
1. Basilus, misalnya Eschericcia coli.
2. Streptobasil yaitu beberapa sel bakteri basil berdempetan membentuk rantai misalnya
Bacillus anthracis.
- Vibrio (koma) yaitu bakteri yang bentuknya menyerupai koma (pendek) misalnya Vibrio
cholera
- Spirillum (spiral) yaitu bentuk sel bergelombang misalnya Treponema pallidum
b. Berdasarkan letak flagelnya
- Atrik, tidak mempunyai flagella
- Monotrik, flagella berjumlah satu pada salah satu ujung selnya.
- Lofotrik, flagella lebih dari satu (satu berkas) pada salah satu ujung selnya.
- Amfitrik, flagella satu atau lebih dari satu (satu berkas) pada kedua ujung selnya.
- Peritrik, flagella yang jumlahnya banyak dan tersebar pada seluruh permukaan sel
tubuhnya.
c. Berdasarkan cara memperoleh makanan
- Bakteri Heterotrop, hidup dari ketersediaan bahan organik dari makhluk hidup lain atau
yang tersedia di lingkungan. Bakteri heterotrop di bagi menjadi dua yaitu :
1. Bakteri saprofit, memperoleh makanan dari sisa-sisa organisme lainnya atau produk
organisme lainnya. Bakteri ini digunakan untuk mendapatkan energi (ATP) dengan
menguraikan sampah yang berupa sisa-sisa bahan organik menjadi bahan anorganik
sehingga bakteri ini disebut sebagai pengurai. Contoh Eschericcia coli.
2. Bakteri parasit, memperoleh makanan dari inangnya. Inang tempat hidup bakteri adalah
tumbuhan, hewan, atau manusia. Bakteri parasit adalah bakteri yang dalam mensitesis
energi (ATP) dengan mendapatkan bahan organik dari sel/tubuh inang yang
ditempatinya. Apabila parasit pada manusia dan menyebabkan penyakit maka disebut
bakteri pathogen.
- Bakteri autotrop, mempunyai kemampuan sendiri untuk menyusun zat organik ssebagai
bahan makanannya dari bahan-bahan anorganik. Berdasarkan sumber energi dalam
sintesis bahan organik bakteri dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Bakteri Fotosintetik, mensitesis zat organik sendiri dengan bantuan cahaya matahari.
Jenis pigmen utama bakteri autotrop adalah klorofil dan karoten. Contoh : bakteri hijau
yang mengandung pigmen hijau, bakteri ungu yang mengandung pigmen ungu dan
merah.
2. Bakteri Khemosintetik, menggunakan energy kimia untuk mensintesis makanannya.
d. Berdasarkan kebutuhan oksigen
- Bakteri Aerob, membutuhkan oksigen dalam proses respirasi yang untuk menghasilkan
energy. Contohnya : bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus.
- Bakteri Anaerob, tidak membutuhkan oksigen dalam proses respirasinya. Energy
diperoleh dari proses perombakan senyawa organic tanpa oksigen atau fermentasi.
Bakteri anaerob dibedakan menjadi dua yaitu :
 Bakteri anaerob obligat hanya dapat hidup jika tidak ada oksigen. Oksigen merupakan
racun bagi bakteri anaerob obligat.
 Bakteri anaerob fakultatif dapat hidup jika ada oksigen maupun tidak ada oksigen.
3. Jamur, organisme eukariotik dengan dinding sel terbuat dari kitin dan tidak mempunyai
klorofil sehingga dalam memperoleh makanannya (nutrisi) jamur bersifat sebagai parasit
(baik parasit obligat/parasite fakultatif) ataupun sebagai saprofit.
Struktur
 Tubuh tersusun atas benang-benang halus yang disebut hifa
 Percabangan hifa membentuk jaringan miselium yang berfungsi untuk menyerap
makanan
 Pada beberapa jenis jamur, hifa sel memanjang dengan sejumlah nukleus yang
dipisahkan oleh bagian yang disebut septa (jamak).Namun,ada jamur yan tidak memiliki
septa
Jamur memiliki dua fungsi yaitu bisa menguntungkan atau bisa merugikan manusia.
- Fungsi jamur yang menguntungkan sebagai berikut :
a. Dapat digunakan sebagai bahan makanan
b. Dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan
c. Dapat digunakan sebagai decomposer
- Fungsi jamur yang merugikan sebagai berikut :
a. Dapat menyebabkan infeksi pada vagina
b. Dapat menyebabkan kurap atau panu
c. Dapat menyebabkan kanker pada manusia
d. Dapat menyebabkan penyakit pneumonia pada paru-paru manusia.
Klasifikasi luas, secara filogenik,jamur diklasifikasikan menjadi empat kelas :
 Zygomycota, tersusun atas hifa senositik yang tidak bersekat, memiliki tiga jenis hifa,
yaitu stolon, rizoid,dan sporangiospor. Zygomycotina melakukan reproduksi seksual
dengan cara konjugasi yang melibatkan fusi dua gamet menghasilkan zigospora.
Reproduksi aseksualnya dengan menghasilkan spora yang terkandung dalam konidium
atau sporangium. Jenis jamur yang tergolong Zygomycota yaitu :
a. Jamur roti merupakan jamur yang terdapat pada roti pada saat roti yang lembab disimpan
di tempat hangat dan gelap.
b. Jamur tempe merupakan jamur yang digunakan dalam pembuatan tempe.
c. Pilobolus adalah jamur yang biasa hidup pada kotoran hewan yang telah terkomposisi.
Jamur tidak dapat bereproduksi tanpa adanya bantuan cahaya.
 Ascimycota, tersusun atas miselium dengan hifa yang bersekat umumnya hidup di
lingkungan berair, bersifat parasit pada tumbuhan dan saprofit pada sampah. Ciri khusus
dari Ascomycotina adalah dapat menghasilkan spora askus (askospora), yaitu spora hasil
repoduksi seksual, berjumlah 8 spora yang tersimpan di dalam kotak spora. Kotak spora
ini menyerupai kantong sehingga disebut askus. Spesies yang tergolong Ascimycota
yaitu :
a. Penicillium merupakan jamur yang berwarna hijau kebiruan dan tumbuh pada buah-
buahan yang telah masak, roti, nasi, serta makanan bergula.
b. Ragi merupakan organisme uniseluler yang dikelompokan ke dalam Ascimycota karena
reproduksi seksualnya terjadi dengan pembentukan askus.
c. Neurospora merupakan jamur yang digunakan untuk pembuatan makanan dari kacang
tanah dengan suatu proses fermentasi jamur.
d. Higrophorus coccineal dan Morcella deliciosa merupakan jamur yang bersifat parasit,
menyerang hewan, dapat membusukkan katu dan buah-buahan.
 Basidiomycota, hifanya bersekat dikariotik, bentuk tubuh makroskopis sehingga dapat
dilihat langsung, bentuk tubuh buahnya (basidiokarp) yang menyerupai payung dan
terdiri atas batang dan tudung. Jamur dari divisi basidomycota memiliki ciri khas, yang
memiliki Basidium. Basidium merupakan alat reproduksi seksual yang terdapat dalam
bilah. Seluruh Basidium berkumpul membentuk suatu badan yang disebut Basidiokarp.
Spora yang dihasilkan dalam basidium dinamakan Basidiospora. Beberapa contoh
spesies dari Divisi Basidiomycota, antara lain: Puccinia Graminis, Jamur Merang
(Volcariella Volvacea), Ustilago maydis, Jamur Kuping, Amanita Muscaria
 Deuteromycota, hifa bersekat membentuk konidia dan belum diketahui fase
reproduksinya sehingga sering disebut sebagai jamur tidak sempurna. Reproduksi
aseksualnya terjadi dengan fragmentasi atau dengan Konidium. Berikut contoh jamur
dari Deuteromycota, antara lain:
a. Aspergillus merupakan jamur yang hidup pada medium dengan derjat keasam
b. Epidermophyton dan Mycosporium merupakan parasit pada manusia. Epidermophyton
menyebabkan penyakit kaki pada atlit, sedangkan Mycosporium penyebab penyakit
kurap.
c. Fusarium, Verticellium, dan Cercos merupakan parasit pada tumbuhan. Jamur ini jika
tidak dibasmi dengan fungisida dapat merugikan tumbuhan yang diserangnya.

4. Parasit
Struktur. Parasit-parasit pada manusia dalam kingdom Protozoa digolongkan dalam 3
filum: Sarcomastigophora (terdiri dari flagellate dan amoeba); Apicomplexa (terdiri
dari sporozoa); Cilliophora (terdiri dari ciliata).
Klasifikasi luas, parasit penting dalam filum ini dikelompokkan lagi ke dalam beberapa
subfilum, yaitu:
 Mastigophora flagellate, mempunyai suatu atau lebih flagella sepeti cambuk dan
beberapa diantaranya mempunyai suatu membran yang beundulasi misalnya
tripanosoma. Ini meliputi flagellate usus dan genitourinaria (giardia, trichomonas,
dientamoeba, chlimostrix) dan flagellate darah serta jaringan (trypanosome, leishmania)
Terdiri dari 2 golongan:
a. Flagellata traktus digestivus yang hidup di rongga usus dan mulut dan flagellata traktus
urogenital yang hidup di vagina, uretra, dan prostat. Misalnya Giardia lamblia,
Trichomonas vaginalis, T.hominis, dan T.tenax.
b. Flagellata darah dan jaringan yang hidup dalam darah dan di jaringan tubuh. Misalnya
Leishmania donovani, L.tropica, L.brasiliensis, Trypanosoma rhodesiense, T.gambiense
dan T.cruzi.
Selain itu, flagellata mempunyai 1 inti atau lebih dari 1 inti dan alat pergerakan (alat
neuromotor) yang terdiri dari kinetoplas dan flagel. Kinetoplas terdiri dari blefaroplas,
kadang-kadang ada benda parabasal. Aksonema merupakan bagian flagel yang terdapat
di dalam badan parasit. Kadang-kadang ada struktur yang tampak sebagai satu garis
mulai dari anterior sampai ke posterior, disebut aksostil. Disamping badan parasit
terdapat membran bergelombang dan kosta merupakan dasarnya. Beberapa spesies
flagellata mempunyai sitostoma. Parasit ini berkembangbiak secara belah pasang
longitudinal.
 Sarcodina, merupkan amoeboid; dalam tubuh manusia diwakili oleh spesies entamoeba,
endolimax, iodamoeba, naegleria, dan achantamoeba
 Sporozoa, mengalami suatu siklus hidup yang rumit dengan fase reproduksi aseksual
dan seksual yang berganti-ganti, biasanya melibatkan dua inang yang berbeda. Kelas
cocciia terdiri dari parasit manusia isospora, toxoplasma dan lain-lain. Anggota
Haematozoa (protozoa darah) diantaranya adalah parasit malara (spesies plasmodium)
dan anggota-anggota ordo piroplasmid, termasuk juga spesies babesia. Contoh sporozoa
adalah parasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4
spesies: Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax, dan
Plasmodium ovale. Pada kera ditemukan spesies parasit malaria yang menyerupai
Plasmodium manusia, antara lain: Plasmodium cynomologi menyerupai Plasmodium
vivax, Plasmodium knowlesi menyerupai Plasmodium falciparum dan Plasmodium
malariae, Plasmodium rodhaini pada simpanse di Afrika dan Plasmodium brasilianum
pada kera di Amerika Selatan yang menyerupai Plasmodium malariae. Salah satu
Plasmodium primate, yaitu P. knowlesi dilaporkan pertama kali di Malaysia (1965) dapat
menginfeksi manusia dan menyebabkan gejala klinis, kemudian ditemukan di
Muangthai. Walaupun belum dilaporkan, hal ini kemungkinan dapat ditemukan di
Indonesia mengingat geografisnya yang serupa dengan negara tersebut.
 Ciliophora, protozoa yang rumit yang mempunyai cilia tersebar dalam baris-baris atau
bercak-bercak dengan dua jenis nucleus pada masing-masing individu.

e. Jelaskan tentang patofisiologi dan manifestasi klinik yang berhubungan dengan


individu yang mengalami gangguan kesehatan akibat proses infeksi
Jawaban : Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi-fungsi yang mengalami
gangguan atau fungsi-fungsi yang berubah akibat proses penyakit. Patofisiologi pada
umumnya mencakup dan membahas menganai aspek-aspek dinamik proses penyakit.
Patofisiologi berbeda dengan ilmu biomedis lainnya yang memfokuskan pada
mekanisme penyakit atau proses dinamik yang menampakkan tanda-tanda dan gejala-
gejala. Pada seorang individu ketika mengalami gangguan kesehatan tentunya ditandai
dengan gejala-gejala atau manifestasi klinis suatu penyakit. Manifestasi klinis membahas
awal perkembangan suatu penyakit, agen atau agen-agen etiologik dapat mencetuskan
sejumlah perubahan dalam proses biologik yang dapat dideteksi oleh analisis
laboratorium walaupun tidak memiliki gejala-gejala subjektif. Dengan demikian, banyak
penyakit memiliki stadium subklinis yang selama stadium ini fungsi pasien berjalan
secara normal, walaupun proses penyakit sudah ditentukan dengan baik. Fungsi dan
struktur banyak organ menyediakan perlindungan atau batas aman yang luas, serta
gangguan fungsional dapat jelas hanya jika penyakit tersebut telah cukup lanjut.
Manifestasi penyakit pada pasien tertentu dapat berubah dari hari ke hari ketika terjadi
pergeseran keseimbangan biologik dan mekanisme kompensasi. Pengaruh lingkungan
yang terjadi pada pasien juga mempengaruhi penyakit. Oleh karena itu tiap penyakit
memiliki kisaran manifestasi dan spectrum ekspresi yang dapat bervariasi pada pasien
yang satu dan yang lain (Price, A. A. & Wilson, L. M., 2006). Berikut ini beberapa
contoh patofisisologis dan manifestasi klinis pada gangguan kesehatan akibat infeksi.
1. Penyakit Pneumonia
Pneumonia adalah proses inflamatori parenki paru yang umumnya disebabkan oleh agens
infeksius. Pneumonia dibagi menjadi dua jenis yaitu pneumonia bakterial dan atipikal.
Pneumonia bakterial disebabka oleh Streptococcus pneumonia, dimana pneumonia
bakterialis yang paling umum dan paling prevalen selama musim dingin dan musim semi
ketika infeksi traktus respiratorius atas paling sering terjadi, sedangkan pneumonia
atipikal berkaitan dengan mikroplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit
Legionnaires, Pneumocystis carinii, dan virus termasuk kedalam sindrom pneumonia
atipikal. Proses seorang individu terserang penyakit pneumonia bakterial dimulai dari
pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi
yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang
mengganggu gerakan dan difusi oksigen dan karbondioksida. Sel-sel darah putih,
kebanyakan neutrophil, juga berimigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilisasi dan keluar ke sisi kiri
jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada intinya, darah dari sisi kanan ke sisi kiri
jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya
mengakibatkan hipoksemia arterial.
Seorang individu yang terserang penyakit ini (pneumonia bakterial) tentunya ditandai
dengan beberapa gejala (manifestasi klinis) yaitu pneumokokus secara khas diawali
dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,50C sampai 40,50C
[1010F sampai 1050F]), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang ditimbulkan oleh
bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangan jelas (25 sampai 45
kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
2. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium
tuberculosis. Penyakit ini menjadi penyakit infeksi tertua dan masih menjadi salah satu
penyakit terbesar kematian karena infeksi di seluruh dunia. Adapun proses infeksi atau
patofisiologi penyakit TB ini sebagai berikut.
Proses infeksi Mycrobacterium tuberculosis bervariasi pada penjamu yang berbeda.
Penyakit paru biasanya muncul, tetapi infeksi dapat terjadi pada daerah lain, meliputi
meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Secara umum penularan TB terjadi dari infeksi
paru dengan adanya pelepasan organisme melalui bersin, batuk, tertawa atau pengeluaran
ke udara. Saat pasien TB batuk, inti droplet terdapat di udara dan diisap orang lain,
sebagai droplet, organisme dapat menyerang mekanisme perlindungan di jalan napas dan
mencapai alveoli. Pada keadaan ini dapat dikatakan bahwa pasien mengalami infeksi
primer. Organisme dilingkupi oleh makrofag nonspesifik dan disebarkan dari paru
melalui hematogen dan sistem limfa ke seluruh tubuh. Selanjutnya, organisme dikenali
oleh sel T dan reaksi kekebalan spesifik mulai berkembang. Kekebalan ini tidak
membunuh organisme, tapi membuat periode laten selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Selama keadaan laten, organisme hidup tapi tidak bereproduksi dan
meskipun tidak sakit, pejamu tetap terinfeksi. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya
terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner & Suddarth, 2002).
Dalam perjalanan penyakit ini, TB menunjukkan gejala atau manifestasi klinis dari TB
ini, yakni tuberkulosis paru termasuk insidius, sebagian besar pasien menunjukkan
demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam,
nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat
berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptysis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak
biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil
TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Brunner & Suddarth,
2002).
3. Diare
Diare adalah salah satu penyakit infeksi yang banyak ditemukan pada negara
berkembang. Diare sendiri setiap tahunnya membunuh sekitar 4 juta orang per tahun.
Proses penularan penyakit diare atau jalan masuk patogen diare ialah melalui oral.
Meskipun makanan yang dimakan jauh dari steril, keasaman lambung yang tinggi dan sel
penghasil antibodi usus halus secara umum menurunkan potensi akumulasi pathogen
untuk menyebar yang mengakibatkan sakit. Apabila jumlah organisme lebih dari cukup
atau jika makanan bertindak sebagai carrier netral untuk melindungi organisme dalam
lingkungan asam, dapat terjadi reaksi patogenik. Penurunan keasaman lambung karena
terganggunya flora normal usus, seperti setelah pembedahan, penggunaan agens
antimikroba, dan disfungsi imun karena AIDS, semua menurunkan pertahanan usus
(Brunner & Suddarth, 2002).
Adapun manifestasi klinis yang dialami pasien antara lain sebagai berikut (Baughman,
D. C. & Hackley, J. C., 2000).
1. Peningkatan frekuensi dan kandungan cairan dalam feses.
2. Kram abdomen, disetnsi, bising usus (borborigmus), anoreksia, dan rasa haus.
3. Kontraksi spasmodik yang sakit dari anus dan mengejan tak efektif (tenesmus) mungkin
terjadi setiap kali defekasi.
4. Sifat dan awitannya dapat eksplosif dan bertahap, gejala yang berkaitan adalah dehidrasi
dan kelemahan.
5. Feses yang banyak mengandung air menandakan penyakit usus halus.
6. Feses yang lunak, semipadat berkaitan dengan kelainan kolon.
7. Feses berwarna keabu-abuan menandakan malabsorpsi usus.
8. Mukus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis inflamasi atau colitis.
9. Bercak minyak pada air toilet merupakan diagnostic dari insufisiensi pankreas.
10. Diare nokturnal mungkin merupakan manifestasi neuropati diabetik
f. Jelaskan implikasi keperawatan yang berhubungan dengan pencegahan, uji
diagnostic, dan intervensi terpeutik yang mempengaruhi individu mengalami
gangguan kesehatan akibat proses infeksi
Jawaban : Implikasi terhadap profesi perawat dan perawat itu sendiri :
 Pencegahan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu;
1) Promosi dengan promosi kesehatan
Seorang perawat dapat memberikan pengajaran tentang kebiasaan hidup sehat dan
lingkungan yang menjadi perantara penularan penyakit.
2) Pencegahan dengan perlindungan khusus, diagnosis diawal dan perawatan lebih cepat
Seorang perawat dapat memfasilitasi klien untuk melakukan screening, imunisasi,
penentuan kasus oleh perawat, pemeriksaan kesehatan secara berkala, mengontrol faktor
risiko (perubahan kebiasaan dan medikasi), perawatan terhadap penyakit bersifat akut,
dan manajemen komplikasi terhadap penyakit.
3) Kuratif dengan diagnosis diawal dan perawatan lebih cepat dan kecacatan
Seorang perawat dapat memfasilitasi klien untuk melakukan pemeriksaan, uji
laboratorium, medikasi, operasi bedah, perawatan terhadap penyakit akut maupun
kronik, dan manajemen komplikasi.
4) Rehabilitatif dengan melakukan rehabilitasi
Perawat dapat memberikan perawatan secara rutin, pemeliharaan status kesehatan dan
lingkungan klien, manajemen diri serta manajemen stress.
 Fasilitas atau APD dan sarana pelayanan keperawatan menjadi aman dan nyaman
bagi perawat maupun pasien.
 Efek lain yaitu dapat diketahui faktor-faktor yang mempengauhi perilaku perawat
terhadap proses infeks sehingga akan didapat lebih banyak lagi faktor-faktor yang
mempengaruhi perilau perawat terhadap proses infeksi.
 Meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan meningkatkan perkembangan
profesionalisme
 Meningkatkan suatu pengembangan dan kreatifitas dalam penjelasan masalah
klien.
 Implikasi terhadap klien
 Perawat dengan melakukan pencegahan, uji diagnostik dan intervensi terapeutik
terhadap klien yang menderita akibat proses infeksi maka klien akan merasa nyaman
dan aman serta akan tenang dalam mengatai permasalahan kesehatannya.
 Menambah wawasan klien terhadap pencegahan prosws infeksi
 Klien akan berpartisipasi secara aktif dalam keperawatan dengan melibatkannya ke
dalam langkah-langkah pencegahan, uji diagnostik dan intervensi terapeutik demi
kesehatanya.
DAFTAR PUSTAKA

Ananda,Azni., dan Renan Rahardian.2014.Top Pocket No.1 Biologi SMA.Jakarta Selatan :


PT Wahyu Media.
Baughman, D. C. & Hackley, J. C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal-Bedah-Google Buku. (Y. Asih, Trans.)
Jakarta: EGC. Retrieved Mei 4 , 2017, from https://books.google.co.id/books?
id=SP3Gj97OJisC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#
v=onepage&q=diare&f=false
Brooks et, al,. 2005. Jawetz, Melnick & Aldenberg’s Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah (8 ed., Vol. 3). (S. C.
Smeltzer, Ed.) Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah (8 ed., Vol. 1). (S. C.
Smeltzer, Ed., & A. K. Waluyo, Trans.) Jakarta: EGC.
Devy, Merrye.2014. “manifestasi klinik infeksi . Tersedia pada:
https://www.google.co.id/amp/www.kompasiana.com/amp/devimerrye/ tanda-dan-
gejala-klinis-infeksi_550947a9a33311a64e2e3959. Diunduh pada tanggal 2 Mei
2017.
Irnaningtyas.2013. Biologi Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Karmana.O.2008. Biologi Untuk Kelas X Semester 1 Sekolah Menengah Atas. Bandung :
Grafindo Media Pratama.
https://books.google.co.id/books?
id=EKcE0I14Gv8C&pg=PA32&dq=virus+biologi&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi8v
-_Lv9LTAhXGLY8KHTAiB0YQ6AEILDAC#v=onepage&q=virus
%20biologi&f=false (diakses pada tanggal 1 Mei 2017)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Kasus Konfirmasi atau Probabel Infeksi Virus Middle East
Respiratory Syndrome-Corona Virus. (D. d. dr. Slamet, Ed.) Jakarta.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik
(Edisi 4, Vol. II). Jakarta: EGC.
Price, A. A. & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6
ed., Vol. 1). (B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Departemen Parasitolgi. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
Saifudin.A.2014. Struktur Dan Klasifikasi Dari Sel Bakteri, Virus Dan Fungi
https://www.scribd.com/doc/239783561/Klasifikasi-Dan-Struktur-Dari-Sel-Bakteri
(diakses pada tanggal 1 Mei 2017)
Winarni.E.W. ; Aryulina.D. ; Muslim.C. ; Manaf.S.2006. Biologi SMA Dan MA Untuk Kelas
X. Penerbit Erlangga: Esis
https://books.google.co.id/books?
id=Yg2nkcSqNSQC&pg=PA45&dq=virus+biologi&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi8v
-_Lv9LTAhXGLY8KHTAiB0YQ6AEIJzAB#v=onepage&q=virus
%20biologi&f=false (diakses pada tanggal 30 April 2017)
Yanti.2016. Klasifikasi Virus Menurut Taksonomi ICTV dengan link
http://www.sridianti.com/klasifikasi-virus-menurut-taksonomi-ictv.html (diakses pada
tanggal 1 Mei 2017)

Anda mungkin juga menyukai