Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TANJUNG PRIOK

I. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman bagi pasien dan seringkali
merupakan tanda dari tubuh kita bahwa terdapat suatu kondisi berbahaya yang sedang
terjadi. Nyeri harus dikenali sejak awal agar dapat ditangani dengan cepat dan tepat
untuk mencegah terjadinya penambahan kualitas nyeri, perburukan kondisi / penyakit
pasien dan menjaga kenyaman pasien sehingga Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung
Priok membuat kebijakan penatalaksanaan nyeri untuk dijalankan di masing-masing
unit.

II. TUJUAN
Sebagai panduan penatalaksanaan nyeri bagi pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
Tanjung Priok.

III. KEBIJAKAN
Penatalaksanaan nyeri di Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Priok terdiri dari tiga
komponen sebagai berikut :
 Skrining
 Pengkajian
 Penanganan

SKRINING
Skrining dilakukan pada seluruh pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Priok,
baik pasien rujukan, rawat inap, pasien gawat darurat, pasien rawat jalan, baik pada
waktu awal maupun saat kunjungan berikutnya. Proses skrining ini (baik pelaku, metode,
serta dokumentasi) dilaksanakan sesuai kebijakan pengkajian pasien di Rumah Sakit
Umum Daerah Tanjung Priok. Skrining dilakukan untuk mengetahui apakah pasien
merasa nyeri atau tidak.

PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri merupakan langkah selanjutnya setelah skrining, dan dilakukan
bilamana hasil skrining menunjukkan adanya nyeri.
Pengkajian nyeri sendiri merupakan proses yang sangat disease-specific, dan melibatkan
banyak disiplin ilmu kedokteran, namun secara garis besar, pengkajian nyeri harus
meliputi sedikitnya :
a. Lokasi nyeri
b. Penjalaran nyeri
c. Kualitas nyeri / karakter nyeri
d. Kuantitas / intensitas nyeri
e. Onset nyeri
f. Gejala penyerta yang menyertai nyeri
g. Faktor-faktor yang memperberat maupun memperingan nyeri

Untuk kuantitas nyeri, Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Priok menerapkan kebijakan
untuk menggunakan 3 metode pengukuran intensitas nyeri, yakni :
a. Visual Analog Score (VAS)
Digunakan untuk pasien yang mampu berkomunikasi secara efektif.
Dilakukan dengan cara menanyakan “Dalam skala satu hingga sepuluh, di mana nol
adalah kondisi tanpa nyeri dan sepuluh adalah nyeri terhebat yang dapat anda
bayangkan, berapa anda memberi nilai pada nyeri yang anda rasakan saat ini?”
Jadi VAS ini adalah cara pengukuran subyektif, yang sangat tergantung dari sudut
pandang pasien, sejauh mana nyeri ini mengganggu mereka.
Dalam beberapa dokumen rekam medik, skala nyeri ini digambarkan dengan skala
seperti di bawah ini :
Di mana tidak ada gambar seperti ini, maka skala nyeri cukup didokumentasikan
dengan menuliskan VAS ... (angka yang disebutkan pasien) (Misal VAS 7, atau skala
nyeri 7)

b. FLACC Score
FLACC score digunakan untuk mengukur intensitas nyeri pada pasien yang tidak
dapat berkomunikasi efektif, misalkan : pasien anak kecil, yang belum dapat
memahami pertanyaan, orang dengan gangguan pendengaran, orang dengan
gangguan kesadaran, gangguan kejiwaan, tidak dapat berbicara dalam bahasa yang
sama dengan pemeriksa dan lain-lain kondisi yang membuat pasien tidak dapat
berkomunikasi efektif dengan pemeriksa.
Adapun penilaian menggunakan FLACC Score adalah sebagai berikut :

FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)

SKOR
KATEGORI
0 1 2
Tidak ada ekspresi Sesekali meringis atau Dagu bergetar terus
Wajah yang jelas atau mengerutkan kening, tidak menerus dan rahang
F
senyuman tertarik mengunci

Menendang-
Posisi normal atau
Tungkai Gelisah, tegang nendang, kaki
L relax
terangkat
Berbaring tenang,
Pinggang menggeliat Badan melengkung
posisi normal,
Aktivitas kedepan dan belakang, kaku atau
A bergerak dengan
tegang menyentak-nyentak
mudah

Terus menangis,
Tidak ada tangisan
Mengerang atau merengek, menjerit atau
Tangisan (saat bangun atau
C sesekali mengeluh mengisak, sering
tidur)
mengeluh

Dapat ditenangkan dengan


Membuat Sulit untuk
sesekali sentuhan, pelukan
tenang & Mudah ditenangkan ditenangkan atau
C atau diajak bicara untuk
nyaman dibuat nyaman
mengalihkan

c. CRIES (Crying, requiring increased oxygen, increased vital sign, Expression, and
Sleeplessness)
Skala ini digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri neonatus usia 0-2 bulan. Skala
ini terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 untuk tidak ada nyeri dan 10 untuk
nyeri hebat. Penilaian tersebut adalah menangis (0-2), peningkatan kebutuhan
oksigen tambahan (0-2), peningkatan tanda vital (0-2), ekspresi (0-2), tidak bisa tidur
(0-2).

0 1 2
Menangis Tidak Nada tinggi Tidak nyaman
Perlu O2 untuk
Tidak <30% >30%
saturasi >95%
Denyut jantung dan Nadi dan tekanan
Nadi dan tekanan
Peningkatan tanda tekanan darah tak darah meningkat
darah meningkat
vital berubah atau di bawah namun masih <20%
>20% dari nilai dasar
nilai normal dari nilai dasar
Ekspresi wajah Tidak ada ekspresi Wajah menangis Wajah menangis,
wajah meringis menangis tanpa suara
Bayi terkadang Bayi seringkali
Tidur Bayi tidur nyenyak
terbangun terbangun

PENANGANAN

Penanganan nyeri menggunakan metode multimodalitas, yakni farmakologik dan non


farmakologik. Sedangkan yang dijadikan dasar pemberian terapi adalah hasil pengkajian
nyeri di atas, terutama skala nyeri. Untuk terapi non farmakologik, tidak akan dibahas
dalam kebijakan ini
Baik VAS, FLACC maupun CRIES, maka nyeri akan dinyatakan dalam skala 0 – 10.
Dari skala tersebut, berdasarkan intensitasnya maka nyeri dibagi menjadi :
a. Nyeri ringan 1 – 3
b. Nyeri sedang 4 – 7
c. Nyeri berat 8 – 10

Berdasarkan berat ringan nyeri dapat diberikan terapi farmakologik seperti yang tertera
dalam tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Farmakoterapi

EFEK
OBAT INDIKASI MEKANISME DOSIS
SAMPING
NYERI RINGAN
Farmakoterapi Tingkat I
ASPIRIN Analgesik Inhibisi Usia Takaran Perdarahan
Anti-Inflamasi Sintesis (tahun) gastrointtestinal
<2 Dasar BB
Anti Piretik Prostaglandin Gangguan
2 -11 64 m/kg/hari
Anti-platelet pendengaran s/d
> 11 dan 325 – 650 mg
tuli
Dewasa Tiap 4 jam
Depresi AL
maksimal 4
Anemia
g/hari
hemolitik
ASETOMINOFEN Analgesik Inhibisi sintesis Dewasa 325 – 650 mg/4- Hepatotoksik
Antipiretik prostaglandin 6 jam pendarahan
Toleransi dengan efek 11 gastrointestinal
terhadap anti-inflamasi 9 -10 480 mg Anemia
aspirin (-) 6-8 400 mg Ruam kulit
4-5 320 mg Nefrotoksik
2-3 240 mg
1-2 160 mg
4 - 11 bulan 120 mg
< 4 bulan 80 mg
40 mg
Farmakoterapi Tingkat II
IBUPROFEN Bila respons Menurunkan Dewasa 200 mg / tiap 4- Asma
terhadap konsentrasi 6 jam Polip hidung
aspirin dan prostaglandin 11 – 15,9 Tukak lambung
asetaminofen jaringan kg 100 mg Gangguan
(-) 16 – 21,9 150 mg perdarahan/
Analgesik kg 200 mg Gangguan sel
Anti-inflamasi 22 – 26,9 250 mg darah
Anti-platelet kg 300 mg Kerusakan ginjal
27 – 31,9 Gangguan pola
kg menstruasi
32 – 42,9
kg
SODIUM Analgesik Menurunkan Dewasa D/awal 440 mg Iritasi
NAPROKSEN Anti-Inflamasi konsentrasi selanjutnya 220 gastrointestinal
Anti-piretik prostaglandin mg/ 8-12 jam Komplikasi hati
Anti-platelet jaringan > 65 220 mg/8-12 jam dan ginjal
> 13 kg 25 mg Tukak lambung
> 25 kg 50 mg aktif
> 38 kg 75 mg Gangguan
perdarahan
Gangguan sel
darah
MEKANISM EFEK
OBAT INDIKASI DOSIS
E SAMPING
KETOPROFEN Nyeri pada Dewasa 12,5 mg/4 – 6 Iritasi
demam jam gastrointestinal
Nyeri 3 bl – 14 0,5 – 10
punggung tahun mg/kg
bawah
ringan
Nyeri gigi
Kram
menstruasi
Nyeri otot
Nyeri
ringan pada
arthritis
NYERI SEDANG

ASETAMINOFEN Penyesuaian Iritasi


dosis (Misal: gastrointestinal
Aspirin 100
mg)
IBUPROFEN

SODIUM
NAPROKSEN

KETOPROFEN
Farmakoterapi Tingkat IV
Jika farmakoterapi tingkat III gagal, AINS yang dipilih dapat diganti. Pilihan AINS ke-2 sebaiknya
dari kelompok kimia yang berbeda (lihat tabel analgesik non-opioid yang paling sering digunakan)
EFEK
OBAT INDIKASI MEKANISME DOSIS
SAMPING
Farmakoterapi tingkat V
OPIODID Analgesik Ikatan dan aktivitas Efek
(Misal Kodein) reseptor stereo-specifik gastrointestinal:
pada sistem saraf nausea,
konstipasi,
distres lambung
Depresi
pernafasan
Euforia
Dependensi
fisis
Farmakoterapi Tingkat VI
TRAMADOL Aktivasi reseptor Hepatotoksik
opioid-µ Perdarahan
Inhibisi reuptake 50 – 100 gastrointestinal
norepinefrin mg/4-6 jam Anemia
Ruam Kulit
Nefrotoksik
NYERI BERAT
Farmakoterapi Tingkat VII
MORFIN
Bila terapi Agonis Murni
dengan non
narkotik tidak
efektif
Bila terdapat
riwayat terapi
narkotik
untuk nyeri. Billa aktivitas
komponen-µ Komplek
Campuran Agonis-
receptor
antagonisPentazosin
Blok aktivitas
Agonis parsial komponen-µ kompleks
receptor
Dari tabel 1, nyeri ringan dengan nilai VAS < 4 dapat diberikan terapi farmakologik tingkat
satu dan kalau gagal dapat diberikan terapi farmakologi tingkat II. Untuk nyeri sedang
dapat diberikan berturut-turut terapi farmakologi tingkat III – VI dan nyeri berat terapi
farmakologi tingkat VII. Khusus untuk terapi farmakologi tingkaat IV yang digunakan bila
terapi farmakologi tingkat III gagal, perlu dilakukan penilaian OAINS yang sesuai. OAINS
yang seperti tertera dalam tabel 2.

Tabel 2. Analgetik Non Opioid Yang Paling Sering Digunakan pada Orang Dewasa

Nama Obat Dosis Jadwal


Aspirin 325 – 1000 mg 4 - 6 jam sekali
Kalium Diklofenak 50 – 200 mg 8 jam sekali
Natrium diklofenak 50 mg 8 jam sekali
Ibuprofen 200 – 800 mg 4 - 8 jam sekali
Etodolak 200 – 300 mg 8 -12 sekali
Indometasin 25 – 50 mg 8 -12 sekali
Ketoprofen 25 – 75 mg 6 -12 sekali
Asam mefanamat 250 mg 6 jam sekali
Naproksen 250-500 mg 12 jam sekali
Piroksikam 10-20 mg 12 - 24 jam sekali
Tenoksikam 20-40 mg 24 jam sekali
Meloksikam 75 mg 24 jam sekali
Selekoksib 100 mg 12 jam sekali
Nimesulfid 100 mg 12 jam sekali
Ketolorak 10-30 mg 4 - 6 jam sekali
Asetaminofen 500 mg 6 - 8 jam sekali
Tramadol 50-100 mg 8 jam sekali

Terapi Farmakologi Nyeri Akut dan Berat

Nyeri akut dan berat dengan nilai VAS 7-10 sebaiknya langsung diberikan obat-obatan
yang kuat dengan dosis optimal. Sebagai contoh, morfin injeksi i.m atau s.c dengan dosis
10-20 mg dapat diberikan untuk orang dewasa. Di Indonesia, klinisi mungkin agak sulit
mendapatkan morfin baik injeksi maupun tablet. Oleh karena itu, dapat diganti dengan
tramadol injeksi atau OAINS injeksi yang cukup poten seperti ketolorak injeksi, natrium
diklofenak injeksi, ketoprofen injeksi, meloksikam injeksi, dynastat injeksi, dan
sebagainya.
Pada prinsipnya, pengobatan nyeri akut dan berat sebaiknya diberikan obat yang paling
poten dulu. Bila intensitas nyerinya sudah menurun, dosis obat diturunkan seperti
menuruni anak tangga. (lihat gambar 2)
Gambar 1. Tangga Dosis Analgesik

Obat pilihan untuk nyeri kronik dan intensitas nyeri tinggi atau nyeri berat adalah
morfin. Sebaiknya pemberian secara peroral bila pasien dapat menelan. Dosisnya antara
10-100 mg tergantung intensitas nyeri. Makin tinggi dosis obat, makin tinggi efek
analgetiknya. Pada umumnya pemberian around the clock lebih menguntungkan
daripada pemberian as needed (Tollison, 1998)

Terapi Farmakologi Nyeri Kronik karena Keganasan (Chronic Malignant Pain)


Ikuti Three Step Analgesic Ladder
1. Langkah pertama
Aspirin, asetaminofen atau OAINS dikombinasikan dengan obat-obatan ajuvan
analgesik

2. Langka kedua
 Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada langkah pertama diteruskan
ditambah dengan narkotik oral dan ajuvan analgesic
 Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa dikombinasikan dengan aspirin, Asetaminofen
atau OAINS

3. Langkah ketiga
 Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang efektif. Obat-obatan di langkah
kedua dihentikan, obat di langkah pertama diteruskan, ditambah grup narkotika yang
lebih poten. Obat pilihan adalah morfin dengan dosis dapat dinaikan tanpa batas,
sementara diawasi respirasi, mental status dan kesiagaan.

(Catatan: Pada penderita kanker dengan fase terminal, pemberian morfin dosis tinggi
dapat menyebabkan komunikasi terganggu, maka dapat diberikan stimulant, misalnya
methylphenidate (Ritalin).

Gambar 2. Tiga Langkah Penanganan Nyeri Kronik Karena Keganasan


PENUTUP

Demikian panduan penatalaksanaan nyeri ini disusun. Apabila dalam pelaksanaannya ditemukan
hal-hal yang perlu diperbaiki, maka akan dilakukan perbaikan secara berkesinambungan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : September 2018

Drg. Tony wibowo


Direktur

Anda mungkin juga menyukai